BAB I - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi
yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang
cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi gigi yang tidak benar.
Menurut Pederson (1996), gigi impaksi adalah gigi yang dalam erupsi normalnya
terhalang, biasanya oleh gigi disebelahnya atau jaringan patologis.
Gigi molar ketiga rahang bawah tumbuh pada usia 18-24 tahun dan
merupakan gigi yang terakhir tumbuh, hal itulah yang menyebabkan sering
terjadinya impaksi gigi tersebut. Menurut beberapa ahli, frekuensi impaksi gigi
molar ketiga maksila adalah yang terbanyak dibandingkan dengan molar ketiga
mandibula. Fakta di Indonesia berbeda, frekuensi impaksi gigi molar ketiga
mandibula lebih banyak dari pada gigi molar ketiga maksila (Alamsyah, 2005).
Salah satu komplikasi dari adanya gigi impaksi molar ketiga rahang bawah
adalah gangguan rasa sakit. Keluhan penderita bervariasi dari yang paling ringan
misalnya hanya terselip sisa makanan sampai yang terberat yaitu rasa sakit hebat
disertai dengan pembengkakan dan pus. Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi
impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan dengan pembedahan
(Sulistyani, 1994).
1
Dewasa ini pencabutan bedah gigi molar ketiga dianggap sebagai operasi
rutin (Tecsch dan Wagner, 1982). Indikasi pencabutan gigi molar ketiga adalah
gigi yang mengalami kelainan, tidak dapat dipertahankan, dan memungkinkan
terjadinya kerusakan struktur sekitarnya, serta menimbulkan komplikasi lainnya.
Odontektomi merupakan istilah yang digunakan untuk mengambil gigi yang tidak
dapat diambil dengan cara pencabutan biasa sehingga harus menggunakan
tindakan pembedahan (Thoma, 1969).
Bagi
sebagian
pasien,
prosedur
atau
tindakan
odontektomi
sering
menyebabkan stress atau kecemasan tersendiri. Menurut Berman (2009) keadaan
stres atau cemas, medula kelenjar adrenal akan mensekresikan nonepinefrin dan
epinefrin,
yang
keduanya
akan
menyebabkan
vasokonstriksi
sehingga
meningkatkan tekanan darah. Dworkin (1978) dalam Gupran (1991) menyatakan
bahwa perubahan fisiologis dari rasa takut meliputi perubahan sistem saraf
otonom termasuk fungsi kardiovaskuler terutama kenaikan denyut nadi, tekanan
darah, pernafasan, dan aktifitas kelenjar keringat.
Anestesi lokal digunakan untuk mengontrol rasa sakit saat dilakukan
perawatan gigi (Guyton, 2000). Agen anestesi lokal memberikan berbagai
pengaruh terhadap sistem kardiovaskular. Semua anestesi lokal merangsang
sistem saraf pusat, menyebabkan kegelisan dan tremor, yang mungkin dapat
berubah menjadi kejang bila dalam dosis yang berlebihan. Pengaruh utama
anestesi lokal pada jantung ialah menyebabkan penurunan ekstabilitas, kecepatan
konduksi, dan kekuatan kontraksi. Anestesi lokal sintesis juga menyebabkan
vasodilatasi arteriol (Ganiswara, 2001), namun efek adrenalin yang terdapat pada
2
obat anestesi lokal dalam konsentrasi 1:80.000 dan 1:200.000 terhadap denyut
jantung dan tekanan darah belum begitu jelas (El-Kashlan dkk, 1998).
Menurut Malamed (2004) adrenalin dalam konsentrasi 1:80.000–1:200.000
tidak akan meningkatkan tekanan darah secara dramatis. Penelitian Abdul Latief
Nitiprodjo (2010) menunjukan adrenalin pada konsentrasi 1:80.000 sedikit
meningkatkan frekuensi nadi, dan meningkatkan tekanan darah. Perubahan
hemodinamik seperti tekanan darah sitolik dan diastolik serta denyut jantung ratarata selama operasi tidak berbeda (El-Kashlan dkk, 1998). Penelitian yang
dilakukan oleh Abdillah (2012) menyebutkan bahwa banyak faktor seperti usia
pasien, jenis kelamin, pendidikan, volume anestesi lokal, lama pengobatan dan
sulitnya prosedur mungkin penentu kuat dari tingkat peningkatan tekanan
darah. Semua parameter yang menunjukkan perubahan yang signifikan secara
statistik hanya dapat meningkat lebih pada pasien dengan medical compromized
dan pasien tersebut mungkin memerlukan tindakan pencegahan lebih dan
pemantauan rutin selama operasi. Pasien yang mempunyai pengalaman pertama
kali dilakukan tindakan odontektomi sering kali mengalami kecemasan atau stress
yang dapat memicu peningkatan tekanan darah (Soetji, 2008). Hal inilah yang
melatarbelakangi penelitian ini.
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, didapatkan
perumusan suatu permasalahan yaitu apakah ada perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah tindakan odontektomi gigi impaksi molar ketiga mandibula.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis mengenai perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah tindakan odontektomi gigi impaksi molar ketiga mandibula
belum pernah dilakukan. Penelitian serupa yang telah dilakukan, antara lain oleh
Setia Rini (2002) yang meneliti mengenai hubungan antara kecemasan dan
ketakutan dengan tekanan darah dan denyut nadi pada pencabutan gigi, Imelda
Vionetha (2003) yang meneliti mengenai hubungan antara rasa cemas dan takut
dengan tekanan darah dan denyut nadi pada pasien odontektomi gigi geraham tiga
bawah impaksi dan Jusnita Wahyu (2007) mengenai perbandingan perubahan
tekanan darah orang lanjut usia dengan orang usia 20-30 tahun sebelum dan
sesudah pencabutan gigi.
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah tindakan odontektomi gigi impaksi molar ketiga mandibula
di Klinik Bedah Mulut RSGM Prof. Soedomo FGK UGM.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1.
Dapat memberikan tambahan informasi mengenai perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah pada pasien odontektomi gigi impaksi molar ketiga
mandibula.
2.
Sebagai acuan untuk operator/koas/dokter gigi dalam menangani pasien
dapat memperhatikan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perubahan
tekanan darah pada pasien dan kemungkinan resiko yang dapat muncul
akibat dari perubahan tekanan darah tersebut sehingga dapat meminimalisir
resiko yang dapat muncul.
3.
Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
5
Download