ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR JAGUNG INDONESIA DI PASAR MALAYSIA PRA DAN PASCA KRISIS EKONOMI OLEH : YOSEP FERNANDO A 14105718 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN YOSEP FERNANDO A14105718. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pada Saat Pra dan Pasca Krisis Ekonomi. Di bawah bimbingan HARMINI. Perubahan rejim pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas membawa konsekuensi harga komoditas pertanian, khususnya pangan di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar internasional. Dengan pengertian lain, harga komoditas pangan di pasar dunia secara langsung akan mempengaruhi harga komoditas pangan domestik. Jagung sebagai salah satu komoditas pangan, maka dinamika harganya tidak terlepas dari arah kebijakan perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas harga dan fluktuasi nilai tukar. Akumulasi perubahan dari berbagai aspek tersebut secara simultan akan mempengaruhi dinamika harga komoditas jagung domestik. Komoditi pertanian yang mempunyai daya saing tinggi akan mampu eksis dan terus berkembang sehingga ekspor negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) akan makin besar yang selanjutnya akan dapat mendorong produksi dalam negeri serta meningkatkan pendapatan petani, kesempatan kerja, dan devisa negara. Bagi Indonesia, manfaat positif yang diharapkan dari liberalisasi perdagangan AFTA ini adalah kontribusinya bagi proses pemulihan ekonomi nasional dari krisis. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai tambah dan sangat potensial untuk dikembangkan adalah jagung. Jagung merupakan kebutuhan kedua terbesar setelah beras. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri ternak membuat semakin tingginya permintaan akan jagung sebagai bahan baku pakan ternak. Selain itu, nilai tambah yang dapat diambil dari jagung adalah sebagai bahan baku industri olahan. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengukur daya saing ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Data yang digunakan adalah data time series ekspor jagung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya tahun 19902008. Metode yang digunakan untuk mengukur daya saing ekspor jagung Indonesia adalah dengan menggunakan metode Revelead Comparative Advantage (RCA) dan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi dengan menggunakan model analisis regresi berganda. Hasil yang diperoleh dari analisis daya saing jagung Indonesia pada saat pra krisis ekonomi dengan menggunakan metode RCA menunjukkan bahwa ekspor jagung Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993, 1995, dan 1998 dengan masing-masing perolehan nilai RCA sebesar 6.427, 1.050, 5.314, 1.803, dan 7.934. Keunggulan komparatif jagung yang diperoleh berdasarkan meningkatnya perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan menurunnya nilai ekspor jagung dunia di pasar Malaysia. Pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008, jagung Indonesia yang diperdagangkan di pasar Malaysia dengan jenis jagung 1005 memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing hanya pada tahun 1999 dengan perolehan nilai RCA sebesar 1.065. Akan tetapi, pada tahun 2007 nilai indeks RCA sebesar 13.352 yang menunjukkan bahwa jagung Indonesia telah terjadi peningkatan pangsa pasar di Malaysia. Hal ini mencerminkan bahwa kondisi jagung Indonesia pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi mengalami penurunan nilai dan indeks RCA, sehingga kondisi tersebut menyebabkan Indonesia tidak mempunyai keunggulan komparatif. Ketidakunggulan komparatif jagung Indonesia disebabkan oleh kebijakan penerapan liberalisasi perdagangan AFTA yang semakin membuka persaingan perdagangan di pasar Malaysia. Berdasarkan hasil dugaan dari model yang telah di regresikan dengan menggunakan software Minitab 15.0, model ekspor jagung Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi sudah cukup baik, yakni memiliki nilai R2 sebesar 99.6 persen. Namun, terdapat masalah multikolinearitas yang dilihat dari nilai VIF-nya yang terdapat nilai yang lebih besar dari 10. Dengan demikian, model tersebut tidak memenuhi asumsi OLS. Selanjutnya data kembali diolah dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Hasil yang diperoleh berdasarkan persamaan regresi PCA bahwa faktor yang berpengaruh adalah variabel volume produksi yang memiliki koefisien sebesar 0.00186 yang berarti bahwa apabila terjadi kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton, maka volume produksi akan mengalami kenaikan sebesar 0.00186 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 65583.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel harga jagung domestik sebesar -0.3125. Hal ini mencerminkan bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah per ton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.3125 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -2378666.67 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Pada variabel nilai tukar terhadap dollar Amerika memiliki hubungan yang positif dengan ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh pada variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar 37517 bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap dollar Amerika, maka akan menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 37517, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 2885923 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008 memiliki model ekspor yang cukup baik dengan nilai R2 sebesar 93.8 persen. Namun, terdapat masalah multikolinearitas yang dilihat dari nilai VIF-nya yang terdapat nilai yang lebih besar dari 10. Dengan demikian, model tersebut tidak memenuhi asumsi OLS. Selanjutnya data kembali diolah dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Berdasarkan hasil regresi PCA bahwa hanya variabel nilai tukar rupiah terhadap US$ yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf nyata lima persen. Koefisien yang diperoleh sebesar -2903 yang berarti bahwa apabila terjadi kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap US$ (depresiasi), maka ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia akan mengalami penurunan sebesar 2903 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -168892.65 yang lebih besar dari nilai t-tabel -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap US$ berpengaruh secara nyata terhadap ekspor jagung Indonesia. Ketidaksesuaian nilai dugaan terhadap hipotesis diduga bahwa nilai tukar rupiah pada kondisi yang terdepresiasi terhadap US$. Variabel volume produksi memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung dengan koefisien regresi sebesar 0.0018 yang berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton maka akan menaikkan volume produksi jagung sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 1514787.65 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0.0018 yang mencerminkan bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah per ton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -358996.14 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Pada variabel harga ekspor jagung Indonesia memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar 136.72 bahwa setiap kenaikan rata-rata harga ekspor jagung Indonesia sebesar satu dollar (US$) per ton maka akan manaikkan ekspor jagung Indonesia sebesar 136.72 ton, cateris paribus. Dari hasil nilai t-hitung sebesar 2804675.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga ekspor jagung signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Variabel volume ekspor periode sebelumnya memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung Indonesia dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0.087 yang berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata volume ekspor periode sebelumnya sebesar satu ton maka akan menaikkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.087 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 702567.5 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume ekspor sebelumnya signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Variabel volume impor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung Indonesia dengan koefisien regresi variabel impor jagung Indonesia sebesar 10389.27. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata impor jagung Indonesia sebesar satu ton, maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 10389.27 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -945338.49 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume impor jagung Indonesia signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Variabel laju inflasi memilki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan hipotesis. Koefisien regresi variabel laju inflasi yang dihasilkan adalah sebesar -1399. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata laju inflasi di Indonesia sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia sebesar 1 399 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -126092.83 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Pada varibel dummy berupa kondisi pra dan pasca diterapkannya AFTA yang berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada taraf nyata lima persen. Koefisien regresi pada variabel dummy sebesar 383.5 yang berarti bahwa dengan diterapkannya kebijakan AFTA, maka akan menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 383.5 ton, cateris paribus. Berdasarkan uji statistic, didapat nilai t-hitung sebesar 133241.38 yang lebih besar dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR JAGUNG INDONESIA DI PASAR MALAYSIA PADA SAAT PRA DAN KRISIS EKONOMI SKRIPSI YOSEP FERNANDO A. 14105718 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRISBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Judul : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pada Pra dan Pasca Krisis Ekonomi Nama : Yosep Fernando NRP : A.14105718 Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Harmini, MS. NIP. 19600921 198703 2 002 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002 Tanggal Ujian: 11 Desember 2009 Tanggal Lulus: PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR JAGUNG INDONESI DI PASAR MALAYSIA PADA SAA PRA DAN PASCA KRISIS EKONOMI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Desember 2009 Yosep Fernando A.14105718 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di sebuah kota kecil di garis pinggiran barat provinsi Lampung pada tanggal 11 Oktober 1984. Anak kedua dari pasangan Bapak Faizal Hamid, S.Pd dan Ibunda Rosyadah. Penulis memulai pendidikan formalnya di TK Aisyah Krui Lampung Barat pada tahun 1989 hingga 1990. Pendidikan dasar penulis peroleh dari SD Negeri 1 Krui Lampung Barat dan lulus pada tahun 1996 dan SLTP Negeri 1 Krui Lampung Barat lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Krui Lampung Barat lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada program studi Manajemen Bisnis dan Koperasi, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis banyak terlibat di berbagai organisasi kemahasiswaan, baik internal kampus maupun eksternal kampus. Di lingkungan internal kampus, penulis pernah terlibat sebagai Wakil Sekretaris Umum DPM Faperta, Wabendum FKMD IPB, Wakil Ketua FKMD IPB, Wakil Ketua FKMBK, Ketua Komisi Eksternal MPS IPB, Keluarga Mahasiswa Lampung, UKM ASPECT IPB. Pada lingkungan eksternal kampus, penulis sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat Faperta IPB, Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor, dan saat ini penulis menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi HMI se Jabotabeka-Banten. Selama di HMI, penulis menempuh pelatihan seperti Basic Training (2004), Intermediate Training Tingkat Nasional sebagai delegasi dari Bogor (2006), dan Advance Training Tingkat Nasional di Medan (2008). Saat ini, penulis banyak bergelut di kegiatan tulis-menulis. Beberapa karya ilmiah pernah dipublikasi di media massa, diantaranya Harian Pelita, Radar Bogor, Radar Lampung, Radar Lambar, dan Rakyat Lampung. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pada Saat Pra dan Pasca Krisis Ekonomi”. Tak lupa pula shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Akhir Zaman, Muhammad SAW, yang telah membawa keberkahan kepada umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang beserta keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya yang setia sampai. Amiinn…. Tak Ada Gading Yang Tak Retak, begitu juga dalam penulisan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap agar Skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak terutama bagi yang membutuhkan. Bogor, Desember 2009 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak baik yang bersifat bantuan moral maupun materiil mulai dari tahap persiapan, saat pelaksanaan, maupun saat penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda Faizal Hamid, S.Pd dan Ibunda Rosyadah yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat kepada penulis akan arti kehidupan yang tak terhingga sampai akhir masa. Sungguh kalian sebagai mata air kehidupan yang selalu mengalir dalam dinamika kehidupan yang sedang Ananda jalani. 2. Ibu Ir. Harmini, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran, dan kritik terhadap penulisan Skripsi ini agar dapat dijadikan sebagai karya yang terbaik. 3. Bapak Muhammad Firdaus, SP., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan kritik konstruktifnya kepada penulis dalam penyempurnaan Skripsi agar dapat bermanfaat. 4. Bapak Arief Karyadi, SP selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan masukan dan kritik konstruktifnya kepada penulis dalam penyempurnaan Skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. 5. Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator yang telah memberikan masukan dan kritik konstruktifnya kepada penulis pada saat seminar proposal penelitian (kolokium). 6. Sahabatku yang baik Mukti Wahi yang telah bersedia menjadi pembahas pada saat seminar. Terima kasih masukannya demi penyempurnaan Skripsi ini. 7. Kakakku Ns. Silvia Septi, S.Kep dan kedua adikku (Robi Chandra dan Andri Wilson) yang selalu memberikan kebahagiaan dalam suasana kekeluargaan yang sangat harmonis. 8. Kanda Prof. Dr. Herry Suhardiyanto, M.Sc (Rektor IPB) “sang spiritual motivation” bagi penulis karena berka diskusi, perbicangan dan tausyiah-tausyiah beliau semakin memperkaya khasanah ilmu dan wawasan yang dimiliki. Filosofi dalam menjalani kehidupan “mengalir seperti air” menjadi cerminan sikap kesederhaan dan pribadi yang mantap dari beliau patut untuk diteladani oleh kita semua. 9. Kanda Prof. Dr. Soleh Solahuddin, Kanda Prof. Dr. MA Chozin, Kanda Prof. Supiandi Sabiham, Kanda Prof. Rizal Syarief, yang telah memberikan penggemblengan kaderisasi kepada penulis agar penulis selalu memberikan karya kepada masyarakat, bangsa, dan negara. 10. Kanda Dr. Fadhil Hasan (Ekonom Senior INDEF), Kanda Dr. Harry Azhar Aziz (Ketua Panggar DPR RI), dan Kanda MS. Kaban, SE., M.Si., yang telah banyak membantu penulis baik dari sisi moril maupun materiil. Penulis sangat membutuhkan bimbingan dari Kanda semuanya agar terus memberikan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. 11. Kanda Ir. Tauhid Ahmad, M.SE (Tenaga Ahli UNDP) dan Mas Teguh Juwarno yang telah memberikan saran dan bahan rujukan untuk menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih ya Mas Tauhid dan Mas Ju,, kapan kita bias berkumpul lagi yah?? Taman Kencana menanti kehadiran kita tuh Mas.. 12. Kanda Dr. Arif Budimanta (Direktur Eksekutif Megawati Institute) atas hubungan kekeluargaan yang demikian hangat dan akrab yang senantiasa konsisten mendorong penulis bergerak selangkah lebih maju menuju perubahan. Hal ini tentunya memacu penulis untuk terus menerus melakukan pembelajaran sekaligus mengasah kemampuan responsif dan adaptif yang tinggi terhadap segala perubahan. 13. Kanda Dr (can). Sofyan Sjaf yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis tentang dunia pergerakan mahasiswa. Sangat sulit mencari seseorang seperti dirimu, Kanda. 14. Bunda Dr (can). Marissa Haque yang telah banyak membantu penulis untuk menemukan dunia kehidupan yang sebenarnya. Terima kasih ya Bunda atas dibukanya pintu jaringanmu untuk diriku. Bunda, beasiswa dari The Habibie Center dan Bina Insan Cita, belum bisa cair nih…. 15. Mas La Ode Abdul Rahman, S.Si., M.Si., Team Statistica Center, Leni Marlena, Maryati dan Riska “Icha” Pujiati yang telah banyak membantu penulis dalam pengolahan data dan mencarikan reference dalam penyelesaian Skripsi ini. Terima kasih ya buat kalian semua. 16. Rekan-rekan di Badko HMI se-Jabotabeka Banten Periode 2008-2010; Ilung, Jalal, Rijali, Asyari, Ato, sauqi. Terima kasih atas hikmah dan pembelajaran yang telah kita lalui, walaupun baru sebagian saja. 17. Rekan-rekan HMI Cabang Bogor; Harris, Aqsa, Ikir, Yudi, Taufiq, Suci, Caput, Hamim, Yaya, Didu, Eny, Icha Cuhh. Sungguh suatu dinamika yang sangat membanggakan. 18. Komunitas B4 (Yamin, Cupi, Ira, Bau, Dian, Amad) yang selalu memberikan keceriaan dalam penyelesaian Skripsi ini. Laptop dari Yamin yang sangat membantu penyelesaian dari Skripsi ini. 19. Komunitas MAB’14 dengan segala pengalaman dan kehagiaan tersendiri yang tak terlupakan. 20. Adik-adik Komisariat Faperta IPB; Iham, Andin, Ayu, Riza, Ridho, Yudhis, Andri, Nahrul, atas motivasi kepada penulis untuk terus berjuang tiada henti. Ingatlah, ilmu amaliah-amal ilmiah. Yakin Usaha Sampai. 21. Keluarga besar KAHMI dan HMI Cabang Bogor serta pihak lainnya yang turut membantu memberikan semangat dan mendoakan demi kelancaran penulisan Skripsi ini. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 ix x xiii xv xvi xvii 1 Latar Belakang ................................................................................ Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan ............................................................................................ Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................... Kegunaan Penelitian ....................................................................... 1 6 11 11 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13 2.1 Gambaran Umum Komoditi Jagung ................................................. 2.2 Kajian Penelitian Terdahulu ............................................................. 2.2.1 Penelitian Tentang Jagung.................................................... 2.2.2 Penelitian Tentang Daya Saing............................................. 2.2.3 Penelitian Tentang Revealed Comparative Advantage ......... 2.2.4 Penelitian Tentang Ordinary Least Square .......................... 13 15 15 20 24 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................ 32 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................... 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional ......................................... 3.1.2 Teori Daya Saing ................................................................ 3.1.2.1 Keunggulan Komparatif .......................................... 3.1.2.1 Keunggulan Kompetitif ........................................... 3.1.3 Teori Ekspor ....................................................................... 3.1.4 Teori Revealed Comparatived Advantage ........................... 3.1.5 Analisis Regresi Berganda .................................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 32 32 37 39 40 41 42 43 44 48 IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 49 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... Jenis dan Sumber Data ................................................................... Metode Analisis dan Pengolahan Data ............................................ Revealed Comparative Advantage .................................................. Analisis Regresi Berganda .............................................................. Uji Hipotesis dan Perumusan Model ............................................... Batasan Operasional ....................................................................... 49 49 49 50 52 59 61 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 64 5.1 Daya Saing Jagung Indonesia di Pasar Malaysia .............................. 5.1.1 Analisis Daya Saing Komparatif Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ....................................... 5.1.2 Analisis Daya Saing Komparatif Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi .................................... 5.2 Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia .............. 5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia ................................................................................ 5.3.1 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ................................................................ 5.3.2 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi ............................................................ 64 95 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 104 6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 6.2 Saran ............................................................................................... 104 105 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 106 LAMPIRAN ............................................................................................... 109 65 69 75 87 87 DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. Halaman Neraca Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 1993-2007 (dalam juta US$) ........................................................................ 2 Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Indonesia Tahun 2002-2005 (dalam satuan ton) ......................................... 3 Perkembangan Ekspor dan Impor Jagung 1005 di Indonesia Tahun 1990-2008 (dalam satuan ton) ......................................... 3 Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ........................................... 65 Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi ........................................ 70 Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi .................................................................... 87 7. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Menjadi Z ......................... 88 8. Total Variance Explained ........................................................... 89 9. Matriks Komponen Utama ......................................................... 90 10. Skor Komponen Utama .............................................................. 91 11. Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi ................................................................ 96 12. Hasil Pembakuan Peubah-Peubaha X Menjadi Z ........................ 96 13. Total Variance Explained ........................................................... 97 14. Matriks komponen Utama .......................................................... 98 15. Skor Komponen Utama .............................................................. 99 6. DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Negara Produsen Jagung Dunia .................................................. 4 2. Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia ....... 8 3. Perkembangan Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia ....................................................................... 8 4. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional ........ 34 5. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional ............................................................. 37 6. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 48 7. Perkembangan Volume Produksi Jagung di Indonesia Pra Krisis Ekonomi .................................................................... 76 Perkembangan Volume Produksi Jagung di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi ................................................................ 78 9. Perkembangan Harga Jagung Domestik Pra Krisis Ekonomi ...... 79 10. Perkembangan Harga Jagung Domestik Pasca Krisis Ekonomi .. 79 11. Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ........................................... 80 Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi ........................................ 80 Perkembangan Volume Impor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi ........................................... 83 Perkembangan Volume Impor Jagung Indonesia Pasar malaysia Pasca Krisis Ekonomi ........................................ 83 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pra Krisis Ekonomi .................................................................... 85 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pasca Krisis Ekonomi ................................................................ 85 17. Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Pra Krisis Ekonomi ..... 86 18. Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi ... 87 8. 12. 13. 14. 15. 16. DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Tahun 1990-2008 ......... 109 2. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Tahun 1990-2008 ............. 109 3. Volume Ekspor Indonesia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008 ....... 109 4. Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Malaysia Tahun 1990-2008 ....... 110 5. Nilai Ekspor Jagung Dunia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008 .... 110 6. Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi ......... 111 7. Hasil Principal Component Analysis Pra Krisis Ekonomi ............... 112 8. Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi ..... 115 9. Hasil Principal Component Analysis Pasca Krisis Ekonomi ........... 116 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian perlu terus dikembangkan agar mengarah pada terciptanya pertanian yang efisien, memiliki daya saing, mampu meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para petani pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Arah pembangunan tersebut melalui peningkatan pola agribisnis, terutama peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, penganekaragaman komoditas unggulan, peningkatan nilai tambah produk serta perluasan penguasaan pasar (Mahfudz et al, 2004). Pertanian merupakan menumbuhkembangkan salah perekonomian satu sektor dalam ekonomi meningkatkan yang dapat pertumbuhan ekonomi secara nasional. Betapa pentingnya pilar pertanian membuat pencitraan Indonesia di mata dunia sebagai negara agraris bukan semboyan politik belaka, sehingga tumpuan ekonomi Indonesia sebagian besar dari sektor pertanian yang kemudian menjadi komoditas agribisnis seiring dengan meningkatnya jumlah industri. Selama periode 1993-2007, ekspor Indonesia meningkat sebesar 13,20 persen menjadi US$ 114 100,9 juta, yang terdiri dari ekspor migas sebesar US$ 22 088,6 juta dan ekspor non migas sebesar US$ 92 012,3 juta atau masing-masing meningkat sebesar 4,09 persen dan 15,62 persen. Sementara impor Indonesia secara keseluruhan tercatat sebesar US$ 74 473,4 juta pada tahun 2007 atau meningkat 21,96 persen dibanding tahun sebelumnya. Impor migas mencapai US$ 21 932,8 juta atau naik 15,66 persen, sedangkan impor non migas mencapai US$ 2 52 540,6 juta atau meningkat sebesar 24,79 persen (BPS, 2007). Selengkapnya neraca perdagangan luar negeri Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Neraca Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 1993-2007 (dalam Juta US$) Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ekspor Total 36,823.0 40,053.4 45,418.0 49,814.8 53,443.6 48,847.6 48,665.4 62,124.0 56,320.9 57,158.8 61,058.2 71,584.6 85,660.0 100,798.6 114,100.9 Non Migas 27,077.2 30,359.8 34,953.6 38,092.9 41,824.0 40,975.5 38,873.2 47,757.4 49,684.6 45,046.1 47,406.8 55,939.3 66,428.4 79,578.7 92,012.3 Impor Total 28,327.8 31,983.5 40,628.7 42,928.5 41,679.8 27,336.9 24,003.3 33,514.8 30,962.1 31,288.9 32,550.7 46,524.5 57,700.9 61,065.5 74,473.4 Non Migas 26,157.2 29,616.1 37,717.9 39,333.0 37,755.7 24,683.2 20,322.2 27,495.3 25,490.3 24,763.1 24,939.8 34,792.5 40,243.2 42,102.6 52,540.6 Neraca Total 8,495.2 8,069.9 4,789.3 6,886.3 11,763.8 21,510.7 24,662.1 28,609.2 25,358.8 25,869.9 28,507.5 25,060.1 27,959.1 39,733.1 39,627.5 Non Migas 920.0 743.7 -2,764.3 -1,240.1 4,068.3 16,292.3 18,551.0 20,262.1 24,194.3 20,283.0 22,467.0 21,146.8 26,185.2 37,476.1 39,471.7 Sumber : BPS, 2007 Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai tambah dan sangat potensial untuk dikembangkan adalah jagung. Jagung merupakan kebutuhan kedua terbesar setelah beras. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri ternak membuat semakin tingginya permintaan akan jagung sebagai bahan baku pakan ternak. Selain itu, nilai tambah yang dapat diambil dari jagung adalah sebagai bahan baku industri olahan. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan swasembada jagung pada 2007, dengan target produksi 15 juta ton karena kebutuhan konsumsi dan industri pakan ternak yang melonjak. Produksi jagung dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan yang diiringi dengan tanaman pangan lainnya yang 3 merupakan tanaman pangan kedua setelah beras. Peningkatan produksi tanaman pangan dan palawija dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Indonesia Tahun 20022005 (dalam satuan Ton) Kacang Kacang Kedelai 2002 9.654.105 673.056 718.071 2003 10.886.442 671.600 785.526 2004 11.225.243 723.483 837.495 2005 12.523.894 808.353 836.295 Sumber : Departemen Pertanian, 2005 Tahun Jagung Kacang Hijau 288.089 335.224 310.412 320.963 Ubi Kayu Kentang 16.913.104 18.523.810 19.424.707 19.321.183 1.771.642 1.991.478 1.901.802 1.856.969 Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi jagung di Indonesia, maka keragaan ekspor jagung mengalami peningkatan pula. Disamping itu juga, keragaan impor jagung mengalami peningkatan. Ekspor dan impor jagung yang dilakukan merupakan jenis jagung yang diperdagangkan dengan seri 1005. Perkembangan ekspor dan impor jagung dalam kurun waktu 19 tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Jagung 1005 di Indonesia Tahun 1990-2008 (dalam satuan ton) Tahun Ekspor Impor Tahun Ekspor 1990 1,418,335.2 9,050 2000 28,066 1991 33,222 323,263 2001 90,474 1992 149,694.8 55,876 2002 16,306 1993 60,837 494,470 2003 33,691 1994 37,441 973,968 2004 32,679 1995 79,144 973,968 2005 54,009 1996 26,830 616,941 2006 28,074 1997 18,957 1,098,354 2007 101,740 1998 624,942 299,917 2008 107,001 1999 90,647 618,060 Sumber : Departemen Pertanian, 2008, FAO1 dan UN Comtrade2 1 2 www.fao.org www.comtrade.un.or Impor 1,264,575 1,035,797 1,154,063 1,345,446 1,088,928 185,957 1,775,321 701,953 286,541 4 Dari data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekspor jagung Indonesia cenderung fluktuatif dibandingkan dengan jumlah impor jagung Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan. Kondisi tersebut dapat menunjukkan bahwa impor jagung seri 1005 di Indonesia semakin meningkat disebabkan oleh kebutuhan jagung domestik yang digunakan sebagai kebutuhan bahan baku industri. Fluktuatifnya jumlah ekspor jagung Indonesia di pasar internasional menunjukkan bahwa jagung yang di ekspor Indonesia dengan jenis jagung seri 1005 masih sangat minim. Hal ini disebabkan oleh jumlah kebutuhan jagung di Indonesia lebih tinggi dibandingkan jumlah jagung yang di ekspor ke pasar internasional. Jumlah produksi jagung di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara produsen utama jagung dunia. Berdasarkan data BPS (2007) produktivitas jagung di Indonesia baru mencapai 3,7 ton/ha. Untuk lebih jelas perbandingan produktivitas jagung Indonesia dengan negara-negara produsen jagung dunia menurut data FAO (2006) dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1.1. Produsen Utama Jagung Dunia Sumber : BPS (2007) Gambar 1. Negara Produsen Jagung Dunia Sumber : Departemen Pertanian, 2007 5 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah membuka diri untuk ikut ambil bagian dalam perdagangan internasional dan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang sangat cepat, maka dituntut untuk bisa ikut bersaing di dalamnya. Oleh karenanya, diperlukan strategi pertumbuhan ekspor yang kuat dan tangguh yang dapat tercapai bila produk ekspor yang pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan struktur ekspor yang kuat dan tangguh tersebut telah semakin beragam, penyebaran pasar makin luas dan pelakunya juga semakin banyak. Perkembangan ekspor hasil pertanian Indonesia selama periode 2002-2007 sangat fluktuatif. Pada tahun 2003 dan 2004 nilai ekspor pertanian Indonesia mengalami penurunan, masing-masing sebesar 1,64 persen dan 1,19 persen. Keadaan tersebut terjadi karena produk pertanian Indonesia masih kalah bersaing di pasar ekspor dengan negara lain, seperti China yang mulai aktif melakukan ekspansi di sektor pertanian. Meskipun masih dalam kondisi persaingan ketat dengan negara lain, ekspor hasil pertanian mulai menunjukkan titik cerah kembali pada tahun 2005 yang mengalami peningkatan ekspor sebesar 15,39 persen dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan hingga 16,82 persen. Demikian juga halnya pada tahun 2007 yang secara relatif mengalami kenaikan sebesar 8,2 persen dibanding tahun 2006 atau telah menambah pasokan devisa senilai US$ 276,3 juta (BPS, 2007). Indonesia berpeluang memasok jagung di pasar dunia karena kondisi pasar internasional masih sangat terbuka dan menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi jagung dan menggenjot ekspor. Hal ini terlihat dari tingkat permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan industri makanan maupun industri pakan ternak. Total produksi jagung di tingkat dunia 690 juta ton, 40 6 persen di antaranya kontribusi AS, 20 persen dari China, 7 persen dari Uni Eropa dan Brasil sebanyak 6 persen. Sedangkan pemakaian jagung untuk etanol khususnya di AS, pada 2005 mencapai 50 juta ton atau 20 persen dari kebutuhan jagung nasional, sementara untuk 2006 naik menjadi 55 juta ton (22 persen) dan pada 2008 diperkirakan meningkat menjadi 82 juta ton (30 persen)3. Pada saat-saat tertentu Indonesia mengimpor jagung cukup tinggi, tetapi saat-saat lain (musim panen raya) Indonesia juga mengekspor jagung ke beberapa negara Asia. Volume dan nilai ekspor jagung Indonesia selama dua dekade terakhir meningkat dengan laju 354 persen dan 239 persen per tahun. Laju peningkatan ekspor jagung Indonesia sebelum krisis rata-rata hanya 69 840 ton ($ 9,1 juta) per tahun, dan setelah krisis menjadi 234 572 ton ($ 24,58 juta) per tahun. Fenomena inilah yang dapat menggambarkan prospek dan kemampuan daya saing komoditi jagung Indonesia di masa yang akan datang4. 1.2. Perumusan Masalah Situasi dan kondisi pangan dunia saat ini terjadi, bahkan dapat dikatakan menuju krisis, hal ini terjadi karena pasokan pangan ke pasar dunia cenderung berkurang sebagai akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak yang tajam. Pertumbuhan pembangunan yang pesat di India dan China yang termasuk dalam empat besar negara berpenduduk terbesar di dunia, serta dampak global warming turut berpengaruh terhadap penyediaan pangan5. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan 3 Martin Sihombing, Indonesia berpotensi kuasai pasar jagung. Monday, 22 January 2007 www.sinartani.com. 5 Op cit. 4 7 menyatunya pasar domestik dengan pasar internasional. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari perubahan perekonomian di negara lain. Oleh karena itu, arah kebijaksanaan di bidang perdagangan ekspor ditujukan untuk meningkatkan ekspor barang khususnya komoditi pertanian dengan berbagai upaya, seperti meningkatkan daya saing dan penganekaragaman produk. Perubahan rejim pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas membawa konsekuensi harga komoditas pertanian, khususnya pangan di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar internasional. Dengan pengertian lain, harga komoditas pangan di pasar dunia secara langsung akan mempengaruhi harga komoditas pangan domestik. Jagung sebagai salah satu komoditas pangan, maka dinamika harganya tidak terlepas dari arah kebijakan perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas harga dan fluktuasi nilai tukar. Akumulasi perubahan dari berbagai aspek tersebut secara simultan akan mempengaruhi dinamika harga komoditas jagung domestik. Krisis global dan krisis energi yang melanda dunia, mempengaruhi kebijakan negara-negara pengekspor jagung utama dunia seperti Amerika Serikat, Mexico, Argentina dan Brasil. Setelah krisis, negara pengekspor jagung tersebut, kini menahan produknya untuk digunakan sebagai bahan baku energi alternatif di negara masing-masing. Kondisi ini menjadi peluang yang sangat besar bagi Indonesia6 untuk dapat mempertahankan pangsa pasar jagung di Malaysia. Perkembangan ekspor jagung ke negara tujuan salah satunya adalah Malaysia sangat berfluktuatif. Malaysia merupakan pasar yang sangat potensial jika dibandingkan dengan negara tujuan ekspor jagung lainnya, karena tingkat permintaan jagung di pasar Malaysia lebih tinggi dibandingkan negara tujuan 6 www.suarapembaharuan.co.id 8 lainnya. Disamping itu juga jumlah ekspor jagung dunia di pasar Malaysia lebih tinggi dibandingkan jumlah ekspor jagung dunia di negara tujuan ekspor lainnya. Malaysia merupakan pangsa pasar jagung Indonesia di kawasan ASEAN yang memiliki prospek potensial. Berdasarkan data pada Gambar 2 dan Gambar 3 menjelaskan bahwa baik dari jumlah jagung yang diekspor maupun nilai ekspor jagung memiliki jumlah dan nilai yang tinggi dibandingkan dengan negara tujuan ekspor jagung lainnya. Nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia yang paling tinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar US$ 42 265 616 dengan jumlah jagung yang diekspor sebanyak 410 177 ton. Perkembangan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Sumber : Departemen Pertanian, 2008 dan Comtrade, 2009 Gambar 3. Perkembangan Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Sumber : Departemen Pertanian, 2008 dan Comtrade, 2009 9 Kondisi permintaan jagung di pasar Malaysia tersebut membuat Indonesia untuk mempertahankan Malaysia sebagai pangsa pasar yang sangat potensial. Walaupun, keragaan ekspor jagung dunia di pasar Malaysia tidak hanya menerima pasokan jagung dari Indonesia. Tingginya permintaan jagung di pasar Malaysia membuat negara-negara di dunia untuk turut serta memperdagangkan jagung ke pasar Malaysia, sehingga menjadikan posisi pasar Malaysia sebagai pasar persaingan sempurna. Hal inilah yang membuat Indonesia untuk mengambil bagian dan mempertahankan posisinya di pasar Malaysia, sehingga sangatlah perlu untuk dilakukan penelitian mengenai daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia. Berbagai upaya meningkatkan daya saing jagung perlu untuk segera ditingkatkan agar jagung Indonesia memiliki keunggulan komparatif bahkan menghilangkan ketergantungan impor jagung. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar produksi jagung Indonesia dapat lebih ditingkatkan dan mampu berdaya saing adalah berawal dari produksi yang kemudian ditawarkan di pasar internasional. Seiring dengan upaya peningkatan jumlah ekspor, impor jagung Indonesia juga relatif meningkat dari tahun ke tahun, meskipun kondisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika memiliki kecenderungan terdepresiasi juga perlu untuk segera teratasi. Ekspor jagung Indonesia dihadapkan pada tantangan dan permasalahan yang kemudian dapat menyebabkan berfluktuasinya volume ekspor jagung. Fluktuasi ini dapat perkembangan ekspor jagung. mengakibatkan resiko terhadap kelanjutan 10 Era perdagangan bebas dengan menguatnya arus globalisasi menuntut suatu negara untuk meningkatkan produk-produk yang memiliki keunggulan bersaing. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kondisi komoditi yang diekspor harus lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi yang diimpor. Pengaruh akan dimulainya perdagangan bebas terutama negara-negara ASEAN adalah diterapkannya AFTA. Liberalisasi perdagangan AFTA yang berlaku sejak 1 Agustus 2003 menyebabkan makin terbukanya pasar di kawasan ASEAN dan makin tajamnya persaingan antar negara di kawasan ini. Komoditi pertanian yang mempunyai daya saing tinggi akan mampu eksis dan terus berkembang sehingga ekspor negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) akan makin besar yang selanjutnya akan dapat mendorong produksi dalam negeri serta meningkatkan pendapatan petani, kesempatan kerja, dan devisa negara. Bagi Indonesia, manfaat positif yang diharapkan dari liberalisasi perdagangan AFTA ini adalah kontribusinya bagi proses pemulihan ekonomi nasional dari krisis. Berdasarkan informasi tersebut yang diiringi dengan proses penyejagatan ekonomi di tingkat dunia, maka masalah perdagangan jagung di Indonesia tidak terlepas dari situasi perdagangan jagung di tingkat internasional, nasional, dan regional. Oleh sebab itu maka daya saing jagung Indonesia perlu untuk diteliti dan diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor jagung Indonesia. Dengan demikian, berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, mencakup: 11 1. Apakah Indonesia memiliki daya saing untuk komoditi jagung di pasar Malaysia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah tertuang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Menganalisis daya saing ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada saat pra dan pasca krisis ekonomi. 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Sehubungan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan data serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada : 1. Penelitian ini mengukur daya saing komoditi jagung Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebagai salah satu negara tujuan ekspor jagung. 2. Data jumlah jagung yang diekspor tidak dibedakan berdasarkan jenis jagung maupun dalam bentuk jagung olahan maupun jagung segar di Indonesia. 12 1.5. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada berbagai pihak mengenai daya saing jagung Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan informasi tentang bagaimana factor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kinerja ekspor jagung Indonesia. Adapun secara khusus, kegunaan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada: 1. Pemerintah sebagai decision maker dalam penetapan kebijakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi daya saing jagung Indonesia. Dengan demikian, dapat berguna sebagai bahan masukan dalam pembuatan kebijakan yang mendukung kegiatan perdagangan jagung. 2. Bagi pelaku ekonomi, baik petani maupun pelaku pasar, diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dalam merencanakan pengembangan agribisnis jagung dan dapat menjadi masukan dalam penerapan strategi yang akan dijalankan pada masa kini dan masa yang akan datang. 3. Penulis dan khalayak pembaca, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dalam menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan literature dalam penelitian-penelitian selanjutnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Komoditi Jagung Tanaman jagung termasuk dalam ordo Tripsoseae, famili rumput- rumputan (Graminae), sub famili Panicoidae dan genus Zea. Panjang batangnya 25-650 cm, tergantung pada tipe-nya, daun bertulang sejajar dan terbentuk pada masing-masing buku, helai daun tipis, datar dan tengah melebar. Jagung mempunyai perakaran serabut yang terdiri dari akar seminal, akar koronal, dan akar nafas. Akar seminal adalah akar yang tumbuh ke bawah, akar kononal adalah akar yang tumbuh ke arah atas dan akar nafas adalah akar yang tumbuh dari bukubuku di permukaan tanah (Suciany, 2007). Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Peru, Equador, Bolivia, dan Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, yang merupakan komoditi pertanian unggulan yang berprospek tinggi. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang yang berhawa sedang dan panas sebagai tanaman bahan makanan daerah setempat dan bahan makanan untuk ternak. Sebagai bahan makanan, jagung mengandung za-zat: gula, kalium, asam jagung dan minyak lemak. Buah yang masih muda banyak mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor besi, belerang, vitamin A, B2, B6, C, dan K. rambutnya mengandung minyak lemak, damar, gula, asam maisenat, dan garam-garam mineral. Biji buah jagung biasanya dibuat tepung jagung atau maizena (Suroso, 2006). Jagung merupakan tanaman semusim yang tinggi, biasanya dengan batang tegak yang dominan, walaupun ada beberapa cabang pangkal (anakan) pada beberapa genotip dan lingkungan. Kedudukan daun distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam kedudukan berselang), dengan pelapah-pelapah daun yang 14 saling bertindih dan daun-daunnya lebar yang relatif panjang. Jagung merupakan salah satu species pertama yang ditunjukkan memiliki lintasan fotosistesis asam dikarbonat C4. Secara mikro konsumsi jagung sebagai bahan makanan pada umumnya lebih banyak dilakukan oleh masyarakat desa dibanding masyarakat kota. Sudaryanto et al dalam Imron (2007) bahwa konsumsi jagung masyarakat pedesaan mencapai 8,63 kg/th dan masyarakat perkotaan hanya 0,92 kg/th. Ini berarti masyarakat desa mengkonsumsi jagung lebih banyak dibanding masyarakat kota. Selain itu, masyarakat Indonesia juga mengkonsumsi jagung dalam bentuk yang lain, seperti jagung basa berkelobot, jagung bakar, jagung sayur. Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda dapat digunakan untuk pakan ternak, yang tua (setelah dipanen) dapat digunakan untuk pupuk hijau atau kompos6. Saat ini cukup banyak yang memanfaatkan batang jagung untuk kertas. Harganya cukup menarik seiring dengan kenaikan harga bahan baku kertas berupa pulp. Buah jagung yang masih muda banyak digunakan sebagai sayuran, perkedel, 6 Siwi Purwanto. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Diakses tanggal 15 Maret 2008. 15 bakwan, dan sebagainya. Kegunaan lain dari jagung adalah sebagai pakan ternak, bahan baku farmasi, dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol7. 2.2. Kajian Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Tentang Jagung Wibowo (2008) melakukan penelitian tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan komoditi jagung di Kabupaten Grobogan. Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung apabila diusakan di dalam negeri, dan menganalisis perubahan yang terjadi terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif jika terjadi perubahan harga output dan harga input. Metode penelitian yang digunakan berupa Matriks Analisis Kebijakan (PAM) dan Analisis Diamont Porter. Berdasarkan hasil analisis matriks PAM, pengusahaan komoditi jagung I Desa Panunggalan memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif atau berdayasaing. Hal ini ditunjukkan oleh keuntungan privat dan keuntungan social yang positif. Selain itu, nilai PCR dan DRC juga lebih kecil dari satu yang mengindikasikan bahwa pengusahaan komoditi jagung memiliki daya saing. Adapun untuk kebijakan pemerintah yang berlaku dalam pengusahaan komoditi jagung hanya kebijakan terhadap input yang memberikan proteksi terhadap petani yang berupa subsidi positif terhadap input. Adanya perubahan terhadap harga input dan harga output juga mempengaruhi keunggulan kompraratif dan kompetitif atau berdayasaing pengusahan komoditi jagung di Desa Panunggalan. Berdasarkan lima hasil analisis sensitivitas, semuanya berpengaruh terhadap penurunan jagung tetap 7 op cit. 16 menguntungkan, basic secara finansial maupun ekonomi, serta tetap berdaya saing. Dari hasil analisis sensitivitas dengan perubahan satu variabel, yang memiliki pengaruh paling besar terhadap daya saing pengusahaan komoditi jagung adalah ketika terjadi perubahan harga output. Hal in mengindikasikan bahwa harga output dalam pengusahaan komoditi jagung di Desa Panunggalan masih memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan konstribusi terhadap keuntungan usahatani. Adapun untuk Analisis Porter, secara keseluruhan hasilnya menunjukkan bahwa kondisi yang ada di daerah penelitian mengukung peningkatan daya saing pengusahaan komoditi jagung di daerah penelitian, khususnya untuk keunggulan kompetitifnya. Timor (2008) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor jagung di Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk (1) mengkaji perkembangan produksi, konsumsi, dan impor jagung di Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di Indonesia, dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor jagung di Indonesia. Metode yang digunakan adalah Two-Stage Last Square (2SLS) dan model persaman simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan produksi jagung di Indonesia disebabkan oleh peningkatan luas areal dan produktivitas jagung. Luas areal mengalami peningkatan secara fluktuatif dan terkonsentrasi di Pulau Jawa, disamping itu terjadi pergeseran dari lahan kering ke lahan sawah beririgasi pada musim kemarau. Produktivitas jagung di Indonesia masih relatif rendah karena system usaha tani belum optimal, yaitu sebagian besar petani masih menggunakan 17 benih varietas jagung lokal, penggunaan pupuk yang belum berimbang, dan masih terbatasnya penggunaan pestisida untuk pengendalian hama. Hasil estimasi diperoleh pada taraf nyata lima persen. Untuk persamaan luas areal panen, variabel yang berpengaruh nyata adalah harga riil jagung di tingkat produsen, harga riil kedelai, tingkat suku bunga kredit, dan luas areal panen tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata. Variabel harga riil jagung di tingkat produsen, tingkat inflasi, dan harga riil jagung lokal tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga riil jagung lokal, sementara variabel harga impor jagung dan jumlah impor jagung tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap jumlah impor jagung Indonesia. Terdapat beberapa variabel yang berpengaruh nyata tetapi tidak sesuai dengan teori ekonomi (hipotesis), yaitu tingkat suku bunga kredit, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan tarif impor jagung. Imron (2007) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan ekonomi dan perubahan faktor eksternal terhadap kinerja pasar jagung dan produk turunannya. Imron mengemukakan tujuan penelitian tersebut, adalah (1) menganalisis keragaan pasar jagung dan produk turunannya, (2) menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan perubahan faktor eksternal terhadap kinerja pasar jagung dan produk turunannya, dan (3) menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan perubahan faktor eksternal terhadap kesejahteraan masyarakat selaku pelaku pasar jagung dan produk turunannya. Penelitian tersebut menggunakan data time series tahun 1980-2001 dan dianalisis melalui pendekatan ekonometrika. Model terdiri dari 46 persamaan structural dan 10 persamaan identitas. Pendugaan parameter dilakukan dengan metode 2SLS (Two-Stage Last Square). 18 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Ekonometrika Pasar Jagung dan Produk Turunannya di Indonesia yang dibangun dalam penelitian ini mampu dengan baik menjelaskan perilaku pasar jagung, pasar pakan, pasar telur ayam, dan pasar daging ayam. Berbagai alternatif kebijakan dan perubahan faktor eksternal berhasil disimulasikan secara menyeluruh. Pada periode 2007-2010, kebijakan kredit KKP, pemberian subsidi pupuk, dan kombinasi antara kebijakan swasembada, kredit KKP, dan subsidi pupuk, serta kebijakan intensifikasi jagung akan dapat meningkatkan produk jagung, pakan ternak, daging ayam, dan telur ayam. Sementara kebijakan nilai tukar rupiah sesuai dengan APBN 2007, justru akan menurunkan produksi jagung, pakan ternak, daging dan telur ayam. Kebijakan liberalisasi perdagangan jagung dan pengenaan tarif impor jagung mampu meningkatkan produksi jagung, namun menurunkan produksi pakan, daging ayam, dan telur ayam, sehingga harga ketiganya meningkat. Kebijakan swasembada plus dan intensifikasi usahatani jagung mempunyai dampak yang lebih besar terhadap peningkatan kinerja pasar jagung dan produk turunannya, dibanding kebijakan yang lain. Suciany (2007) melakukan penelitian tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung dengan analisis biaya sumberdaya domestik (BSD), studi kasus di Desa Karyamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian untuk (1) mengetahui tingka pendapatan usahatani jagung, (2) menganalisis keunggulan komparatif dan kompatitif usahatani jagung, (3) menganalisis pengaruh perubahan harga input dan output terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung. 19 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis Biaya Sumberdaya Domestik (BSD). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang dihasilkan petani jagung golongan pemilik lahan ≤ 0,5 hektar adalah Rp 6 070 315,86 dan Rp 3 941 479,52 sedangkan bagi golongan petani pemilik lahan > 0,5 hektar sebesar Rp 6 995 528,92 dan 4 583 024,22. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung di Desa Karyamukti menguntungkan untuk diusahakan karena nilai pendapatan yang diperoleh bernilai positif. Hasil analisis imbangan penerimaan biaya atau R/C atas biaya tunai dan total untuk golongan petani pemilik lahan ≤ 0,5 hektar masing-masing sebesar 4,67 dan 2,04 sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk golongan petani pemilik lahan > 0,5 hektar masing-masing 4,38 dan 2,02. Nilai R/C rasio yang diperoleh petani pemilik lahan > 0,5 hektar lebih kecil dibandingkan golongan petani pemilik lahan ≤ 0,5 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh petani pemilik lahan ≤ 0,5 hektar lebih efisien, karena penerimaan per biaya yang diperoleh lebih besar dari golongan petani pemilik lahan > 0,5 hektar. Analisis keunggulan komparatif terlihat bahwa nilai KBSD usahatani jagung bernilai kurang dari satu, yaitu sebesar 0,302. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya domestik yang digunakan dalam pengusahaan jagung di Desa Karyamukti efisien secara ekonomi untuk menghemat satu satuan devisa dan mencerminkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh komoditi jagung. Hasil analisis dari keunggulan komparatif menunjukkan bahwa usahatani jagung di Desa Karyamukti menghasilkan nilai KBSD yang lebih kecil dari satu, yaitu 20 sebesar 0,429. Nilai KBSD tersebut menggambarkan bahwa pengusahaan jagung di Desa Karyakumti mempunyai keunggulan kompetitif dan menguntungkan secara finansial dalam menggunakan sumberdaya domestik. 2.2.2 Penelitian Tentang Daya Saing Kurniawan (2008) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi dan daya saing usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung dan tingkat efisiensi teknis dan alokatif usahatani lahan kering dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan fungsi biaya dual, dan menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usahatani jagung lahan kering dan pengaruh efisiensi terhadap daya saing di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan dengan menggunakan Policy Analytic Matrix (PAM). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara statistic variabel luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja, dan pengolahan tanah ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf nyata lima persen, sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisiensi jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan Selatan. Rata-rata efisiensiteknis petani di daerah penelitian adalah 0.887 dengan jumlah petani yang memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 adalah 89,48 persen. 21 Efisiensi alokatif dianalisis dengan menggunakan model fungsi biaya dual frontier yang diturunkan dari fungsi produksi frontier. Rata-rata efisiensi alokatif adalah 0.566. Rendahnya efisiensi alokatif ini menyebabkan efisiensi ekonomis juga rendah, yaitu 0.498. Salah satu penyebab rendahnya efisiensi alokatif ini adalah penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Penurunan penggunaan pupuk urea dari 447.51 kg per hektar menjadi 400 per hektar menyebabkan kenaikan efisiensi alokatif menjadi 0.518 dan efisiensi ekonomis menjadi 0.512. Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan criteria PCR dan DRC. Berdasarkan nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu, artinya jagung di daerah penelitian memilki daya saing sebagai subsitusi impor. Hal ini dapat dilihat dari terserapnya semua hasil produksi jagung di pasar lokal, sedangkan jagung impor hanya masuk ke pasar local saat paceklik. Penelitian yang dilakukan oleh Amaliah (2008) tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi daya siang dan impor susu Indonesia periode 19762005. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing susu domestik di tengah serbuan impor susu pasca penghapusan kebijakan rasio impor dengan menggunakan metode Porter’s Diamond, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu baik dalam jangka panjang maupun pendek dengan menggunakan metode EngleGranger Cointegration dan Error Correction Model (ECM). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu domestik melalui pendekatan Porter’s Diamond menghasilkan implikasi penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha 22 perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai empat ekor, komposisi ketenagakerjaan yang didominasi pekerja harian dengan tingkat pendidikan rendah, dan teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi terhadap rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang diduga berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas produk susu olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, peningkatan populasi dan urbanisasi, peningkatan awareness akan manfaat susu, dan peningkatan persaingan antar IPS untuk menghasilkan produk susu olahan yang terdiferensiasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Impor susu Indonesia dari sisi permintaan (import demand) pada jangka panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu domestik, nilai tukar riil rupiah, dan pendapatan per kapita dan pengaruh yang dapat diidentifikasi dalam persamaan tersebut konsisten dengan hipotesis penelitian yang diajukan. Produksi susu domestik tidak mempengaruhi impor susu impor lag pertama, pendapatan per kapita saat ini dan lag ketiga, nilai tukar riil rupiah pada lag kedua serta dummy penghapusan kebijakan rasio impor. Harga riil susu domestik tidak berpengaruh terhadap impor karena bargaining position GKSI masih lemah dalam negosiasi penetapan harga dengan IPS. Zulkarnaini (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing buah pisang (Musa paradisiacal L.) di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan (1) menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) pengusahaan buah pisang di Kabupaten Cianjur, (2) menganalisis 23 faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pengusahaan buah pisang di Kabupaten Cianjur, dan (3) menganalisis kebijakan pemerintah serta pengaruh perubahan harga bayangan dan harga aktual dari input dan output terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan buah pisang di Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan pisang di lokasi penelitian memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif). Hal ini tercermin pada nilai koefisien Rasio Biaya Privat (PCR) dan Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) yang kurang dari satu di lokasi penelitian. Artinya, pengusahaan pisang di lokasi penelitian baik petani binaan maupun non binaan mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif sehingga layak untuk diusahakan dan dikembangkan dengan kondisi ada atau tidak adanya kebijakan atau intervensi dari pemerintah. Ernawati (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan strategi pengembangan agribisnis anggrek di DKI Jakarta. Penelitian tersebut bertujuan (1) menganalisis kondisi daya saing agribisnis anggrek DKI Jakarta, (2) mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal yang penting untuk dipertimbangkan dalam penyusunan alternatif strategi pengembangan agribisnis anggrek di DKI Jakarta, dan (3) merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis anggrek dan identifikasi berdasarkan skala prioritasnya di DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) untuk memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mendukung daya saing dari jenis-jenis anggrek, dan Analisis SWOT digunakan 24 untuk mengetahui lingkungan eksternal dan internal dan analisis QSPM digunakan untuk memilih alternatif strategi-strategi pengembangan. Dari hasil penelitian tersebut dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) diperoleh bahwa jenis Anggrek Dendrobium memiliki rangking atau prioritas tertinggi dibanding alternatif prioritas lainnya, setelah itu jenis Anggrek Phalaenopsis menjadi pesaing utama Dendrobium, kemudian disusul dengan jenis Anthurium dan Anggrek Cattleya, pesaing lainnya yaitu jenis Anggrek Vanda, Anggrek Oncidium, Melati dan Mawar. Begitupun dengan jenis Gladiol dan Palem menjadi pesaing terjauh Anggrek Dendrobium. Hasil analisis matriks SWOT berupa strategi Strengths-Opportunities (SO) yang dipilih, yaitu Strategi 1, Strategi 2, dan Strategi 3. Sedangkan strategi Weaknesses- Opportunities (WO) strategi yang dipilih, yaitu Strategi 4, Strategi 5, dan Strategi 7. Selain itu, strategi Weaknesses-Threats (WT) strategi yang dipilih, yaitu Strategi 8, dan Strategi 9. Dari hasil analisis matriks QSPM diperoleh empat strategi yang terpilih untuk membuat program agribisnis anggrek di DKI Jakarta. 2.2.3 Penelitian Tentang Revealed Comparative Advantage Penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2008) tentang analisis daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek di pasar internasional. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur daya saing komoditi tanaman hias Indonesia dengan Thailand di pasar Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, dan Belanda serta menganalisis aliran perdagangan dan mengidentifiasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor anggrek sebagai komoditi tanaman hias yang diunggulkan Indonesia ke negara-negara tujuan. 25 Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Revealed Comparative Advantage untuk mengukur tingkat daya saing komoditi tanaman hias Indonesia di di pasar Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, dan Belanda dibandingkan dengan Thailand sebagai negara competitor. Selain itu, metode lain yang digunakan adalah Gravity Model untuk menganalisis aliran perdagangan dan mengidentifiasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor anggrek sebagai komoditi tanaman hias yang diunggulkan Indonesia ke negara-negara tujuan yang dapat diketahui bahwa metode fixed effect. Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa dari analisis daya saing tanaman hias dengan metode RCA menunjukkan bahwa perkembangan industry tanaman hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dnegan Thailand sebagai competitor utama di pasar tanaman hias dunia untuk kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai ekspor tanaman hias Indonesia selama periode 1996-2006 jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand. Selain itu, pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Korea, sementara di Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Singapura pada tahun 1996 dan 1999 selanjutnya sampai dengan akhir periode 2004-2006, sedangkan di pasar Amerika Serikat pada tahun 2005-2006. Berdasarkan hasil estimasi model gravity aliran perdagangan anggrek Indonesia ke lima negara tujuan diketahui bahwa metode fixed effect merupakan metode yang paling sesuai digunakan. Aliran perdagangan 26 ekspor anggrek Indonesia ke negara tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni waktu tempuh, pendapatan per kapita, populasi, harga anggrek Indonesia dan nilai tukar. Sementara itu, faktor harga anggrek di negara tujuan tidak berpengaruh terhadap model aliran perdagangan. Firdaus (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di pasar Amerika Serikat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing) serta menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat dari sisi penawaran dalam jangka panjang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Constant Market Share Analysis (CMSA) untuk mengukur tingkat daya saing yang kemudian dilanjutkan dengan metode Revealed Comparative Advantage untuk menganalisis keunggulan TPT Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat, digunakan metode Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing dari TPT Indonesia masih dibawah kekuatan daya saing TPT Cina. Dari hasil CSMA memperlihatkan bahwa efek daya saing pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia lebih rendah dari efek daya saing pakaian jadi, kain lembaran dan benang Cina dalam memberikan kontribusi ekspor. Daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina, hal ini 27 disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah. Penelitian yang dilakukan oleh Yastuti (2004) tentang dampak penghapusan kebijakan kuota MFA (MultiFibre Arrangement) terhadap posisi daya saing dan pemasaran Tekstil dan Produk Tekstil (PTP) menunjukkan bawa kategori tekstil dan produk tekstil unggulan Indonesia adalah kategori serat sintesis, kain tertentu, dan pakaian jadi. Selama tahun 1998 hingga 2002 produkproduk tersebut menunjukkan nilai indeks yang lebih besar dari satu dan nilainya meningkat. Sementara itu dari posisi keunggulan kompetitif belakangan ini industri TPT Indonesia kehilangan daya saingnya yang disebabkan oleh kepabean, pembiayaan usaha dan kredit, pajak pertambahan nilai dan pajak bumi dan bangunan yang bernilai cukup mahal. 2.2.4 Penelitian Tentang Ordinary Least Square Novianty (2007) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan hias di Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor ikan hias air laut dan air tawar serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan hias air laut dan air tawar Indonesia serta strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan ekspor ikan hias Indonesia. Metode yang digunakan berupa Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis perkembangan ekspor ikan hias air laut dan air tawar 28 serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan hias air laut dan air tawar Indonesia, dan analisis SWOT untuk pengembangan ekspor ikan hias Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2) untuk eskpor ikan hias air laut adalah sebesar 77,3 persen. Hal ini berarti bahwa 77,3 persen perubahan volume ekspor ikan hias air laut Indonesia dapat dijelaskan oleh prediktor. Berdasarkan uji t, diketahui bahwa harga ekspor ikan hias air laut Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan volume ekspor ikan hias air laut Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh nyata, sedangkan dummy tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor ikan hias air laut Indonesia pada taraf nyata satu persen. Koefisien determinasi (R2) untuk ekspor ikan hias air tawar Indonesia adalah sebesar 66,3 persen. Hal ini berarti 66,3 persen perubahan volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia dapat dijelaskan oleh prediktor. Berdasarkan uji t, volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia pada taraf nyata lima persen dan untuk variabel harga ekspor dan variabel nilai tukar rupiah terhada dollar Amerika tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan volume ekspor ikan hias air tawar Indonesia. Hasil analisis lingkungan eksternal dan internal diperoleh tujuh strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan ekspor ikan hias Indonesia, yaitu peningkatan ekspor ikan, pengembangan pusat-pusat riset ikan hias, kerjasama pengembangan sistem pemasaran antara pihak-pihak yang terkait dan pemasaran langsung ke negara tujuan ekspor, peningkatan taraf hidup ikan hias, 29 pengembangan sistem jaringan pengawasan dan konservasi ikan hias yang melibatkan semua pihak dan kerjasama serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Novansi (2006) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor buah-buahan penting Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia menurut negara tujuan ekspor dan menganalisis pengaruh faktor-faktor (harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah, volume ekspor ke negara lain, dan volume ekspor periode sebelumnya) terhadap volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perkembangan ekspor buahbuahan penting seperti pisang, manggis, manggan dan rambutan selama tauhn 2002-2003 cenderung menurun. Penurunan yang terjadi masing-masing untuk pisang sebesar 99,23 persen, manggis 83,55 persen, mangga 32,78 persen, dan rambutan 184 persen, tetapi pada tahun 2004 ekspor beberapa buah-buahan tersebut kecuali manggis kembali menunjukkan peningkatan dengan masingmasing sebesar 182 persen (pisang), 287 persen (mangga), dan 51,13 persen (rambutan). Pada tahun yang sama (2002-2004) ekspor nenas menunjukkan perilaku yang cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 75,97 persen atau rata-rata sebesar 445.830 kg. Hasil dugaan faktor-faktor yang mempengaruhi volume beberapa buahbuahan penting Indonesia menunjukkan tidak semua peubah bebas yang dugunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap volum ekspor. Faktor yang 30 mempengaruhi ekspor pisang Indonesia ke Singapura adalah volume ekspor ke negara lain dan volume ekspor periode sebelumnya, sementara ekspor nenas ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh volume ekspor periode sebelumnya dan harga domestik. Volume ekspor manggia ke Hongkong dipengaruhi oleh faktor volume ekspor ke negara lain dan volume ekspor periode sebelumnya. Sedangkan untuk ekspor mangga ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh harga domestik, volume ekspor ke negara lain, dan faktor yang mempengaruhi volume ekspor rambutan ke Uni Emirat Arab adalah volume ekspor ke negara lain. Saleh (2005) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor tomat segar Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran produksi dan ekspor tomat segar Indonesia serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran produksi dan ekspor tomat segar Indonesia, sedangkan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor tomat segar Indonesia digunakan pendekatan ekonometrika dengan model regresi linier berganda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya multikolinearitas antara persamaan struktural dan model produksi tomat Indonesia dan model ekspor tomat segar Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya pelanggaran asumsi yang diisyaratkan dalam pendugaan OLS (Ordinary Least Square). Setelah mengatasi adanya masalah multikolinearitas, nilai koefisien determinasi (R2) dari model produksi tomat Indonesia adalah sebesar 99,4 persen. Dari keempat variabel (luas areal tanaman tomat, tingkat teknologi, harga tomat 31 ekspor, dan harga pupuk urea) hanya luas areal tanaman tomat dan tingkat teknologi saja yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi tomat Indonesia pada taraf nyata satu persen. Persamaan ekspor tomat segar Indonesia setelah masalah multikolinearitas teratasi memiliki variabel produksi tomat Indonesia, ekspor tomat tahun sebelumnya, harga tomat ekspor tahun sebelumnya, harga tomat domestik tahun sebelumnya, dan laju inflasi. Nilai koefisien determinasi (R2) dari model tomat segar Indonesia adalah sebesar 63,4 persen. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor tomat segar Indonesia adalah ekspor tomat sebelumnya dan harga tomat domestik tahun sebelumnya pada taraf nyata sepuluh persen. Harga ekspor tomat sebelumnya memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor tomat, nilai ini tidak sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur daya saing komoditi yang diperdagangkan mulai dati tingkat hulu hingga akhir. Adapun metode yang digunakan diantaranya Revealed Comparative Advantage (RCA), Policy Analysis Matriks (PAM), Constant Market Share Analysis (CMSA), dan analisis Biaya Sumberdaya Domestik (BSD). Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa untuk komoditi jagung belum pernah dilakukan penelitian tentang daya saing serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung. Dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing komoditi jagung dilakukan dengan menggunakan metode RCA, sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. 32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional menganalisis dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh suatu negara dari pelaksanaan perdagangan internasional tersebut. Pada dasarnya, perdagangan internasional bertujuan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa sebagai penyediaan dana pembangunan bagi negara yang bersangkutan (Timor, 2008). Salvatore (1996) memberikan gambaran bahwa aliran Merkantilisme berpendapat satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan seminimal mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam mulia, khususnya emas dan perak. Teori mengenai perdangangan diantara dua negara yang dikenal luas dengan teori keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan (memiliki kerugian absolut) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan menukarkannya dengan komoditi lainnya yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional (Salvatore, 1996). 33 Perdagangan internasional mendorong manusia untuk menghasilkan produk-produk terbaik dan sekaligus memungkinkan untuk mengkonsumsi lebih banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia. Selain itu, perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif (Mankiw, 2003). Soelistyo (1981) berpandangan bahwa perdagangan antar dua negara muncul karena semakin intensifnya spesialisasi dalam proses produksi kedua negara tersebut. Perdagangan internasional muncul karena adanya perbedaan harga komoditi diantara kedua Negara. Perbedaan harga tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan biaya produksi di kedua negara (Nopirin, 1997). Pada umumnya model perdagangan internasional didasarkan pada empat hubungan inti, sebagai berikut : 1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif. 2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan. 3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan permintaan relatif dunia. 4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (term of trade). Yaitu harga ekspor dari suatu negara dibagi dengan harga impornya, terhadap kesejahteraan suatu negara. Apabila harga di suatu negara lebih tinggi dibanding dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengimpor barang yang dibutuhkan. Sebaliknya, apabila harga di suatu negara lebih 34 rendah dibanding harga yang terjadi di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Secara grafis, keseimbangan parsial perdagangan internasional dapat disajikan pada Gambar 4. Negara A (Eksportir) Pasar Dunia Negara B (Importir) Sx Sx A” P3 Ekspor Ex P2 B* P1 A* A 0 Q1 Q3 P3 A’ S B’ D E’ Impor Dx Q2 Dx X 0 Qx X 0 Q1 Q3 Q2 X Gambar 4. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore (1996) Keterangan : P1A P2A P3B B’ Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 : Harga domestik sebelum perdagangan di negara eksportir : Harga domestik di negara pengekspor setelah perdagangan bebas : Harga domestik di negara importer sebelum perdagangan : Harga domestik di negara importer setelah perdagangan bebas : Menggambarkan keadaan pasar di Negara A : Menggambarkan perdagangan internasional : Menggambarkan keadaan pasar di Negara B Pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa proses terciptanya harga komoditi relatif8 keseimbangan dengan adanya perdagangan internasional berdasarkan analisis keseimbangan parsial. Kurva Dx dan Sx pada Negara A dan Negara B menggambarkan bahwa permintaan dan penawaran komoditi Jagung. Sumbu vertikal pada ketiga gambar tersebut menunjukkan harga relatif untuk komoditi jagung, sementara sumbu horizontal mengukur kuantitas komoditi jagung. 8 Harga relatif diartikan sebagai sejumlah komoditi yang harus dikorbankan untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi tersebut (Salvatore, 1997). 35 Mekanisme perdagangan internasional untuk komoditi jagung akan mencapai kondisi keseimbangan (equilibrium) pada tingkat harga relatif P2. Pada tingkat harga relatif P2, kuantitas ekspor komoditi jagung yang ditawarkan oleh Negara A bernilai sama dengan kuantitas impor komoditi jagung yang diminta oleh Negara B. Gambar 4 tersebut pada mulanya terjadi perbedaan harga jagung antara Negara A dan B, dimana masing-masing mempunyai keseimbangan A untuk Negara A dan A’ untuk Negara B. Pada titik keseimbangan tersebut Negara A memperdagangkan jagung dalam jumlah Q3 dengan harga P1 dan Negara B memperdagangkan jagung dalam jumlah Q3 dengan harga P3. Perbedaan ini akan mendorong terjadinya perdagangan antara Negara A dan B, yaitu dengan terciptanya permintaan impor dan penawaran ekspor di pasar dunia. Kurva 1 menggambarkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara A akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi jagung sebesar P1. Sedangkan Negara B akan berproduksi dan mengkonsumsi jagung di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Apabila Px/Py lebih besar dari P1, maka Negara A akan mengalami kelebihan penawaran (excess supply) sehingga kurva penawaran ekspor jagung akan mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada kurva 2. Kelebihan produksi jagung selanjutnya akan di ekspor ke Negara B. Di sisi lain, jika harga yang berlaku di Negara B lebih rendah dari P3, maka Negara B akan terinsentif untuk meningkatkan permintaan akan komoditi jagung. Kondisi kelebihan konsumsi atas produksi domestic (excess demand) ini akan mendorong Negara B 36 untuk mengimpor kekurangan kebutuhan jagung dengan cara mengimpor jagung dari Negara A. Apabila Px/Py lebih besar dari P2, maka kuantitas ekspor komoditi jagung akan melebihi kuantitas impornya sehingga lambat laun harga relatif komoditi jagung (Px/Py) akan melakukan adjustment untuk kembali ke P2. Sebaliknya, apabila harga Px/Py lebih kecil dari P2, maka akan terjadi kelebihan kuantitas impor komoditi jagung yang selanjutnya akan meningkatkan Px/Py agar bergerak mendeteksi atau sama dengan harga relatif keseimbangan (P2). Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan internasional memiliki peranan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Gambar 5 menunjukkan bahwa ekspor menghasilkan devisa dan selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektorsektor ekonomi dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, secara teoritis dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif antar pertumbuhan ekspor di satu pihak dan peningkatan cadangan devisa, pertumbuhan impor, pertumbuhan ouput di dalam negeri, peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di pihak lain. 37 Ekspor Impor + - + Cadangan devisa + Produksi/Output + Kesempatan kerja + Peningkatan pendapatan masyarakat + Pertumbuhan PDB Gambar 5. Peranan Perdagangan Internasional Terhadap Perekonomian Nasional Sumber : Tambunan, 2001 3.1.2. Teori Daya Saing Definisi daya saing yang dikemukakan oleh World Economic Forum dianggap sebagai kemampuan suatu negara untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi dan berkelanjutan9. Selain itu, Organisations for Co-operation and Development (OECD) memberikan penjelasan bahwa daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang memiliki skala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang10. Daya saing dapat diidentifikasikan dengan masalah produktivitas, yakni dengan melihat tingkat ouput yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktivitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (Porter, 1990). 9 www.weforum.org www.oecd.org 10 38 Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditi atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan suatu komoditi tersebut secara efisien dibanding negara lain. Daya saing atas suatu komoditi sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi. Atribut yang merupakan faktor-faktor keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (resources faktor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait, serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (Porter, 1990). Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut dapat menguntungkan. Efisien tidaknya produksi suatu komoditi yang bersifat tradable tergantung pada daya saingnya di pasar dunia. Artinya, apakah biaya produksi riil yang terdiri dari pemakaian sumber-sumber domestik cukup rendah sehingga harga jualnya dalam rupiah tidak melebihi tingkat harga batas yang relevan (Kuncoro, 2005). Asian Development Bank (1992) dalam Suciany (2007) menjelaskan bahwa perbedaan antara keunggulan komparatif dan kompetitif serta cara mengukurnya. Indikator keunggulan komparatif digunakan untuk mengetahui 39 apakah suatu negara memiliki keunggulan ekonomi untuk memperluas produksi dan perdagangan suatu komoditi. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan indikator untuk melihat apakah suatu negara akan berhasil dalam bersaing di pasar internasional atas suatu komoditi. 3.1.2.1.Keunggulan Komparatif Keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi satu unit dari beberapa komoditi dengan biaya yang relatif rendah dari biaya imbangan sosialnya dari alternatif lainnya. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri terhadap perdagangan dunia (Asian Development Bank, 1992 dalam Suciany 2007). Salvatore (1996) mennyatakan bahwa keunggulan komparatif masih dapat dilakukan sekalipun suatu negara mengalami kerugian memproduksi dua jenis komoditi jika dibandingkan dengan negara lain. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut yang besar. Dinamisnya keunggulan komparatif yang berarti suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain (Novianti, 2003). Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya antara lain ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi (Zulkarnaini, 2007). 40 Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali, karena itu konsep keunggulan komparatif tidak dapat dipakai untuk mengukur daya saing suatu kegiatan produksi pada kondisi perekonomian aktual. 3.1.2.2.Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur daya saing suatu aktivitas dan keuntungan privat berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku atau dengan kata lain melakukan analisa finansial terhadap aktivitas tersebut. Konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali yang sulit ditemukan dalam dunia nyata. Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter pada tahun 1980 yang bertolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antara negara dengan negara di dalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri di satu negara dengan negara lainnya, bahkan antara kelompok industri yang ada di dalam suatu negara. Oleh karena itu, keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu subsektor perekonomian tertentu di suatu negara, dengan meningkatkan produktivitas pernggunaan sumberdaya-sumberdaya yang ada (Warr, 1994 dalam Novianti, 1995). Suatu komoditi mungkin saja mempunyai keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut 41 sangat menguntungkan untuk diproduksi. Di samping itu, ada juga komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif, sehingga dapat diperkirakan ada distorsi pasar yang tidak menguntungkan produksi komoditi tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu sekiranya untuk melakukan deregulasi terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat produksi komoditi tersebut. 3.1.3. Teori Ekspor Suatu negara melakukan kegiatan ekspor karena mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditi tertentu, baik dalam hal kelimpahan sumberdaya maupun efisien dalam proses produksinya. Kegiatan ekspor mempunyai peranan penting dalam suatu negara, yakni peningkatan devisa yang berimplikasi terhadap peningkatan pembangunan dalam negeri dan sektor riil. Ekspor merupakan berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri sebagai akibat dari surplusnya penawaran domestik. Mankiw (2003) memberikan penjelasan terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan ekspor, yaitu sebagai berikut : • Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri. • Harga barang di dalam negeri dan di luar negeri. • Kurs yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing. • Pendapatan konsumen di dalam dan di luar negeri. • Biaya angkut barang antar negara. • Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional. 42 Ekspor suatu negara merupakan selisih antara jumlah komoditi yang tersedia untuk ditawarkan (produksi domestik) dengan permintaan konsumsi domestik dan persediaan pada akhir tahun lalu (awal tahun kini). Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut : QXt = QPt – QDt + St-1 Dimana : QXt = jumlah ekspor komoditi tahun ke-t QPt = jumlah produksi pada tahun ke-t QDt = jumlah konsumsi atau permintaan domestik tahun ke-t St-1 = persediaan tahun sebelumnya 3.1.4. Teori Revealed Comparative Advantage Alat untuk mengukur daya saing jagung Indonesia adalah dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode ini merupakan metode yang memungkinkan untuk digunakan dalam hal mengukur daya saing jagung Indonesia di pasar internasional. Hal ini dikarenakan metode ini cukup mudah digunakan, disamping itu juga dengan ketersediaan data yang dibutuhkan sangat memungkinkan untuk menggunakan metode ini. Revealed Comparative Advantage (RCA) pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada tahun 1965 yang mengasumsikan bahwa pola keunggulan komparatif suatu negara dapat diamati dari data perdagangan yang sudah ada. Dampak positif yang ditimbulkan dari perkembangan perdagangan yang mengarah pada liberalisasi secara tidak langsung dapat diukur dengan menggunakan metode RCA. 43 Penggunaan RCA dijadikan sebagai indikator keunggulan komparatif suatu produk dan sebagai acuan spesialisasi perdagangan internasional. Indeks RCA mengukur antara pangsa ekspor komoditi atau sekelompok komoditi di suatu negara terhadap pangsa ekspor secara keseluruhan di dunia perdagangan. Setiap metode mempunyai keunggulan dan kelemahan, demikian juga halnya dengan metode RCA. Keunggulan yang dimiliki oleh metode ini adalah sangat sederhana dan mudah digunakan serta mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah. Dengan demikian, keunggulan komparatif suatu negara akan terlihat jelas pada setiap periode waktunya. Sedangkan kelemahannya, yaitu sebagai berikut : 1. Suatu negara diasumsikan mengekspor semua komoditi. 2. Dalam indeks RCA tidak dijelaskan mengenai pola perdagangan yang sedang berlangsung, apakah sudah optimal atau belum. 3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di masa yang akan datang. 4. Hasil perhitungan keunggulan komparatif suatu negara dapat terjadi kemungkinan bukan keunggulan komparatif yang sebenarnya. Hal ini diakibatkan oleh adanya kebijakan pemerintah, seperti kebijakan nilai tukar, kebijakan ekspor dan sebagainya. 3.1.5. Analisis Regresi Berganda Regresi berganda adalah suatu konsep keberlanjutan dari regresi linear sederhana. Pada regresi linear sederhana hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat ditelaah. Hubungan kedua variabel sangat memungkinkan untuk memprediksi secara akurat variabel terikat berdasarkan pengetahuan variabel 44 bebas. Namun, situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah sebegitu sederhana, oleh karenanya diperlukan lebih dari satu variabel bebas lain yang disebut dengan model regresi berganda. Digunakannya model ini untuk memprediksi variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas. Model statistik regresi berganda, sebagai berikut : Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + …. + βn Xn + ε Dimana : 1. Untuk pengamatan ke-I, Y = Yi dan X1, X2, X3, …, Xn, ditetapkan pada himpunan nilai Xi1, Xi2, Xi3, Xin. 2. ε adalah komponen galat yang mewakili deviasi respon dari hubungan yang sebenarnya. Galat ini merupakan variabel acak yang tak teramati dihitung sebagai akibat dampak faktor-faktor lain dalam respon. Galat diasumsikan tidak terikat dan masing-masing bersdistribusi normal dengan mean 0 dan standar deviasi yang tak diketahui. 3. Koefisien regresi β0, β1, β2, β3, βn, yang bersama-sama menentukan fungsi regresi yang tidak diketahui. Berdasarkan hasil tinjauan studi terdahulu dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap ekspor jagung Indonesia meliputi harga jagung domestik, volume ekspor jagung, harga ekspor jagung, volume ekspor jagung periode sebelumnya, volume impor jagung, volume produksi jagung, laju inflasi, nilai tukar, dan dummy. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia sebagai negara agraris yang sangat potensial dalam perekonomian dunia untuk dikembangkan, terutama dalam menghadapi arus 45 globalisasi ekonomi. Perkembangan perdagangan jagung Indonesia mengalami fluktuatif. Hal ini dapat terlihat dari jumlah jagung yang diekspor oleh Indonesia pada periode 1996-2007. Peningkatan jumlah produksi jagung yang harus diiringi dengan peningkatan kualitas jagung yang dihasilkan agar memiliki daya saing dengan jagung dari kompetitor yang telah memiliki kualitas yang baik, sehingga jagung Indonesia dapat menembus pasar serta memperluas pangsa pasar ekspor. Daya saing komoditi jagung Indonesia dapat dikatakan kuat jika nilai RCA yang diperoleh lebih dari satu, artinya Indonesia mempunyai keunggulan komparatif untuk komoditi jagung. Selanjutnya, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia dengan menggunakan model analisis regresi berganda. Variabel yang mempengaruhi ekspor jagung merupakan variabel yang dapat menghambat dan meningkatkan ekspor jagung Indonesia yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya atau menambah pendapatan devisa bagi negara. Melihat kondisi liberalisasi perdagangan tersebut, permintaan jagung di negara-negara ASEAN mencerminkan prospek yang sangat cerah. Malaysia sebagai salah satu negara tujuan utama ekspor jagung Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial untuk dipertahankan dan dikembangkan, karena kondisi permintaan jagung di Malaysia sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah impor jagung Malaysia cenderung meningkat semenjak diberlakukannya liberalisasi perdagangan AFTA. Berdasarkan uraian di atas, variabel-variabel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah nilai ekspor jagung di Malaysia, total ekspor Indonesia di 46 Malaysia, nilai impor jagung Malaysia, total impor di Malaysia, volume produksi, harga domestik, volume ekspor jagung, harga ekspor, volume ekspor jagung periode sebelumnya, laju inflasi, dan nilai tukar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai daya saing jagung Indonesia secara komparatif selama 11 (sebelas) tahun. Selain itu juga dapat diperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap ekspor jagung Indonesia, sehingga dari hasil perhitungannya dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jagung Indonesia ke Malaysia. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk meningkatkan volume ekspor dan perluasan pangsa pasar komoditi jagung Indonesia. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6. 47 Fluktuatif Ekspor Jagung Indonesia di pasar Malaysia Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung: 1. Volume Produksi 2. Harga Jagung Domestik 3. Harga Ekspor Jagung 4. Volume Impor Jagung Indonesia 5. Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ 6. Tingkat Inflasi 7. Dummy Daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia Perkembangan kondisi daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia Analisis daya saing secara komparatif (RCA) Regresi Komponen Utama Sintesis Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional 48 3.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian dan studi penelitian terdahulu yang telah dilakukan, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa variabel, yaitu : 1. Harga jagung domestik diduga berhubungan negatif, artinya jika terjadi kenaikan harga jagung domestik maka menurunkan volume ekspor jagung. 2. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap USD berhubungan positif terhadap volume ekspor jagung. Jika terjadi peningkatan (melemahnya) nilai tukar mata uang rupiah terhadap Dollar, maka eksportir akan menaikkan volume ekspor jagung. 3. Harga ekspor jagung diduga berhubungan positif, artinya jika terjadi peningkatan harga ekspor jagung, maka akan menyebabkan naiknya volume ekspor jagung Indonesia. 4. Volume ekspor periode sebelumnya diduga berhubungan positif, artinya jika terjadi peningkatan volume ekspor jagung periode sebelumnya maka akan menyebabkan naiknya volume ekspor jagung Indonesia. 5. Volume produksi diduga berhubungan positif, artinya jika terjadi peningkatan volume produksi maka akan menyebabkan naiknya volume ekspor pada tahun berikutnya. 6. Volume impor diduga berhubungan negatif, artinya jika terjadi peningkatan volume impor jagung maka akan menyebabkan turunnya volume ekspor pada tahun berikutnya. 7. Laju inflasi diduga berhubungan negatif, artinya jika terjadi peningkatan laju nilai inflasi maka akan terjadi penurunan volume ekspor jagung Indonesia. IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Cakupan lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Indonesia dan waktu yang diperlukan dalam pengambilan dan pengolahan data, yaitu dari bulan February sampai bulan Maret 2009. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) dengan periode waktu 19 tahun, yaitu tahun 1990–2008. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintah atau lembaga-lembaga terkait, diantaranya Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Studi Ekonomi, perpustakaan Institut Pertanian Bogor, studi literature, dan internet. Sedangkan data jagung dunia yang digunakan diperoleh dari hasil browsing di beberapa situs internet, seperti World Bank, WTO, FAO, AFTA, IMF, UN Comtrade maupun jurnal dan informasi lainnya. 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan datadata yang terkumpul dan digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk mengukur daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia. 50 Adapun metode yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode RCA dipilih untuk mengukur daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia. Hal ini karena metode RCA relatif lebih mudah digunakan dan minimal dapat dipakai untuk dapat mengetahui daya saing komoditi jagung. Selain itu, periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu panjang (11 tahun) dan ketersediaan data yang ada memungkinkan untuk menggunakan metode ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Square). Dalam penelitian ini, variabel bebas (dependent) adalah jumlah ekspor dan variabel bebas (independent) adalah faktor-faktor yang mempengaruhinya. Regresi linier berganda digunakan karena metode tersebut memiliki keunggulan yaitu sederhana dan mampu menunjukkan berapa persen peubah tak bebas (dependent) dapat dijelaskan oleh peubah bebas (independent) dengan nilai R2 adjusted, yaitu nilai koefisien determinasi yang sudah memperhitungkan trade off antara penambahan peubah bebas dan penurunan derajat bebas dalam model. Selain itu, output model tersebut juga cukup lengkap untuk memenuhi asumsi dalam pendugaan model dengan OLS. Sedangkan kekurangan dari metode tersebut adalah pendugaan modelnya, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi. 4.4. Revealed Comparative Advantage (RCA) Keberadaan daya saing komoditi jagung Indonesia di pasar Internasional dapat diketahui dengan menggunakan metode RCA. Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan 51 keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Penelitian ini mengukur daya saing ekspor komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia. Variabel yang diukur dalam metode ini adalah membandingkan nilai ekspor jagung Indonesia terhadap nilai total ekspor Indonesia di pasar Malaysia dengan nilai impor jagung Malaysia terhadap total impor Malaysia. Rumusnya adalah, sebagai berikut: Dimana : Xij = nilai ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia Xit = nilai total ekspor Indonesia ke pasar Malaysia Xwj = nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia Xwt = nilai total ekspor dunia ke pasar Malaysia Apabila nilai RCA untuk jagung bernilai lebih dari satu, maka negara i mempunyai keunggulan komparatif dalam perdagangan di dunia. Sebaliknya, jika nilai RCA kurang dari satu, maka negara i tidak mempunyai keunggulan komparatif. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA saat ini dengan nilai RCA sebelumnya. Rumus indeks RCA, sebagai berikut : RCAt = Nilai RCA tahun ke –t RCAt-1 = Nilai RCA tahun sebelumnya Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai Indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor jagung Indonesia di negara i tahun sekarang sama dengan tahun lalu. 52 4.5. Analisis Regresi Berganda Berdasarkan kerangka teori dan studi terdahulu, maka model dugaan ekspor jagung Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah, sebagai berikut : = b0+b1 X1t+b2X2t+b3X3t+b4X4t-1+b5X5t+b6X6t+b7X7t+εt Yt Di mana : Yt = volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia (ton) X1 = volume produksi jagung Indonesia (ton) X2 = harga domestik jagung (Rp/ton) X3 = harga ekspor jagung Indonesia (US $/ton) X4 = volume ekspor jagung periode sebelumnya (ton) X5 = volume impor jagung Indonesia (ton) X6 = nilai tukar rupiah (Rp/US $) X7 = laju perkembangan inflasi di Indonesia (persentase) b0 = intercept bi, b2, ... , b6 εt = koefisien regresi (1, 2, 3, ...) = error Setelah terjadinya krisis ekonomi, maka model yang digunakan adalah sebagai berikut: = b0+b1X1t+b2X2t+b3X3t+b4X4t-1+b5X5t+b6X6t+b7X7t+B8X8t+εt Yt Dimana : Yt = volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia (ton) X1 = volume produksi jagung Indonesia (ton) X2 = harga domestik jagung (Rp/ton) 53 X3 = harga ekspor jagung Indonesia (US $/ton) X4 = volume ekspor jagung periode sebelumnya (ton) X5 = volume impor jagung Indonesia (ton) X6 = nilai tukar rupiah (Rp/US $) X7 = laju perkembangan inflasi di Indonesia (persentase) b0 = intercept bi, b2, ... , b6 = koefisien regresi (1, 2, 3, ...) DMt = Dummy (0 dalam kondisi sebelum diterapkannya liberalisasi perdagangan AFTA dan 1 sesudah diterapkannya liberalisasi perdagangan AFTA) εt = error Model yang digunakan dalam analisis data adalah model regresi linier berganda. Validasi model dilakukan melalui uji-t, uji-F, uji autokorelasi, heteroscedasticity, dan multikolinearitas. Model kuantitatif dengan persamaan regresi linier berganda yang diolah dengan program Minitab 15, digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor jagung Indonesia ke Malaysia. Pendugaan model tersebut dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan asumsi-asumsi, sebagai berikut (Gujarati, 1997) : 1. Nilai rata-rata kesalahan penganggu sama dengan nol, yaitu E (εi) = 0, untuk I = 1,2,3,…, n. 2. Varian εi = E (εj) = δ2, sama halnya untuk semua kesalahan penggangu (asumsi homoskedastis). 3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (εi≠εj) = 0, i tidak sama dengan j. 54 4. Variabel bebas X1, X2, X3, …, Xn, konstan dalam sampling yang terulang (repeated sampling) dan bebas terhadap kesalahan pengganggu εi. 5. Tidak ada koleniaritas ganda (multikolonearitas) diantara variabel bebas X. Dengan beberapa asumsi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa dugaan koefisien regresi yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa merupakan pemerkira linear terbaik tak bias (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Cara mendeteksi adanya pelanggaran asumsiasumsi ini adalah sebagai berikut : a) Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi linier antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan waktu dan ruang. Cara yang paling umum mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW) dari hasil regresi, yang akan menghasilkan nilai statisktik d. Adapun kriteria ujinya, adalah sebagai berikut : d < d L ; d > dU : autokorelasi d L ≤ d ≤ dU : tidak diketahui dU ≤ d ≤ (4- dU) : tidak ada autokorelasi b) Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dimana nilai ragam error term pada variabel bebas tidak memiliki nilai yang sama untuk setiap observasi (Nachrowi dan Usman, 2002). Jika faktor pengganggu pada model tidak memiliki varian yang konstan, maka diduga model mengalami masalah heteroskedastisitas. Selain itu, dapat pula dideteksi dengan membandingkan sum square residual pada weighted statistic dengan sum square residual unweighted statistic. Jika sum 55 square residual pada weighted statistic lebih kecil dibandingkan dengan sum square residual unweighted statistic, maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas. Bila pada suatu persamaan terjadi heteroskedastisitas, maka hal tersebut akan berakibat: 1. Hasil estimasi tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien. 2. Estimasi dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien. 3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan rumus yang berkaitan dengan nilai variansnya. Pengujian untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity. Kriteria uji yang digunakan, adalah: 1. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared > nilai critical value (α) yang digunakan, maka terima H0 yang berarti pada persamaan tidak terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared < nilai critical value (α) yang digunakan, maka tolak H0 yang berarti pada persamaan terjadi heteroskedastisitas. c) Multikolinearitas Merupakan sebuah kejadian dimana terdapat korelasi linier majemuk yang tinggi antar variabel-variabel bebas. Kejadian ini dapat dideteksi dengan melihat : 1. Jika R2 besar tetapi tidak ada satupun penduga koefisien variabel bebas yang nyata berbeda dari nol, maka terdapat multikolinearitas. 56 2. Dengan melihat nilai output dari Variance Inflation Faktor (VIF) yang dihasilkan dari hasil pengolahan data, dimana apabila nilai VIF-nya dibawah 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas. Dimana : R2xj = koefisien determinasi dari persamaan prediktor ke-j, merupakan fungsi dari prediktor lainnya. Ada banyak cara dan pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas, seperti (i) membuang peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi terhadap peubah bebas lainnya, (ii) menambah data pengamatan, dan (iii) melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai koliearitas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti. Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan regresi gulud (Ridge Regression), regresi kuadrat terkecil parsial (Partial Least Square), dan analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini untuk mengatasi masalah multikolinearitas dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik analisis multivariabel (menggunakan banyak variabel) yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang mentransformasikan secara linier satu set variabel ke dalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil, namun representatif dan tidak saling berkorelasi (ortogonal). 57 PCA sering digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. Sebagai analisis antara, PCA bermanfaat mereduksi variabel yang berukuran besar ke dalam variabel baru yang berukuran sederhana. Sedangkan untuk analisisi akhir, PCA umumnya digunakan untuk mengelompokkan variabel-variabel penting dari suatu bundel variabel bebas untuk menduga suatu fenomena memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel. Pada dasarnya PCA adalah analisis yang mentransformasikan data sejumlah p ke dalam struktur data baru sejumlah k dengan jumlah k < p. Perhitungan dengan PCA memerlukan beberapa pertimbangan yang sekaligus menggambarkan adanya kendala dan tujuan yang ingin dicapai dari hasil analisis PCA. Di dalam PCA akan dihitung vektor pembobot yang secara matematis ditunjukkan untuk memaksimumkan keragaman dari kelompok variabel baru, yang sebenarnya merupakan fungsi linear, peubah asal, atau memaksimumkan jumlah kuadrat korelasi antar PCA dengan variabel asal (Juliani dalam Rosita, 2008). Persamaan umum dari PCA adalah sebagai berikut (Jollife dalam Rosita, 2008): α’kχ = α1k χk +…+ α1(k-1) χ(k-1) = x adalah variabel asal, α adalah vector pembobot dan α’kχ adalah komponen utama. Hasil analisis komponen utama antara lain nilai akar (eigen value), proporsi dan kumulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) atau sering disebut sebagai PC loading, loading serta component scores. Vektor pembobot merupakan parameter yang menggambarkan peran (hubungan) setiap variabel dengan komponen utama 58 ke-i. Untuk loading menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan komponen utama ke-i. Nilai loading diperoleh dengan persamaan: ri = ai √ λ1 ……………………………… dimana ri menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan komponen utama k-i, a merupakan nilai pembobot utama k-i, dan λ1 adalah menentukan banyaknya komponen yang diinterpretasikan. Kriteria tersebut adalah nilai akar ciri lebih besar sama dengan satu, karena akan memberikan informasi dengan baik mengenai variabel asal. Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa salah satu kelemahan fungsi produksi Cobb Douglas saat diduga dengan OLS adalah adanya masalah multikolinearitas. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan metode komponen utama, sehingga masalah multikolineaaritas tidak akan mempengaruhi model regresi ini. Misalkan matrik variabel asal dilambangkan X (nxp) jika satuan variabel asal tidak sama, maka variabel asal perlu ditransformasikan menjadi vector baku Z (nxp), yang dirumuskan sebagai berikut: Zij = Dimana: Zij = unsur matrik Z baris ke-i dan kolom ke-j Xij = unsur matrik X baris ke-i dan kolom ke-j Xj = rataan variabel ke-j Sj = simpangan baku variabel ke-j Sehingga persamaan regresi liniernya dirumuskan, sebagai berikut: 59 Y = Zα + e Dimana: Y = vektor baris variabel tak bebas yang berukuran nx1 Z = matrik variabel bebas yang berukuran nxp α = vektor baris yang merupakan koefisien regresi, yaitu α1, α2,….., αp e = vektor galat yang berukuran nx1 Selanjutnya matrik baku Z ini ditransformasikan menjadi matrik skor komponen utama K dengan persamaan K=ZA, dimana matrik A adalah matrik yang kolom-kolomnya merupakan vektor ciri dari matrik Z’Z. Skor komponen ini selanjutnya diregresikan dengan variabel tak bebas dengan menggunakan analisis regresi linier. Model regresi komponen utama dapat dirumuskan, sebagai berikut: Y = Kγ + e atau Y = ZAγ + e γ merupakan vektor koefisien komponen utama yang terdiri dari γ0, γ1, γ2,…., γm dan m≤p, sehingga diperoleh hubungan α = AY dan var (α) = A var (γ) A’. Sedangkan untuk menduga koefisien regresi asal βj, maka dilakukan transformasi dengan persamaan βj = αj/Sj dengan var (βj) = var (αj)/Sj2, j = 1, 2, …, p. 4.6. Uji Hipotesis dan Perumusan Model Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh peubah yang dipilih terhadap peubah-peubah yang diteliti. Berikut serangkaian prosedur pengujian yang akan dilakukan: a. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) adalah suatu angka yang menerangkan variasi variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai R2 berkisar 0 < R2 ≤ 1, dengan kriteria pengujiannya adalah jika nilai R2 yang 60 semakin tinggi (mendekati 1) menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel dependen, dan demikian juga sebaliknya. R2 dihitung oleh rumus : b. Uji-t Uji-t dilakukan secara parsial untuk mengetahui apakah faktor-faktor ekspor (Xi) berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y). prosedur pengujian terhadap model, adalah : Hipotesis : H0:bi = 0, menyatakan koefisien regresi populasi (parameter) tidak berbeda nyata dengan nol. H1:bi ≠ 0, menyatakan koefisien regresi populasi (parameter) berbeda nyata dari nol. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel dengan derajat bebas n-k, pada taraf nyata signifikansi (α). Nilai thitung diperoleh dengan rumus : Dimana : bi = koefisien regresi sbi = standar deviasi dari (bi) Jika thitung ≤ ttabel (α/2; n-k), maka terima H0, artinya faktor ekspor (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y) pada taraf kepercayaan (1α). Jika thitung > ttabel (α/2; n-1), maka tolak Ho, artinya faktor ekspor (Xi) berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y) pada taraf nyata (α). 61 c. Uji-F Uji-F dilakukan terhadap koefisien regresi secara keseluruhan untuk mengetahui apakah faktor-faktor ekspor secara serempak berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap keragaan ekspor (Y). Prosedur pengujian terhadap model adalah : Hipotesis : H0 : b1 = b2 = ….. = b4 = 0 (tidak ada pengaruh nyata) H1 : b1 ≠ b2 ≠ = ….. ≠ b4 ≠ 0 (ada pengaruh nyata) Rumus perhitungan statistik F adalah, sebagai berikut : Dimana : JKR = jumlah kuadrat regresi JKS = jumlah kuadrat sisa k = jumlah koefisien regresi n = jumlah sampel Jika Fhitung ≤ Ftabel (k-1; n-k), maka H0 diterima, artinya seluruh faktor ekspor (Xi) secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap keragaan ekspor (Y) pada taraf kepercayaan (1-α). Jika Fhitung > Ftabel (k-1; n-k), maka H0 ditolak, artinya seluruh faktor ekspor (Xi) secara serempak berpengaruh nyata terhadap ekspor (Y) pada taraf kepercayaan (1-α). 4.7. Batasan Operasional Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : a. Jagung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jagung yang dijual dalam keadaan segar (belum dan atau tanpa diolah terlebih dahulu) dengan 62 serial 1005 tidak dipisahkan menurut jenisnya menjadi jagung gigi kuda (Zea mays indentata), jagung mutiara (Zea mays indurata), jagung manis (Zea mays saccharata), jagung berondong (Zea mays everta), jagung tepung (Zea mays amylaceae), jagung polong (Zea mays tunicate), ataupun jagung ketan (Zea mays ceratima) karena jagung yang dikonsumsi sebagai bahan pokok dan sebagai bahan baku industri tidak dispesifikasikan secara khusus, baik dalam hal produksi, konsumsi, ekspor, maupun impor. b. Volume ekpor jagung Indonesia didefinisikan sebagai total volume ekspor jagung setiap tahun dan dinyatakan dalam satuan ton. c. Volume ekspor jagung Indonesia adalah total volume jagung Indonesia yang di ekspor tiap tahunnya yang dinyatakan dalam satuan ton. d. Harga domestik adalah harga jagung yang yang terjadi di pasar dalam negeri, dinyatakan dalam satuan rupiah per ton. e. Harga jagung ekspor merupakan harga jagung Indonesia yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor dengan volume ekspor dan dinyatakan dengan satuan US$ per ton. f. Ukuran nilai tukar rupiah yaitu nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dinyatakan dalam satuan Rp/US$. g. Laju inflasi disini menggambarkan kenaikan harga-harga yang terjadi di Indonesia dalam satuan persen pada periode waktu yang digunakan tahun 1990-2008. h. Volume ekspor jagung sebelumnya dimaksudkan adalah volume ekspor tahun sebelumnya pada periode waktu yang digunakan tahun 1990-2008. 63 i. Dummy merupakan variabel pembeda antara periode sebelum diberlakukannya AFTA, yaitu tahun 1999 hingga 2002 dan pada periode setelah diberlakukannya AFTA, yaitu tahun 2003 hingga 2008. 64 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Daya Saing Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Analisis daya ssaing jagung Indonesia di pasar Malaysia dilakukan dengan menggunakan pendekatan Revealed Comparatived Advantange (RCA). Metode ini digunakan atas dasar suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor jagung terhadap total ekspor Indonesia di Malaysia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa pasar produk dalam perdagangan dunia. Nilai RCA yang diperoleh dapat menggambarkan kinerja ekspor jagung Indonesia yang berkisar antara nol sampai tak hingga. Jika nilai RCA lebih dari satu maka dianggap memiliki kinerja ekspor yang baik dan sebaliknya. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu dapat dikatakan memiliki daya saing atau memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan pangsa ekspor relatif komoditi jagung Indonesia dapat dilihat dengan perhitungan indeks RCA jagung antara periode saat ini dengan periode sebelumnya. Nilai indeks RCA yang lebih dari satu menunjukkan bahwa ekspor jagung Indonesia mengalami peningkatan relatif. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pangsa pasar jagung Indonesia di negara tujuan meningkat. RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor jagung di dalam total ekspor komoditi suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor jagung di dalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor jagung. 65 5.1.1 Analisis Daya Saing Jagung Indonesia Sebelum Krisis Ekonomi Kondisi daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia selama kurun waktu sebelum terjadinya krisis ekonomi (1990 hingga 1998) memiliki nilai RCA yang berkisar antara 0.078 hingga 7.934 dan nilai indeks RCA antara 0.133 hingga 101.717. Hasil perhitungan RCA setelah krisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 RCA 6.427 1.05 5.314 1.697 0.83 1.803 0.239 0.078 7.934 Indeks 0.163 5.059 0.319 0.489 2.172 0.133 0.326 101.717 Pada tahun 1990, daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia memiliki nilai RCA sebesar 6.427 yang berarti bahwa komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia memiliki keunggulan komparatif. Nilai ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia sebesar US$ 9 956 095 yang menunjukkan bahwa sebesar 3.93 persen dari total impor Malaysia dari Indonesia. Disamping itu juga, nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia sebesar US$ 178 927 684 yang menunjukkan bahwa sebesar 5.59 persen merupakan pangsa pasar jagung Indonesia, sisanya sebesar 99.44 persen pangsa pasar jagung di Malaysia terserap oleh pesaing. 66 Pada tahun 1991, nilai RCA komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia mengalami penurunan menjadi 1.050. Di mana jagung Indonesia tetap memiliki keunggulan komparatif, walaupun telah terjadinya penurunan nilai keunggulan komparatif. Penurunan ini disebabkan oleh impor jagung Malaysia dari Indonesia dari tahun sebelumnya sebesar 88.77 persen atau sebesar US$ 8 241 076. Disamping itu juga, total ekspor jagung dunia di pasar Malaysia mengalami penurunan sebesar 2.32 persen. Keunggulan komparatif jagung Indonesia di pasar Malaysia dapat dirasakan juga pada tahun 1992 dengan nilai RCA sebesar 5.314 dan indeks RCA dimiliki Indonesia di pasar Malaysia, yakni sebesar 5.059. Nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia mengalami peningkatan sebesar US$ 13 340 643 dibanding pada tahun sebelumnya. Pada periode ini juga, nilai total ekspor Indonesia di pasar Malaysia mengalami kenaikan sebesar 487 518 176. Disamping itu, impor jagung Malaysia mengalami kenaikan sebesar US$ 204 907 675 dan nilai total impor Malaysia menjadi sebesar US$ 39 788 383 435 dibanding pada tahun sebelumnya sebesar US$ 36 581 322 168. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pangsa nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia US$ 11 625 624 dibanding pada tahun sebelumnya. Kondisi jagung Indonesia di pasar Malaysia pada tahun 1993 mengalami penurunan menjadi 1.697 dan nilai indeks RCA sebesar 0.319 dan tetap memiliki keunggulan komparatif. Penurunan ini terjadi disebabkan oleh penurunan impor jagung Malaysia dari Indonesia sebesar US$ 4 882 171 dibanding tahun sebelumnya atau sebesar 36.60 persen. Agar jagung Indonesia tetap mempertahankan pangsa nilai ekspornya adalah sebesar (100%-8.04%) x US$ 13 67 340 643 = US$ 1 226 868 454, namun realisasinya ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia hanya sebesar US$ 4 882 171. Hal ini mencerminkan bahwa nilai impor jagung di Malaysia sebesar US$ 1 221 986 283 terserap oleh pesaing. Pada tahun 1994, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia yang ditunjukkan dengan nilai RCA sebesar 0.830 dan nilai indeks RCA sebesar 0.489. Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terjadinya penurunan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar US$ 2 355 023 dibanding pada tahun sebelumnya. Penurunan sebesar US$ 2 527 148 bahwa telah terjadi peralihan pangsa pasar jagung Indonesia di Malaysia. Peralihan tersebut dapat disebabkan oleh (i) ekspor jagung yang dilakukan oleh Indonesia tidak hanya di pasar Malaysia, dan (2) peralihan pangsa pasar oleh pesaing Indonesia di pasar Malaysia. Agar jagung Indonesia dapat terus memiliki keunggulan komparatif di pasar Malaysia, maka seharusnya Indonesia mampu melakukan peningkatan jumlah nilai ekspor jagung ke Malaysia adalah sebesar (100%1.82%) x US$ 4 882 171 = US$ 479 331 549, namun realisasinya Indonesia hanya mampu menghasilkan nilai ekspor jagung sebesar US$ 2 355 023. Artinya bahwa sebanyak US$ 224 576 520 telah dihasilkan oleh para pesaing. Tahun 1995 Indonesia kembali memiliki keunggulan komparatif dengan nilai RCA sebesar 1.803 dan nilai indeks RCA sebesar 2.172. Nilai ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia mengalami peningkatan sebesar US$ 7 663 104 dibanding pada tahun sebelumnya. Pada periode ini juga, nilai impor jagung Malaysia mengalami kenaikan menjadi US$ 331 905 650. Untuk dapat mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung, Indonesia harus mampu mengekspor jagung ke Malaysia sebesar (100%-31.63%) x US$ 2 355 023 = US$ 161 018 351, 68 namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor kurang dari nilai tersebut, yakni US$ 7 663 104. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar US$ 153 355 247 pangsa nilai ekspor jagung Indonesia telah terserap oleh pesaing. Pada tahun 1996, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RCA yang kurang dari satu, yakni 0.239 dan nilai indeks RCA yang mengalami penurunan sebesar 0.133 dibanding pada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan meningkatnya total nilai ekspor Indonesia di pasar Malaysia sebesar US$ 1 109 703 040. Disamping itu juga, nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$ 372 609 675 dan nilai total impor Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$ 77 904 686 076. Pada tahun 1997, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perolehan nilai RCA yang kurang dari satu, yakni sebesar 0.078 dan nilai indeks RCA sebesar 0.326. Penurunan perolehan nilai RCA ini disebabkan oleh menurunnya nilai impor jagung Malaysia dari Indonesia dibanding pada tahun sebelumnya, yakni sebesar US$ 492 546 dan meningkatnya total nilai impor Malaysia dari Indonesia sebesar US$ 1 357 208 576. Disamping itu juga, nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia mengalami penurunan menjadi US$ 364 908 101 dan nilai total ekspor dunia ke Malaysia yang mengalami peningkatan menjadi US$ 78 433 583 104. Agar Indonesia mampu mempertahankan pangsa nilai ekspor di pasar Malaysia, maka Indonesia seharusnya mampu mengekspor dengan perolehan nilai ekspor sebesar (100%-2%) x US$ 1 109 703 040 = US$ 108 750 897 920, namun 69 realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor dengan perolehan nilai sebesar US$ 492 546. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak US$ 108 750 405 374 telah terserap oleh pesaing. Pada tahun 1998 dimana sedang terjadinya krisis moneter, daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia mencapai tingkat tertinggi dengan perolehan nilai RCA sebesar 7.934. Nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia mengalami peningkatan sebesar US$ 42 265 616 dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada periode ini juga, nilai impor jagung Malaysia US$ 226 491 812 atau turun sebesar 61.11 persen. Disamping itu, nilai indeks RCA pada tahun 1998 sebesar 101.717 merupakan nilai satuan indeks RCA terbesar sepanjang periode yang dilakukan dalam penelitian. Untuk dapat mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung, Indonesia harus mampu mengekspor jagung ke Malaysia sebesar (100%-61.11%) x US$ 492 546 = US$ 19 155 114, namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor melebihi nilai tersebut, yakni sebesar US$ 42 265 616. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar US$ 23 150 502 atau sebesar 54.77 persen pangsa nilai ekspor jagung Indonesia mampu terserap di pasar Malaysia. 5.1.2 Analisis Daya Saing Jagung Indonesia Setelah Krisis Ekonomi Kondisi daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia selama kurun waktu setelah terjadinya krisis ekonomi (1999 hingga 2008) memiliki nilai RCA yang berkisar antara 0.037 hingga 1.065 dan nilai indeks RCA antara 0.134 hingga 13.532. Hasil perhitungan RCA setelah krisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel 5. 70 Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai dan Indeks RCA Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 RCA Indeks 1.065 0.134 0.167 0.157 0.17 1.014 0.105 0.617 0.259 2.476 0.078 0.300 0.451 5.791 0.037 0.081 0.494 13.532 0.341 0.690 Pada tahun 1999 merupakan kondisi perekonomian yang mengalami masa recovery (pemulihan), ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Akan tetapi, ekspor jagung Indonesia tetap memiliki keunggulan komparatif dengan nilai RCA sebesar 1.065 dan nilai indeks RCA 0.134. Pada kondisi pemulihan ini memberikan dampak terhadap penurunan nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia sebesar US$ 36 573 119 atau sebesar 86.53 persen. Disamping itu, nilai impor jagung Malaysia mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya sebesar US$ 7 179 798 690 atau sebesar 12.43 persen. Hal yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk mempertahankan pangsa nilai ekspor ke Malaysia adalah sebesar (100%-12.43%) x US$ 42 265 616 = US$ 3 701 199 993. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar US$ 3 695 507 496 pangsa nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia yang beralih ke negara pesaing. Pada tahun 2000 dan 2001 indeks RCA melemah dengan nilai masingmasing sebesar 0.167 dan 0.170. Selain itu, nilai indeks RCA pada tahun 2000 71 melemah sebesar 0.157 dan nilai indeks RCA pada tahun 2001 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 1.014. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia. Pada tahun 2000 nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia sebesar US$ 1 003 389 atau turun sebesar 81.81 persen dibandingkan nilai ekspor jagung pada tahun sebelumnya. Disamping itu, nilai impor jagung Malaysia mengalami kenaikan sebesar US$ 16 350 326 100 atau sebesar 62.91 persen. Pada tahun 2001 nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia mengalami penuurunan menjadi US$ 902 413 atau turun sebesar 12.84 persen. Hal ini juga terjadi pada total ekspor Indonesia ke Malaysia yang turun menjadi US$ 193 218 597. Disamping itu juga, nilai impor jagung di Malaysia mengalami penurunan menjadi US$ 218 430 212 atau 14.36 persen dan total impor Malaysia menjadi US$ 73 078 955 792 dibandingkan nilai impor pada tahun sebelumnya sebesar US$ 81 289 545 463. Agar jagung Indonesia di pasar Malaysia pada periode 2000 dan 2001 haruslah dilakukan perhitungan agar dapat mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung. Pada tahun 2000 untuk mempertahankan pangsa nilai ekspor jagung ke Malaysia adalah sebesar (100%-62.91%) x US$ 5 692 497 = US$ 358 113 407, namun realisasinya ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia hanya sebesar US$ 1 035 389. Demikian juga pada periode 2001 adalah sebesar (100%-14.36%) x US$ 1 035 389 = US$ 88 670 714, namun realisasinya nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia hanya 902 413. Hal ini mencerminkan bahwa nilai impor jagung di Malaysia sebesar US$ 87 768 301 terserap oleh pesaing. 72 Pada tahun 2002 nilai RCA jagung Indonesia sebesar 0.105 dan nilai indeks RCA sebesar 0.617. Nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia mengalami penurunan menjadi US$ 710 352 atau 21.28 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 902 413, sedangkan impor jagung Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$ 262 824 593. Penurunan tersebut mencerminkan bahwa komoditi jagung Indonesia di pasar Malaysia tidak memiliki keunggulan komparatif. Agar jagung Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan dapat mempertahankan pangsa nilai ekspornya, maka seharusnya Indonesia melakukan ekspor jagung sebesar (100%-16.89%) x US$ 902 413 = US$ 74 999 544, namun realisasinya Indonesia hanya mampu menghasilkan ekspor jagung sebesar US$ 710 352. Hal ini mencerminkan bahwa sebesar US$ 74 289 192 dihasilkan oleh negara pesaing. Di tahun 2003, jagung Indonesia menguat dengan nilai indeks RCA yang diperoleh sebesar 2.476, akan tetapi tidak memiliki keunggulan komparatif dikarenakan nilai RCA diperoleh sebesar 0.259. Penguatan jagung Indonesia disebabkan oleh adanya peningkatan pangsa pasar ekspor sebesar 65.47 persen. Disamping itu juga, nilai ekspor Indonesia ke Malaysia naik menjadi US$ 2 363 850 125 seiring dengan peningkatan nilai impor jagung Malaysia sebesar US$ 176 586 060 dan total impor Malaysia sebesar US$ 82 443 541 384. Agar Indonesia memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia, seharusnya Indonesia melakukan ekspor sebesar (100%-4.96%) x US$ 710 352 = US$ 67 511 854, sehingga sebesar US$ 65 454 704 tidak beralih ke negara pesaing. Tahun 2004 nilai indeks RCA kembali mengalami pelemahan menjadi 0.300 yang memperlihatkan bahwa daya saing jagung Indonesia ke Malaysia juga 73 menurun dengan perolehan nilai RCA sebesar 0.078. Penurunan nilai RCA jagung Indonesia disebabkan oleh meningkatnya nilai impor jagung Malaysia peningkatan sebesar 22.90 persen atau sebesar US$ 63 336 116. Nilai ekspor jagung Indonesia mengalami penurunan sebesar 63.09 persen atau sebesar US$ 1 297 997 dibanding tahun sebelumnya. Agar Indonesia dapat memiliki keunggulan komparatif, maka seharusnya perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar (100%-22.90%) x US$ 2 057 150 = 158 606 265, namun realisasinya Indonesia hanya memperoleh nilai ekspor jagung ke pasar Malaysia sebesar US$ 759 153 dan sebesar US$ 157 847 112 tidak beralih ke pesaing. Tahun 2005 daya saing jagung Indonesia masih melemah dengan perolehan nilai RCA sebesar 0.451 yang menandakan bahwa Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif jagung di pasar Malaysia. Akan tetapi, perolehan nilai indeks RCA sebesar 5.791 dapat mencerminkan bahwa telah terjadinya peningkatan pangsa pasar ekspor jagung Indonesia di Malaysia. ketidak-unggulan jagung Indonesia di Malaysia disebabkan dengan perolehan nilai ekspor jagung yang mengalami peningkatan menjadi US$ 3 594 242 atau 78.87 persen, namun tidak diiringi dengan perolehan total impor Malaysia yang cenderung mengalami kenaikan menjadi US$ 115 280 569 211 dibandingkan pada tahun sebelumnya. Agar Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing, maka seharusnya Indonesia memperoleh nilai ekspor jagung di Malaysia sebesar (100%-21.22%) x US$ 759 153 = US$ 16 109 227, sehinnga sebesar US$ 15 350 074 tidak beralih ke pesain. Ketidakunggulan komparatif juga terjadi pada tahun 2006 dengan perolehan nilai RCA yang kurang dari satu, yakni sebesar 0.037 dan perolehan 74 nilai indeks RCA menjadi lemah sebesar 0.081. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi jagung jagung Indonesia tidak memiliki daya saing. Nilai ekspor jagung Indonesia ke Malaysia turun menjadi US$ 455 560 atau 87.32 persen dibanding pada tahun sebelumnya. Akan tetapi, nilai impor jagung Malaysia meningkat menjadi US$ 397 907 085 atau sebesar 48.58 persen. Oleh karena itu, sebesar US$ 184 360 364 beralih negara pesaing. Tahun 2007 daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia menguat meskipun masih relatif rendah, karena nilai RCA bernilai kurang dari satu yakni 0.494 dan nilai indeks RCA meningkat menjadi 13.532 yang menunjukkan bahwa pangsa pasar jagung Indonesia mengalami peningkatan. Kinerja ekspor jagung Indonesia naik menjadi sebesar US$ 10 463 895 dibandingkan pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, nilai impor jagung di pasar Malaysia juga mengalami peningkatan menjadi US$ 610 419 679 atau sebesar 53.41 persen. Untuk mendapatkan keunggulan komparatif, Indonesia harus melakukan ekspor jagung ke Malaysia sebesar (100%-53.41%) x US$ 455 560 = US$ 21 224 540, sehingga sebesar US$ 10 760 645 tidak dimiliki oleh negara pesaing. Kondisi pada tahun 2007 tidak dapat dipertahankan oleh Indonesia, sehingga pada tahun 2008 nilai indeks RCA yang mencerminkan pangsa pasar ekspor Indonesia ke Malaysia mengalami pelemahan menjadi 0.690 dan memiliki nilai RCA yang kurang dari satu, yakni 0.341. Pelemahan pangsa nilai ekspor ini terjadi disebabkan oleh menurunnya perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia menjadi US$ 9 399 792 atau sebesar 10.17 persen. Disamping itu, nilai ekspor jagung dunia ke pasar Malaysia mengalami peningkatan menjadi US$ 669 028 429 atau sebesar 9.60 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya. 75 Untuk mendapatkan keunggulan komparatif, Indonesia harus melakukan ekspor jagung ke Malaysia sebesar (100%-9.60%) x US$ 10 463 895 = US$ 945 936 108, sehingga sebesar US$ 935 472 213 tidak dimiliki oleh negara pesaing. 5.2 Perkembangan Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Dalam mewujudkan suatu sistem pertanian yang terpadu, bahwa perlunya peningkatan produksi agribinis jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan apabila memungkinkan dengan kapasitas produksi yang besar dapat membuka jaringan pasar ekspor Internasional. Apabila dilihat dari kondisi lahan, iklim serta kapasitas produksinya Indonesia cukup mampu didalam peningkatan agribisnis jagung untuk memenuhi permintaan daripada konsumen domestik dan Internasional. Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah mencanangkan swasembada jagung dengan target produksi 15 juta ton dikarenakan kebutuhan konsumsi dan industri pakan ternak yang melonjak. Diharapkan dalam pencanangan swasembada agribisnis jagung 2007 dapat berjalan dengan baik sesuai dengan mutu bibit tanaman jagung yang berkualitas didalam pengembangannya. Dimana dengan terbatasnya persediaan jagung dunia untuk ekspor dan meningkatnya permintaan etanol baik di Amerika, China dan berbagai negara berpotensi menciptakan ekspektasi kenaikan harga jagung di pasar dunia untuk beberapa tahun ke depan, Indonesia diharapkan dapat mampu menangkap peluang pasar ini menjadi salah satu acuan untuk mencari celah pasar kebutuhan konsumen di pasar dunia. Perdagangan jagung Indonesia dalam skala ekspor terus berkembang dan dipertahankan. Berdasarkan data pada Lampiran 3 dapat diketahui bahwa nilai dan 76 volume ekspor jagung Indonesia cenderung fluktuatif. Dampak dari ini fluktuatifnya volume dan nilai ekspor jagung Indonesia merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pada pengusaha atau eksportir jagung untuk terus meningkatkan produksi sehingga dapat pula meningkatkan volume ekspornya. Negara-negara tujuan utama ekspor jagung Indonesia tersebar di Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand, Filipina, dan Hongkong serta Jepang. Dari kelima pasar ekspor jagung Indonesia tersebut, terlihat bahwa potensi pasar yang memiliki prospek untuk dikembangkan adalah di Malaysia. 1. Volume Produksi Produksi jagung di Indonesia yang ditentukan oleh luas areal dan prokdutivitas jagung selalu dikatakan meningkat berdasarkan data yang tersedia. Kondisi produksi jagung di Indonesia sebagai salah satu negara produsen jagung dunia peringkat kedelapan berdasarkan FAO (2005) dalam Outlook Tanaman Pangan (Deptan, 2006) jika dibandingkan dengan negara-negara produsen jagung di dunia masih sangat rendah. Perkembangan produksi jagung selama kurun waktu 1990-2008 dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8 yang terbagi menjadi dua bagian, yakni Pra dan Pasca Krisis Ekonomi. Gambar 7. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi 77 Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pola produksi jagung di Indonesia cenderung fluktuatif. Kondisi produksi sebelum terjadinya krisis ekonomi dalam kurun waktu 1990-1998 mencapai puncak tertinggi produksi pada tahun 1994 dan 1998 sebanyak 10 169 488 ton dan yang terendah terjadi pada tahun 1990 sebanyak 6 734 028 ton. Penurunan produksi jagung terjadi pada tahun 1992 menjadi 6 868 885 ton, tahun 1995 menjadi 8 142 863 ton, dan 1997 dengan jumlah jagung yang dihasilkan sebanyak 8 770 851 ton. Penurunan volume produksi ini disebabkan oleh tidak optimalnya pola tanam yang dilakukan sehingga menyebabkan produksi jagung menjadi turun. Disamping itu, penggunaan teknologi dalam produksi masih sangat rendah. Kondisi fluktuatifnya produksi jagung juga terjadi pada periode pasca krisis ekonomi dalam kurun waktu 1999-2008. Produksi jagung rata-rata mengalami peningkatan, namun terdapat pula penurunan, yaitu pada tahun 1999 (9 204 036 ton), 2001 (9 347 192 ton), dan 2006 (11 609 463 ton). Penurunan produksi ini disebabkan antara lain berkurangnya luas tanaman dan meningkatnya luas lahan tanaman yang rusak. Sedangkan pertumbuhan produksi yang tertinggi terjadi pada tahun 2008, yakni sebesar 16 317 252 ton. Adanya fluktuasi produksi jagung disebabkan oleh kondisi cuaca dan keadaan tanaman jagung yang berbedabeda tiap tahunnya. 78 Gambar 8. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 2. Harga Jagung Domestik Pola data harga jagung domestik menunjukkan kecenderungan menurun tiap tahunnya pada periode sebelum terjadinya krisis ekonomi (Gambar 9). Harga domestik tertinggi dicapai pada tahun 1995 sebesar Rp 1 470 000 per ton, sedangkan harga terendah terjadi pada tahun 1993 yakni sebesar Rp 1 225 000 per ton. Penurunan harga disebabkan oleh faktor harga jagung dunia yang cenderung menurun yang mempunyai implikasi terhadap penurunan harga jagung domestik. Pada saat kondisi pasca krisis ekonomi, harga jagung domestik kecenderungan kenaikan (Gambar 10). Harga jagung domestik tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp 2 864 000 per ton, sedangkan harga jagung domestik terendah terjadi pada tahun 1999 sebesar Rp 1 382 000 per ton. Hal ini disebabkan oleh faktor harga jagung dunia yang cenderung mengalami kenaikan yang berimplikasi terhadap kenaikan harga jagung domestik 79 Gambar 9. Perkembangan Harga Jagung Domestik Pra Krisis Ekonomi Gambar 10. Perkembangan Harga Jagung Domestik Pasca Krisis Ekonomi 3. Harga Ekspor Jagung Perkembangan harga ekspor jagung selama kurun waktu 1990-2008 dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12 yang terbagi menjadi dua bagian, yakni Pra dan Pasca Krisis Ekonomi. Kondisi sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1990 hingga 1998 cenderung fluktuatif. Harga ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar US$ 161 per ton merupakan harga tertinggi dalam kurun waktu sebelum terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan harga ekspor jagung Indonesia ke pasar Malaysia terendah terjadi pada tahun 1991 sebesar US$ 91 per ton. 80 Hal yang sama juga terjadi pada periode setelah krisis ekonomi dari tahun 1999 hingga 2008 dengan perolehan harga tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar US$ 196 per ton, sedangkan harga ekspor jagung terendah terjadi pada tahun 1999, 2001, dan 2003 sebesar US$ 98 per ton. Melemahnya harga jagung dunia yang dijadikan sebagai patokan harga ekspor penyebab turunnya harga ekspor jagung dunia yang berimplikasi terhadap penurunan harga ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Gambar 11. Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi Gambar 12. Perkembangan Harga Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pasca Krisis Ekonomi 81 4. Volume Impor Jagung Indonesia Perubahan era pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas membawa konsekuensi terhadap harga komoditas pertanian, yaitu harga pangan di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar internasional. Sebagai salah satu komoditas perdagangan, fluktuasi perubahan harga jagung tidak terlepas dari arah kebijakan perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas harga, dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Akumulasi berbagai perubahan tersebut secara simultan akan mempengaruhi fluktuasi harga jagung di dalam negeri (Meng dan Ekboir, 2001 dalam Timor, 2008). Terdapat dua kondisi yang menjadi alasan mengapa suatu negara mengimpor jagung dan bagaimana pemerintah seharusnya menyikapi permasalahan tersebut. Kondisi pertama, produksi jagung lokal relatif cukp memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pada saat yang sama harga jagung dunia lebih murah dari harga jagung lokal. Pada kondisi seperti ini konsumen jagung dalam negeri yang tingkat kebutuhannya sangat tinggi, seperti perusahaan pakan ternak akan lebih memilih impor jagung dibandingkan membeli jagung lokal. Impor jagung oleh perusahaan pakan mendorong harga jagung lokal turun menyamai harga jagung dunia. Hal ini akan memukul produsen jagung di dalam negeri, sehingga pemerintah menetapkan tarif tertentu terhadap impor jagung. Kebijakan tarif impor jagung ternyata mendorong petani jagung di dalam negeri menjadi lebih efisien. Kondisi kedua, ketika produksi jagung lokal relatif rendah dibandingkan jumlah kebutuhan jagung di dalam negeri. Seperti pada kondisi pertama, misalnya kebutuhan oleh pabrik pakan tidak dapat dipenuhi produksi jagung lokal, maka 82 pabrik pakan akan mengimpor jagung dari pasar dunia sekalipun harganya lebih mahal. Jika harga jagung dunia lebih mahal maka pabrik pakan akan melakukan pengurangan produksi, namun keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh rasio harga pakan dan harga hasil peternakan. Pada kondisi seperti ini, seharusnya pemerintah terdorong untuk menetapkan kebijakan kuota impor dengan tetap memperhatikan dampak atau konsekuensi yang timbul seperti “pasar gelap”. Melalui struktur tataniaga jagung baik, produsen jagung lokal dapat mengambil keuntungan atau insentif untuk meningkatkan produksi jagung lokal karena kenaikan harga jagung dunia akan mendongkrak kenaikan harga jagung di dalam negeri. Perkembangan impor jagung Indonesia pada periode 1990-2008 menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat. Kondisi sebelum terjadi krisis ekonomi, impor jagung Indonesia terjadi pada tahun 1990 hingga 1998 sebanyak 1 098 354 ton merupakan jumlah impor terbesar yang terjadi pada tahun 1997, sedangkan jumlah impor terendah terjadi pada tahun 1990 sebanyak 9 050 ton. Kondisi setelah terjadi krisis ekonomi, impor jagung Indonesia terjadi pada tahun 1999 hingga 2008 sebanyak 1 775 320 810 ton merupakan jumlah impor terbesar yang terjadi pada tahun 2006, sedangkan jumlah impor terendah terjadi pada tahun 2005 sebanyak 185 957 ton. Sebagai akibat tingginya permintaan jagung untuk industri pakan yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi jagung dalam negeri. Hal ini memaksa petani jagung lokal untuk menurunkan harga sebab jika tidak maka jagung lokal tidak akan terserap oleh industri berbasis jagung. Perkembangan impor jagung dapat disajikan pada Gambar 13 dan 14. 83 Gambar 13. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi Gambar 14. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 5. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Nilai tukar perdagangan (terms of trade) dari suatu negara merupakan rasio harga komoditi ekspor terhadap harga komoditi impornya. Kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk melakukan perdagangan. Besarnya nilai tukar suatu negara tidak dapat dijadikan satu-satunya alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan negara. Perubahan dalam nilai tukar perdagangan suatu negara pada dasarnya merupakan dampak dari berinteraksinya berbagai kekuatan ekonomi negara tersebut (Salvatore, 1996). Nilai tukar mata uang antar negara mempengaruhi besarnya nilai ekspor yang diperoleh. Jika kurs riil suatu negara lebih rendah, maka produk domestik 84 relatif murah dibandingkan produk luar negeri sehingga ekspor netto akan lebih besar. Sebaliknya, jika kurs riil suatu negara lebih tinggi, maka produk domestik akan lebih mahal dari produk luar negeri yang berdampak pada pengurangan ekspor neto dan peningkatan impor. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik dalam maupun luar negeri. Kondisi nilai tukar rupiah terhadap US$ selama periode sebelum terjadinya krisis ekonomi cenderung melemah. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan nilai tukar pada periode tersebut yang cenderung mengalami peningkatan. Selama periode sebelum terjadi krisis ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap US$ yang tertinggi terjadi pada tahun 1998 dengan kurs 8 100 per US$. Kondisi terjadi disebabkan karena pada tahun 1998, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap US$ terendah terjadi pada tahun 1990 dengan kurs 1905 per US$. Pada saat kondisi setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1999 hingga 2008 nilai tukar rupiah cenderung berfultuatif. Hal ini terkait dengan gejolak perekonomian yang dihadapi oleh Indonesia terhadap kondisi ekonomi domestik maupun internasional. Nilai tukar rupiah terhadap US$ mencapai nilai tertinggi pada tahun 2001 sebesar Rp 10 400 per US$, sedangkan nilai tukar rupiah terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp 8 465 per US$. Setelah recovery ekonomi dimulai tahun 1998 hingga 2008, kondisi nilai tukar rupiah terhadap US$ terus berfluktuatif. Ketidakstabilan nilai tukar mata uang dalam waktu yang sangat panjang dapat menyebabkan kekhawatiran pada produsen dan konsumen dalam bertransaksi perdagangan internasional guna menghindari kerugian akibat kesalahan estimasi nilai tukar yang dijadikan 85 patokan. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika disajikan pada Gambar 15 dan 16. Gambar 15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ Pra Krisis Ekonomi Gambar 16. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ Pasca Krisis Ekonomi 6. Laju Inflasi Kestabilan keadaan perekonomian suatu negara akan menunjang pertumbuhan perekonomian negara tersebut. Inflasi berpengaruh pada nilai mata uang, karena itu semakin tinggi inflasi di suatu negara akan semakin tinggi pula nilai mata uangnya, sehingga dapat menyebabkan melemahnya nilai mata uang negara tersebut. Hal ini mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh negara yang memiliki angka inflasi yang tinggi, menjadi 86 lebih mahal dan berdampak pada berkurangnya kemampuan bersaing sehingga tidak dapat menjual produk ekspornya. Perkembangan laju inflasi selama periode 19900 hingga 2008 terbagi menjadi dua bagian, yakni kondisi pra krisis ekonomi (Gmbar 17) dan kondisi pasca krisis ekonomi (Gambar 18). Pada periode pra krisis ekonomi tahun 1990 hingga 1998, tingkat inflasi mengalami kecenderungan relatif stabil. Tingkat inflasi yang tinggi terjadi pada tahun 1998 yakni sebesar 56.2 persen. Hal ini menandakan bahwa tingkat inflasi mengalami kenaikan dibanding pada tahun sebelumnya sebesar 11.05 persen, sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada tahun 1992 sebesar 4.94 persen. Hal ini berpengaruh secara signifikan terhadap meningkatnya nilai ekspor jagung. Pada periode pasca krisis ekonomi tahun 1999 hingga 2008 (Gambar 17), tingkat inflasi mengalami kecenderungan berfluktuatif. Tingkat inflasi yang tinggi terjadi pada tahun 2006 yakni sebesar 13.33 persen. Hal ini menandakan bahwa tingkat inflasi mengalami kenaikan dibanding pada tahun sebelumnya sebesar 2.63 persen, sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 5.10 persen. Gambar 17. Perkembangan Laju Inflasi Pra Krisis Ekonomi 87 Gambar 18. Perkembangan Laju Inflasi Pasca Krisis Ekonomi 5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia 5.3.1 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra Krisis Ekonomi Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh koefsien regresi dan persamaan regresi yang tercantum pada Tabel 6 dapat terlihat bahwa tidak ada satupun koefisien regresi yang signifikan pada taraf nyata α = 5 persen. Di mana nilai R2 sebesar 99.6 persen. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadi multikolinearitas antar peubah bebas. Indikasi ini diperkuat juga dengan nilai VIF yang lebih besar dari 10 untuk setiap koefisien regresi. Dengan demikian, model ekspor jagung Indonesia ini pun tidak memenuhi asumsi OLS. Tabel 6. Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia Variabel Konstanta Volume produksi Harga jagung domestik Harga ekspor jagung Volume ekspor periode sebelumnya Volume impor jagung Indonesia Nilai tukar Inflasi R-sq R-sq (adj) Koefisien t-Hitung P Value VIF 922327 2.55 0.238 -0.04981 -2.13 0.280 12.5 -0.5730 -2.43 0.249 10.3 3.2 1893.7 2.53 0.240 -0.3843 -1.07 2.8 0.478 0.11653 1.47 0.379 14.6 -24.41 -2.06 0.287 9.5 10436 0.116 13.3 5.44 99.6% F-Statistik 32.73 96.5% Durbin-Watson 2.34 88 Analisis regresi OLS menghasilkan koefisien determinasi sebesar 99.6 persen. Artinya, 99.6 persen variasi Y dapat dijelaskan oleh variabel-variabel X dan sisanya sebesar 0.4 persen dapat dijelaskan oleh variabel yang tidak terdapat di dalam model. Dari nilai dugaan yang dihasilkan, terdapat masalah multikolinearitas pada empat variabel volume produksi (12.5), harga jagung domestik (10.3), volume impor jagung Indonesia (14.6) dan dummy (13.3). Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka akan dilakukan analisis komponen utama dengan terlebih dahulu membakukan peubah-peubah X tersebut menjadi Z. Hasil pembakuan terlihat pada Tabel 7, sedangkan akar ciri dan vektor ciri dari matriks Z terlihat pada Tabel 8. Tabel 7. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Menjadi Z Y Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 89299 -1.46759 -0.00292 -0.34311 -0.98535 -1.30457 -0.59147 -7.2578 18769 -0.47306 -0.12553 -1.33925 1.276686 -0.53023 -0.54941 -0.27626 110176 -1.36127 -0.55468 0.154954 -0.50991 -1.18917 -0.51421 -0.56324 40417 0.561309 -0.70356 0.154954 1.805522 -0.10832 -0.49409 -0.26059 19383 1.240973 0.329886 0.154954 0.038455 1.073342 -0.45432 -0.2938 59383 -0.35685 1.442158 0.553408 -0.49436 1.073342 -0.4086 -0.3314 7861 0.477251 1.11811 2.147221 0.518883 0.193497 -0.37203 -0.46737 4802 0.138268 0.391193 -0.74157 -0.78622 1.379875 1.143463 -0.18039 410177 1.240973 -1.89466 -0.74157 -0.86371 -0.58777 2.240651 2.64867 Untuk menentukan jumlah komponen utama dapat dilihat dari nilai Eigen value-nya. Ukuran Eigen value mengindikasikan jumlah komponen utama dari hasil proses PCA. Nilai minimum Eigen value dalam menentukan komponen utama, yaitu ≥ 1 (CGAP, 2003 dalam Rosita, 2008). Besarnya Eigen value pada suatu komponen memberikan arti bahwa komponen tersebut dapat menjelaskan lebih baik suatu indikator. Dari Tabel XXX dapat dilihat bahwa terdapat tiga 89 komponen utama yang dapat menjelaskan kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Tabel 8. Total Variance Explained Component Initial Eigenvalues % of Cumulative Total Variance (%) Extractions Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance (%) 1 2.4942 0.356 0.356 2.4942 0.356 0.356 2 2.1006 0.300 0.656 2.1006 0.300 0.656 3 1.2553 0.179 0.836 1.2553 0.179 0.836 4 0.6838 0.098 0.933 5 0.3216 0.046 0.979 6 0.1034 0.015 0.994 7 0.0411 0.006 1 Dari Tabel 8, untuk komponen utama 1 (PC1) memiliki nilai Eigen value sebesar 2.4942 dapat menjelaskan 35.6 persen keragaman data. Sedangkan PC2, dan PC3 memiliki nilai Eigen value secara berurutan yaitu sebesar 2.1006 dan 1.2553 dan masing-masing PC dapat menjelaskan keragaman data sebesar 30 persen, dan 17.9 persen. Dan dari ketiga PC tersebut secara kumulatif dapat menerangkan keragaman data sebesar 83.6 persen. Setelah ditentukan jumlah komponen utamanya, akan dilihat nilai loading dari masing-masing komponen utamanya. Untuk menentukan bahwa proses PCA itu membentuk indeks yang bagus atau tidak dapat dilihat dari koefisien komponennya, yang biasa disebut dengan “component loading”. Pada faktanya, analisis nilai loading pada komponen merupakan faktor yang penting dalam menentukan variabel dari suatu indikator, dalam hal ini adalah kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 90 Untuk mengetahui rasio mana yang memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, maka dapat dilihat dari nilai loading yang besar dengan mengabaikan tanda positif dan negatif, karena tanda tersebut merupakan tanda korelasi yang bersifat positif dan negatif terhadap komponen utama. Jika berkorelasi positif maka komponen utama berbanding lurus dengan variabel penjelas. Begitupun sebaliknya, jika berkorelasi negatif maka komponen utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb sebesar 0.4 yang berarti bahwa variabel yang mempunyai korelasi signifikan memiliki nilai loading sebesar ≥ 0.4. Nilai loading dari komponen utama tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Matriks Komponen Utama Variabel Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 PC1 -0.501 0.338 0.189 0.026 -0.196 -0.536 -0.522 PC2 -0.317 -0.506 -0.464 -0.237 -0.543 0.194 -0.199 Component PC3 PC4 PC5 0.124 -0.1 -0.613 -0.301 0.2 0.171 -0.016 -0.8 0.007 0.81 0.2 -0.054 -0.314 0.5 -0.077 -0.329 -0.1 -0.037 0.176 -0.1 0.765 PC6 -0.259 0.314 0.092 0.474 -0.084 0.739 -0.218 PC7 0.421 0.608 -0.277 -0.113 -0.587 -0.031 0.135 Hal ini berarti bahwa dari delapan komponen utama yang diturunkan dari matriks korelasi antar peubah bebas, hanya ada tiga komponen utama yang memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data yang dapat dilihat dari nilai Eigen value lebih besar dari satu, yaitu komponen utama pertama, kedua, dan ketiga. Dengan demikian, komponen utama pertama W1, komponen 91 utama kedua W2, dan komponen utama ketiga W3 yang merupakan kombinasi linier dari Z dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini: W1 = -0.501Z1+0.338Z2+0.189Z3+0.026Z4-0.196Z5-0.536Z6-0.522Z7 W2 = -0.317Z1-0.506Z2-0.464Z3-0.237Z4-0.543Z5+0.194Z6-0.199Z7 W3 = 0.124Z1-0.301Z2+0.016Z3-0.810Z4+0.314Z5-0.329Z6+0.176Z7 Pada matriks W berisi skor komponen utama yang diperoleh dari persamaan W = ZV yang terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Skor Komponen Utama W1 5.0051 0.5173 1.3132 -0.0207 0.3283 0.9396 0.9636 -0.8868 -3.8931 W2 2.8974 0.7686 1.4192 -0.3069 -0.8604 -1.3524 -1.9206 -0.2029 1.3409 W3 -1.6469 1.3333 0.0261 1.8921 -0.3099 -1.1486 0.0880 -1.5668 -0.0500 Selanjutnya peubah tak bebas Y diregresikan ke matriks W, sehingga hasilnya terlihat pada Lampiran 7. Setelah diperoleh persamaan regresi, maka dilakukan transformasi W menjadi Z yang kemudian diperoleh persamaan regresi melalui transformasi Z ke peubah asal, sebagai beikut: Y = 91444 – 41538 W1 + 52079 W2 – 15654 W3 Y = 91444+2361Z1-35680Z2-44696Z3-8508Z4-15223Z5+37517Z6+8564Z7 Y = 600485.11 + 0.00186 X1 – 0.3125 X2 – 2226.14 X3 – 0.2155 X4 – 0.00375 X5 + 17.15 X6 + 536.61 X7 92 Dari persamaan regresi yang diperoleh dari transformasi Z ke peubah asal, maka dapat diperoleh suatu analisis, sebagai berikut: 1. Volume Produksi Variabel volume produksi memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi variabel volume produksi sebesar 0.00186. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton maka akan menaikkan volume produksi jagung sebesar 0.00186 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 65583.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 2. Harga Jagung Domestik Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel harga jagung domestik sebesar -0.3125. Hal ini mencerminkan bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah per ton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.3125 ton, cateris paribus. Nilai thitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -2378666.67 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 93 3. Harga Ekspor Jagung Pada variabel harga ekspor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini tidak sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar 226.14. Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata harga ekspor jagung Indonesia sebesar satu dollar (US$) per ton maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia sebesar 226.14 ton, cateris paribus. Dari hasil nilai thitung sebesar -1146051.23 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga ekspor jagung signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Indikasi dari lemahnya harga jagung Indonesia yang diekspor di pasar Malaysia disebabkan oleh patokan harga jagung impor di pasar Malaysia yang didasarkan atas kondisi harga jagung internasional dan harga jagung dari kompetitor Indonesia di pasar Malaysia. 4. Volume Ekspor Sebelumnya Variabel volume ekspor periode sebelumnya memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia, nilai ini tidak sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Ketidaksesuaian nilai dugaan dengan hipotesis disebabkan oleh rencana ekspor jagung yang akan dilakukan dibuat berdasarkan acuan dari ekspor jagung pada tahun sebelumnya. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0.2155. Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata volume ekspor periode sebelumnya sebesar satu ton maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.2155 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung yang diperoleh sebesar -250235.30 lebih besar 94 dibanding nilai t-tabel sebesar -1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume ekspor sebelumnya signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 5. Volume Impor Jagung Indonesia Variabel volume impor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi variabel impor jagung Indonesia sebesar -15223. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata impor jagung Indonesia sebesar satu ton, maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 15223 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 1081357.14 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.812 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume impor jagung Indonesia signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 6. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pada variabel nilai tukar terhadap dollar Amerika memiliki hubungan yang positif dengan ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh pada variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar 37517. Arti dari nilai ini adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap dollar Amerika, maka akan menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 37517, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 2885923 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 95 7. Laju Inflasi Variabel laju inflasi memilki hubungan yang positif dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini tidak sesuai dengan hipotesis. Koefisien regresi variabel laju inflasi yang dihasilkan adalah sebesar 8564. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata laju inflasi di Indonesia sebesar satu persen, maka akan menaikkan jumlah ekspor jagung Indonesia sebesar 8 564 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 570933.33 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.860 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Inflasi berhubungan pada harga, karena itu semakin tinggi inflasi di suatu negara maka akan menyebabkan harga jagung akan semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu negara yang memiliki angka inflasi tinggi, akan mengakibatkan harga barang dan jasa domestik menjadi naik, sehingga peluang ekspor menjadi terbuka. 5.3.2 Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malasia Pasca Krisis Ekonomi Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh koefsien regresi dan persamaan regresi yang tercantum pada Tabel 11 dapat terlihat bahwa tidak ada satupun koefisien regresi yang signifikan pada taraf nyata α = 5 persen. Di mana nilai R2 sebesar 93.8 persen. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadi multikolinearitas antar peubah bebas. Indikasi ini diperkuat juga dengan nilai VIF yang lebih besar dari 10 untuk setiap koefisien regresi. Dengan demikian, model ekspor jagung Indonesia ini pun tidak memenuhi asumsi OLS. 96 Tabel 11. Hasil Persamaan Regresi Ekspor Jagung Indonesia Variabel Konstanta Volume produksi Harga jagung domestik Harga ekspor jagung Volume ekspor periode sebelumnya Volume impor jagung Indonesia Nilai tukar Inflasi Dummy R-sq R-sq (adj) Koefisien t-Hitung P Value -97925 -0.49 0.712 0.007137 0.90 0.535 0.04548 1.36 0.403 -468.9 -0.93 0.522 0.1972 1.68 0.341 -0.00917 -0.40 0.758 7.95 0.39 0.762 -5837 -1.05 0.486 -18966 -0.81 0.567 93.8 % F-Statistik 43.9 % Durbin-Watson VIF 10.6 8.1 13.3 7.2 4.3 6.6 8.5 4.9 1.88 2.40 Analisis regresi OLS menghasilkan koefisien determinasi sebesar 93.8 persen. Artinya, 93.8 persen variasi Y dapat dijelaskan oleh variabel-variabel X dan sisanya sebesar 6.2 persen dapat dijelaskan oleh variabel yang tidak terdapat di dalam model. Dari nilai dugaan yang dihasilkan, terdapat masalah multikolinearitas pada dua variabel volume produksi (10.6), dan harga ekspor jagung (13.3). Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka akan dilakukan analisis komponen utama dengan terlebih dahulu membakukan peubah-peubah X tersebut menjadi Z. Hasil pembakuan terlihat pada Tabel 12, sedangkan akar ciri dan vektor ciri dari matriks Z terlihat pada Tabel 13. Tabel 12. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Menjadi Z Y 58139 10313 9211 7035 21027 4641 30857 4102 56015 47920 Z1 -0,971 -0,759 -0,907 -0,799 -0,216 -0,063 0,519 0,109 0,863 2,223 Z2 -1,3041 -1,1417 -0,5983 -0,1056 -0,6159 -0,0959 0,1844 0,5439 1,5608 0,8571 Z3 -0,7318 -0,6812 -0,7318 -0,6559 -0,7318 0,9395 -0,2760 -0,4026 1,5219 1,7498 Z4 2,8081 -0,0242 -0,4090 -0,4179 -0,4354 -0,3228 -0,4547 -0,2437 -0,4589 -0,0413 Z5 -0,6626 0,6449 0,1823 0,4215 0,8086 0,2897 -1,5365 1,6779 -0,4929 -1,3331 Z6 -0,8703 -1,0127 1,6985 -0,4228 -1,1129 0,0857 0,8703 -0,3168 -0,3153 1,3963 Z7 0,8512 -0,0844 1,0411 0,1442 -1,5792 -1,2099 0,3904 1,3154 -1,1212 0,2532 Z8 -1,1619 -1,1619 -1,1619 -1,1619 0,7746 0,7746 0,7746 0,7746 0,7746 0,7746 97 Untuk menentukan jumlah komponen utama dapat dilihat dari nilai Eigen value-nya. Ukuran Eigen value mengindikasikan jumlah komponen utama dari hasil proses PCA. Nilai minimum Eigen value dalam menentukan komponen utama, yaitu ≥ 1 (CGAP, 2003 dalam Rosita, 2008). Besarnya Eigen value pada suatu komponen memberikan arti bahwa komponen tersebut dapat menjelaskan lebih baik suatu indikator. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa terdapat tiga komponen utama yang dapat menjelaskan kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Tabel 13. Total Variance Explained Component Initial Eigenvalues % of Cumulative Total Variance (%) Extractions Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance (%) 1 3.8570 0.482 0.482 3.8570 0.482 0.482 2 1.7104 0.214 0.696 1.7104 0.214 0.696 3 1.1121 0.139 0.835 1.1121 0.139 0.835 4 0.6185 0.077 0.912 5 0.3458 0.043 0.955 6 0.2133 0.027 0.982 7 0.1209 0.015 0.997 8 0.0226 0.003 1 Dari Tabel 13, untuk komponen utama 1 (PC1) memiliki nilai Eigen value sebesar 3.8570 dapat menjelaskan 48.2 persen keragaman data. Sedangkan PC2, dan PC3 memiliki nilai Eigen value secara berurutan yaitu sebesar 1.7104 dan 1.1121 dan masing-masing PC dapat menjelaskan keragaman data sebesar 21.4 persen, dan 13.9 persen. Dan dari ketiga PC tersebut secara kumulatif dapat menerangkan keragaman data sebesar 83.5 persen. Setelah ditentukan jumlah komponen utamanya, akan dilihat nilai loading dari masing-masing komponen utamanya. Untuk menentukan bahwa proses PCA 98 itu membentuk indeks yang bagus atau tidak dapat dilihat dari koefisien komponennya, yang biasa disebut dengan “component loading”. Pada faktanya, analisis nilai loading pada komponen merupakan faktor yang penting dalam menentukan variabel dari suatu indikator, dalam hal ini adalah kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Untuk mengetahui rasio mana yang memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kinerja ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, maka dapat dilihat dari nilai loading yang besar dengan mengabaikan tanda positif dan negatif, karena tanda tersebut merupakan tanda korelasi yang bersifat positif dan negatif terhadap komponen utama. Jika berkorelasi positif maka komponen utama berbanding lurus dengan variabel penjelas. Begitupun sebaliknya, jika berkorelasi negatif maka komponen utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb sebesar 0.4 yang berarti bahwa variabel yang mempunyai korelasi signifikan memiliki nilai loading sebesar ≥ 0.4. Nilai loading dari komponen utama tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Matriks Komponen Utama Variabel Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 PC1 0,474 0,450 0,452 -0,25 -0,229 0,242 -0,167 0,409 PC2 -0,112 0,053 -0,03 -0,334 0,501 -0,503 -0,552 0,253 PC3 -0,098 0,146 -0,239 -0,632 0,413 0,441 0,383 -0,042 PC4 -0,2 -0,333 -0,036 -0,398 -0,424 0,338 -0,566 -0,274 PC5 0,126 -0,373 -0,531 0,013 -0,185 0,088 0,041 0,721 PC6 0,023 -0,484 0,443 0,274 0,504 0,45 -0,125 0,148 PC7 -0,753 0,425 0,011 0,261 -0,063 0,261 -0,116 0,314 PC8 -0,361 -0,33 0,508 -0,354 -0,234 -0,319 0,411 0,229 Hal ini berarti bahwa dari delapan komponen utama yang diturunkan dari matriks korelasi antar peubah bebas, hanya ada tiga komponen utama yang 99 memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data yang dapat dilihat dari nilai Eigen value lebih besar dari satu, yaitu komponen utama pertama, kedua, dan ketiga. Dengan demikian, komponen utama pertama W1, komponen utama kedua W2, dan komponen utama ketiga W3 yang merupakan kombinasi linier dari Z dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini: W1 = 0.474Z1+0.450Z2+0.452Z3-0.250Z4-0.229X5+0.242Z6-0.167Z7+0.409Z8 W2 = -0.112Z1-0.053Z2-0.030Z3-0.334Z4+0.501X5-0.503Z6-0.552Z7+0.253Z8 W3 = -0.098Z1+0.146Z2-0.239Z3-0.632Z4+0.413X5+0.441Z6+0.383Z7-0.042Z8 Pada matriks W berisi skor komponen utama yang diperoleh dari persamaan W = ZV yang terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Skor Komponen Utama W1 -2.7561 -2.0291 -1.2074 -1.3167 -0.3731 0.9054 1.1324 -0.1883 2.4547 3.1585 W2 -1.5343 0.6382 -1.4033 0.2935 2.1674 1.0475 -1.1154 0.5799 0.8207 -1.5563 W3 -1.9777 -0.0780 1.7068 0.5755 -0.4341 -0.3668 0.1955 1.3436 -0.7352 -0.3551 Selanjutnya peubah tak bebas Y diregresikan ke matriks W, sehingga hasilnya terlihat pada Lampiran 9. Setelah diperoleh persamaan regresi (Lampiran 9), maka dilakukan transformasi W menjadi Z yang kemudian diperoleh persamaan regresi melalui transformasi Z ke peubah asal, sebagai beikut: Y = 24775 + 3585 W1 - 6763 W2 – 14964 W3 Y = 24775 + 3923.3 Z1 - 929.8 Z2 + 929.8 Z3 + 10819.54 Z4 - 10389.27 Z5 – 1998 Z6 – 1399 Z7 + 383.5 Z8 Y = 18833.49 + 0.0018 X1 – 0.0018 X2 + 136.72 X3 + 0.087 X4 – 0.021 X5 - 2.903 X6 – 492.08 X7 + 743022 X8 100 Dari persamaan regresi yang diperoleh dari transformasi Z ke peubah asal, maka dapat diperoleh suatu analisis, sebagai berikut: 1. Volume Produksi Variabel volume produksi memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi variabel volume produksi sebesar 0.0018. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata jagung yang diekspor sebesar satu ton maka akan menaikkan volume produksi jagung sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 1514787.65 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel volume produksi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 2. Harga Jagung Domestik Harga jagung domestik memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel harga jagung domestik sebesar -0.0018. Hal ini mencerminkan bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah perton harga jagung domestik, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Nilai thitung pada variabel harga jagung domestik sebesar -358996.14 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga jagung domestik signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 101 3. Harga Ekspor Jagung Pada variabel harga ekspor jagung Indonesia memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar 136.72. Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata harga ekspor jagung Indonesia sebesar satu dollar (US$) per ton maka akan manaikkan ekspor jagung Indonesia sebesar 136.72 ton, cateris paribus. Dari hasil nilai t-hitung sebesar 2804675.33 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel harga ekspor jagung signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 4. Volume Ekspor Sebelumnya Variabel volume ekspor periode sebelumnya memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan dengan koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0.087. Arti dari nilai tersebut adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata volume ekspor periode sebelumnya sebesar satu ton maka akan menaikkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 0.087 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 702567.5 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume ekspor sebelumnya signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 5. Volume Impor Jagung Indonesia Variabel volume impor jagung Indonesia memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi variabel impor jagung Indonesia sebesar -10389.27. 102 Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan rata-rata impor jagung Indonesia sebesar satu ton, maka akan menurunkan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 10389.27 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -945338.49 lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel volume impor jagung Indonesia signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 6. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pada variabel nilai tukar terhadap dollar Amerika memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung, nilai ini tidak sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan. Koefisien regresi yang diperoleh pada variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar -2903. Arti dari nilai ini adalah bahwa setiap kenaikan rata-rata satu rupiah terhadap dollar Amerika, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 2903 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar -168892.65 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Ketidaksesuian nilai dugaan terhadap hipotesis diduga bahwa nilai tukar rupiah terhadap US$ menunjukkan bahwa posisi menguat dibandingkan US$. 7. Laju Inflasi Variabel laju inflasi memilki hubungan yang negatif dengan ekspor jagung Indonesia, nilai ini sesuai dengan hipotesis. Koefisien regresi variabel laju inflasi yang dihasilkan adalah sebesar -1399. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ratarata laju inflasi di Indonesia sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor jagung Indonesia sebesar 1 399 ton, cateris paribus. Nilai t-hitung sebesar 103 -126092.83 yang lebih besar dibanding nilai t-tabel sebesar -1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. Inflasi berhubungan pada harga, karena itu semakin tinggi inflasi di suatu negara maka akan menyebabkan harga jagung akan semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu negara yang memiliki angka inflasi tinggi, akan mengakibatkan harga barang dan jasa domestik menjadi naik, sehingga peluang ekspor menjadi terbuka. 8. Dummy Pada varibel dummy berupa kondisi pra dan pasca diterapkannya AFTA yang berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada taraf nyata lima persen. Koefisien regresi pada variabel dummy sebesar 383.5 yang berarti bahwa dengan diterapkannya kebijakan AFTA, maka akan menaikkan volume ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia sebesar 383.5 ton, cateris paribus. Berdasarkan uji statistic, didapat nilai t-hitung sebesar 133241.38 yang lebih besar dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1.833 yang diatas taraf nyata lima persen yang menunjukkan bahwa variabel laju inflasi signifikan terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 104 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan perolehan hasil dari perhitungan analisis kuantitatif dan meninterpretasikan secara kualitatif, maka diperoleh kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, yakni sebagai berikut: 1. Pada saat sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1990 hingga 1998, jagung Indonesia yang diperdagangkan di pasar Malaysia dengan jenis jagung 1005 memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993, 1995, dan 1998 dengan masing-masing perolehan nilai RCA sebesar 6.427, 1.050, 5.314, 1.803, dan 7.934. Keunggulan komparatif jagung yang diperoleh berdasarkan meningkatnya perolehan nilai ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dan menurunnya nilai ekspor jagung dunia di pasar Malaysia. 2. Pada saat setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008, jagung Indonesia yang diperdagangkan di pasar Malaysia dengan jenis jagung 1005 memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing hanya pada tahun 1999 dengan perolehan nilai RCA sebesar 1.065. Akan tetapi, pada tahun 2007 nilai indeks RCA sebesar 13.352 yang menunjukkan bahwa jagung Indonesia telah terjadi peningkatan pangsa pasar di Malaysia. 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia pada saat sebelum terjadinya krisis ekonomi. Namun, variabel yang sesuai dengan hipotesis adalah variabel volume produksi, harga jagung domestik, volume impor jagung Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap US$. 105 4. Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999 hingga 2008, variabel yang digunakan dalam penelitian yang tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia adalah nilai tukar rupiah terhadap US$, sehingga mempengaruhi penurunan ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia. 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini, maka terdapat beberapa saran yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing jagung Indonesia di pasar Malaysia pada waktu mendatang. Adapun beberapa saran tersebut, antara lain: 1. Pangsa pasar jagung Indonesia di Malaysia perlu dipertahankan, karena Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan ekspor agar memiliki keunggulan komparatif. 2. Pemerintah perlu membuat sebuah kebijakan untuk menekan nilai tukar rupiah terhadap US$ dan laju inflasi, agar ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia dapat ditingkatkan. 3. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai jagung agar menghasilkan model yang lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan selain OLS dan atau menambah variabel bebas lainnya, seperti jumlah konsumsi jagung di negara tujuan, jumlah industri pakan di negara tujuan, maupun harga jagung di negara tujuan. 106 DAFTAR PUSTAKA Amaliah, Syarifah. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Impor Susu Indonesia Periode 1976-2005. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amir, MS. 1996. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri Suatu Penuntun Ekspor Impor. Cetakan Kedepalan. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Arief, Sirtua. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Analisa Komoditi Ekspor 1993-2007. Sektor Pertanian, Industri, dan Pertambangan. Jakarta. Departemen Perdagangan. 2008. Statistik Perdagangan. Bina Pasar dan Distribusi. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta. Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 20052010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. . 2006. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta. . 2008. Indikator Pertanian. Pusat Pemasaran dan Hasil-Hasil Pertanian. Jakarta. . 2007. Prosiding: Kinerja dan Prospek Pembangunan Pertanian Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Firdaus, Ahmad Heri. 2007. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Amerika Serikat. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Perancangan Percobaan 2. Tarsito. Bandung. Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Terjemahan oleh Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta. Imron, Agus. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kinerja Pasar Jagung dan Produk Turunannya di Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 107 Internasional Financial Statistic. International Monetary Fund. 2009 Kartikasari, Maya Andini. 2008. Analisis Daya Saing Komoditi Tanaman Hias dan Aliran Perdagangan Anggrek Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kuncoro, Mudjarad. 2005. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta. Mahfudz, G., Y. Aziz dan H. Heryani. 2004. Perencanaan Bisnis Membangun Desa Mandiri Melalui Agribisnis Jagung di Kabupaten Tanah Laut. Laporan Akhir. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tanah Laut, Pelalhari. Kalimantan Selatan. Nopirin. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta. Novansi. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Beberapa Buah-Buahan Penting Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Novianti, Tanti. 1995. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pengolahan Kokon Sebagai Bahan Baku Benang Sutera Alam Dengan Analisis BSD. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Porter. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. New York. Rosita, Rima. 2008. Analisis Financial Sustainability Bank Perkreditan Rakyat: Pendekatan PCA dan Tobit. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saleh, Yopi. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Tomat Segar Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salvator, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jilid Kesatu. Erlangga. Jakarta. Suciany, Yany. 2007. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Jagung Dengan Analisis Sumberdaya Domestik (BSD): di Desa Karyamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 108 Sulistyo. 1981. Ekonomi Internasional. Liberty. Yogyakarta. Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan Temuan Empiris. Cetakan Pertama. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. Timor, Sholihati Diyan. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Impor Jagung di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. United States Department of Agriculture. 2008. A Report From The Economic Research Service. (www.ers.USDA.gov). Ulfah, Maria. 2005. Makalah Analisis Regresi Terapan, Regresi Komponen Utama (Principal Compomemt Regression). Kumpulan Makalah Analisis Regresi Terapan Angkatan 2005. Program Studi Statistika. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wibowo, Arif. 2008. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Pengusahaan Komoditi Jagung di Kabupaten Grobogan (Kasus: Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrik dan Statistika dengan EVIEWS. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. Yastuti, Titin Indri. 2004. Dampak Penghapusan Kebijakan Kuota MFA (Multifibre Arrangement) Terhadap Posisi Daya Saing dan Pemasaran Tekstil dan Produk Tekstil. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zulkarnaini, Zurriyati. 2007. Analisis Daya Saing Buah Pisang (Musa paradisiaca L.) di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 109 Lampiran 1. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Tahun 1990-2008 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Jumlah (ton) 6734028 7995459 6868885 9307423 10169488 8142863 9200807 8770851 10169488 9204036 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah (ton) 9676899 9347192 9585277 10886442 11225243 12523894 11609463 13287572 16317252 Lampiran 2. Perkembangan Impor Jagung Indonesia Tahun 1990-2008 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Jumlah (ton) 9050 323263 55876 494470 973968 973968 616941 1 098354 299917 618060 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah (ton) 1264575 1035797 1154063 1345446 1088928 185957 1775321 701953 286541 Lampiran 3. Volume Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Jumlah Ekspor (ton) Tahun 89299 2000 18769 2001 110176 2002 40417 2003 19383 2004 59383 2005 7861 2006 4802 2007 410177 2008 58139 Jumlah Ekspor (ton) 10313 9211 7035 21027 4641 30857 4102 56015 47920 110 Lampiran 4. Nilai Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Tahun 1990-2008 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Nilai Ekspor (US$) Tahun 9956095 2000 1715019 2001 13340643 2002 4882171 2003 2355023 2004 7663104 2005 1269150 2006 492546 2007 42265616 2008 5692497 Nilai Ekspor (US$) 1035389 902413 710352 2057150 759153 3594242 455560 10463895 9399792 Lampiran 5. Nilai Ekspor Jagung Dunia di Malaysia Tahun 1990-2008 Tahun Nilai Ekspor (US$) Tahun Nilai Ekspor (US$) 1990 178927684 2000 255055717 1991 174780827 2001 218430212 1992 204907675 2002 262824593 1993 222811185 2003 276586060 1994 226931543 2004 339922176 1995 331905650 2005 267801700 1996 372609675 2006 397907085 1997 364908101 2007 610419679 1998 226491812 2008 669028429 1999 259901418 111 Lampiran 6. Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pra Krisis Ekonomi Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 The regression equation is Y = 922327 - 0.0498 X1 - 0.573 X2 + 1894 X3 - 0.384 X4 + 0.117 X5 - 24.4 X6 + 10436 X7 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Coef 922327 -0.04981 -0.5730 1893.7 -0.3843 0.11653 -24.41 10436 SE Coef 362082 0.02342 0.2360 748.9 0.3588 0.07904 11.82 1918 T 2.55 -2.13 -2.43 2.53 -1.07 1.47 -2.06 5.44 P 0.238 0.280 0.249 0.240 0.478 0.379 0.287 0.116 VIF 12.5 10.3 3.2 2.8 14.6 9.5 13.3 S = 23777.2 R-Sq = 99.6% R-Sq(adj) = 96.5% PRESS = 806195236273 R-Sq(pred) = 0.00% Analysis of Variance Source DF SS Regression 7 1.29543E+11 Residual Error 1 565354741 Total 8 1.30108E+11 Source X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 DF 1 1 1 1 1 1 1 MS 18506100727 565354741 F 32.73 P 0.134 Seq SS 7754547475 67287142092 2017758686 27981340377 3796700035 3974284921 16730931500 Unusual Observations Obs 6 7 9 X1 8142863 9200807 10169488 Y 59383 7861 410177 Fit 58582 6105 408646 SE Fit 23764 23712 23728 Durbin-Watson statistic = 2.33649 Residual 801 1756 1531 St Resid 1.00 X 1.00 X 1.00 X 112 Lampiran 7. Hasil Principal Component Analysis Pra Krisis Ekonomi Standarisasi Y Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 89299 -1,46759 -0,00292 -0,34311 -0,98535 -1,30457 -0,59147 -7,2578 18769 -0,47306 -0,12553 -1,33925 1,276686 -0,53023 -0,54941 -0,27626 110176 -1,36127 -0,55468 0,154954 -0,50991 -1,18917 -0,51421 -0,56324 40417 0,561309 -0,70356 0,154954 1,805522 -0,10832 -0,49409 -0,26059 19383 1,240973 0,329886 0,154954 0,038455 1,073342 -0,45432 -0,2938 59383 -0,35685 1,442158 0,553408 -0,49436 1,073342 -0,4086 -0,3314 7861 0,477251 1,11811 2,147221 0,518883 0,193497 -0,37203 -0,46737 4802 0,138268 0,391193 -0,74157 -0,78622 1,379875 1,143463 -0,18039 410177 1,240973 -1,89466 -0,74157 -0,86371 -0,58777 2,240651 2,64867 Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 2,4942 2,1006 1,2553 0,6838 0,3216 0,1034 0,0411 Proportion 0.356 0,300 0,179 0,098 0,046 0,015 0,006 Cumulative 0.356 0.656 0.836 0.933 0,979 0,994 1 Component Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 Z1 -0,501 -0,317 0,124 -0,1 -0,613 -0,259 0,421 Z2 0,338 -0,506 -0,301 0,2 0,171 0,314 0,608 Z3 0,189 -0,464 -0,016 -0,8 0,007 0,092 -0,277 Z4 0,026 -0,237 0,81 0,2 -0,054 0,474 -0,113 Z5 -0,196 -0,543 -0,314 0,5 -0,077 -0,084 -0,587 Z6 -0,536 0,194 -0,329 -0,1 -0,037 0,739 -0,031 Z7 -0,522 -0,199 0,176 -0,1 0,765 -0,218 0,135 Untuk menentukan berapa banyak komponen utama yang digunakan, maka dapat dilihat dari nilai eigenvalue. Jika eigenvalue > 1, maka komponen tersebu digunakan. Pada output diatas, maka komponen utama yang digunakan sebanyak 3 komponen. Skor Komponen Utama W1 W2 W3 5.0051 2.8974 -1.6469 0.5173 0.7686 1.3333 1.3132 1.4192 0.0261 -0.0207 -0.30692 1.892072 0.3283 -0.8604 -0.3099 0.9396 -1.3524 -1.1486 0.9636 -1.9206 0.0880 -0.8868 -0.2029 -1.5668 -3.8931 1.3409 -0.0500 113 Regression Analysis: Y versus W1, W2, W3 The regression equation is Y = 91444 - 41538 W + 52079 W2 - 15654 W3 Predictor Constant W1 W2 W3 Coef 91444 -41538 52079 -15654 SE Coef 30451 14553 21257 27111 T 3.00 -2.85 2.45 -0.58 P 0.030 0.036 0.058 0.589 VIF 1.2 1.1 1.1 S = 88776.4 R-Sq = 69.7% R-Sq(adj) = 51.5% PRESS = 273535220914 R-Sq(pred) = 0.00% Analysis of Variance Source DF S Regression 3 90701772277 Residual Error 5 39406287549 Total 8 1.30108E+11 MS 30233924092 7881257510 F 3.84 P 0.091 Durbin-Watson statistic = 2.77360 Transformasi W ke Z Y = 91444 – 41538*(-0.501 Z1 + 0.338 Z2 + 0.189 Z3 + 0.026 Z4 - 0.196 Z5 - 0.536 Z6 -0.522 Z7) + 52079*(-0.317 Z1 - 0.506 Z2 - 0.464 Z3 - 0.237 Z4 - 0.543 Z5 + 0.194 Z6 - 0.199 Z7) – 15654*(0.124 Z1 - 0.301 Z2 + 0.016 Z3 - 0.810 Z4 + 0.314 Z5 - 0.329 Z6 + 0.176 Z7) Y = 91444 + 2361 Z1 – 35680 Z2 – 44696 Z3 – 8508 Z4 – 15223 Z5 + 37517 Z6 + 8564 Z7 Descriptive Statistic X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Mean 8595477 1305333 117,8889 38898,89 538423 3198,778 13,92889 Stdev 1268368 114180,8 20,07763 39477,3 405783,9 2187,41 15,95937 Tansformasi Z ke Peubah Asal X1− X1 X2− X2 X3− X3 – 35680 – 44696 S2 S 3 – 8508 S1 X5− X5 X6− X6 X7− X7 + 37517 + 8564 15223 S7 S5 S6 Y = 91444 + 2361 X4− X4 – S 4 Y= 600485.11 + 0.00186 X1 – 0.3125 X2 – 2226.14 X3 – 0.2155 X4 – 0.00375 X5 + 17.15 X6 + 536.61 X7 114 Simpangan baku dari masing-masing koefisien regresi dan Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Variabel Simpangan Baku Koefisien t-hitung Keterangan Z1 0.036 2361 65583.33 Significant Z2 0.0146 -35680 -2378666367 Significant Z3 0.039 -44696 -1146051.23 Significant Z4 0.034 -8508 -250235.30 Significant Z5 0.014 -15223 1087357.14 Significant Z5 0.013 37517 2885923 Significant Z7 0.015 8564 570933.33 Significant 115 Lampiran 8. Model Regresi Ekspor Jagung Indonesia Pasca Krisis Ekonomi Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 The regression equation is Y = - 97925 + 0.00714 X1 + 0.0455 X2 - 469 X3 + 0.197 X4 - 0.0092 X5 + 7.9 X6 - 5837 X7 - 18966 X8 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 Coef -97925 0.007137 0.04548 -468.9 0.1972 -0.00917 7.95 -5837 -18966 SE Coef 201843 0.007971 0.03338 501.7 0.1172 0.02295 20.28 5583 23429 T -0.49 0.90 1.36 -0.93 1.68 -0.40 0.39 -1.05 -0.81 P 0.712 0.535 0.403 0.522 0.341 0.758 0.762 0.486 0.567 VIF 10.6 8.1 13.3 7.2 4.3 6.6 8.5 4.9 S = 16327.4 R-Sq = 93.8% R-Sq(adj) = 43.9% PRESS = 1.166542E+14 R-Sq(pred) = 0.00% Analysis of Variance Source DF SS Regression 8 4007857464 Residual Error 1 266583900 Total 9 4274441364 MS 500982183 266583900 Durbin-Watson statistic = 2.35988 F 1.88 P 0.513 116 Lampiran 9. Hasil Principal component Analysis Pasca Krisis Ekonomi Standarisasi Y Z1 58139 -0,971 10313 -0,759 9211 -0,907 7035 -0,799 21027 -0,216 4641 -0,063 30857 0,519 4102 0,109 56015 0,863 47920 2,223 Z2 -1,3041 -1,1417 -0,5983 -0,1056 -0,6159 -0,0959 0,1844 0,5439 1,5608 0,8571 Z3 -0,7318 -0,6812 -0,7318 -0,6559 -0,7318 0,9395 -0,2760 -0,4026 1,5219 1,7498 Z4 2,8081 -0,0242 -0,4090 -0,4179 -0,4354 -0,3228 -0,4547 -0,2437 -0,4589 -0,0413 Z5 -0,6626 0,6449 0,1823 0,4215 0,8086 0,2897 -1,5365 1,6779 -0,4929 -1,3331 Z6 -0,8703 -1,0127 1,6985 -0,4228 -1,1129 0,0857 0,8703 -0,3168 -0,3153 1,3963 Z7 0,8512 -0,0844 1,0411 0,1442 -1,5792 -1,2099 0,3904 1,3154 -1,1212 0,2532 Z8 -1,1619 -1,1619 -1,1619 -1,1619 0,7746 0,7746 0,7746 0,7746 0,7746 0,7746 Principal Component Analysis: X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 Eigenanalysis of Correlation Matrix Eigenvalue 3,8570 1,7104 1,1121 0,6185 0,3458 0,2133 0,1209 0,0226 Proportion 0.482 0.214 0.139 0.077 0.043 0.027 0.015 0.003 Cumulative 0.482 0.696 0.835 0.912 0.955 0.982 0.997 1 PC3 -0,098 0,146 -0,239 -0,632 0,413 0,441 0,383 -0,042 PC4 -0,2 -0,333 -0,036 -0,398 -0,424 0,338 -0,566 -0,274 PC5 0,126 -0,373 -0,531 0,013 -0,185 0,088 0,041 0,721 PC6 0,023 -0,484 0,443 0,274 0,504 0,45 -0,125 0,148 PC7 -0,753 0,425 0,011 0,261 -0,063 0,261 -0,116 0,314 PC8 -0,361 -0,33 0,508 -0,354 -0,234 -0,319 0,411 0,229 Variabel Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 PC1 0,474 0,450 0,452 -0,25 -0,229 0,242 -0,167 0,409 PC2 -0,112 0,053 -0,03 -0,334 0,501 -0,503 -0,552 0,253 Untuk menentukan berapa banyak komponen utama yang digunakan, maka dapat dilihat dari nilai eigenvalue. Jika eigenvalue > 1, maka komponen tersebu digunakan. Pada output diatas, maka komponen utama yang digunakan sebanyak 3 komponen. Skor Komponen Utama W1 W2 W3 -2.7561 -1.5343 -1.9777 -2.0291 0.6382 -0.0780 -1.2074 -1.4033 1.7068 -1.3167 0.2935 0.5755 -0.3731 2.1674 -0.4341 0.9054 1.0475 -0.3668 1.1324 -1.1154 0.1955 -0.1883 0.5799 1.3436 2.4547 0.8207 -0.7352 3.1585 -1.5563 -0.3551 117 Regression Analysis: Y versus W1, W2, W3 The regression equation is Y = 24775 + 3585 W1 - 6763 W2 - 14964 W3 Predictor Constant W1 W2 W3 Coef 24775 3585 -6763 -14964 SE Coef 3855 2117 3118 3857 T 6.43 1.69 -2.17 -3.88 P 0.001 0.141 0.073 0.008 VIF 1.0 1.0 1.0 S = 12189.2 R-Sq = 79.1% R-Sq(adj) = 68.7% PRESS = 2596715328 R-Sq(pred) = 39.25% Analysis of Variance Source DF SS Regression 3 3382985575 Residual Error 6 891455789 Total 9 4274441364 MS 1127661858 148575965 F 7.59 P 0.018 Durbin-Watson statistic = 2.27783 No evidence of lack of fit (P >= 0.1). Transformasi W Menjadi Z Y = 24775 + 3585*(0.474 Z1 + 0.450 Z2 + 0.452 Z3 - 0.250 Z4 - 0.229 X5 + 0.167 Z7 + 0.409 Z8) – 6763*(-0.112 Z1 - 0.053 Z2 - 0.030 Z3 - 0.334 X5 - 0.503 Z6 - 0.552 Z7 + 0.253 Z8) – 14964*(-0.098 Z1 + 0.146 Z2 0.632 Z4 + 0.413 X5 + 0.441 Z6 + 0.383 Z7 - 0.042 Z8) Y = 24775 + 3923.3 Z1 - 929.8 Z2 + 929.8 Z3 + 10819.54 Z4 - 10389.27 Z6 – 1399 Z7 + 383.5 Z8 0.242 Z6 Z4 + 0.501 0.239 Z3 Z5 – 1998 Descriptive Statistic X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 Variabel Mean X1 11366327 Stdev 2226877 X2 2056600 517310,8 X3 126,9 39,48966 X4 61151,7 124294 X5 945664,1 494442,1 X6 9231 688,2364 X7 9,59 2,843152 X8 0,6 0,516398 Tansformasi Z ke Peubah Asal X1− X1 X2− X2 X3− X3 – 929.8 + 5399 S1 S2 S3 X4− X4 X5− X5 X6− X6 – 10389.27 S S 5 - 1998 S 6 - 1399 4 X8 − X 8 383.5 S 8 Y = 91444 + 3923 + 10819.54 X7− X7 S7 + Y = 18833.49 + 0.0018 X1 – 0.0018 X2 + 136.72 X3 + 0.087 X4 – 0.021 X5 - 2.903 X6 – 492.08 X7 + 743022 X8 118 Simpangan baku dari masing-masing koefisien regresi dan Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Variabel Simpangan Baku Koefisien t-hitung Keterangan Z1 3923.3 0.00259 1514787.65 Significant Z2 -929.8 0.00259 -358996.14 Significant Z3 5399 0.00193 2804675.33 Significant Z4 10819.54 0.0154 702567.5 Significant Z5 -10389.27 0.01099 -945338.49 Significant Z5 -1998 0.01183 -168892.65 Significant Z7 -1399 0.011095 -126092.83 Significant Z8 383.5 0.0029 133241.38 Significant