PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman delima berasal dari daerah Asia Tengah (Iran), Afganistan, dan wilayah pegunungan Himalaya. Dari daerah tersebut kemudian menyebar ke wilayah Mediterania, sekarang telah menyebar ke seluruh daerah tropik dan subtropik. Ditanam secara meluas di Afghanistan, Algeria, Armenia, Azerbaijan, Iran, Iraq, India, Pakistan, Syria, Turki serta kawasan lebih kering di Asia Tenggara seperti Semenanjung Malaysia, India Timur, dan kawasan tropika di Afrika. Delima dibawa masuk ke Amerika Latin dan California oleh peneroka Spanyol pada tahun 1769. Delima kini ditanam di sebagian California dan Arizona untuk bahan baku pembuatan jus (Sudjijo, 2014). Delima sendiri merupakan salah satu buah tertua yang memiliki peran penting dalam keamanan gizi, baik sebagai suplemen, makanan, dan obat-obatan. Buah delima juga memiliki prospek yang baik untuk pasar komersial lokal dan internasional (Holland et al., 2009). Kesadaran masyarakat akan pentingnya tanaman delima muncul seiring dengan banyaknya penelitian yang mengungkap khasiat kandungan senyawa kimia pada tanaman delima. Hampir semua bagian tanaman bermanfaat untuk kesehatan, mulai daun, bunga, buah, kulit akar, dan lain sebagainya. Menurut Bradley (2010) delima mengandung antioksidan sangat tinggi. Antioksidan yang terdapat pada delima juga dapat melawan atherosclerosis, yang disebabkan penumpukan lemak pada dinding arteri. Selain itu, delima juga mengandung vitamin B, seperti riboflavin, tiamin dan niacin, serta vitamin C. Universitas Sumatera Utara Tanaman buah delima dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif, namun sangat dianjurkan diperbanyak secara vegetatif seperti stek batang dan cangkok. Meskipun perbanyakan generatif tidak disarankan untuk produksi delima dalam skala besar, namun perbanyakan generatif diperlukan untuk progam pemuliaan tanaman berupa studi genetik yang dapat menghasilkan varietas baru dan memiliki sifat unggul melalui penyerbukan silang. Perbanyakan secara generatif delima mempunyai kendala karena benih delima yang memiliki sifat dormansi dimana kulit benihnya sangat keras. Struktur kulit benih yang keras diduga menghalangi embrio keluar dan berkecambah. Berdasarkan hasil penelitian Olmez et al. (2007) untuk mencapai 8% perkecambahan benih delima diperlukan waktu selama 71 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya perlakuan khusus untuk meningkatkan persentase perkecambahan benih delima. Beberapa metode untuk mengatasi dormansi fisik sudah sering dicobakan pada berbagai jenis tumbuhan. Misalnya, perlakuan yang umum dilakukan untuk dormansi fisik adalah perendaman dengan air panas, skarifikasi mekanik dan kimia, serta aerasi udara panas (Olmez, et al., 2007). Metoda pematahan dormansi fisik sering diasosiasikan dengan keberhasilan pembukaan atau cela pada bagian tertentu dari kulit biji sedemikian rupa sehingga air dapat masuk kedalam biji dan diserap oleh embrio Baskin and Baskin (2004). Perendaman pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah (Fahmi, 2012). Universitas Sumatera Utara Perlakuan pematahan dormansi secara kimia pada benih delima dengan beberapa konsentrasi memberikan hasil yang berbeda. Pada perlakuan perendaman 0.1 %, 0.2 % dan 0.3 % KNO3 selama 40 menit masing-masing menghasilkan persentase perkecambahan benih delima normal sebesar 50%, 25.56% dan 42.22% dengan laju perkecambahan masing - masing 14,96 hari, 17.45 hari dan 14,54 hari (Ramadhani et al., 2014). Perlakuan pematahan dormansi yang diberikan mampu meningkatkan viabilitas benih delima, namun belum dapat sepenuhnya mematahkan sifat dormansi pada benih tersebut. Hal ini dibuktikan dengan nilai daya berkecambah yang dicapai pada penelitian tersebut kurang dari 50%. Untuk lebih meningkatkan daya berkecambah benih delima, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode perlakuan pendahuluan yang sama tetapi dengan konsentrasi yang berbeda. Selain itu juga perlu penelitian dengan menggunakan bahan lain seperti air kelapa. Air kelapa adalah salah satu bahan alami, yang mengandung hormon seperti sitokinin, auksin dan giberelin serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan tanaman (Hedty et al., 2014). Penelitian yang terkait dengan penggunaan air kelapa untuk memicu pertumbuhan dan perkembangan embrio benih pernah dilakukan oleh Suita dan Nurhasybi (2012) pada benih weru (Albizia procera Benth.) yang direndam air kelapa selama 24 jam menghasilkan daya berkecambah sebesar 49.75% dan oleh Suita (2004) pada benih Tanjung (Mimusops elengi L.) yang direndam air kelapa selama 2 jam menghasilkan daya berkecambah rata-rata sebesar 96,67% dan kecepatan berkecambah 2,38%/hari. Hasil penelitian Dharma et al. (2015) pada benih pala (Myristica fragrans Houtt.) yang direndam air kelapa menghasilkan daya Universitas Sumatera Utara kecambah sebesar 83.33 %. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai perlakuan pematahan dormansi pada benih delima (Punica granatum L.) dengan perendaman KNO3 dan air kelapa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi KNO3 dan air kelapa yang optimal untuk meningkatkan viabilitas benih delima yang nyata viabilitas benih delima (Punica granatum L.). Hipotesis Penelitian Ada perbedaan pada (Punica granatum L.) akibat berbagai konsentrasi KNO3 dan air kelapa serta interaksi keduanya. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam uji pematahan dormansi benih delima (Punica granatum L.) Universitas Sumatera Utara