1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, karena ISPA merupakan penyumbang terbesar sebagai penyebab kematian dan kesakitan yang terbanyak di dunia. Tahun 2000, terjadi kematian balita lebih kurang 1.9 juta akibat ISPA setiap tahunnya dan (70%) dari kematian tersebut terjadi di Negara Afrika dan Asia Tenggara (William et al., 2006). Tahun 2006 tercatat bahwa sekitar 500 sampai 600 juta penyakit ISPA terjadi dalam setiap tahunnya di negara-negara berkembang, sehingga penyakit ISPA perlu mendapat perhatian dan prioritas dalam penanganan masalah kesehatan (Savitha et al., 2007) Millenium Development Goals merupakan salah satu komitmen global tentang kesehatan anak yang dicanangkan oleh masyarakat dunia yang salah satu tujuannya adalah menurunkan 2/3 kematian balita pada rentang waktu antara tahun 1990-2015. Pada dokumen itu disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan di atas, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menurunkan sepertiga kematian karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Depkes, 2005a). Tingginya angka kesakitan dan penyebab kematian oleh karena penyakit ISPA pada anak balita menunjukkan bahwa anak balita termasuk kelompok rentan terhadap penyakit. Setiap tahun, anak-anak balita menderita ISPA rata-rata 3-6 episode, tergantung daerah tempat tinggal atau situasi ekonomi. Penderita penyakit infeksi ini biasanya lebih banyak pada anak-anak di negara berkembang 2 dimana ketiadaan akses terhadap pengobatan yang efektif (DCPP, 2006). Selain itu tingkat keseriusan penyakit berbeda antara negara maju dan berkembang (high and low income countries) dan juga berbeda antara etiologi dan faktor risiko. Case fatality rate infeksi saluran pernapasan akut pada balita lebih tinggi pada negara berkembang dibanding negara maju (Simoes et al., 2006) Dari beberapa studi diketahui bahwa banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko kejadian ISPA. Penelitian Broor et al. (2001) menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya Acute Lower Respiratory Tract Infections (ALRTI) di negara sedang berkembang adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang tidak memadai, bayi dengan berat lahir rendah, gizi buruk, status imunisasi. Risiko mortalitas berhubungan dengan not breastfeeding adalah lebih besar untuk bayi yang berat lahirnya rendah (Yoon et al., 1996). Tahun 2001, World Health Organization (WHO) telah merevisi rekomendasi global mengenai pemberian ASI yang harus dilakukan sesegera mungkin, yaitu memberikan IMD dalam waktu satu jam setelah bayi lahir, dan dilanjutkan dengan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan (Umniyati, 2005) Edmond et al.,(2006) dalam penelitiannya di Ghana menjelaskan bahwa penundaan IMD merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan kematian neonatus sebesar 2,4 kali lebih besar dibanding bayi yang mendapat IMD. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa IMD 1 jam sesudah persalinan dapat mengurangi angka kematian neonatus sebesar (22%).Sedangkan inisiasi lebih dari 1 jam tetapi kurang dari 24 jam sesudah persalinan, dapat mengurangi kematian neonatus sebesar 16%. 3 Sedangkan Clemen et al., (1999) dalam penelitian kohort prospektif di Mesir menyebutkan bahwa, IMD dapat mengurangi risiko untuk terjadinya infeksi selama masa bayi. IMD dapat mengurangi kejadian diare 26% lebih rendah dibanding dengan bayi yang tidak mendapatkan IMD. Penelitian Tarini (2008) menyebutkan bahwa pemberian IMD yang dilanjutkan dengan ASI eksklusif selama 6 bulan dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi sebesar 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat IMD. Di Kabupaten Wonogiri, pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) menjadi program Dinas Kesehatan yang mulai dicanangkan pada tanggal 1 Agustus 2007, bersamaan dengan pelaksanaan Pekan ASI tanggal 1-7 Agustus 2007. Belum didapatkan data mengenai angka keberhasilan pelaksanaan IMD sampai saat ini. Sedangkan pencapaian ASI eksklusif tahun 2008 mencapai 39.36% ( Profil Kesehatan Wonogiri, 2009) Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mencoba untuk melakukan penelitian hubungan antara IMD terhadap kejadian ISPA pada bayi. B.Perumusan Masalah Manfaat dan kegunaan ASI telah diketahui secara luas.Akan tetapi peran IMD belum banyak dilakukan penelitian. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, IMD merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian bayi. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa IMD dapat memberikan perlindungan bayi terhadap penyakit infeksi. Mengingat besarnya peran IMD, dan penelitian mengenai IMD sendiri belum banyak dilakukan, maka 4 peneliti berkeinginan untuk mengetahui peran IMD terhadap penyakit ISPA di Kab. Wonogiri. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah ”Apakah ada hubungan antara IMD dengan kejadian ISPA pada bayi di Kab. Wonogiri? C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan IMD dengan kejadian ISPA pada bayi di Kab. Wonogiri. 2. Tujuan khusus : 2.1 Untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko terjadinya penyakit ISPA pada bayi di Kab. Wonogiri. 2.2 Untuk mengetahui prevalensi kejadian ISPA pada bayi di Kab. Wonogiri. 2.3 Untuk mengetahui prevalensi kejadian ISPA pada bayi di Kab. Wonogiri yang mendapatkan IMD. 2.4 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan IMD dan ASI eksklusif di Kab. Wonogiri D.Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan tambahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan ilmu kesehatan anak. 5 2. Manfaat praktis : 2.1 Bagi pembuat kebijakan adalah sebagai masukan didalam penyusunan program manajemen penatalaksanaan IMD 2.2 Bagi tenaga kesehatan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kesadaran agar tenaga kesehatan bersedia memberikan dukungan, memfasilitasi dan mengupayakan pelaksanaan IMD pada setiap persalinan. E.Keaslian Penelitian Penelitian antara ASI eksklusif dan ISPA telah banyak dilakukan. Tetapi penelitian mengenai IMD dan penyakit infeski belum banyak dilakukan. Penelitian tentang IMD dan penyakit infeksi tersebut adalah : 1. Tarini (2008) mengadakan penelitian pada 100 bayi di Jawa Timur, dengan desain penelitian kohort retrospektif. Dengan membandingkan kejadian infeksi (ISPA dan diare) pada bayi yang mendapat IMD dilanjutkan ASI eksklusif dengan bayi yang tidak mendapat IMD. Dengan analisis spearman menunjukkan nilai sebesar r = -0,689 p=0,000. Menunjukkan adanya korelasi yang efektif antara pemberian IMD yang dilanjutkan ASI eksklusif dengan terjadinya infeksi (ISPA dan diare). Pemberian IMD yang dilanjutkan ASI eksklusif akan memberi proteksi sebesar 1,4 kali terhadap penyakit infeksi. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitan, yaitu kohort retrospective. Sedangkan perbedaannya adalah pada lokasi penelitian, dimana pada penelitian tersebut dilakukan di Jawa Timur, sedangkan penelitian ini dilakukan di Kab. Wonogiri, Jawa Tengah. 6 2. Sukati (2010) mengadakan penelitian terhadap 262 bayi di Kecamatan Gantiwarno, Klaten. Merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMD memberikan proteksi terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan sebesar RP=0.912 (95% 0.63-1.33), meskipun secara statistik tidak bermakna.