analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor

advertisement
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EKSPOR JAGUNG INDONESIA
DI PASAR MALAYSIA PRA DAN PASCA KRISIS EKONOMI
OLEH :
YOSEP FERNANDO
A 14105718
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
YOSEP FERNANDO A14105718. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pada Saat Pra dan Pasca Krisis
Ekonomi. Di bawah bimbingan HARMINI.
Perubahan rejim pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas membawa
konsekuensi harga komoditas pertanian, khususnya pangan di pasar domestik semakin
terbuka terhadap gejolak pasar internasional. Dengan pengertian lain, harga komoditas
pangan di pasar dunia secara langsung akan mempengaruhi harga komoditas pangan
domestik. Jagung sebagai salah satu komoditas pangan, maka dinamika harganya tidak
terlepas dari arah kebijakan perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas harga dan
fluktuasi nilai tukar. Akumulasi perubahan dari berbagai aspek tersebut secara simultan akan
mempengaruhi dinamika harga komoditas jagung domestik.
Komoditi pertanian yang mempunyai daya saing tinggi akan mampu eksis dan terus
berkembang sehingga ekspor negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) akan makin besar
yang selanjutnya akan dapat mendorong produksi dalam negeri serta meningkatkan
pendapatan petani, kesempatan kerja, dan devisa negara. Bagi Indonesia, manfaat positif
yang diharapkan dari liberalisasi perdagangan AFTA ini adalah kontribusinya bagi proses
pemulihan ekonomi nasional dari krisis. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai
tambah dan sangat potensial untuk dikembangkan adalah jagung. Jagung merupakan
kebutuhan kedua terbesar setelah beras. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri
ternak membuat semakin tingginya permintaan akan jagung sebagai bahan baku pakan
ternak. Selain itu, nilai tambah yang dapat diambil dari jagung adalah sebagai bahan baku
industri olahan.
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah
mengukur daya saing ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Data yang digunakan
adalah data time series ekspor jagung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya tahun 19902008. Metode yang digunakan untuk mengukur daya saing ekspor jagung Indonesia adalah
dengan menggunakan metode Revelead Comparative Advantage (RCA) dan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia pada saat pra dan
pasca krisis ekonomi dengan menggunakan model analisis regresi berganda.
Hasil yang diperoleh dari analisis daya saing jagung Indonesia pada saat pra krisis ekonomi
dengan menggunakan metode RCA menunjukkan bahwa ekspor jagung Indonesia memiliki
keunggulan komparatif atau berdaya saing pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993, 1995, dan
1998 dengan masing-masing perolehan nilai RCA sebesar 6.427, 1.050, 5.314, 1.803, dan
7.934. Keunggulan komparatif jagung yang diperoleh berdasarkan meningkatnya perolehan
nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan menurunnya nilai ekspor jagung dunia di
pasar Malaysia. Pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008,
jagung Indonesia yang diperdagangkan di pasar Malaysia dengan jenis jagung 1005 memiliki
keunggulan komparatif atau berdaya saing hanya pada tahun 1999 dengan perolehan nilai
RCA sebesar 1.065. Akan tetapi, pada tahun 2007 nilai indeks RCA sebesar 13.352 yang
menunjukkan bahwa jagung Indonesia telah terjadi peningkatan pangsa pasar di Malaysia.
Hal ini mencerminkan bahwa kondisi jagung Indonesia pada saat setelah terjadinya krisis
ekonomi mengalami penurunan nilai dan indeks RCA, sehingga kondisi tersebut
menyebabkan Indonesia tidak mempunyai keunggulan komparatif. Ketidakunggulan
komparatif jagung Indonesia disebabkan oleh kebijakan penerapan liberalisasi perdagangan
AFTA yang semakin membuka persaingan perdagangan di pasar Malaysia.
Berdasarkan hasil dugaan dari model yang telah di regresikan dengan menggunakan software
Minitab 15.0, model ekspor jagung Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi sudah cukup
baik, yakni memiliki nilai R2 sebesar 99.6 persen. Namun, terdapat masalah multikolinearitas
yang dilihat dari nilai VIF-nya yang terdapat nilai yang lebih besar dari 10. Dengan
demikian, model tersebut tidak memenuhi asumsi OLS. Selanjutnya data kembali diolah
dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Hasil yang diperoleh
berdasarkan persamaan regresi PCA bahwa faktor yang berpengaruh adalah variabel volume
produksi yang memiliki koefisien sebesar 0.00186 yang berarti bahwa apabila terjadi
kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton, maka volume produksi akan
mengalami kenaikan sebesar 0.00186 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 65583.33
lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas taraf nyata lima persen
menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia
di pasar Malaysia.
Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang
diperoleh untuk variabel harga jagung domestik sebesar -0.3125. Hal ini mencerminkan
bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah per ton harga jagung domestik, maka akan
menurunkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.3125 ton, cateris
paribus. Nilai t-hitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -2378666.67 lebih besar
dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan
bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar
Malaysia. Pada variabel nilai tukar terhadap dollar Amerika memiliki hubungan yang positif
dengan ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien
regresi yang diperoleh pada variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar
37517 bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap dollar Amerika, maka akan
menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 37517, cateris
paribus. Nilai t-hitung sebesar 2885923 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860
yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008 memiliki model
ekspor yang cukup baik dengan nilai R2 sebesar 93.8 persen. Namun, terdapat masalah
multikolinearitas yang dilihat dari nilai VIF-nya yang terdapat nilai yang lebih besar dari 10.
Dengan demikian, model tersebut tidak memenuhi asumsi OLS. Selanjutnya data kembali
diolah dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Berdasarkan hasil regresi
PCA bahwa hanya variabel nilai tukar rupiah terhadap US$ yang tidak berpengaruh secara
nyata pada taraf nyata lima persen. Koefisien yang diperoleh sebesar -2903 yang berarti
bahwa apabila terjadi kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap US$ (depresiasi), maka ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia akan mengalami penurunan sebesar 2903 ton, cateris
paribus. Nilai t-hitung sebesar -168892.65 yang lebih besar dari nilai t-tabel -1.833 yang
diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap
US$ berpengaruh secara nyata terhadap ekspor jagung Indonesia. Ketidaksesuaian nilai
dugaan terhadap hipotesis diduga bahwa nilai tukar rupiah pada kondisi yang terdepresiasi
terhadap US$.
Variabel volume produksi memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung dengan
koefisien regresi sebesar 0.0018 yang berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata jagung yang
diekspor sebesar satu ton maka akan menaikkan volume produksi jagung sebesar 0.0018 ton,
cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 1514787.65 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar
1.833 yang diatas taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi
signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Harga jagung domestik
memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dengan
koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0.0018 yang mencerminkan bahwa setiap kenaikan
rata-rata satu rupiah per ton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung pada
variabel harga jagung domestik sebesar -358996.14 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar
-1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga jagung
domestik signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Pada variabel harga ekspor jagung Indonesia memiliki hubungan yang positif terhadap
ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar
136.72 bahwa setiap kenaikan rata-rata harga ekspor jagung Indonesia sebesar satu dollar
(US$) per ton maka akan manaikkan ekspor jagung Indonesia sebesar 136.72 ton, cateris
paribus. Dari hasil nilai t-hitung sebesar 2804675.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel
sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga
ekspor jagung signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Variabel
volume ekspor periode sebelumnya memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung
Indonesia dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0.087 yang berarti bahwa setiap
kenaikan rata-rata volume ekspor periode sebelumnya sebesar satu ton maka akan menaikkan
ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.087 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung
yang diperoleh sebesar 702567.5 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas
taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume ekspor sebelumnya
signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Variabel volume impor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor
jagung Indonesia dengan koefisien regresi variabel impor jagung Indonesia sebesar 10389.27. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata impor jagung Indonesia sebesar satu
ton, maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 10389.27
ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -945338.49 lebih besar dibanding nilai t-tabel
sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume
impor jagung Indonesia signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Variabel laju inflasi memilki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung Indonesia, nilai
ini sesuai dengan hipotesis. Koefisien regresi variabel laju inflasi yang dihasilkan adalah
sebesar -1399. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata laju inflasi di Indonesia sebesar
satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia sebesar 1 399 ton,
cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -126092.83 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel
sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju
inflasi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Pada varibel dummy
berupa kondisi pra dan pasca diterapkannya AFTA yang berpengaruh secara nyata terhadap
volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada taraf nyata lima persen. Koefisien
regresi pada variabel dummy sebesar 383.5 yang berarti bahwa dengan diterapkannya
kebijakan AFTA, maka akan menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia
sebesar 383.5 ton, cateris paribus. Berdasarkan uji statistic, didapat nilai t-hitung sebesar
133241.38 yang lebih besar dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata
lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan terhadap ekspor jagung
Indonesia di pasar Malaysia.
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EKSPOR JAGUNG INDONESIA DI PASAR MALAYSIA
PADA SAAT PRA DAN KRISIS EKONOMI
SKRIPSI
YOSEP FERNANDO
A. 14105718
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRISBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul
: Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pada Pra dan Pasca Krisis Ekonomi
Nama
: Yosep Fernando
NRP
: A.14105718
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Harmini, MS.
NIP. 19600921 198703 2 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Ujian: 11 Desember 2009
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EKSPOR JAGUNG INDONESI DI PASAR MALAYSIA PADA SAA PRA DAN
PASCA KRISIS EKONOMI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI
LAIN
ATAU
LEMBAGA
LAIN
MANAPUN
UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN
BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN
TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN
YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Desember 2009
Yosep Fernando
A.14105718
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di sebuah kota kecil di garis pinggiran barat provinsi Lampung
pada tanggal 11 Oktober 1984. Anak kedua dari pasangan Bapak Faizal Hamid, S.Pd
dan Ibunda Rosyadah. Penulis memulai pendidikan formalnya di TK Aisyah Krui
Lampung Barat pada tahun 1989 hingga 1990. Pendidikan dasar penulis peroleh dari SD
Negeri 1 Krui Lampung Barat dan lulus pada tahun 1996 dan SLTP Negeri 1 Krui
Lampung Barat lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri
1 Krui Lampung Barat lulus pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI pada program studi Manajemen Bisnis dan Koperasi,
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, dan lulus pada
tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis banyak terlibat di berbagai organisasi
kemahasiswaan, baik internal kampus maupun eksternal kampus. Di lingkungan internal
kampus, penulis pernah terlibat sebagai Wakil Sekretaris Umum DPM Faperta,
Wabendum FKMD IPB, Wakil Ketua FKMD IPB, Wakil Ketua FKMBK, Ketua
Komisi Eksternal MPS IPB, Keluarga Mahasiswa Lampung, UKM ASPECT IPB. Pada
lingkungan eksternal kampus, penulis sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat Faperta IPB, Sekretaris Umum HMI Cabang
Bogor, dan saat ini penulis menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi HMI se
Jabotabeka-Banten. Selama di HMI, penulis menempuh pelatihan seperti Basic Training
(2004), Intermediate Training Tingkat Nasional sebagai delegasi dari Bogor (2006), dan
Advance Training Tingkat Nasional di Medan (2008). Saat ini, penulis banyak bergelut
di kegiatan tulis-menulis. Beberapa karya ilmiah pernah dipublikasi di media massa,
diantaranya Harian Pelita, Radar Bogor, Radar Lampung, Radar Lambar, dan Rakyat
Lampung.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia
di Pasar Malaysia Pada Saat Pra dan Pasca Krisis Ekonomi”. Tak lupa pula shalawat
serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Akhir Zaman, Muhammad SAW, yang
telah membawa keberkahan kepada umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang beserta keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya yang
setia sampai. Amiinn….
Tak Ada Gading Yang Tak Retak, begitu juga dalam penulisan Skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap agar Skripsi ini
dapat berguna bagi semua pihak terutama bagi yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan
dan bantuan dari berbagai pihak baik yang bersifat bantuan moral maupun materiil
mulai dari tahap persiapan, saat pelaksanaan, maupun saat penyusunan Skripsi ini. Oleh
karena itu, izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Ayahanda Faizal Hamid, S.Pd dan Ibunda Rosyadah yang senantiasa memberikan
kasih sayang, semangat kepada penulis akan arti kehidupan yang tak terhingga
sampai akhir masa. Sungguh kalian sebagai mata air kehidupan yang selalu
mengalir dalam dinamika kehidupan yang sedang Ananda jalani.
2.
Ibu Ir. Harmini, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan, saran, dan kritik terhadap penulisan Skripsi ini agar dapat
dijadikan sebagai karya yang terbaik.
3.
Bapak Muhammad Firdaus, SP., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji utama yang
telah memberikan masukan dan kritik konstruktifnya kepada penulis dalam
penyempurnaan Skripsi agar dapat bermanfaat.
4.
Bapak Arief Karyadi, SP selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan
masukan dan kritik konstruktifnya kepada penulis dalam penyempurnaan Skripsi
ini agar menjadi lebih baik lagi.
5.
Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator yang telah memberikan
masukan dan kritik konstruktifnya kepada penulis pada saat seminar proposal
penelitian (kolokium).
6.
Sahabatku yang baik Mukti Wahi yang telah bersedia menjadi pembahas pada saat
seminar. Terima kasih masukannya demi penyempurnaan Skripsi ini.
7.
Kakakku Ns. Silvia Septi, S.Kep dan kedua adikku (Robi Chandra dan Andri
Wilson) yang selalu memberikan kebahagiaan dalam suasana kekeluargaan yang
sangat harmonis.
8.
Kanda Prof. Dr. Herry Suhardiyanto, M.Sc (Rektor IPB) “sang spiritual
motivation” bagi penulis karena berka diskusi, perbicangan dan tausyiah-tausyiah
beliau semakin memperkaya khasanah ilmu dan wawasan yang dimiliki. Filosofi
dalam menjalani kehidupan “mengalir seperti air” menjadi cerminan sikap
kesederhaan dan pribadi yang mantap dari beliau patut untuk diteladani oleh kita
semua.
9.
Kanda Prof. Dr. Soleh Solahuddin, Kanda Prof. Dr. MA Chozin, Kanda Prof.
Supiandi Sabiham, Kanda Prof. Rizal Syarief, yang telah memberikan
penggemblengan kaderisasi kepada penulis agar penulis selalu memberikan karya
kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
10. Kanda Dr. Fadhil Hasan (Ekonom Senior INDEF), Kanda Dr. Harry Azhar Aziz
(Ketua Panggar DPR RI), dan Kanda MS. Kaban, SE., M.Si., yang telah banyak
membantu penulis baik dari sisi moril maupun materiil. Penulis sangat
membutuhkan bimbingan dari Kanda semuanya agar terus memberikan yang
dapat bermanfaat bagi masyarakat.
11. Kanda Ir. Tauhid Ahmad, M.SE (Tenaga Ahli UNDP) dan Mas Teguh Juwarno
yang telah memberikan saran dan bahan rujukan untuk menyelesaikan Skripsi ini.
Terima kasih ya Mas Tauhid dan Mas Ju,, kapan kita bias berkumpul lagi yah??
Taman Kencana menanti kehadiran kita tuh Mas..
12. Kanda Dr. Arif Budimanta (Direktur Eksekutif Megawati Institute) atas hubungan
kekeluargaan yang demikian hangat dan akrab yang senantiasa konsisten
mendorong penulis bergerak selangkah lebih maju menuju perubahan. Hal ini
tentunya memacu penulis untuk terus menerus melakukan pembelajaran sekaligus
mengasah kemampuan responsif dan adaptif yang tinggi terhadap segala
perubahan.
13. Kanda Dr (can). Sofyan Sjaf yang telah banyak memberikan masukan kepada
penulis tentang dunia pergerakan mahasiswa. Sangat sulit mencari seseorang
seperti dirimu, Kanda.
14. Bunda Dr (can). Marissa Haque yang telah banyak membantu penulis untuk
menemukan dunia kehidupan yang sebenarnya. Terima kasih ya Bunda atas
dibukanya pintu jaringanmu untuk diriku. Bunda, beasiswa dari The Habibie
Center dan Bina Insan Cita, belum bisa cair nih….
15. Mas La Ode Abdul Rahman, S.Si., M.Si., Team Statistica Center, Leni Marlena,
Maryati dan Riska “Icha” Pujiati yang telah banyak membantu penulis dalam
pengolahan data dan mencarikan reference dalam penyelesaian Skripsi ini. Terima
kasih ya buat kalian semua.
16. Rekan-rekan di Badko HMI se-Jabotabeka Banten Periode 2008-2010; Ilung,
Jalal, Rijali, Asyari, Ato, sauqi. Terima kasih atas hikmah dan pembelajaran yang
telah kita lalui, walaupun baru sebagian saja.
17. Rekan-rekan HMI Cabang Bogor; Harris, Aqsa, Ikir, Yudi, Taufiq, Suci, Caput,
Hamim, Yaya, Didu, Eny, Icha Cuhh. Sungguh suatu dinamika yang sangat
membanggakan.
18. Komunitas B4 (Yamin, Cupi, Ira, Bau, Dian, Amad) yang selalu memberikan
keceriaan dalam penyelesaian Skripsi ini. Laptop dari Yamin yang sangat
membantu penyelesaian dari Skripsi ini.
19. Komunitas MAB’14 dengan segala pengalaman dan kehagiaan tersendiri yang tak
terlupakan.
20. Adik-adik Komisariat Faperta IPB; Iham, Andin, Ayu, Riza, Ridho, Yudhis,
Andri, Nahrul, atas motivasi kepada penulis untuk terus berjuang tiada henti.
Ingatlah, ilmu amaliah-amal ilmiah. Yakin Usaha Sampai.
21. Keluarga besar KAHMI dan HMI Cabang Bogor serta pihak lainnya yang turut
membantu memberikan semangat dan mendoakan demi kelancaran penulisan
Skripsi ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
ix
x
xiii
xv
xvi
xvii
1
Latar Belakang ................................................................................
Perumusan Masalah .........................................................................
Tujuan ............................................................................................
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ...................................
Kegunaan Penelitian .......................................................................
1
6
11
11
12
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
13
2.1 Gambaran Umum Komoditi Jagung .................................................
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu .............................................................
2.2.1 Penelitian Tentang Jagung....................................................
2.2.2 Penelitian Tentang Daya Saing.............................................
2.2.3 Penelitian Tentang Revealed Comparative Advantage .........
2.2.4 Penelitian Tentang Ordinary Least Square ..........................
13
15
15
20
24
27
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................
32
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ...........................................................
3.1.1 Teori Perdagangan Internasional .........................................
3.1.2 Teori Daya Saing ................................................................
3.1.2.1 Keunggulan Komparatif ..........................................
3.1.2.1 Keunggulan Kompetitif ...........................................
3.1.3 Teori Ekspor .......................................................................
3.1.4 Teori Revealed Comparatived Advantage ...........................
3.1.5 Analisis Regresi Berganda ..................................................
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................
32
32
37
39
40
41
42
43
44
48
IV. METODE PENELITIAN ....................................................................
49
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
Jenis dan Sumber Data ...................................................................
Metode Analisis dan Pengolahan Data ............................................
Revealed Comparative Advantage ..................................................
Analisis Regresi Berganda ..............................................................
Uji Hipotesis dan Perumusan Model ...............................................
Batasan Operasional .......................................................................
49
49
49
50
52
59
61
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
64
5.1 Daya Saing Jagung Indonesia di Pasar Malaysia ..............................
5.1.1 Analisis Daya Saing Komparatif Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi .......................................
5.1.2 Analisis Daya Saing Komparatif Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi ....................................
5.2 Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia ..............
5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia ................................................................................
5.3.1 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia
Pra Krisis Ekonomi ................................................................
5.3.2 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia
Pasca Krisis Ekonomi ............................................................
64
95
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
104
6.1 Kesimpulan .....................................................................................
6.2 Saran ...............................................................................................
104
105
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
106
LAMPIRAN ...............................................................................................
109
65
69
75
87
87
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
Neraca Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 1993-2007
(dalam juta US$) ........................................................................
2
Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Indonesia
Tahun 2002-2005 (dalam satuan ton) .........................................
3
Perkembangan Ekspor dan Impor Jagung 1005 di Indonesia
Tahun 1990-2008 (dalam satuan ton) .........................................
3
Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ...........................................
65
Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi ........................................
70
Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia
Pra Krisis Ekonomi ....................................................................
87
7.
Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Menjadi Z .........................
88
8.
Total Variance Explained ...........................................................
89
9.
Matriks Komponen Utama .........................................................
90
10.
Skor Komponen Utama ..............................................................
91
11.
Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia
Pasca Krisis Ekonomi ................................................................
96
12.
Hasil Pembakuan Peubah-Peubaha X Menjadi Z ........................
96
13.
Total Variance Explained ...........................................................
97
14.
Matriks komponen Utama ..........................................................
98
15.
Skor Komponen Utama ..............................................................
99
6.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Negara Produsen Jagung Dunia ..................................................
4
2.
Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia .......
8
3.
Perkembangan Nilai Ekspor Jagung Indonesia
di Pasar Malaysia .......................................................................
8
4.
Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional ........
34
5.
Peranan Perdagangan Internasional terhadap
Perekonomian Nasional .............................................................
37
6.
Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................
48
7.
Perkembangan Volume Produksi Jagung di Indonesia
Pra Krisis Ekonomi ....................................................................
76
Perkembangan Volume Produksi Jagung di Indonesia
Pasca Krisis Ekonomi ................................................................
78
9.
Perkembangan Harga Jagung Domestik Pra Krisis Ekonomi ......
79
10.
Perkembangan Harga Jagung Domestik Pasca Krisis Ekonomi ..
79
11.
Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ...........................................
80
Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi ........................................
80
Perkembangan Volume Impor Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ...........................................
83
Perkembangan Volume Impor Jagung Indonesia
Pasar malaysia Pasca Krisis Ekonomi ........................................
83
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Pra Krisis Ekonomi ....................................................................
85
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Pasca Krisis Ekonomi ................................................................
85
17.
Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Pra Krisis Ekonomi .....
86
18.
Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi ...
87
8.
12.
13.
14.
15.
16.
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Tahun 1990-2008 .........
109
2.
Perkembangan Impor Jagung Indonesia Tahun 1990-2008 .............
109
3.
Volume Ekspor Indonesia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008 .......
109
4.
Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Malaysia Tahun 1990-2008 .......
110
5.
Nilai Ekspor Jagung Dunia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008 ....
110
6.
Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi .........
111
7.
Hasil Principal Component Analysis Pra Krisis Ekonomi ...............
112
8.
Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi .....
115
9.
Hasil Principal Component Analysis Pasca Krisis Ekonomi ...........
116
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan pertanian perlu terus dikembangkan agar mengarah pada
terciptanya pertanian yang efisien, memiliki daya saing, mampu meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup para petani pada khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya. Arah pembangunan tersebut melalui peningkatan pola agribisnis,
terutama peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, penganekaragaman
komoditas unggulan, peningkatan nilai tambah produk serta perluasan penguasaan
pasar (Mahfudz et al, 2004).
Pertanian
merupakan
menumbuhkembangkan
salah
perekonomian
satu
sektor
dalam
ekonomi
meningkatkan
yang
dapat
pertumbuhan
ekonomi secara nasional. Betapa pentingnya pilar pertanian membuat pencitraan
Indonesia di mata dunia sebagai negara agraris bukan semboyan politik belaka,
sehingga tumpuan ekonomi Indonesia sebagian besar dari sektor pertanian yang
kemudian menjadi komoditas agribisnis seiring dengan meningkatnya jumlah
industri.
Selama periode 1993-2007, ekspor Indonesia meningkat sebesar 13,20
persen menjadi US$ 114 100,9 juta, yang terdiri dari ekspor migas sebesar US$ 22
088,6 juta dan ekspor non migas sebesar US$ 92 012,3 juta atau masing-masing
meningkat sebesar 4,09 persen dan 15,62 persen. Sementara impor Indonesia
secara keseluruhan tercatat sebesar US$ 74 473,4 juta pada tahun 2007 atau
meningkat 21,96 persen dibanding tahun sebelumnya. Impor migas mencapai US$
21 932,8 juta atau naik 15,66 persen, sedangkan impor non migas mencapai US$
2
52 540,6 juta atau meningkat sebesar 24,79 persen (BPS, 2007). Selengkapnya
neraca perdagangan luar negeri Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Neraca Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 1993-2007
(dalam Juta US$)
Tahun
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Ekspor
Total
36,823.0
40,053.4
45,418.0
49,814.8
53,443.6
48,847.6
48,665.4
62,124.0
56,320.9
57,158.8
61,058.2
71,584.6
85,660.0
100,798.6
114,100.9
Non Migas
27,077.2
30,359.8
34,953.6
38,092.9
41,824.0
40,975.5
38,873.2
47,757.4
49,684.6
45,046.1
47,406.8
55,939.3
66,428.4
79,578.7
92,012.3
Impor
Total
28,327.8
31,983.5
40,628.7
42,928.5
41,679.8
27,336.9
24,003.3
33,514.8
30,962.1
31,288.9
32,550.7
46,524.5
57,700.9
61,065.5
74,473.4
Non Migas
26,157.2
29,616.1
37,717.9
39,333.0
37,755.7
24,683.2
20,322.2
27,495.3
25,490.3
24,763.1
24,939.8
34,792.5
40,243.2
42,102.6
52,540.6
Neraca
Total
8,495.2
8,069.9
4,789.3
6,886.3
11,763.8
21,510.7
24,662.1
28,609.2
25,358.8
25,869.9
28,507.5
25,060.1
27,959.1
39,733.1
39,627.5
Non Migas
920.0
743.7
-2,764.3
-1,240.1
4,068.3
16,292.3
18,551.0
20,262.1
24,194.3
20,283.0
22,467.0
21,146.8
26,185.2
37,476.1
39,471.7
Sumber : BPS, 2007
Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai tambah dan sangat
potensial untuk dikembangkan adalah jagung. Jagung merupakan kebutuhan
kedua terbesar setelah beras. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri
ternak membuat semakin tingginya permintaan akan jagung sebagai bahan baku
pakan ternak. Selain itu, nilai tambah yang dapat diambil dari jagung adalah
sebagai bahan baku industri olahan.
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan swasembada jagung pada 2007,
dengan target produksi 15 juta ton karena kebutuhan konsumsi dan industri pakan
ternak yang melonjak. Produksi jagung dari tahun 2002 sampai dengan tahun
2005 mengalami peningkatan yang diiringi dengan tanaman pangan lainnya yang
3
merupakan tanaman pangan kedua setelah beras. Peningkatan produksi tanaman
pangan dan palawija dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Indonesia Tahun 20022005 (dalam satuan Ton)
Kacang Kacang
Kedelai
2002
9.654.105 673.056 718.071
2003 10.886.442 671.600 785.526
2004 11.225.243 723.483 837.495
2005 12.523.894 808.353 836.295
Sumber : Departemen Pertanian, 2005
Tahun
Jagung
Kacang
Hijau
288.089
335.224
310.412
320.963
Ubi Kayu
Kentang
16.913.104
18.523.810
19.424.707
19.321.183
1.771.642
1.991.478
1.901.802
1.856.969
Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi jagung di Indonesia, maka
keragaan ekspor jagung mengalami peningkatan pula. Disamping itu juga,
keragaan impor jagung mengalami peningkatan. Ekspor dan impor jagung yang
dilakukan merupakan jenis jagung yang diperdagangkan dengan seri 1005.
Perkembangan ekspor dan impor jagung dalam kurun waktu 19 tahun dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Jagung 1005 di Indonesia Tahun
1990-2008 (dalam satuan ton)
Tahun
Ekspor
Impor
Tahun
Ekspor
1990
1,418,335.2
9,050
2000
28,066
1991
33,222
323,263
2001
90,474
1992
149,694.8
55,876
2002
16,306
1993
60,837
494,470
2003
33,691
1994
37,441
973,968
2004
32,679
1995
79,144
973,968
2005
54,009
1996
26,830
616,941
2006
28,074
1997
18,957
1,098,354
2007
101,740
1998
624,942
299,917
2008
107,001
1999
90,647
618,060
Sumber : Departemen Pertanian, 2008, FAO1 dan UN Comtrade2
1
2
www.fao.org
www.comtrade.un.or
Impor
1,264,575
1,035,797
1,154,063
1,345,446
1,088,928
185,957
1,775,321
701,953
286,541
4
Dari data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekspor jagung
Indonesia cenderung fluktuatif dibandingkan dengan jumlah impor jagung
Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan. Kondisi tersebut dapat
menunjukkan bahwa impor jagung seri 1005 di Indonesia semakin meningkat
disebabkan oleh kebutuhan jagung domestik yang digunakan sebagai kebutuhan
bahan baku industri.
Fluktuatifnya jumlah ekspor jagung Indonesia di pasar internasional
menunjukkan bahwa jagung yang di ekspor Indonesia dengan jenis jagung seri
1005 masih sangat minim. Hal ini disebabkan oleh jumlah kebutuhan jagung di
Indonesia lebih tinggi dibandingkan jumlah jagung yang di ekspor ke pasar
internasional.
Jumlah produksi jagung di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan
dengan negara produsen utama jagung dunia. Berdasarkan data BPS (2007)
produktivitas jagung di Indonesia baru mencapai 3,7 ton/ha. Untuk lebih jelas
perbandingan produktivitas jagung Indonesia dengan negara-negara produsen
jagung dunia menurut data FAO (2006) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.1. Produsen Utama Jagung Dunia
Sumber : BPS (2007)
Gambar 1. Negara Produsen Jagung Dunia
Sumber : Departemen Pertanian, 2007
5
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah membuka diri untuk
ikut ambil bagian dalam perdagangan internasional dan dengan pertumbuhan
ekonomi dunia yang sangat cepat, maka dituntut untuk bisa ikut bersaing di
dalamnya. Oleh karenanya, diperlukan strategi pertumbuhan ekspor yang kuat dan
tangguh yang dapat tercapai bila produk ekspor yang pada dasarnya ditujukan
untuk menciptakan struktur ekspor yang kuat dan tangguh tersebut telah semakin
beragam, penyebaran pasar makin luas dan pelakunya juga semakin banyak.
Perkembangan ekspor hasil pertanian Indonesia selama periode 2002-2007
sangat fluktuatif. Pada tahun 2003 dan 2004 nilai ekspor pertanian Indonesia
mengalami penurunan, masing-masing sebesar 1,64 persen dan 1,19 persen.
Keadaan tersebut terjadi karena produk pertanian Indonesia masih kalah bersaing
di pasar ekspor dengan negara lain, seperti China yang mulai aktif melakukan
ekspansi di sektor pertanian. Meskipun masih dalam kondisi persaingan ketat
dengan negara lain, ekspor hasil pertanian mulai menunjukkan titik cerah kembali
pada tahun 2005 yang mengalami peningkatan ekspor sebesar 15,39 persen dan
pada tahun 2006 mengalami kenaikan hingga 16,82 persen. Demikian juga halnya
pada tahun 2007 yang secara relatif mengalami kenaikan sebesar 8,2 persen
dibanding tahun 2006 atau telah menambah pasokan devisa senilai US$ 276,3 juta
(BPS, 2007).
Indonesia berpeluang memasok jagung di pasar dunia karena kondisi pasar
internasional masih sangat terbuka dan menjadi peluang bagi Indonesia untuk
meningkatkan produksi jagung dan menggenjot ekspor. Hal ini terlihat dari
tingkat permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan industri makanan maupun
industri pakan ternak. Total produksi jagung di tingkat dunia 690 juta ton, 40
6
persen di antaranya kontribusi AS, 20 persen dari China, 7 persen dari Uni Eropa
dan Brasil sebanyak 6 persen. Sedangkan pemakaian jagung untuk etanol
khususnya di AS, pada 2005 mencapai 50 juta ton atau 20 persen dari kebutuhan
jagung nasional, sementara untuk 2006 naik menjadi 55 juta ton (22 persen) dan
pada 2008 diperkirakan meningkat menjadi 82 juta ton (30 persen)3.
Pada saat-saat tertentu Indonesia mengimpor jagung cukup tinggi, tetapi
saat-saat lain (musim panen raya) Indonesia juga mengekspor jagung ke beberapa
negara Asia. Volume dan nilai ekspor jagung Indonesia selama dua dekade
terakhir meningkat dengan laju 354 persen dan 239 persen per tahun. Laju
peningkatan ekspor jagung Indonesia sebelum krisis rata-rata hanya 69 840 ton ($
9,1 juta) per tahun, dan setelah krisis menjadi 234 572 ton ($ 24,58 juta) per
tahun. Fenomena inilah yang dapat menggambarkan prospek dan kemampuan
daya saing komoditi jagung Indonesia di masa yang akan datang4.
1.2.
Perumusan Masalah
Situasi dan kondisi pangan dunia saat ini terjadi, bahkan dapat dikatakan
menuju krisis, hal ini terjadi karena pasokan pangan ke pasar dunia cenderung
berkurang sebagai akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak yang tajam.
Pertumbuhan pembangunan yang pesat di India dan China yang termasuk dalam
empat besar negara berpenduduk terbesar di dunia, serta dampak global warming
turut berpengaruh terhadap penyediaan pangan5.
Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan
teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan
3
Martin Sihombing, Indonesia berpotensi kuasai pasar jagung. Monday, 22 January 2007
www.sinartani.com.
5
Op cit.
4
7
menyatunya
pasar
domestik
dengan
pasar
internasional.
Perkembangan
perekonomian Indonesia tidak terlepas dari perubahan perekonomian di negara
lain. Oleh karena itu, arah kebijaksanaan di bidang perdagangan ekspor ditujukan
untuk meningkatkan ekspor barang khususnya komoditi pertanian dengan
berbagai upaya, seperti meningkatkan daya saing dan penganekaragaman produk.
Perubahan rejim pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas
membawa konsekuensi harga komoditas pertanian, khususnya pangan di pasar
domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar internasional. Dengan pengertian
lain, harga komoditas pangan di pasar dunia secara langsung akan mempengaruhi
harga komoditas pangan domestik. Jagung sebagai salah satu komoditas pangan,
maka dinamika harganya tidak terlepas dari arah kebijakan perdagangan, pasar
komoditas pangan dunia, stabilitas harga dan fluktuasi nilai tukar. Akumulasi
perubahan dari berbagai aspek tersebut secara simultan akan mempengaruhi dinamika
harga komoditas jagung domestik.
Krisis global dan krisis energi yang melanda dunia, mempengaruhi
kebijakan negara-negara pengekspor jagung utama dunia seperti Amerika Serikat,
Mexico, Argentina dan Brasil. Setelah krisis, negara pengekspor jagung tersebut,
kini menahan produknya untuk digunakan sebagai bahan baku energi alternatif di
negara masing-masing. Kondisi ini menjadi peluang yang sangat besar bagi
Indonesia6 untuk dapat mempertahankan pangsa pasar jagung di Malaysia.
Perkembangan ekspor jagung ke negara tujuan salah satunya adalah
Malaysia sangat berfluktuatif. Malaysia merupakan pasar yang sangat potensial
jika dibandingkan dengan negara tujuan ekspor jagung lainnya, karena tingkat
permintaan jagung di pasar Malaysia lebih tinggi dibandingkan negara tujuan
6
www.suarapembaharuan.co.id
8
lainnya. Disamping itu juga jumlah ekspor jagung dunia di pasar Malaysia lebih
tinggi dibandingkan jumlah ekspor jagung dunia di negara tujuan ekspor lainnya.
Malaysia merupakan pangsa pasar jagung Indonesia di kawasan ASEAN yang
memiliki prospek potensial. Berdasarkan data pada Gambar 2 dan Gambar 3
menjelaskan bahwa baik dari jumlah jagung yang diekspor maupun nilai ekspor
jagung memiliki jumlah dan nilai yang tinggi dibandingkan dengan negara tujuan
ekspor jagung lainnya. Nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia yang paling
tinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar US$ 42 265 616 dengan jumlah jagung yang
diekspor sebanyak 410 177 ton. Perkembangan volume ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia
Sumber : Departemen Pertanian, 2008 dan Comtrade, 2009
Gambar 3. Perkembangan Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia
Sumber : Departemen Pertanian, 2008 dan Comtrade, 2009
9
Kondisi permintaan jagung di pasar Malaysia tersebut membuat Indonesia
untuk mempertahankan Malaysia sebagai pangsa pasar yang sangat potensial.
Walaupun, keragaan ekspor jagung dunia di pasar Malaysia tidak hanya menerima
pasokan jagung dari Indonesia. Tingginya permintaan jagung di pasar Malaysia
membuat negara-negara di dunia untuk turut serta memperdagangkan jagung ke
pasar Malaysia, sehingga menjadikan posisi pasar Malaysia sebagai pasar
persaingan sempurna. Hal inilah yang membuat Indonesia untuk mengambil
bagian dan mempertahankan posisinya di pasar Malaysia, sehingga sangatlah
perlu untuk dilakukan penelitian mengenai daya saing jagung Indonesia di pasar
Malaysia.
Berbagai upaya meningkatkan daya saing jagung perlu untuk segera
ditingkatkan agar jagung Indonesia memiliki keunggulan komparatif bahkan
menghilangkan
ketergantungan
impor
jagung.
Faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan agar produksi jagung Indonesia dapat lebih ditingkatkan dan mampu
berdaya saing adalah berawal dari produksi yang kemudian ditawarkan di pasar
internasional.
Seiring dengan upaya peningkatan jumlah ekspor, impor jagung Indonesia
juga relatif meningkat dari tahun ke tahun, meskipun kondisi nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika memiliki kecenderungan terdepresiasi juga perlu untuk
segera teratasi. Ekspor jagung Indonesia dihadapkan pada tantangan dan
permasalahan yang kemudian dapat menyebabkan berfluktuasinya volume ekspor
jagung.
Fluktuasi ini dapat
perkembangan ekspor jagung.
mengakibatkan resiko terhadap kelanjutan
10
Era perdagangan bebas dengan menguatnya arus globalisasi menuntut
suatu negara untuk meningkatkan produk-produk yang memiliki keunggulan
bersaing. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kondisi komoditi yang diekspor
harus lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi yang diimpor. Pengaruh akan
dimulainya
perdagangan
bebas
terutama
negara-negara
ASEAN
adalah
diterapkannya AFTA. Liberalisasi perdagangan AFTA yang berlaku sejak 1
Agustus 2003 menyebabkan makin terbukanya pasar di kawasan ASEAN dan
makin tajamnya persaingan antar negara di kawasan ini.
Komoditi pertanian yang mempunyai daya saing tinggi akan mampu eksis
dan terus berkembang sehingga ekspor negara-negara ASEAN (termasuk
Indonesia) akan makin besar yang selanjutnya akan dapat mendorong produksi
dalam negeri serta meningkatkan pendapatan petani, kesempatan kerja, dan devisa
negara. Bagi Indonesia, manfaat positif yang diharapkan dari liberalisasi
perdagangan AFTA ini adalah kontribusinya bagi proses pemulihan ekonomi
nasional dari krisis.
Berdasarkan informasi tersebut yang diiringi dengan proses penyejagatan
ekonomi di tingkat dunia, maka masalah perdagangan jagung di Indonesia tidak
terlepas dari situasi perdagangan jagung di tingkat internasional, nasional, dan
regional. Oleh sebab itu maka daya saing jagung Indonesia perlu untuk diteliti dan
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor jagung
Indonesia.
Dengan
demikian,
berdasarkan
uraian
yang
telah
dikemukakan
sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini,
mencakup:
11
1. Apakah Indonesia memiliki daya saing untuk komoditi jagung di pasar
Malaysia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan kinerja ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia pada saat pra dan pasca krisis
ekonomi?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah tertuang di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Menganalisis daya saing ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada
saat pra dan pasca krisis ekonomi.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia
di pasar Malaysia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi.
1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Sehubungan dengan
keterbatasan waktu, ketersediaan data
serta
kemampuan dalam melakukan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini
terbatas pada :
1. Penelitian ini mengukur daya saing komoditi jagung Indonesia dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia sebagai salah satu negara tujuan ekspor jagung.
2. Data jumlah jagung yang diekspor tidak dibedakan berdasarkan jenis
jagung maupun dalam bentuk jagung olahan maupun jagung segar di
Indonesia.
12
1.5.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada
berbagai pihak mengenai daya saing jagung Indonesia. Selain itu, penelitian ini
juga dapat memberikan informasi tentang bagaimana factor-faktor yang
mempengaruhi secara signifikan terhadap kinerja ekspor jagung Indonesia.
Adapun secara khusus, kegunaan penelitian ini dapat memberikan manfaat
kepada:
1. Pemerintah sebagai decision maker dalam penetapan kebijakan. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi
daya saing jagung Indonesia. Dengan demikian, dapat berguna sebagai
bahan masukan dalam pembuatan kebijakan yang mendukung kegiatan
perdagangan jagung.
2. Bagi pelaku ekonomi, baik petani maupun pelaku pasar, diharapkan
penelitian
ini
dapat
menambah
informasi
dalam
merencanakan
pengembangan agribisnis jagung dan dapat menjadi masukan dalam
penerapan strategi yang akan dijalankan pada masa kini dan masa yang
akan datang.
3. Penulis dan khalayak pembaca, penelitian ini dapat menjadi sarana
pembelajaran dalam menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor jagung Indonesia. Selain itu, dapat dijadikan
sebagai bahan literature dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Gambaran Umum Komoditi Jagung
Tanaman jagung termasuk dalam ordo Tripsoseae, famili rumput-
rumputan (Graminae), sub famili Panicoidae dan genus Zea. Panjang batangnya
25-650 cm, tergantung pada tipe-nya, daun bertulang sejajar dan terbentuk pada
masing-masing buku, helai daun tipis, datar dan tengah melebar. Jagung
mempunyai perakaran serabut yang terdiri dari akar seminal, akar koronal, dan
akar nafas. Akar seminal adalah akar yang tumbuh ke bawah, akar kononal adalah
akar yang tumbuh ke arah atas dan akar nafas adalah akar yang tumbuh dari bukubuku di permukaan tanah (Suciany, 2007).
Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Peru, Equador, Bolivia, dan
Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, yang merupakan komoditi
pertanian unggulan yang berprospek tinggi. Tanaman ini banyak ditanam di
ladang-ladang yang berhawa sedang dan panas sebagai tanaman bahan makanan
daerah setempat dan bahan makanan untuk ternak. Sebagai bahan makanan,
jagung mengandung za-zat: gula, kalium, asam jagung dan minyak lemak. Buah
yang masih muda banyak mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor besi,
belerang, vitamin A, B2, B6, C, dan K. rambutnya mengandung minyak lemak,
damar, gula, asam maisenat, dan garam-garam mineral. Biji buah jagung biasanya
dibuat tepung jagung atau maizena (Suroso, 2006).
Jagung merupakan tanaman semusim yang tinggi, biasanya dengan batang
tegak yang dominan, walaupun ada beberapa cabang pangkal (anakan) pada
beberapa genotip dan lingkungan. Kedudukan daun distik (dua baris daun tunggal
yang keluar dalam kedudukan berselang), dengan pelapah-pelapah daun yang
14
saling bertindih dan daun-daunnya lebar yang relatif panjang. Jagung merupakan
salah satu species pertama yang ditunjukkan memiliki lintasan fotosistesis asam
dikarbonat C4.
Secara mikro konsumsi jagung sebagai bahan makanan pada umumnya
lebih banyak dilakukan oleh masyarakat desa dibanding masyarakat kota.
Sudaryanto et al dalam Imron (2007) bahwa konsumsi jagung masyarakat
pedesaan mencapai 8,63 kg/th dan masyarakat perkotaan hanya 0,92 kg/th. Ini
berarti masyarakat desa mengkonsumsi jagung lebih banyak dibanding
masyarakat kota. Selain itu, masyarakat Indonesia juga mengkonsumsi jagung
dalam bentuk yang lain, seperti jagung basa berkelobot, jagung bakar, jagung
sayur.
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang strategis dan
bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai
macam keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda dapat digunakan
untuk pakan ternak, yang tua (setelah dipanen) dapat digunakan untuk pupuk hijau
atau kompos6.
Saat ini cukup banyak yang memanfaatkan batang jagung untuk kertas.
Harganya cukup menarik seiring dengan kenaikan harga bahan baku kertas berupa
pulp. Buah jagung yang masih muda banyak digunakan sebagai sayuran, perkedel,
6
Siwi Purwanto. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi
Jagung. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Diakses tanggal 15 Maret 2008.
15
bakwan, dan sebagainya. Kegunaan lain dari jagung adalah sebagai pakan ternak,
bahan baku farmasi, dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol7.
2.2.
Kajian Penelitian Terdahulu
2.2.1 Penelitian Tentang Jagung
Wibowo (2008) melakukan penelitian tentang analisis keunggulan
komparatif dan kompetitif pengusahaan komoditi jagung di Kabupaten Grobogan.
Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis keunggulan komparatif dan
kompetitif usahatani jagung apabila diusakan di dalam negeri, dan menganalisis
perubahan yang terjadi terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif jika terjadi
perubahan harga output dan harga input. Metode penelitian yang digunakan
berupa Matriks Analisis Kebijakan (PAM) dan Analisis Diamont Porter.
Berdasarkan hasil analisis matriks PAM, pengusahaan komoditi jagung I
Desa Panunggalan memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif
atau berdayasaing. Hal ini ditunjukkan oleh keuntungan privat dan keuntungan
social yang positif. Selain itu, nilai PCR dan DRC juga lebih kecil dari satu yang
mengindikasikan bahwa pengusahaan komoditi jagung memiliki daya saing.
Adapun untuk kebijakan pemerintah yang berlaku dalam pengusahaan komoditi
jagung hanya kebijakan terhadap input yang memberikan proteksi terhadap petani
yang berupa subsidi positif terhadap input.
Adanya perubahan terhadap harga input dan harga output juga
mempengaruhi keunggulan kompraratif dan kompetitif atau berdayasaing
pengusahan komoditi jagung di Desa Panunggalan. Berdasarkan lima hasil
analisis sensitivitas, semuanya berpengaruh terhadap penurunan jagung tetap
7
op cit.
16
menguntungkan, basic secara finansial maupun ekonomi, serta tetap berdaya
saing. Dari hasil analisis sensitivitas dengan perubahan satu variabel, yang
memiliki pengaruh paling besar terhadap daya saing pengusahaan komoditi
jagung adalah ketika terjadi perubahan harga output. Hal in mengindikasikan
bahwa harga output dalam pengusahaan komoditi jagung di Desa Panunggalan
masih memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan konstribusi
terhadap keuntungan usahatani. Adapun untuk Analisis Porter, secara keseluruhan
hasilnya menunjukkan bahwa kondisi yang ada di daerah penelitian mengukung
peningkatan daya saing pengusahaan komoditi jagung di daerah penelitian,
khususnya untuk keunggulan kompetitifnya.
Timor (2008) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan impor jagung di Indonesia. Penelitian tersebut
bertujuan untuk (1) mengkaji perkembangan produksi, konsumsi, dan impor
jagung di Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
jagung di Indonesia, dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
impor jagung di Indonesia. Metode yang digunakan adalah Two-Stage Last
Square (2SLS) dan model persaman simultan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan produksi jagung di
Indonesia disebabkan oleh peningkatan luas areal dan produktivitas jagung. Luas
areal mengalami peningkatan secara fluktuatif dan terkonsentrasi di Pulau Jawa,
disamping itu terjadi pergeseran dari lahan kering ke lahan sawah beririgasi pada
musim kemarau. Produktivitas jagung di Indonesia masih relatif rendah karena
system usaha tani belum optimal, yaitu sebagian besar petani masih menggunakan
17
benih varietas jagung lokal, penggunaan pupuk yang belum berimbang, dan masih
terbatasnya penggunaan pestisida untuk pengendalian hama.
Hasil estimasi diperoleh pada taraf nyata lima persen. Untuk persamaan
luas areal panen, variabel yang berpengaruh nyata adalah harga riil jagung di
tingkat produsen, harga riil kedelai, tingkat suku bunga kredit, dan luas areal
panen tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata. Variabel harga riil jagung di
tingkat produsen, tingkat inflasi, dan harga riil jagung lokal tahun sebelumnya
berpengaruh nyata terhadap harga riil jagung lokal, sementara variabel harga
impor jagung dan jumlah impor jagung tahun sebelumnya berpengaruh nyata
terhadap jumlah impor jagung Indonesia. Terdapat beberapa variabel yang
berpengaruh nyata tetapi tidak sesuai dengan teori ekonomi (hipotesis), yaitu
tingkat suku bunga kredit, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan tarif
impor jagung.
Imron (2007) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan ekonomi
dan perubahan faktor eksternal terhadap kinerja pasar jagung dan produk
turunannya. Imron mengemukakan tujuan penelitian tersebut, adalah (1)
menganalisis keragaan pasar jagung dan produk turunannya, (2) menganalisis
dampak kebijakan ekonomi dan perubahan faktor eksternal terhadap kinerja pasar
jagung dan produk turunannya, dan (3) menganalisis dampak kebijakan ekonomi
dan perubahan faktor eksternal terhadap kesejahteraan masyarakat selaku pelaku
pasar jagung dan produk turunannya. Penelitian tersebut menggunakan data time
series tahun 1980-2001 dan dianalisis melalui pendekatan ekonometrika. Model
terdiri dari 46 persamaan structural dan 10 persamaan identitas. Pendugaan
parameter dilakukan dengan metode 2SLS (Two-Stage Last Square).
18
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Ekonometrika Pasar Jagung
dan Produk Turunannya di Indonesia yang dibangun dalam penelitian ini mampu
dengan baik menjelaskan perilaku pasar jagung, pasar pakan, pasar telur ayam,
dan pasar daging ayam. Berbagai alternatif kebijakan dan perubahan faktor
eksternal berhasil disimulasikan secara menyeluruh. Pada periode 2007-2010,
kebijakan kredit KKP, pemberian subsidi pupuk, dan kombinasi antara kebijakan
swasembada, kredit KKP, dan subsidi pupuk, serta kebijakan intensifikasi jagung
akan dapat meningkatkan produk jagung, pakan ternak, daging ayam, dan telur
ayam. Sementara kebijakan nilai tukar rupiah sesuai dengan APBN 2007, justru
akan menurunkan produksi jagung, pakan ternak, daging dan telur ayam.
Kebijakan liberalisasi perdagangan jagung dan pengenaan tarif impor jagung
mampu meningkatkan produksi jagung, namun menurunkan produksi pakan,
daging ayam, dan telur ayam, sehingga harga ketiganya meningkat. Kebijakan
swasembada plus dan intensifikasi usahatani jagung mempunyai dampak yang
lebih besar terhadap peningkatan kinerja pasar jagung dan produk turunannya,
dibanding kebijakan yang lain.
Suciany (2007) melakukan penelitian tentang analisis keunggulan
komparatif dan kompetitif usahatani jagung dengan analisis biaya sumberdaya
domestik (BSD), studi kasus di Desa Karyamukti, Kecamatan Banyuresmi,
Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian untuk (1) mengetahui
tingka pendapatan usahatani jagung, (2) menganalisis keunggulan komparatif dan
kompatitif usahatani jagung, (3) menganalisis pengaruh perubahan harga input
dan output terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung.
19
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis
pendapatan usahatani dan analisis Biaya Sumberdaya Domestik (BSD).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total yang dihasilkan petani jagung golongan pemilik lahan
≤ 0,5 hektar adalah Rp 6 070 315,86 dan Rp 3 941 479,52 sedangkan bagi
golongan petani pemilik lahan > 0,5 hektar sebesar Rp 6 995 528,92 dan 4 583
024,22. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung di Desa Karyamukti
menguntungkan untuk diusahakan karena nilai pendapatan yang diperoleh bernilai
positif. Hasil analisis imbangan penerimaan biaya atau R/C atas biaya tunai dan
total untuk golongan petani pemilik lahan ≤ 0,5 hektar masing-masing sebesar
4,67 dan 2,04 sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk golongan
petani pemilik lahan > 0,5 hektar masing-masing 4,38 dan 2,02. Nilai R/C rasio
yang diperoleh petani pemilik lahan > 0,5 hektar lebih kecil dibandingkan
golongan petani pemilik lahan ≤ 0,5 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa
penerimaan yang diperoleh petani pemilik lahan ≤ 0,5 hektar lebih efisien, karena
penerimaan per biaya yang diperoleh lebih besar dari golongan petani pemilik
lahan > 0,5 hektar.
Analisis keunggulan komparatif terlihat bahwa nilai KBSD usahatani
jagung bernilai kurang dari satu, yaitu sebesar 0,302. Hal ini menunjukkan bahwa
sumberdaya domestik yang digunakan dalam pengusahaan jagung di Desa
Karyamukti efisien secara ekonomi untuk menghemat satu satuan devisa dan
mencerminkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh komoditi jagung. Hasil
analisis dari keunggulan komparatif menunjukkan bahwa usahatani jagung di
Desa Karyamukti menghasilkan nilai KBSD yang lebih kecil dari satu, yaitu
20
sebesar 0,429. Nilai KBSD tersebut menggambarkan bahwa pengusahaan jagung
di Desa Karyakumti mempunyai keunggulan kompetitif dan menguntungkan
secara finansial dalam menggunakan sumberdaya domestik.
2.2.2 Penelitian Tentang Daya Saing
Kurniawan (2008) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi dan daya
saing usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan
Selatan.
Penelitian
tersebut
bertujuan
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi jagung dan tingkat efisiensi teknis dan alokatif usahatani
lahan kering dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan fungsi
biaya dual, dan menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif)
usahatani jagung lahan kering dan pengaruh efisiensi terhadap daya saing di
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan dengan menggunakan Policy Analytic
Matrix (PAM).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara statistic variabel luas
lahan, benih, pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja, dan pengolahan
tanah ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf nyata
lima persen, sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Hal ini diduga
karena penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Efisiensi teknis dianalisis
dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Nilai indeks
efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisiensi jika lebih besar dari 0.8
karena daerah penelitian merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan
Selatan. Rata-rata efisiensiteknis petani di daerah penelitian adalah 0.887 dengan
jumlah petani yang memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 adalah 89,48
persen.
21
Efisiensi alokatif dianalisis dengan menggunakan model fungsi biaya dual
frontier yang diturunkan dari fungsi produksi frontier. Rata-rata efisiensi alokatif
adalah 0.566. Rendahnya efisiensi alokatif ini menyebabkan efisiensi ekonomis
juga rendah, yaitu 0.498. Salah satu penyebab rendahnya efisiensi alokatif ini
adalah penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Penurunan penggunaan pupuk
urea dari 447.51 kg per hektar menjadi 400 per hektar menyebabkan kenaikan
efisiensi alokatif menjadi 0.518 dan efisiensi ekonomis menjadi 0.512.
Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan criteria PCR dan
DRC. Berdasarkan nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu, artinya jagung di
daerah penelitian memilki daya saing sebagai subsitusi impor. Hal ini dapat dilihat
dari terserapnya semua hasil produksi jagung di pasar lokal, sedangkan jagung
impor hanya masuk ke pasar local saat paceklik.
Penelitian yang dilakukan oleh Amaliah (2008) tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi daya siang dan impor susu Indonesia periode 19762005. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis kondisi faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing susu domestik di tengah serbuan impor susu pasca
penghapusan kebijakan rasio impor dengan menggunakan metode Porter’s
Diamond, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu baik
dalam jangka panjang maupun pendek dengan menggunakan metode EngleGranger Cointegration dan Error Correction Model (ECM).
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu
domestik melalui pendekatan Porter’s Diamond menghasilkan implikasi
penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada
kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha
22
perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai empat
ekor, komposisi ketenagakerjaan yang didominasi pekerja harian dengan tingkat
pendidikan rendah, dan teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi
terhadap rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang
diduga berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi
permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas
produk susu olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan per kapita
masyarakat, peningkatan populasi dan urbanisasi, peningkatan awareness akan
manfaat susu, dan peningkatan persaingan antar IPS untuk menghasilkan produk
susu olahan yang terdiferensiasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen.
Impor susu Indonesia dari sisi permintaan (import demand) pada jangka
panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu
domestik, nilai tukar riil rupiah, dan pendapatan per kapita dan pengaruh yang
dapat diidentifikasi dalam persamaan tersebut konsisten dengan hipotesis
penelitian yang diajukan. Produksi susu domestik tidak mempengaruhi impor susu
impor lag pertama, pendapatan per kapita saat ini dan lag ketiga, nilai tukar riil
rupiah pada lag kedua serta dummy penghapusan kebijakan rasio impor. Harga riil
susu domestik tidak berpengaruh terhadap impor karena bargaining position
GKSI masih lemah dalam negosiasi penetapan harga dengan IPS.
Zulkarnaini (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing buah
pisang (Musa paradisiacal L.) di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Penelitian tersebut bertujuan (1) menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif
dan komparatif) pengusahaan buah pisang di Kabupaten Cianjur, (2) menganalisis
23
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pengusahaan buah pisang di
Kabupaten Cianjur, dan (3) menganalisis kebijakan pemerintah serta pengaruh
perubahan harga bayangan dan harga aktual dari input dan output terhadap
keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan buah pisang di Kabupaten
Cianjur. Metode yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM).
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan pisang di
lokasi penelitian memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif).
Hal ini tercermin pada nilai koefisien Rasio Biaya Privat (PCR) dan Biaya
Sumberdaya Domestik (DRC) yang kurang dari satu di lokasi penelitian. Artinya,
pengusahaan pisang di lokasi penelitian baik petani binaan maupun non binaan
mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif sehingga layak untuk
diusahakan dan dikembangkan dengan kondisi ada atau tidak adanya kebijakan
atau intervensi dari pemerintah.
Ernawati (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan
strategi pengembangan agribisnis anggrek di DKI Jakarta. Penelitian tersebut
bertujuan (1) menganalisis kondisi daya saing agribisnis anggrek DKI Jakarta, (2)
mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal yang penting untuk
dipertimbangkan dalam penyusunan alternatif strategi pengembangan agribisnis
anggrek di DKI Jakarta, dan (3) merumuskan alternatif strategi pengembangan
agribisnis anggrek dan identifikasi berdasarkan skala prioritasnya di DKI Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) untuk memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang
mendukung daya saing dari jenis-jenis anggrek, dan Analisis SWOT digunakan
24
untuk mengetahui lingkungan eksternal dan internal dan analisis QSPM
digunakan untuk memilih alternatif strategi-strategi pengembangan.
Dari hasil penelitian tersebut dengan menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) diperoleh bahwa jenis Anggrek Dendrobium memiliki
rangking atau prioritas tertinggi dibanding alternatif prioritas lainnya, setelah itu
jenis Anggrek Phalaenopsis menjadi pesaing utama Dendrobium, kemudian
disusul dengan jenis Anthurium dan Anggrek Cattleya, pesaing lainnya yaitu jenis
Anggrek Vanda, Anggrek Oncidium, Melati dan Mawar. Begitupun dengan jenis
Gladiol dan Palem menjadi pesaing terjauh Anggrek Dendrobium.
Hasil analisis matriks SWOT berupa strategi Strengths-Opportunities (SO)
yang dipilih, yaitu Strategi 1, Strategi 2, dan Strategi 3. Sedangkan strategi
Weaknesses- Opportunities (WO) strategi yang dipilih, yaitu Strategi 4, Strategi 5,
dan Strategi 7. Selain itu, strategi Weaknesses-Threats (WT) strategi yang dipilih,
yaitu Strategi 8, dan Strategi 9. Dari hasil analisis matriks QSPM diperoleh empat
strategi yang terpilih untuk membuat program agribisnis anggrek di DKI Jakarta.
2.2.3 Penelitian Tentang Revealed Comparative Advantage
Penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2008) tentang analisis daya
saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek di pasar
internasional. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur daya saing komoditi
tanaman hias Indonesia dengan Thailand di pasar Jepang, Korea, Singapura,
Amerika Serikat, dan Belanda serta menganalisis aliran perdagangan dan
mengidentifiasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor anggrek sebagai
komoditi tanaman hias yang diunggulkan Indonesia ke negara-negara tujuan.
25
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Revealed Comparative
Advantage untuk mengukur tingkat daya saing komoditi tanaman hias Indonesia
di di pasar Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, dan Belanda dibandingkan
dengan Thailand sebagai negara competitor. Selain itu, metode lain yang
digunakan adalah Gravity Model untuk menganalisis aliran perdagangan dan
mengidentifiasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor anggrek sebagai
komoditi tanaman hias yang diunggulkan Indonesia ke negara-negara tujuan yang
dapat diketahui bahwa metode fixed effect.
Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa dari analisis daya saing tanaman
hias dengan metode RCA menunjukkan bahwa perkembangan industry tanaman
hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dnegan Thailand sebagai competitor
utama di pasar tanaman hias dunia untuk kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut
dapat dilihat dari perolehan nilai ekspor tanaman hias Indonesia selama periode
1996-2006 jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand. Selain itu,
pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah
dibandingkan dengan Thailand.
Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias
di pasar Korea, sementara di Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda, Indonesia
tidak memiliki keunggulan komparatif Indonesia memiliki keunggulan komparatif
untuk komoditi tanaman hias di pasar Singapura pada tahun 1996 dan 1999
selanjutnya sampai dengan akhir periode 2004-2006, sedangkan di pasar Amerika
Serikat pada tahun 2005-2006. Berdasarkan hasil estimasi model gravity aliran
perdagangan anggrek Indonesia ke lima negara tujuan diketahui bahwa metode
fixed effect merupakan metode yang paling sesuai digunakan. Aliran perdagangan
26
ekspor anggrek Indonesia ke negara tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni waktu tempuh, pendapatan per kapita, populasi, harga anggrek Indonesia
dan nilai tukar. Sementara itu, faktor harga anggrek di negara tujuan tidak
berpengaruh terhadap model aliran perdagangan.
Firdaus (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di
pasar Amerika Serikat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat
(dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing) serta menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat dari
sisi penawaran dalam jangka panjang. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Constant Market Share Analysis (CMSA) untuk mengukur tingkat daya
saing yang kemudian dilanjutkan dengan metode Revealed Comparative
Advantage untuk menganalisis keunggulan TPT Indonesia dan Cina di pasar
Amerika Serikat. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
TPT Indonesia ke Amerika Serikat, digunakan metode Vector Error Correction
Model (VECM).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor
Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing dari TPT Indonesia masih
dibawah kekuatan daya saing TPT Cina. Dari hasil CSMA memperlihatkan bahwa
efek daya saing pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia lebih rendah
dari efek daya saing pakaian jadi, kain lembaran dan benang Cina dalam
memberikan kontribusi ekspor. Daya saing secara komparatif untuk komoditi
pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina, hal ini
27
disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di
Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung
berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika
Serikat cenderung bertambah.
Penelitian yang dilakukan oleh Yastuti (2004) tentang dampak
penghapusan kebijakan kuota MFA (MultiFibre Arrangement) terhadap posisi
daya saing dan pemasaran Tekstil dan Produk Tekstil (PTP) menunjukkan bawa
kategori tekstil dan produk tekstil unggulan Indonesia adalah kategori serat
sintesis, kain tertentu, dan pakaian jadi. Selama tahun 1998 hingga 2002 produkproduk tersebut menunjukkan nilai indeks yang lebih besar dari satu dan nilainya
meningkat. Sementara itu dari posisi keunggulan kompetitif belakangan ini
industri TPT Indonesia kehilangan daya saingnya yang disebabkan oleh kepabean,
pembiayaan usaha dan kredit, pajak pertambahan nilai dan pajak bumi dan
bangunan yang bernilai cukup mahal.
2.2.4 Penelitian Tentang Ordinary Least Square
Novianty (2007) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor ikan hias di Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk
menganalisis perkembangan ekspor ikan hias air laut dan air tawar serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan hias air laut dan air
tawar Indonesia serta strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan ekspor
ikan hias Indonesia. Metode yang digunakan berupa Ordinary Least Square
(OLS) untuk menganalisis perkembangan ekspor ikan hias air laut dan air tawar
28
serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan hias air laut dan
air tawar Indonesia, dan analisis SWOT untuk pengembangan ekspor ikan hias
Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2)
untuk eskpor ikan hias air laut adalah sebesar 77,3 persen. Hal ini berarti bahwa
77,3 persen perubahan volume ekspor ikan hias air laut Indonesia dapat dijelaskan
oleh prediktor. Berdasarkan uji t, diketahui bahwa harga ekspor ikan hias air laut
Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan volume ekspor ikan hias
air laut Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh nyata, sedangkan dummy tidak
berpengaruh nyata terhadap volume ekspor ikan hias air laut Indonesia pada taraf
nyata satu persen.
Koefisien determinasi (R2) untuk ekspor ikan hias air tawar Indonesia
adalah sebesar 66,3 persen. Hal ini berarti 66,3 persen perubahan volume ekspor
ikan hias air tawar Indonesia dapat dijelaskan oleh prediktor. Berdasarkan uji t,
volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh nyata
terhadap volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia pada taraf nyata lima persen
dan untuk variabel harga ekspor dan variabel nilai tukar rupiah terhada dollar
Amerika tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan volume ekspor ikan hias air
tawar Indonesia.
Hasil analisis lingkungan eksternal dan internal diperoleh tujuh strategi
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan ekspor ikan hias Indonesia, yaitu
peningkatan ekspor ikan, pengembangan pusat-pusat riset ikan hias, kerjasama
pengembangan sistem pemasaran antara pihak-pihak yang terkait dan pemasaran
langsung ke negara tujuan ekspor, peningkatan taraf hidup ikan hias,
29
pengembangan sistem jaringan pengawasan dan konservasi ikan hias yang
melibatkan semua pihak dan kerjasama serta koordinasi dengan pihak-pihak
terkait.
Novansi (2006) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor buah-buahan penting Indonesia. Penelitian tersebut
bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor beberapa buah-buahan
penting Indonesia menurut negara tujuan ekspor dan menganalisis pengaruh
faktor-faktor (harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah, volume ekspor ke
negara lain, dan volume ekspor periode sebelumnya) terhadap volume ekspor
beberapa buah-buahan penting Indonesia. Metode yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah metode deskriptif dan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perkembangan ekspor buahbuahan penting seperti pisang, manggis, manggan dan rambutan selama tauhn
2002-2003 cenderung menurun. Penurunan yang terjadi masing-masing untuk
pisang sebesar 99,23 persen, manggis 83,55 persen, mangga 32,78 persen, dan
rambutan 184 persen, tetapi pada tahun 2004 ekspor beberapa buah-buahan
tersebut kecuali manggis kembali menunjukkan peningkatan dengan masingmasing sebesar 182 persen (pisang), 287 persen (mangga), dan 51,13 persen
(rambutan). Pada tahun yang sama (2002-2004) ekspor nenas menunjukkan
perilaku yang cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 75,97
persen atau rata-rata sebesar 445.830 kg.
Hasil dugaan faktor-faktor yang mempengaruhi volume beberapa buahbuahan penting Indonesia menunjukkan tidak semua peubah bebas yang
dugunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap volum ekspor. Faktor yang
30
mempengaruhi ekspor pisang Indonesia ke Singapura adalah volume ekspor ke
negara lain dan volume ekspor periode sebelumnya, sementara ekspor nenas ke
Amerika Serikat dipengaruhi oleh volume ekspor periode sebelumnya dan harga
domestik. Volume ekspor manggia ke Hongkong dipengaruhi oleh faktor volume
ekspor ke negara lain dan volume ekspor periode sebelumnya. Sedangkan untuk
ekspor mangga ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh harga domestik, volume ekspor
ke negara lain, dan faktor yang mempengaruhi volume ekspor rambutan ke Uni
Emirat Arab adalah volume ekspor ke negara lain.
Saleh (2005) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan ekspor tomat segar Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran produksi dan ekspor tomat segar Indonesia
serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dan seberapa besar
pengaruh faktor-faktor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran
produksi dan ekspor tomat segar Indonesia, sedangkan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor tomat segar Indonesia digunakan
pendekatan ekonometrika dengan model regresi linier berganda.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya multikolinearitas
antara persamaan struktural dan model produksi tomat Indonesia dan model
ekspor tomat segar Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya
pelanggaran asumsi yang diisyaratkan dalam pendugaan OLS (Ordinary Least
Square).
Setelah mengatasi adanya masalah multikolinearitas, nilai koefisien
determinasi (R2) dari model produksi tomat Indonesia adalah sebesar 99,4 persen.
Dari keempat variabel (luas areal tanaman tomat, tingkat teknologi, harga tomat
31
ekspor, dan harga pupuk urea) hanya luas areal tanaman tomat dan tingkat
teknologi saja yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi tomat
Indonesia pada taraf nyata satu persen.
Persamaan ekspor tomat segar Indonesia setelah masalah multikolinearitas
teratasi memiliki variabel produksi tomat Indonesia, ekspor tomat tahun
sebelumnya, harga tomat ekspor tahun sebelumnya, harga tomat domestik tahun
sebelumnya, dan laju inflasi. Nilai koefisien determinasi (R2) dari model tomat
segar Indonesia adalah sebesar 63,4 persen. Variabel yang berpengaruh nyata
terhadap ekspor tomat segar Indonesia adalah ekspor tomat sebelumnya dan harga
tomat domestik tahun sebelumnya pada taraf nyata sepuluh persen. Harga ekspor
tomat sebelumnya memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor tomat, nilai ini
tidak sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur
daya saing komoditi yang diperdagangkan mulai dati tingkat hulu hingga akhir.
Adapun metode yang digunakan diantaranya Revealed Comparative Advantage
(RCA), Policy Analysis Matriks (PAM), Constant Market Share Analysis
(CMSA), dan analisis Biaya Sumberdaya Domestik (BSD).
Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa untuk komoditi
jagung belum pernah dilakukan penelitian tentang daya saing serta faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor jagung. Dalam penelitian ini untuk menganalisis daya
saing komoditi jagung dilakukan dengan menggunakan metode RCA, sedangkan
untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda.
32
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional menganalisis dasar-dasar terjadinya
perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh suatu negara dari
pelaksanaan perdagangan internasional tersebut. Pada dasarnya, perdagangan
internasional bertujuan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor dan
memperbesar penerimaan devisa sebagai penyediaan dana pembangunan bagi
negara yang bersangkutan (Timor, 2008).
Salvatore (1996) memberikan gambaran bahwa aliran Merkantilisme
berpendapat satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat
adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan seminimal mungkin
impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran
emas lantakan, atau logam mulia, khususnya emas dan perak.
Teori mengenai perdangangan diantara dua negara yang dikenal luas
dengan teori keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih
efisien atau memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam
memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan (memiliki
kerugian absolut) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua
negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing
melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan menukarkannya dengan
komoditi lainnya yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme
perdagangan internasional (Salvatore, 1996).
33
Perdagangan internasional mendorong manusia untuk menghasilkan
produk-produk terbaik dan sekaligus memungkinkan untuk mengkonsumsi lebih
banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia. Selain itu,
perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara
melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan
komparatif (Mankiw, 2003).
Soelistyo (1981) berpandangan bahwa perdagangan antar dua negara
muncul karena semakin intensifnya spesialisasi dalam proses produksi kedua
negara tersebut. Perdagangan internasional muncul karena adanya perbedaan
harga komoditi diantara kedua Negara. Perbedaan harga tersebut disebabkan oleh
adanya perbedaan biaya produksi di kedua negara (Nopirin, 1997).
Pada umumnya model perdagangan internasional didasarkan pada empat
hubungan inti, sebagai berikut :
1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva
penawaran relatif.
2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan.
3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan
permintaan relatif dunia.
4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (term of trade).
Yaitu harga ekspor dari suatu negara dibagi dengan harga impornya,
terhadap kesejahteraan suatu negara.
Apabila harga di suatu negara lebih tinggi dibanding dengan harga di
dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengimpor barang
yang
dibutuhkan.
Sebaliknya,
apabila
harga
di
suatu
negara
lebih
34
rendah dibanding harga yang terjadi di dunia, maka negara tersebut akan
melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang merupakan kelebihan
produksi atas permintaan dalam negeri. Secara grafis, keseimbangan parsial
perdagangan internasional dapat disajikan pada Gambar 4.
Negara A
(Eksportir)
Pasar Dunia
Negara B
(Importir)
Sx
Sx
A”
P3
Ekspor
Ex
P2
B*
P1
A*
A
0
Q1 Q3
P3
A’
S
B’
D
E’
Impor
Dx
Q2
Dx
X 0
Qx
X 0
Q1 Q3
Q2
X
Gambar 4. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1996)
Keterangan :
P1A
P2A
P3B
B’
Kurva 1
Kurva 2
Kurva 3
: Harga domestik sebelum perdagangan di negara eksportir
: Harga domestik di negara pengekspor setelah perdagangan bebas
: Harga domestik di negara importer sebelum perdagangan
: Harga domestik di negara importer setelah perdagangan bebas
: Menggambarkan keadaan pasar di Negara A
: Menggambarkan perdagangan internasional
: Menggambarkan keadaan pasar di Negara B
Pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa proses terciptanya harga komoditi
relatif8 keseimbangan dengan adanya perdagangan internasional berdasarkan
analisis keseimbangan parsial. Kurva Dx dan Sx pada Negara A dan Negara B
menggambarkan bahwa permintaan dan penawaran komoditi Jagung. Sumbu
vertikal pada ketiga gambar tersebut menunjukkan harga relatif untuk komoditi
jagung, sementara sumbu horizontal mengukur kuantitas komoditi jagung.
8
Harga relatif diartikan sebagai sejumlah komoditi yang harus dikorbankan untuk memproduksi
satu unit tambahan komoditi tersebut (Salvatore, 1997).
35
Mekanisme perdagangan internasional untuk komoditi jagung akan mencapai
kondisi keseimbangan (equilibrium) pada tingkat harga relatif P2. Pada tingkat
harga relatif P2, kuantitas ekspor komoditi jagung yang ditawarkan oleh Negara A
bernilai sama dengan kuantitas impor komoditi jagung yang diminta oleh Negara
B.
Gambar 4 tersebut pada mulanya terjadi perbedaan harga jagung antara
Negara A dan B, dimana masing-masing mempunyai keseimbangan A untuk
Negara A dan A’ untuk Negara B. Pada titik keseimbangan tersebut Negara A
memperdagangkan jagung dalam jumlah Q3 dengan harga P1 dan Negara B
memperdagangkan jagung dalam jumlah Q3 dengan harga P3. Perbedaan ini akan
mendorong terjadinya perdagangan antara Negara A dan B, yaitu dengan
terciptanya permintaan impor dan penawaran ekspor di pasar dunia.
Kurva
1
menggambarkan
bahwa
dengan
adanya
perdagangan
internasional, Negara A akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A
berdasarkan harga relatif komoditi jagung sebesar P1. Sedangkan Negara B akan
berproduksi dan mengkonsumsi jagung di titik A’ berdasarkan harga relatif P3.
Apabila Px/Py lebih besar dari P1, maka Negara A akan mengalami
kelebihan penawaran (excess supply) sehingga kurva penawaran ekspor jagung
akan mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada kurva 2. Kelebihan
produksi jagung selanjutnya akan di ekspor ke Negara B. Di sisi lain, jika harga
yang berlaku di Negara B lebih rendah dari P3, maka Negara B akan terinsentif
untuk meningkatkan permintaan akan komoditi jagung. Kondisi kelebihan
konsumsi atas produksi domestic (excess demand) ini akan mendorong Negara B
36
untuk mengimpor kekurangan kebutuhan jagung dengan cara mengimpor jagung
dari Negara A.
Apabila Px/Py lebih besar dari P2, maka kuantitas ekspor komoditi jagung
akan melebihi kuantitas impornya sehingga lambat laun harga relatif komoditi
jagung (Px/Py) akan melakukan adjustment untuk kembali ke P2. Sebaliknya,
apabila harga Px/Py lebih kecil dari P2, maka akan terjadi kelebihan kuantitas
impor komoditi jagung yang selanjutnya akan meningkatkan Px/Py agar bergerak
mendeteksi atau sama dengan harga relatif keseimbangan (P2).
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan lintas
negara, yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi
menjadi dua kategori yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa.
Perdagangan internasional memiliki peranan terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional.
Gambar 5 menunjukkan bahwa ekspor menghasilkan devisa dan
selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektorsektor ekonomi dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, secara teoritis dapat
disimpulkan bahwa ada korelasi positif antar pertumbuhan ekspor di satu pihak
dan peningkatan cadangan devisa, pertumbuhan impor, pertumbuhan ouput di
dalam negeri, peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di pihak lain.
37
Ekspor
Impor
+
- +
Cadangan devisa
+
Produksi/Output
+
Kesempatan
kerja
+
Peningkatan
pendapatan
masyarakat
+
Pertumbuhan
PDB
Gambar 5. Peranan Perdagangan Internasional Terhadap
Perekonomian Nasional
Sumber : Tambunan, 2001
3.1.2. Teori Daya Saing
Definisi daya saing yang dikemukakan oleh World Economic Forum
dianggap sebagai kemampuan suatu negara untuk mendapatkan tingkat
pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi dan berkelanjutan9. Selain itu,
Organisations for Co-operation and Development (OECD) memberikan
penjelasan bahwa daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk
menghasilkan barang dan jasa yang memiliki skala internasional melalui
mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan
meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang10.
Daya saing dapat diidentifikasikan dengan masalah produktivitas, yakni
dengan melihat tingkat ouput yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Meningkatnya produktivitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik
modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan
peningkatan teknologi (Porter, 1990).
9
www.weforum.org
www.oecd.org
10
38
Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan
keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditi atau kemampuan suatu negara
dalam menghasilkan suatu komoditi tersebut secara efisien dibanding negara lain.
Daya saing atas suatu komoditi sering diukur dengan menggunakan pendekatan
keunggulan komparatif dan kompetitif.
Keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya sumberdaya
dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing
perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar
sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan
sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi. Atribut yang
merupakan faktor-faktor keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi
faktor sumberdaya (resources faktor conditions), kondisi permintaan (demand
conditions), industri pendukung dan terkait, serta persaingan, struktur dan strategi
perusahaan (Porter, 1990).
Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi
suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang
terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut dapat menguntungkan.
Efisien tidaknya produksi suatu komoditi yang bersifat tradable tergantung pada
daya saingnya di pasar dunia. Artinya, apakah biaya produksi riil yang terdiri dari
pemakaian sumber-sumber domestik cukup rendah sehingga harga jualnya dalam
rupiah tidak melebihi tingkat harga batas yang relevan (Kuncoro, 2005).
Asian Development Bank (1992) dalam Suciany (2007) menjelaskan
bahwa perbedaan antara keunggulan komparatif dan kompetitif serta cara
mengukurnya. Indikator keunggulan komparatif digunakan untuk mengetahui
39
apakah suatu negara memiliki keunggulan ekonomi untuk memperluas produksi
dan perdagangan suatu komoditi. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan
indikator untuk melihat apakah suatu negara akan berhasil dalam bersaing di pasar
internasional atas suatu komoditi.
3.1.2.1.Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu wilayah atau negara
dalam memproduksi satu unit dari beberapa komoditi dengan biaya yang relatif
rendah dari biaya imbangan sosialnya dari alternatif lainnya. Keunggulan
komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk
membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri
terhadap perdagangan dunia (Asian Development Bank, 1992 dalam Suciany
2007).
Salvatore (1996) mennyatakan bahwa keunggulan komparatif masih dapat
dilakukan sekalipun suatu negara mengalami kerugian memproduksi dua jenis
komoditi jika dibandingkan dengan negara lain. Negara yang kurang efisien akan
berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai
keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditi
yang mempunyai kerugian absolut yang besar.
Dinamisnya keunggulan komparatif yang berarti suatu negara yang
memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu
mempertahankan dan bersaing dengan negara lain (Novianti, 2003). Keunggulan
komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya antara lain ekonomi
dunia, lingkungan domestik dan teknologi (Zulkarnaini, 2007).
40
Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing yang akan
dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali, karena itu
konsep keunggulan komparatif tidak dapat dipakai untuk mengukur daya saing
suatu kegiatan produksi pada kondisi perekonomian aktual.
3.1.2.2.Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur daya saing suatu
aktivitas dan keuntungan privat berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang
resmi yang berlaku atau dengan kata lain melakukan analisa finansial terhadap
aktivitas tersebut. Konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa
perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali yang sulit ditemukan
dalam dunia nyata.
Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter
pada tahun 1980 yang bertolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan
internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antara
negara dengan negara di dalam perdagangan internasional secara spesifik untuk
produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan
antara kelompok-kelompok kecil industri di satu negara dengan negara lainnya,
bahkan antara kelompok industri yang ada di dalam suatu negara. Oleh karena itu,
keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu subsektor
perekonomian tertentu di suatu negara, dengan meningkatkan produktivitas
pernggunaan sumberdaya-sumberdaya yang ada (Warr, 1994 dalam Novianti,
1995).
Suatu komoditi mungkin saja mempunyai keunggulan komparatif
sekaligus keunggulan kompetitif. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut
41
sangat menguntungkan untuk diproduksi. Di samping itu, ada juga komoditi yang
mempunyai keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif,
sehingga dapat diperkirakan ada distorsi pasar yang tidak menguntungkan
produksi komoditi tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu sekiranya untuk
melakukan deregulasi terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat produksi
komoditi tersebut.
3.1.3. Teori Ekspor
Suatu negara melakukan kegiatan ekspor karena mempunyai keunggulan
komparatif dalam memproduksi suatu komoditi tertentu, baik dalam hal
kelimpahan sumberdaya maupun efisien dalam proses produksinya. Kegiatan
ekspor mempunyai peranan penting dalam suatu negara, yakni peningkatan devisa
yang berimplikasi terhadap peningkatan pembangunan dalam negeri dan sektor
riil.
Ekspor merupakan berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di
dalam negeri sebagai akibat dari surplusnya penawaran domestik. Mankiw (2003)
memberikan penjelasan terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan
ekspor, yaitu sebagai berikut :
•
Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri.
•
Harga barang di dalam negeri dan di luar negeri.
•
Kurs yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk
membeli mata uang asing.
•
Pendapatan konsumen di dalam dan di luar negeri.
•
Biaya angkut barang antar negara.
•
Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
42
Ekspor suatu negara merupakan selisih antara jumlah komoditi yang
tersedia untuk ditawarkan (produksi domestik) dengan permintaan konsumsi
domestik dan persediaan pada akhir tahun lalu (awal tahun kini). Secara
matematis, dapat dituliskan sebagai berikut :
QXt = QPt – QDt + St-1
Dimana :
QXt
= jumlah ekspor komoditi tahun ke-t
QPt
= jumlah produksi pada tahun ke-t
QDt
= jumlah konsumsi atau permintaan domestik tahun ke-t
St-1
= persediaan tahun sebelumnya
3.1.4. Teori Revealed Comparative Advantage
Alat untuk mengukur daya saing jagung Indonesia adalah dengan
menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode ini
merupakan metode yang memungkinkan untuk digunakan dalam hal mengukur
daya saing jagung Indonesia di pasar internasional. Hal ini dikarenakan metode ini
cukup mudah digunakan, disamping itu juga dengan ketersediaan data yang
dibutuhkan sangat memungkinkan untuk menggunakan metode ini.
Revealed Comparative Advantage (RCA) pertama kali diperkenalkan oleh
Bela Balassa pada tahun 1965 yang mengasumsikan bahwa pola keunggulan
komparatif suatu negara dapat diamati dari data perdagangan yang sudah ada.
Dampak positif yang ditimbulkan dari perkembangan perdagangan yang
mengarah pada liberalisasi secara tidak langsung dapat diukur dengan
menggunakan metode RCA.
43
Penggunaan RCA dijadikan sebagai indikator keunggulan komparatif
suatu produk dan sebagai acuan spesialisasi perdagangan internasional. Indeks
RCA mengukur antara pangsa ekspor komoditi atau sekelompok komoditi di
suatu negara terhadap pangsa ekspor secara keseluruhan di dunia perdagangan.
Setiap metode mempunyai keunggulan dan kelemahan, demikian juga
halnya dengan metode RCA. Keunggulan yang dimiliki oleh metode ini adalah
sangat sederhana dan mudah digunakan serta mengurangi dampak pengaruh
campur tangan pemerintah. Dengan demikian, keunggulan komparatif suatu
negara
akan
terlihat jelas
pada
setiap periode
waktunya.
Sedangkan
kelemahannya, yaitu sebagai berikut :
1. Suatu negara diasumsikan mengekspor semua komoditi.
2. Dalam indeks RCA tidak dijelaskan mengenai pola perdagangan yang
sedang berlangsung, apakah sudah optimal atau belum.
3. Tidak
dapat
mendeteksi
dan
memprediksi
produk-produk
yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan di masa yang akan datang.
4. Hasil perhitungan keunggulan komparatif suatu negara dapat terjadi
kemungkinan bukan keunggulan komparatif yang sebenarnya. Hal ini
diakibatkan oleh adanya kebijakan pemerintah, seperti kebijakan nilai
tukar, kebijakan ekspor dan sebagainya.
3.1.5. Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda adalah suatu konsep keberlanjutan dari regresi linear
sederhana. Pada regresi linear sederhana hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat ditelaah. Hubungan kedua variabel sangat memungkinkan untuk
memprediksi secara akurat variabel terikat berdasarkan pengetahuan variabel
44
bebas. Namun, situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah sebegitu sederhana,
oleh karenanya diperlukan lebih dari satu variabel bebas lain yang disebut dengan
model regresi berganda.
Digunakannya model ini untuk memprediksi variabel terikat dengan lebih
dari satu variabel bebas. Model statistik regresi berganda, sebagai berikut :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + …. + βn Xn + ε
Dimana :
1. Untuk pengamatan ke-I, Y = Yi dan X1, X2, X3, …, Xn, ditetapkan pada
himpunan nilai Xi1, Xi2, Xi3, Xin.
2. ε adalah komponen galat yang mewakili deviasi respon dari hubungan yang
sebenarnya. Galat ini merupakan variabel acak yang tak teramati dihitung
sebagai akibat dampak faktor-faktor lain dalam respon. Galat diasumsikan
tidak terikat dan masing-masing bersdistribusi normal dengan mean 0 dan
standar deviasi yang tak diketahui.
3. Koefisien regresi β0, β1, β2, β3, βn, yang bersama-sama menentukan fungsi
regresi yang tidak diketahui.
Berdasarkan hasil tinjauan studi terdahulu dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan, maka variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap ekspor
jagung Indonesia meliputi harga jagung domestik, volume ekspor jagung, harga
ekspor jagung, volume ekspor jagung periode sebelumnya, volume impor jagung,
volume produksi jagung, laju inflasi, nilai tukar, dan dummy.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia
sebagai
negara
agraris
yang
sangat
potensial
dalam
perekonomian dunia untuk dikembangkan, terutama dalam menghadapi arus
45
globalisasi ekonomi. Perkembangan perdagangan jagung Indonesia mengalami
fluktuatif. Hal ini dapat terlihat dari jumlah jagung yang diekspor oleh Indonesia
pada periode 1996-2007.
Peningkatan jumlah produksi jagung yang harus diiringi dengan
peningkatan kualitas jagung yang dihasilkan agar memiliki daya saing dengan
jagung dari kompetitor yang telah memiliki kualitas yang baik, sehingga jagung
Indonesia dapat menembus pasar serta memperluas pangsa pasar ekspor.
Daya saing komoditi jagung Indonesia dapat dikatakan kuat jika nilai RCA
yang diperoleh lebih dari satu, artinya Indonesia mempunyai keunggulan
komparatif untuk komoditi jagung. Selanjutnya, penelitian ini juga menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia dengan menggunakan
model analisis regresi berganda. Variabel yang mempengaruhi ekspor jagung
merupakan variabel yang dapat menghambat dan meningkatkan ekspor jagung
Indonesia yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya atau menambah
pendapatan devisa bagi negara.
Melihat kondisi liberalisasi perdagangan tersebut, permintaan jagung di
negara-negara ASEAN mencerminkan prospek yang sangat cerah. Malaysia
sebagai salah satu negara tujuan utama ekspor jagung Indonesia merupakan pasar
yang sangat potensial untuk dipertahankan dan dikembangkan, karena kondisi
permintaan jagung di Malaysia sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
impor jagung Malaysia cenderung meningkat semenjak diberlakukannya
liberalisasi perdagangan AFTA.
Berdasarkan uraian di atas, variabel-variabel yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah nilai ekspor jagung di Malaysia, total ekspor Indonesia di
46
Malaysia, nilai impor jagung Malaysia, total impor di Malaysia, volume produksi,
harga domestik, volume ekspor jagung, harga ekspor, volume ekspor jagung
periode sebelumnya, laju inflasi, dan nilai tukar.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai daya
saing jagung Indonesia secara komparatif selama 11 (sebelas) tahun. Selain itu
juga dapat diperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh secara
nyata terhadap ekspor jagung Indonesia, sehingga dari hasil perhitungannya dapat
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jagung Indonesia ke
Malaysia. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan acuan untuk meningkatkan volume ekspor dan perluasan pangsa pasar
komoditi jagung Indonesia. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran
operasional dapat dilihat pada Gambar 6.
47
Fluktuatif Ekspor Jagung Indonesia di
pasar Malaysia
Faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor jagung:
1. Volume Produksi
2. Harga Jagung Domestik
3. Harga Ekspor Jagung
4. Volume Impor Jagung
Indonesia
5. Nilai Tukar Rupiah
terhadap US$
6. Tingkat Inflasi
7. Dummy
Daya saing jagung
Indonesia di pasar Malaysia
Perkembangan kondisi
daya saing jagung
Indonesia di pasar
Malaysia
Analisis daya saing
secara komparatif (RCA)
Regresi Komponen Utama
Sintesis
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
48
3.3.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian dan studi penelitian terdahulu yang telah dilakukan,
maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa variabel, yaitu :
1. Harga jagung domestik diduga berhubungan negatif, artinya jika terjadi
kenaikan harga jagung domestik maka menurunkan volume ekspor jagung.
2. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap USD berhubungan positif terhadap
volume ekspor jagung. Jika terjadi peningkatan (melemahnya) nilai tukar
mata uang rupiah terhadap Dollar, maka eksportir akan menaikkan volume
ekspor jagung.
3. Harga ekspor jagung diduga berhubungan positif, artinya jika terjadi
peningkatan harga ekspor jagung, maka akan menyebabkan naiknya
volume ekspor jagung Indonesia.
4. Volume ekspor periode sebelumnya diduga berhubungan positif, artinya
jika terjadi peningkatan volume ekspor jagung periode sebelumnya maka
akan menyebabkan naiknya volume ekspor jagung Indonesia.
5. Volume produksi diduga berhubungan positif, artinya jika terjadi
peningkatan volume produksi maka akan menyebabkan naiknya volume
ekspor pada tahun berikutnya.
6. Volume impor diduga berhubungan negatif, artinya jika terjadi
peningkatan volume impor jagung maka akan menyebabkan turunnya
volume ekspor pada tahun berikutnya.
7. Laju inflasi diduga berhubungan negatif, artinya jika terjadi peningkatan
laju nilai inflasi maka akan terjadi penurunan volume ekspor jagung
Indonesia.
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Cakupan lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Indonesia dan waktu
yang diperlukan dalam pengambilan dan pengolahan data, yaitu dari bulan
February sampai bulan Maret 2009.
4.2.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam
bentuk data deret waktu (time series) dengan periode waktu 19 tahun, yaitu tahun
1990–2008. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintah atau
lembaga-lembaga terkait, diantaranya Departemen Pertanian, Departemen
Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Studi Ekonomi, perpustakaan
Institut Pertanian Bogor, studi literature, dan internet. Sedangkan data jagung
dunia yang digunakan diperoleh dari hasil browsing di beberapa situs internet,
seperti World Bank, WTO, FAO, AFTA, IMF, UN Comtrade maupun jurnal dan
informasi lainnya.
4.3.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif.
Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan datadata yang terkumpul dan digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan metode
kuantitatif digunakan untuk mengukur daya saing jagung Indonesia di pasar
Malaysia serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung
Indonesia.
50
Adapun metode yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage
(RCA). Metode RCA dipilih untuk mengukur daya saing jagung Indonesia di
pasar Malaysia. Hal ini karena metode RCA relatif lebih mudah digunakan dan
minimal dapat dipakai untuk dapat mengetahui daya saing komoditi jagung.
Selain itu, periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu
panjang (11 tahun) dan ketersediaan data yang ada memungkinkan untuk
menggunakan metode ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Square).
Dalam penelitian ini, variabel bebas (dependent) adalah jumlah ekspor dan
variabel bebas (independent) adalah faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Regresi linier berganda digunakan karena metode tersebut memiliki keunggulan
yaitu sederhana dan mampu menunjukkan berapa persen peubah tak bebas
(dependent) dapat dijelaskan oleh peubah bebas (independent) dengan nilai R2
adjusted, yaitu nilai koefisien determinasi yang sudah memperhitungkan trade off
antara penambahan peubah bebas dan penurunan derajat bebas dalam model.
Selain itu, output model tersebut juga cukup lengkap untuk memenuhi asumsi
dalam pendugaan model dengan OLS. Sedangkan kekurangan dari metode
tersebut adalah pendugaan modelnya, terdapat beberapa asumsi yang harus
dipenuhi.
4.4.
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Keberadaan daya saing komoditi jagung Indonesia di pasar Internasional
dapat diketahui dengan menggunakan metode RCA. Metode ini didasarkan pada
suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan
51
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Penelitian ini mengukur
daya saing ekspor komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia. Variabel yang
diukur dalam metode ini adalah membandingkan nilai ekspor jagung Indonesia
terhadap nilai total ekspor Indonesia di pasar Malaysia dengan nilai impor jagung
Malaysia terhadap total impor Malaysia. Rumusnya adalah, sebagai berikut:
Dimana :
Xij = nilai ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia
Xit = nilai total ekspor Indonesia ke pasar Malaysia
Xwj = nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia
Xwt = nilai total ekspor dunia ke pasar Malaysia
Apabila nilai RCA untuk jagung bernilai lebih dari satu, maka negara i
mempunyai keunggulan komparatif dalam perdagangan di dunia. Sebaliknya, jika
nilai RCA kurang dari satu, maka negara i tidak mempunyai keunggulan
komparatif. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA saat ini
dengan nilai RCA sebelumnya. Rumus indeks RCA, sebagai berikut :
RCAt = Nilai RCA tahun ke –t
RCAt-1 = Nilai RCA tahun sebelumnya
Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai Indeks RCA sama
dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor jagung
Indonesia di negara i tahun sekarang sama dengan tahun lalu.
52
4.5.
Analisis Regresi Berganda
Berdasarkan kerangka teori dan studi terdahulu, maka model dugaan
ekspor jagung Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah, sebagai
berikut :
= b0+b1 X1t+b2X2t+b3X3t+b4X4t-1+b5X5t+b6X6t+b7X7t+εt
Yt
Di mana :
Yt
= volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia (ton)
X1
= volume produksi jagung Indonesia (ton)
X2
= harga domestik jagung (Rp/ton)
X3
= harga ekspor jagung Indonesia (US $/ton)
X4
= volume ekspor jagung periode sebelumnya (ton)
X5
= volume impor jagung Indonesia (ton)
X6
= nilai tukar rupiah (Rp/US $)
X7
= laju perkembangan inflasi di Indonesia (persentase)
b0
= intercept
bi, b2, ... , b6
εt
= koefisien regresi (1, 2, 3, ...)
= error
Setelah terjadinya krisis ekonomi, maka model yang digunakan adalah
sebagai berikut:
= b0+b1X1t+b2X2t+b3X3t+b4X4t-1+b5X5t+b6X6t+b7X7t+B8X8t+εt
Yt
Dimana :
Yt
= volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia (ton)
X1
= volume produksi jagung Indonesia (ton)
X2
= harga domestik jagung (Rp/ton)
53
X3
= harga ekspor jagung Indonesia (US $/ton)
X4
= volume ekspor jagung periode sebelumnya (ton)
X5
= volume impor jagung Indonesia (ton)
X6
= nilai tukar rupiah (Rp/US $)
X7
= laju perkembangan inflasi di Indonesia (persentase)
b0
= intercept
bi, b2, ... , b6
= koefisien regresi (1, 2, 3, ...)
DMt = Dummy (0 dalam kondisi sebelum diterapkannya liberalisasi perdagangan
AFTA dan 1 sesudah diterapkannya liberalisasi perdagangan AFTA)
εt
= error
Model yang digunakan dalam analisis data adalah model regresi linier
berganda. Validasi model dilakukan melalui uji-t, uji-F, uji autokorelasi,
heteroscedasticity, dan multikolinearitas. Model kuantitatif dengan persamaan
regresi linier berganda yang diolah dengan program Minitab 15, digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia ke
Malaysia. Pendugaan model tersebut dilakukan dengan menggunakan Metode
Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan asumsi-asumsi,
sebagai berikut (Gujarati, 1997) :
1. Nilai rata-rata kesalahan penganggu sama dengan nol, yaitu E (εi) = 0, untuk I
= 1,2,3,…, n.
2. Varian εi = E (εj) = δ2, sama halnya untuk semua kesalahan penggangu
(asumsi homoskedastis).
3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (εi≠εj) =
0, i tidak sama dengan j.
54
4. Variabel bebas X1, X2, X3, …, Xn, konstan dalam sampling yang terulang
(repeated sampling) dan bebas terhadap kesalahan pengganggu εi.
5. Tidak ada koleniaritas ganda (multikolonearitas) diantara variabel bebas X.
Dengan beberapa asumsi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diketahui bahwa dugaan koefisien regresi yang diperoleh dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil biasa merupakan pemerkira linear terbaik tak bias (BLUE
= Best Linear Unbiased Estimator). Cara mendeteksi adanya pelanggaran asumsiasumsi ini adalah sebagai berikut :
a)
Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi linier antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan waktu dan ruang. Cara yang
paling umum mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji
Durbin-Watson (DW) dari hasil regresi, yang akan menghasilkan nilai statisktik d.
Adapun kriteria ujinya, adalah sebagai berikut :
d < d L ; d > dU
: autokorelasi
d L ≤ d ≤ dU
: tidak diketahui
dU ≤ d ≤ (4- dU) : tidak ada autokorelasi
b)
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dimana nilai ragam error
term pada variabel bebas tidak memiliki nilai yang sama untuk setiap observasi
(Nachrowi dan Usman, 2002). Jika faktor pengganggu pada model tidak memiliki
varian yang konstan, maka diduga model mengalami masalah heteroskedastisitas.
Selain itu, dapat pula dideteksi dengan membandingkan sum square residual pada
weighted statistic dengan sum square residual unweighted statistic. Jika sum
55
square residual pada weighted statistic lebih kecil dibandingkan dengan sum
square
residual
unweighted
statistic,
maka
dapat
disimpulkan
terjadi
heteroskedastisitas.
Bila pada suatu persamaan terjadi heteroskedastisitas, maka hal tersebut
akan berakibat:
1. Hasil estimasi tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator
tidak efisien.
2. Estimasi dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai
varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien.
3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan
dengan menggunakan rumus yang berkaitan dengan nilai variansnya.
Pengujian
untuk
mendeteksi
gejala
heteroskedastisitas
dengan
menggunakan uji White Heteroskedasticity. Kriteria uji yang digunakan, adalah:
1. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared > nilai critical value (α) yang
digunakan, maka terima H0 yang berarti pada persamaan tidak terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared < nilai critical value (α) yang
digunakan, maka tolak H0 yang berarti pada persamaan terjadi
heteroskedastisitas.
c)
Multikolinearitas
Merupakan sebuah kejadian dimana terdapat korelasi linier majemuk yang
tinggi antar variabel-variabel bebas. Kejadian ini dapat dideteksi dengan melihat :
1. Jika R2 besar tetapi tidak ada satupun penduga koefisien variabel bebas
yang nyata berbeda dari nol, maka terdapat multikolinearitas.
56
2. Dengan melihat nilai output dari Variance Inflation Faktor (VIF) yang
dihasilkan dari hasil pengolahan data, dimana apabila nilai VIF-nya
dibawah 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas.
Dimana : R2xj = koefisien determinasi dari persamaan prediktor ke-j,
merupakan fungsi dari prediktor lainnya.
Ada banyak cara dan pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
multikolinearitas, seperti (i) membuang peubah bebas yang mempunyai
multikolinearitas tinggi terhadap peubah bebas lainnya, (ii) menambah data
pengamatan, dan (iii) melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas
yang mempunyai koliearitas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas
baru yang mempunyai arti. Cara lain yang digunakan adalah dengan
menggunakan regresi gulud (Ridge Regression), regresi kuadrat terkecil parsial
(Partial Least Square), dan analisis komponen utama (Principal Component
Analysis).
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini untuk mengatasi
masalah multikolinearitas dengan menggunakan Principal Component Analysis
(PCA). Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik analisis
multivariabel (menggunakan banyak variabel) yang dilakukan untuk tujuan
ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik
statistik yang mentransformasikan secara linier satu set variabel ke dalam variabel
baru dengan ukuran lebih kecil, namun representatif dan tidak saling berkorelasi
(ortogonal).
57
PCA sering digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir.
Sebagai analisis antara, PCA bermanfaat mereduksi variabel yang berukuran besar
ke dalam variabel baru yang berukuran sederhana. Sedangkan untuk analisisi
akhir, PCA umumnya digunakan untuk mengelompokkan variabel-variabel
penting dari suatu bundel variabel bebas untuk menduga suatu fenomena
memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel.
Pada dasarnya PCA adalah analisis yang mentransformasikan data
sejumlah p ke dalam struktur data baru sejumlah k dengan jumlah k < p.
Perhitungan dengan PCA memerlukan beberapa pertimbangan yang sekaligus
menggambarkan adanya kendala dan tujuan yang ingin dicapai dari hasil analisis
PCA. Di dalam PCA akan dihitung vektor pembobot yang secara matematis
ditunjukkan untuk memaksimumkan keragaman dari kelompok variabel baru,
yang sebenarnya merupakan fungsi linear, peubah asal, atau memaksimumkan
jumlah kuadrat korelasi antar PCA dengan variabel asal (Juliani dalam Rosita,
2008). Persamaan umum dari PCA adalah sebagai berikut (Jollife dalam Rosita,
2008):
α’kχ = α1k χk +…+ α1(k-1) χ(k-1) =
x adalah variabel asal, α adalah vector pembobot dan α’kχ adalah komponen
utama.
Hasil analisis komponen utama antara lain nilai akar (eigen value), proporsi dan
kumulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) atau sering disebut sebagai PC
loading, loading serta component scores. Vektor pembobot merupakan parameter
yang menggambarkan peran (hubungan) setiap variabel dengan komponen utama
58
ke-i. Untuk loading menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal
dengan komponen utama ke-i. Nilai loading diperoleh dengan persamaan:
ri = ai √ λ1 ………………………………
dimana ri menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan
komponen utama k-i, a merupakan nilai pembobot utama k-i, dan λ1 adalah
menentukan banyaknya komponen yang diinterpretasikan. Kriteria tersebut adalah
nilai akar ciri lebih besar sama dengan satu, karena akan memberikan informasi
dengan baik mengenai variabel asal.
Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa salah satu kelemahan fungsi
produksi Cobb Douglas saat diduga dengan OLS adalah adanya masalah
multikolinearitas. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah menggunakan metode komponen utama, sehingga
masalah multikolineaaritas tidak akan mempengaruhi model regresi ini.
Misalkan matrik variabel asal dilambangkan X
(nxp)
jika satuan variabel
asal tidak sama, maka variabel asal perlu ditransformasikan menjadi vector baku
Z (nxp), yang dirumuskan sebagai berikut:
Zij =
Dimana:
Zij = unsur matrik Z baris ke-i dan kolom ke-j
Xij = unsur matrik X baris ke-i dan kolom ke-j
Xj = rataan variabel ke-j
Sj = simpangan baku variabel ke-j
Sehingga persamaan regresi liniernya dirumuskan, sebagai berikut:
59
Y = Zα + e
Dimana:
Y = vektor baris variabel tak bebas yang berukuran nx1
Z = matrik variabel bebas yang berukuran nxp
α = vektor baris yang merupakan koefisien regresi, yaitu α1, α2,….., αp
e = vektor galat yang berukuran nx1
Selanjutnya matrik baku Z ini ditransformasikan menjadi matrik skor
komponen utama K dengan persamaan K=ZA, dimana matrik A adalah matrik
yang kolom-kolomnya merupakan vektor ciri dari matrik Z’Z. Skor komponen ini
selanjutnya diregresikan dengan variabel tak bebas dengan menggunakan analisis
regresi linier. Model regresi komponen utama dapat dirumuskan, sebagai berikut:
Y = Kγ + e atau Y = ZAγ + e
γ merupakan vektor koefisien komponen utama yang terdiri dari γ0, γ1, γ2,…., γm
dan m≤p, sehingga diperoleh hubungan α = AY dan var (α) = A var (γ) A’.
Sedangkan untuk menduga koefisien regresi asal βj, maka dilakukan transformasi
dengan persamaan βj = αj/Sj dengan var (βj) = var (αj)/Sj2, j = 1, 2, …, p.
4.6.
Uji Hipotesis dan Perumusan Model
Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata atau
tidaknya pengaruh peubah yang dipilih terhadap peubah-peubah yang diteliti.
Berikut serangkaian prosedur pengujian yang akan dilakukan:
a.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) adalah suatu angka yang menerangkan variasi
variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai
R2 berkisar 0 < R2 ≤ 1, dengan kriteria pengujiannya adalah jika nilai R2 yang
60
semakin tinggi (mendekati 1) menunjukkan model yang terbentuk mampu
menjelaskan keragaman dari variabel dependen, dan demikian juga sebaliknya. R2
dihitung oleh rumus :
b.
Uji-t
Uji-t dilakukan secara parsial untuk mengetahui apakah faktor-faktor
ekspor (Xi) berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y). prosedur pengujian
terhadap model, adalah :
Hipotesis :
H0:bi = 0, menyatakan koefisien regresi populasi (parameter) tidak berbeda nyata
dengan nol.
H1:bi ≠ 0, menyatakan koefisien regresi populasi (parameter) berbeda nyata dari
nol.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel
dengan derajat bebas n-k, pada taraf nyata signifikansi (α). Nilai thitung diperoleh
dengan rumus :
Dimana :
bi
= koefisien regresi
sbi
= standar deviasi dari (bi)
Jika thitung ≤ ttabel (α/2; n-k), maka terima H0, artinya faktor ekspor (Xi)
tidak berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y) pada taraf kepercayaan (1α). Jika thitung > ttabel (α/2; n-1), maka tolak Ho, artinya faktor ekspor (Xi)
berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y) pada taraf nyata (α).
61
c.
Uji-F
Uji-F dilakukan terhadap koefisien regresi secara keseluruhan untuk
mengetahui apakah faktor-faktor ekspor secara serempak berpengaruh atau tidak
berpengaruh terhadap keragaan ekspor (Y). Prosedur pengujian terhadap model
adalah :
Hipotesis :
H0 : b1 = b2 = ….. = b4 = 0 (tidak ada pengaruh nyata)
H1 : b1 ≠ b2 ≠ = ….. ≠ b4 ≠ 0 (ada pengaruh nyata)
Rumus perhitungan statistik F adalah, sebagai berikut :
Dimana :
JKR
= jumlah kuadrat regresi
JKS
= jumlah kuadrat sisa
k
= jumlah koefisien regresi
n
= jumlah sampel
Jika Fhitung ≤ Ftabel (k-1; n-k), maka H0 diterima, artinya seluruh faktor
ekspor (Xi) secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor
(Y) pada taraf kepercayaan (1-α). Jika Fhitung > Ftabel (k-1; n-k), maka H0 ditolak,
artinya seluruh faktor ekspor (Xi) secara serempak berpengaruh nyata terhadap
ekspor (Y) pada taraf kepercayaan (1-α).
4.7.
Batasan Operasional
Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini, adalah :
a.
Jagung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jagung yang dijual
dalam keadaan segar (belum dan atau tanpa diolah terlebih dahulu) dengan
62
serial 1005 tidak dipisahkan menurut jenisnya menjadi jagung gigi kuda
(Zea mays indentata), jagung mutiara (Zea mays indurata), jagung manis
(Zea mays saccharata), jagung berondong (Zea mays everta), jagung
tepung (Zea mays amylaceae), jagung polong (Zea mays tunicate), ataupun
jagung ketan (Zea mays ceratima) karena jagung yang dikonsumsi sebagai
bahan pokok dan sebagai bahan baku industri tidak dispesifikasikan secara
khusus, baik dalam hal produksi, konsumsi, ekspor, maupun impor.
b.
Volume ekpor jagung Indonesia didefinisikan sebagai total volume ekspor
jagung setiap tahun dan dinyatakan dalam satuan ton.
c.
Volume ekspor jagung Indonesia adalah total volume jagung Indonesia
yang di ekspor tiap tahunnya yang dinyatakan dalam satuan ton.
d.
Harga domestik adalah harga jagung yang yang terjadi di pasar dalam
negeri, dinyatakan dalam satuan rupiah per ton.
e.
Harga jagung ekspor merupakan harga jagung Indonesia yang merupakan
hasil bagi antara total nilai ekspor dengan volume ekspor dan dinyatakan
dengan satuan US$ per ton.
f.
Ukuran nilai tukar rupiah yaitu nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat, dinyatakan dalam satuan Rp/US$.
g.
Laju inflasi disini menggambarkan kenaikan harga-harga yang terjadi di
Indonesia dalam satuan persen pada periode waktu yang digunakan tahun
1990-2008.
h.
Volume ekspor jagung sebelumnya dimaksudkan adalah volume ekspor
tahun sebelumnya pada periode waktu yang digunakan tahun 1990-2008.
63
i.
Dummy
merupakan
variabel
pembeda
antara
periode
sebelum
diberlakukannya AFTA, yaitu tahun 1999 hingga 2002 dan pada periode
setelah diberlakukannya AFTA, yaitu tahun 2003 hingga 2008.
64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Daya Saing Jagung Indonesia di Pasar Malaysia
Analisis daya ssaing jagung Indonesia di pasar Malaysia dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Revealed Comparatived Advantange (RCA). Metode
ini digunakan atas dasar suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah
sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu
wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor jagung terhadap total ekspor
Indonesia di Malaysia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa pasar produk
dalam perdagangan dunia.
Nilai RCA yang diperoleh dapat menggambarkan kinerja ekspor jagung
Indonesia yang berkisar antara nol sampai tak hingga. Jika nilai RCA lebih dari
satu maka dianggap memiliki kinerja ekspor yang baik dan sebaliknya. Komoditi
dengan nilai RCA lebih dari satu dapat dikatakan memiliki daya saing atau
memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan pangsa ekspor relatif komoditi
jagung Indonesia dapat dilihat dengan perhitungan indeks RCA jagung antara
periode saat ini dengan periode sebelumnya. Nilai indeks RCA yang lebih dari
satu menunjukkan bahwa ekspor jagung Indonesia mengalami peningkatan relatif.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pangsa pasar jagung Indonesia di negara
tujuan meningkat.
RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor jagung di dalam total
ekspor komoditi suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor
jagung di dalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif dalam ekspor jagung.
65
5.1.1 Analisis Daya Saing Jagung Indonesia Sebelum Krisis Ekonomi
Kondisi daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia selama kurun
waktu sebelum terjadinya krisis ekonomi (1990 hingga 1998) memiliki nilai RCA
yang berkisar antara 0.078 hingga 7.934 dan nilai indeks RCA antara 0.133
hingga 101.717. Hasil perhitungan RCA setelah krisis ekonomi dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di Pasar
Malaysia Pra Krisis Ekonomi
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
RCA
6.427
1.05
5.314
1.697
0.83
1.803
0.239
0.078
7.934
Indeks
0.163
5.059
0.319
0.489
2.172
0.133
0.326
101.717
Pada tahun 1990, daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia memiliki
nilai RCA sebesar 6.427 yang berarti bahwa komoditi jagung Indonesia di pasar
Malaysia memiliki keunggulan komparatif. Nilai ekspor jagung Indonesia ke
pasar Malaysia sebesar US$ 9 956 095 yang menunjukkan bahwa sebesar 3.93
persen dari total impor Malaysia dari Indonesia. Disamping itu juga, nilai ekspor
jagung dunia ke pasar Malaysia sebesar US$ 178 927 684 yang menunjukkan
bahwa sebesar 5.59 persen merupakan pangsa pasar jagung Indonesia, sisanya
sebesar 99.44 persen pangsa pasar jagung di Malaysia terserap oleh pesaing.
66
Pada tahun 1991, nilai RCA komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia
mengalami penurunan menjadi 1.050. Di mana jagung Indonesia tetap memiliki
keunggulan komparatif, walaupun telah terjadinya penurunan nilai keunggulan
komparatif. Penurunan ini disebabkan oleh impor jagung Malaysia dari Indonesia
dari tahun sebelumnya sebesar 88.77 persen atau sebesar US$ 8 241 076.
Disamping itu juga, total ekspor jagung dunia di pasar Malaysia mengalami
penurunan sebesar 2.32 persen.
Keunggulan komparatif jagung Indonesia di pasar Malaysia dapat
dirasakan juga pada tahun 1992 dengan nilai RCA sebesar 5.314 dan indeks RCA
dimiliki Indonesia di pasar Malaysia, yakni sebesar 5.059. Nilai ekspor jagung
Indonesia di pasar Malaysia mengalami peningkatan sebesar US$ 13 340 643
dibanding pada tahun sebelumnya. Pada periode ini juga, nilai total ekspor
Indonesia di pasar Malaysia mengalami kenaikan sebesar 487 518 176. Disamping
itu, impor jagung Malaysia mengalami kenaikan sebesar US$ 204 907 675 dan
nilai total impor Malaysia menjadi sebesar US$ 39 788 383 435 dibanding pada
tahun sebelumnya sebesar US$ 36 581 322 168. Hal ini menunjukkan bahwa telah
terjadi peningkatan pangsa nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia US$
11 625 624 dibanding pada tahun sebelumnya.
Kondisi jagung Indonesia di pasar Malaysia pada tahun 1993 mengalami
penurunan menjadi 1.697 dan nilai indeks RCA sebesar 0.319 dan tetap memiliki
keunggulan komparatif. Penurunan ini terjadi disebabkan oleh penurunan impor
jagung Malaysia dari Indonesia sebesar US$ 4 882 171 dibanding tahun
sebelumnya
atau
sebesar 36.60
persen.
Agar jagung
Indonesia
tetap
mempertahankan pangsa nilai ekspornya adalah sebesar (100%-8.04%) x US$ 13
67
340 643 = US$ 1 226 868 454, namun realisasinya ekspor jagung Indonesia ke
pasar Malaysia hanya sebesar US$ 4 882 171. Hal ini mencerminkan bahwa nilai
impor jagung di Malaysia sebesar US$ 1 221 986 283 terserap oleh pesaing.
Pada tahun 1994, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung
di pasar Malaysia yang ditunjukkan dengan nilai RCA sebesar 0.830 dan nilai
indeks RCA sebesar 0.489. Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terjadinya
penurunan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar US$ 2 355 023
dibanding pada tahun sebelumnya. Penurunan sebesar US$ 2 527 148 bahwa telah
terjadi peralihan pangsa pasar jagung Indonesia di Malaysia. Peralihan tersebut
dapat disebabkan oleh (i) ekspor jagung yang dilakukan oleh Indonesia tidak
hanya di pasar Malaysia, dan (2) peralihan pangsa pasar oleh pesaing Indonesia di
pasar Malaysia. Agar jagung Indonesia dapat terus memiliki keunggulan
komparatif di pasar Malaysia, maka seharusnya Indonesia mampu melakukan
peningkatan jumlah nilai ekspor jagung ke Malaysia adalah sebesar (100%1.82%) x US$ 4 882 171 = US$ 479 331 549, namun realisasinya Indonesia hanya
mampu menghasilkan nilai ekspor jagung sebesar US$ 2 355 023. Artinya bahwa
sebanyak US$ 224 576 520 telah dihasilkan oleh para pesaing.
Tahun 1995 Indonesia kembali memiliki keunggulan komparatif dengan
nilai RCA sebesar 1.803 dan nilai indeks RCA sebesar 2.172. Nilai ekspor jagung
Indonesia ke pasar Malaysia mengalami peningkatan sebesar US$ 7 663 104
dibanding pada tahun sebelumnya. Pada periode ini juga, nilai impor jagung
Malaysia mengalami kenaikan menjadi US$ 331 905 650. Untuk dapat
mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung, Indonesia harus mampu mengekspor
jagung ke Malaysia sebesar (100%-31.63%) x US$ 2 355 023 = US$ 161 018 351,
68
namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor kurang dari nilai tersebut,
yakni US$ 7 663 104. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar US$ 153 355 247
pangsa nilai ekspor jagung Indonesia telah terserap oleh pesaing.
Pada tahun 1996, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung
di pasar Malaysia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RCA yang kurang dari satu,
yakni 0.239 dan nilai indeks RCA yang mengalami penurunan sebesar 0.133
dibanding pada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya nilai
ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan meningkatnya total nilai ekspor
Indonesia di pasar Malaysia sebesar US$ 1 109 703 040. Disamping itu juga, nilai
ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$ 372
609 675 dan nilai total impor Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$ 77
904 686 076.
Pada tahun 1997, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung
di pasar Malaysia. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perolehan nilai RCA yang
kurang dari satu, yakni sebesar 0.078 dan nilai indeks RCA sebesar 0.326.
Penurunan perolehan nilai RCA ini disebabkan oleh menurunnya nilai impor
jagung Malaysia dari Indonesia dibanding pada tahun sebelumnya, yakni sebesar
US$ 492 546 dan meningkatnya total nilai impor Malaysia dari Indonesia sebesar
US$ 1 357 208 576. Disamping itu juga, nilai ekspor jagung dunia ke pasar
Malaysia mengalami penurunan menjadi US$ 364 908 101 dan nilai total ekspor
dunia ke Malaysia yang mengalami peningkatan menjadi US$ 78 433 583 104.
Agar Indonesia mampu mempertahankan pangsa nilai ekspor di pasar Malaysia,
maka Indonesia seharusnya mampu mengekspor dengan perolehan nilai ekspor
sebesar (100%-2%) x US$ 1 109 703 040 = US$ 108 750 897 920, namun
69
realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor dengan perolehan nilai sebesar
US$ 492 546. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak US$ 108 750 405 374 telah
terserap oleh pesaing.
Pada tahun 1998 dimana sedang terjadinya krisis moneter, daya saing
jagung Indonesia di pasar Malaysia mencapai tingkat tertinggi dengan perolehan
nilai RCA sebesar 7.934. Nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia mengalami
peningkatan sebesar US$ 42 265 616 dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada periode ini juga, nilai impor jagung Malaysia US$ 226 491 812 atau turun
sebesar 61.11 persen. Disamping itu, nilai indeks RCA pada tahun 1998 sebesar
101.717 merupakan nilai satuan indeks RCA terbesar sepanjang periode yang
dilakukan dalam penelitian.
Untuk dapat mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung, Indonesia harus
mampu mengekspor jagung ke Malaysia sebesar (100%-61.11%) x US$ 492 546
= US$ 19 155 114, namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor melebihi
nilai tersebut, yakni sebesar US$ 42 265 616. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar
US$ 23 150 502 atau sebesar 54.77 persen pangsa nilai ekspor jagung Indonesia
mampu terserap di pasar Malaysia.
5.1.2 Analisis Daya Saing Jagung Indonesia Setelah Krisis Ekonomi
Kondisi daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia selama kurun
waktu setelah terjadinya krisis ekonomi (1999 hingga 2008) memiliki nilai RCA
yang berkisar antara 0.037 hingga 1.065 dan nilai indeks RCA antara 0.134
hingga 13.532. Hasil perhitungan RCA setelah krisis ekonomi dapat dilihat pada
Tabel 5.
70
Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di Pasar
Malaysia Pasca Krisis Ekonomi
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
RCA Indeks
1.065
0.134
0.167
0.157
0.17
1.014
0.105
0.617
0.259
2.476
0.078
0.300
0.451
5.791
0.037
0.081
0.494 13.532
0.341
0.690
Pada tahun 1999 merupakan kondisi perekonomian yang mengalami masa
recovery (pemulihan), ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia mengalami
penurunan dibanding tahun sebelumnya. Akan tetapi, ekspor jagung Indonesia
tetap memiliki keunggulan komparatif dengan nilai RCA sebesar 1.065 dan nilai
indeks RCA 0.134. Pada kondisi pemulihan ini memberikan dampak terhadap
penurunan nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia sebesar US$ 36 573 119
atau sebesar 86.53 persen. Disamping itu, nilai impor jagung Malaysia mengalami
peningkatan dibanding tahun sebelumnya sebesar US$ 7 179 798 690 atau sebesar
12.43 persen. Hal yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk mempertahankan
pangsa nilai ekspor ke Malaysia adalah sebesar (100%-12.43%) x US$ 42 265
616 = US$ 3 701 199 993. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar US$ 3 695 507
496 pangsa nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia yang beralih ke
negara pesaing.
Pada tahun 2000 dan 2001 indeks RCA melemah dengan nilai masingmasing sebesar 0.167 dan 0.170. Selain itu, nilai indeks RCA pada tahun 2000
71
melemah sebesar 0.157 dan nilai indeks RCA pada tahun 2001 mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 1.014. Hal ini menunjukkan bahwa pada
tahun 2000 dan 2001 Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung di
pasar Malaysia. Pada tahun 2000 nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia
sebesar US$ 1 003 389 atau turun sebesar 81.81 persen dibandingkan nilai ekspor
jagung pada tahun sebelumnya. Disamping itu, nilai impor jagung Malaysia
mengalami kenaikan sebesar US$ 16 350 326 100 atau sebesar 62.91 persen.
Pada tahun 2001 nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia mengalami
penuurunan menjadi US$ 902 413 atau turun sebesar 12.84 persen. Hal ini juga
terjadi pada total ekspor Indonesia ke Malaysia yang turun menjadi US$ 193 218
597. Disamping itu juga, nilai impor jagung di Malaysia mengalami penurunan
menjadi US$ 218 430 212 atau 14.36 persen dan total impor Malaysia menjadi
US$ 73 078 955 792 dibandingkan nilai impor pada tahun sebelumnya sebesar
US$ 81 289 545 463.
Agar jagung Indonesia di pasar Malaysia pada periode 2000 dan 2001
haruslah dilakukan perhitungan agar dapat mempertahankan pangsa nilai ekspor
jagung. Pada tahun 2000 untuk mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung ke
Malaysia adalah sebesar (100%-62.91%) x US$ 5 692 497 = US$ 358 113 407,
namun realisasinya ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia hanya sebesar US$
1 035 389. Demikian juga pada periode 2001 adalah sebesar (100%-14.36%) x
US$ 1 035 389 = US$ 88 670 714, namun realisasinya nilai ekspor jagung
Indonesia ke Malaysia hanya 902 413. Hal ini mencerminkan bahwa nilai impor
jagung di Malaysia sebesar US$ 87 768 301 terserap oleh pesaing.
72
Pada tahun 2002 nilai RCA jagung Indonesia sebesar 0.105 dan nilai
indeks RCA sebesar 0.617. Nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia mengalami
penurunan menjadi US$ 710 352 atau 21.28 persen dibandingkan tahun
sebelumnya sebesar US$ 902 413, sedangkan impor jagung Malaysia mengalami
peningkatan menjadi US$ 262 824 593. Penurunan tersebut mencerminkan bahwa
komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia tidak memiliki keunggulan
komparatif. Agar jagung Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan dapat
mempertahankan pangsa nilai ekspornya, maka seharusnya Indonesia melakukan
ekspor jagung sebesar (100%-16.89%) x US$ 902 413 = US$ 74 999 544, namun
realisasinya Indonesia hanya mampu menghasilkan ekspor jagung sebesar US$
710 352. Hal ini mencerminkan bahwa sebesar US$ 74 289 192 dihasilkan oleh
negara pesaing.
Di tahun 2003, jagung Indonesia menguat dengan nilai indeks RCA yang
diperoleh sebesar 2.476, akan tetapi tidak memiliki keunggulan komparatif
dikarenakan nilai RCA diperoleh sebesar 0.259. Penguatan jagung Indonesia
disebabkan oleh adanya peningkatan pangsa pasar ekspor sebesar 65.47 persen.
Disamping itu juga, nilai ekspor Indonesia ke Malaysia naik menjadi US$ 2 363
850 125 seiring dengan peningkatan nilai impor jagung Malaysia sebesar US$ 176
586 060 dan total impor Malaysia sebesar US$ 82 443 541 384. Agar Indonesia
memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia, seharusnya Indonesia
melakukan ekspor sebesar (100%-4.96%) x US$ 710 352 = US$ 67 511 854,
sehingga sebesar US$ 65 454 704 tidak beralih ke negara pesaing.
Tahun 2004 nilai indeks RCA kembali mengalami pelemahan menjadi
0.300 yang memperlihatkan bahwa daya saing jagung Indonesia ke Malaysia juga
73
menurun dengan perolehan nilai RCA sebesar 0.078. Penurunan nilai RCA jagung
Indonesia disebabkan oleh meningkatnya nilai impor jagung Malaysia
peningkatan sebesar 22.90 persen atau sebesar US$ 63 336 116. Nilai ekspor
jagung Indonesia mengalami penurunan sebesar 63.09 persen atau sebesar US$ 1
297 997 dibanding tahun sebelumnya. Agar Indonesia dapat memiliki keunggulan
komparatif, maka seharusnya perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di pasar
Malaysia sebesar (100%-22.90%) x US$ 2 057 150 = 158 606 265, namun
realisasinya Indonesia hanya memperoleh nilai ekspor jagung ke pasar Malaysia
sebesar US$ 759 153 dan sebesar US$ 157 847 112 tidak beralih ke pesaing.
Tahun 2005 daya saing jagung Indonesia masih melemah dengan
perolehan nilai RCA sebesar 0.451 yang menandakan bahwa Indonesia tidak
memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia. Akan tetapi, perolehan
nilai indeks RCA sebesar 5.791 dapat mencerminkan bahwa telah terjadinya
peningkatan pangsa pasar ekspor jagung Indonesia di Malaysia. ketidak-unggulan
jagung Indonesia di Malaysia disebabkan dengan perolehan nilai ekspor jagung
yang mengalami peningkatan menjadi US$ 3 594 242 atau 78.87 persen, namun
tidak diiringi dengan perolehan total impor Malaysia yang cenderung mengalami
kenaikan menjadi US$ 115 280 569 211 dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Agar Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing, maka
seharusnya Indonesia memperoleh nilai ekspor jagung di Malaysia sebesar
(100%-21.22%) x US$ 759 153 = US$ 16 109 227, sehinnga sebesar US$ 15 350
074 tidak beralih ke pesain.
Ketidakunggulan komparatif juga terjadi pada tahun 2006 dengan
perolehan nilai RCA yang kurang dari satu, yakni sebesar 0.037 dan perolehan
74
nilai indeks RCA menjadi lemah sebesar 0.081. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi jagung jagung Indonesia tidak memiliki daya saing. Nilai ekspor jagung
Indonesia ke Malaysia turun menjadi US$ 455 560 atau 87.32 persen dibanding
pada tahun sebelumnya. Akan tetapi, nilai impor jagung Malaysia meningkat
menjadi US$ 397 907 085 atau sebesar 48.58 persen. Oleh karena itu, sebesar
US$ 184 360 364 beralih negara pesaing.
Tahun 2007 daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia menguat
meskipun masih relatif rendah, karena nilai RCA bernilai kurang dari satu yakni
0.494 dan nilai indeks RCA meningkat menjadi 13.532 yang menunjukkan bahwa
pangsa pasar jagung Indonesia mengalami peningkatan. Kinerja ekspor jagung
Indonesia naik menjadi sebesar US$ 10 463 895 dibandingkan pada tahun
sebelumnya. Meskipun demikian, nilai impor jagung di pasar Malaysia juga
mengalami peningkatan menjadi US$ 610 419 679 atau sebesar 53.41 persen.
Untuk mendapatkan keunggulan komparatif, Indonesia harus melakukan ekspor
jagung ke Malaysia sebesar (100%-53.41%) x US$ 455 560 = US$ 21 224 540,
sehingga sebesar US$ 10 760 645 tidak dimiliki oleh negara pesaing.
Kondisi pada tahun 2007 tidak dapat dipertahankan oleh Indonesia,
sehingga pada tahun 2008 nilai indeks RCA yang mencerminkan pangsa pasar
ekspor Indonesia ke Malaysia mengalami pelemahan menjadi 0.690 dan memiliki
nilai RCA yang kurang dari satu, yakni 0.341. Pelemahan pangsa nilai ekspor ini
terjadi disebabkan oleh menurunnya perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia menjadi US$ 9 399 792 atau sebesar 10.17 persen. Disamping itu,
nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$
669 028 429 atau sebesar 9.60 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya.
75
Untuk mendapatkan keunggulan komparatif, Indonesia harus melakukan ekspor
jagung ke Malaysia sebesar (100%-9.60%) x US$ 10 463 895 = US$ 945 936 108,
sehingga sebesar US$ 935 472 213 tidak dimiliki oleh negara pesaing.
5.2
Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia
Dalam mewujudkan suatu sistem pertanian yang terpadu, bahwa perlunya
peningkatan produksi agribinis jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan apabila memungkinkan dengan kapasitas produksi yang besar dapat membuka
jaringan pasar ekspor Internasional. Apabila dilihat dari kondisi lahan, iklim serta
kapasitas produksinya Indonesia cukup mampu didalam peningkatan agribisnis
jagung untuk memenuhi permintaan daripada konsumen domestik dan
Internasional.
Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah mencanangkan swasembada
jagung dengan target produksi 15 juta ton dikarenakan kebutuhan konsumsi dan
industri pakan ternak yang melonjak. Diharapkan dalam pencanangan
swasembada agribisnis jagung 2007 dapat berjalan dengan baik sesuai dengan
mutu bibit tanaman jagung yang berkualitas didalam pengembangannya. Dimana
dengan terbatasnya persediaan jagung dunia untuk ekspor dan meningkatnya
permintaan etanol baik di Amerika, China dan berbagai negara berpotensi
menciptakan ekspektasi kenaikan harga jagung di pasar dunia untuk beberapa
tahun ke depan, Indonesia diharapkan dapat mampu menangkap peluang pasar ini
menjadi salah satu acuan untuk mencari celah pasar kebutuhan konsumen di pasar
dunia.
Perdagangan jagung Indonesia dalam skala ekspor terus berkembang dan
dipertahankan. Berdasarkan data pada Lampiran 3 dapat diketahui bahwa nilai dan
76
volume ekspor jagung Indonesia cenderung fluktuatif. Dampak dari ini
fluktuatifnya volume dan nilai ekspor jagung Indonesia merupakan salah satu
indikator yang mempengaruhi pada pengusaha atau eksportir jagung untuk terus
meningkatkan produksi sehingga dapat pula meningkatkan volume ekspornya.
Negara-negara tujuan utama ekspor jagung Indonesia tersebar di Asia
Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand, Filipina, dan Hongkong serta Jepang. Dari
kelima pasar ekspor jagung Indonesia tersebut, terlihat bahwa potensi pasar yang
memiliki prospek untuk dikembangkan adalah di Malaysia.
1.
Volume Produksi
Produksi jagung di Indonesia yang ditentukan oleh luas areal dan
prokdutivitas jagung selalu dikatakan meningkat berdasarkan data yang tersedia.
Kondisi produksi jagung di Indonesia sebagai salah satu negara produsen jagung
dunia peringkat kedelapan berdasarkan FAO (2005) dalam Outlook Tanaman
Pangan (Deptan, 2006) jika dibandingkan dengan negara-negara produsen jagung
di dunia masih sangat rendah. Perkembangan produksi jagung selama kurun
waktu 1990-2008 dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8 yang terbagi menjadi dua
bagian, yakni Pra dan Pasca Krisis Ekonomi.
Gambar 7. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi
77
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pola produksi jagung di Indonesia
cenderung fluktuatif. Kondisi produksi sebelum terjadinya krisis ekonomi dalam
kurun waktu 1990-1998 mencapai puncak tertinggi produksi pada tahun 1994 dan
1998 sebanyak 10 169 488 ton dan yang terendah terjadi pada tahun 1990
sebanyak 6 734 028 ton. Penurunan produksi jagung terjadi pada tahun 1992
menjadi 6 868 885 ton, tahun 1995 menjadi 8 142 863 ton, dan 1997 dengan
jumlah jagung yang dihasilkan sebanyak 8 770 851 ton. Penurunan volume
produksi ini disebabkan oleh tidak optimalnya pola tanam yang dilakukan
sehingga menyebabkan produksi jagung menjadi turun. Disamping itu,
penggunaan teknologi dalam produksi masih sangat rendah.
Kondisi fluktuatifnya produksi jagung juga terjadi pada periode pasca
krisis ekonomi dalam kurun waktu 1999-2008. Produksi jagung rata-rata
mengalami peningkatan, namun terdapat pula penurunan, yaitu pada tahun 1999
(9 204 036 ton), 2001 (9 347 192 ton), dan 2006 (11 609 463 ton). Penurunan
produksi ini disebabkan antara lain berkurangnya luas tanaman dan meningkatnya
luas lahan tanaman yang rusak. Sedangkan pertumbuhan produksi yang tertinggi
terjadi pada tahun 2008, yakni sebesar 16 317 252 ton. Adanya fluktuasi produksi
jagung disebabkan oleh kondisi cuaca dan keadaan tanaman jagung yang berbedabeda tiap tahunnya.
78
Gambar 8. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi
2.
Harga Jagung Domestik
Pola data harga jagung domestik menunjukkan kecenderungan menurun
tiap tahunnya pada periode sebelum terjadinya krisis ekonomi (Gambar 9). Harga
domestik tertinggi dicapai pada tahun 1995 sebesar Rp 1 470 000 per ton,
sedangkan harga terendah terjadi pada tahun 1993 yakni sebesar Rp 1 225 000 per
ton. Penurunan harga disebabkan oleh faktor harga jagung dunia yang cenderung
menurun yang mempunyai implikasi terhadap penurunan harga jagung domestik.
Pada saat kondisi pasca krisis ekonomi, harga jagung domestik kecenderungan
kenaikan (Gambar 10). Harga jagung domestik tertinggi terjadi pada tahun 2007
sebesar Rp 2 864 000 per ton, sedangkan harga jagung domestik terendah terjadi
pada tahun 1999 sebesar Rp 1 382 000 per ton. Hal ini disebabkan oleh faktor
harga jagung dunia yang cenderung mengalami kenaikan yang berimplikasi
terhadap kenaikan harga jagung domestik
79
Gambar 9. Perkembangan Harga Jagung Domestik Pra Krisis Ekonomi
Gambar 10. Perkembangan Harga Jagung Domestik Pasca Krisis Ekonomi
3.
Harga Ekspor Jagung
Perkembangan harga ekspor jagung selama kurun waktu 1990-2008 dapat
dilihat pada Gambar 11 dan 12 yang terbagi menjadi dua bagian, yakni Pra dan
Pasca Krisis Ekonomi. Kondisi sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun
1990 hingga 1998 cenderung fluktuatif. Harga ekspor jagung Indonesia di pasar
Malaysia sebesar US$ 161 per ton merupakan harga tertinggi dalam kurun waktu
sebelum terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan harga ekspor jagung Indonesia ke
pasar Malaysia terendah terjadi pada tahun 1991 sebesar US$ 91 per ton.
80
Hal yang sama juga terjadi pada periode setelah krisis ekonomi dari tahun
1999 hingga 2008 dengan perolehan harga tertinggi terjadi pada tahun 2008
sebesar US$ 196 per ton, sedangkan harga ekspor jagung terendah terjadi pada
tahun 1999, 2001, dan 2003 sebesar US$ 98 per ton. Melemahnya harga jagung
dunia yang dijadikan sebagai patokan harga ekspor penyebab turunnya harga
ekspor jagung dunia yang berimplikasi terhadap penurunan harga ekspor jagung
Indonesia di pasar Malaysia.
Gambar 11. Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia
di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi
Gambar 12. Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia
di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi
81
4.
Volume Impor Jagung Indonesia
Perubahan era pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas
membawa konsekuensi terhadap harga komoditas pertanian, yaitu harga pangan di
pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar internasional. Sebagai
salah satu komoditas perdagangan, fluktuasi perubahan harga jagung tidak
terlepas dari arah kebijakan perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas
harga, dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Akumulasi berbagai perubahan tersebut
secara simultan akan mempengaruhi fluktuasi harga jagung di dalam negeri
(Meng dan Ekboir, 2001 dalam Timor, 2008).
Terdapat dua kondisi yang menjadi alasan mengapa suatu negara
mengimpor
jagung
dan
bagaimana
pemerintah
seharusnya
menyikapi
permasalahan tersebut. Kondisi pertama, produksi jagung lokal relatif cukp
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pada saat yang sama harga jagung dunia
lebih murah dari harga jagung lokal. Pada kondisi seperti ini konsumen jagung
dalam negeri yang tingkat kebutuhannya sangat tinggi, seperti perusahaan pakan
ternak akan lebih memilih impor jagung dibandingkan membeli jagung lokal.
Impor jagung oleh perusahaan pakan mendorong harga jagung lokal turun
menyamai harga jagung dunia. Hal ini akan memukul produsen jagung di dalam
negeri, sehingga pemerintah menetapkan tarif tertentu terhadap impor jagung.
Kebijakan tarif impor jagung ternyata mendorong petani jagung di dalam negeri
menjadi lebih efisien.
Kondisi kedua, ketika produksi jagung lokal relatif rendah dibandingkan
jumlah kebutuhan jagung di dalam negeri. Seperti pada kondisi pertama, misalnya
kebutuhan oleh pabrik pakan tidak dapat dipenuhi produksi jagung lokal, maka
82
pabrik pakan akan mengimpor jagung dari pasar dunia sekalipun harganya lebih
mahal. Jika harga jagung dunia lebih mahal maka pabrik pakan akan melakukan
pengurangan produksi, namun keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh rasio
harga pakan dan harga hasil peternakan. Pada kondisi seperti ini, seharusnya
pemerintah terdorong untuk menetapkan kebijakan kuota impor dengan tetap
memperhatikan dampak atau konsekuensi yang timbul seperti “pasar gelap”.
Melalui struktur tataniaga jagung baik, produsen jagung lokal dapat mengambil
keuntungan atau insentif untuk meningkatkan produksi jagung lokal karena
kenaikan harga jagung dunia akan mendongkrak kenaikan harga jagung di dalam
negeri.
Perkembangan impor jagung Indonesia pada periode
1990-2008
menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat. Kondisi sebelum terjadi
krisis ekonomi, impor jagung Indonesia terjadi pada tahun 1990 hingga 1998
sebanyak 1 098 354 ton merupakan jumlah impor terbesar yang terjadi pada tahun
1997, sedangkan jumlah impor terendah terjadi pada tahun 1990 sebanyak 9 050
ton.
Kondisi setelah terjadi krisis ekonomi, impor jagung Indonesia terjadi
pada tahun 1999 hingga 2008 sebanyak 1 775 320 810 ton merupakan jumlah
impor terbesar yang terjadi pada tahun 2006, sedangkan jumlah impor terendah
terjadi pada tahun 2005 sebanyak 185 957 ton. Sebagai akibat tingginya
permintaan jagung untuk industri pakan yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi
jagung dalam negeri. Hal ini memaksa petani jagung lokal untuk menurunkan
harga sebab jika tidak maka jagung lokal tidak akan terserap oleh industri berbasis
jagung. Perkembangan impor jagung dapat disajikan pada Gambar 13 dan 14.
83
Gambar 13. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi
Gambar 14. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi
5.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Nilai tukar perdagangan (terms of trade) dari suatu negara merupakan
rasio harga komoditi ekspor terhadap harga komoditi impornya. Kurs antara dua
negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk
melakukan perdagangan. Besarnya nilai tukar suatu negara tidak dapat dijadikan
satu-satunya alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan negara. Perubahan dalam
nilai tukar perdagangan suatu negara pada dasarnya merupakan dampak dari
berinteraksinya berbagai kekuatan ekonomi negara tersebut (Salvatore, 1996).
Nilai tukar mata uang antar negara mempengaruhi besarnya nilai ekspor
yang diperoleh. Jika kurs riil suatu negara lebih rendah, maka produk domestik
84
relatif murah dibandingkan produk luar negeri sehingga ekspor netto akan lebih
besar. Sebaliknya, jika kurs riil suatu negara lebih tinggi, maka produk domestik
akan lebih mahal dari produk luar negeri yang berdampak pada pengurangan
ekspor neto dan peningkatan impor.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dapat dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian baik dalam maupun luar negeri. Kondisi nilai tukar rupiah terhadap
US$ selama periode sebelum terjadinya krisis ekonomi cenderung melemah. Hal
ini dapat dilihat dari perkembangan nilai tukar pada periode tersebut yang
cenderung mengalami peningkatan. Selama periode sebelum terjadi krisis
ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap US$ yang tertinggi terjadi pada tahun 1998
dengan kurs 8 100 per US$. Kondisi terjadi disebabkan karena pada tahun 1998,
Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. Sedangkan nilai tukar rupiah
terhadap US$ terendah terjadi pada tahun 1990 dengan kurs 1905 per US$.
Pada saat kondisi setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1999 hingga
2008 nilai tukar rupiah cenderung berfultuatif. Hal ini terkait dengan gejolak
perekonomian yang dihadapi oleh Indonesia terhadap kondisi ekonomi domestik
maupun internasional. Nilai tukar rupiah terhadap US$ mencapai nilai tertinggi
pada tahun 2001 sebesar Rp 10 400 per US$, sedangkan nilai tukar rupiah
terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp 8 465 per US$.
Setelah recovery ekonomi dimulai tahun 1998 hingga 2008, kondisi nilai
tukar rupiah terhadap US$ terus berfluktuatif. Ketidakstabilan nilai tukar mata
uang dalam waktu yang sangat panjang dapat menyebabkan kekhawatiran pada
produsen dan konsumen dalam bertransaksi perdagangan internasional guna
menghindari kerugian akibat kesalahan estimasi nilai tukar yang dijadikan
85
patokan. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika disajikan pada
Gambar 15 dan 16.
Gambar 15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$
Pra Krisis Ekonomi
Gambar 16. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$
Pasca Krisis Ekonomi
6.
Laju Inflasi
Kestabilan keadaan perekonomian suatu negara akan menunjang
pertumbuhan perekonomian negara tersebut. Inflasi berpengaruh pada nilai mata
uang, karena itu semakin tinggi inflasi di suatu negara akan semakin tinggi pula
nilai mata uangnya, sehingga dapat menyebabkan melemahnya nilai mata uang
negara tersebut. Hal ini mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan
atau ditawarkan oleh negara yang memiliki angka inflasi yang tinggi, menjadi
86
lebih mahal dan berdampak pada berkurangnya kemampuan bersaing sehingga
tidak dapat menjual produk ekspornya. Perkembangan laju inflasi selama periode
19900 hingga 2008 terbagi menjadi dua bagian, yakni kondisi pra krisis ekonomi
(Gmbar 17) dan kondisi pasca krisis ekonomi (Gambar 18).
Pada periode pra krisis ekonomi tahun 1990 hingga 1998, tingkat inflasi
mengalami kecenderungan relatif stabil. Tingkat inflasi yang tinggi terjadi pada
tahun 1998 yakni sebesar 56.2 persen. Hal ini menandakan bahwa tingkat inflasi
mengalami kenaikan dibanding pada tahun sebelumnya sebesar 11.05 persen,
sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada tahun 1992 sebesar 4.94 persen.
Hal ini berpengaruh secara signifikan terhadap meningkatnya nilai ekspor jagung.
Pada periode pasca krisis ekonomi tahun 1999 hingga 2008 (Gambar 17),
tingkat inflasi mengalami kecenderungan berfluktuatif. Tingkat inflasi yang tinggi
terjadi pada tahun 2006 yakni sebesar 13.33 persen. Hal ini menandakan bahwa
tingkat inflasi mengalami kenaikan dibanding pada tahun sebelumnya sebesar
2.63 persen, sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar
5.10 persen.
Gambar 17. Perkembangan Laju Inflasi Pra Krisis Ekonomi
87
Gambar 18. Perkembangan Laju Inflasi Pasca Krisis Ekonomi
5.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di
Pasar Malaysia
5.3.1 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh koefsien regresi
dan persamaan regresi yang tercantum pada Tabel 6 dapat terlihat bahwa tidak ada
satupun koefisien regresi yang signifikan pada taraf nyata α = 5 persen. Di mana
nilai R2 sebesar 99.6 persen. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadi
multikolinearitas antar peubah bebas. Indikasi ini diperkuat juga dengan nilai VIF
yang lebih besar dari 10 untuk setiap koefisien regresi. Dengan demikian, model
ekspor jagung Indonesia ini pun tidak memenuhi asumsi OLS.
Tabel 6. Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia
Variabel
Konstanta
Volume produksi
Harga jagung domestik
Harga ekspor jagung
Volume ekspor periode sebelumnya
Volume impor jagung Indonesia
Nilai tukar
Inflasi
R-sq
R-sq (adj)
Koefisien t-Hitung P Value VIF
922327
2.55
0.238
-0.04981
-2.13
0.280 12.5
-0.5730
-2.43
0.249 10.3
3.2
1893.7
2.53
0.240
-0.3843
-1.07
2.8
0.478
0.11653
1.47
0.379 14.6
-24.41
-2.06
0.287
9.5
10436
0.116 13.3
5.44
99.6% F-Statistik
32.73
96.5% Durbin-Watson
2.34
88
Analisis regresi OLS menghasilkan koefisien determinasi sebesar 99.6
persen. Artinya, 99.6 persen variasi Y dapat dijelaskan oleh variabel-variabel X
dan sisanya sebesar 0.4 persen dapat dijelaskan oleh variabel yang tidak terdapat
di dalam model. Dari nilai dugaan yang dihasilkan, terdapat masalah
multikolinearitas pada empat variabel volume produksi (12.5), harga jagung
domestik (10.3), volume impor jagung Indonesia (14.6) dan dummy (13.3).
Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka akan dilakukan analisis
komponen utama dengan terlebih dahulu membakukan peubah-peubah X tersebut
menjadi Z. Hasil pembakuan terlihat pada Tabel 7, sedangkan akar ciri dan vektor
ciri dari matriks Z terlihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Menjadi Z
Y
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
89299
-1.46759
-0.00292
-0.34311
-0.98535
-1.30457
-0.59147
-7.2578
18769
-0.47306
-0.12553
-1.33925
1.276686
-0.53023
-0.54941
-0.27626
110176
-1.36127
-0.55468
0.154954
-0.50991
-1.18917
-0.51421
-0.56324
40417
0.561309
-0.70356
0.154954
1.805522
-0.10832
-0.49409
-0.26059
19383
1.240973
0.329886
0.154954
0.038455
1.073342
-0.45432
-0.2938
59383
-0.35685
1.442158
0.553408
-0.49436
1.073342
-0.4086
-0.3314
7861
0.477251
1.11811
2.147221
0.518883
0.193497
-0.37203
-0.46737
4802
0.138268
0.391193
-0.74157
-0.78622
1.379875
1.143463
-0.18039
410177
1.240973
-1.89466
-0.74157
-0.86371
-0.58777
2.240651
2.64867
Untuk menentukan jumlah komponen utama dapat dilihat dari nilai Eigen
value-nya. Ukuran Eigen value mengindikasikan jumlah komponen utama dari
hasil proses PCA. Nilai minimum Eigen value dalam menentukan komponen
utama, yaitu ≥ 1 (CGAP, 2003 dalam Rosita, 2008). Besarnya Eigen value pada
suatu komponen memberikan arti bahwa komponen tersebut dapat menjelaskan
lebih baik suatu indikator. Dari Tabel XXX dapat dilihat bahwa terdapat tiga
89
komponen utama yang dapat menjelaskan kinerja ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia.
Tabel 8. Total Variance Explained
Component
Initial Eigenvalues
% of
Cumulative
Total
Variance
(%)
Extractions Sums of Squared Loadings
% of
Cumulative
Total
Variance
(%)
1
2.4942
0.356
0.356
2.4942
0.356
0.356
2
2.1006
0.300
0.656
2.1006
0.300
0.656
3
1.2553
0.179
0.836
1.2553
0.179
0.836
4
0.6838
0.098
0.933
5
0.3216
0.046
0.979
6
0.1034
0.015
0.994
7
0.0411
0.006
1
Dari Tabel 8, untuk komponen utama 1 (PC1) memiliki nilai Eigen value
sebesar 2.4942 dapat menjelaskan 35.6 persen keragaman data. Sedangkan PC2,
dan PC3 memiliki nilai Eigen value secara berurutan yaitu sebesar 2.1006 dan
1.2553 dan masing-masing PC dapat menjelaskan keragaman data sebesar 30
persen, dan 17.9 persen. Dan dari ketiga PC tersebut secara kumulatif dapat
menerangkan keragaman data sebesar 83.6 persen.
Setelah ditentukan jumlah komponen utamanya, akan dilihat nilai loading
dari masing-masing komponen utamanya. Untuk menentukan bahwa proses PCA
itu membentuk indeks yang bagus atau tidak dapat dilihat dari koefisien
komponennya, yang biasa disebut dengan “component loading”. Pada faktanya,
analisis nilai loading pada komponen merupakan faktor yang penting dalam
menentukan variabel dari suatu indikator, dalam hal ini adalah kinerja ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia.
90
Untuk mengetahui rasio mana yang memiliki kontribusi yang tinggi
terhadap kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, maka dapat dilihat
dari nilai loading yang besar dengan mengabaikan tanda positif dan negatif,
karena tanda tersebut merupakan tanda korelasi yang bersifat positif dan negatif
terhadap komponen utama. Jika berkorelasi positif maka komponen utama
berbanding lurus dengan variabel penjelas. Begitupun sebaliknya, jika berkorelasi
negatif maka komponen utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas.
Dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb sebesar 0.4 yang berarti
bahwa variabel yang mempunyai korelasi signifikan memiliki nilai loading
sebesar ≥ 0.4. Nilai loading dari komponen utama tersebut dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Matriks Komponen Utama
Variabel
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
PC1
-0.501
0.338
0.189
0.026
-0.196
-0.536
-0.522
PC2
-0.317
-0.506
-0.464
-0.237
-0.543
0.194
-0.199
Component
PC3
PC4
PC5
0.124 -0.1
-0.613
-0.301 0.2
0.171
-0.016 -0.8
0.007
0.81 0.2
-0.054
-0.314 0.5
-0.077
-0.329 -0.1
-0.037
0.176 -0.1
0.765
PC6
-0.259
0.314
0.092
0.474
-0.084
0.739
-0.218
PC7
0.421
0.608
-0.277
-0.113
-0.587
-0.031
0.135
Hal ini berarti bahwa dari delapan komponen utama yang diturunkan dari
matriks korelasi antar peubah bebas, hanya ada tiga komponen utama yang
memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data yang dapat
dilihat dari nilai Eigen value lebih besar dari satu, yaitu komponen utama pertama,
kedua, dan ketiga. Dengan demikian, komponen utama pertama W1, komponen
91
utama kedua W2, dan komponen utama ketiga W3 yang merupakan kombinasi
linier dari Z dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini:
W1 = -0.501Z1+0.338Z2+0.189Z3+0.026Z4-0.196Z5-0.536Z6-0.522Z7
W2 = -0.317Z1-0.506Z2-0.464Z3-0.237Z4-0.543Z5+0.194Z6-0.199Z7
W3 = 0.124Z1-0.301Z2+0.016Z3-0.810Z4+0.314Z5-0.329Z6+0.176Z7
Pada matriks W berisi skor komponen utama yang diperoleh dari
persamaan W = ZV yang terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Skor Komponen Utama
W1
5.0051
0.5173
1.3132
-0.0207
0.3283
0.9396
0.9636
-0.8868
-3.8931
W2
2.8974
0.7686
1.4192
-0.3069
-0.8604
-1.3524
-1.9206
-0.2029
1.3409
W3
-1.6469
1.3333
0.0261
1.8921
-0.3099
-1.1486
0.0880
-1.5668
-0.0500
Selanjutnya peubah tak bebas Y diregresikan ke matriks W, sehingga
hasilnya terlihat pada Lampiran 7. Setelah diperoleh persamaan regresi, maka
dilakukan transformasi W menjadi Z yang kemudian diperoleh persamaan regresi
melalui transformasi Z ke peubah asal, sebagai beikut:
Y = 91444 – 41538 W1 + 52079 W2 – 15654 W3
Y = 91444+2361Z1-35680Z2-44696Z3-8508Z4-15223Z5+37517Z6+8564Z7
Y = 600485.11 + 0.00186 X1 – 0.3125 X2 – 2226.14 X3 – 0.2155 X4 – 0.00375 X5
+ 17.15 X6 + 536.61 X7
92
Dari persamaan regresi yang diperoleh dari transformasi Z ke peubah asal,
maka dapat diperoleh suatu analisis, sebagai berikut:
1.
Volume Produksi
Variabel volume produksi memiliki hubungan yang positif terhadap
ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien
regresi variabel volume produksi sebesar 0.00186. Hal ini berarti bahwa setiap
kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton maka akan menaikkan
volume produksi jagung sebesar 0.00186 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung
sebesar 65583.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas
taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
2.
Harga Jagung Domestik
Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel harga jagung
domestik sebesar -0.3125. Hal ini mencerminkan bahwa setiap kenaikan rata-rata
satu rupiah per ton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.3125 ton, cateris paribus. Nilai thitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -2378666.67 lebih besar
dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang
menunjukkan bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia.
93
3.
Harga Ekspor Jagung
Pada variabel harga ekspor jagung Indonesia memiliki hubungan yang
negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini tidak sesuai
dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar 226.14. Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata harga
ekspor jagung Indonesia sebesar satu dollar (US$) per ton maka akan menurunkan
ekspor jagung Indonesia sebesar 226.14 ton, cateris paribus. Dari hasil nilai thitung sebesar -1146051.23 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang
diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga ekspor
jagung signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Indikasi
dari lemahnya harga jagung Indonesia yang diekspor di pasar Malaysia
disebabkan oleh patokan harga jagung impor di pasar Malaysia yang didasarkan
atas kondisi harga jagung internasional dan harga jagung dari kompetitor
Indonesia di pasar Malaysia.
4.
Volume Ekspor Sebelumnya
Variabel volume ekspor periode sebelumnya memiliki hubungan yang
negatif terhadap ekspor jagung Indonesia, nilai ini tidak sesuai dengan nilai
dugaan yang diharapkan. Ketidaksesuaian nilai dugaan dengan hipotesis
disebabkan oleh rencana ekspor jagung yang akan dilakukan dibuat berdasarkan
acuan dari ekspor jagung pada tahun sebelumnya. Koefisien regresi yang
diperoleh sebesar -0.2155. Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan
rata-rata volume ekspor periode sebelumnya sebesar satu ton maka akan
menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.2155 ton,
cateris paribus. Nilai t-hitung yang diperoleh sebesar -250235.30 lebih besar
94
dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang
menunjukkan bahwa variabel volume ekspor sebelumnya signifikan terhadap
ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
5.
Volume Impor Jagung Indonesia
Variabel volume impor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif
dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan. Koefisien regresi variabel impor jagung Indonesia sebesar -15223.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata impor jagung Indonesia sebesar
satu ton, maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia
sebesar 15223 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 1081357.14 lebih besar
dibanding nilai t-tabel sebesar 1.812 yang diatas taraf nyata lima persen yang
menunjukkan bahwa variabel volume impor jagung Indonesia signifikan terhadap
ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
6.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Pada variabel nilai tukar terhadap dollar Amerika memiliki hubungan yang
positif dengan ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh pada variabel nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika sebesar 37517. Arti dari nilai ini adalah bahwa setiap
kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap dollar Amerika, maka akan menaikkan
volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 37517, cateris paribus.
Nilai t-hitung sebesar 2885923 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar
1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia
di pasar Malaysia.
95
7.
Laju Inflasi
Variabel laju inflasi memilki hubungan yang positif dengan ekspor jagung
Indonesia, nilai ini tidak sesuai dengan hipotesis. Koefisien regresi variabel laju
inflasi yang dihasilkan adalah sebesar 8564. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan
rata-rata laju inflasi di Indonesia sebesar satu persen, maka akan menaikkan
jumlah ekspor jagung Indonesia sebesar 8 564 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung
sebesar 570933.33 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang
diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi
signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Inflasi berhubungan pada harga, karena itu semakin tinggi inflasi di suatu
negara maka akan menyebabkan harga jagung akan semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu
negara yang memiliki angka inflasi tinggi, akan mengakibatkan harga barang dan
jasa domestik menjadi naik, sehingga peluang ekspor menjadi terbuka.
5.3.2 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malasia Pasca Krisis Ekonomi
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh koefsien regresi
dan persamaan regresi yang tercantum pada Tabel 11 dapat terlihat bahwa tidak
ada satupun koefisien regresi yang signifikan pada taraf nyata α = 5 persen. Di
mana nilai R2 sebesar 93.8 persen. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadi
multikolinearitas antar peubah bebas. Indikasi ini diperkuat juga dengan nilai VIF
yang lebih besar dari 10 untuk setiap koefisien regresi. Dengan demikian, model
ekspor jagung Indonesia ini pun tidak memenuhi asumsi OLS.
96
Tabel 11. Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia
Variabel
Konstanta
Volume produksi
Harga jagung domestik
Harga ekspor jagung
Volume ekspor periode sebelumnya
Volume impor jagung Indonesia
Nilai tukar
Inflasi
Dummy
R-sq
R-sq (adj)
Koefisien t-Hitung P Value
-97925
-0.49
0.712
0.007137
0.90
0.535
0.04548
1.36
0.403
-468.9
-0.93
0.522
0.1972
1.68
0.341
-0.00917
-0.40
0.758
7.95
0.39
0.762
-5837
-1.05
0.486
-18966
-0.81
0.567
93.8 % F-Statistik
43.9 % Durbin-Watson
VIF
10.6
8.1
13.3
7.2
4.3
6.6
8.5
4.9
1.88
2.40
Analisis regresi OLS menghasilkan koefisien determinasi sebesar 93.8
persen. Artinya, 93.8 persen variasi Y dapat dijelaskan oleh variabel-variabel X
dan sisanya sebesar 6.2 persen dapat dijelaskan oleh variabel yang tidak terdapat
di dalam model. Dari nilai dugaan yang dihasilkan, terdapat masalah
multikolinearitas pada dua variabel volume produksi (10.6), dan harga ekspor
jagung (13.3).
Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka akan dilakukan analisis
komponen utama dengan terlebih dahulu membakukan peubah-peubah X tersebut
menjadi Z. Hasil pembakuan terlihat pada Tabel 12, sedangkan akar ciri dan
vektor ciri dari matriks Z terlihat pada Tabel 13.
Tabel 12. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Menjadi Z
Y
58139
10313
9211
7035
21027
4641
30857
4102
56015
47920
Z1
-0,971
-0,759
-0,907
-0,799
-0,216
-0,063
0,519
0,109
0,863
2,223
Z2
-1,3041
-1,1417
-0,5983
-0,1056
-0,6159
-0,0959
0,1844
0,5439
1,5608
0,8571
Z3
-0,7318
-0,6812
-0,7318
-0,6559
-0,7318
0,9395
-0,2760
-0,4026
1,5219
1,7498
Z4
2,8081
-0,0242
-0,4090
-0,4179
-0,4354
-0,3228
-0,4547
-0,2437
-0,4589
-0,0413
Z5
-0,6626
0,6449
0,1823
0,4215
0,8086
0,2897
-1,5365
1,6779
-0,4929
-1,3331
Z6
-0,8703
-1,0127
1,6985
-0,4228
-1,1129
0,0857
0,8703
-0,3168
-0,3153
1,3963
Z7
0,8512
-0,0844
1,0411
0,1442
-1,5792
-1,2099
0,3904
1,3154
-1,1212
0,2532
Z8
-1,1619
-1,1619
-1,1619
-1,1619
0,7746
0,7746
0,7746
0,7746
0,7746
0,7746
97
Untuk menentukan jumlah komponen utama dapat dilihat dari nilai Eigen
value-nya. Ukuran Eigen value mengindikasikan jumlah komponen utama dari
hasil proses PCA. Nilai minimum Eigen value dalam menentukan komponen
utama, yaitu ≥ 1 (CGAP, 2003 dalam Rosita, 2008). Besarnya Eigen value pada
suatu komponen memberikan arti bahwa komponen tersebut dapat menjelaskan
lebih baik suatu indikator. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa terdapat tiga
komponen utama yang dapat menjelaskan kinerja ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia.
Tabel 13. Total Variance Explained
Component
Initial Eigenvalues
% of
Cumulative
Total
Variance
(%)
Extractions Sums of Squared Loadings
% of
Cumulative
Total
Variance
(%)
1
3.8570
0.482
0.482
3.8570
0.482
0.482
2
1.7104
0.214
0.696
1.7104
0.214
0.696
3
1.1121
0.139
0.835
1.1121
0.139
0.835
4
0.6185
0.077
0.912
5
0.3458
0.043
0.955
6
0.2133
0.027
0.982
7
0.1209
0.015
0.997
8
0.0226
0.003
1
Dari Tabel 13, untuk komponen utama 1 (PC1) memiliki nilai Eigen value
sebesar 3.8570 dapat menjelaskan 48.2 persen keragaman data. Sedangkan PC2,
dan PC3 memiliki nilai Eigen value secara berurutan yaitu sebesar 1.7104 dan
1.1121 dan masing-masing PC dapat menjelaskan keragaman data sebesar 21.4
persen, dan 13.9 persen. Dan dari ketiga PC tersebut secara kumulatif dapat
menerangkan keragaman data sebesar 83.5 persen.
Setelah ditentukan jumlah komponen utamanya, akan dilihat nilai loading
dari masing-masing komponen utamanya. Untuk menentukan bahwa proses PCA
98
itu membentuk indeks yang bagus atau tidak dapat dilihat dari koefisien
komponennya, yang biasa disebut dengan “component loading”. Pada faktanya,
analisis nilai loading pada komponen merupakan faktor yang penting dalam
menentukan variabel dari suatu indikator, dalam hal ini adalah kinerja ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Untuk mengetahui rasio mana yang memiliki kontribusi yang tinggi
terhadap kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, maka dapat dilihat
dari nilai loading yang besar dengan mengabaikan tanda positif dan negatif,
karena tanda tersebut merupakan tanda korelasi yang bersifat positif dan negatif
terhadap komponen utama. Jika berkorelasi positif maka komponen utama
berbanding lurus dengan variabel penjelas. Begitupun sebaliknya, jika berkorelasi
negatif maka komponen utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas.
Dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb sebesar 0.4 yang berarti
bahwa variabel yang mempunyai korelasi signifikan memiliki nilai loading
sebesar ≥ 0.4. Nilai loading dari komponen utama tersebut dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Matriks Komponen Utama
Variabel
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
PC1
0,474
0,450
0,452
-0,25
-0,229
0,242
-0,167
0,409
PC2
-0,112
0,053
-0,03
-0,334
0,501
-0,503
-0,552
0,253
PC3
-0,098
0,146
-0,239
-0,632
0,413
0,441
0,383
-0,042
PC4
-0,2
-0,333
-0,036
-0,398
-0,424
0,338
-0,566
-0,274
PC5
0,126
-0,373
-0,531
0,013
-0,185
0,088
0,041
0,721
PC6
0,023
-0,484
0,443
0,274
0,504
0,45
-0,125
0,148
PC7
-0,753
0,425
0,011
0,261
-0,063
0,261
-0,116
0,314
PC8
-0,361
-0,33
0,508
-0,354
-0,234
-0,319
0,411
0,229
Hal ini berarti bahwa dari delapan komponen utama yang diturunkan dari
matriks korelasi antar peubah bebas, hanya ada tiga komponen utama yang
99
memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data yang dapat
dilihat dari nilai Eigen value lebih besar dari satu, yaitu komponen utama pertama,
kedua, dan ketiga. Dengan demikian, komponen utama pertama W1, komponen
utama kedua W2, dan komponen utama ketiga W3 yang merupakan kombinasi
linier dari Z dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini:
W1 = 0.474Z1+0.450Z2+0.452Z3-0.250Z4-0.229X5+0.242Z6-0.167Z7+0.409Z8
W2 = -0.112Z1-0.053Z2-0.030Z3-0.334Z4+0.501X5-0.503Z6-0.552Z7+0.253Z8
W3 = -0.098Z1+0.146Z2-0.239Z3-0.632Z4+0.413X5+0.441Z6+0.383Z7-0.042Z8
Pada matriks W berisi skor komponen utama yang diperoleh dari
persamaan W = ZV yang terlihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Skor Komponen Utama
W1
-2.7561
-2.0291
-1.2074
-1.3167
-0.3731
0.9054
1.1324
-0.1883
2.4547
3.1585
W2
-1.5343
0.6382
-1.4033
0.2935
2.1674
1.0475
-1.1154
0.5799
0.8207
-1.5563
W3
-1.9777
-0.0780
1.7068
0.5755
-0.4341
-0.3668
0.1955
1.3436
-0.7352
-0.3551
Selanjutnya peubah tak bebas Y diregresikan ke matriks W, sehingga
hasilnya terlihat pada Lampiran 9. Setelah diperoleh persamaan regresi (Lampiran
9), maka dilakukan transformasi W menjadi Z yang kemudian diperoleh
persamaan regresi melalui transformasi Z ke peubah asal, sebagai beikut:
Y = 24775 + 3585 W1 - 6763 W2 – 14964 W3
Y = 24775 + 3923.3 Z1 - 929.8 Z2 + 929.8 Z3 + 10819.54 Z4 - 10389.27 Z5 –
1998 Z6 – 1399 Z7 + 383.5 Z8
Y = 18833.49 + 0.0018 X1 – 0.0018 X2 + 136.72 X3 + 0.087 X4 – 0.021 X5
- 2.903 X6 – 492.08 X7 + 743022 X8
100
Dari persamaan regresi yang diperoleh dari transformasi Z ke peubah asal,
maka dapat diperoleh suatu analisis, sebagai berikut:
1.
Volume Produksi
Variabel volume produksi memiliki hubungan yang positif terhadap
ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien
regresi variabel volume produksi sebesar 0.0018. Hal ini berarti bahwa setiap
kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton maka akan menaikkan
volume produksi jagung sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung
sebesar 1514787.65 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas
taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
2.
Harga Jagung Domestik
Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel harga jagung
domestik sebesar -0.0018. Hal ini mencerminkan bahwa setiap kenaikan rata-rata
satu rupiah perton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai thitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -358996.14 lebih besar
dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang
menunjukkan bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia.
101
3.
Harga Ekspor Jagung
Pada variabel harga ekspor jagung Indonesia memiliki hubungan yang
positif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan
nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar 136.72.
Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata harga ekspor jagung
Indonesia sebesar satu dollar (US$) per ton maka akan manaikkan ekspor jagung
Indonesia sebesar 136.72 ton, cateris paribus. Dari hasil nilai t-hitung sebesar
2804675.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf
nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga ekspor jagung
signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
4.
Volume Ekspor Sebelumnya
Variabel volume ekspor periode sebelumnya memiliki hubungan yang
positif terhadap ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0.087. Arti dari nilai
tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata volume ekspor periode
sebelumnya sebesar satu ton maka akan menaikkan ekspor jagung Indonesia di
pasar Malaysia sebesar 0.087 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung yang diperoleh
sebesar 702567.5 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas
taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume ekspor
sebelumnya signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
5.
Volume Impor Jagung Indonesia
Variabel volume impor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif
dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan. Koefisien regresi variabel impor jagung Indonesia sebesar -10389.27.
102
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata impor jagung Indonesia sebesar
satu ton, maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia
sebesar 10389.27 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -945338.49 lebih
besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen
yang menunjukkan bahwa variabel volume impor jagung Indonesia signifikan
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
6.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Pada variabel nilai tukar terhadap dollar Amerika memiliki hubungan yang
negatif dengan ekspor jagung, nilai ini tidak sesuai dengan nilai dugaan yang
diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh pada variabel nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika sebesar -2903. Arti dari nilai ini adalah bahwa setiap
kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap dollar Amerika, maka akan menurunkan
volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 2903 ton, cateris
paribus. Nilai t-hitung sebesar -168892.65 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel
sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa
variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika signifikan terhadap ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia. Ketidaksesuian nilai dugaan terhadap
hipotesis diduga bahwa nilai tukar rupiah terhadap US$ menunjukkan bahwa
posisi menguat dibandingkan US$.
7.
Laju Inflasi
Variabel laju inflasi memilki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung
Indonesia, nilai ini sesuai dengan hipotesis. Koefisien regresi variabel laju inflasi
yang dihasilkan adalah sebesar -1399. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ratarata laju inflasi di Indonesia sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume
ekspor jagung Indonesia sebesar 1 399 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar
103
-126092.83 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas
taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Inflasi berhubungan pada harga, karena itu semakin tinggi inflasi di suatu
negara maka akan menyebabkan harga jagung akan semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu
negara yang memiliki angka inflasi tinggi, akan mengakibatkan harga barang dan
jasa domestik menjadi naik, sehingga peluang ekspor menjadi terbuka.
8.
Dummy
Pada varibel dummy berupa kondisi pra dan pasca diterapkannya AFTA
yang berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor jagung Indonesia di pasar
Malaysia pada taraf nyata lima persen. Koefisien regresi pada variabel dummy
sebesar 383.5 yang berarti bahwa dengan diterapkannya kebijakan AFTA, maka
akan menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 383.5
ton, cateris paribus. Berdasarkan uji statistic, didapat nilai t-hitung sebesar
133241.38 yang lebih besar dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas
taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
104
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan perolehan hasil dari perhitungan analisis kuantitatif dan
meninterpretasikan secara kualitatif, maka diperoleh kesimpulan dari penelitian
yang dilakukan, yakni sebagai berikut:
1. Pada saat sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1990 hingga 1998,
jagung Indonesia yang diperdagangkan di pasar Malaysia dengan jenis
jagung 1005 memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing pada
tahun 1990, 1991, 1992, 1993, 1995, dan 1998 dengan masing-masing
perolehan nilai RCA sebesar 6.427, 1.050, 5.314, 1.803, dan 7.934.
Keunggulan komparatif jagung yang diperoleh berdasarkan meningkatnya
perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan menurunnya
nilai ekspor jagung dunia di pasar Malaysia.
2. Pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008,
jagung Indonesia yang diperdagangkan di pasar Malaysia dengan jenis
jagung 1005 memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing hanya
pada tahun 1999 dengan perolehan nilai RCA sebesar 1.065. Akan tetapi,
pada tahun 2007 nilai indeks RCA sebesar 13.352 yang menunjukkan
bahwa jagung Indonesia telah terjadi peningkatan pangsa pasar di Malaysia.
3. Variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki pengaruh yang nyata
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada saat sebelum
terjadinya krisis ekonomi. Namun, variabel yang sesuai dengan hipotesis
adalah variabel volume produksi, harga jagung domestik, volume impor
jagung Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap US$.
105
4. Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008, variabel
yang digunakan dalam penelitian yang tidak berpengaruh secara nyata
terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia adalah nilai tukar
rupiah terhadap US$, sehingga mempengaruhi penurunan ekspor jagung
Indonesia di pasar Malaysia.
6.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini, maka
terdapat beberapa saran yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing jagung
Indonesia di pasar Malaysia pada waktu mendatang. Adapun beberapa saran
tersebut, antara lain:
1. Pangsa pasar jagung Indonesia di Malaysia perlu dipertahankan, karena
Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan ekspor
agar memiliki keunggulan komparatif.
2. Pemerintah perlu membuat sebuah kebijakan untuk menekan nilai tukar
rupiah terhadap US$ dan laju inflasi, agar ekspor jagung Indonesia di pasar
Malaysia dapat ditingkatkan.
3. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai jagung agar menghasilkan model
yang lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan
selain OLS dan atau menambah variabel bebas lainnya, seperti jumlah
konsumsi jagung di negara tujuan, jumlah industri pakan di negara tujuan,
maupun harga jagung di negara tujuan.
106
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, Syarifah. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing
dan Impor Susu Indonesia Periode 1976-2005. Skripsi. Departemen Ilmu
Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Amir, MS. 1996. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri Suatu
Penuntun Ekspor Impor. Cetakan Kedepalan. PT Pustaka Binaman
Pressindo. Jakarta.
Arief, Sirtua. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Analisa Komoditi Ekspor 1993-2007. Sektor
Pertanian, Industri, dan Pertambangan. Jakarta.
Departemen Perdagangan. 2008. Statistik Perdagangan. Bina Pasar dan Distribusi.
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 20052010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
. 2006. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Pusat
Data dan Informasi Pertanian. Jakarta.
. 2008. Indikator Pertanian. Pusat Pemasaran dan Hasil-Hasil
Pertanian. Jakarta.
. 2007. Prosiding: Kinerja dan Prospek Pembangunan
Pertanian Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Firdaus, Ahmad Heri. 2007. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Amerika
Serikat. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Perancangan Percobaan 2.
Tarsito. Bandung.
Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Terjemahan oleh Sumarno Zain.
Erlangga. Jakarta.
Imron, Agus. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Perubahan Faktor Eksternal
Terhadap Kinerja Pasar Jagung dan Produk Turunannya di Indonesia.
Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
107
Internasional Financial Statistic. International Monetary Fund. 2009
Kartikasari, Maya Andini. 2008. Analisis Daya Saing Komoditi Tanaman Hias
dan Aliran Perdagangan Anggrek Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi.
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kuncoro, Mudjarad. 2005. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Edisi Kesepuluh.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Mahfudz, G., Y. Aziz dan H. Heryani. 2004. Perencanaan Bisnis Membangun
Desa Mandiri Melalui Agribisnis Jagung di Kabupaten Tanah Laut.
Laporan Akhir. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tanah
Laut, Pelalhari. Kalimantan Selatan.
Nopirin. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta.
Novansi. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Beberapa
Buah-Buahan Penting Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Novianti, Tanti. 1995. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha
Pengolahan Kokon Sebagai Bahan Baku Benang Sutera Alam Dengan
Analisis BSD. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Porter. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. New York.
Rosita, Rima. 2008. Analisis Financial Sustainability Bank Perkreditan Rakyat:
Pendekatan PCA dan Tobit. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saleh, Yopi. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan
Ekspor Tomat Segar Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Salvator, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jilid Kesatu.
Erlangga. Jakarta.
Suciany, Yany. 2007. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani
Jagung Dengan Analisis Sumberdaya Domestik (BSD): di Desa
Karyamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
108
Sulistyo. 1981. Ekonomi Internasional. Liberty. Yogyakarta.
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran,
Teori dan Temuan Empiris. Cetakan Pertama. PT Pustaka LP3ES
Indonesia. Jakarta.
Timor, Sholihati Diyan. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi dan Impor Jagung di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu
Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
United States Department of Agriculture. 2008. A Report From The Economic
Research Service. (www.ers.USDA.gov).
Ulfah, Maria. 2005. Makalah Analisis Regresi Terapan, Regresi Komponen
Utama (Principal Compomemt Regression). Kumpulan Makalah Analisis
Regresi Terapan Angkatan 2005. Program Studi Statistika. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wibowo, Arif. 2008. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Pengusahaan Komoditi Jagung di Kabupaten Grobogan (Kasus: Desa
Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa
Tengah). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrik dan Statistika dengan
EVIEWS. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN. Yogyakarta.
Yastuti, Titin Indri. 2004. Dampak Penghapusan Kebijakan Kuota MFA
(Multifibre Arrangement) Terhadap Posisi Daya Saing dan Pemasaran
Tekstil dan Produk Tekstil. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zulkarnaini, Zurriyati. 2007. Analisis Daya Saing Buah Pisang (Musa paradisiaca
L.) di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
109
Lampiran 1. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Tahun 1990-2008
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
Jumlah (ton)
6734028
7995459
6868885
9307423
10169488
8142863
9200807
8770851
10169488
9204036
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Jumlah (ton)
9676899
9347192
9585277
10886442
11225243
12523894
11609463
13287572
16317252
Lampiran 2. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Tahun 1990-2008
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
Jumlah (ton)
9050
323263
55876
494470
973968
973968
616941
1 098354
299917
618060
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Jumlah (ton)
1264575
1035797
1154063
1345446
1088928
185957
1775321
701953
286541
Lampiran 3. Volume Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
Jumlah Ekspor (ton) Tahun
89299 2000
18769 2001
110176 2002
40417 2003
19383 2004
59383 2005
7861 2006
4802 2007
410177 2008
58139
Jumlah Ekspor (ton)
10313
9211
7035
21027
4641
30857
4102
56015
47920
110
Lampiran 4. Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
Nilai Ekspor (US$) Tahun
9956095 2000
1715019 2001
13340643 2002
4882171 2003
2355023 2004
7663104 2005
1269150 2006
492546 2007
42265616 2008
5692497
Nilai Ekspor (US$)
1035389
902413
710352
2057150
759153
3594242
455560
10463895
9399792
Lampiran 5. Nilai Ekspor Jagung Dunia di Malaysia Tahun 1990-2008
Tahun Nilai Ekspor (US$) Tahun Nilai Ekspor (US$)
1990
178927684 2000
255055717
1991
174780827 2001
218430212
1992
204907675 2002
262824593
1993
222811185 2003
276586060
1994
226931543 2004
339922176
1995
331905650 2005
267801700
1996
372609675 2006
397907085
1997
364908101 2007
610419679
1998
226491812 2008
669028429
1999
259901418
111
Lampiran 6. Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7
The regression equation is
Y = 922327 - 0.0498 X1 - 0.573 X2 + 1894 X3 - 0.384 X4 + 0.117 X5 - 24.4 X6
+ 10436 X7
Predictor
Constant
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
Coef
922327
-0.04981
-0.5730
1893.7
-0.3843
0.11653
-24.41
10436
SE Coef
362082
0.02342
0.2360
748.9
0.3588
0.07904
11.82
1918
T
2.55
-2.13
-2.43
2.53
-1.07
1.47
-2.06
5.44
P
0.238
0.280
0.249
0.240
0.478
0.379
0.287
0.116
VIF
12.5
10.3
3.2
2.8
14.6
9.5
13.3
S = 23777.2
R-Sq = 99.6%
R-Sq(adj) = 96.5%
PRESS = 806195236273
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance
Source
DF
SS
Regression
7 1.29543E+11
Residual Error
1
565354741
Total
8 1.30108E+11
Source
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
DF
1
1
1
1
1
1
1
MS
18506100727
565354741
F
32.73
P
0.134
Seq SS
7754547475
67287142092
2017758686
27981340377
3796700035
3974284921
16730931500
Unusual Observations
Obs
6
7
9
X1
8142863
9200807
10169488
Y
59383
7861
410177
Fit
58582
6105
408646
SE Fit
23764
23712
23728
Durbin-Watson statistic = 2.33649
Residual
801
1756
1531
St Resid
1.00 X
1.00 X
1.00 X
112
Lampiran 7. Hasil Principal Component Analysis Pra Krisis Ekonomi
Standarisasi
Y
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
89299
-1,46759
-0,00292
-0,34311
-0,98535
-1,30457
-0,59147
-7,2578
18769
-0,47306
-0,12553
-1,33925
1,276686
-0,53023
-0,54941
-0,27626
110176
-1,36127
-0,55468
0,154954
-0,50991
-1,18917
-0,51421
-0,56324
40417
0,561309
-0,70356
0,154954
1,805522
-0,10832
-0,49409
-0,26059
19383
1,240973
0,329886
0,154954
0,038455
1,073342
-0,45432
-0,2938
59383
-0,35685
1,442158
0,553408
-0,49436
1,073342
-0,4086
-0,3314
7861
0,477251
1,11811
2,147221
0,518883
0,193497
-0,37203
-0,46737
4802
0,138268
0,391193
-0,74157
-0,78622
1,379875
1,143463
-0,18039
410177
1,240973
-1,89466
-0,74157
-0,86371
-0,58777
2,240651
2,64867
Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7
Eigenanalysis of the Correlation Matrix
Eigenvalue
2,4942
2,1006
1,2553
0,6838
0,3216
0,1034
0,0411
Proportion
0.356
0,300
0,179
0,098
0,046
0,015
0,006
Cumulative
0.356
0.656
0.836
0.933
0,979
0,994
1
Component
Variabel
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
PC6
PC7
Z1
-0,501
-0,317
0,124
-0,1
-0,613
-0,259
0,421
Z2
0,338
-0,506
-0,301
0,2
0,171
0,314
0,608
Z3
0,189
-0,464
-0,016
-0,8
0,007
0,092
-0,277
Z4
0,026
-0,237
0,81
0,2
-0,054
0,474
-0,113
Z5
-0,196
-0,543
-0,314
0,5
-0,077
-0,084
-0,587
Z6
-0,536
0,194
-0,329
-0,1
-0,037
0,739
-0,031
Z7
-0,522
-0,199
0,176
-0,1
0,765
-0,218
0,135
Untuk menentukan berapa banyak komponen utama yang digunakan, maka dapat dilihat dari nilai
eigenvalue. Jika eigenvalue > 1, maka komponen tersebu digunakan. Pada output diatas, maka komponen
utama yang digunakan sebanyak 3 komponen.
Skor Komponen Utama
W1
W2
W3
5.0051
2.8974
-1.6469
0.5173
0.7686
1.3333
1.3132
1.4192
0.0261
-0.0207
-0.30692
1.892072
0.3283
-0.8604
-0.3099
0.9396
-1.3524
-1.1486
0.9636
-1.9206
0.0880
-0.8868
-0.2029
-1.5668
-3.8931
1.3409
-0.0500
113
Regression Analysis: Y versus W1, W2, W3
The regression equation is
Y = 91444 - 41538 W + 52079 W2 - 15654 W3
Predictor
Constant
W1
W2
W3
Coef
91444
-41538
52079
-15654
SE Coef
30451
14553
21257
27111
T
3.00
-2.85
2.45
-0.58
P
0.030
0.036
0.058
0.589
VIF
1.2
1.1
1.1
S = 88776.4
R-Sq = 69.7%
R-Sq(adj) = 51.5%
PRESS = 273535220914
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance
Source
DF
S
Regression
3 90701772277
Residual Error
5 39406287549
Total
8 1.30108E+11
MS
30233924092
7881257510
F
3.84
P
0.091
Durbin-Watson statistic = 2.77360
Transformasi W ke Z
Y = 91444 – 41538*(-0.501 Z1 + 0.338 Z2 + 0.189 Z3 + 0.026 Z4 - 0.196 Z5 - 0.536 Z6 -0.522 Z7)
+ 52079*(-0.317 Z1 - 0.506 Z2 - 0.464 Z3 - 0.237 Z4 - 0.543 Z5 + 0.194 Z6 - 0.199 Z7) –
15654*(0.124 Z1 - 0.301 Z2 + 0.016 Z3 - 0.810 Z4 + 0.314 Z5 - 0.329 Z6 + 0.176 Z7)
Y = 91444 + 2361 Z1 – 35680 Z2 – 44696 Z3 – 8508 Z4 – 15223 Z5 + 37517 Z6 + 8564 Z7
Descriptive Statistic X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
Mean
8595477
1305333
117,8889
38898,89
538423
3198,778
13,92889
Stdev
1268368
114180,8
20,07763
39477,3
405783,9
2187,41
15,95937
Tansformasi Z ke Peubah Asal
 X1− X1
 X2− X2
 X3− X3
 – 35680 
 – 44696 


 S2 
 S 3  – 8508
 S1 




 X5− X5
 X6− X6
 X7− X7
 + 37517 
 + 8564 

15223 



 S7 
 S5 
 S6 


Y = 91444 + 2361 
 X4− X4

–
 S

4


Y= 600485.11 + 0.00186 X1 – 0.3125 X2 – 2226.14 X3 – 0.2155 X4 – 0.00375 X5 + 17.15 X6 + 536.61 X7
114
Simpangan baku dari masing-masing koefisien regresi dan Analisis Signifikansi Koefisien Regresi
Parsial
Variabel
Simpangan Baku
Koefisien
t-hitung
Keterangan
Z1
0.036
2361
65583.33
Significant
Z2
0.0146
-35680
-2378666367
Significant
Z3
0.039
-44696
-1146051.23
Significant
Z4
0.034
-8508
-250235.30
Significant
Z5
0.014
-15223
1087357.14
Significant
Z5
0.013
37517
2885923
Significant
Z7
0.015
8564
570933.33
Significant
115
Lampiran 8. Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8
The regression equation is
Y = - 97925 + 0.00714 X1 + 0.0455 X2 - 469 X3 + 0.197 X4 - 0.0092 X5 + 7.9 X6
- 5837 X7 - 18966 X8
Predictor
Constant
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
Coef
-97925
0.007137
0.04548
-468.9
0.1972
-0.00917
7.95
-5837
-18966
SE Coef
201843
0.007971
0.03338
501.7
0.1172
0.02295
20.28
5583
23429
T
-0.49
0.90
1.36
-0.93
1.68
-0.40
0.39
-1.05
-0.81
P
0.712
0.535
0.403
0.522
0.341
0.758
0.762
0.486
0.567
VIF
10.6
8.1
13.3
7.2
4.3
6.6
8.5
4.9
S = 16327.4
R-Sq = 93.8%
R-Sq(adj) = 43.9%
PRESS = 1.166542E+14
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance
Source
DF
SS
Regression
8 4007857464
Residual Error
1
266583900
Total
9 4274441364
MS
500982183
266583900
Durbin-Watson statistic = 2.35988
F
1.88
P
0.513
116
Lampiran 9. Hasil Principal component Analysis Pasca Krisis Ekonomi
Standarisasi
Y
Z1
58139
-0,971
10313
-0,759
9211
-0,907
7035
-0,799
21027
-0,216
4641
-0,063
30857
0,519
4102
0,109
56015
0,863
47920
2,223
Z2
-1,3041
-1,1417
-0,5983
-0,1056
-0,6159
-0,0959
0,1844
0,5439
1,5608
0,8571
Z3
-0,7318
-0,6812
-0,7318
-0,6559
-0,7318
0,9395
-0,2760
-0,4026
1,5219
1,7498
Z4
2,8081
-0,0242
-0,4090
-0,4179
-0,4354
-0,3228
-0,4547
-0,2437
-0,4589
-0,0413
Z5
-0,6626
0,6449
0,1823
0,4215
0,8086
0,2897
-1,5365
1,6779
-0,4929
-1,3331
Z6
-0,8703
-1,0127
1,6985
-0,4228
-1,1129
0,0857
0,8703
-0,3168
-0,3153
1,3963
Z7
0,8512
-0,0844
1,0411
0,1442
-1,5792
-1,2099
0,3904
1,3154
-1,1212
0,2532
Z8
-1,1619
-1,1619
-1,1619
-1,1619
0,7746
0,7746
0,7746
0,7746
0,7746
0,7746
Principal Component Analysis: X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8
Eigenanalysis of Correlation Matrix
Eigenvalue
3,8570
1,7104
1,1121
0,6185
0,3458
0,2133
0,1209
0,0226
Proportion
0.482
0.214
0.139
0.077
0.043
0.027
0.015
0.003
Cumulative
0.482
0.696
0.835
0.912
0.955
0.982
0.997
1
PC3
-0,098
0,146
-0,239
-0,632
0,413
0,441
0,383
-0,042
PC4
-0,2
-0,333
-0,036
-0,398
-0,424
0,338
-0,566
-0,274
PC5
0,126
-0,373
-0,531
0,013
-0,185
0,088
0,041
0,721
PC6
0,023
-0,484
0,443
0,274
0,504
0,45
-0,125
0,148
PC7
-0,753
0,425
0,011
0,261
-0,063
0,261
-0,116
0,314
PC8
-0,361
-0,33
0,508
-0,354
-0,234
-0,319
0,411
0,229
Variabel
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
PC1
0,474
0,450
0,452
-0,25
-0,229
0,242
-0,167
0,409
PC2
-0,112
0,053
-0,03
-0,334
0,501
-0,503
-0,552
0,253
Untuk menentukan berapa banyak komponen utama yang digunakan, maka dapat dilihat dari
nilai eigenvalue. Jika eigenvalue > 1, maka komponen tersebu digunakan. Pada output diatas,
maka komponen utama yang digunakan sebanyak 3 komponen.
Skor Komponen Utama
W1
W2
W3
-2.7561 -1.5343 -1.9777
-2.0291
0.6382 -0.0780
-1.2074 -1.4033
1.7068
-1.3167
0.2935
0.5755
-0.3731
2.1674 -0.4341
0.9054
1.0475 -0.3668
1.1324 -1.1154
0.1955
-0.1883
0.5799
1.3436
2.4547
0.8207 -0.7352
3.1585 -1.5563 -0.3551
117
Regression Analysis: Y versus W1, W2, W3
The regression equation is
Y = 24775 + 3585 W1 - 6763 W2 - 14964 W3
Predictor
Constant
W1
W2
W3
Coef
24775
3585
-6763
-14964
SE Coef
3855
2117
3118
3857
T
6.43
1.69
-2.17
-3.88
P
0.001
0.141
0.073
0.008
VIF
1.0
1.0
1.0
S = 12189.2
R-Sq = 79.1%
R-Sq(adj) = 68.7%
PRESS = 2596715328
R-Sq(pred) = 39.25%
Analysis of Variance
Source
DF
SS
Regression
3 3382985575
Residual Error
6
891455789
Total
9 4274441364
MS
1127661858
148575965
F
7.59
P
0.018
Durbin-Watson statistic = 2.27783
No evidence of lack of fit (P >= 0.1).
Transformasi W Menjadi Z
Y = 24775 + 3585*(0.474 Z1 + 0.450 Z2 + 0.452 Z3 - 0.250 Z4 - 0.229 X5 +
0.167 Z7 + 0.409 Z8) – 6763*(-0.112 Z1 - 0.053 Z2 - 0.030 Z3 - 0.334
X5 - 0.503 Z6 - 0.552 Z7 + 0.253 Z8) – 14964*(-0.098 Z1 + 0.146 Z2 0.632 Z4 + 0.413 X5 + 0.441 Z6 + 0.383 Z7 - 0.042 Z8)
Y = 24775 + 3923.3 Z1 - 929.8 Z2 + 929.8 Z3 + 10819.54 Z4 - 10389.27
Z6 – 1399 Z7 + 383.5 Z8
0.242 Z6 Z4 + 0.501
0.239 Z3 Z5 – 1998
Descriptive Statistic X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7
Variabel
Mean
X1
11366327
Stdev
2226877
X2
2056600
517310,8
X3
126,9
39,48966
X4
61151,7
124294
X5
945664,1
494442,1
X6
9231
688,2364
X7
9,59
2,843152
X8
0,6
0,516398
Tansformasi Z ke Peubah Asal
 X1− X1
 X2− X2
 X3− X3

 – 929.8 
 + 5399 

 S1 
 S2 
 S3 






 X4− X4
 X5− X5
 X6− X6

 – 10389.27 



 S

 S 5  - 1998  S 6  - 1399
4






 X8 − X 8 

383.5 


S
8


Y = 91444 + 3923
+ 10819.54
 X7− X7


 S7  +


Y = 18833.49 + 0.0018 X1 – 0.0018 X2 + 136.72 X3 + 0.087 X4 – 0.021 X5
- 2.903 X6 – 492.08 X7 + 743022 X8
118
Simpangan baku dari masing-masing koefisien regresi dan Analisis
Signifikansi Koefisien Regresi Parsial
Variabel
Simpangan Baku
Koefisien
t-hitung
Keterangan
Z1
3923.3
0.00259
1514787.65
Significant
Z2
-929.8
0.00259
-358996.14
Significant
Z3
5399
0.00193
2804675.33
Significant
Z4
10819.54
0.0154
702567.5
Significant
Z5
-10389.27
0.01099
-945338.49
Significant
Z5
-1998
0.01183
-168892.65
Significant
Z7
-1399
0.011095
-126092.83
Significant
Z8
383.5
0.0029
133241.38
Significant
Download