ISSN : 0853-2516 KEBIJAKAN STRATEGIS USAHA PERTANIAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENGENTASAN KEMISKINAN Oleh : Dra. Achadyah Prabawati ABSTRAK Sektor pertanian, khususnya usaha tani lahan sawah, memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Keberlanjutan pertanian dengan program lahan pertanian abadi akan dapat diwujudkan jika sektor pertanian dengan nilai multifungsinya dapat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Tingkat kemiskinan absolut tahun 2004 mencapai 36,10 juta orang, sebagian besar tinggal di pedesaan (68,70%) dengan kegiatan utama (60%) di sektor pertanian. Kemampuan sektor pertanian dalam peningkatan produksi dan pengentasan kemiskinan akan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu 1) kemampuan mengatasi kendala pengembangan produksi, 2) kapasitas dalam melakukan reorientasi dan implementasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi, dan 3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi usaha tani di lahan sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif nonpadi seperti palawija dan hortikultura. Kebijakan strategis yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah: 1) memfasilitasi pengembangan infrastruktur fisik dan kelembagaan di pedesaan, 2) reorientasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi dengan sasaran peningkatan pendapatan dan ketahanan pangan rumah tangga petani padi, dan 3) pengembangan infrastruktur (fisik dan kelembagaan), teknologi, permodalan, kebijakan stabilisasi, dan penyuluhan untuk komoditas alternatif nonpadi. Kata kunci: Usaha pertanian, peningkatan produksi, pengentasan kemiskinan. Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 23 ISSN : 0853-2516 bagi PENDAHULUAN Sektor pertanian memiliki peningkatan kesejah-teraan petani dan pengentasan kemiskinan. multifungsi yang mencakup aspek Hasil kajian di DAS Citarum produksi atau ketahanan pangan, Jawa Barat menunjukkan bahwa peningkatan petani konversi lahan sawah yang diprediksi atau pengentasan kemiskinan, dan sekitar 15%, di samping berdampak menjaga langsung terhadap nilai ekonomi kesejahteraan kelestarian lingkungan hidup. Bagi Indonesia, nilai fungsi lahan pertanian tersebut perlu dipertim- memiliki dampak eksternal positif bangkan dalam penetapan kebijakan yang perlu dipertimbangkan (Agus et struktur insentifkinan, dan menjaga al.2002). Nilai multifungsi pertanian kelestarian lingkungan hidup. Bagi berdasarkan Indonesia, nilai Cost Method (RCM) menunjukkan tersebut fungsi perlu pertanian dipertimbangkan dan produksi metode padi, juga Replacement bahwa kehilangan nilai riil pen- dalam penetapan kebijakan struktur dapatan karena konversi lahan sawah insentif sektor pertanian. Komitmen (15%) mencapai US$ 27,20 juta. Jika dukungan insentif melalui pema- diperhitungkan total nilai eksternal haman peran multifungsi pertanian yang besarnya US$ 12,25 juta maka perlu didefinisikan secara luas, bukan total saja insentif ekonomi (subsidi dan tungan), termasuk nilai riil alih proteksi), fungsi lahan sawah mencapai US$ tetapi juga dukungan kehilangan 39,45 agribisnis dalam arti luas. Pengem- eksternal bangan lahan pertanian abadi akan kehilangan relatif besar, yaitu 31%. dapat sektor Nilai ini perlu diperhitungkan dalam pertanian dengan nilai multifung- penentuan nilai dan struktur insentif sinya dapat memberikan manfaat bagi sektor pertanian. Dalam konteks jika Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 Jadi terhadap April 2007 proporsi (keun- pengembangan sistem dan usaha diwujudkan juta. manfaat total nilai nilai 23 ISSN : 0853-2516 ini, menciptakan lahan pertanian prospek abadi dan peningkatan kesejahteraan komoditas pertanian, merumuskan petani atau pengentasan kemiskinan kebijakan strategis pengembangan merupakan agribisnis tujuan ganda yang pengembangan padi, serta produksi membahas bersifat inklusif. Pencapaiannya akan kinerja dan prospek pengembangan menghadapi berbagai tantangan, an- diversifikasi dilahan sawah. tara lain mencakup pengembangan aspek penawaran sektor pertanian, PERKEMBANGAN DAN KARAK pengembangan agribisnis padi dan TERISTIK KEMISKINAN diversifikasi usaha Perkembangan Penduduk Miskin tani di lahan sawah. Agribisnis padi dan pengem Dalam periode sebelum krisis bangan diversifikasi lahan sawah ekonomi (1993−1996), tingkat kemis perlu mendapat penekanan karena kinan agregat mengalami penurunan peran lahan sawah dalam multifungsi secara signifikan (13,10%), yaitu dari pertanian sangat vital. Urgensi mem- 25,90 juta menjadi 22,50 juta jiwa. pertahankan lahan sawah menjadi Bila dirinci menurut wilayah, secara pentingkarena memiliki nilai ekster- absolut penurunan tingkat kemis- nal yang besar (Agus et al. 2002), kinan di pedesaan lebih tinggi di- yaitu mitigasi bandingkan di perkotaan, yaitu 1,90 banjir, konservasi sumber daya air, juta vs 1,50 juta orang selama pencegahan erosi tanah dan longsor, periode 1993−1996 (Badan Pusat penampungan limbah organik, pem- Statistik 2004). Fakta ini menun- bersihan udara, mitigasi suhu udara, jukkan keberhasilan program pem- dan fungsi pemeliharaan lingkungan. bangunan dalam memperbaiki kapa- Tulisan ini mendiskripsikan perkem- sitas bangan dan karakteristik penduduk pendapatan, dan kesejahteraan mayo- miskin, ritas masyarakat Indonesia. mencakup fungsi membahas kendala Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” dan Vol.7 No.2 produksi April 2007 sektoral, tingkat 24 ISSN : 0853-2516 Sejak krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, jumlah Karakteristik Penduduk Miskin penduduk miskin meningkat tajam Penanganan menjadi 49,50 juta, dan sekitar 31,90 perlu difokuskan pada kemiskinan juta di absolut daripada kemiskinan relatif Statistik (Khomsan 1999). Tujuan utama pro- 2004). Setelah krisis ekonomi, dalam gram pengentasan kemiskinan adalah periode 1998−2004, secara relatif mengembangkan kesetaraan posisi jumlah penduduk di bawah garis dan kemampuan masyarakat. Fokus kemiskinan menurun dari 24,20% penanganan masalah perlu didasar- menjadi secara kan pada permasalahan pokok yang absolut, pada tahun 2004 jumlah dihadapi masyarakat melalui pengem penduduk miskin masih tetap tinggi, bangan instrumen kebijakan yang yaitu sekitar 36,10 juta orang, dan relevan. jiwa pedesaan (64,40%) (Badan 16,70%. tinggal Pusat Namun masalah kemiskinan sekitar 68,70% tinggal di pedesaan Dimensi kemiskinan secara (Tabel 1). Menurut Sajogyo (2002), intertemporal mengalami perubahan tingginya dengan mempertimbangkan aspek tingkat kemiskinan di pedesaan disebabkan kebijakan pem- nonekonomi bangunan cenderung bias perkotaan Sedikitnya terdapat sembilan dimensi dan sektor industri, sementara alokasi kemiskinan yang perlu dipertim- anggaran sektor pertanian menurun bangkan, yaitu: 1) ketidakmampuan drastis. Kebijakan ini dinilai keliru memenuhi kebutuhan dasar (pangan, karena memarginalkan hak masya- sandang, dan perumahan), 2) ak- rakat dan menumbuhkan kantong- sesibilitas kantong masyarakat terhadap kebutuhan dasar lainnya kemiskinan (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang perkotaan kemakmuran di tengah masyarakat pedesaan. Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” masyarakat ekonomi yang miskin. rendah baik, air bersih, dan transportasi), 3) Vol.7 No.2 April 2007 25 ISSN : 0853-2516 lemahnya kemampuan untuk mela- kemasyarakatan, 7) terbatasnya akses kukan akumulasi kapital, 4) rentan terhadap kesempatan kerja secara terhadap goncangan faktor eksternal berkelanjutan, 8) ketidakmampuan yang individualmaupun untuk berusaha karena cacat fisik massal, 5) rendahnya kualitas sumber maupun mental, dan 9) ketidak- daya mampuan dan ketidakberuntungan bersifat manusia sumber daya terlibatan dan penguasaan alam, 6) ketidak- dalam kegiatan secara sosial. sosial Tabel 1. Jumlah dan proporsi penduduk miskin di Indonesia, 1996−2004 Jumlah penduduk miskin (juta orang) Tahun Kota Desa Jumlah 1996 9,6 13,6 % 24,9 19,9 % 34,5 17,7 % 1998 17,6 21,9 % 31,9 25,7 % 49,5 24,2 % 19991 15,7 19,5 % 32,7 26,1 % 48,4 23,5 % 19992 12,4 15,1 % 25,1 20,2 % 37,5 18,2 % 2000 12,3 14,6 % 26,4 22,4 % 38,7 19,1 % 2001 8,6 9,8 % 29,3 24,8 % 37,9 18,4 % 2002 13,3 14,5 % 25,1 21,1 % 38,4 18,2 % 2003 12,2 13,6 % 25,1 20,2 % 37,3 17,4 % 2004 11,3 12,1 % 24,8 20,1 % 36,1 16,7 % Sumber: Badan Pusat Statistik (2004). Karakteristik penduduk mis- sarkan indikator silang proporsi kin secara spesifik antara lain adalah pengeluaran pangan (>60%) dan ke- (Pasaribu 2006): 1) sebagian besar cukupan gizi (energi <80%), pro- tinggal di pedesaan dengan mata porsi rumah tangga rawan pangan pencaharian dominan berusaha sen- nasional mencapai sekitar 30%, dan diri di sektor pertanian (60%), 2) 4) penduduk miskin dengan tingkat sebagian besar (60%) berpenghasilan sumber daya manusia yang rendah rendah dan mengonsumsi energi umumnya tinggal di wilayah mar- kurang dari 2.100 kkal/hari, 3) berda- ginal. Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 26 ISSN : 0853-2516 Dalam konteks karakteristik Kendala utama pengem- kemiskinan masyarakat petani di bangan pertanian ke depan adalah pedesaan, menarik untuk dikemu- ketersediaan lahan pertanian. Pengem kakan keterkaitan antara penguasaan bangan lahan pertanian tidak dapat lahan kemiskinan. dipisahkan dari pengembangan infra- Terdapat korelasi yang kuat antara struktur irigasi. Keterbatasan pengem skala penguasaan lahan dengan in- bangan lahan pertanian di Indonesia deks kemiskinan dan indeks rumpang diindikasikan oleh penurunan luas kemiskinan. Makin luas penguasaan lahan pertanian sebesar 0,40%/tahun lahan, makin rendah tingkat ke- dalam miskinan (LPEM-FEUI 2004). Bagi (1980−2000). Perluasan lahan sawah tunakisma beririgasi dan tingkat (petani tanpa lahan), dua dasawarsa sangat lambat, terakhir hanya tingkat kemiskinan mendekati 31%, 0,20%/tahun, dan proporsinya relatif dan bagi petani dengan pengu-asaan kecil, yaitu 27% (2,59 juta ha) pada lahan kurang dari 0,10 ha, tingkat tahun 2000 (Pasandaran et al. 2004). kemiskinan mencapai 28,30%. Ting- Berdasarkan kesesuaian lahan dan kat kemiskinan menu-run secara ketersediaan air, areal yang potensial konsisten menjadi 5,60% bagi rumah untuk pengembangan irigasi sangat tangga petani yang menguasai lahan terbatas. 2−5 ha. mengindikasikan kuatnya tantangan Kecenderungan tersebut peningkatan produksi dan kesejahKINERJA DAN KENDALA PRO- teraan petani di pedesaan. Luas DUKSI KOMODITAS PERTA- penguasaan lahan per rumah tangga NIAN petani terus menurun karena mening Kinerja Produksi Agregat dan katnya jumlah penduduk dan jumlah Komoditas Pertanian rumah tangga petani Dinamika fakta empiris yang terkait dengan Growth Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 27 ISSN : 0853-2516 Domestic Product (GDP) dan produksi agregat pertanian membe- duktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. rikan beberapa informasi menarik sebagai berikut (Arifin 2003; Pertumbuhan produksi komoditas pertanian utama (padi, jagung, Simatupang et al. kedelai) (Tabel 2) juga menunjukkan 2004): 1) GDP dan produksi agregat kecenderungan yang sama dengan pertanian mengalami pertumbuhan GDP dan produksi agregat sektor yang relatif tinggi dalam periode pertanian. Ketiga komoditas tersebut 1967−1986 karena adanya dukungan mengalami pertumbuhan yang relatif pengembangan lahan pertanian dan tinggi selama periode 1976−1980, infrastruktur, kelembagaan penyu- dan luhan, kelembagaan koperasi pede- konsisten sejak tahun 1986, dan saan, kredit bersubsidi, dan insentif sangat drastis sejak 1996, bahkan harga, 2) kontradiksi kebijakan pada untuk kedelai pertumbuhannya ne- periode berikutnya, yang ditunjukkan gatif sejak 1996−2003. Penurunan oleh penurunan alokasi anggaran dan produksi ini disebabkan oleh penu- insentif sektor pertanian, berdampak runan areal panen dan/ atau stagnasi pada makin meningkatnya kendala produktivitas. selanjutnya menurun secara pengembangan produksi pertanian, 3) sumber utama pertumbuhan produksi Kendala Pengembangan Produksi dalam periode 1967−1986 adalah Pertanian produktivitas lahan, yang kemudian Di menurun drastis dalam samping permasalahan periode yang terkait dengan ketersediaan dan 1997−2001 dan bahkan mengalami pengembangan lahan beririgasi, keter pertumbuhan negatif pada tahun sediaan, akses, dan penerapan varie- 1997−2001 karena menurunnya pro- tas unggul baru serta teknologi spesifik lokasi, pengembangan pro- Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 28 ISSN : 0853-2516 duksi pertanian juga menghadapi pengeluaran tahun 1985/ 96 (Rp867 permasalahan yang terkait dengan juta). Pupuk yang bersifat komple ketersediaan anggaran pembangunan men dengan pengembangan infras dan penyediaan sistem insentif untuk truktur pertanian juga menga-lami mendorong peningkatan produksi dan penurunan subsidi secara signifikan pendapatan petani. Keragaan dina- sejak pertengahan 1980-an. Penu- mika investasi pemerintah di sektor runan anggaran pemerintah dalam pertanian bahwa pengembangan infrastruktur (irigasi, 2005) proporsi penelitian dan pengembangan serta menunjukkan (Rusastra et al. pengeluaran untuk pengembangan penyuluhan) irigasi, pengem- berdampak terhadap stagnasi atau bangan, serta penyuluhan tahun 2002 penurunan produktivitas dan pro- hanya 48,20% (Rp418 juta) dari duksi komoditas pertanian. penelitian dan dan subsidi pupuk Tabel 2. Pertumbuhan produksi, areal panen, produktivitas, dan produktivitas potensial varietas unggul baru (NHYV) di Indonesia (%/tahun), Uraian 1976−1980 1986−1990 1996−2000 2001−2003 Padi Produksi 6 3,70 0,30 0,90 Areal panen 2 1,60 0,80 -0,10 Produktivitas1 4 2,10 -0,50 1,10 3 ton/ha 4,1 ton.ha 4,3 ton.ha 4,4 ton.ha NHYV2 4,8 ton.ha 5 ton.ha 6,5 ton.ha 6,2 ton.ha 11 buah 7 buah 14 buah 13 buah Jagung Produksi 10,20 4,30 1,60 1,70 Areal panen 5,40 1,20 -1,10 -1,20 Produktivitas1 4,80 3 2,70 2,90 1,3 ton.ha 2 ton.ha 2,6 ton.ha 3 ton.ha NHYV2 4 ton.ha 5,9 ton.ha 8,8 ton.ha 8,1 ton.ha 3 buah 5 buah 26 buah 2 buah Kedelai Produksi 7,10 5,10 -8 -5,50 Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 29 ISSN : 0853-2516 Areal panen Produktivitas1 4,40 2,20 2,60 3 0,8 ton.ha 1,1 ton.ha NHYV2 − 1,5 ton.ha − 8 buah Sumber: Simatupang et al. (2004). -8,50 0,50 1,2 ton.ha 1,8 ton.ha 5 buah -5,50 0,10 1,2 ton.ha 1,8 ton.ha 5 buah Insentif yang diterima petani Sejak 2001, nilai tukar petani terdiri atas dua komponen utama, meningkat secara signifikan karena yaitu subsidi sarana produksi (pupuk, adanya perubahan kebijakan peme- benih, kredit dan mekanisasi perta- rintah (Simatupang et al. 2004). nian) hasil Sejak 3 tahun terakhir, pemerintah produksi. Sejak pertengahan 1980-an, menerapkan kembali kebijakan pro- total secara teksi dan promosi sektor pertanian, bertahap menurun. Penurunan subsidi seperti tarif impor untuk melindungi sarana produksi berdampak terhadap harga padi dan gula dari distorsi peningkatan dan harga pasar dunia, serta kebijakan penurunan pendapatan petani. Dalam subsidi pupuk. Kebijakan ini di- periode 1981−2002, rasio harga padi harapkan dapat berlanjut dan efektif terhadap pupuk secara konsisten untuk mendorong peningkatan pro- menurun dari 1,80 menjadi 1,20 duksi dan pendapatan petani. dan proteksi insentif harga pemerintah biaya produksi untuk urea dan dari 1,80 menjadi 0,90 untuk TSP (Rusastra et al. KEBIJAKAN 2005). Bersamaan dengan penurunan PENGEMBANGAN kinerja proteksi output, kesejahteraan PANGAN (PADI) STRATEGIS TANAMAN petani pun menurun yang ditunjukkan oleh penurunan nilai tukar Kinerja dan Reorientasi Kebijakan petani dari 106,40 menjadi 103,10 Usaha tani tanaman pangan selama periode 1986/90 − 1991/95. Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” (padi) memiliki peranan multifungsi Vol.7 No.2 April 2007 30 ISSN : 0853-2516 yang besar dan keberhasilan pengem- Dalam perumusan reorientasi bangannya akan memberikan penga- arah dan penyesuaian kebijakan, ruh nyata terhadap pencapaian keta- sedikitnya perlu dipertimbangkan dua hanan pangan dan kesejahteraan aspek, yaitu konteks kebijakan serta petani. Berdasarkan hasil analisis tantangan dan hambatan internal kinerja sebelumnya, pembangunan agribisnis padi (Sima- pilihan kebijakan usaha tani tanaman tupang dan Rusastra 2004). Konteks pangan (padi) ke depan yang mem- kebijakan yang perlu dipertimbang punyai prospek bagus adalah pening kan adalah: 1) krisis ekonomi, 2) katan penawaran, pasokan input dan kemiskinan dan kerawanan pangan, sistem pasca- panen, pengembangan 3) keterbatasan kebijakan fiskal dan iptek, dan subsidi benih (Tabel 3), moneter, 4) liberalisasi perdagangan, disusul kebijakan penerapan harga 5) integrasi pasar, 6) ketimpangan dasar dan subsidi kredit usaha tani. distribusi pembangunan dan mar- Program intensifikasi dan pemberian ginalisasi subsidi pupuk memberikan respons desentralisasi pembangunan, dan 8) yang relatif rendah, sementara pene- perubahan pola iklim El Nino dan La rapan teknologi pascapanen akan Nina. kebijakan pasar, 7) pelaksanaan memberikan respons yang cepat dan signifikan. Tabel 3. Kinerja implementasi kebijakan tanaman pangan 1968−1998 dan prospek kebijakan tahun 2000 ke depan. Kinerja sebelumnya Kebijakan/sumber 1968−1984 1985−1990 1990−1998 pertumbuhan Perbaikan kapasitas produksi Program intensifikasi Pembangunan sistem irigasi Peningkatan teknologi Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Tinggi Tinggi Rendah Rendah Vol.7 No.2 Rendah Rendah April 2007 Prospek 2000 ke depan Rendah Rendah 31 ISSN : 0853-2516 Bioteknologi Cepat Teknologi persiapan lahan Cepat Teknologi pascapanen Lambat Pembangunan infrastruktur Perbaikan penyediaan input Tinggi pertanian Perbaikan sistem Tinggi pascapanen Pengembangan sistem iptek Penelitian dan Tinggi pengembangan Benih/pemuliaan Tinggi Sistem penyuluhan Tinggi Insentif bagi produsen Kebijakan harga dasar Tinggi Subsidi input pertanian Benih Tinggi Pupuk Tinggi Pestisida Tinggi Modal Tinggi Kelembagaan dan organisasi (pemerintahan) Bimbingan massal (Bimas) Tinggi Keterlibatan vertikal pada Tinggi pemerintah Sumber: Simatupang (1999). Beberapa tantangan dan hambatan pertumbuhan produktivitas, dan pe- internal yang perlu dipertimbangkan nurunan profitabilitas, 3) penurunan adalah: 1) kecenderungan penurunan laju pertumbuhan produksi akibat daya saing yang ditunjukkan oleh perlambatan laju pertumbuhan luas penurunan total faktor produksi dan panen dan produktivitas usaha tani profitabilitas usaha tani padi, 2) padi, marginalisasi kemampuan usaha tani produksi akibat perpaduan dari marginalisasi rentannya usaha tani padi terhadap luas pemilikan lahan, penurunan laju perubahan Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Lambat Lambat Cepat Lambat Lambat Lambat Lambat Lambat Cepat Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Vol.7 No.2 4) peningkatan sebagai iklim April 2007 variabilitas akibat dengan makin tingkat 32 ISSN : 0853-2516 ancaman yang makin meningkat dan pertimbangkan dimensi konteks tual tidak menentu, dan 5) hambatan kebijakan pangan global dan negara internal kendala kompetitor utama di kawasan Asia, sumber daya lahan dan air, teknologi, seperti Thailand, Vietnam, India, dan modal, dan sarana produksi. Cina. Ulasan dan sintesis kebijakan dalam bentuk Berdasarkan konteks kebi- pangan negara maju dapat dinyatakan jakan dan tantangan serta hambatan sebagai berikut (Sawit dan Rusastra internal tersebut, reorientasi tujuan 2005): 1) kebijakan subsidi domestik kebijakan pengembangan agribisnis dan (padi) hendaknya diarahkan untuk: 1) kemampuan keuangan negara dan meningkatkan pendapatan dan keta- sosial ekonomi konsumen dengan hanan pangan petani, 2) meman- tingkat pendapatan yang tinggi, 2) tapkan ketahanan pangan nasional, kebijakan khusus bagi komoditas dan 3) mendinamisasi perekonomian sensitif, desa. Reorientasi tujuan ini berbeda unggulan dan olahan, 3) kebijakan dengan paradigma lama yang hanya investasi infrastruktur agribisnis dan difokuskan pada pemantapan keta- transfer hanan pangan nasional, tetapi kurang dilakukan secara bebas dan besar, 4) memperhatikan ketahanan pangan fleksibilitas rumah tangga dan pendapatan keluar subsidi dan proteksi, tanpa efek ga tani. distorsi terhadap pasar dalam negeri Antisipasi Kebijakan Agribisnis dan tidak melanggar regulasi AoA- Padi WTO, 5) pelaksanaan restriksi akses ekspor yang terutama pendapatan dalam besar untuk yang karena produk dapat penyesuaian Disamping mempertimbang- pasar domestik dalam bentuk sani- kan reorientasi arah dan tujuan tasi, labelisasi, HAM, dan sejenisnya, kebijakan 5) pelarangan ekspor yang dapat agribisnis, kebijakan pangan nasional (beras) perlu mem- Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” memunculkan Vol.7 No.2 goncangan April 2007 pasar 33 ISSN : 0853-2516 mendadak bagi negara yang menga dengan lami ketergantungan impor, dan 6) lahan beririgasi dan pengembangan restriksi pasar domestik yang ketat, SDM pertanian secara sistematis dan khususnya untuk produk pangan integratif. Keberpihakan dan konsis- olahan tensi kebijakan tersebut berdampak dari negara berkembang. konservasi nyata nomi perberasan di empat negara di (surplus) dan mampu memenuhi Asia (Thailand, Vietnam, India, dan kebutuhan pangannya yang besar. empiris penting sebagai berikut kinerja daya Ulasan dan sintesis kebijakan eko- Cina) memberikan beberapa fakta terhadap sumber produksi Berdasarkan reorientasi tujuan pembangunan agribisnis padi, (Kustia 2002; Sumintaatmadja 2002; kebijakan Pambudy et al. 2002 dalam Apri- kebijakan negara kompetitor utama yantono 2006): 1) adanya dukungan di Asia, strategi peningkatan produk- penciptaan si beras yang dipandang sesuai untuk dan pengembangan pangan lima inklusif dalam pengembangan usaha optimalisasi dan efisiensi sistem tani padi, 2) lembaga keuangan dan agribisnis kredit program (produksi dan ekspor) optimalisasi yang mudah diakses dengan tingkat daya, efisiensi usaha tani padi, dan suku 3) efisiensi pascapanen. Perlu dipertim (fisik bangkan sedikitnya 10 paket program dan kelembagaan) dalam pengem- pengembangan agribisnis padi seba- bangan produksi, pascapanen, dan gai implementasi dari strategi pe- perdagangan beras, 4) kebijakan ningkatan produksi beras. Lima paket subsidi sarana produksi pertanian program pertama adalah (Simatupang utama dan proteksi pasar output, dan dan Rusastra 2004): 1) mendorong 5) adanya dukungan kebijakan terkait rasionalisasi manajemen usaha tani bersubsidi, pengembangan infrastruktur Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 mendatang dan teknologi yang mantap, integratif dan bunga tahun global, padi yang penggunaan April 2007 adalah mencakup sumber 34 ISSN : 0853-2516 dengan mempertimbangkan pening- dengan mempertimbangkan profita- katan potensi kemandirian mana- bilitas minimum, nilai tukar rupiah, jemen petani, diversifikasi usaha tani, dan harga beras di tingkat konsumen, dan percepatan adaptasi teknologi 2) revitalisasi industri pascapanen baru, melalui renovasi mesin penggilingan 2) restrukturisasi lembaga pelayanan dan pemberdayaan petani padi, melalui pemberdayaan kelembagaan perontok lokal serta organisasi petani dan lantai jemur, dan investasi mesin advokasi untuk kepentingan petani, pengering padi, 3) pengembangan 3) revitalisasi sistem inovasi tek- jaring pengaman sosial bagi petani nologi dan mempertimbangkan usaha dan penangkaran benih, penelitian dan pengembangan lumbung pangan di pengembangan, dan jaringan inovasi daerah terpencil rawan pangan dan interaktif, 4) pemulihan, peningkatan pelaksanaan Raskin yang terarah, 4) peran, dan pemeliharaan infrastruktur pemantapan disentralisasi dan harmo penting dalam mendukung keberha- nisasi kebijakan pembangunan me- silan strategi pembangunan, dan 5) lalui penyerahan tugas dan kewe- restrukturisasi penyediaan nangan pembiayaan dan pember- sarana produksi dan pembiayaan dayaan petani kepada pemerintah usaha tani dengan penekanan pada kabupaten, dan 5) pembukaan, opti- sarana produksi utama seperti pupuk, malisasi, dan pengendalian konversi pestisida, jasa mekanisasi, dan modal lahan pertanian melalui pemanfaatan usaha tani. secara optimal lahan gambut dan sistem Lima paket program pengem pengembangan usaha jasa mekanis, pembangunan penduduk miskin dengan pasang surut, mendorong konsolidasi bangan agribisnis padi berikutnya lahan adalah: konversi lahan pertanian produktif. 1) restrukturisasi paket pertanian, dan mencegah kebijakan harga dan perdagangan Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 35 ISSN : 0853-2516 KINERJA DAN DIVERSIFIKASI PROSPEK kecilnya perubahan MCI dan HDI LAHAN selama periode 1996−2002 (Tabel 4). DI SAWAH Sementara derajat diversifikasi (MCI Diversifikasi Pertanian Regional dan HDI) berjalan lambat, laju Penelitian diversifikasi perta- diversifikasi pendapatan bahkan nian regional dilakukan oleh Sima- menurun 1,60−4,40%/ tahun, ter- tupang et al. (2003) di empat utama kabupaten sentra produksi padi,yaitu harga relatif masukan dan keluaran Indramayu, dan komoditas pertanian. Pembandingan Ngawi. Empat indikator diversifikasi regional juga menunjukkan bahwa yang diaplikasikan adalah: 1) multi- Indramayu memiliki derajat diversi- ple cropping index (MCI) yang fikasi yang lebih rendah karena menunjukkan beberapa Klaten, Kediri, derajat intensitas karena adanya faktor perubahan sebagai berikut tanam, 2) harvest diversity index (Simatupang et al. 2003): 1) petani di (HDI) yang merefleksikan derajat daerah ini cenderung menanam padi, diversifikasi pemanfaatan lahan, dan dan bila air tidak tersedia, lahan akan 3) diversity index (DI) yang me- diberakan, 2) petani padi umumnya nunjukkan tidak derajat diversifikasi memiliki akses informasi pendapatan. Makin tinggi nilai ketiga teknologi komoditas nonpadi, 3) indikator tinggi keterbatasan modal dan ketidak- derajat pengembangan diversifikasi beranian petani menanggung risiko di suatu wilayah dan di tingkat usaha usaha tani, dan 4) di samping aspek tani. teknis dan ekonomi, faktor budaya tersebut, makin Secara umum, diversifikasi juga berpengaruh terhadap rendah pertanian regional di daerah sentra dan lambatnya implementasi diversi- produksi padi mengalami stagnasi, fikasi. yang diindikasikan oleh relatif Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 April 2007 36 ISSN : 0853-2516 nyusunnya, Antisipasi Diversifikasi Usaha Tani Dalam rangka memahami menunjukkan bahwa tingkat diversifikasi usaha tani di kinerja dan prospek diversifikasi di lahan lapangan, analisis diversifikasi di lokasi dan tipe irigasi. Pemilihan tingkat regional perlu dikomplemen jenis komoditas dan pola tanam oleh dengan analisis mikro dan diver- petani dipengaruhi oleh faktor teknis, sfikasi di tingkat rumah tangga ekonomi, sosial, dan budaya setem- petani atau di tingkat usaha tani. pat. Tingginya tingkat pendapatan Tidak ada fakta yang jelas bahwa bukan lahan penentu sawah irigasi teknis dan sawah bervariasi merupakan pengambilan menurut satu-satunya keputusan. semiteknis memiliki tingkat diver- Secara umum usaha tani lahan sawah sifikasi yang lebih rendah diban- di desa-desa sentra produksi padi di dingkan dengan lahan sawah irigasi Jawa pada musim hujan didominasi sederhana ini oleh padi. Diversifikasi usaha tani menunjukkan bahwa ketersediaan air umumnya dilakukan pada musim tidak secara otomatis mendorong kemarau pertama dan/atau kedua. petani menanam sepanjang Tingkat pendapatan usaha tani petani tahun. Pilihan melakukan yang melakukan diversifikasi lebih diversifikasi di lahan sawah diten- tinggi dari petani nondiversifikasi. tukan oleh kombinasi faktor teknis, Pengusahaan komoditas hortikultura ekonomi, lingkungan, sosial, dan memberikan tingkat pendapatan yang budaya. lebih tinggi daripada palawija, namun (Tabel 5). padi untuk Fakta Saliem dan Supriyati (2006) pengusahaan tanaman hortikultura menyatakan bahwa tingkat diversi- membutuhkan modal yang besar dan fikasi usaha tani lahan sawah, yang risiko usahanya lebih tinggi. direfleksikan dalam keragaan pola tanam dan ragam komoditas pe- Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan Vol.7 No.2 April 2007 37 ISSN : 0853-2516 petani dalam menerapkan pola ta- nam diversifikasi, (2006) menyimpulkan Sumaryanto bahwa % kultur padi lebih rendah daripada berdiversifikasi. Dalam berdiversifikasi, kecenderungan un-tuk memilih /tahun di lahan sawah irigasi teknis, komoditas pertanian yang tidak diversifikasi usaha tani mempunyai bernilai ekonomi tinggi lebih tinggi prospek pengembangan yang cukup daripada baik. Secara umum peluang petani tinggi. yang bernilai ekonomi untuk memilih pola tanam monoTabel 4. Rata-rata dan pertumbuhan indeks diversifikasi pertanian regional di empat kabupaten sentra produksi padi di Jawa, 1996−2002. Kabupaten MCI (%) DI HDI Indramayu 175 1,36 1,10 0,30 %/tahun -3,40 %/tahun -0,70 %/tahun Klaten 245 2,10 1,90 0,60 %/tahun -2,50 %/tahun -0,10 %/tahun Kediri 280 4,03 2,92 -0,10 %/tahun -4,40 %/tahun -2,90 %/tahun Ngawi 275 2,07 2,03 -0,20 %/tahun -1,60 %/tahun -2,10 %/tahun Faktor-faktor yang kondusif untuk irigasi. Faktor yang tidak kondusif penerapan pola tanam diversifikasi adalah fragmentasi lahan garapan. adalah jumlah anggota rumah tangga Pengembangan diversifikasi usaha yang tani bekerja di usaha tani, di wilayah persawahan kemampuan permodalan, peran usaha sebaiknya diarahkan pada lokasi- tani lahan sawah dalam ekonomi lokasi yang ketersediaan air iri- rumah tangga, tingkat kelangkaan air gasinya rendah, ketersediaan tena-ga irigasi, kerja pertanian cukup, peran usaha dan kepemilikan pompa tani Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 sebagai sumber April 2007 pendapatan 38 ISSN : 0853-2516 rumah tangga cukup signifikan, dan tani membutuhkan kebijakan yang struktur penguasaan lahan garapan dapat meningkatkan akses petani relatif terhadap sumber permodalan. terkonsolidasi. pengembangan Akselerasi diversifikasiusaha Tabel 5. Indeks diversifikasi pertanian di tingkat usaha tani lahan sawah menurut tipe irigasi di empat kabupaten sentra produksi padi di Jawa, 2000/2001 Kabupaten MCI (%) DI HDI Indramayu Irigasi teknis 233 2 3,6 Irigasi setengah teknis 223 1,8 2,8 Klaten Irigasi setengah teknis 269 2,1 3,3 Irigasi sederhana 297 2,5 2,8 Kediri Irigasi teknis 298 2,8 4,3 Irigasi sederhana 292 1,8 3,7 Ngawi Irigasi teknis 241 1,4 2,5 Irigasi setengah teknis 288 1,4 3 Sumber: Simatupang et al. (2003). Kebijakan strategis dan langkah ngembangan komoditas nonberas, 3) operasional yang perlu dipertimbang- memperbaiki ketersediaan dan akses kan dalam pengembangan diversi- terhadap permodalan untuk mendu- fikasi di lahan sawah adalah (Sima- kung tupang et al. 2003): 1) memperbaiki bernilai ekonomi tinggi seperti hor- ketersediaan dan aksesibilitas terha- tikultura, 4) pengembangan infra- dap teknologi usaha tani nonberas, 2) struktur irigasi pompa untuk mem- memperkuat kapasitas manajemen percepat perkembangan diver sifikasi petani melalui perbaikan pelayanan usaha tani, 5) meningkatkan pro- penyuluhan, khususnya dalam pe- duktivitas usaha tani atau mengim- Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 pengembangan April 2007 komoditas 39 ISSN : 0853-2516 plementasikan harga program untuk stabilisasi komoditas yang menurun drastis menjadi 16,70%, tetapi secara absolut angkanya tetap memiliki risiko tinggi tetapi tingkat tinggi, profitabilitasnya tinggi, 6) member- Sebagian besar dari mereka (68,70%) dayakan kelembagaan kelompok tani tinggal di pedesaan dengan kegiatan dan utama (60%) di sekor pertanian, membangun dengan jaringan investor dalam kerja rangka dengan yaitu ciri 36,10 utama juta orang. infrastruktur mengatasi masalah permodalan dan wilayah marginal, penguasaan dan pemasaran komoditas alternatif, dan akses sumber daya rendah, serta 7) kemampuan sumber daya manusia mengembangkan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) di tingkat usaha tani, pengolahan dan adopsi teknologi rendah. dan Kemampuan sektor pertanian pemasaran, dan kerja sama dengan dalam peningkatan produksi dan pihak rangka pengentasan kemiskinan sangat ber- peningkatan efisiensi pemasaran dan gantung pada kemampuannya dalam stabilisasi harga khususnya untuk mengatasi kendala pengembangan komoditas palawija dan hortikultura. yang dihadapi saat ini, yang men- terkait dalam cakup keterbatasan pengembangan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI lahan beririgasi, teknologi varietas KEBIJAKAN unggul, ketersediaan anggaran pem- Keberlanjutan pertanian dengan bangunan, dan penyediaan sistem program lahan pertanian abadi dapat insentif untuk mendorong pening- diwujudkan jika sektor pertanian katan (dengan nilai multifungsinya) dapat petani. Kebijakan strategis yang perlu berperan dalam pengentasan kemis- dipertimbangkan antara lain adalah: kinan. 1) peningkatan investasi pemerintah Setelah kemiskinan krisis relatif ekonomi, tahun Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” 2004 produksi dan pendapatan dalam pengembangan infrastruktur Vol.7 No.2 April 2007 40 ISSN : 0853-2516 utama seperti irigasi, penelitian dan kebijakan peningkatan produksi padi, pengembangan serta penyuluhan, 2) di samping reorientasi arah dan mendorong dan memfasilitasi keter- tujuan tersebut, juga perlu diper- libatan swasta dalam pembangunan timbangkan pertanian, 3) peningkatan insentif pangan global dan kebijakan di usaha tani (input, output, kapital) negara kompetitor utama di Asia. konteks kebijakan dalam spirit koreksi kegagalan pasar, Upaya mempertahankan eksis dan 4) memfasilitasi perkembangan tensi lahan sawah dan peningkatan agroindustri padat tenaga kerja di pendapatan petani (serta pengentasan pedesaan. kemiskinan) akan sangat ditentukan Usaha tani tanaman pangan oleh keberhasilan program diversi- (padi) memiliki peranan multifungsi fikasi usaha tani. Kebijakan strategis yang besar dan keberhasilan pe- yang dapat dipertimbangkan antara ngembangannya akan memberikan lain pengaruh ketersediaan dan akses teknologi, yang nyata terhadap adalah: 1) pencapaian ketahanan pangan dan permodalan, kesejahteraan Berdasarkan komoditas alternatif non- padi, 2) konteks kebijakan dan tantangan pengembangan infrastruktur irigasi serta hambatan internal pembangu- pompa, peningkatan produk-tivitas, nan reorientasi dan program stabilisasi harga untuk kebijakan pengembangannya hendak- komoditas alternatif bernilai ekonomi nya diarahkan untuk meningkatkan dan pendapatan dan ketahanan pemberdayaan kelembagaan kelom- pangan petani padi, memantapkan pok tani dan membangun keterkaitan ketahanan dan fungsional dan institusionaldengan mendinamisasi perekonomian desa. elemen agribisnis lainnya dalam Dalam rangka petani. agribisnis padi, pangan nasional, merumuskan instrumen Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Vol.7 No.2 risiko dan peningkatan tinggi, mendorong April 2007 penyuluhan dan 3) peningkatan 41 ISSN : 0853-2516 produksi, pendapatan petani, dan keberlanjutan diversifikasi usaha tani DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A. 2006. Kinerja dan kebijakan strategis pembangunan pangan nasional. Makalah pada Silaturahmi Nasional Anggota Legislatif Partai Keadilan Sejahtera, Auditorium BPPT, Jakarta, 30 April 2006. Arifin, B. 2003. Dekomposisi pertumbuhan pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor, 14November 2004. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Kustia, A.A. 2002. Kebijakan perberasan di Republik Rakyat Cina. Hasil Pertemuan Regional di Bangkok, Thailand, Oktober 2002. Pasandaran, E., G. Irianto, dan N. Zuliasri. 2004. Pendayagunaan dan peluang pengembangan irigasi bagi peningkatan produk si padi. hlm. 277−294. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, dan A.M. Fagi (Ed.). Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Pasaribu, B. 2006. Poverty profile and the alleviation programs in Maalah Ilmiah “DIAN ILMU” Indonesia. Paper presented in Asian Regional Seminar on Poverty Allevation, held by AFPPD and IFAD, 5−6 April 2006, Hanoi, Vietnam. Rusastra, I W., Sumaryanto, and P. Simatupang. 2005. Agricultural development policy strategies for Indonesia: Enhancing the contribution of agriculture to poverty reduction an food security. Forum Penelitian Agro Ekonomi 23(2): 84−101. Sajogyo. 2002. Pertanian dan kemiskinan. Jurnal Ekonomi Rakyat 1(1): 1−15. Saliem, H.P. and Supriyati. 2006. Farm diversification and farmer income in rice field area. InCountry Seminar on Poverty Allevation Through Development of Secondary Crops, Bogor, 23 March 2006. ICASEPS dan UNESCAPCAPSA, Bogor. Sawit, M.H. dan I W. Rusastra. 2005. Globalisasi dan Ketahanan Pangan di Indonesia. Road Map Memperkuat Kembali Ketahanan Pangan. Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masya-rakat, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Vol.7 No.2 April 2007 42