9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.2.1 Definisi Kinerja

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja
2.2.1 Definisi
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2008).
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas
dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja
kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang
memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan
jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2001).
Standar adalah pernyataan deskriptif tentang apa yang diinginkan meliputi
kualitas struktur, proses, maupun hasil (Gillies, 1996). Sedangkan menurut Schroeder
(1991) dalam Suza (2008) standar adalah nilai atau acuan yang menentukan level
praktek terhadap staf atau suatu kondisi pada pasien atau sistem yang telah ditetapkan
untuk dapat diterima sampai pada wewenang tertentu.
Standar kinerja dapat dibuat untuk setiap individu dari uraian jabatan untuk
mengaitkan jabatan statis ke kinerja kerja dinamis. Standar kinerja dianggap
memuaskan bila pernyataannya menunjukkan beberapa bidang pokok tanggung
jawab karyawan, memuat bagaimana suatu kegiatan kerja akan dilakukan, dan
9
Universitas Sumatera Utara
10
mengarahkan perhatian kepada mekanisme kuantitatif bagaimana hasil-hasil
kinerjanya akan diukur (Timpe, 2002).
Standar penampilan kerja sangat penting untuk membantu staf mengerti tentang
lingkup harapan, tanggung jawab, pengetahuan dan keterampilan dan kewajiban dari
pekerjaan, mendukung evaluasi tugas, memfasilitasi komunikasi antara supervisor
dengan bawahan tentang aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan dan
membantu supervisor menjamin bawahan mempunyai sumber-sumber yang
dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaannya. (Tappen, 1995 dalam Royani 2010).
Tanpa adanya standar penampilan kerja maka supervisor dan bawahan
mempunyai pemahaman yang berbeda tentang harapan, tentang syarat pekerjaan dan
penampilan, supervisor juga akan sukar mengidentifikasi isu penampilan, lebih lanjut
supervisor dan bawahan sukar mengerjakan pekerjaan sesuai apa yang harus
dilakukan. Dengan adanya standar kinerja maka karyawan akan mengetahui apa yang
harus dilakukan, berapa banyak dilakukan dan kapan pekerjaan tersebut dilakukan
(Tappen, 1995 dalam Royani 2010).
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Kinerja seseorang dipengruhi oleh berbagai faktor. Menurut Mangkunegara
(2008) kinerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor :
1. Faktor diri pegawai antara lain kecerdasan, umur, jenis kelamin, emosi, cara
berfikir, persepsi, dan sikap kerja.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Faktor pekerjaannya antara lain jenis pekerjaan struktur organisasi, kedudukan,
mutu pengawasan, jaminan finansial kesempatan promosi jabatan dan interaksi
sosial.
Sementara menurut Gibson dkk (2003) secara teoritis ada tiga kelompok
variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu:
1. Variabel individu antara lain kemampuan dan keterampilan mental dan fisik,
umur, jenis kelamin, etnis, latar belakang keluarga dan sosial.
2. Variabel organisasi antara lain sumber daya, kepemimpinan, struktur,
imbalan, desain pekerjaan, supervisi dan kontrrol.
3. Variabel psikologis antara lain persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi.
2.1.3 Penilaian Kinerja
Penilaian terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama
pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah
kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan atau apakah hasil kerja
telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Bila pelaksanaan pekerjaan sesuai atau
melebihi uraian pekerjaan, berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik.
Dan bila dibawah uraian pekerjaan, maka berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut
kurang. Defenisi penilaian kinerja ini adalah proses yang dipakai oleh organisasi
untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan selama periode waktu
tertentu (Simamora, 2004).
Menurut teori kontrol yang dijelaskan oleh Carver dan Scheier (1981) dalam
Ilyas (2001), individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka.
Universitas Sumatera Utara
12
Mereka harus menetapkan standar untuk perilaku mereka, mendeteksi perbedaan
antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan berperilaku yang sesuai
dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya, disarankan agar individu
perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai tujuan mereka. Dengan
pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan
melakukan perbaikan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.
Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi
diri dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya
akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara
keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan
hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka
tentang prestasinya.
d. Membantu untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf
yang lebih tepat guna, sehingga mempunyai tenaga yang cakap dan terampil.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui
Universitas Sumatera Utara
13
jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara
atasan dan bawahan
2.2
Kinerja Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan baik
didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai dengan
peraturan perundangan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun
sehat (UU Keperawatan No 38, 2014 ).
Menurut Nursalam (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan
deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan
keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan standar keperawatan adalah
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan,
dan melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi
pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam menilai kualitas pelayanan
keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Standar asuhan keperawatan adalah kualitas
sempurna pada asuhan
keperawatan yang meliputi beberapa kriteria keefektifan asuhan keperawatan bisa
dievaluasi. Standar asuhan keperawatan meliputi standar proses yaitu berhubungan
dengan kualitas implementasi asuhan; standar muatan (content) yaitu merupakan
substansi dari asuhan keperawatan dan standar hasil (outcome), yaitu perubahan yang
Universitas Sumatera Utara
14
diharapkan pada klien dan lingkungan setelah intervensi keperawatan diberikan
(Manson, 1984 dalam Royani, 2010).
Tujuan standar asuhan keperawatan adalah untuk
meningkatkan kualitas
keperawatan, mengurangi biaya keperawatan, menghindarkan perawat berbuat
kelalaian. Dan karena tidak ada satupun standar yang baku dari suatu profesi, maka
masing-masing organisasi dan profesi harus membuat standard yang objektif untuk
memandu praktisi individu dalam penampilan asuhan yang aman dan efektif. Standar
untuk praktik harus mampu mendefinisikan lingkup dan dimensi keperawatan
professional (Gillies, 1996).
Penilaian kinerja perawat bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perawat sesuai
dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian kinerja
perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktek
keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh
manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses
penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku
pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume
yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk
mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier serta
memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2008).
Berdasarkan surat keputusan no.025/PP.PPNI/SK/K/XII/2009, Pengurus Pusat
PPNI telah menyusun standar praktik profesional yang mengacu pada tahapan proses
Universitas Sumatera Utara
15
keperawatan, yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh,
akurat,
singkat,
dan
berkesinambungan.
Kriteria
pengkajian
keperawatan, meliputi:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik serta dari pemeriksaan penunjang
2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medis, dan catatan lain.
3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
a.
Status kesehatan klien masa lalu.
b.
Status kesehatan klien saat ini.
c.
Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.
d.
Respon terhadap terapi.
e.
Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal.
f.
Resiko-resiko tinggi masalah.
B. Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa keperawatan.
Adapun kriteria proses:
1. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identikasi masalah klien,
dan perumusan diagnosa keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda atau
gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
3. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
4. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru
C. Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:
1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan.
2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
4. Mendokumentasi rencana keperawatan.
D. Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
1. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
4. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang
digunakan.
Universitas Sumatera Utara
17
5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria
prosesnya:
1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,
tepat waktu dan terus menerus.
2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengikuti perkembangan ke
arah pencapaian tujuan.
3. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
4. Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Proses keperawatan merupakan suatu siklus yang terus berlanjut, proses
keperawatan diawali dengan kegiatan pengkajian saat pasien masuk rumah sakit.
Pengkajian bertujuan untuk menggali informasi yang penting (data) yang akan
digunakan untuk menyusun diagnosis keperawatan setelah melalui analisis data.
Setelah tersusun diagnosis, maka disusun suatu rencana tindakan keperawatan
sesuai kebutuhan pasien dan prioritas masalah yang ada. Implementasi adalah
langkah nyata dari perencanaan tindakan yang dilanjutkan dengan evaluasi. Evaluasi
Universitas Sumatera Utara
18
dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan efektif atau tidak dalam
mengatasi masalah pasien.
2.2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Perawat
Menurut Gibson dkk (2003), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi
dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok
kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan
dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Kinerja perawat yang kurang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satu
faktor yang memengaruhi kinerja perawat adalah stres kerja yang dialami perawat,
Dari hasil penelitian pengaruh stres kerja terhadap kinerja perawat di RS Wijaya
Kusuma pada tahun 2015 didapati stres kerja berpengaruh signifikan negatif terhadap
kinerja perawat (Riza, 2015).
Tugas dan tanggung jawab perawat bukan hal yang ringan untuk dipikul. Disatu
sisi perawat bertanggung jawab terhadap tugas fisik, administratif dari instansi tempat
ia bekerja, menghadapi kecemasan, keluhan dan mekanisme pertahanan diri pasien
yang muncul pada pasien akibat sakitnya, ketegangan, kejenuhan dalam menghadapi
pasien dengan kondisi yang menderita sakit kritis atau keadaan terminal, disisi lain ia
di tuntut untuk harus selalu tampil sebagai profil perawat yang baik oleh pasiennya.
Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang dialami dapat menjadi sumber potensial
terjadinya stres (Golizeck, 2005).
Universitas Sumatera Utara
19
Stres yang dialami oleh karyawan dapat membantu (fungsional) dalam
meningkatkan prestasi kerja, tetapi dapat juga sebaliknya, yaitu menghambat atau
merusak (infungsional) prestasi kerja. Hal ini tergantung pada seberapa besar tingkat
stres yang dialami karyawan. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja tidak ada
sehingga prestasi kerja cenderung rendah, karena tidak ada usaha untuk menghadapi
tantangan. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja karyawan cenderung
naik karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan segala kemampuan yang
dimilikinya dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila
stres telah mencapai titik optimal yang dicerminkan kemampuan pelaksanaan kerja
harian karyawan, semakin meningkatnya stres cenderung tidak menghasilkan
perbaikan prestasi kerja. Akhirnya, bila stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja
mulai menurun, karena stres mengganggu pelaksanaan kerja (Handoko, 2001).
Hal serupa juga dinyatatakan Robin (2006) dimana hubungan stres kerja dan
kinerja digambarkan dalam bentuk U terbalik. Stres tingkat rendah sampai sedang
merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi tetapi stres yang
lebih besar menyebabkan kinerja menurun. Stres sedang dalam jangka panjang juga
dapat menyebabkan pengaruh negatif pada kinerja.
Perawat yang merupakan aset berharga bagi rumah sakit yang terkadang
dihadapkan dengan kondisi dilematis. Di satu sisi setiap karyawan (sebagai manusia)
memiliki permasalahan pribadi disisi lain karyawan dituntut untuk memberikan
layanan yang prima dalam melayani permasalah setiap pasien yang kompleks setiap
harinya. Kondisi ini tentunya akan memberikan tekanan yang berujung pada stres
Universitas Sumatera Utara
20
kerja. Oleh sebab itu penting bagi rumah sakit untuk memahami dan memenuhi
kebutuhan karyawan dan menciptakan kenyamanan kerja.
2.3
Stres Kerja
2.3.1
Definisi
Stres adalah suatu respon yang dibawa oleh berbagai peristiwa eksternal dan
dapat berbentuk pengalaman positif atau pengalaman negatif (Wincent dan Ortqvist,
2008). Stres adalah suatu tanggapan yang muncul karena adanya kapasitas adaptif
antara pikiran dan tubuh atau fisik manusia (Jagaratnam dan Buchanan, 2004 ). Jika
stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu
bekerja maka seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja (Kreitner &
Kinicki, 2005).
Menurut Houtman (2005) stres kerja adalah pola reaksi yang terjadi ketika
pekerja dihadapkan dengan tuntutan kerja yang tidak sesuai dengan pengetahuan,
kemampuan, kebutuhan dan sumber daya, serta menantang pekerja untuk
mengatasinya. Tuntutan tersebut dapat berupa tuntutan kuantitatif (tekanan waktu
atau jumlah pekerjaan), tuntutan kognitif (tingkat kesulitan pekerjaan) atau tuntutan
emosional (kebutuhan akan rasa empati).
2.3.2 Jenis-Jenis Stres Kerja
Vithzal R (2011) mengkategorikan jenis stres menjadi dua yaitu :
a. Eustress, yaitu hasil respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif dan
konstruktif (membangun). Hal tersebut termasuk kesejahtraan individu dan
Universitas Sumatera Utara
21
organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan
adaptasi dan tingkat performance yang tinggi.
b. Distress, Yaitu hasil dari respon terhadap yang bersifat tidak sehat, negatif
dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu
dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidak
hadiran yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan
kinerja dan kematian.
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Stres Kerja
Menurut Mangkunegara (2008) penyebab stres kerja, antara lain beban kerja
yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan yang
rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang
berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antar karyawan
dengan pimpinan yang frustasi dalam kerja.
Handoko (2001) mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah kondisi kerja yang
sering menyebabkan stres bagi karyawan, diantaranya adalah :
1. Beban kerja yang berlebihan.
2. Tekanan atau desakan waktu.
3. Kualitas supervisi yang jelek.
4. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.
5. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.
6. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
22
Menurut Hasibuan (2006) faktor-faktor yang menyebabkan stres pegawai antara
lain:
1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan.
2. Tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar.
3. Waktu dan peralatan keja yang kurang memadai.
4. Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja.
5. Balas jasa yang terlalu rendah.
6. Masalah- masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan sebagainya.
Menurut Cooper dalam Wijono (2010) ada 5 macam faktor yang menyebabkan
stres yaitu :
1. Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (tuntutan fisik dan tugas).
2. Pengembangan karier (kepastian pekerjaan dan ketimpangan status).
3. Hubungan dalam pekerjaan (hubungan antar tenaga kerja).
4. Struktur organisasi.
5. Iklim organisasi.
2.3.4 Tahapan Stres
Hans Selye (1950) memperkenalkan suatu konsep tentang stres yang dikenal
dengan General Adaptation Syndrom. Ia menyatakan bahwa ada tiga fase yang dapat
diidentifikasi bila seseorang terpapar stres, yaitu :
1. Reaksi tanda waspada, dalam keadaan bahaya timbul ketegangan atau ketakutan
tubuh memobilisasi sumber-sumber yang ada untuk meningkatan aktivitas
mekanisme pertahanan. Terjadi peningkatan aktivitas sistem simpatis yang
Universitas Sumatera Utara
23
mengakibatkan peninggian sekresi katekolamin. Tubuh dipersiapkan secara
psikofisiologis untuk bereaksi dengan stres tersebut. Muncul reaksi waspada yang
dikenal dengan melarikan diri atau menyerang.
2. Fase resistensi, terjadi resistensi terhadap stres. Tubuh berusaha beradaptasi
dengan stres. Mekanisme defensi bekerja secara maksimum untuk beradaptasi
dengan stres. Pada fase ini juga biasanya individu mencoba berbagai macam
mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur
strategi untuk mengatasi stresor ini. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses
fisiologis yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin
kembali ke keadaan normal dan pada waktu yang sama pula tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Apabila proses fisiologis telah teratasi
maka gejala-gejala stres akan menurun, tubuh akan secepat mungkin berusaha
normal kembali karena ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi. Jika
stresor berjalan terus dan tidak dapat diatasi/terkontrol maka ketahanan tubuh
untuk beradaptasi akan habis dan timbul berbagai keluhan pada individu.
3. Fase kelelahan/kepayahan, terjadi bila fungsi fisik dan psikologis seseorang
telah terganggu sebagai akibat selama fase resistensi. Bila reaksi ini berlanjut
tanpa adanya pemulihan akan memacu terjadinya penyakit atau kemunduran dan
orang tidak dapat mengatasi tuntutan lingkungan yang dirasakan. Fase ini terjadi
akibat reaksi tanda waspada datang terlalu kuat atau sering dan berlangsung dalam
waktu lama, kebutuhan energi untuk beradaptasi menjadi habis sehingga timbul
kelelahan. Akibat yang ditimbulkan pada fase ini adalah ketidakmampuan
Universitas Sumatera Utara
24
menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat,
meningkatnya rasa takut dan cemas, binggung, dan panik.
2.3.5 Gejala Stres Kerja
Stres kerja pada pegawai dapat berpengaruh positif maupun negatif. Namun
efek negatif lebih sering terlihat. Efek negatif tersebut dapat berupa kebosanan,
penurunan dalam motivasi, absen, apatis, insomnia, mudah tersinggung, kesalahan
dalam pekerjaan yang meningkat, tidak dapat mengambil keputusan. Sedangkan jika
pegawai mampu mengelola stres secara optimal maka stres tersebut mampu
menghasilkan dampak positif berupa motivasi yang tinggi, energi tinggi, persepsi
yang tajam, ketenangan (Ivancevich dkk, 2009).
Stres pegawai yang tidak terselesaikan dengan baik akan menimbulkan frustasi.
Frustasi akan menimbulkan perilaku aneh dari orang tersebut, misalnya marah-marah,
membanting telepon, bahkan memukul-mukul kepalanya. Frustasi adalah keadaan
emosional, ketegangan pikiran, dan perilaku yang tidak terkendalikan dari seseorang,
bertindak aneh-aneh yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain (Hasibuan,
2006).
Menurut Robin (2006) gejala stres umumnya digolongkan menjadi tiga yaitu :
1. Gejala Fisik
Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju
detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan
sakit kepala serta menyebabkan serangan jantung.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Gejala Psikologis
Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan,
misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka
menunda-nunda pekerjaan.
3.
Gejala Perilaku
Stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam
produktivitas, turnover karyawan tinggi, tingkat absensi yang tinggi dan
kecelakaan kerja.
Handoko (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan
stres :
a. Efek subyektif seperti cemas, apatis, jenuh, depresi, kelelahan, frustasi, mudah
tersinggung, nervous (gugup), dan rendahnya keseimbangan diri.
b. Efek perilaku seperti penyalahgunaan obat, nafsu makan hilang atau
berlebihan, merokok dan minum- minuman keras.
c. Efek kognitif seperti tidak dapat mengambil keputusan, sulit konsentrasi,
sering lupa dan mudah tersinggung.
d. Efek fisiologis seperti peningkatan tekanan darah dan kadar glukosa darah,
denyut jantung meningkat.
Gejala stres menurut Beehr (1987 ) dalam Supardi (2007) dibagi menjadi tiga
gejala yakni : gejala psikologis, gejala fisik, dan perilaku. Berikut tabel gejala stres
kerja :
Universitas Sumatera Utara
26
Tabel 2.1 Gejala stres kerja
Gejala Psikologis
Kecemasan, ketegangan
Gejala Fisik
Meningkatnya nadi dan
tekanan darah
Mudah marah, sensitif
Memendam perasaan
Komunikasi tidak efektif
Mengurung diri
Depresi
Meningkatnya sekresi
adrenalin
Gangguan lambung
Mudah terluka
Mudah lelah fisik
Kematian
Merasa terasing
Kebosanan
Ketidakpuasan kerja
Gangguan kardiovaskuler
Gangguan pernafasan
Sering berkeringat
Lelah mental
Gangguan kulit
Menurunnya intelektual
Kepala pusing
Hilang daya konsentrasi
Hilang kreatifitas
Hilang semangat hidup
Kanker
Ketegangan otot
Stres yang dialami oleh seseorang juga akan
Gejala Perilaku
Menunda,
menghindari
Pekerjaan
Produktivitas
menurun
Minuman keras
Perilaku sabotase
Absensi meningkat
Banyak/kurang
makan
Nafsu makan hilang
Kriminalitas
Interpersonal tidak
baik
Tindakan
resiko
tinggi
Cenderung bunuh
diri
mengubah sistem kekebalan
tubuh. Plaut dan Friedman (1981) dalam Supardi (2007 ) membuktikan bahwa stres
sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk menderita penyakit, terkena
alergi serta menurunkan sistem kekebalan tubuhnya. Ditemukan bukti bahwa pada
saat suasana hati seseorang negatif terjadi penurunan respon antibodi, sedangkan pada
saat suasana hati positif respon antibodi meningkat pula.
Dantzer dan Kelley (1989) dalam Supardi (2007) berpendapat tentang stres
dalam hubungannya dengan daya tahan tubuh. Pengaruh stres terhadap daya tahan
tubuh ditentukan oleh jenis, lama dan frekuensi stres yang dialami oleh seseorang.
Universitas Sumatera Utara
27
Makin kuat stresor makin lama dan sering terjadi, sangat berpotensi menurunkan
daya tahan tubuh dan mudah menimbulkan penyakit.
2.3.6 Indikator-Indikator Stres Kerja
Menurut Hariandja (2002) Indikator-indikator stress kerja dapat dibagi dalam
tiga aspek yaitu:
1. Indikator pada psikologis, meliputi :
a. Cepat marah.
b. Ketegangan kerja.
c. Kegelisahan kerja.
d. Kebosanan kerja.
2. Indikator pada fisik, meliputi :
a. Meningkatnya detak jantung.
b. Meningkatnya tekanan darah.
c. Sakit kepala.
d. Sakit perut.
3. Indikator pada perilaku, meliputi :
a. Merokok Berlebihan.
b. Sulit Tidur.
c. Absensi Meningkat.
d. Berbicara tidak tenang.
Universitas Sumatera Utara
28
2.3.7 Teori Akibat Stres Kerja
Menurut Hans Selye stres adalah reaksi umum fisiologis dan psikologis tubuh
terhadap setiap kebutuhan stres. Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak
spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban. (Selye, 1950)
Stres kerja dipandang sebagai suatu sindrom adaptasi umum yang ditampilkan
organisme dalam menghadapi tuntutan atau tantangan.Tuntutan dan tantangan yang
dihadapi dapat mengakibatkan respon positif (eustres) maupun mengakibatkan respon
negatif (distres). Stres terjadi bila terdapat penyimpangan dari kondisi- kondisi
optimum
yang
tidak
dengan
mudah
diperbaiki
sehingga
mengakibatkan
ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan pekerjaannya (Selye,
1950).
2.4
Hubungan Stres Kerja dengan Kinerja
Kinerja perawat yang kurang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satu
yang memengaruhi kinerja perawat adalah stres kerja yang dialami perawat, Dari
hasil penelitian pengaruh stres kerja terhadap kinerja perawat di RS Wijaya Kusuma
pada tahun 2015 didapati stres kerja berpengaruh signifikan negatif terhadap kinerja
perawat (Riza, 2015)
Hidayat (2013) menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara stres
dengan kinerja perawat dimana stres kerja diketahui secara signifikan menurunkan
kinerja perawat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Faqurharson (2013) dalam
Wahyu ( 2015 ) risetnya menemukan bahwa stres kerja dan kelelahan kerja
Universitas Sumatera Utara
29
berhubungan negatif dengan mutu layanan keperawatan pada 100 perawat dari rumah
sakit akademik di Skotlandia.
Hasil penelitian Sveinsdottir (2006) dalam Wahyu ( 2015 ) juga menemukan
bahwa stres kerja yang tinggi dapat menurunkan kualitas asuhan keperawatan.
Penurunan kualitas asuhan keperawatan terjadi karena sistem kerja yang tidak
mendukung dan beban kerja yang terlalu berat sehingga menyebabkan stres kerja dan
burnout.
Penelitian Wahyu (2015) menyatakan ada hubungan negatif yang signifikan
antara stres kerja dengan mutu pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Stres yang dialami pegawai menyebabkan organisasi mengeluarkan banyak
uang. Stres yang dialami pegawai akan membawa efek yang buruk bagi pegawai.
Efek tersebut mencakup pengambilan keputusan yang semakin buruk dan penurunan
efektivitas. Selain itu stres juga dapat meningkatkan ketidakpuasan kerja.
Ketidakpuasan kerja dapat dihubungkan dengan sejumlah hasil disfungsional,
termasuk perputaran pegawai (turn over), absen yang meningkat, dan kinerja
pekerjaan yang menurun (Ivancevich dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
30
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Stres Kerja
1. Gejala
Psikologi
2. Gejala Fisik
3. Gejala Perilaku
Kinerja perawat
Pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan
Perencanaan keperawatan
Implementasi
Evaluasi keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian
2.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian- penelitian tedahulu maka
hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh stres kerja terhadap kinerja
perawat di ruang rawat inap RSUD Tanjung Pura Langkat.
Universitas Sumatera Utara
Download