konsep pendidikan karakter dalam perspektif

advertisement
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
NUR HIDAYAH
NIM 11111217
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
i
ii
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN SALATIGA)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 telp.(0298)323706, 323433 Faks.323433 Salatiga
50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
Maslikhah, S.Ag., M.Si.
DOSEN IAIN SALATIGA
NOTA PEMBIMBING
LAMP : 4 Ekslempar
HAL
: Naskah skripsi
Kepada
Yth. Dekan FTIK IAIN
di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama
:SitiHaniah
NIM
:11111117
Fakultas/Jurusan
:Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul
:NILAI-NILAI KEDISIPLINAN
ANAK SEJUTA BINTANG
DALAM
NOVEL
Dengan ini kami mohon agar naskah skripsi tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 29 Agustus 2015
Pembimbing
Maslikhah, S.Ag., M.Si
NIP.19700529200003 2001
iii
SKRIPSI
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
DISUSUN OLEH
NUR HIDAYAH
NIM 11111217
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI),Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar S.Pd.I
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
:M. Gufron, M.Ag.
Sekretaris Penguji
:Maslikhah, S.Ag., M.Si
Penguji I
:Drs. H. Mubasirun, M.Ag
Penguji II
: Dra. Nurhasanah, M.Pd
Salatiga, 29 Agustus 2015
Dekan FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP.19670121 199903 1 002
iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN SALATIGA)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 telp.(0298)323706, 323433 Faks.323433 Salatiga
50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Nur Hidayah
NIM
: 111 11 217
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: PAI
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Salatiga, 29 Agustus 2015
Yang membuat pernyataan
Nur Hidayah
NIM. 111 11 217
v
PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tuaku Nur Kholis dan Sutina tercinta yang selalu memberi kasih
sayang, perhatian dan selalu mendo’akanku, doaku semoga diberikan panjang
umur dan kebahagiaan.
2. Adikku Mohandis Tabtila dan Tsaqila Mawazinuha tersayang yang selalu
membuatku semangat dalam mengerjakan skripsiku, doaku semoga tambah
pinter dan berbakti kepada kedua orang tua.
3. Kakek nenekku Ghufron dan Siti Khotijah yang selalu menyemangati dan
selalu mendo’akanku, semoga diberikan panjang umur dan kebahagiaan.
vi
MOTTO
y7 R̄Î)ur4’n?yès9@, è=äz 5O ŠÏà tã ÇÍÈ
Artinya:
“dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
( Q.S Al-Qalam ayat 4)
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan
petunjuk kepada kita sekalian untuk mengenal kebenaran dan mengikutinya
agar terhindar dari cela dan siksa di dunia dan di akhirat.Shalawat dan salam
kita curahkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikut beliau hingga akhir zaman. Dengan limpahan rahmatNya penulis telah mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul“Konsep
pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam”.
Selanjutnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga,Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan ilmu Keguruan IAIN Salatiga,Suwardi,
M.Pd.
3. Kajur PAI IAIN Salatiga, Hj.Siti Rukhayati, M.Ag.
4. Dosen Pembimbing skripsi,Maslikhah, S.Ag., M.Si. atas segala ilmu, waktu,
tenaga dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Dosen Pembimbing Akademik, Mufiq, S.Ag, M.Phil. atas perhatian dan
bimbingan yang telah diberikan.
6. Segenap dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu
dan motivasinya serta pelayanan kepada penulis.
7. Teman-temanku seperjuangan PAI F 2011 yang telah berjuang bersamasama
8. Sahabat-sahabatku tersayang, Sinta Widya, Miftachul, Zulaikhah, Yuanita,
Cahyo, dan Saiful yang selalu menemani dalam mengerjakan skripsiku.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
viii
Teriring doa semoga amal dan budi baik semua yang telah diberikan
kepada penulis menjadi catatan amal baik di sisi Allah Swt. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya.
Salatiga, 29 Agustus 2015
Peneliti
Nur Hidayah
NIM 11111217
ix
ABSTRAK
Hidayah,
Nur.
2015.
11111217.
KonsepPendidikan
Karakterdalam
Perspektif Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pendidikan Islam
Pendidikan karakter merupakan suatu penanaman nilai-nilai yang baik
kepada peserta didik agar menjadi manusia yang seutuhnya (yaitu menjadi
insan kamil). Pendidikan karakter dianggap memiliki otoritas untuk
memperbaiki moral bangsa Indonesia melalui jalur pendidikan. Pendidikan
karakter menggugah dunia pendidikan untuk membentuk dan memperbaiki
moral-moral anak bangsa yang semakin merosot.Nilai-nilaitersebut diantaranya
adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta
tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Sedangkan pendidikan
Islam adalah pembentukan karakter peserta didik untuk menjadikannya
manusia yang berakhlak mulia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
konseppendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam dan
implikasinya.
Skripsi ini menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang
dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam
informasi kepustakaan (buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain
sebagainya.Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian
ini adalah literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian
dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan konsep-konsep
dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan dengan pendidkan karakter
dan pendidikan Islam. Setelah buku-buku terkumpul kemudian peneliti
menelaah secara sistematis buku-buku yang berhubungan dengan yang akan
diteliti, dari situ peneliti dapat bahan atau informasi untuk pembuatan skripsi
Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam adalah
Pendidikan karakter berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah memiliki
kesamaan dengan yang diajarkan Pendidian Islam dalam hal tujuan maupun
metode-metode yang digunakan. Tujuan adalah membentuk karakter peserta
didik menjadi manusia yang berakhlak mulia, sedangkan metode yang
digunakan dalam pembelajarannya adalah metode dialog, metode cerita,
metode perumpamaan, metode keteladanan, metode nasihat, metode
pembiasaan dan metode janji dan ancaman.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN BERLOGO...............................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................vi
HALAMAN MOTTO..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR...................................................................................viii
ABSTRAK......................................................................................................x
DAFTAR ISI...................................................................................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1.
B. Rumusan Masalah............................................................................. 5.
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5.
D. Kegunaan Penelitian......................................................................... 6.
E. Metode Penelitian............................................................................ 6.
F. Penegasan Istilah.............................................................................. 8.
G. Sistematika Penelitian.....................................................................10.
BAB II PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pendidikan Karakter......................................................................12.
B. Landasan Pendidikan Karakter......................................................15.
C. Tujuan Pendidikan Karakter.......................................................... 18.
D. Dimensi Pendidikan Karakter........................................................19.
xi
E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter............................................ 23.
F. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter..............................................25.
G. Nilai-nilai Pendidikan Karakter..................................................... 26.
H. UrgensiPendidikanKarakter.........................................................37.
I. Pengembangan Karakter sebagai Proses Pendidikan....................40.
J. Realitas Pendidikan Karakter........................................................ 43.
BAB III PENDIDIKAN ISLAM
A. Definisi Pendidikan Islam.............................................................. 46.
B. Dasar Pendidikan Islam..................................................................47.
C. Tujuan Pendidikan Islam................................................................ 50.
D. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam................................................... 56.
E. Fungsi Pendidikan Islam............................................................... 58.
F. Metode-metode Pendidikan Islam................................................. 59.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan Karakter........................................................
64.
B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan
Islam.............................................................................................. 73.
C. Implikasi Konsep Pendidikan Karakter terhadap prosesPendidikan
Islam..............................................................................................77.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 80.
B. Saran-saran................................................................................... 82.
xii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang,
terutama untuk anak yang masih kecil. Anaklah yang akan menjadi generasi
penerus bagi keluarga, teman, dan bangsa. Pendidikan adalah usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat
dimasyarakat dan bangsa. Undang-undang RI No 20 (2003: 2) menyebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan juga merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti
(karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiganya tidak boleh
dipisahkan, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik terutama
pada akhlaknya. Anak yang masih kecil perlu adanya penekanan pada
pendidikan karakter, karena pendidikan karakter merupakan hal penting untuk
menanamkan nilai-nilai perilaku (karakter). Pendidikan karakter pada anak
meliputi pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhannya, dirinya,
sesama manusia, maupun lingkungannya.
1
Pendidikan karakter dianggap memiliki otoritas untuk memperbaiki
moral bangsa Indonesia melalui jalur pendidikan. Degradasi moral menggugah
dunia pendidikan untuk merumuskan tentang konsep pendidikan karakter,
berupa 18 nilai karakter yang akan diajarkan kepada peserta didik. Konsep
pendidikan karakter tersebut, bertujuan untuk membentuk dan memperbaiki
karakter peserta didik yang semakin merosot.
Kemendiknas (2010), menyebutkan bahwa karakter adalah watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi sebagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan
untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Sementara pendidikan
karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa
pada diri peserta didik, sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, sebagai anggota
masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Samani (2013: 45) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai proses
pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya
yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta
didik
untuk
memberikan
keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kabaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
2
Zuchdi (2009: 10) mengemukakan pendapat bahwa pendidikan
karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan
sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal baik sehingga peserta
didik menjadi paham tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan
nilai yang baik dan biasa melakukannya
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam secara teoretik sebenarnya
telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi
Muhammad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter)
manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak
hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga
akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh merupakan model karakter
seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi
Muhammad Saw, yang dimiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah
(STAF).
Pendidikan Islam dalam semua aspek kebaikan bersumber dari Allah
Swt, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadis Nabi). Al-Qur’an adalah sumber
utama referensi agama Islam dalam menentukan berbagai hukum. Surat AlBaqoroh ayat (1-2) disebutkan:
ÇËÈ z̀ ŠÉ)­FßJ ù=Ïj9 “ W‰ èd ¡Ïm‹Ïù ¡|= ÷ƒu‘ Ÿw Ü= »tGÅ6 ø9$#y7 Ï9ºsŒ ÇÊÈ $O !9#
Artinya:
“Alif laam miin,Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa ”.
3
Islam menyebutkan orang baik dan berperilaku positif itu adalah
mereka orang-orang yang bertaqwa yang tidak meragukan Al-Qur’an. Allah
Swt juga menyebutkan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang yang
bertaqwa yang pada dasarnya adalah mereka yang mempunyai karakter dan
bertujuan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya.
Penggagas pendidikan karakter yang sudah ada sejak zaman dahulu
adalah Nabi Muhammad Saw, yang merupakan teladan bagi umat manusia.
Tidak ada satu orang pun di dunia yang berkarakter Semulia Nabi Muhammad
Saw. Karakter-karakter yang bisa di contoh dari beliau adalah sifatnya yang
Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (STAF). Sifat-sifat Nabi Muhammad Saw,
mendorong nilai-nilai karakter tertuang dalam pengembangan budaya dan
karakter bangsa
disusun Kemendiknas tahun 2010 yang dapat diterapkan
dalam dunia pendidikan.
Kementrian pendidikan nasional (Kemendiknas) telah merumuskan 18
(Delapan Belas) nilai pendidikan karakter yang akan ditanamkan dalam diri
peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Nilai-nilai ini
berbeda dengan kementerian. Kementerian Agama melalui Direktoral Jendral
Pendidikan Islam mencanangkan nilai karakter dengan merujuk pada Nabi
Muhammad Saw sebagai tokoh agung yang berkarakter unggul. 18 (Delapan
Belas) nilai pendidikan karakter
tersebut menurut kemendiknas (2010)
meliputi perilaku religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta
tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
4
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai karakter yang
dicanangkan Kemendiknas dalam upaya membangun karakter bangsa melalui
pendidikan di sekolah, agar dapat di implementasikan untuk menjadikan
penerus bangsa yang berkarakter baik, selalu mengetahui kebaikan, mencintai
kebaikan dan melakukan kebaikan dalam kehidupannya.
Ketertarikan peneliti dalam mengkaji dan memahami ajaran Islam
secara mendalam menginspirasi peneliti untuk menuangkan ide dan kajian
pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam. Berdasarkan latar
belakang
tersebut,
PENDIDIKAN
perlu
KARAKTER
dilakukan
penelitian
DALAM
tentang,
PERSPEKTIF
“KONSEP
PENDIDIKAN
ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam?
3. Bagaimana implikasi konsep
pendidikan karakter terhadap proses
pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang:
1. Konsep pendidikan karakter;
2. Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam;
3. Implikasi konsep pendidikan karakter terhadap proses pendidikan Islam.
5
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis
Menambah khasanah dunia pustaka tentang tentang konsep
pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam.
2. Manfaat Praktis
Mendorong terutama pembaca, pendidik agar lebih mendalami
konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode library research, yaitu penelitian
yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat
beragam informasi kepustakaan (buku, jurnal ilmiah, koran, majalah,
dokumen) dan lain sebagainya.
2. Sumber Data
Sumber data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan yakni literatur baik buku, jurnal, majalah, koran ataupun karya
tulis lainnya yang berhubungan dengan pendidikan karakter dalam
perspektif pendidikan Islam.
3. Prosedur Pengumpulan data
Penelitian ini bersifat literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini
menggunakan kajian dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-
6
teori dan konsep-konsep dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan
dengan pendidkan karakter dan pendidikan Islam.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data yang telah terkumpul digunakan beberapa
metode, yaitu metode deduktif, metode induktif dan metode komparatif,
berikut penjelasannya:
a. Metode Deduktif
Metode
deduktif
digunakan
untuk
menganalisis
suatu
permasalahan yang berasal dari generalisasi yang bersifat umum
kemudian ditarik pada fakta yang bersifat khusus atau yang konkret
terjadi (Anton, 1984: 56). Konsep pendidikan karakter yang bersifat
umum direalisasikan dalam konsepnya bersifat khusus, yaitu berupa pilar
pendidikan karakter, metode, tujuan, prinsip-prinsip dan lain-lain.
b. Metode Induktif
Metode
induktif
digunakan
untuk
menganalisis
tentang
permasalahan yang akan diteliti yaitu analisi yang bersifat khusus,
kemudian diarahkan pada penarikan kesimpulan yang bersifat umum
(Arifin, 1986: 41). Konsep yang sudah ada diformulasikan ke dalam
konsep pendidikan karakter.
c. Metode Komparatif
Metode komparatif yaitu memahami dalam suatu perbandingan
dengan latar belakang atau pemahaman umum yang memberikan
kedudukan kepadanya dalam seluruh skala visi tentang kenyataan. Dalam
7
hal ini komparatif itu dapat diadakan diantara tokoh, atau naskah dan
perbandingan yang dapat dilakukan antara dua pribadi atau orang banyak
(Anton, 1990: 50).
Metode komparatif juga bisa disebut dengan membandingkan
beberapa pendapat para ahli, mengulas, kemudian menarik kesimpulan
dari pendapat-pendapat yang dikutip tersebut. Konsep pendidikan
karakter secara umum akan dianalisis perbandingannya dalam konsep
pendidikan Islam.
F. Penegasan Istilah
Agar penelitian terarah dan tidak terlalu jauh menyimpang dari tujuan
yang diharapkan maka perlu adanya penjelasan definisi istilah berikut:
1. Pendidikan Karakter
Samani (2013: 45) mendefinisikan pendidikan karakter adalah proses
pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya
yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kabaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati
Pendidikan karakter juga bisa di artikan sebagai upaya yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter baik (good
8
character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara
objektif baik bagi individu maupun masyarakat (Saptono, 2011: 23).
Wibowo (2012: 35) mengemukakan pendidikan karakter sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada diri
peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan maupun bangsa sehingga menjadi insan kamil (Narwanti, 2011:
14).
Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah penanaman nilainilai karakter yang dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki karakter
baik, untuk dirinya, keluarga, teman dan bangsa.
2. Pendidikan Islam
Daulay (2012: 3)
mendefinisikan pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim seutuhnya,
mengembangkan seluru potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah
maupun rohmaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap
pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta.
9
Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan
manusia dalam semua aspeknya, baik spiritual, intelektual, imajinasi,
jasmaniah dan ilmiah yang baik secara individual maupun kolektif menuju
ke arah pencapaian kesempurnaan hidup sesuai dengan ajaran Islam (Yasin,
2008: 24).
Pendidikan Islam menurut Achmadi (1987: 10) adalah segala usaha
untuk mengembangkan fitrah manusia dan sumber daya insani menuju
terbentuknya insan kamil sesuai dengan norma Islam. Insan kamil ialah “
MUTTAQIN ” yang terefleksikan dalam perilaku baik dalam hubungannya
dengan Tuhan, dengan sesama maupun dengan alam sekitarnya.
Pendidikan Islam dalam penelitian ini adalah usaha yang lebih
khusus diterapkan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber
daya insani agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN memuat tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian,
penegasan istilah dan sistematika penulisan.
BAB 11 PENDIDIKAN KARAKTER memuat tentang kajian pustaka
yang menjelaskan tentang pendidikan karakter.
BAB III PENDIDIKAN ISLAM memuat tentang pendidikan Islam.
10
BAB IV PEMBAHASAN memuat tentang konsep pendidikan karakter
dalam perspektif pendidikan Islam dan implikasinya terhadap proses
pendidikan Islam.
BAB V PENUTUP memuat tentang kesimpulan dan saran. Bagian
akhir berisi tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran serta riwayat hidup
penulis.
11
BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
a. Secara Bahasa
Secara etimologi, pendidikan dalam bahasa inggris (education).
Kata bahasa inggris (education) berasal dari bahasa latin, yaitu ducare,
yang berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin”. Pendidikan
berasal dari bahasa yunani yaitu paedagogi, terdiri dari dua kata “paid”
artinya anak dan “agogos” yang artinya membimbing. Pedagogi dapat
diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar (Andre, 2013: 1).
Secara etimologi, kata karakter (inggris: character) berasal dari
bahasa yunani, eharassein yang berarti “to engrave” dapat diterjemahkan
menjadi mengukir, melukis, memahatkan atau menggoreskan (Suyadi,
2013: 5). Karakter berasal dari bahasa yunani kharakter yang berakar
dari diksi ‘kharassein’ yang berarti memahat atu mengukir (to inscribe/to
engrave), sedangkan dalam bahasa latin karakter bermakna membedakan
tanda. Dalam bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifatsifat kejiwaan/tabiat/watak (Narwanti, 2011: 1).
Karakter berbeda dengan moral dan akhlak, Moral adalah suatu
tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu yang didasarkan kepada
pengertiannya mengenai baik buruk. Morallah sebenarnya yang
membedakan
manusia
daripada
12
makhluk
Tuhan
lainnya
dan
menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajatdi atas mereka.
Sedangkan akhlak adalah kebiasaan atau kehendak, akhlak juga bisa
disebut menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan
langsung berturut-turut (Amin: 1983: 62).
b. Secara Istilah
Zubaedi, (2012: 8) mendefinisikan karakter adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah kepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat dan berwatak.
Wynne dalam Mulyasa (2011: 3) mengemukakan bahwa karakter
berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan
memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam
tindakan nyata atau perilaku sehari-hari.
Karakter adalah sesuatu hal yang unik hanya ada pada individual
ataupun pada suatu kelompok, bangsa. Karakter itu adalah landasan dari
kesadaran budaya, kecerdasan budaya merupakan pula perekat budaya.
Sedangkan core Values digali dan dikembangkan dari budaya masyarakat
itu sendiri (Narwanti, 2011: 27), berbeda dengan Muslich (2011: 75)
yang memaparkan untuk dapat memahami pendidikan karakter perlu
mengetahui struktur antropologis yang ada dalam diri manusia, yaitu atas
jasad, ruh dan akal.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam proses
pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang
13
menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu,
sehat dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No. 20 Tahun 2003).
Pendidikan karakter dalam hal ini merupakan proses berkelanjutan dan
tak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan
perbaikan
kualitas
yang
kesinambungan
(continuous
quality
improvement), yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia masa
depan dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa (Mulyasa, 2011: 1).
Gaffar dalam Kesuma (2011: 5) menyebutkan bahwa pendidikan karakter
adalah
sebuah
proses
transformasi
nilai-nilai
kehidupan
untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi
satu dalam perilaku kehidupan orang itu.
Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga
memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya dan dapat
menghasilkan sosok manusia yang berkualitas dan memiliki masa depan.
2. Pendidikan Karakter sebagai Fondasi Penting dalam Dunia Pendidikan
Pakar, filsuf dan orang bijak mengatakan bahwa faktor moral
(akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar dapat
membangun sebuah masyarakat yang maju, tertib, aman dan sejahtera. Salah
satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan guru
adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak.
Wiyani (2013: 32) menyebutkan nilai-nilai moral yang ditanamkan
akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting
14
terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera, untuk
membentuk
karakter
mutlak
diperlukan
landasan
penyelenggaraan
pendidikan karakter.
B. Landasan Pendidikan Karakter
Landasan pendidikan karakter, di antaranya adalah landasan filsafat
manusia, landasan filsafat pancasila, landasan filsafat pendidikan, landasan
filsafat religius, landasan filsafat sosiologis, landasan filsafat psikologis dan
landasan filsafat teoritik pendidikan karakter (Wiyani, 2013: 32) sebagai
berikut:
1. Landasan Filsafat Manusia
Landasan filsafat manusia secara filosofis, manusia diciptakan oleh
Allah Swt dalam keadaan “belum selesai” mereka dilahirkan dalam keadaan
belum jadi. Manusia ketika dilahirkan berwujud anak manusia belum tentu
dalam proses perkembangannya menjadi manusia yang sesungguhnya.
Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan
bantuan beberapa pihak agar menjadi manusia yang sesungguhnya, yaitu
insan kamil.
2. Landasan Filsafat Pancasila
Landasan filsafat pancasila menyebutkan manusia yang ideal adalah
manusia Pancasilais, yaitu menghargai nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Nilai-nilai Pancasila tersebut
yang seharusnya menjadi core value dalam pendidikan karakter di negeri
ini.
15
3. Landasan Filsafat Pendidikan
Landasan filsafat pendidikan menyatakan bahwa pendidikan pada
dasarnya bertujuan mengembangkan kepribadian utuh dan mencetak warga
negara yang baik. Seseorang yang kepribadian utuh digambarkan dengan
terinternalisasikannya nilai-nilai dari berbagai dunia makna (nilai), yaitu
simbolik (ritual keagamaan dan matematika), empirik (Ilmu pengetahuan
alam dan sosial), estetik (Kesenian), etik (pendidikan moral, budi pekerti,
adab dan akhlak), sinoptik (pendidikan agama, sejarah dan filsafat) dan
sinnoetik (pengalaman personal). Nilai-nilai tersebut menjadikan seseorang
berkarakter baik.
4. Landasan Religius
Landasan religius menjelaskan bahwa manusia adalah ciptaan Allah
Swt, dalam agama dan sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia,
manusia baik adalah manusia yang secara jasmani dan ruhani sehat dan
dapat melaksanakan berbagai aktivitas hidup yang berkaitan dengan
peribadatannya kepada Allah Swt. Manusia yang baik adalah manusia yang
bertakwa dengan menghambakan diri kepada Allah Swt dengan jalan patuh
terhadap ajaran-ajaran-Nya, dan manusia yang baik adalah manusia yang
menjadi pemimpin diri, keluarga dan masyarakat yang dapat dipercaya atas
dasar jujur, amanah, disiplin, kerja keras, ulet dan bertanggung jawab.
Manusia yang baik adalah manusia yang manusiawi dalam arti
bersifat/berkarakter sebagai manusia yang mempunyai sifat-sifat cinta kasih
16
terhadap sesama, kepedulian yang tinggi terhadap penderitaan orang lain,
berlaku baik terhadap sesama manusia dan bermartabat.
5. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis menjelaskan secara sosiologis, manusia
Indonesia hidup dalam masyarakat heterogen yang terus berkembang.
Manusia berada di tengah-tengah masyarakat dengan suku, etnis, agama,
golongan, status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia
juga hidup berdampingan dan bergaul dengan bangsa-bangsa lain. Upaya
mengembangkan karakter saling menghargai dan toleran pada aneka ragam
perbedaan menjadi sangat mendasar.
6. Landasan Psikologis
Landasan psikologis menjelaskan dari sisi psikologis, karakter dapat
dideskripsikan dari dimensi-dimensi intrapersonal, interpersonal dan
interaktif. Dimensi intrapersonal terfokus pada kemampuan atau upaya
manusia untuk memahami diri sendiri. Dimensi interpersonal secara umum
dibangun atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, sedangkan
secara khusus merupakan kemampuan mengenali perbedaan dalam suasana
hati, temperamen, motivasi dan kehendak. Dimensi interaktif adalah
kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial dengan sesama secara
bermakna.
7. Landasan Teoritik Pendidikan Karakter
Landasan teoritik pendidikan karakter menyebutkan teori-teori yang
berorientasi behavioristik yang menyatakan bahwa “perilaku seseorang
17
sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal, yang mana perubahan perilaku
tersebut bersifat mekanistik”. Deskripsi landasan pendidikan karakter dapat
disimpulkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya merupakan proses
menghadirkan nilai-nilai dari berbagai dunia nilai (simbolik, empirik, etik,
estetik, etik, sinnoetik dan sinoptik) pada diri peserta didik sehingga dengan
nilai-nilai tersebut akan mengarahkan, mengendalikan dan mengembangkan
kepribadian secara utuh yang terwujud dengan ciri pribadi dengan karakter
baik.
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Mulyasa (2011: 9) menjelaskan pendidikan karakter pada tingkat satuan
pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilainilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbolsimbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah/madrasah dan masyarakat
sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri khas, karakter atau watak
dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata masyarakat luas.
Zubaedi (2012: 18) berpendapat bahwa pendidikan karakter secara
perinci memiliki lima tujuan, yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia
dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa;
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa;
18
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif dan berwawasan kebangsaan;
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan dan dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Wiyani (2013: 70) mengemukakan tujuan pendidikan karakter adalah
menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting
dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik yang khas
sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan, mengoreksi perilaku peserta didik
yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah dan
membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab karakter bersama.
Tujuan
pendidikan
karakter
dalam
penelitian
ini
adalah
mengembangkan sikap peserta didik agar memiliki perilaku terpuji, sifat
mandiri, kreatif, rasa tanggung jawab dan jiwa kepemimpinan serta
menciptakan lingkungan yang bersahabat di sekolah.
D. Dimensi Pendidikan Karakter
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau
perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut
perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang
berhubungan dengan aspek psikologi. Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari
luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses
19
perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau
sebaliknya.
Karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa
diubah atau dibentuk. Karakter manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat
yang lain sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses
interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi
lingkungannya, sosial budaya, pendidikan, dan alam.
Karakter atau kualitas diri seseorang tidak berkembang dengan
sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh
faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Seorang anak adalah
gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa di mana kebajikan
berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan kata lain, bila dasar-dasar
kebajikan gagal ditanamkan pada anak di usia dini, maka dia akan menjadi
orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan. Usia dua tahun
pertama adalah masa kritis bagi pembentukan pola penyesuaian dan sosial.
Pendidikan karakter sendiri mengemban misi untuk mengembangkan
watak-watak dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Penghargaan
(respect) dan tanggung jawab (responsibility) merupakan dua nilai moral
pokok yang harus diajarkan. Nilai moral yang lainnya adalah kejujuran,
keadilan, toleransi, kebijaksanaan, kedisiplinan diri, suka menolong, rasa
kasihan, kerja sama dan keteguhan hati.
Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar
karakter dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan
20
pilar karakter dasar ini, antara lain: Cinta kepada Allah dan semesta beserta
isinya, tanggung jawab,disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih
sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik, dan rendah hati dan toleransi,
cinta damai dan persatuan.
Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau
kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi
atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Pendidikan karakter pada
dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup
atau ideologi bangsa indonesia, agama, budaya dan nilai-nilai yang terumuskan
dalam tujuan pendidikan nasional.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia
diidentifikasi berasal dari empat sumber yaitu agama, pancasila, budaya dan
tujuan pendidikan nasional (Zubaedi: 2011: 72), berikut penjelasannya:
1. Agama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama. Oleh
karena itu, kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada
ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan
pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Karenanya, nilai-nilai
pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang
berasal dari agama.
21
2. Pancasila
Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila
terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan
politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi
warga negara yang baik yaitu negara yang memiliki kemampuan, kemauan,
dan menerapkan niali-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga
negara.
3. Budaya
Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang
hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota
masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa
4. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional dalam UU RI Nomer 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya
22
pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “ Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional menurut Zubaedi (2011: 74) sebagai
rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,
dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan
jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang
harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
nasional adalah sumber yang paling operasional dalam mengembangkan
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter
Fathurrohman (2013: 124) mengemukakan beberapa batasan atau
deskripsi nilai-niali pendidikan karakter antara lain:
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Allah Swt, meliputi Pikiran,
perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya;
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, meliputi sikap jujur,
bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri,
berjiwa wirausaha, berpikir logis, mandiri, dan cinta ilmu;
23
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, meliputi:
a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain yaitu sikap tahu dan
mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan
orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain;
b. Patuh pada aturan-aturan sosial;
c. Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan
masyarakat dan kepentingan umum;
d. Menghargai karya dan prestasi orang lain yaitu sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain;
e. Santun yaitu sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa
maupun tata perilakunya ke semua orang;
f. Demokratis yaitu cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, meliputi sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan;
5. Nilai kebangsaan, meliputi cara berpikir, bertindak dan wawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
24
Pendidikan karakter akan mendorong lahirnya anak-anak yang baik.
Anak yang memiliki karakter yang baik, akan tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pendidikan
karakter
yang
efektif,
ditemukan
dalam
lingkungan
sekolah
yang
memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk
mencapai tujuan yang sangat penting.
F. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dilaksanakan tidak semudah yang dibayangkan.
Lebih-lebih pada dunia pendidikan di sekolah, perlu adanya persiapanpersiapan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta dibutuhkan
pendidik-pendidik yang berkompeten, profesional dan berkepribadian baik.
Pendidikan karakter secara maksimal ada beberapa prinsip yaitu a)
berkelanjutan, bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan
proses yang tiada henti, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai
dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun ke masyarakat, b) melalui
semua mata pelajaran yaitu
pengembangan diri dan budaya sekolah serta
muatan lokal, c) nilai-nilai yang tidak diajarkan tetapi dikembangkan dan
dilaksanakan, hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan kemampuan, baik
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dan d) proses pendidikan peserta didik
dengan aktif dan menyenangkan.
Koesoema(2011: 145) berpandangan bahwa prinsip pendidikan karakter
adalah:
25
1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu
katakan atau kamu yakini;
2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam
apa dirimu;
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan
dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus
membayarnya secara mahal disebabkan mengandung resiko;
4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain
sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik
bagi mereka;
5. Bayaran bagi mereka yang mempunyai karakter baik adalah kamu menjadi
pribadi yang lebih baik. Ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih
baik untuk dihuni.
G. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dapat teridentifikasi sejumlah nilai Zubaedi (2011:
74) yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab berikut penjelasannya:
1. Religius
Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius juga bisa
26
diartikan sebagai nilai karakter dalam hubungannya dengan Allah Swt.
Menunjukkan bahwa pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran
agamanya.
Mustari (2011: 2) mengemukakan manusia religius berkeyakinan
bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah merupakan bukti yang
jelas terhadap adanya Tuhan. Narwanti, (2011: 64) menuliskan tentang
unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam mengukuhkan keyakinan
bahwa ada Maha Pencipta dan Pengatur, dengan indikator pencapaian
pembelajaran meliputi beberapa hal yaitu: Beraqidah lurus, beribadah yang
benar, berdo’a sebelum mulai dan sesudah selesai pembelajaran, mengikuti
materi pembelajaran dengan kekuasaan Allah Swt, melaksanakan shalat
dhuha, melaksanakan shalat zhuhur secara berjamaah, melaksanakan shalat
ashar secara berjamaah, dan Tahfiz Al-Qur’an min 1 juz (Program Tahfiz:
setoran hafalan 1 juz ayat Al-Qur’an dan Program penunjang: Tilawah AlQur’an/ tahfiz sesudah shalat dzuhur berjamaah selama 5 menit).
2. Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan
dan pekerjaan.
Suyadi (2013 :8) mengemukakan bahwa jujur diartikan
sebagai
dan perilaku
sikap
yang mencerminkan kesatuan
antara
pengetahuan, perkataan dan perbuatan mengetahui yang benar, mengatakan
27
yang benar dan melakukan yang benar, sehingga menjadikan orang yang
bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
Mustari (2011: 15) mengemukakan jujur merujuk pada suatu
karakter moral yang mempunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti
integritas, penuh kebenaran dan lurus sekaligus tiadanya bohong, curang
ataupun mencuri. Narwanti (2011: 65) menuliskan dengan indikator
pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini:
a. Membuat laporan hasil percobaan sesuai dengan data yang diperoleh;
b. Tidak pernah menyontek dalam ulangan;
c. Tidak pernah berbohong dalam berbicara;
d. Mengakui kesalahan;
e. Terbuka dalam memberi penilaian kepada peserta didik.
3. Toleransi
Toleransi dalam pandangan Fathurrohman (2013: 19) adalah sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Toleransi diartikan
sebagai sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap
perbedaan terhadap agama, aliran kepercayaan, suku adat, bahasa, ras, etnis,
pendapat dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan
terbuka, serat dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. Narwanti
(2011: 65) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi
beberapa hal dibawah ini:
28
a. Pelayanan yang sama terhadap peserta didik tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, status sosial dan status ekonomi;
b. Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus;
c. Bekerja dalam kelompok dengan teman-teman yang berbeda jenis
kelamin, agama, suku dan tingkat kemampuan;
d. Tidak memaksakan pendapat atau kehendak kepada orang lain;
e. Hormat menghormati;
f. Raso jo pareso (Raso berarti rasa atau perasaan manusia). Raso dapat
berbentuk malu, takut, senang atau bahagia. Ukuran raso didasarkan
pada nilai budi yang dimiliki manusia;
g. Basa basi;
h. Sopan santun;
i. Manyauk dihikie bakato dibawah-bawah (Hati-hati tidak boleh tinggi hati
atau berbicara tinggi.
4. Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan. Mustari (2011: 42) mengemukakan
bahwa disiplin merujuk pada intruksi sistematis yang diberikan kepada
murid (disciple). Untuk mendisiplinkan berarti menginstruksikan orang
untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-aturan tertentu. Biasanya
kata “disiplin” berkonotasi negatif, karena untuk melangsungkan tatanan
dilakukan melalui hukuman. Disiplin dalam arti lain berarti suatu ilmu
tertentu yang diberikan kepada murid. Narwanti (2011: 66) menuliskan
29
dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa hal yaitu:
Hadir tepat waktu, mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran, mengikuti
prosedur kegiatan pembelajaran dan menyelesaikan tugas tepat waktu.
5. Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan
tugas
dengan
sebaik-baiknya.
Mustari
(2011:
52)
mengemukakan bahwa kerja keras yang mesti dilakukan adalah hal-hal yang
baik-baik, memperhatikan supaya segala urusannya dapat berbuah lezat dan
dapat dirasakan manfaatnya, baik usaha itu tertuju pada bidang pelajaran
ataupun pekerjaan. Kepentingannya agar apa-apa yang diusahakan itu tidak
mudah roboh dan hancur, tidak mudah rusak dan punah, dihindarkan dari
rasa mempermudah pekerjaan, sehingga menyebabkan mudah binasa dan
terbengkalai. Nurwanti (2011: 66) menuliskan dengan indikator pencapaian
pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini:
a. Berupaya dengan gigih untuk menciptakan semangat kompetisi yang
sehat;
b. Substansi pembelajaran menantang peserta didik untuk berpikir keras;
c. Menyelesaikan semua tugas yang diberikan oleh guru;
d. Berupaya mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi.
6. Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Suyadi (2013: 8)
30
mengemukakan kreatif sebagai sikap dan perilaku yang mencerminkan
inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu
menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari
sebelumnya. Narwanti (2011: 66) menuliskan dengan indikator pencapaian
pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini:
a. Menciptakan situasi belajar yang mendorong munculnya kreativitas
peserta didik;
b. Memberi tugas yang menantang munculnya kreativitas peserta didik
(tugas projek, karya ilmiah, dsb);
c. Menghasilkan suatu karya baru, baik otentik maupun modifikasi.
7. Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Mustari (2011: 94)
mengemukakan
orang
mandiri
adalah
orang
yang
cukup-diri
(self_sufficient), yaitu orang yang mampu berpikir dan berfungsi secara
independen, tidak perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko dan bisa
memecahkan masalah, bukan hanya khawatir tentang masalah-masalah yang
dihadapinya. Orang seperti itu akan percaya pada keputusannya sendiri,
jarang membutuhkan orang lain untuk menerima pendapat atau bimbingan
orang lain. orang yang mandiri dapat menguasai kehidupannya sendiri dan
dapat menangani apa saja dari kehidupan yang ia hadapi. Narwanti (2011:
66) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi
beberapa hal dibawah ini:
31
a. Dalam ulangan tidak mengharapkan bantuan kepada orang lain;
b. Penyelesaian tugas-tugas yang harus dikerjakan secara mandiri;
c. Mempresentasi hasil pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan;
d. Memotivasi peserta didik untuk menumbuhkan rasa percaya diri.
8. Demokratis
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Narwanti (2011:
67) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi
beberapa hal dibawah ini:
a. Pembelajaran yang dialogis dan interaktif;
b. Keterlibatan semua peserta didik secara aktif selama pembelajaran;
c. Menghargai setiap pendapat peserta didik.
9. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan didengar. Mustari (2011: 104) mengemukakan
kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku
mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. Rasa
ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang. Istilah itu juga
dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang disebabkan
oleh emosi ingin tahu. Karena emosi ini mewakili kehendak untuk
mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu bisa diibaratkan “bensin” atas
“kendaraan” ilmu dan disiplin lain dalam studi yang dilakukan oleh
32
manusia. Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan indikator pencapaian
pembelajaran meliputi beberapa hal dibawah ini:
a. Penerapan dan elaborasi dalam pembelajaran;
b. Memanfaatkan media pembelajaran (cetak dan elektronik) yang
menumbuhkan keingintahuan;
c. Menumbuhkan keinginan untuk melakukan penelitian;
d. Berwawasan yang luas.
10. Semangat Kebangsaan
Semangat
kebangsaan
adalah
cara
berpikir,
bertindak
dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya. Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan
indikator pencapaian pembelajaran meliputi: Bekerjasama dengan teman
yang berbeda suku/etnis dan mengaitkan materi pelajaran dengan peristiwa
yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme.
11. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
Narwanti (2011: 67) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran
meliputi beberapa hal dibawah ini:
a. Menyanyikan lagu-lagu perjuangan;
b. Diskusi tentang kekayaan alam, budaya bangsa, peristiwa alam dan
perilaku menyimpang;
33
c. Menumbuhkan rasa mencintai produk dalam negeri dalam pembelajaran;
d. Menggunakan media dan alat-alat pembelajaran produk dalam negeri.
12. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Narwanti (2011: 68)
menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi beberapa
hal yaitu: Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menampilkan
ide, bakat dan kreasi, pujian kepada peserta didik yang telah menyelesaikan
tugas dengan baik, mengajukan ide cemerlang atau menghasilkan suatu
karya, dan trampil.
13. Bersahabat/Komunikatif
Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Narwanti
(2011: 68) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi
beberapa hal dibawah ini:
a. Pengaturan kelas memudahkan peserta didik berinteraksi;
b. Diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan;
c. Melakukan bimbingan kepada peserta didik yang memerlukan;
d. Mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan santun ;
e. Menyajikan hasil tugas secara lisan atau tertulis.
34
14. Cinta Damai
Cinta
damai
adalah
sikap,
perkataan
dan
tindakan
yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadirannya.
Narwanti (2011: 68) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran
meliputi beberapa hal yaitu: Tidak saling mengejek dan memburukburukkan orang lain, saling menjalin kerjasama dan tolong menolong dan
menciptakan suasana damai dilingkungan sekolah. Saiyo sakato / sahino
samalu (menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat
perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain.
Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada mufakat maka
keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak, karena tetap utuh dan
tetap satu
15. Gemar Membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Suyadi
(2013: 9) mengemukakan gemar membaca juga bisa diartikan sebagai
kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus
guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran dan
sebagainya sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. Narwanti (2011:
69) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi
beberapa hal dibawah ini:
a. Penugasan membaca buku pelajaran dan mencari referensi;
35
b. Peserta didik lebih mengutamakan membeli buku dibanding dengan yang
lainnya;
c. Peduli lingkungan;
d. Kebersihan ruang kelas terjaga;
e. Menyediakan tong sampah organik dan unorganik;
f. Hemat dalam penggunaan bahan praktik;
g. Penanganan limbah bahan kimia dari kegiatan praktik.
16. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah
kerusakan
pada
lingkungan
alam
di
sekitarnya,
dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Narwanti
(2011: 96) menuliskan dengan indikator pencapaian pembelajaran meliputi
beberapa hal dibawah ini:
a. Tanggap terhadap teman yang mengalami kesulitan;
b. Tanggap terhadap keadaan lingkungan;
c. Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak ba hambauan (kabar baik
dipanggil kabar buruk diusir). Seandainya memperoleh kabar baik maka
hendaknya disampaikan;
36
d. Barek samo dipikuo, ringan samo dijinjiang (berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing).
18. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa. Narwanti (2011: 69) menuliskan dengan indikator
pencapaian pembelajaran meliputi: selalu melaksanakan tugas sesuai dengan
aturan/kesepakatan dan bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang
dilakukan.
H. Urgensi Pendidikan Karakter
Persoalan karakter tidak dapat disangkal bahwa dalam kehidupan
manusia di muka bumi sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang akan
datang, merupakan persoalan yang besar dan penting, bisa dikatakan persoalan
hidup dan matinya suatu bangsa. Fakta-fakta sejarah telah cukup banyak
memperlihatkan kepada kita bukti bahwa kekuatan dan kebesaran suatu bangsa
pada hakikatnya berpangkal pada kekuatan karakternya, yang menjadi tulang
punggung bagi setiap bentuk kemajuan lahiriah bangsa tersebut.
Manusia mempunyai dua unsur pokok (yaitu jasmani dan rohani) dan
rohani itulah yang memegang “komando” terhadap jasmani. Rohani kita yang
mengatur apapun yang akan dilakukan. Maka dari itu usaha pendidikan
karakter sungguh sangat diperlukan, karena pendidikan karakter dapat
37
menahan kemerosotan karakter seseorang. Selain itu, pendidikan karakter juga
dapat meningkatkan mutu karakter generasi sekarang dan yang akan datang.
Pendidikan karakter tidak hanya membuat seorang anak mempunyai
akhlak mulia, akan tetapi juga dapat meningkatkan kualitas akademiknya.
Hubungan antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan
akademik dapat menumbuhkan suasana sekolah yang menyenangkan dan
proses belajar mengajar yang kondusif.
Fathurrohman (2013: 117) mengemukakan satu hal yang perlu
dikemukakan dalam kaitan pentingnya pendidikan karakter bagi anak didik
adalah pembinaan akhlak. Karena akhlak memegang peranan sangat penting
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Akhlak terpuji merupakan nilai ibadah
dan sekaligus merupakan tujuan yang sangat mendasar dalam hidup manusia
sehari-hari, berikut kaitannya dengan Akhlak antara lain:
1. Akhlak Adil
Adil adalah memberikan setiap hak kepada pemiliknya tanpa
memihak, membeda-bedakan di antara mereka atau bercampur tangan yang
diiringi hawa nafsu.
2. Akhlak Ihsan
Ihsan (berbuat baik) adalah ikhlas dalam beramal dan melakukan
amal itu sebaik-baiknya tanpa diiringi riya’ atau sum’ah (ingin kedengaran
orang lain dalam beramal). Sedangkan ihsan dalam pergaulan maksudnya
adalah bergaul yang baik dengan semua orang. Misal, a) dengan orang tua
yaitu mematuhi dan berbakti, tidak menyakiti, memohon ampun,
38
melaksanakan janji mereka, b) dengan saudara yaitu menyayangi,
melakukan hal-hal yang mereka sukai dan menjauhi yang tidak disukai
mereka, c) dengan orang diperjalanan yaitu membantu keperluannya,
menjaga kehormatan, d) dengan anak yatim, orang miskin, pembantu yaitu
hendaknya berbelas kasih, memperhatikan pendidikan mereka, menyayangi,
tidak menyakiti, tidak merendahkan dan tidak berlaku sombong kepada
mereka,
melindungi,
menghargai
kedudukannya,
menghormati
kepribadiannya.
3. Akhlak Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan akhlak terpuji yang melembutkan akhlak
tercela seseorang, berusaha menghilangkannya dan menyesali kesalahankesalahannya. Kasih sayang adalah kelembutan dalam hati yang
dihubungkan dengan rasa sakit ketika terasa oleh indra. Atau kasih sayang
adalah mendampingi teman di waktu duka atau suka. Meskipun kasih
sayang pada dasarnya kelembutan hati, tetapi sama sekali bukan sekedar
emosi diri yang berpengaruh ke luar (misal memaafkan orang yang bersalah,
membantu yang tertindas, memberi makan yang lapar, memberi pakaian,
memberi obat kepada yang sakit) tetapi justru mempunyai pengaruh
eksternal dan bentuk yang nyata yang terwujud di alam yang nyata. Kasih
sayang itu tidak terbatas kepada manusia saja, tetapi kepada seluruh alam,
misalnya binatang, tanaman, maupun benda-benda mati. Nabi Muhammad
Saw bersabda “Barang siapa yang tidak menyayangi yang di bumi, ia tidak
disayangi oleh yang di langit”.
39
4. Akhlak Malu
Malu merupakan akhlak yang paling menonjol dan yang paling
berperan dalam menjaga diri dari segala keburukan. Adapun faidah malau
adalah dapat mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan.
Dan malu tak akan menghambat seseorang untuk berkata benar, menyuruh
kebaikan dan melarang kemungkaran.
5. Akhlak jujur
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya lawan dari dusta. Nabi
Muhammad Saw bersabda “Jujur itu merupakan ketentraman”. Jujur
menjadi karakter yang perlu untuk mendapatkan perhatian yang memadai
pada proses pendidikan. Pentingnya pendidikan karakter dalam diri
seseorang, juga ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dari pendidikan
karakter, antara lain:
a. Peserta didik mampu mengatasi masalah pribadinya sendiri
b. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain
c. Dapat
memotivasi
peserta
didik
dalam
meningkatkan
prestasi
akademiknya
d. Meningkatkan suasana sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan
serta kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif.
I. Pengembangan Karakter sebagai Proses Pendidikan
1. Tahapan Pengembangan Karakter
Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi
menjadi empat tahapan : pertama, pada usia dini disebut sebagai tahap
40
pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja disebut sebagai tahap
pengembangan; ketiga, pada usia dewasa disebut sebagai tahap pemantapan;
keempat, pada usia tua disebut sebagai tahap pembijaksanaan
2. Domain Pendidikan Karakter
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
acting, menuju kebiasaan (habit). Karakter tidak sebatas pada pengetahuan.
Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu
mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya jika tidak terlatih untuk
melakukan kebaikan tersebut, karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter
lebih dalam lagi,menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan
demikaian, diperlukan komponen karakter yang baik (companents of good
character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral
feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan moral.
Hal ini diperlukan siswa didik agar mampu memahami, merasakan dan
mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Zubaedi, 2012: 110).
Muslich (2011: 133) mengemukakan bahwa moral knowing
merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Moral knowing ini terdiri dari
enam hal, yaitu: (1) moral awareness (kesadaran moral), (2) knowing moral
values (mengetahui nilai-nilai moral), (3) perspective taking, (4) moral
reasoning, (5) decision making dan (6) self knowledge. Moral feeling adalah
aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang merupakan
sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsipprinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus
41
mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yakni
(1) conscience (nurani), (2) self esteem ( percaya diri), (3) empathy (
merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the good (mencintai
kebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri) dan (6) humility
(kerendahan hati).
Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat
diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini
merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lain. untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act
morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi
(competence), keinginan (wiil) dan kebiasaan (habit) (Muslich, 2011: 134).
Ketiga aspek moral tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat
dan ketiganya saling bersinergi. Seorang anak harus diberikan pengetahuan
tentang moral karena tanpa adanya arahan dari orang tua, anak tidak akan
memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang moral yang dengannya anak
mengetahui hal-hal yang baik dan yang buruk. Penanaman perasaan moral
dan pelaksanaan atau tindakan moral harus ditanamkan sejak dini, karena
seorang anak yang sudah terlanjur dan terbiasa melakukan hal-hal buruk
atau negatif akan sulit sekali untuk menanamkan moral kembali, maka
sebelum hal itu terjadi alangkah baiknya dilakukan pencegahan sebelum
terjadi hal yang tidak diinginkan.
42
J. Realitas Pendidikan Karakter bagi Peserta Didik
Pendidikan karakter sekarang ini masih belum menunjukkan tandatanda kualitasnya dan pendidikan agama dianggap belum bisa memperkuat
moralitas anak. Selain itu pendidikan karakter juga belum dapat dilaksanakan
secara optimal, baik oleh pemerintah maupun pelaku pendidikan.
Secara umum, ada empat kelemahan yang menyebabkan pendidikan
karakter belum optimal yaitu sebagai berikut :
1. Guru belum memahami sepenuhnya bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai
karakter
pada
masing-masing
materi
pelajaran.
Sehingga
ketika
menyantumkan nilai karakter saat penyusunan silabus dan RPP terkesan asal
yang penting bunyi nilai karakter “formalitas”;
2. Silabus dan RPP hanya sebagai formalitas, maka dalam proses pembelajaran
berjalan secara konvensional sesuai gaya guru masing-masing dan tidak
mencerminkan pelaksanaan dari silabus dan RPP, sehingga pesan
penanaman nilai karakter juga tidak terealisasikan;
3. Masih kuatnya orientasi pendidikan pada dimensi pengetahuan dan kurang
memperhatikan pengembangan sikap. Hal ini menyebabkan peserta didik
mengetahui banyak hal, namun kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat
maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahuinya;
4. Masih kuatnya asumsi bahwa
jika aspek perkembangan kognitif
dikembangkan secara benar maka aspek afektif akan ikut berkembang.
Asumsi ini salah,
mengingat pengembangan afektif bisa secepat
43
perkembangan kognitif, jika pengalaman pembelajaran afektif diberikan
sama banyaknya dengan pengalaman pembelajaran kognitif.
Empat kelemahan dalam pendidikan karakter diatas bisa disimpulkan
bahwasannya karakter peserta didik belum dapat dikembangkan secara baik
dalam proses pembelajaran disekolah. Karakter peserta didik belum bisa
dikatakan baik jika dalam proses belajar mengajarnya tidak baik, gurunya yang
seharusnya menjadikan peserta didik memiliki budi pekerti yang baik tetapi
peserta didik tidak diperlakukan dengan baik. Misalnya, seorang guru hanya
memberi pembelajaran kognitif saja, sehingga anak didik belum mampu
mengerti seperti apa harus bersikap dan bertindak.
Peserta didik tidak terarah, tidak kuad moralitasnya selalu melakukan
hal-hal yang negatif, tidak mengerti mana hal yang baik dan mana hal yang
tidak baik. Selain dari pihak guru, keluarga juga sangat penting dalam
menjadikan karakter peserta didik menjadi lebih baik. Misalnya bisa dengan
memberi pengetahuan-pengetahuan agama, menanamkan sikap-sikap yang
baik agar menjadi pribadi yang baik.
Perkembangan zaman yang semakin maju, realitasnya karakter peserta
didik belum mencapai tahap yang sempurna. Masih banyak peserta didik yang
tidak bermoral, bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan dan norma agama.
Misalnya, banyak anak-anak kecil yang sudah merokok, bahkan sampai
melakukan hal-hal yang keji. Bukan hanya peran orang tua dan guru saja, akan
tetapi faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak.
Lingkungan yang baik akan berpengaruh baik dan lingkungan yang buruk akan
44
berpengaruh buruk. Dalam menjaga dan mengawasi pergaulan anak harus
berhati-hati agar tidak terjerumus dalam perilaku yang tidak baik.
45
BAB III
PENDIDIKAN ISLAM
A. Definisi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk
pribadi Muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik
yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhksuburkan hubungan
yang harmonis setiap pribadi dengan Allah Swt, manusia dan alam semesta
(Daulay, 2012: 3). Berbeda dengan Yasin (2008: 7) mendefinisikan pendidikan
Islam adalah suatu disiplin ilmu karena merupakan sekumpulan ide-ide dan
konsep-konsep ilmiah dan intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui
pengalaman dan pengetahuan. Mengalami dan mengetahui merupakan pangkal
dari konseptualisasi manusia yang berlanjut kepada terbentuknya suatu ilmu
pengetahuan. Yasin (2008: 24) Melengkapi konsepnya bahwa pendidikan
Islam adalah suatu usaha untuk mengembangkan manusia dalam semua
aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah dan ilmiah
baik secara individual maupun kolektif menuju ke arah pencapaian
kesempurnaan hidup sesuai dengan ajaran Islam
Pendidikan Islam bertolak dari pandangan Islam tentang manusia. AlQur’an menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai fungsi
ganda yang sekaligus mencakup tugas pokok. Fungsi pertama, manusia sebagai
khalifah Allah Swt di bumi. Yang mengandung arti bahwa manusia diberi
amanah untuk memelihara, merawat, memanfaatkan serta melestarikan alam
raya. Agar terlaksana funsi khalifah tersebut dengan baik, maka manusia
46
memiliki syarat pokok yaitu keilmuan dan memiliki moral atau akhlak. Fungsi
kedua, manusia adalah makhluk Allah Swt yang ditugasi untuk menyembah
dan mengabdi kepada-Nya. Manusia tunduk dan pasrah kepada kebesaran
Allah Swt. Hubungan manusia dengan Allah Swt adalah hubungan khalik
dengan makhluk.
Pendidikan Islam ialah mendidik akhlak dan jiwa, menanamkan rasa
fadhilah
(keutamaan),
membiasakan
dengan
kesopanan
yang
tinggi,
mempersiapkan untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.
Berdasarkan beberapa definisi pendidikan Islam di atas, dapat di simpulkan
bahwa pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya,
mendidik akhlak dan jiwa serta mengembangkan seluruh potensi manusia
dalam semua aspek, baik spiritual, intelektual, jasmani dan ilmiah dan
mempersiapkan kehidupan yang ikhlas dan jujur.
B. Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Di atas
kedua pilar inilah dibangun konsep dasar pendidikan Islam, kedua pilar itu pula
yang melahirkan pendapat para ulama dan cendekiawan Muslim tentang dasar
pendidikan Islam. Dasar ketiga, yaitu ijtihad para ulama dan cendekiawan
Muslim tentang pendidikan Islam (Daulay, 2012: 7).
Konsep Daulay tentang Dasar-dasar pendidikan Islam tersebut dapat
dipaparkan di bawah ini:
47
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh
jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Didalamnya terkandung ajaran pokok
yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui
ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip
besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut
Aqidah dan yang berhubungan dengan amal yang disebut Syari’ah.
Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolut, yang eksistensinya
tidak mengalami perubahan walaupun interpretasinya dimungkinkan
mengalami perubahan sesuai dengan konteks zaman, keadaan dan tempat
(Muhaimin, 1993: 145). Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan Islam
memiliki Keistimewaan, yaitu menghormati akal manusia, bimbingan
ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, penggunaan kisah-kisah untuk
tujuan pendidikan dan memelihara keperluan-keperluan sosial (Achmadi,
1987: 21).
Ketetapan Allah itu terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 59, sebagai
berikut:
b Î*sù (óO ä3 ZÏB ͐öDF{ $# ’Í<'ré&ur tA qß™ §9$# (#qãè‹ÏÛ r&ur ©! $# (#qãè‹ÏÛ r& (#þqãYtB#uä tû ïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ
̍Åz Fy $# ÏQ öqu‹ø9$#ur «! $Î/ tb qãZÏB÷sè? ÷LäêYä. b Î) ÉA qß™ §9$#ur «! $# ’n<Î) çnr–Šãsù &äóÓx« ’Îû÷Läêôã t“»uZs?
ÇÎÒÈ x̧ ƒÍrù's? ß̀ |¡ ôm r&ur ׎öyz y7 Ï9ºsŒ 4
Artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan
48
Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah Swt (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.
Firman Allah Swt dalam surat Al-Luqman ayat 13 yang memaparkan
contoh pendidikan Islam, sebagai berikut:
íO ù=Ýà s9 x8 ÷ŽÅe³ 9$# žc
Î) («! $Î/ õ8 ÎŽô³ è@Ÿw ¢Óo_ç6»tƒ ¼çmÝà Ïètƒ uqèd ur ¾ÏmÏZö/ew ß̀ »yJ ø)ä9 tA $s% øŒÎ)ur
ÇÊÌÈ ÒO ŠÏà tã
Artinya:
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
2. As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul
Allah Swt. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau
perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja
kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran
kedua sesudah Al-Qur’an. Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan
syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup
manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia
seutuhnya atau muslim yang bertakwa.
49
Hadis Rasul menyebutkan,
ِ‫اُﻃْﻠُﺒُﻮا اﻟﻌِﻠْﻢَ ﻣِﻦَ اﻟﻤَﮭْﺪِ إِﻟﻰ اﻟﻠﱠﺤْﺪ‬
“ Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai keliang lahat ”.
Hadis Rasul di atas mencerminkan bahwa pendidikan Islam
menghendaki proses yang terus-menerus dan sepanjang hayat. Dapatlah
dikatakan juga bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan dalam tiga
lembaga pendidikan tersebut, yaitu dalam keluarga yang menjadi tanggung
jawab orang tua, di sekolah yang menjadi tanggung jawab para guru,, di
masyarakat yang menjadi tanggung jawab para tokoh dan semua anggota
masyarakat. Oleh karena itu, terlihatlah betapa pentingnya dan mutlak
diperlukan adanya keterpaduan (Baharuddin, 2010: 16).
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan/ menentukan sesuatu
hukum Syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan
hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja
meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap
berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah (Daradjat, 2011: 21).
C. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan
terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keselurahan, yaitu
kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola
takwa insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan
50
berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah Swt. Ini
mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan
manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar
mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan
Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin
meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di
akhirat nanti
Ada beberapa tujuan pendidikan Islam (Daradjat, 2011: 29) antara lain
tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional yaitu
sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan
pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan
harus
dikaitkan
pula
dengan
tujuan
institusional
lembaga
yang
menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu tidak dapat dicapai
kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan,
penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya.
2. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan
akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan
umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwa dapat mengalami
perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup
seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya.
51
Karena itulah, pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk
menumbuhkan,
memupuk,
mengembangkan,
memelihara
dan
mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah
takwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan
dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya
pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh
diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal.
3. Tujuan Sementara
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah
kelihatan meskipun dalam ukuran sederhan, sekurang-kurangnya beberapa
ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan
Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling
rendah mungkin merupakan lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkat
pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan
pendidikan tingkat permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan.
4. Tujuan Operasional
Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik
suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih
ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang
paling rendah, sifat yang berisi kemampuan dan keterampilanlah yang
ditonjolkan.
Misalnya,
dapat
berbuat,
terampil melakukan,
lancar
mengucapkan, mengerti, memahami, meyakini dan menghayati adalah soal
kecil. Pada masa permulaan yang penting ialah anak didik mampu dan
52
terampil berbuat, baik perbuatan itu perbuatan lidah (ucapan) ataupun
perbuatan anggota badan lainnya. Kemampuan dan ketrampilan yang
dituntut pada anak didik, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan
insan kamil yang semakin sempurna (meningkat).
Tujuan pendidikan Islam dalam penelitian ini, pendidikan Islam
memiliki tujuan umum, akhir, sementara dan operasional yang menjelaskan
bahwa
pendidikan
Islam
melalui
proses
pengajaran,
pengalaman,
pembiasaan, penghayatan dan keyakinan untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan tujuan pendidikan yang telah dicapai untuk menjadi insan
kamil dengan pola takwa yang dituntut memiliki ketrampilan dan
kemampuan tertentu.
Tujuan pendidikan Islam terkait erat dengan tujuan penciptaan manusia
sebagai Khalifahtullah dan sebagai ‘abd Allah Swt. Rincian-rincian dari itu
telah diuraikan oleh banyak pakar pendidikan Islam di antaranya ‘Atiyah AlAbrasy dalam Daulay (2012: 8), mengemukakan tujuan pendidikan Islam yaitu
Untuk membantu pembentukan akhlak mulia, persiapan untuk kehidupan dunia
dan akhirat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit), menyiapkan peserta
didik dari segi profesional dan persiapan untuk mencari rezeki.
Tujuan pendidikan Islam juga dikemukakan oleh (al-Abrasyi, 1993: 1)
sebagai berikut:
a. Jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan
Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak
53
adalah jiwa pendidikan Islam untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna
adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan pokok dan terutama dari
pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.
b. Memperhatikan Agama dan Dunia sekaligus
Ruang lingkup pendidikan di dalam pandangan Islam tidak sempit,
tidak terbatas pada pendidikan agama dan tidak pula terbatas pada
pendidikan duniawi semata-mata, tetapi Rasulullah Saw sendiri pernah
menghasung setiap individu dari umat Islam supaya bekerja untuk agama
dan dunia sekaligus. Rasulullah Saw tidak hanya memikirkan dunia sematamata atau agama semata-mata, tetapi beliau memikirkan untuk bekerja buat
keduanya tanpa meremehkan alam dunia atau agama.
c. Memperhatikan Segi-segi Manfaat
Pendidikan Islam memperhatikan segi-segi agama, moral dan
kejiwaan dalam pendidikan dan pengajarannya, ia juga tidak meremehkan
kurikulum sekolah-sekolahnya. Pendidikan Islam tidak seluruhnya bersifat
keagamaan, akhlak dan kerohanian semata-mata tetapi ketiga hal inilah yang
lebih dipentingkan dibandingkan dengan segi-segi kemanfaatan lainnya.
Dasar pendidikan Islam tidaklah kebendaan atau mencari rezeki, tetapi
kedua hal ini adalah suatu yang sekunder di dalam hidup bukan menjadi
tujuan pokok dalam pendidikan.
d. Mempelajari Ilmu semata-mata untuk Ilmu itu saja
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, dimana ilmu
diajarkan karena ia mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah, untuk dapat
54
sampai kepada hakekat ilmiah dan akhlak yang terpuji. Setiap orang
menengok kapada apa-apa yang ditinggalkan oleh kaum muslimin dalam
bentuk peninggalan-paninggalan ilmiah, sastra, agama, seni, maka ia akan
mendapatkan suatu kenyataan yang maha besar yang tidak ada
bandingannya di dunia ini.
e. Pendidikan Kejuruan, Pertukangan untuk mencari Rezeki
Pendidikan Islam tidak mengabaikan masalah mempersiapkan
seseorang untuk mencari kehidupannya dengan jalan mempelajari beberapa
bidang pekerjaan, industri dan mengadakan latihan-latihan. Seseorang
dipersiapkan untuk berkarya, berpraktek dan berproduksi sehingga dapat
bekerja, mendapat rezeki, hidup dengan hormat serta tetap memelihara segisegi kerohanian dan keagamaan. Pendidikan Islam sebagian besar
mempelajari
akhlak,
tetapi
tetap
tidak
mengabaikan
masalah
mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rezeki dan tidak pula
melupakan soal pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita,
kecakapan tangan, lidah, dan kepribadian.
Tujuan yang di ungkapkan oleh al-abrasy di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan Islam untuk menjadikan pribadi yang memiliki
jiwa pendidikan Islam yaitu budi pekerti, memiliki pandangan Islam yang
tidak sempit yang memperhatikan agama dan dunia secara seimbang,
memperhatikan segi-segi agama, moral dan kejiwaan dan selalu
mempelajari ilmu-ilmu serta tidak melupakan kebutuhan hidupnya.
55
Hafidz (2009: 34) mengemukakan tujuan Pendidikan Islam yang
agung senantiasa selaras dengan tujuan agama itu sendiri, yaitu
mewujudkan seorang mu’min yang takut kepada Allah Swt dan bertaqwa
kepada-Nya, memperbaiki ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat, sebagaimana Allah mengutus para rasul sebagai pendidik dan
pengajar dan melengkapinya dengan berbagai kitab samawi.
D. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip
Pendidikan
Islam
(Daulay,
2012:
11)
prinsip
keseimbangan, prinsip pengembangan potensi dan prinsip pengembangan ilmu
yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip Keseimbangan
Manusia yang dibentuk oleh pendidikan Islam akan melahirkan
manusia yang berkeseimbangan, antara:
a. Jasmani dan rohani
Manusia dibentuk dari dua unsur yang menyatu yaitu jasmani dan
rohani. Unsur jasmani berasal dari tanah dan unsur rohani berasal dari
roh yang diciptakan Allah Swt. Setelah manusia tercipta, kedua unsur itu
tetap menyatu dalam diri manusia yaitu unsur fisik yang berasal dari
tanah dan unsur spiritual yang berasal dari roh yang ditiupkan Allah.
Dalam Praktik kehidupan, kedua unsur itu memiliki lapangan masingmasing.
Pandangan Islam kedua unsur haruslah manyatu, tidak boleh ada
dikotomis, karena masing-masing saling membutuhkan. Dalam konsep
56
pendidikan Islam kedua ini menjadi objek pendidikan, ada pendidikan
fisik (jasmani) seperti olah raga dan kesehatan, serta ada unsur rohani,
untuk membentuk manusia yang dapat mengaplikasikan potensi
rohaniahnya (akal,qalb, nafs dan ruh).
b. Dunia dan Akhirat
Islam meletakkan prinsip yang berimbang antara dunia dan
akhirat, artinya dalam setiap aktivitas keseharian tergambar tentang
urgensi keduniaan dan urgensi keakhiratan.
c. Akal dan Qalbu
Allah Swt telah menganugrahkan kepada manusia akal sebagai
sarana untuk berpikir dan qalbu untuk merasa. Di sini peranan akal untuk
berpikir dan qalb untuk merasa.
d. Individu dan Masyarakat
Manusia menurut konsep Islam adalah makhluk individu
sekaligus makhluk sosial. Seseorang tidak diperbolehkan hanya
memikirkan dan mengurusi diri dan keluarganya saja, tetapi juga
mempunyai perhatian pada masyarakat, dan juga tidak diperbolehkan
pula
memperhatikan
dan
mengurusi
masyarakat
saja
dengan
mengabaikan dirinya dan keluarganya.
2. Prinsip Pengembangan Potensi
Allah Swt telah menciptakan potensi lahir dan batin, fisik dan non
fisik pada diri seseorang. Potensi fisik adalah tubuh jasmaniah manusia yang
terwujud nyata yang dikembangkan menjadi manusia yang sehat, segar dan
57
tegar. Potensi nonfisik manusia, berupa akal, qalb, nafs dan ruh. Potensi ini
masing-masing memiliki bidangnya sendiri-sendiri. Akal untuk berpikir,
qalb untuk merasa, nafs untuk mendorong, ruh sumber kehidupan manusia.
Semua potensi ini harus dididik agar aktif melahirkan kontribusi bagi
pencapaian kemaslahatan manusia.
3. Prinsip Pengembangan Ilmu
Umat Islam pada periode pertengahan mencapai puncak kemajuan
dan menjadi mercu-suar ilmu pengetahuan di dunia. Setelah semangat
mengembangkan ilmu itu melemah, maka umat Islam mengalami fase
kemunduran dan pada fase kemunduran itu pulalah ilmu menjadi dikotomis.
E. Fungsi Pendidikan Islam
Berpijak dari pengertian Pendidikan Islam sesungguhnya sudah jelas
pada fungsi pendidikan Islam itu, yakni untuk mengembangkan fitrah dan
sumber daya insani. Karena fungsi tersebut masih begitu global dan mungkin
ferbalistik maka perlu dijabarkan dalam fungsi-fungsi yang lebih rinci, dengan
mempertimbangkan fenomena yang muncul dalam proses perkembangan
peradaban manusia, dengan asumsi bahwa peradaban manusia tumbuh
berkembang karena melalui pendidikan.
Fungsi pendidikan Islam menurut (Achmadi, 1987: 20) sebagai berikut:
1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar terhadap manusia termasuk
dirinya sendiri, alam sekitarnya dan terhadap kebesaran Ilahi;
2. Mensucikan diri dari syirik dan berbagai perilaku yang tidak manusiawi;
58
3. Mentransformasi dan melestarikan nilai-nilai insani yang berdasarkan nilainilai Ilahi melalui pengajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi;
4. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan berbagai ketrampilan untuk
menopang dan memajukan taraf hidup, baik individu maupun masyarakat.
F. Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadist,
metode inilah yang sudah digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam
mendidik sahabatnya. Metode pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Saw
sangat memperhatikan aspek-aspek manusia, mencakup perkembangan akal,
jiwa, intuisi bagi setiap individu, memperhatikan tingkat kemampuan mereka,
aspek motivasi yang sangat berpengaruh dan aspek kesiapan jiwa untuk
belajar.
Metode-metode pendidikan Islam (Gunawan, 2014:260) antara lain
metode hiwar, qishah, amtsal, keteladanan, pembiasaan, mau’idzhah,
peringatan, targhib dan tarhib, praktik, ceramah, diskusi, demonstrasi, simulasi,
dan proyek. Deskripsi metode pendidikan Islam tersebut dapat dicermati
berikut ini:
1. Metode Hiwar (percakapan)
Metode hiwar ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau
lebih melalui tanya jawab mengenai satu topik dan dengan sengaja
diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Contohnya dialog terdapat
dalam sunnah ialah dialog yang berlangsung antara Nabi Muhammad Saw
dengan malaikat jibril as yang terkait dengan rukun agama, yang menarik
59
(memikat) perhatian para sahabat yang datang dan menarik akal mereka
untuk memahami serta mengikuti dialog dari awal hingga akhir dengan
penuh antusias.
2. Metode Qishah (kisah)
Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya
tarik yang menyentuh perasaan hati seseorang. Islam menyadari sifat
alamiah manusia untuk menyenangi cerita dan menyadari pengaruhnya
sangat besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam menyuguhkan kisahkisah untuk dijadikan salah satu metode dalam proses pendidikan.
3. Metode Amtsal (perumpamaan)
Metode perumpamaan baik digunakan oleh para guru dalam
mengajari peserta didiknya,terutama dalam menanamkan karakter. Cara
penggunaan metode ini hampir sama dengan metode kisah yaitu dengan
berceramah (berkisah atau membacakan kisah) atau membaca teks.
4. Metode keteladanan
Keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien,
karena peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar atau
menengah) pada umumnya cenderung meneladani/meniru guru. Secara
psikologi siswa memang senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan
terkadang yang buruk ditiru.
5. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulangulang, agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode ini berintikan
60
pengalaman, karena yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan dan
inti kebiasaan adalah pengulangan.
6. Metode Mau’idzhah (Nasihat)
Metode Mau’idzhah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh
hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. Nasihat sangat
memiliki pengaruh terhadap jiwa manusia, terlebih apabila nasihat itu keluar
dari seseorang yang dicintainya.
7. Metode Peringatan
Metode peringatan merupakan penyempurnaan dari metode nasihat.
Metode peringatan ini terdapat aktivitas yang sangat jelas dalam
mengarahkan pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap jiwa jika
dilakukan dalam waktu yang tepat dan kondisi yang tepat pula, terlebih jika
dilakukan dengan cara yang tepat.
8. Metode Targhib Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang
disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan.
Targhib Tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah Swt. Akan
tetapi keduannya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar
melakukan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah Swt, sedangkan tarhib
agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang oleh Allah Swt.
9. Metode Praktik
Metode praktik dianggap sebagai metode pendidikan yang paling
penting, karena belajar dan pengalaman keduanya menghendaki metode
61
secara langsung (praktik). Metode ini membuat siswa ikut serta secara aktif
dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Metode ini menghendaki usaha
individu peserta didik terhadap pengetahuan dan ketrampilan serta
mempraktikkannya.
10. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara menyajikan pelajaran melalui
penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa.
Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah,
yaitu cara mengajar dengan menyampaikan keterangan atau informasi atau
uraian tentang pokok persoalan serta masalah secara lisan (verbal).
11. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan
siswa pada sesuatu permasalahan. Dalam proses pembelajaran, metode ini
mendapatkan perhatian yang lebih khusus, karena dengan metode diskusi
dapat merangsang siswa berpikir atau mengeluarkan pendapat sendiri.
12. Metode Demonstrasi
Metode
Demonstrasi
adalah
metode
pembelajaran
dengan
menggunakan peragaan yang berguna untuk memperjelas suatu pengertian
atau konsep-konsep atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan
sesuatu kepada siswa.
13. Metode Simulasi
Metode simulasi ialah cara penyajian pengalaman belajar dengan
menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip atau
62
ketrampilan lain. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar
dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara
langsung pada objek yang sebenarnya.
14. Metode Proyek
Metode ini dalam pelaksanaannya siswa disuguhi dengan berbagai
macam masalah dan siswa bersama-sama menghadapi masalah tersebut
dengan mengikuti langkah-langkah tertentu secara ilmiah, logis dan
sistematis.
Metode-metode dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
proses pembelajaran pendidikan Islam dapat menggunakan beberapa metode
untuk memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Metode yang digunakan
harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan, karena materi ada porsinya
masing-masing dalam penggunaan metode.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan Karakter
1. Ruang Lingkup
Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang,
terutama untuk anak yang masih kecil. Anaklah yang akan menjadi generasi
penerus bagi keluarga, teman, dan bangsa. Pendidikan adalah usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat
dimasyarakat dan bangsa. Undang-undang RI No 20 (2003: 2) menyebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa, dan negara.
Pendidikan karakter sebagai proses pemberian tuntunan kepada
peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam
dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa
yang baik, dan mewujudkan kabaikkan itu dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter juga bisa diartikan sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik
64
sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya dan dapat
menghasilkan sosok manusia yang berkualitas dan memiliki masa depan.
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah merumuskan
18 (Delapan Belas) pilar pendidikan karakter yang akan ditanamkan dalam
diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. 18 (Delapan
Belas) pilar pendidikan karakter telah mencakup nilai-nilai karakter dalam
berbagai agama, termasuk Islam yang telah disesuaikan dengan kaidahkaidah ilmu pendidikan secara umum, sehingga lebih implementatif untuk
diterapkan dalam praksis pendidikan, baik sekolah maupun madrasah.
Pilar-pilar pendidikan karakter ini berbeda dengan kementriankementrian lain yang juga menaruh perhatian terhadap karakter bangsa.
Kementrian
Agama
melalui
Direktoral
Jendral
Pendidikan
Islam
mencanangkan nilai karakter dengan merujuk pada Nabi Muhammad Saw
sebagai tokoh agung yang paling berkarakter.
Pilar-pilar pendidikan karakter di antaranya adalah perilaku religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial, dan tanggung jawab, (Suyadi, 2013: 8) berikut penjelasannya:
1. Religius
Religius yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk
dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
65
(aliran kepercayaan) lain serta hidup rukun dan berdampingan. Religius
juga diartikan sebagai nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuahn.
Menunjukkan bahwa pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran
agamanya.
2. Jujur
Jujur yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan
antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar,
mengatakan yang benar dan melakukan yang benar), sehingga
menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat
dipercaya. Jujur diartikan sebagai perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3. Toleransi
Toleransi yakni sikap dan perilaku
yang mencerminkan
penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat,
bahasa, ras, etnis, pendapat dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya
secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan
tersebut.
4. Disiplin
Disiplin adalah kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin juga
66
diartikan sebagai tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Kerja keras yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain
dengan sebaik-baiknya. Kerja keras yang mesti dilakukan adalah hal-hal
yang baik-baik, memperhatikan supaya segala urusannya dapat berbuah
lezat dan dapat dirasakan manfaatnya, baik usaha itu tertuju pada bidang
pelajaran ataupun pekerjaan.
6. Kreatif
Kreatif yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi
dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu
menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari
sebelumnya, dan berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
7. Mandiri
Mandiri yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan.
Namun hal ini bukan berarti boleh kerja sama secara kolaboratif,
melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada
orang lain.
67
8. Demokratis
Demokratis yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya
dengan orang lain. Demokratis adalah Pembelajaran yang dialogis dan
interaktif, keterlibatan semua peserta didik secara aktif selama
pembelajaran dan menghargai setiap pendapat peserta didik.
9. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang
dilihat, didengar dan dipelajari secara mendalam. Kuriositas (rasa ingin
tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara
alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan belajar.
10. Semangat Kebangsaan atau Nasionalisme
Semangat kebangsaan atau nasionalisme yakni sikap dan tindakan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau individu dan golongan. Bekerjasama dengan teman yang
berbeda suku/etnis dan mengaitkan materi pelajaran dengan peristiwa
yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme.
11. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah
menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
68
12. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang
lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat
berprestasi yang lebih baik. Memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk menampilkan ide, bakat dan kreasi, pujian kepada peserta didik
yang telah menyelesaikan tugas dengan baik, mengajukan ide cemerlang
atau menghasilkan suatu karya, dan trampil.
13. Komunikatif, Senang bersahabat atau Proaktif
Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun
sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
14. Cinta Damai
Cinta damai yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam
komunitas atau masyarakat tertentu. Tidak saling mengejek dan
memburuk-burukkan orang lain, saling menjalin kerjasama dan tolong
menolong dan menciptakan suasana damai dilingkungan sekolah
15. Gemar Membaca
Gemar membaca yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi,
baik buku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan
kebijakan bagi dirinya.
69
16. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. sikap dan tindakan yang
selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Peduli sosial yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kepedulian
terhadap
orang
lain
maupun
masyarakat
yang
membutuhkannya. Tanggap terhadap teman yang mengalami kesulitan,
tanggap terhadap keadaan lingkungan, kaba baiak bahimbauan, kaba
buruak ba hambauan (kabar baik dipanggil kabar buruk diusir)
seandainya memperoleh kabar baik maka hendaknya disampaikan dan
barek samo dipikuo, ringan samo dijinjiang (berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing).
18. Tanggung Jawab
Tanggung jawab yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri
sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama. Selalu
melaksanakan tugas sesuai dengan aturan/ kesepakatan dan bertanggung
jawab terhadap semua tindakan yng dilakukan.
Demikianlah kedelapan belas nilai karakter yang dicanangkan
Kemendiknas dalam upaya membangun karakter bangsa melalui pendidikan
70
di sekolah/madrasah. Selanjutnya Menurut suparlan, para penggiat
pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting dalam
pendidikan karakter, diantaranya adalah: Responsibility (tanggung jawab),
Respect (rasa hormat), Fairness (keadilan), Caurage (keberanian), Honesty
(kejujuran), Citizenship (kewarganegaraan), Self-discipline (disiplin diri),
dan Caring (peduli), Perseverance (ketekunan) (Asmani: 2011: 50).
Kesembilan pilar di atas, dijelaskan bahwa nilai-nilai dasar
kemanusiaan harus dikembangkan melalui pendidikan bervariasi antara lima
sampai sepuluh aspek. Pendidikan karakter memang harus mulai dibangun
di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah
(school), bahkan diterapkan secara nyata di dalam masyarakat (community)
dan termasuk di dalamnya adalah dunia usaha dan dunia industri (business).
Pendapat lain dari Suyanto menyebutkan 9 pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia, yang kelihatannya sedikit
berbeda dengan 9 pilar yang telah disebutkan sebelumnya. Sembilan pilar
karakter itu adalah: cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan
tanggung jawab, kujujuran dan amanah, hormat dan santun, dermawan, suka
tolong-menolong dan gotong royong atau kerja sama, percaya diri dan
pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, dan
toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Jumlah dan jenis pilar yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara
satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain, tergantung pada
kepentingan dan kondisi masing-masing. Perbedaan itu juga dapat terjadi
71
karena pandangan dan pemahaman yang berbeda terhadap pilar-pilar yang
lain, masing-masing memiliki pendapat, akan tetapi tujuannya sama yaitu
untuk memfasilitasi peserta didik menjadi orang yang memiliki kualitas
moral yang baik.
2. Metode
Proses pendidikan, dalam pendidikan karakter diperlukan metodemetode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik
kepada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter)
atau moral knowing. Tetapi juga di harapkan mereka mampu melaksanakan
moral atau moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter.
Pembelajaran pendidikan karakter dapat dilakukan substansi materi,
pendekatan, metode dan model evaluasi yang dikembangkan. Tidak semua
substansi materi cocok untuk semua karakter yang akan di kembangkan.
Pada prinsipnya semua mata pelajaran dapat digunakan sebagai alat untuk
mengembangkan karakter peserta didik, namun agar tidak terjadi tumpang
tindih dan terabaikannya salah satu karakter yang akan dikembangkan, perlu
dilakukan pemetaan berdasarkan pendekatan materi dengan karakter yang
akan dikembangkan.
Zuchdi (2010: 46-50) Pendekatan dan metode meliputi Inkulkasi
(inculcation), keteladanan (modeling,qudwah), fasilitas (facilitation) dan
pengembangan ketrampilan (skill building). Dalam pendidikan karakter,
pemodelan atau pemberian teladan merupakan strategi yang biasa
digunakan. Ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu: guru harus berperan
72
sebagai model yang baik bagi peserta didik dan anaknya dan peserta didik
harus meneladani orang terkenal yang berakhlak mulia, yaitu Nabi
Muhammad Saw. Cara guru menyelesaikan masalah dengan adil,
menghargai pendapat anak dan mengkritik orang lain dengan santun
merupakan perilaku secara alami dijadikan model bagi anak.
Metode pendidikan karakter yang bisa diterapkan selain metodemetode di atas dalam proses pembelajaran ada juga metode hiwar atau
percakapan, Metode Qishah atau cerita, Metode Amtsal atau perumpamaan,
Metode uswah atau keteladanan, Metode pembiasaan, Metode ‘ibrah dan
mau’idah dan Metode Targhib dan tarhib (janji dan ancaman). Metodemetode bermacam-macam yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran,
akan tetapi hanya satu tujuannya untuk membentuk karakter peserta didik
dan menjadikannya berakhlak mulia.
B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam
1. Ruang lingkup
Pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan
karakter secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di
dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki
atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri
mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek
keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak.
Istilah al-khuluq (karakter) dalam pendidikan Islam adalah bentuk
jamak dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang
73
mencakup al-thab’u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat) dalam terminologi
psikologi, karakter adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas, satu sifat
atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri
untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri atas
dorongan-dorongan,
insting,
refleks-refleks,
kebiasaan-kebiasaan,
kecenderungan-kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan
dan dosa serta kemauan (Mujib, 2006: 45).
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
acting, menuju kebiasaan (habit). Karakter tidak sebatas pada pengetahuan.
Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu
mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya jika tidak terlatih untuk
melakukan kebaikan tersebut, karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter
lebih dalam lagi,menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan
demikaian, diperlukan komponen karakter yang baik (companents of good
character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral
feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan moral.
Hal ini diperlukan siswa didik agar mampu memahami, merasakan dan
mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Zubaedi, 2012: 110).
Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran pendidikan karakter antara
lain perilaku religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta
tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, juga termasuk dalam
74
ajaran Islam yaitu aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah juga akhlak.
Aspek-aspek dalam ajaran Islam termasuk didalamnya aspek ajaran nilai
karakter, diantaranya: Aspek keimanan meliputi nilai: perilaku religius,
sedangkan Aspek Ibadah meliputi nilai:kerja keras, kreatif, disiplin,
mandiri, peduli lingkungan, peduli sosial, gemar membaca dan yang
termasuk Aspek Mu’amalah meliputi nilai: jujur, toleransi, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air,
menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, dan tanggung jawab.
Nilai karakter yang dicanangkan Kemendiknas di atas, sama halnya
dengan pendidikan Islam. Aspek-aspek yang akan ditanamkan pada peserta
didik keduannya memiliki persamaan dan saling berkaitan dalam upaya
membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah, dapat
diimplementasikan kepada peserta didik agar jadi penerus bangsa yang
berkarakter baik, selalu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan
melakukan kebaikan dalam kehidupannya.
2. Metode
Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam haruslah ada metode
pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran yang digunakan di
sekolah lebih banyak dan bervariasi yang tidak mungkin semua
dikemukakan secara detail. Metode pembelajaran tersebut adalah “mission
screed” yaitu sebagai penyalur hikmah, penebar rahmat Allah Swt kepada
anak didik agar menjadi anak yang sholeh. Semua pendekatan dan metode
pendidikan dan pengajaran (pembelajaran) haruslah mengacau pada tujuan
75
akhir pendidikan yaitu terbentuknya anak yang berkarakter taqwa dan
berakhlak budi pekerti yang luhur. Metode pembelajaran dikatakan
mengemban misi suci karena metode sama pentingnya dengan substansi dan
tujuan pembelajaran.
Metode pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadist,
metode inilah yang sudah digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam
mendidik sahabatnya. Metode pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Saw
sangat memperhatikan aspek-aspek manusia, mencakup perkembangan akal,
jiwa, intuisi bagi setiap individu, memperhatikan tingkat kemampuan
mereka, aspek motivasi yang sangat berpengaruh dan aspek kesiapan jiwa
untuk belajar.
Pendidikan karakter dalam prosesnya, diperlukan metode-metode
pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik kepada
siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral
knowing, tetapi juga di harapkan mereka mampu melaksanakan moral atau
moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Metode
pendidikan karakter sama dengan metode pendidikan Islam yaitu: Metode
percakapan, metode cerita, metode perumpamaan, metode keteladanan,
metode pembiasaan, metode nasihat dan metode janji dan ancaman. Jadi,
metode yang digunakan dalam pendidikan karakter dan pendidikan Islam
sama.
Metode pembelajaran di atas sangat penting dalam proses
pembelajaran. Hal yang penting yang tidak bisa di tinggalkan menurut
76
Achmadi (1987: 139) yaitu Isi pendidikan Islam, untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam sebagaimana telah dibicarakan terdahulu perlu adanya isi
atau materi pendidikan Islam yang berupa ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
yang disampaikan dan di internalisasikan pada subjek didik melalui
interaksi pendidikan.
Materi pendidikan Islam akan mudah diterima oleh subjek didik
apabila sesuai dengan fitrahnya sehingga usaha pendidikan ibarat gayung
bersambut karena pendidikan sekedar memberikan sesuatu yang memang di
butuhkan. Pada dasarnya materi pendidikan Islam yang sumber utamanya
dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah adalah ilmu Allah Swt, yang dengan
ilmu tersebut diharapkan dapat mengantarkan subjek didik ketujuan
pendidikan yang tertinggi dan terakhir (Achmadi, 1987: 140), yaitu sebagai
berikut:
1. Ma’rifatullah dan taabud ilallah;
2. Mampu berperan sebagai khalifatullah filardli;
3. Memperoleh kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
Ilmu Allah Swt secara tersurat dapat dikaji dari Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah sebagai penjelasannya dan secara tersirat dapat diperoleh
dari alam semesta dan segala isinya sebagai ciptaannya.
C. Implikasi Konsep Pendidikan karakter terhadap proses Pendidikan Islam
Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam adalah hal terpenting yang
tidak bisa dipisahkan. Pendidikan Islam mencakup pendidikan karakter, dalam
pendidikan Islam unsur yang ada selain tentang agama juga ada unsur akhlak
77
dan budi pekerti. Pendidikan Islam tidak hanya mencakup pendidikan karakter,
pendidikan umum lainnya juga ada.
Pendidikan karakter yang telah dibahas, dalam upaya membangun
karakter bangsa melalui pendidikan sekolah atau madrasah berkaitan juga
dengan pendidikan karakter dalam perspektif Islam yang mengacu pada
karakter Nabi Muhammad Saw yang ajaran Islam menekankan pada aspek
keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Sementara menurut
kemendiknas, nilai 18 (Delapan Belas) pendidikan karakter telah mencakup
dalam berbagai aspek. Pendidikan karakter dan pendidikan Islam memiliki
kesamaan dalam metode pembelajarannya, misalnya sama-sama menggunakan
metode dialog, cerita, perumpamaan dan lain sebagainya. Pendidikan karakter
juga memiliki tujuan yang sama dalam membentuk moral peserta didik,
menjadikan manusia yang seutuhnya.
Proses pendidikan karakter agar bisa berjalan dengan baik terutama
dalam dunia pendidikan harus ada pendidik yang benar-benar mampu
membawa anak didiknya menjadi lebih baik, dan juga peran keluarga sangat
penting untuk membentuk watak, jiwa peserta didik. Agar peserta didik
kedepannya menjadi pribadi yang baik, pribadi yang berakhlak yang berguna
untuk dirinya sendiri, keluarga maupun bangsa. Pendidik juga harus
memperhatikan metode-metode pembelajaran yang akan diajarkan kepada
peserta didik agar dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan akhir
yaitu menjadikan dan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia.
78
Implikasi pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam
memiliki kesamaan baik dari metode pembelajaran maupun tujuannya dalam
membentuk pribadi yang baik bagi peserta didik akan berdampak positif, jika
pendidikan karakter sudah diterapkan peserta didik oleh pendidik dengan
menggunakan metode-metode pembelajaran sesuai dengan yang diajarkan,
maka dengan mudah akan dapat dikembangkan, juga tidak terlepas dari peran
keluarga dan pendidik yang mempunyai peranan dalam membentuk pribadi
peserta didik menjadi lebih baik. Berkaitan dengan itu, pendidikan karakter dan
pendidikan Islam dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan agar
peserta didik tumbuh dan berkembang dengan berkarakter dan berakhlak
mulia.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep pendidikan karakter
Pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada
peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam
dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter bertujuan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang seutuhnya (insan
kamil), yang memiliki akhlak mulia, terpadu dan seimbang. Pendidikan
karakter memiliki nilai-nilai karakter yang akan diajarkan kepada peserta
didik, nilai-nilai itu tidak hanya 18 (Delapan Belas) yang telah di paparkan
oleh Kemendiknas melainkan ada banyak para ahli yang menyebutkan 9
(Sembilan) nilai, 5 (Lima). Masing-masing memiliki pendapat yang
berbeda-beda, pada dasarnya tujuannya sama untuk memfasilitasi peserta
didik dalam memperoleh karakter yang baik dan menjadi manusia yang
sesungguhnya dengan menggunakan metode pembelajaran yang meliputi
Inkulkasi
(inculcation),
keteladanan
(modeling,qudwah),
fasilitas
(facilitation) dan pengembangan ketrampilan (skill building).
2. Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam
Pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam
diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk
memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran
Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan
80
pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Nilai
karakter yang dicanangkan Kemendiknas, sama halnya dengan pendidikan
Islam. Aspek-aspek yang akan ditanamkan pada peserta didik keduannya
memiliki persamaan dan saling berkaitan dalam upaya membangun karakter
bangsa melalui pendidikan di sekolah, dapat diimplementasikan kepada
peserta didik agar
jadi penerus bangsa yang berkarakter baik, selalu
mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan dalam
kehidupannya. Metode yang digunakan yaitu: Metode percakapan, metode
cerita, metode perumpamaan, metode keteladanan, metode pembiasaan,
metode nasihat dan metode janji dan ancaman.
3. Implikasi konsep pendidikan karakter terhadap prose pendidikan Islam
Pendidikan karakter berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah,
memiliki kesamaan yang diajarkan dalam pendidikan Islam baik dari
metode pembelajaran maupun tujuannya dalam membentuk pribadi yang
baik bagi peserta didik akan berdampak positif, jika pendidikan karakter
sudah diterapkan peserta didik oleh pendidik dengan menggunakan metodemetode pembelajaran sesuai dengan yang diajarkan, maka dengan mudah
akan dapat dikembangkan, juga tidak terlepas dari peran keluarga dan
pendidik yang mempunyai peranan dalam membentuk pribadi peserta didik
menjadi lebih baik. Berkaitan dengan itu, pendidikan karakter dan
pendidikan Islam dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan agar
peserta didik tumbuh dan berkembang dengan berkarakter dan berakhlak
mulia.
81
B. Saran
1. Bagi Lembaga Pendidikan
Pemerintah Indonesia mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan
yang mengarah pada pembentukan karakter positif serta penerapan nilainilai pendidikan karakter untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
2. Bagi Guru
Guru sebagai pemeran pendidikan karakter hendaknya mengetahui
nilai-nilai karakter yang wajib ditanamkan pada diri anak dan guru
memberikan dukungan kepada peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai
pendidikan karakter untuk mencapai tujuan pendidikan.
82
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2005. Teori-teori Pendidikan berdasarkan AlQur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo.
Al-Abrasyi, M Athiyah. 1993. Dasar-dasar Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Amin, Ahmad. 1983. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT Bulan Bintang.
Anton, Bakker. 1984. Metode-metode Filsafat. Jakarta: Ghaila Indonesia.
Anton, Bakker dan Ahmad Charis. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta:
Kanisius.
Arifin, M. 1986. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon Press.
Baharuddin dan Moh Makin. 2010. Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UINMaliki Press.
Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya Pasa. 2012. Pendidikan Islam dalam
mencerdaskan Bangsa. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fathurrohman, Pupuh, AA Suryana, & Fenny Fatriany. 2013. Pengembangan
Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam kajian teoretis dan Pemikiran Tokoh.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hafidz, Muhammad dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara Tradisi dan
Modernitas. Salatiga-jawa tengah: STAIN Salatiga Press.
83
https://andregiawaministry.wordpress.com2013/7/4/pengertianpendidikan, diakses
11 september 2015 pukul 13.21 wib.
Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, & Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter
kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Koesoema, Doni. 2011. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: Grasindo.
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam kajian filosofis
dan kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: PT Trigenda Karya
Mulyasa. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidika Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.
Saptono. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter. Jakarta: Erlangga.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdaya.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter
Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Jogjakarta:
AR-Ruzz Media.
Yasin, Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang
Pess.
Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana.
84
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai
Target. Yogyakarta: UNY Press
85
86
87
88
89
90
Download