link

advertisement
TUGAS PENYAKIT TROPIK
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
DWI RAHAYUNINGSIH
25010113120018
ENDANG SRI UTAMI
25010113120028
DEVITA MELINDA NUGRAHENI
25010113120120
PUSPITA KRISTINA
25010113120144
KHAIRUNNISA
25010115183004
SORAYA HIDAYATI
25010113130267
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
1. Patofisiologis dan Patogenesis penyakit
Patofisiologi atau physiopathology adalah berasal dari dua kata yaitu patologi
dengan fisiologi. Patologi adalah disiplin medis yang menggambarkan kondisi yang
biasanya diamati selama keadaan penyakit, sedangkan fisiologi adalah disiplin
biologi yang menjelaskan proses atau mekanisme yang beroperasi dalam suatu
organisme. Patologi menggambarkan kondisi abnormal atau tidak diinginkan, dimana
patofisiologi menjelaskan proses atau mekanisme fisiologis dimana kondisi tersebut
berkembang dan berlanjut. Patofisiologi juga bisa berarti perubahan fungsional yang
berhubungan dengan atau akibat penyakit atau cedera. Definisi lain adalah perubahan
fungsional yang menyertai penyakit tertentu.
Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan fisiologik akibat
penyakit/ ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada organisme yang sakit
meliputi asal penyakit, permulaan perjalanan dan akibat. Patofisiologi merupakan
integratif ilmu: anatomi, fisiologi, biologi sel dan molekuler, genetika, farmakologi
dan patologi. Patofisiologi fokus pada mekanisme penyakit, atau proses dinamik yang
menampakan tanda (sign) dan gejala (symptom). Penyakit adalah suatu kondisi
abnormal yang menyebabkan hilangnya kondisi normal yang sehat. Ditandai oleh
tanda dan gejala, perubahan secara spesifik oleh gambaran yang jelas morfologi dan
fungsi dan sebagainya.
Patogenesis adalah rangkaian kejadian (proses) perkembangan penyakit dari
permulaan yang paling awal serta faktor yang mempengaruhi. Patogenesis adalah
proses berjangkitnya penyakit dan dimulai dari permulaan terjadinya infeksi sampai
dengan timbulnya reaksi akhir. Patogenesis penyakit menyatakan perkembangan atau
evolusi penyakit.
Patogenesis merupakan keseluruhan proses perkembangan penyakit atau patogen,
termasuk setiap tahap perkembangan, rantai kejadian yang menuju kepada terjadinya
patogen tersebut dan serangkaian perubahan struktur dan fungsi setiap komponen
yang terlibat di dalamnya, seperti sel, jaringan tubuh, organ, oleh stimulasi faktorfaktor eksternal seperti faktor mikrobial, kimiawi dan fisis.
Tahap riwayat alamiah penyakit
1. Tahap Prepatogenesis
Kondisi Host masih normal/sehat. Sudah ada interaksi antara Host dan Agent,
tetapi Agent masih diluar Host. Jika interaksi Host, Agent dan Environment
berubah → Host jadi lebih rentan atau Agent jadi lebih virulen → masuk
tahap patogenesis
2. Tahap Patogenesis
Tahap Inkubasi → tahap masuknya Agent kedalam Host, sampai timbul
gejala sakit. Tahap penyakit dini → tahap mulainya timbul gejala penyakit
dalam keadaan awal (ringan). Tahap penyakit lanjut → tahap penyakit telah
berkembang pesat dan menimbulkan kelainan patologis (timbul tanda dan
gejala)
3. Tahap Pasca Patogenesis
Tahap penyakit akhir → tahap berakhirnya perjalanan penyakit, dapat dalam
bentuk;
a. Sembuh sempurna → Agent hilang, Host pulih dan sehat kembali
b. Kronik/ Karier Agent masih ada, Host pulih →gangguan Agent masih ada
(minimal)
c. Cacat→ Agent hilang, penyakit tidak ada → Host tidak pulih sempurna
(ada cacat)
d. Mati
2. Mengapa perlu mengerti tentang patogenesis dan patofisiologis dalam
pengendalian
Patogenesis penyakit menyatakan perkembangan, kelangsungan atau evolusi
dari penyakit. Patogenesis mencakup bagaimana mekanisme timbulnya kelainan
akibat penyakit tersebut. Contoh: Proses radang, adalah suatu respon terhadap
berbagai mikroorganisme dan berbagai jenis bahan yang menyebabkan kerusakan
jaringan.
Karsinogenesis,
adalah
mekanisme
dimana
bahan
karsinogen
menyebabkan terjadinya kanker.Dengan mengetahui gejala yang timbul pada suatu
penyakit, dan perubahan yang terjadi seiring dengan terdeteksinya suatu penyakit,
maka dapat dilakukan upaya pengendalian agar penyakit tersebut tidak bertambah
parah atau menyebar luas.
Patofisiologis membahas aspek perubahan yang terjadi pada berbagai fungsi
tubuh akibat adanya penyakit.Dengan mengetahui patofisiologis suatu penyakit
kita dapat mengetahui faktor risiko yang dapat menimbulkan suatu penyakit.
Sehingga kita dapat melakukan upaya pencegahan dan pengendaian dengan cara
mengurangi faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit tersebut.
a. Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh agen biologi
seperti virus, bakteri, maupun parasit bukan disebabkan oleh faktor fisik sperti
luka bakar atau kimia seperti keracunan.
Apabila kita tidak mengetahui patofisiologis penyakit menular, maka
penyakit tidak dapat diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, bahkan kematian. Contoh :
wanita lebih berisiko untuk terkena PMS daripada laki – laki dan seringkali
berakibat lebih parah karena gejala awal tidak diketahui dan menjadikan penyakit
lanjut ke tahap yang lebih parah. Selain itu infeksi yang terjadi dapat menular
kepada orang lain yang rentan.
Tahap dalam patogenesis contohnya adalah HIV, penyakit menular
melalui cairan tubuh. Kemudian virus yang masuk akan merusak sistem
kekebalan tubuh. Apabila kekebalan telah melemah maka penyakit lain yang
masuk akan menjadi lebih parah. Untuk itu dilakukan pengendalian dengan
meminimalisir adanya kontak dengan penderita yang melalui cairan tubuh agar
tidak tertular.
b. Penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan karena adanya
masalah fisiologi atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Biasanya
penyakit ini terjadi karena pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, faktor
genetik, cacat fisik, penuaan/usia, dan gangguan kejiwaan.Pengetahuan tentang
patofisiologis dan patogenesis penyakit tidak menular sangat perlu untuk
dipahami, hal ini berguna untuk meminimalisir terkena penyakit tidak menular
tersebut. (DINKES Tabalong)
Beberapa penyakit tidak menular seperti hipertensi, obesitas, penyakit
jantung apabila tidak segera ditangani akan bertambah parah dan mengalami
komplikasi sehingga dapat menyebabkan penyakit lain muncul. Contoh : Jika
seseorang mengalami obesitas maka kondisi ini akan menyebabkan komplikasi
seperti stroke, diabetes tipe 2, kolesterol tinggi dll.Oleh karena itu perlu
dioptimalkan deteksi dini terhadap suatu penyakit agar dapat mengidentifikasi
penyakit/kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes
(Guntur)
Selain itu dengan mengetahui patofisiologis dan patogenesis penyakit kita
dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit
tertentu seperti kebiasaan pola hidup tidak sehat. Dalam hal ini satu-satunya
cara mencegah penyakit tidak menular adalah berperilaku pola hidup sehat
seperti makan makanan dan minuman yang sehat (sayur, buah), tidak merokok,
serta berolahraga secara teratur.
3. Patofisiologis dan Patogenesis Penyakit Menular dan Tidak Menular
a. Tuberkulosis
Patofisiologis TB
Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. M.tuberculosis
adalah kuman bentuk batang, bersifat aerob yang memperoleh energi dari oksidasi
beberapa senyawa karbon sederhana, dan tidak membentuk spora sehingga mudah
dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Dengan
pewarnaan tehnik Ziehl Neelsen, maka kuman ini tergolong Bakteri Tahan Asam
(BTA). (Karnadihardja, 2004)
Masuknya kuman TB akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembangbiak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GO.
Partikel infeksi TB dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembapan. Dalam suasana lembap dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Seorang pasien yang menderita tuberculosis memiliki
gejala dan tanda awal tidak spesifik. Secara umum, tanda dan gejala tuberkulosis
adalah batuk produktif yang berkepanjangan (>3 minggu), dispneu, nyeri dada,
anemia, hemoptisis, rasa lelah,berkeringat di malam hari.
Selain itu dikenal pula gejala sistemik, yaitu demam, menggigil, kelemahan,
hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Gejala ini umumnya sudah
dialami dalam jangka waktu yang lama, dan apabila dirasakan telah mengganggu
barulah pasien memeriksakan diri ke tenaga kesehatan, sehingga tuberkulosis yang
didiagnosis cenderung bersifat kronis. Sedangkan apabila onset yang dirasakan
pasien bersifat akut, biasanya peryebabnya adalah penyakit non-tuberkulosis.
Penyakit tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang bersifat kronis, dengan
gejala dan tanda yang kurang spesifik sehingga dapat menyebabkan keterlambatan
diagnosis karena pasien menunda pemeriksaan, ditambah dengan hasil
pemeriksaan yang belum pasti.
Patogenesis Tuberkulosis Paru
Paru merupakan port de entry lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dan dapat mencapai alveolus. Sumber penularan Tb Paru adalah penderita
Tb BTA+ yang menyebarkan kuman ke udara pada waktu batuk/bersin, kuman TB
di udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman TB yang masuk dalam
tubuh mengakibatkan timbulnya infeksi, diantaranya infeksi primer berlanjut pada
infeksi post primer.
Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer dapat timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitislokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Infeksi primer mengakibatkan kompleks primer yang akan mengalami :

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
adintegrum)
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar ke sekitarnya. Misalnya
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus
lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. Selain itu ada juga penyebaran
secara bronkogen, kuman TB dapat menyerang baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. Penyebaran secarah ematogen dan
limfogen, penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi kuman. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu
Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb Paru
Infeksi Post Primer
Tuberkulosis
post
primer
muncul
bertahun-tahun
kemudian
setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis pada
stadium infeksi post primer ini yang banyak menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post primer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :

Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. Sarang tersebut
akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis.

Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti dapat:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebu ttuberkuloma
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Skema patogenesis infeksi Tb paru post primer
b. Kanker Serviks
Patogenesis Kanker Serviks
Kausa utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papilloma
yang onkogenik. Risiko terinfeksi HPV sendiri meningkat setelah melakukan
aktivitas seksual. Pada kebanyakan wanita, infeksi ini akan hilang dengan
spontan. Tetapi jika infeksi ini persisten maka akan terjadi integrasi genom dari
virus ke dalam genom sel manusia, menyebabkan hilangnya kontrol normal
dari pertumbuhan sel serta ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung
jawab terhadap perubahan maturasi dan differensiasi dari epitel serviks (WHO,
2008 dalam Nur Fatimah, 2009). Lokasi awal dari terjadinya karsinoma serviks
biasanya pada atau dekat dengan pertemuan epitel kolumner di endoserviks
dengan epitel skuamous di ektoserviks atau yang juga dikenal dengan
squamocolumnar junction. Terjadinya karsinoma serviks yang invasif
berlangsung dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi preinvasif, yang ditandai dengan adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut
dengan displasia. Displasia ditandai dengan adanya anisositosis (sel dengan
ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel yang berbeda-beda),
hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam
jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel
abnormal, sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan
sel, dinamakan displasia sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel
pada seluruh ketebalan sel, namun belum menembus membrana basalis.
Perubahan pada displasia ringan sampai sedang ini masih bersifat reversibel
dan sering disebut dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) derajat 1-2.
Displasia berat (CIN 3) dapat berlanjut menjadi karsinoma in situ. Perubahan
dari displasia ke karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan lambat
(10 sampai 15 tahun). Gejala pada CIN umumnya asimptomatik, seringkali
terdeteksi saat pemeriksaan kolposkopi. Sedangkan pada tahap invasif, gejala
yang dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus,
discharge vagina purulen yang berlebihan berwarna kekuning-kuningan
terutama bila lesi nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan darah , sistisis
berulang, dan gejala akan lebih parah pada stadium lanjut di mana penderita
akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan sistem renal
Patofisiologi Kanker Serviks
Siklus pembelahan sel terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M. Selama
fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau
mitosis, sedangkan fase G (gap) berada sebelum fase S (sintesis) dan fase M
(mitosis). Dalam siklus sel, p53 dan pRb berperan penting, dimana p53
berpengaruh pada transisi G2-M dan juga transisi G1-S sedangkan pRb
berpengaruh pada transisi G1-S. Mutasi yang menyebabkan inaktifasi fungsi
p53 dan pRb menyebabkan proliferasi yang tidak dapat dikontrol.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan sel masuk kedalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel
bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Protein virus pada infeksi
HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti diferensiasi sel.
HPV merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan
terjadinya gangguan sel serviks. Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh
merupakan awal dari proses yang mengarah transformasi. Genom HPV
berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames
(ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengsintesis 6
protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses
replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu
L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid.
Protein E6 dan E7 disebut onkogen karena kemampuannya mengikat
protein proapoptotik, p53 dan pRb sehingga sel yang terinfeksi aktif
berproliferasi yang mengakibatkan terjadinya lesi pre kanker yang kemudian
dapat berkembang menjadi kanker.
Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan
E2 tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap
E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb.
E6 mempunyai kemampuan yang khas mampu berikatan dengan p53. p53
yaitu protein yang termasuk supresor tumor yang meregulasi siklus sel baik
pada G1/S maupun G2/M. Pada saat terjadi kerusakan DNA, p53 teraktifasi
dan meningkatkan ekspresi p21, menghasilkan cell arrest atau apoptosis.
Proses apoptosis ini juga merupakan cara pertahanan sel untuk mencegah
penularan virus pada sel-sel didekatnya. Kebanyakan virus tumor menghalangi
induksi apoptosis. E6 membentuk susunan kompleks dengan regulator p53
seluler ubiquitin ligase/E6AP yang meningkatkan degradasi p53. Inaktifasi p53
menghilangkan kontrol siklus sel, arrest dan apoptosis. Penurunan p53
menghalangi proses proapoptotik, sehingga terjadi peningkatan proliferasi.
Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan memberi
kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah
perbaikan selesai maka sel akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel
dengan cara menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi merangsang
siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Jika penghentian sel pada fase G1
tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, maka sel akan terus masuk ke fase S
tanpa ada perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan
berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi sebagai perangsang
apoptosis, yaitu proses kematian sel yang dimulai dari kehancuran gen intrasel.
Apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang tidak
dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan proses apoptosis tidak
berjalan.
E6 mempunyai fungsi lain yang penting yaitu mengaktifasi telomerase
pada sel yang terinfeksi HPV. Pada keadaan normal replikasi DNA akan
memperpendek telomere, namun bila ada E6, telomer akan tetap diperpanjang
melalui aktifitas katalitik sub unit telomerase, human reverse transcriptase
(hTERT). E6 membuat komplek dengan Myc/Mac protein dan Sp-1 yang akan
mengikat ensim hTERT di regio promoter dan menyebabkan peningkatan
aktifitas telomerase sel. Sel akan terus berproliferasi atau imortalisasi.
Protein E7 merupakan HPV onkoprotein kedua yang berperan penting
dalam patogenesis selain E6. Protein E7 mampu berikatan dengan famili Rb.
Protein Rb famili berfungsi untuk mencegah perkembangan siklus sel yang
berlebihan sampai sel siap membelah diri dengan baik. pRb yang tidak
berfungsi menyebabkan proliferasi sel.2 Pada proses regulasi siklus sel di fase
Go dan G1 tumor suppressor gene pRb berikatan dengan E2F. Ikatan ini
menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F merupakan gen yang akan
merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-onkogen c-myc, dan N-myc.
Protein E7 masuk ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F
bebas terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc sehingga
akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus sel.
Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan
DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi.1 Sel-sel yang mengalami mutasi
dapat berkembang menjadi sel displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat, karsinoma in situ dan kemudian berkembang
menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in situ dikenal
juga sebagai tingkat prakanker.
Daftar Pustaka
Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks. Maj
Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007.
DEPKES. “Penanggulangan Penyakit Menular”
diakses
http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload/regulasi/PMK_No._82_ttg_Penangg
ulangan_Penyakit_Menular_.pdf pada tanggal 13 maret 2016 pukul 18.25
DINKES KAB. Tabalong. “Pencegahan Penyakit Tidak Menular. Diakses
http://dinkes.tabalongkab.go.id/2014/12/pencegahan-penyakit-tidakmenular/tanggal 13 Maret pukul 17.49
Fatimah Nur.2009.Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126271-S
5788-Studi kualitatif-Literatur.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2016.
Guntur, A. Hermawan. Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya..
diakseshttp://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/194905061973101001ag
_03.pdf tanggal 13 maret 2016 pukul 18.08
Karnadihardja. 2004. Penyakit TB Paru Dalam Sjamsu hidajat, R., Jong, W., Buku
Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Lukman Hakim. Biologi dan patogenesis human papilomavirus. PKB “New
Perspective of Sexually Transmitted Infection Problems” Surabaya 7-8
Agustus 2010.
Martina, Adinda Devi dan Kholis, Fathur Nur. 2012. Hubungan Usia, Jenis Kelamin
Dan Status Nutrisi Dengan Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis Di
RSUP Dr. Kariadi Semarang.Semarang : FK UNDIP
Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta:
EGC, edisi 6
Wahyuningsih, Esther.2014. Pola Klinik Tuberkulosis Paru Di RSUP Dr. Kariadi
Semarang Periode Juli 2012- Agustus 2013. Semarang: Faculty Of Medicine
Diponegoro University diakses online http://eprints.undip.ac.id/44615/3/2.pdf
Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis dan Klafisikasi Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi Dan Keluarga Fakultas
Kedokteran UI.
Download