Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
2.1.1
Pengertian Pemasaran
Dalam menghadapi persaingan di dunia bisnis, perusahaan harus terus
berusaha memperluas pasar dan mempertahankan eksistensi perusahaan agar
dapat terus bersaing di dalam kompetisi bisnis. Pemasaran merupakan unsur yang
sangat penting di dalam kelangsungan perusahaan. Maka perusahaan harus dapat
menerapkan pengertian dengan benar agar tetap bertahan.
Pengertian pemasaran menurut American Marketing Association (AMA)
yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2012;6) yang diterjemahkan oleh Benyamin
Molan adalah sebagai berikut :
“Satu
fungsi
organisasi
dan
seperangkat
proses
untuk
menciptakan,mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada
pelanggan danmengelola hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkanorganisasi dan para pemilik sahamnya”.
Sedangkan menurut Marketing Association of Australia and New
Zealand(MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2009;3), memberikan
pengertian pemasaran sebagai berikut:
“Pemasaran
adalah
aktivitas
yang
memfasilitasi
dan
memperlancarsuatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan
8
9
melaluipenciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga
daribarang, jasa, dan ide”.
Berdasarkan
definisi-definisi
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
pemasaranmerupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginanmelalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai) produk
dengan yanglain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang
untukmendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk
mencapaisasaran serta tujuan organisasi.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran memiliki peranan yang krusial dalam sebuah
perusahaan, karena manajemen pemasaran mengatur seluruh kegiatan pemasaran.
Adapun pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:6):
“Pemasaran
sebagai
danmendapatkan,
seni
menjaga,
dan
ilmu
dan
memilih
pasar
menumbuhkan
sasaran
pelanggan
denganmenciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai
pelangganyang unggul”.
Dengan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran
adalah suatu seni atau ilmu dalam memilih, mendapatkan, menjaga, serta
menumbuhkan pelanggan melalui proses untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh suatu
perusahaan.
10
2.2
Kualitas
Dalam rangka menciptakan loyalitas pelanggan, produk yang ditawarkan
oleh organisasi haruslah berkualitas. Istilah kualitas sendiri mengandung berbagai
macam penafsiran. Secara sederhana kualitas dapat diartikan sebagai produk yang
bebas cacat. Dengan kata lain, produk sesuai dengan standar. Pemahaman kualitas
kemudian diperluas menjadi “fitness for use”dan “conformance to requirements”
kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan
manfaat bagi pelanggan (Tjiptono dan Chandra; 2008:67).
Kotler dan Keller (2012:153) menyebutkan kualitas adalah kecocokan
untuk digunakan, pemenuhan tuntutan. Menurut
American Society for
QualityControl menyebutkan kualitas adalah totalitas fitur jasa yang bergantung
pada 14 pemenuhan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan definisi yang berpusat pada
pelanggan.
2.3
Kualitas Produk
Menurut
Kotler dan Keller (2012:198) produk ialah apa
saja
yangditawarkan kepasar untuk diperhatikan, diperoleh dan digunakan sehingga
dapatmemenuhi keinginan dan kebutuhan. Adapun produk yang dapat
dipasarkanberupa barang fisik, jasa, orang tempat dan ide. Jadi yang dimaksud
dengansebuah produk tidak hanya sekedar barang tetapi melainkan juga
merupakanatribut-atribut yang tampak maupun tidak tampak yang dapat
memuaskanmemenuhi
kebutuhan
konsumen.Kotler
dan
Keller
(2012:15)
11
mengutarakan bauran produk adalahkumpulan seluruh produk dan barang yang
ditawarkan penjual tertentu kepadapembeli. Kotler dan Keller (2012:199)
mengutarakan produk berdasarkankarakteristiknya dapat diklasifikasikan yaitu
menjadi :
a. Barang tidak tahan lama dalam arti barang berwujud yang biasanya
dikonsumsisatu atau beberapa hari.
b. Barang tahan lama dalam arti barang berwujud yang biasanya bisa
bertahanlama walaupun digunakan beberapa kali.
c. Jasa adalah kegiatan bermanfaat dan dapat memenuhi keinginan pihak
lain,sehingga dapat ditawarkan untuk dijual.
Menurut Kotler (2012:225) kualitas produk adalah “the ability of a
product to perform it’s function”, maksud dari pengertian di atas adalah
kemampuansuatu produk dalam memberikan kinerja sesuai dengan fungsinya.
Kualitas yangsangat baik akan membangun kepercayaan konsumen sehingga
merupakanpenunjang kepuasan konsumen.
2.3.1
Dimensi Kualitas Produk
Bagian dari kebijakan produk adalah perihal kualitas produk. Kualitas
suatu produk baik berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui
dimensidimensinya.
Menurut Tjiptono (2008:25) untuk menentukan dimensi kualitas barang,
dapat melalui delapan dimensi seperti yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Kinerja Produk
12
Berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli
barang tersebut.
2. Ciri-ciri Produk
Merupakan aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3. Kehandalan
Berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil
menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu
dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Kesesuaian Produk
Berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi
merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan
karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5. Daya Tahan Produk
Merupakan refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa
pakai barang.
6. Kualitas yang dipersepsikan
Merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk.
7. Estetika
Daya tarik produk terhadap panca indera.
13
8. Kemampuan melayani
Meliputi kecepatan, kompetensi, kemudahan, penanganan keluhan yang
memuaskan.
2.4
Pengertian Jasa
Jasa terkadang cukup sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal ini
disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan
begitu pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan barangbarang tertentu untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu
membahas pengertian, karakteristik dan klasifikasi jasa.
Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2012;214) :
“any act or performance that one party can offer another that is
essensially intangible and does not result in the ownership of anything.
It’s production may or not be tied to a physical product. “
Kotler mendefinisikan jasa adalah setiap aktifitas, manfaat atau
performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat
intangible dan tidakmenyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana dalam
produksinya dapatterikat maupun tidak dengan produk fisik.
Sedangkan Lovelock (2007;5) mendefinisikan terhadap arti jasa :
“ A service is an act or performance offered by one party to another.
Although the process may be tied to aphsycal product, the performance
a\ssentially intangible and does not normally result in ownership of any
of the factors of production”.
14
Berdasarkan definisi-definisi diatas terlihat perbedaan yang cukup jelas
antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa
merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai
tambah tanpa menyebabkan perubahan kepemilikan (transfer of ownership)
walaupun dalam produksinya, jasa dapat melibatkan produk fisik untuk
mendukungnya.
2.4.1
Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang berfungsi untuk membedakan dengan produk
barang. Menurut Kotler dan Armstrong (2012;223) menerangkan empat
karakteristik jasa sebagai berikut :
1. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa bersifat abstak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik,
jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu
dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon
pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari
bukti kualitas pelayanan jasa berdasarkan enam hal berikut ini :
a. Tempat (place)
Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga,
kenyamanan untuk konsumen, dan suasana yang mendukung.
15
b. Orang (people)
Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan
baik.Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
c. Peralatan (equipment)
Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain
sebagainya.
d. Komunikasi material (communication material)
Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau
hasil jadi dalam foto.
e. Simbol (symbol)
Nama dan symbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan
kelebihannya dalam melayani konsumen.
f. Harga (price)
Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai
macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain.
2. Bervariasi (variability)
Jasa bersifat nonstandard dan sangat variable. Berbeda dengan kualitas
produk fisik yang sudah terstandar, kualitas pelayanan jasa bergantung
pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu
diberikan.Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan
lainnya.
3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)
16
Jasa
umumnya
diproduksi
dan
dikonsumsi
pada
waktu
yang
bersamaandengan partisipasi konsumen di dalamnya.
4. Tidak dapat disimpan (pershability)
Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa
hanyaada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh
sipenerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud
yangdapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain
waktu.
2.4.2
Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock(2007:12), terdapat tujuh kriteria
sebagai berikut :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa
kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan,
jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum).
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Rented Goods Service
17
Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produkproduk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula.
Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang
menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan
apartement.
b. Owned Goods Service
Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki
konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk
kerja), atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa
reparasi (arloji, mobil dan lain-lain).
c. Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan
contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas
professional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,
konsultan pajak)dan non profesional (misalnya sopir taksi, penjaga
malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa
18
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial
service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit
(misalnyasekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan museum).
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya
pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non-regulated service
(seperti katering dan pengecetan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa
dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service
(seperti cuci mobil otomatis, ATM (automatic teller machine) dan
poeplebasedservice (seperti satpam, jasa akuntansi dan kosultan hukum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high-contact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service
(misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya
tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh
perusahaan jasa, karena
kemampuan membina
hubungan sangat
dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan,
sopan santun, dan sebagainya.Sebaliknya pada jasa yang kontaknya
dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling
penting.
19
2.5 Kualitas Pelayanan Jasa
Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas pelayanan jasa menurut
Tjiptono (2011:59), yaitu kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expectedservice dan perceived service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan
jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih
rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan
buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara
konsisten.
2.5.1
Model Kualitas Jasa
Model kualitas jasa yaitu model yang menyoroti kebutuhan utama
untukmenghantarkan kualitas jasa yang tinggi. Menurut Parassuraman, A., et
al.(1985) seperti dikutip oleh Tjiptono (2008;147) mengidentifikasi ada lima
gapyang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa.
20
Gambar 2.1
Model kualitas jasa
KONSUMEN
Konsumen dari
Kebutuhan personal
Pengalaman yang
mulut ke mulut
lalu
Jasa yang
diharapkan
GAP 5
Jasa yang dirasakan
Penyampaian jasa
PEMASAR
GAP 4
Komunikasi
eksternal
GAP 3
Penjabaran
spesifikasi
GAP 1
GAP 2
Persepsi manajemen
Sumber : Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2011;82)
Adanya
kesenjangan-kesenjangan
mengakibatkanketidakberhasilan
Gap/kesenjangan tersebutyaitu :
pada
saat
yang
penyerahan
dapat
jasa.
Kelima
21
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu
dapatmerasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan
secaratepat. Akhirnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu
jasaseharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja
yangdiinginkan konsumen. Contohnya manajemen restoran mungkin
mengirapara pelanggannya lebih mengutamakan rasa dari masakan
yangditawarkan
oleh
lebihmengutamakan
restoran,
suasana
padahal
dari
konsumen
restoran
mungkin
tersebut
yang
diharapkanmemberikan rasa nyaman tanpa mengesampingkan rasa dari
masakan itusendiri.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen
danspesifikasi kualitas jasa
Kadangkala
manajemen
mampu
memahami
secara
tepat
apa
yangdiinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu
standarkinerja tertentu dengan jelas. Hal ini dikarenakan tiga faktor, yaitu
tidakadanya
komitmen
total
manajemen
terhadap
kualitas
jasa,
kekurangansumberdaya, atau karena adanya kelebihan permintaan.
Sebagai contoh,manajemen restoran meminta para pelayannya agar
memberikanpelayanan secara ’cepat’ tanpa menentukan standar atau
ukuran waktupelayanan yang dapat dikategorikan cepat.
22
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan
kurangterlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melebihi batas,
tidakdapat
memenuhi
standar
kinerja,
atau
bahkan
tidak
mau
memenuhistandar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin para
karyawandihadapkan pada standar-standar yang kadang kala sering
bertentangansatu sama lain, misalnya pelayan restoran meluangkan
waktunya untukmendengarkan keluhan atau masalah pelanggan, tetapi
disisi lain merekajuga harus melayani para pelanggan lainnya dengan
cepat.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan
ataujanji
yang
dibuat
oleh
perusahaan.
Risiko
yang
dihadapi
perusahaanadalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat
dipenuhi.Misalnya iklan suatu restoran di surat kabar menyatakan bahwa
restorantersebut memiliki suasana yang layaknya di desa dengan
pemandanganyang indah dan masakan yang enak dan nikmat, akan tetapi
padakenyataannya
saat
pelanggan
datang
ke
restoran
tersebut,
suasanarestoran tersebut bising, pemandangan yang dijanjikan tidak
terbukti danrasa dari menu makanan yang ditawarkan tidak sesuai dengan
harapankonsumen yang telah memiliki harapan yang tinggi setelah melihat
iklantersebut.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
23
Gap
ini
terjadi
perusahaandengan
apabila
cara
yang
pelanggan
berlainan,
mengukur
atau
bisa
kinerja/prestasi
juga
keliru
mempersepsikankualitas jasa tersebut. Misalnya seorang pelayan restoran
bisa saja terusberada didekat pelanggan yang sedang menikmati
pesanannya untukmenunjukkan ketanggapan bila pelanggan suatu waktu
memerlukansesuatu. Akan tetapi pelanggan dapat menginterpretasikannya
sebagaisuatu perlakuan yang tidak menyenangkan karena dianggap
mengganggusehingga risih untuk menikmati makanan yang dipesan
dengandidampingi oleh pelayan.
2.5.2
Prinsip-Prinsip Kualitas Jasa
Dalam rangka menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang
kondusif bagi organisasi jasa untuk menyempurnakan kualitas, organisasi
bersangkutan harus mampu mengimplementasikan enam prinsip utama yang
berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun organisasi jasa. Keenam prinsip
ini sangat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang
tepat untuk melakukan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan
didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan.
Adapun keenam prinsip tersebut menurut Wolkins yang dikutip oleh
Tjiptono
&
Chandra
dalam
bukunya
Service,
Quality
&
Satisfaction(2007;137) adalah :
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
24
manajemen
puncak.
Manajemen
puncak
harus
memimpin
dan
mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas.
Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan
kualitas hanya akan berdampak kecil.
2. Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajemen puncak sampai
karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas.
Aspek-aspek yang perlu mendapat penekanan dalam pendidikan tersebut
antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik
implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi
strategi kualitas.
3. Perencanaan Strategik
Proses perencenaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan
kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai
visi dan misinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah
perilaku
organisasional.
Proses
ini
menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terus
menerus terhadap upaya mewujudkan sasaran-sasaran kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelangganm maupun
25
stakeholder lainnya (seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah,
masyarakat sekitar, dan lain-lain).
6. Total Human Reward
Reward (penghargaan) dan recognition (pengakuan) merupakan aspek
krusial dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi
perlu diberi imbalan dan prestasinya harus diakui. Dengan cara seperti ini,
motivasi, semangat kerja, rasa bangga, dan rasa memiliki (sense of
belonging) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada
gilirannya berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan profitabilitas
bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.5.3
Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Kotler (2012:284) mengungkapkan ada terdapat lima faktor
dominan atau penentu kualitas kualitas pelayanan jasa, kelima faktor dominan
tersebut diantarnya yaitu:
1. Berwujud (Tangible), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan
berbagaimateri komunikasi yang baik.
2. Empati (Empathy), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk
lebihpeduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
Misalnyakaryawan harus mencoba menempatkan diri sebagai pelanggan.
Jikapelanggan mengeluh maka harus dicari solusi segera, agar selalu
terjagahubungan harmonis, dengan menunjukan rasa peduli yang tulus.
26
Dengan caraperhatian yang diberikan para pegawai dalam melayani dan
memberikantanggapan atas keluhan para konsumen.
3. Cepat
tanggap
(Responsiveness),
yaitu
kemauan
dari
karyawan
danpengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan
cepatserta mendengar dan mengatasi keluhan konsumen. Dengan cara
keinginanpara pegawai dalam membantu dan memberikan pelayanan
dengan tanggap,kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan
benar, kesigapan parapegawai untuk ramah pada setiap konsumen,
kesigapan para pegawai untukbekerja sama dengan konsumen.
4. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa
sesuaidengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat, serta konsisten.
Contoh dalamhal ini antara lain, kemampuan pegawai dalam memberikan
pelayanan yangterbaik, kemampuan pegawai dalam menangani kebutuhan
konsumen dengancepat dan benar, kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan yangbaik sesuai dengan harapan konsumen.
5. Kepastian
(Assurance),
yaitu
berupa
kemampuan
karyawan
untukmenimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang
telahdikemukakan kepada konsumen. Contoh dalam hal ini antara
lain,pengetahuan
tugasnya,pegawai
dan
dapat
keterampilan
diandalkan,
pegawai
pegawai
dalam
menjalankan
dapat
memberikan
kepercayaan kepadakonsumen, pegawai memiliki keahlian teknis yang
baik.
27
Sedangkan
menurutTjiptono
(2011:68)
terdapat
delapan
dimensi
kualitaspelayanan jasa dan dapat digunakan sebagai kerangka dan perencanaan
strategis dananalisis. Dimensi tersebut adalah:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti,
misalnyakecepatan, konsumsi listrik, jumlah kapasitas yang dapat dipakai
konsumen,kemudahan dan kenyaman dalam menggunakan jasa tersebut,
dan sebagainya.
2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
ataupelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC,
soundsystem, kursi, meja, dan sebagainya.
3. Kehandalan
(reliability)
,
yaitu
kemungkinan
akan
mengalami
kerusakanatau gagal dipakai, misalnya komputer yang tidak sering
mengalami kendaladalam proses penggunaan.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu
sejauhmana karakterisik desain dan operasi memenuhi standar-standar
yang telahditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan
penyedia jasa,apakah tersedia peralatan keamanan apabila terjadi suatu
kejadian yang tidakdiinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi.
5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu
produkdapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun
ekonomispenggunaan komputer.
6. Serviceability,
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
mudahdiperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
28
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk
fisikyang menarik, model desain yang artistik, warna, dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan
reputasiproduk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
2.5.4
Strategi Penyempurnaan Kualitas jasa
Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikan telapak tangan.
Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan secara cermat, karena upaya
penyempurnaan kualitas jasa berdampak signifikan terhadap budaya organisasi
secara keseluruhan. Menurut Gronroos dalam Fandy Tjiptono (2008:179)
terdapat delapan faktor yang perlu mendapat perhatian utama dalam
penyempurnaan kualitas jasa adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi detrminan utama kualitas jasa
Setiap
penyedia
jasaberkualitas
jasa
wajib
terbaik kepada
berupaya
para
menyampaikan
konsumen
sasarannya.
Upayaini membutuhkan proses mengidentifikasi determinan
ataufaktor penentu utama kualitas jasa berdasarkan sudut
pandangkonsumen.
b. Mengelola ekspektasi konsumen
Tidak jarang sebuah perusahaan berusaha melebih-lebihkanpesan
komunikasinya kepada konsumen dengan tujuanmemikat sebanyak
mungkin konsumen. Hal seperti ini dapatmenjadi kelemahan bagi
perusahaan itu sendiri.
29
c. Mengelola bukti kualitas jasa
Manajemen
bukti
memperkuatpersepsi
kualitas
jasa
konsumen
selama
bertujuan
dan
untuk
sesudah
jasa
disampaikan
d. Mendidik konsumen tentang jasa
Membantu konsumen dalam memahami sebuah jasamerupakan
upaya
positif
untuk
mewujudkan
prosespenyampaian
dan
pengkonsumsian jasa secara efektif danefisien
e. Menumbuh kembangkan budaya kualitas
Budaya
kualitas
merupakan
sistem
yangmenghasilkan
lingkungan
yang
nilai
organisasi
kondusif
bagi
prosespenciptaan dan penyempurnaan kualitas secara terusmenerus
f. Menciptakan automating quality
Otomatisasi berpotensi mengatasi masalah variabilitas kualitasjasa
yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yangdimiliki
organisasi.
g. Menindak lanjuti jasa
Penindak lanjutan jasa diperlukan dalam rangka menyempurnakan
atau memperbaiki aspek jasa yang kurangmemuaskan dan
mempertahankan aspek yang sudah baik
h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa
30
Sistem
informasi
kualitas
jasa
merupakan
sistem
yangmengintegrasi berbagai ancangan riset secara sistematis
dalamrangka
mengumpulkan
dan
menyebarluaskan
informasikualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan.
2.6
Loyalitas
Loyalitas didefinisikan sebagai suatu sikap yang ditujukan oleh konsumen
terhadap penyediaan produk atau jasa. Seorang konsumen akan menunjukan sikap
loyalnya
jika
suatu perusahaan mampu memberikan kepuasan kepada
konsumennya. Konsumen yang loyal adalah seorang konsumen yang selalu
membeli kembali dari provider atau penyedia jasa yang sama dan memilihara
suatu
sikap
positif
terhadap
penyedia
jasa
itu
dimasa
yang
akan
datang(Griffin,2007;4).
Menurut Jill, Griffin (2007;4) pengertian Loyalitas adalah:
“Loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang didefinisikan
pembeliannonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh
beberapa unit pengambil keputusan”.
Menurut Oliver yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2012:138),
mendefinisikan loyalitas (loyalty) sebagai berikut:
“Komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau
mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan
31
meski
pengaruh
situasi
dan
usaha
pemasaran
berpotensi
menyebabkan pelanggan beralih.”
Sedangkan menurut Griffin(2007:274), definisi loyalitas disebutkan
sebagaiberikut:
“Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian non
random yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit
pengambilan keputusan.”
Menurut
definisi-definisi
mengenai
loyalitas
tersebut
dapat
disimpulkanbahwa loyalitas adalah suatu perilaku pembelian yang mengarah
kepada suatukomitmen untuk membeli atapun mendukung kembali produk atau
jasa di masadepan.
Dan menurut Tjiptono (2011 ;110) mengatakan bahwa :
“Loyalitas
suatumerek,
pelanggan
toko,
sebagai
pemasok
komitmen
berdasarkan
pelanggan
sikap
terhadap
yang
sangat
positiftercermindalam pembelian ulang yang konsisten.”
Dari kedua definisi loyalitas diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep
loyalitas lebih mengarah pada perilaku (behavior) dibandingkan dengan sikap
(attitude) dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan perilaku
pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli yang teratur dan diperlihatkan
sepanjang waktu oleh beberapa unit pembuatan keputusan.Tujuan utama atau misi
perusahaan adalah mencapai tingkat loyalitas yang tinggi dari konsumen. Hal ini
dikarenakan dengan mendapatkan sikap loyalitas dari konsumen berarti
perusahaan dihadapkan kepada keuntungan ditambah lagi apabila penerapannya
32
dalam jangka panjang, maka sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan akan
menerima keuntungan jangka panjang pula. Loyalitas pelanggan merupakan
dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk
membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses
pembelian yang berulang-ulang tersebut.
Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), seseorang
dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila seseorang tersebut mulai membiasakan
diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Kebiasaan
tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu
tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang,
maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai
seorang pembeli atau konsumen.
2.6.1
Karakteristik Loyalitas
Menurut Griffin (2007;33)Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan
perilaku membeli. Adapun karekteristik pelanggan yang loyal adalah orang yang :
1. Melakukan pembelian berulang yang teratur;
Pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa
sebanyak dua kali atau lebih.
2. Membeli antar lini produk dan jasa;
Pelanggan tersebut membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan
mereka butuhkan. Para pelanggan tersebut membelin secara teratur,
33
hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama
serta membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3. Mereferensikan kepada orang lain;
Membeli barang atau jasa ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta
melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong orang
lain agar membeli barang atau jasa perusahaan tersebut. Secara tidak
langsung, mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan
membawa konsumen kepada perusahaan.
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Seorang konsumen dikatakan loyal jika ia mempunyai suatu komitmen
yang kuat untuk menggunakan lagi jasa yang diberikan secara rutin.
Banyak perusahaan meluncurkan program – program tertentu yang
Tujuannya meningkatkan loyalitas konsumen misalnya :
a. Pemberian Reward, cara ini biayanya tinggi dan jika tidak dikelola
dengan baik akan menjadi bumerang bagi perusahaan dan sulit
dihentikan apabila dihentikan akan menimbulkan ketidakpuasan
konsumen.
b. Memberikan pelayanan dengan menyajikan keunggulan dan
diferensiasi di mata konsumen, hal ini dapat menimbulkan
ketertarikan konsumen terhadap produk/jasa lain. Tetapi program –
program untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sebaiknya tidak
dilakukan secara terus menerus karena konsumen nantinya tidak
dapat membedakan antara produk inti atau extra service.
34
2.6.2
Jenis Loyalitas
Setelah membahas karakteristik loyalitas pelanggan diatas, adapun jenis
loyalitas pelanggan. Jenis ini akan membantu perusahaan dalam membidik serta
mengetahui tipekal pelanggan suatu perusahaan tersebut. Terdapat empat jenis
loyalitas menurut Griffin (2007;22) adalah sebagai berikut :
1. Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan
loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Keterikatannya yang rendah
terhadap produk atau jasa tersebut dikombinasikan dengan tingkat
pembelian berulang yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.
Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis
ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal;
mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan.
Tantangannya adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orangorang seperti ini dan lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat
dikembangkan.
2. Loyalitas yang Lemah
Keterikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyality). Pelanggan ini
membeli karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian “karena kami selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Dengan kata lain, factor
nonsikap dan factor situasi merupakan alas an utama untuk membeli.
35
Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau
minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum
terjadi pada produk yang sering dibeli. Pembeli ini rentan beralih ke
produk
pesaing
yang
dapat
menunjukkan
manfaat
yang
jelas.
Memungkinkan bagi perusahaan untuk mengubah loyalitas lemah ke
dalam bentuk loyalitas yang lebih tinggi dengan secara aktif mendekati
pelanggan dan meningatkan diferensiasi positif dibenak pelanggan
mengenai produk atau jasa suatu perusahaan dengan produk lain.
3. Loyalitas Tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).
Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan
memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi,
perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi
bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembeliabn berulang
yang juga tinggi.Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk
semua pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi
tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk
tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan atau
keluarga.
36
2.6.3
Tahap-tahap Loyalitas Konsumen
Dalam proses untuk menjadi pelanggan yang benar-benar loyal, pelanggan
akan melalui beberapa tahapan. Proses ini harus sangat dipahami oleh para
pemasar
karena
pada
setiap
tahapnya
memiliki
kebutuhan
khusus.
Griffin(2007:35) menyebutkan bahwa, dengan mengenali setiap tahap dan
memenuhi kebutuhan khusus dari tiap tahap tersebut, perusahaan mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan atau klien
yang loyal. Dan kemudian Griffin membahas tiap tahapannya sebagai berikut:
1. Suspect
Merupakan orang yang mungkin membeli produk atau jasa perusahaan.
2. Prospect
Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa perusahaan dan
memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek belum membeli dari
perusahaan, mereka mungkin telah mendengar, membaca atau bahkan ada
seseorang yang telah merekomendasikan mengenai perusahaan kepada
mereka.
3. Disqualified Prospect (prospek yang didiskualifikasi)
Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari
oleh perusahaan untuk mengetahui bahwa mereka (prospek) tidak
membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk
perusahaan.
4. First Time Customer (pelanggan pertama-kali)
37
Adalah orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang
tersebut bisa menjadi pelanggan perusahaan dan juga sekaligus pelanggan
pesaing perusahaan.
5. Repeat Customer (pelanggan berulang)
Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk atau
jasa perusahaan lebih dari satu kali.
6. Clients
Klien adalah orang yang membeli secara teratur. Klien membeli apapun
yang perusahaan tawarkan dan dapat mereka gunakan. Klien memiliki
hubungan yang kuat dan berlanjut dengan perusahaan, yang menjadikan
klien dapat kebal terhadap tarikan pesaing.
7. Advocates (penganjur)
Seperti klien, penganjur juga membeli apapun yang perusahaan tawarkan
dan dapat mereka gunakan serta membelinya secara teratur. Namun,
penganjur juga mendorong orang lain untuk mengkonsumsi produk atau
jasa dari perusahaan. Mereka melakukan pemasaran bagi perusahaan dan
dapat membawa pelanggan kepada perusahaan.
2.7
Kualitas Produk dan Hubungannya dengan Loyalitas Pelanggan
Kotler (1993) mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan mutu, performansi dan cirri-ciri terbaik. Menurut Swastha (1999)
salah satu faktor penting yang dapat membuat konsumen puas adalah kualitas
produk. Pendapat ini sejalan dengan Hardiwan dan Mahdi (2005) yang
38
menyatakan bahwa salah satu faktor penentu dalam menciptakan kesetiaan
pelanggan adalah kepuasan dalam produk yang diberikan (dalam Nuraini, 2009).
Konsumen yang memperoleh kepuasan dalam produk yang dibelinya
cenderung melakukan pembelian ulang produk yang sama (Swastha, 1999). Lebih
ekstrim lagi, para konsumen tersebut yang dalam penggunaan produk merasa
terpuaskan pasti akan menjadi loyal. Kualitas produk yang baik akanmenciptakan,
mempertahankan kepuasan serta menjadikan konsumen yang loyal (Hardiwan dan
Mahdi, 2005 dalam Nuraini, 2009).
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai
berikut :
H1: semakin baik kualitas suatu produk (X), maka semakin tinggi pula tingkat
loyalitas pelanggan pada suatu produk (Y).
2.8
Kualitas Pelayanan dan Hubungannya dengan LoyalitasPelanggan
Adanya
keterkaitan
antara
kualitas
pelayanan
jasa
terhadap
loyalitaskonsumen diungkapkan oleh yang dikutip oleh Zeithaml (2013;30)
bahwa:
Customer loyality depends on the level of customers services quality
andthey believe that there is a positive correlation between customer
servicequality and customer loyality.
Artinya bahwa loyalitas konsumen tergantung kepada tingkat dari
kualitaspelayanan jasa yang diberikan kepada konsumen dan mereka meyakini
39
bahwa adahubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa konsumen dengan
loyalitaskonsumen.
Dari definisi diatas terlihat jelas akan adanya hubungan yang positif
antarakualitas pelayanan jasa dengan loyalitas konsumen. Dimana dengan
peningkatankualitas pelayanan jasa yang dilakukan secara berkelanjutan oleh
pihak perusahaanmaka akan menimbulkan loyalitas dari para konsumennya
terhadap perusahaan danmemberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk
menjalin ikatan hubunganyang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka ikatan
seperti ini dapat membuatperusahaan untuk lebih memahami dengan seksama
harapan konsumen sertakebutuhan mereka.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai
berikut :
H2: semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan (X), maka semakin
tinggi pula tingkat loyalitas pelanggan pada suatu produk (Y).
2.9
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Variabel
Nama
Karsono
Penelitian
Peran variable
Citra Perusahaan,
Kepercayaan dan biaya
Perpindahan yang
Memediasi pengaruh
Kualitas pelayanan
Variabel
Independen
Citra
Hasil Penelitian
Dependen
Loyalitas Variabel
citra
perusahaan
Pelanggan perusahaan
Kepercayaan
terhadap
Biaya
pelanggan
perpindahan
diperoleh
Kualitas
variabel
loyalitas
koefisien
0,0089
40
Terhadap loyalitas
Pelanggan
pelayanan
yang menunjukkan
pengaruh
negatif
dan tidak signifikan
0,066.
Variabel
kepercayaan
terhadap
loyalitas
pelanggan
diperoleh Koefisien
variabel 0,10 yang
menunjukkan
pengaruh
negatif
dan tidak signifikan
0,56
Variabel
biaya
perpindahan
terhadap
loyalitas
pelanggan
diperoleh
koefisien
variabel 0,45 yang
menunjukkan
pengaruh
positif
dan signifikan 2,24
Variabel kualitas
Pelayanan terhadap
Loyalitas pelanggan
Diperoleh koefisien
variabel 0,27 yang
menunjukkan
Pengaruh positif
41
dan signifikan 2,17
Nuraini
Analisis Pengaruh
Kualitas
Loyalitas Variabel kualitas
Kualitas Produk,
produk
Pelanggan produk diperoleh
Kualitas Pelayanan,
Kualitas
koefisien 0,153
pelayanan
menunjukkan
Dan Kepercayaan
Desain produk
pengaruh positif
Terhadap Loyalitas
Harga
dan signifikan
Kepercayaan
0,048.
Desain Produk, harga
Pelanggan (studi pada
Optik Salfar)
Variabel kualitas
pelayanan
diperoleh koefisien
0,176 menunjukkan
pengaruh positif
dan signifikan
0,013.
Variabel desain
produk diperoleh
koefisien 0,271
menunjukkan
pengaruh positif
dan signifikan
0,002.
Variabel harga
produk diperoleh
koefisien 0,269
menunjukkan
pengaruh positif
dan signifikan
0,000.
Variabel
kepercayaan
42
diperoleh koefisien
0,318 menunjukkan
pengaruh positif
dan signifikan
0,000.
2.10
Kerangka Pemikiran Teoritis
Menurut Uma Sekaran, dalam Sugiyono, (1997) mengemukakan bahwa
kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis
hubungan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan
hubungan antara variabel independen dan dependen.
Gambar 2.2
Kualitas Produk
X1
Loyalitas
Pelanggan(Y)
Kualitas Pelayanan
X2
Sumber : konsep yang dikembangkan untuk penelitian ini.
Download