Uji daya beberapa galur kedelai

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebaran dan Biologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai (Glycine max L. Merr) bukan tanaman asli Indonesia
namun berasal dari daratan China Utara. Masuknya kedelai ke Indonesia
kemungkinan dilakukan oleh Imigran China, ditujukan sebagai bahan makanan,
kemudian menyebar di Jawa dan Bali pada tahun 1747 M (Adie dan Krisnawati
2007).
Tanaman kedelai termasuk ke dalam familia Leguminosae, sub famili
Papilionoideae dan genus Glycine.
Semua spesies budidaya dan spesies liar
Glycine adalah diploid dengan jumlah kromosom 2n=2x=40 (Burton 1997).
Tanaman ini merupakan tanaman semusim berbentuk perdu dengan tinggi antara
0,2 – 1 m, batang persegi, dengan bulu coklat yang menjauhi pertumbuhan batang
atau mengarah ke bawah. Daun berbentuk oval atau memanjang dengan tepi rata,
kedua belah sisi berbulu (Van Steenis 1997). Bunga kedelai termasuk bunga
sempurna, artinya dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina.
Bunga melakukan penyerbukan sendiri, yaitu kepala putik diserbuki oleh tepung
sari dari bunga yang sama. Penyerbukan disebut penyerbukan kleistogami
(penyerbukan tertutup), karena cara penyerbukannya terjadi sebelum bunga
mekar, kemungkinan terjadinya persilangan alami kurang dari 0,5% (Kartono
2005).
Tipe pertumbuhan batang kedelai yaitu determinat, indeterminat dan semi
determinat (IBPGR 1984). Tipe terbatas (determinate) memiliki ciri khas
berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi saat memasuki fase
generatif, tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar
dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah.
Tipe tidak terbatas (indeterminate) memiliki ciri berbunga secara bertahap dari
bawah ke atas dan batang tanaman terus tumbuh pada saat fase generatif, tanaman
berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe
setengah terbatas (semi determinate) memiliki karakteristik antara kedua tipe
lainnya (Deptan 2010).
5
Kedelai memiliki dua tipe daun yang berkembang yaitu unifoliate yang
terletak di buku bagian bawah dan trifoliate yang terletak di cabang utama (Burton
1997). Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat, lonjong, dan lonjong-lancip
(Carlson 1973).
Kedelai memiliki biji yang berwarna hijau, kuning, coklat, hitam hingga
kombinasi berbagai warna atau campuran (Adie et al. 2006). Warna hijau karena
kandungan klorofil, merupakan gen resesif dan warna kuning gen dominan
(Burton 1997).
Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang
terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder yang tersusun dalam empat
barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder dan cabang akar adventif
yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil (Adie et al. 2006). Pada akar kedelai
bisa terbentuk nodul setelah akar terinfeksi oleh Bradyrhizobium japonicum
(Burton 1997). Bakteri ini akan bersimbiosis dengan tanaman kedelai sehingga
tanaman dapat memanfaatkan nitrogen dari udara.
Budidaya Kedelai
Berdasarkan paket teknologi budidaya kedelai yang dianjurkan Balitkabi
(2011), budidaya kedelai meliputi penyiapan lahan, pemupukan, pengairan,
pengendalian hama dan penyakit, dan panen. Kedelai yang ditanam setelah padi
sawah tidak memerlukan pengolahan tanah. Saluran air dengan kedalaman 25-30
cm dan lebar 30 cm. Pemberian pupuk ditaburkan dalam larikan yang dibuat di
dekat lubang tanam di sepanjang barisan kedelai. Pada lahan sawah diperlukan
pupuk 100 kg urea, 150 kg SP36 dan 100 kg KCl. Pupuk anorganik diberikan
dengan dosis 5-10 ton/ha kotoran ayam maupun kotoran ternak lain seperti
kambing dan sapi. Pengairan ditujukan untuk mempertahankan kelembaban tanah
hingga dicapai kondisi kapasitas lapang. Fase pertumbuhan tanaman yang sangat
peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif sekitar 15-21
HST (Hari Setelah Tanam), saat periode berbunga 25-40 HST, dan saat pengisian
polong 55-70 HST.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara biologis maupun
kimiawi. Kehilangan hasil kedelai akibat serangan hama dan penyakit sangat
6
beragam tergantung pada kerapatan populasi, varietas kedelai yang ditanam,
faktor-faktor lingkungan terutama kelembaban dan suhu, dan cara pengelolaan
lingkungan atau perawatan (Adnan 2000). Panen dilakukan apabila 90% jumlah
polong pada batang utama telah matang berwarna kuning kecoklatan atau
kehitaman dan sebagian besar daunnya sudah rontok. Panen yang paling baik dan
menghasilkan kualitas biji kedelai tinggi dilakukan ketika fase R6 (biji penuh) dan
R7 (polong mulai kuning coklat, matang) (Sheaffer et al. 2001).
Syarat Tumbuh Kedelai
Dalam rangka perencanaan penerapan dan pengembangan teknologi
budidaya, yang perlu diketahui adalah prasyarat tumbuh terutama iklim dan tanah,
adalah faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan usahatani. Faktor
lingkungan yang optimal akan meningkatkan hasil panen kedelai 600-700 kg/ha
(Cooper 2003).
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asalkan drainase dan
aerasi tanah cukup baik. Keasaman tanah yang berkisar antara 6,0 – 6,5 optimal
untuk pertumbuhan tanaman kedelai (Deptan 2010).
Kedelai termasuk tanaman short day plant adalah tanaman dapat berbunga
apabila disinari cahaya 10 jam sampai 12 jam (Lambers et al. 1998). Pembungaan
dan masak polong pada kedelai dipengaruhi oleh fotoperiodisitas (panjang hari)
dan suhu (Burton 1997).
Temperatur yang baik untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 25°C-30
°C, suhu optimalnya 28°C (Deptan 2010). Temperatur berhubungan dengan
perkecambahan tanaman kedelai, perkecambahan maksimum tercapai apabila
temperaturnya 30°C. Temperatur antara 24°C – 25°C menyebabkan tanaman
lambat berbunga dua sampai tiga hari (Da Mota 1978). Temperatur lebih dari
30°C dapat menurunkan laju fotosintesis karena fotorespirasi lebih tinggi
dibandingkan fotosintesis, jika temperatur kurang dari 20°C akan menurunkan
laju fotosintesis dan fotorespirasi (Sinha 1977).
Tanaman kedelai dapat tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan sekitar
100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Varietas kedelai
7
berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5- 300 m dpl.
Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan
ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari
500 m dpl (Deptan 2010).
Sifat Kualitatif dan Kuantitatif
Sifat merupakan penampilan (ekspresi) dari gen yang tampak pada suatu
fenotipe. Sifat dapat dibedakan menjadi sifat kualitatif dan sifat kuantitatif (Tabel
1). Karakter kualitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh sedikit gen
dengan pewarisan sederhana yang pada generasi F2-nya akan mengikuti sebaran
Mendel (tidak kontinyu) dengan pembagian kelas fenotipe yang perbedaannya
jelas dan mudah diidentifikasi seperti warna bunga dan warna bulu. Karakter
kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen (poligenik)
dengan pewarisan kompleks yang pada generasi F2-nya mempunyai sebaran
frekuensi berkarakter kontinyu dan kelas fenotipe yang membentuk sebaran
normal (Hilmayanti et al. 2006), dan gen masing-masing tersebut memberi
pengaruh kecil pada fenotipe suatu sifat (Adie dan Krisnawati 2007).
Tabel 1 Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif
Sifat kualitatif
Sifat kuantitatif
Pewarisannya sederhana (simple gen),
bersifat diskrit, seperti warna, ukuran
dan sebagainya
Pewarisannya berderajat, kualitas
yang dapat diukur seperti hasil,
tinggi, dan sebagainya
Ragamnya diskontinyu, klas fenotipe
yang berbeda
Ragamnya kontinyu, fenotipe
membentuk spektrum, bila populasi
cukup besar, sering berbentuk kurva
normal
Pengaruh gen tunggal, kontribusi utama
Pengaruh gen berganda, kontribusi
kecil
Dianalisis dengan menghitung,
membandingkan
Dianalisis dengan menduga atau
menjumlah dari populasi seperti ratarata ragam dan simpangan baku
Sumber: Adie dan Krisnawati 2007
8
Warna bunga kedelai diwariskan secara kualitatif, karena adanya pengaruh
gen sederhana yang bersifat duplikat resesif epistasis yang didukung oleh
distribusi frekuensi populasi F2 yang diskontinyu. Karakter ukuran polong
(diameter dan panjang), diwariskan secara kuantitatif, karena dikendalikan oleh
banyak gen (poligenik) yang ditunjukkan oleh distribusi frekuensi F2 yang
kontinyu (Hilmayanti et al. 2006).
Untuk mendapatkan varietas unggul kedelai para pemulia tanaman sangat
memperhatikan sifat kuantitatif maupun kualitatif karena kedua sifat tersebut
ingin diperbaiki oleh pemulia tanaman. Untuk tanaman kedelai, terdapat lima sifat
utama yang perlu diperhatikan yaitu karakter biji, karakter vegetatif tanaman,
toleran terhadap cekaman lingkungan, tahan terhadap penyakit dan tahan terhadap
serangga (Burton 1997).
.
Perakitan Varietas Unggul Kedelai
Kedelai
merupakan
tanaman
menyerbuk
sendiri,
maka
cara-cara
pembentukan varietas unggul baru di mulai dari koleksi plasma nutfah,
hibridisasi, dan seleksi. Koleksi plasma nutfah merupakan langkah awal untuk
melakukan pemuliaan pada tanaman kedelai dengan cara mendapatkan plasma
nutfah lokal maupun hasil introduksi dari negara lain.
Metode pemuliaan yang dapat diterapkan adalah seleksi galur murni, seleksi
massa, dan metode persilangan (Allard 1960). Metoda persilangan dapat
dilakukan dengan metode silsilah (pedigree), metode bulk, dan metode silang
balik (back cross). Metode silsilah merupakan metode yang paling sering
digunakan oleh pemulia tanaman.
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian
Bogor (PPSHB-IPB) sejak tahun 2001 telah menyilangkan varietas unggul
nasional Slamet yang berukuran biji sedang dengan varietas yang berukuran biji
besar (Paserang
2003). Diantaranya adalah persilangan varietas Slamet x
Nokhonsawon dan persilangan antara varietas Slamet x Wase. Sasaran akhir dari
program pemuliaan ini adalah untuk memperoleh varietas berdaya hasil tinggi,
berukuran biji besar dan toleran tanah masam.
9
Seleksi dengan menggunakan metode seleksi silsilah masa (mass pedigree
selection) telah dilakukan terhadap turunan persilangan Slamet x Nokhonsawon
dan telah mencapai generasi F5 dan F6, selanjutnya pada generasi F7 dilakukan
analisis kemantapan genetik. Seleksi yang dimulai pada generasi F2 (Generasi
Seleksi 0, S0) memperlihatkan ragam fenotipe yang besar untuk semua sifat
dengan rentang melampaui rentang kedua tetua. Generasi F2 menunjukkan
produksi biji 19,6±1,6 dengan ukuran biji 15,1±2,2 g/100 biji, Slamet 13,1±0,5
dan Nokhonsawon 15,8±0,9 (Paserang 2003). Hasil ini memperlihatkan
kemungkinan adanya segregan transgresif yang menguntungkan atau adanya
pengaruh gen dominan dan over dominan yang merugikan pada pembentukan
galur murni. Dasumiati (2003) melakukan pengujian pada generasi F3 (S1) dan F4
(S2) menunjukkan generasi Seleksi F3 menghasilkan produksi biji 9,0±4,5
g/tanaman (Slamet 4,2±2,5 dan Nokhonsawon 3,2±1,0) dan ukuran biji 15,3±2,5
g/100 biji (Slamet 10,9±2,2 dan Nokhonsawon 19,6±2,5) serta Generasi Seleksi
F4 menghasilkan produksi biji 2,9±1,7 g/tanaman (Slamet 2,5±0,7 dan
Nokhonsawon 2,0±0,7) dan ukuran biji 14,5±2,7 g/100 biji (Slamet 11,2±1,5 dan
Nokhonsawon 15,5±2,0). Seleksi 5% Generasi Seleksi F4 menghasilkan 250
famili-famili kandidat Generasi Seleksi F5 (S3) dengan produksi biji 7,8±2,1
g/tanaman dan ukuran biji 18.3±2,3 g/100 biji. Perbedaan produksi biji antara
generasi F3 dan F4 karena kedua generasi ditanam pada waktu dan kondisi yang
berbeda, generasi S1 ditanam pada bulan Maret sampai Juni 2002 mendapatkan
curah hujan yang lebih banyak dibandingkan generasi S2 yang ditanam pada
bulan Agustus sampai Oktober 2002. Rendahnya produksi disebabkan oleh
keadaan tanah yang kurang subur karena termasuk tanah masam. Jambormias
(2004) melakukan pengujian pada generasi F5 (S3) dan F6 (S4) menunjukkan
keragaan sifat-sifat kuantitatif generasi Seleksi F5 lebih rendah bila dibandingkan
tetua Slamet kecuali sifat ukuran biji, dan keragaan sifat-sifat kuantitatif generasi
Seleksi F6 juga lebih rendah dari tetua Slamet kecuali sifat ukuran biji dan
produksi biji, tetapi keragaan sifat-sifat kuantitatif untuk kedua generasi lebih baik
dari tetua Nokhonsawon. Pada generasi F7 telah dilakukan analisis kemantapan
genetik oleh Bastanta (2004) terhadap 25 galur hasil persilangan varietas Slamet
dengan Nokhonsawon, berdasarkan produksi biji menunjukkan bahwa semua
10
galur sudah seragam. Atmaji (2005) telah melakukan uji daya hasil pendahuluan
terhadap delapan galur harapan kedelai hasil persilangan varietas Slamet dengan
Nokhonsawan, dilaporkan bahwa galur KH 42 berproduksi paling tinggi dan
berbiji besar.
Uji daya hasil merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk memenuhi syarat
pengajuan pelepasan varietas baru. Permentan tahun 2006 menyatakan bahwa uji
daya hasil merupakan bagian dari uji adaptasi, yaitu kegiatan uji lapang terhadap
tanaman di beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk memperoleh data
keunggulan-keunggulan dan interaksinya terhadap lingkungan dari calon varietas
yang akan dilepas menjadi varietas unggul.
Produksi kedelai di tingkat petani rata-rata 1,35 ton/ha sedangkan
potensinya mencapai 2 ton/ha, bahkan bila dibudidayakan di lingkungan yang
subur mampu menghasilkan 2,5-3,0 ton/ha. Untuk mendapatkan produksi kedelai
yang optimum perlu diperhatikan komponen teknologi budidaya kedelai, meliputi:
musim tanam, varietas, kebutuhan benih, persiapan lahan, penanaman, inokulasi
rhizobium, penyiangan gulma, pengairan, pemupukan, pengendalian hama,
pengendalian penyakit, dan panen serta pascapanen. Selain itu, kriteria kesesuaian
lahan juga harus diperhatikan (Astanto et al. 2007). Potensi produksi biji kedelai
varietas unggul nasional sudah mencapai 2,3 ton/ha (Anjasmoro), 1,6 ton/ha
(Wilis), 2,6 ton/ha (Sinabung), 3,5 ton/ha (Detam 1), 3 ton/ha (Detam 2), Slamet
(2,26 ton/ha), dan Tanggamus (1,22 ton/ha) (Deptan 2011).
Pelepasan Varietas Unggul Kedelai
Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang
ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan
ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan
dari jenis atau spesies yang sama, dan sekurang-kurangnya terdapat satu sifat yang
menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (Suhartina
2005).
Varietas unggul dapat berasal dari varietas lokal, tanaman liar, varietas
introduksi, galur homozigot, mutan atau genus-genus yang sama, yang
mempunyai potensi hasil tinggi dan sesuai dengan target pemuliaan yang
11
diinginkan. Untuk menghasilkan varietas unggul dengan sifat-sifat yang
diinginkan (misalnya: umur genjah, hasil tinggi, tahan terhadap hama dan
penyakit tertentu) ditempuh prosedur pemuliaan yang sistematik (Suhartina 2005).
Jumlah varietas unggul kedelai nasional yang dilepas pemerintah dari tahun
1918 hingga 2008 sebanyak 72 varietas (Deptan 2011). Berdasarkan karakteristik
varietas unggul kedelai yang telah dilepas oleh pemerintah menunjukkan bahwa
pada awal perkembangannya, tahun 1918 varietas kedelai memiliki umur dalam,
ukuran biji kecil, potensi hasil rendah dan rentan terhadap hama penyakit.
Kemudian antara tahun 1924 sampai 1981 umumnya varietas yang dilepas
memiliki umur sedang, ukuran biji sedang dan potensi hasil sedang. Tahun 1982
sampai 2006 mengalami perkembangan yaitu berhasil dilepas varietas-varietas
yang memiliki umur tanaman sedang, ukuran biji semakin besar, potensi hasil
yang meningkat dan ketahanan hama penyakit baik (Widyawati 2008), seperti
pelepasan varietas unggul Wilis (1983), Slamet (1995), Tanggamus (2001) dan
Anjasmoro (2001) (Deptan 2011).
Download