BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Business Process Reengineering (BPR) 2.1.1 Pengertian Rekayasa ulang Menurut Hammer dan Champy (1995, pp27-30): Rekayasa-ulang adalah pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas proses-proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan dramatis dalam hal ukuran-ukuran kinerja yang penting dan kontemporer, seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan. Definisi ini memuat 4 kata kunci yaitu: 1. Kata kunci Fundamental yaitu menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar tentang perusahaan-perusahaan mereka dan bagaimana operasinya. 2. Kata kunci Radikal yaitu merancang ulang mulai dari akar permasalahan dan menciptakan cara-cara yang sama sekali baru dalam menyelesaikan pekerjaan. 3. Kata kunci Dramatis artinya perbaikan yang akan dicapai dengan rekayasaulang adalah sebuah lompatan yang jauh ke depan. 4. Kata kunci Proses adalah sekumpulan aktivitas yang meliputi suatu jenis input atau lebih dan menciptakan sebuah output yang bernilai bagi perusahaan Menurut Johansson, McHugh, Pendlebury, dan Wheeler (1995, pp55-58): Rekayasa-ulang Proses Bisnis adalah rancangan sistematik untuk secara radikal menyempurnakan proses-proses bisnis inti dan proses-proses penunjang kunci. Proses adalah seperangkat kegiatan yang saling berkaitan yang membutuhkan masukan dan mentransformasikannya untuk menghasilkan suatu keluaran. Transformasi yang terjadi dalam proses memberi nilai tambah bagi masukan dan menghasilkan keluaran yang lebih berguna dan efektif bagi penerimanya. Rekayasa-ulang Proses Bisnis biasanya dipusatkan pada beberapa proses bisnis inti diantara banyak proses yang berlangsung dalam sebarang bisnis. Dalam usaha merekayasa-ulang proses bisnis terdapat tiga tipe yaitu: • Tipe 1 perbaikan biaya • Tipe 2 mencapai paritas atau “terbaik di kelasnya” • Tipe 3 mencapai titik penentu (Break Point) Rekayasa-ulang Proses Bisnis dapat diarahkan oleh salah satu dari tiga tujuan bisnis yang berbeda diantaranya: 1. Perbaikan proses dapat menghasilkan penghematan biaya yang dramatik dalam proses-proses bukan inti. 2. Dalam proses-proses bisnis inti, upaya rekayasa-ulang biasanya diarahkan untuk mencapai posisi “terbaik di kelasnya” mencapai paritas bersaing dengan yang dimasa lalu menetapkan standar dan menetapkan aturan main. 3. Upaya menemukan dan mengimplementasikan titik-titik penentu, untuk mengubah aturan main dan menciptakan definisi baru mengenai yang terbaik di kelasnya yang akan dicoba dicapai oleh pihak-pihak lain. Ukuran kinerja yang menjadi tujuan utama dari rekayasa-ulang dapat berupa: • Pengurangan waktu siklus. • Pengurangan biaya dan peningkatan laba. • Meningkatkan efisiensi melalui peningkatan produktifitas dan utilitas dari sumber daya. Untuk mencapai tujuan dari rekayasa-ulang maka perlu melakukan perubahan terhadap proses yang ada dengan cara: • Menghilangkan bagian proses yang tidak penting • Menerapkan teknologi pada bagian yang memungkinkan • Pemberdayaan dengan mengalihkan tanggung jawab pengambilan keputusan dan kontrol kepada tingkat di mana pekerjaan dilakukan • Memperbaiki alur kerja dengan penekanan pada fungsi yang memberikan nilai tambah. • Menetapkan kriteria pengukuran yang berguna untuk analisis dan pembuatan rencana strategis. Apabila suatu perusahaan melakukan rekayasa-ulang proses bisnis maka pekerjaan-pekerjaan jelas akan berubah, demikian pula orang-orang yang diperlukan untuk memenuhi pekerjaan tersebut, hubungan yang dimiliki dengan manager, peran para manager dan eksekutif. Singkatnya, Rekayasa-ulang Proses Bisnis perusahaan akhirnya mengubah secara praktis segala hal tentang perusahaan karena semua aspek ini. Hammer dan Champy menyebutnya sebagai empat titik berlian sistem bisnis. Lihat pada gambar 2.1 (Hammer dan Champy 1995 p77). Proses-proses Bisnis Pekerjaanpekerjaan dan struktur Nilai-nilai dan Keyakinan Manajemen dan Sistem Pengukuran Gambar 2.1 Berlian Sistem Bisnis 2.1.2 Tahapan dalam Rekayasa-Ulang Proses Bisnis BPR dijalankan dengan kepastian bahwa perbaikan yang berarti dalam suatu proses yang sedang berlangsung adalah mutlak diperlukan. Berikut ini lima tahapan dasar yang digunakan untuk rekayasa-ulang Proses Bisnis (Tan 1994 p39): Memahami proses yang sedang berlangsung Langkah pertama yang dilakukan adalah mendokumentasikan proses yang sedang berlangsung. Sebagai contoh langkah ini dapat dilakukan dengan merencanakan interaksi dari unit yang melakukan proses produksi pada organisasi. Proses ini menggambarkan hubungan masukan-keluaran diantara pemasok, unit organisasi dan konsumen. Pemahaman yang seksama dari proses yang sedang berlangsung akan memberikan dasar untuk merancang proses baru dan perbaikannya. Mencari proses kritis Tahap ini merupakan tahap kritis dimana pertanyaan dan asumsi pada proses sebelumnya akan diuji. Menghilangkan semua kendala yang ada dalam pencarian suatu proses yang lebih baik. Dalam dunia nyata, untuk mendapatkan solusi yang kreatif, diperlukan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab: mengapa prestasi proses yang sedang berlangsung hanya seperti sekarang? Apakah ada kegiatan dalam proses sekarang yang tidak memberikan nilai yang berarti? Apakah ada kegiatan yang hilang dalam proses yang dapat memberikan nilai tambah? Unit organisasi mana yang seharusnya terlibat atau tidak terlibat dalam proses? Mencari alternatif rancangan ulang Tahap ini, mencari alternatif solusi yang bisa memberikan perbaikan yang berarti dengan pendekatan kreatif. Hal ini berarti mengabaikan modul-modul, peraturanperaturan dan tatatertib yang berlaku. Kecuali mengabaikan paradigma yang sudah lama, proses baru akan lebih mudah diperbaiki. Dalam pertimbangan alternatif proses, akan lebih baik jika proses baru dirancang berbeda dari proses yang sedang berlangsung. Pengaruh dari proses baru harus memberikan alternatif solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Mencari informasi yang diperlukan untuk mendukung proses baru Informasi merupakan kunci dalam menjalankan fungsi pada proses yang baru. Oleh sebab itu penting dan kritis dilakukan, untuk menguji perubahan informasi yang diperlukan untuk mendukung proses baru. Penilaian harus dilakukan seperti informasi yang tersedia diantara unit organisasi. Sehingga saluran terbaik dalam menkomunikasikan informasi ini harus dipertimbangkan. Melakukan tes kelayakan terhadap rancangan proses baru Langkah akhir dalam tahapan BPR ini adalah mengidentifikasikan sumbersumber tambahan seperti manusia, keuangan dan jasmani yang dibutuhkan untuk memastikan kesuksesan proses baru. Sementara formulasi dari proses baru seharusnya tidak dihambat atau dipengaruhi oleh kekurangan sumber-sumber yang ada. Kenyataannya adalah bahwa organisasi akan lebih melihat penilaian terhadap kelayakan dari implementasi daripada ketersediaan sumber yang ada. Pengadaan pengecekan kelayakan merupakan hal yang vital dari proses baru sebelum diajukan untuk diimplementasikan 2.2 Daur Hidup Pengembangan Sistem Sistem diartikan sebagai sekumpulan elemen yang dipadukan dengan maksud untuk mencapai satu atau lebih tujuan bersama. Informasi adalah data yang telah diproses dan sebagaimana layaknya sumber daya lain (orang, uang dan mesin) dapat dikelola. Sistem informasi adalah sekumpulan elemen (orang, data, prosedur dan sistem pemroses data/informasi) yang bekerja sama untuk menghasilkan informasi yang berguna (relevan, tepat waktu, akurat, lengkap dan memenuhi bakuan tertentu). Sistem informasi dibangun untuk tujuan berbeda-beda tergantung dari kebutuhan bisnis. Sistem pengolahan data, sistem informasi manajemen, dan sistem pendukung keputusan adalah merupakan tipe sistem informasi komputer yang berbeda yang dianalisis dan dirancang dengan menggunakan konsep dan teknik dari analisis dan perancangan sistem (Kendall dan Kendall 1992 p2). Pengembangan adalah semua kegiatan yang dilaksanakan untuk membuat sebuah sistem informasi. Dalam tahapan pengembangan ini dikenal prinsip dasar dari pengembangan sistem, dimana masing-masing prinsip dapat dijelaskan sebagai berikut (Whitten & Bentley 1998 pp73-77): Prinsip 1: Get the Owners and users involved Analis sistem dan pemogram cenderung mengklaim “my sistem”, sehingga sering tercipta suasana “us-versus-them” yang menyebabkan timbulnya salah pengertian antara pihak pengembang dan end-user. Salah pengertian dapat berakibat fatal karena end-user merasa sistem merupakan ancaman, sehingga menimbulkan resistansi.Untuk itu dalam proses pengembangan sistem, analis sistem harus melibatkan (serta mendidik) semua personil yang nantinya terkena efek dari sistem yang dibuat. Prinsip 2: Use a problem-solving approach Pendekatan pemecahan masalah secara klasik: Mempelajari dan mengerti permasalahan Mencari beberapa solusi yang tepat Menentukan solusi yang mendekati dan memilih solusi yang terbaik Merancang dan/atau mengimplementasikan solusi tersebut Meneliti dan mengevaluasi pengaruh dari solusi tersebut dan menyaring solusi yang sesuai dengan permasalahan. Penerapan pendekatan pemecahan masalah menggunakan metodologi, bilamana tepat maka akan mengurangi atau menghilangkan resiko yang terjadi. Tapi bilamana tidak maka hasilnya menjadi sebaliknya. Prinsip 3: Establish phases and activities Perlu dibentuk fase pekerjaan supaya pengelolaan proyek pengembangan sistem lebih baik dan tepat guna. Dalam bentuk yang paling sederhana, system development life cycle (SDLC) terdiri dari 4 (empat) fase: systems planning, analysis, systems design, dan systems implementation (aktivitas yang kelima, systems support, menyaring hasil sistem dengan iterasi melalui keempat fase sebelumnya diatas ke dalam skala yang lebih kecil untuk menyaring dan memperbaiki sistem). Fase dan aktivitas dapat dilihat pada gambar 2.2 Prinsip 4: Establish standards for consistent development and documentation Untuk mendapatkan komunikasi yang baik antara perubahan-perubahan yang dilakukan secara konstan oleh users dan ahli sistem informasi maka harus dikembangkan suatu standar untuk memastikan kekonsistenan dalam pengembangan sistem. Standar pengembangan sistem biasanya menggambarkan aktivitas, tanggung jawab, panduan dokumentasi atau syarat-syarat, dan pengecekan kualitas. Keempat standar ini harus ada disetiap fase dalam metodologi. Prinsip 5: Justify systems as capital investments Sistem informasi adalah suatu investasi maka untuk mencari solusi alternatif bagi kelayakan sebuah proyek pengembangan sistem, seorang analis sistem mutlak mempertimbangkan cost-effectiveness (cost/benefit analysis). Prinsip 6: Don’t be afraid to cancel or revise scope Dalam kaitannya dengan biaya investasi, pihak menajemen dan analis sistem harus berani mengambil keputusan “go” atau “no go” untuk kelanjutan sebuah proyek pengembangan sistem. Prinsip 7: Divide and conquer Dalam pengembangan sebuah sistem, analis sistem harus bisa membagi sistem tersebut menjadi beberapa subsistem, hal ini untuk memudahkan dalam mengatasi masalah dan membangun sistem tersebut. Pembagian sistem akan membantu analis sistem dalam menyederhanakan proses pemecahan masalah yang terjadi. Prinsip 8: Design systems for growth and change Pengembangan sistem yang hanya memperhatikan kebutuhan saat ini, akan lebih susah dan membuang-buang waktu daripada membuat suatu sistem yang baru. Dengan peralatan dan teknik memungkinkan dalam merancang sistem yang dapat berkembang dan berubah sesuai kebutuhan untuk berkembang dan berubah. Obsolete solution Support Implemented solution Planning Problem to be solved Related problem to be solved New solution to same problem Implementation error to be fixed Implementation Analysis Problem analysis and solution requirements Acceptable solution Design Gambar 2.2 Proses System Development Life Cycle