I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang panjang berasal dari Afrika, walaupun belum dapat dipastikan di mana tanaman ini untuk pertama kali dibudidayakan, tampaknya muncul dua pusat keanekaragaman untuk jenis ini, yang terdiri atas varietas liar dan varietas budidaya, satu pusat di Afrika Barat (untuk kelompok kv. Unguiculata ) dan yang lainnya di India dan Asia Tenggara (untuk kelompok kv. Biflora dan kelompok kv. Sesquipedalis). Kacang panjang yang umum tersebar luas di seluruh wilayah tropik dan subtropik (30°U - 30°S), terutama di Afrika. Kacang panjang terutama dibudidayakan di India, Bangladesh, dan Asia Tenggara serta Oseania, tetapi kemudian tersebar meluas ke seluruh daerah tropik, sebagai sayur-mayur tambahan (minor vegetable crop) (Sumaatmadja, 1993). Tanaman kacang panjang (Vigna unguiculata Sesquipedalis (L.) Walp. cv. group) merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga. Tanaman ini berumur pendek, tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan atau pekarangan pada setiap musim. Kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani (Suryadi, 2003). Kebutuhan sayur-sayuran akan semakin meningkat seiring dengan semakin pedulinya masyarakat akan makanan yang sehat dan berimbang. Kacang panjang sebagai salah satu jenis dari sayur-sayuran dapat menjadi pilihan yang mudah untuk sebagian masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi kacang panjang pada tahun 2006 yang diperkirakan sebesar 2,66 kg/kapita/tahun, yang berarti diperlukan kacang panjang sebanyak 492.000 ton/tahun (BPS 2007). Akan tetapi, berdasarkan data BPS (2007) produktivitas kacang panjang baru mencapai sekitar 354.000 ton/tahun (Salanti, 2008). Bentuk tanaman yang dikena dengan nama internasional Yardlong beans atau coupean ini berupa semak dan tumbuh merambat. Selain buahnya yang berbentuk polong panjang, daunnya yang disebut lembayung juga sering dimanfaatkan sebagai sayuran. Banyak jenis makanan yang dapat dibuat dengan menggunakan daun dan buah tanaman ini (Novary, 1997) Kandungan setiap 100 g bagian biji tua yang dapat dimakan berisi: 10 g air, 22 g protein, 1,4 g lemak, 59,1 g karbohidrat, 3,7 g serat, 3,7 g abu, 104 mg kalsium, dan hara lainnya. Kandungan energinya rata-rata 1420 kJ per 100 g. kandungan lisin yang tinggi menjadikan kacang panjang ini suatu bahan yang istimewa untuk menyempurnakan kualitas protein biji-bijian serealia. Berat biji bervariasi antara 10 sampai 25 g per 100 butir (Sumaatmadja, 1993). Lalat penggorok daun, Lyriomyza huidobrensis (Blanchard) Diptera: Agromyzidae), merupakan hama penting pada berbagai tanaman sayuran diberbagai wilayah. Hama Liriomyza huidobrensis adalah hama yang bersifat polifag, survei yang dilakukan oleh Rauf et al, (2000) mendapatkan 50 species tumbuhan yang tergolong ke dalam 13 famili, termasuk berbagai tanaman bunga dan tumbuhan liar, sebagai inang (Purnomo, 2008). Upaya pengendalian yang sampai saat ini dilakukan oleh petani adalah aplikasi pestisida secara terjadwal. Tindakan ini akan membawa resiko resistensi atau resurgensi (Rathman et al, 1995). Aplikasi insektisida yang terlalu intensif dapat menyebabkan terbunuhnya musuh alami. Oleh karena itu, pengembangan alternatif taktik pengendalian lalat tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan cara pengendalian yang lebih mudah, murah, dan aman terhadap lingkungan (Weintraub, 1996). Penggunaan perangkap merupakan alternatif pengendalian yang bisa dilakukan secara mekanis dan fisik. Dengan menggunakan perangkap, diharapkan bisa mengurangi populasi hama serangga yang merusak (Oka, 1995). Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis alat perangkap yang dibuat sesuai dengan jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. Alat perangkap diletakkan pada tempat atau bagian tanaman yang sering dilewati oleh hama. Sering juga pada alat perangkap diberi zat-zat kimia yang dapat menarik, meletakkan atau yang membunuh hama (Untung, 2006). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh macam warna dan beberapa ketinggian perangkap berperekat terhadap hama pada tanaman kacang panjang. B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui jenis perangkap warna dengan berbagai ketinggian terhadap hama Liriomyza huidobrensis pada tanaman kacang panjang. C. Hipotesa Penelitian Perangkap warna kuning ketinggian 10 cm lebih efektif mengendalikan Liriomyza huidobrensis daripada perangkap warna kuning ketinggian (60 cm, 110 cm) , perangkap warna merah ketinggian (10 cm, 60 cm, 110 cm), dan perangkap warna hijau ketinggian (10 cm, 60 cm, 110 cm) pada tanaman kacang panjang. D. Kegunaan Penelitian - Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam usaha pengendalian hama pada tanaman kacang panjang.