BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Signaling

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Signaling Theory
Teori signal mengemukakan bagaimana perusahaan memberikan petunjukpetunjuk berupa sinyal kepada investor mengenai bagaimana manajemen memandang
prospek perusahaan di masa yang akan datang. Brigham dan Ehrhardt (2007;461)
menyatakan bahwa sinyal adalah
“An action taken by a firm’s management that provides clues to investors
about how management views the firm’s prospects.”
Perusahaan yang mempunyai prospek yang menguntungkan akan cenderung
untuk menghindari penjualan saham dan berusaha untuk mencari modal dengan cara
lain seperti dengan menggunakan utang. Penjualan saham baru merupakan sinyal
negatif bagi investor sehingga hal ini akan membuat harga saham menjadi rendah.
Jika harga saham rendah maka nilai perusahaan pun akan menurun sehingga
kemakmuran pemegang saham akan menurun pula.
Keuntungan yang dicapai oleh perusahaan merupakan sumber dana internal
bagi perusahaan tersebut. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin
besar pula sumber dana bagi perusahaan. Dengan tingginya profitabilitas perusahaan
maka hal ini dapat menjadi sinyal positif bagi investor untuk membeli saham
sehingga harga saham akan meningkat dan nilai perusahaan pun akan meningkat
pula. Oleh karena itu profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan
yang bagus sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
Signaling theory menyatakan bahwa pengeluaran untuk investasi memberikan
sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga
akan meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati,
2005). Peningkatan jumlah investasi merupakan pertanda bahwa prospek perusahaan
8
9
di masa yang akan datang akan meningkat. Dengan meningkatnya nilai investasi
maka akan meningkatkan profitabilitas di masa yang akan datang. Hal tersebut akan
direspon positif oleh pasar.
Dividen yang diumumkan oleh perusahaan dapat berarti bahwa perusahaan
yakin arus kas masa yang akan datang mampu menanggung pembayaran dividen
tersebut, sehingga ini akan memberikan sinyal positif bagi para investor. Menurut
Sujoko dan Soebiantoro (2007) pembayaran dividen yang semakin meningkat
menunjukkan prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik
untuk membeli saham dan nilai perusahaan pun akan meningkat pula.
2.1.2 Profitabilitas
2.1.2.1 Kinerja Perusahaan
Menurut Brigham (2007:5) pengertian perusahaan adalah :
“A legal entity created by a state, separate and distinct from its owners and
managers, having unlimited life, easy transferability of ownership, and limited
liability.”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diterjemahkan bahwa perusahaan
merupakan entitas hukum yang terpisah dan terdiri dari pemilik dan manajer, serta
kepemilikannya mudah dipindahtangankan.
Pada awalnya teori perusahaan didasarkan pada anggapan bahwa tujuan
perusahaan adalah untuk memaksimalkan keuntungan jangka pendek, yang pada
kenyataannya sering berhubungan dengan keuntungan jangka panjang. Oleh karena
itu baik keuntungan jangka pendek maupun keuntungan jangka panjang sama
pentingnya dan sangat penting bagi perusahaan, maka muncullah asumsi baru dalam
teori perusahaan yang menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimalkan kekayaan atau nilai perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai
tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen perusahaan tersebut. Penilaian
prestasi atau kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat
9
10
diukur dan dinilai sehingga penilaian tersebut dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan.
Kinerja merupakan hasil yang diperoleh oleh individu atau organisasi dalam
memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki. Kinerja sebuah perusahaan sering
kali dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan tersebut. Kinerja merupakan hal
yang sangat penting untuk perusahaan dan harus dicapai, karena kinerja adalah
cermin kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya
yang dimiliki.
Salah satu kinerja yang cukup penting dan menjadi perhatian banyak pihak
adalah kinerja keuangan. Salah satu parameter untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan adalah besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Pertumbuhan laba yang
baik mencerminkan kinerja perusahaan yang baik pula. Semakin tinggi laba yang
diperoleh perusahaan, mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan tersebut.
Pengukuran kinerja adalah salah satu faktor penting bagi perusahaan karena
pengukuran tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan
dalam perusahaan, yang dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam
perusahaan. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan efisiensi yang diartikan sebagai
perbandingan antara masukan dan keluaran. Dengan pengeluaran biaya tertentu
diharapkan memperoleh hasil yang optimal atau dengan hasil tertentu dengan biaya
yang seminimal mungkin.
Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen merupakan penilaian terhadap
prestasi yang dicapai oleh perusahaan. Dalam hal ini laba merupakan salah satu
ukuran prestasi yang dicapai oleh perusahaan. Semakin besar laba yang dihasilkan,
maka hal ini menunjukkan baiknya kinerja perusahaan tersebut. Sebaliknya, semakin
kecil laba yang diperoleh, maka menunjukkan kinerja yang kurang baik dari
perusahaan tersebut. Penilaian kinerja penting dilakukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan, seperti manajemen, pemegang saham, investor,
kreditur, pemerintah, maupun pihak-pihak lain yang berkaitan dengan distribusi
kesejahteraan diantara mereka.
10
11
2.1.2.2 Profitabilitas
Porter dan Norton (2015:66) berpendapat bahwa:
“In general, the income statement reports the excess of revenue over
expense—that is, the net income (or in the event of an excess of expense over
revenue, the net loss) of the period. It is common to use the term profits or
earnings as a synonym for net income.”
Brigham dan Ehrhardt (2011:53) menyatakan bahwa:
“The net income available to common shareholders, which is revenues less
expenses, taxes, and preferred dividends (but before paying common
dividends), is generally referred to as net income, although it is also called
profit or earnings, particularly in the news or financial press.”
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa profit atau earnings suatu
perusahaan berasal dari pendapatan perusahaan tersebut yang dikurangi dengan biaya,
pajak, dan dividen saham preferen. Dengan kata lain bahwa profit atau earnings
adalah nilai sisa yang tersedia untuk pemegang saham biasa.
Menurut Agus Sartono (2001:122) profitabilitas diartikan :
“kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan
penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.”
Porter dan Norton (2015:688) mengartikan profitabilitas sebagai:
“Profitability indicate how well management is using the resources at its
disposal to earn a return on the funds invested by various groups.”
Gibson (2009:297) memberikan definisi profitabilitas sebagai berikut :
“Profitability is the ability of the firm to generate earnings”
Dengan demikian maka profitabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktivitasnya dengan menggunakan sumber
daya yang dimilki.
Profitabilitas perusahaan yang semakin meningkat menunjukkan prospek
perusahaan yang bagus di masa yang akan datang dan hal ini akan direspon positif
oleh investor sehingga akan meningkatkan harga saham dan pada akhirnya akan
11
12
meningkatkan nilai perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Investor akan
menanamkan dana dalam bentuk saham dengan tujuan agar memperoleh return, yang
berupa yield dan atau capital gain. Dengan semakin tingginya tingkat profitabilitas
perusahaan, maka akan meningkatkan return yang diharapkan oleh investor, sehingga
berakibat pada meningkatnya nilai perusahaan.
2.1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas
Menurut Munawir (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
profitabilitas, diantaranya :
1. Jenis Perusahaan
Profitabilitas suatu perusahaan sangat tergantung dari jenis perusahaan
tersebut. Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan yang menjual barangbarang konsumsi atau jasa biasanya akan memiliki keuntungan yang lebih
stabil daripada perusahaan yang memproduksi barang modal.
2. Umur Perusahaan
Sebuah perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai laba yang lebih
stabil jika dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri. Umur
perusahaan ini adalah umur sejak berdirinya perusahaan sampai dengan
perusahaan tersebut mampu mempertahankan operasionalnya.
3. Skala perusahaan
Jika skala suatu perusahaan lebih tinggi, maka perusahaan tersebut dapat
menghasilkan produk dengan biaya rendah. Tingkat biaya yang rendah ini
yang merupakan unsur untuk memperoleh laba yang diinginkan.
4. Harga Produksi
Perusahaan dengan biaya per unitnya relatif rendah akan memiliki keuntungan
yang lebih baik dan stabil daripada perusahaan dengan biaya per unit yang
tinggi.
12
13
5. Habitat Bisnis
Perusahaan yang bahan produksinya dibeli atas dasar kebiasaan bisnis
(habitual basis) akan memperoleh keuntungan yang lebih stabil daripada
perusahaan dengan non-habitual basis.
6. Produk yang dihasilkan
Perusahaan yang bahan produksinya berhubungan dengan kebutuhan pokok
akan memiliki penghasilan yang lebih stabil daripada perusahaan yang
menghasilkan barang mewah.
2.1.2.4 Mengukur Profitabilitas
Analisa terhadap laba menjadi sangat penting bagi pemegang saham
sehubungan dengan harapan pemegang saham untuk memperoleh pengembalian
dalam bentuk dividen. Selain pengembalian dividen, kenaikan laba dapat
meningkatkan harga pasar saham yang pada akhirnya akan meningkatkan
kemakmuran pemegang saham melalui capital gain. Bagi para kreditor, laba menjadi
penting karena laba merupakan salah satu sumber dana untuk menutupi utang. Bagi
manajemen perusahaan, laba digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (Gibson,
2009:297).
Profitabilitas perusahaan biasanya diukur dengan menggunakan rasio
profitabilitas. Rasio profitabilitas adalah suatu rasio yang mengukur pendapatan atau
hasil kinerja perusahaan dalam periode waktu tertentu (Kieso, 2013:705). Menurut
Sjahrial (2012:45), pengukuran profitabilitas suatu perusahaan dapat dilakukan
dengan menggunakan :
1. Rasio Laba Kotor (Gross Profit Margin Ratio), rumusnya:
Rasio Laba Kotor =
Total Penjualan − Harga Pokok Penjualan
‫ݔ‬100%
Total Penjualan
13
14
Berdasarkan rumus tersebut dapat diartikan bahwa rasio laba kotor adalah
rasio yang mengukur perbandingan laba kotor yang diperoleh perusahaan
dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama.
2. Rasio Laba Operasi (Operating Profit Margin Ratio), rumusnya:
Rasio Laba Operasi =
Laba Operasi (Laba Sebelum Bunga dan Pajak)
‫ݔ‬100%
Total penjualan
Berdasarkan rumus tersebut dapat diartikan bahwa rasio laba operasi adalah
rasio yang mengukur besarnya laba sebelum bunga dan pajak yang diperoleh
perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama.
3. Rasio Biaya Operasi (Operating Cost Ratio), rumusnya:
=
Harga Pokok Penjualan + Biaya Administrasi, umum, Penjualan + Penyusutan
‫ݔ‬100%
Total Penjualan
Berdasarkan rumus tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rasio biaya
operasi adalah rasio yang mengukur seberapa besar biaya operasi terhadap
penjualan dalam periode yang sama.
4. Rasio Laba Bersih (Net Profit Margin Ratio), rumusnya:
Rasio Laba Bersih =
Laba Bersih Sesudah Pajak
‫ݔ‬100%
Total Penjualan
Berdasarkan rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa rasio laba bersih adalah
rasio yang mengukur laba bersih sesudah pajak terhadap penjualan yang
dicapai pada periode yang sama.
5. Rasio Laba Bersih Terhadap Modal (Return on Equity = ROE), rumusnya:
Rasio Laba Bersih terhadap Modal =
14
Laba Bersih Sesudah Pajak
Modal Sendiri
15
Berdasarkan rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa Return on Equity
(ROE) merupakan rasio yang mengukur laba bersih sesudah pajak terhadap
modal yang dimiliki pada periode yang sama.
6. Rasio Laba Bersih terhadap Total Aset (Return on Assets = ROA = ROI),
rumusnya:
Rasio Laba Bersih terhadap Total Aset =
Laba Bersih Sesudah Pajak
Total Aset
Berdasarkan rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa Return on Assets (ROA
= ROI) adalah rasio yang mengukur setiap laba bersih sesudah pajak yang
dihasilkan terhadap total aset yang dimiliki perusahaan.
Dalam penelitian ini, rasio return on equity (ROE) dan return on investment
(ROI) digunakan sebagai sampel indikator profitabilitas karena ROE dan ROI
mempunyai hubungan yang paling kuat untuk dihubungkan dengan variable price
book value (PBV) yang merupakan sampel dari indikator nilai perusahaan. ROE dan
ROI menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak
dengan menggunakan unsur modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ROE
dan ROI ini sangat penting bagi investor karena dengan menggunakan rasio ini
investor dapat menilai efektifitas dan efisiensi pengelolaan modal sendiri yang
dilakukan oleh perusahaan.
Investor yang akan menanamkan dana pada perusahaan perlu melihat ROE
dan ROI yang dimiliki perusahaan agar dapat mengetahui tingkat pengembalian yang
akan diterima oleh investor tersebut. Semakin tinggi rasio ROE dan ROI, maka hal
ini berarti semakin efektifnya penggunaan modal sendiri perusahaan tersebut.
Kenaikan rasio ROE dan ROI dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan laba
bersih yang diperoleh perusahaan tersebut. Peningkatan laba bersih perusahaan yang
semakin meningkat dapat dijadikan indikasi bahwa nilai perusahaan pun meningkat.
15
16
Hal ini disebabkan dengan meningkatnya laba bersih akan meningkatkan juga harga
saham yang selanjutnya berimbas pada meningkatnya nilai perusahaan.
2.1.3. Keputusan Investasi
2.1.3.1 Investasi
Menurut Bodie (2013; 2) mendefinisikan investasi sebagai berikut:
“Commitment of current resources in the expectation of deriving greater
resources in the future.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan harapan
pengembalian yang lebih besar atas pengorbanan sumber daya pada saat ini. Semakin
besar perusahaan, maka akan dituntut untuk mengambil keputusan investasi seperti
membuka cabang baru, memperluas usaha, ataupun mendirikan perusahaan lain.
Investasi merupakan komitmen perusahaan atas pengorbanan sejumlah dana
dengan harapan untuk memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang.
Investasi tersebut dapat berupa aset maupun berupa modal kerja.
2.1.3.2 Keputusan Investasi
Menurut Pujiati dan Widanar (2009) yang dikutip dari Setiani (2013)
menyatakan bahwa keputusan investasi merupakan keputusan yang dikeluarkan
perusahaan terkait dengan kegiatan perusahaan untuk melepaskan dana pada saat
sekarang dengan harapan untuk menghasilkan arus dana masa mendatang dengan
jumlah yang lebih besar dari yang dilepaskan pada saat investasi awal, sehingga
harapan perusahaan untuk selalu tumbuh dan berkembang akan semakin jelas dan
terencana.
Keputusan investasi terkait dengan pengalokasian sejumlah dana yang
dimiliki oleh perusahaan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan.
Keputusan investasi dapat digolongkan menjadi keputusan investasi jangka pendek,
seperti misalnya investasi dalam kas, surat berharga jangka pendek, piutang, maupun
16
17
persediaan, dan keputusan investasi jangka panjang seperti investasi dalam aktiva
tetap seperti tanah, bangunan, kendaraan, mesin, dan lain-lain.
Sejumlah dana yang akan diinvestasikan dalam jangka panjang khususnya
haruslah dipertimbangkan secara hati-hati. Hal ini dikarenakan dana tersebut akan
terikat dalam kurun waktu yang relatif lama dan memiliki jumlah yang besar.
Keputusan investasi tersebut sangat beresiko dan dapat mempengaruhi nilai
perusahaan. Kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi dapat menyebabkan
terjadinya over atau under investment, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
kerugian pada perusahaan. Sebagai contoh misalnya, penjualan di masa yang akan
datang diramalkan terlalu tinggi, sehingga akan dilakukan pembelian mesin untuk
menambah kapasitas produksi. Penambahan mesin tersebut memerlukan investasi
yang cukup besar. Pada kenyataannya, permintaan terhadap produk sangat kecil,
sehingga kapasitas dari mesin tersebut menganggur dan biaya penyusutannya tetap
besar, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian. Kerugian perusahaan akan
menurunkan kinerja perusahaan yang tercermin melalui laba yang diperoleh
perusahaan. Jika kinerja perusahaan menurun, maka hal ini akan mempengaruhi
harga saham perusahaan, yang pada akhirnya akan membuat nilai perusahaan menjadi
kecil.
Suatu investasi dapat dikatakan menguntungkan (profitable) jika investasi
tersebut dapat memberikan tingkat kemakmuran yang lebih besar bagi pemodal.
Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan
investasi. Hal ini senada dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan seperti
yang dikemukakan oleh Husnan dan Pudjiastuti (2004:6). Perusahaan menggunakan
dana dengan harapan untuk menghasilkan kas masuk (cash in flow) di masa yang
akan datang melebihi nilai investasi awal selama satu periode. Keputusan investasi
dimulai dengan mengidentifikasi peluang investasi yang sering disebut juga dengan
proyek investasi modal. Keputusan investasi juga disebut dengan keputusan
penganggaran modal karena sebagian besar perusahaan mempersiapkan anggaran
17
18
tahunan yang salah satunya terdiri dari investasi modal yang disahkan (Brealey,
Myers, Marcus, 2008:8).
Keputusan investasi berhubungan erat dengan kegiatan investasi yang
dilakukan oleh perusahaan. Menurut Riyanto (2008:256) keputusan investasi
mungkin merupakan keputusan yang paling penting diantara ketiga bidang keputusan
keuangan yang lainnya (keputusan pendanaan dan kebijakan dividen). Hal ini karena
keputusan mengenai investasi ini akan berpengaruh langsung terhadap besarnya
rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu berikutnya.
Capital budgeting merupakan aspek utama dari keputusan ini. Capital budgeting
adalah proses perencanaan pengeluaran atas aset yang arus kasnya diperkirakan akan
terjadi di atas periode waktu satu tahun. (Brigham dan Houston, 2010:46). Oleh
karena itu keputusan investasi ini akan menentukan keseluruhan jumlah aset yang ada
pada perusahaan, komposisi aset tersebut, dan tingkat risiko usahanya.
Menurut Hanafi (2012:142) dalam analisis keputusan investasi terdapat
beberapa langkah, yaitu :
1. menaksir aliran kas dari investasi tersebut
2. menghitung biaya modal rata-rata tertimbang
3. mengevaluasi investasi tersebut dengan kriteria investasi seperti payback period,
net present value, maupun internal rate of return
4. mengambil keputusan apakah investasi tersebut diterima atau ditolak.
2.1.3.3 Mengukur Tingkat Investasi
Salah satu faktor yang akan diamati oleh investor adalah informasi yang
tertuang dalam laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan perusahaan
tersebut. Dengan informasi yang didapat dari laporan keuangan tersebut, diharapkan
investor tidak salah dalam memilih perusahaan. Salah satu unsur utama dari informasi
laporan keuangan yang menjadi bahan pertimbangan investor adalah perkembangan
aset perusahaan atau assets growth.
18
19
Menurut
Sunariyah
(2006)
yang
dikutip
dari
Suskim
(2010:132)
mengungkapkan bahwa :
“Keputusan investasi dapat diukur melalui pertumbuhan total asset perusahaan
yang bersangkutan dari tahun ke tahun yang menunjukkan perkembangan
investasi perusahaan”
Keputusan investasi akan menentukan keseluruhan jumlah aset yang dimiliki
perusahaan, komposisi aset tersebut, dan tingkat resiko usahanya. Oleh karen itu
keputusan investasi dapat tercermin dari tingkat pertumbuhan aset yang dimiliki oleh
perusahaan. Salah satu rasio yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan
asset adalah dengan menggunakan total assets growth (TAG).
Menurut Astuti (2014) aset adalah aset yang digunakan untuk aktivitas
operasional perusahaan. Semakin besar aset maka akan diikuti dengan peningkatan
hasil operasi sehingga akan meningkatkan kepercayaan pihak luar terhadap
perusahaan sehingga porsi utang akan semakin besar. Hal ini didasarkan pada
keyakinan kreditor terhadap perusahaan karena dana yang ditanamkan pada
perusahaan dijamin oleh besarnya aset perusahaan.
Pertumbuhan aset didefinisikan sebagai perubahan (tingkat pertumbuhan)
tahunan dari aset total (Astuti, 2014). Oleh karena itu pertumbuhan aset dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Pertumbuhan Aset =
2.1.4
Total Aset tahun ke n − Total Aset tahun ke n − 1
Total Aset tahun ke n − 1
Kebijakan Dividen
2.1.4.1 Dividen
Dividen merupakan salah satu return yang diharapkan oleh investor. Dividen
didefinisikan sebagai laba yang dibagikan kepada para pemegang saham. Menurut
Ross (2013: 561) dividen adalah pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada
19
20
pemiliknya, baik dalam bentuk tunai maupun saham. Menurut Hanafi (2012:361)
dividen adalah kompensasi yang diterima oleh pemegang saham di samping capital
gain. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dividen adalah
pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemegang saham perusahaan
tersebut.
Laba yang diperoleh perusahaan atas operasi perusahaan tersebut dapat
dibagikan seluruh maupun sebagian. Jika laba atas operasional tersebut dibagikan
secara keseluruhan sebagai dividen, maka perusahaan akan kehilangan sumber dana
internal yang dapat digunakan untuk investasi di masa yang akan datang. Jika laba
tersebut ditahan secara keseluruhan sebagai laba ditahan, maka hal ini akan
memberikan sinyal negatif bagi investor di pasar saham dan berakibat penurunan
harga saham, sehingga perusahaan pun akan kehilangan sumber dana eksternal. Oleh
karena itu kebijakan yang diambil mengenai seberapa besar laba akan dibagikan
sebagai dividen dan seberapa besar laba akan ditahan sebagai retained earnings
merupakan kebijakan yang sangat penting.
2.1.4.2 Jenis-jenis Dividen
Dividen yang dibagikan kepada pemegang saham mempunyai beberapa jenis.
Jenis dividen yang dibagikan tergantung pada kebijakan yang diambil oleh
perusahaan dan keputusan pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Menurut
Badriawan (2006:434) jenis-jenis dividen antara lain:
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Dividen yang paling umum dibagikan kepada pemegang saham adalah dalam
bentuk kas. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan
sebelum mengumumkan pembagian dividen jenis ini adalah ketersediaan kas
yang dimiliki oleh perusahaan. Apakah perusahaan memiliki cukup dana kas
untuk membagikan dividen dalam bentuk tunai ini atau tidak.
20
21
2. Dividen Aktiva Selain Kas (Property Dividend)
Selain dalam bentuk kas, dividen pun dapat dibagikan dalam bentuk lain
seperti aktiva dalam bentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki
perusahaan, barang dagangan, atau aset-aset lainnya. Pembagian dividen
dalam bentuk ini disebut sebagai property dividend.
3. Dividen Utang (Scrip Dividend)
Dividen utang atau scrip dividend timbul pada saat pembagian dividen dimana
saldo laba ditahan mencukupi untuk dilakukannya pembagian dividen, namun
saldo kas perusahaan tersebut tidak mencukupi untuk dilakukannya
pembagian dividen tunai. Dalam situasi ini perusahaan dapat mengeluarkan
suatu perjanjian tertulis untuk membayar dividen di waktu yang akan datang.
Perjanjian tertulis tersebut itulah yang disebut sebagai scrip dividend atau
dividen utang.
4. Dividen Likuidasi
Dividen likuidasi mengacu pada pembagian dividen dimana sebagian dari
pembagian dividen tersebut merupakan pengembalian modal. Dividen
likuidasi ini dicatat dengan mendebit rekening pengembalian modal dalam
neraca yang dilaporkan sebagai pengurang modal.
5. Dividen Saham (Stock Dividend)
Dividen saham merupakan pembagian dividen dalam bentuk penambahan
saham tanpa dipungut pembayaran kepada para pemegang saham dan
diberikan sebanding dengan saham-saham yang dimilikinya.
Selain jenis dividen di atas, terdapat pula dividen yang dibayarkan sebelum
tahun buku berakhir. Dividen ini sering disebut sebagai dividen interim. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan dividen dalam bentuk kas untuk kebijakan
dividen yang dilakukan oleh perusahaan, seperti kebanyakan yang telah dilakukan
perusahaan.
21
22
2.1.4.3 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan pengambilan keputusan terkait dengan laba
yang diperoleh perusahaan untuk tahun berjalan akan dibagikan kepada pemegang
saham atau laba tersebut akan ditahan sebagai laba ditahan (retained earnings). Jika
laba tersebut dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, maka tingkat
pertumbuhan perusahaan akan berkurang sehingga akan berpengaruh terhadap saham.
Jika laba tersebut ditahan sebagai laba ditahan (retained earnings), maka pasar akan
memberikan sinyal negatif terhadap prospek perusahaan. Perusahaan yang
menetapkan kebijakan menaikkan pembayaran dividen merupakan sinyal yang baik
dan pasar akan merespon positif. Jika perusahaan mengambil kebijakan untuk
menurunkan pembayaran dividen, maka hal ini
merupakan sinyal yang buruk,
sehingga pasar akan merespon negatif (Prasetyanta, 2014).
Agus Sartono (2001:281) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang
saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa datang. Oleh karena itu kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam
kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara
keseluruhan.
Menurut Agus Sartono (2001:292) terdapat beberapa pertimbangan manajerial
yang harus dianalisis dalam pengambilan keputusan kebijakan dividen, yaitu:
1. Kebutuhan Dana Perusahaan
Kebutuhan dana perusahaan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pengambilan kebijakan dividen. Aliran kas yang diharapkan,
pengeluaran-pengeluaran modal di masa yang akan datang, kebutuhan piutang
dan persediaan, pengurangan utang dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan
dividen.
22
23
2. Likuiditas
Faktor likuiditas yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengambilan kebijakan dividen. Pembayaran dividen
merupakan arus kas keluar dari perusahaan, maka semakin besar posisi kas
dan likuiditas perusahaan akan semakin besar pula kemampuan perusahaan
dalam membayar dividen. Perusahaan yang sedang berkembang biasanya
membutuhkan dana yang cukup besar untuk melakukan investasi. Oleh karena
itu perusahaan seperti ini akan mempunyai likuiditas yang kecil karena dana
yang diperoleh akan digunakan untuk diinvestasikan pada aktiva tetap dan
lancar yang cenderung permanen.
3. Kemampuan Meminjam
Likuditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk
meminjam sejumlah dana dalam jangka pendek. Kemampuan ini akan
meningkatkan fleksibilitas likuiditas yang dimiliki perusahaan. Perusahaan
yang cukup besar dan sudah stabil akan memiliki akses yang baik di pasar
modal. Kemampuan untuk meminjam yang lebih besar dan fleksibilitas yang
lebih besar akan memperbesar kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen.
4. Keadaan Pemegang Saham
Sebuah perusahaan dengan kepemilikan saham yang relatif tertutup akan
mempermudah manajemen untuk mengetahui dividen yang diharapkan
pemegang saham tersebut. Namun jika pemegang saham berada dalam
golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, maka perusahaan
dapat mempertahankan dividend payout yang rendah. Dengan rendahnya
dividend payout maka dapat diperkirakan laba yang akan ditahan perusahaan
untuk investasi di masa yang akan datang.
5. Stabilitas Dividen
Kestabilan dividen bagi investor akan lebih menarik daripada dividend payout
yang tinggi. Dalam artian bahwa dalam pengambilan kebijakan pembagian
23
24
dividen perusahaan tetap memperhitungkan tingkat pertumbuhan perusahaan.
Jika faktor lain dianggap sama maka perusahaan yang mempunyai
pembayaran dividen yang stabil lebih memiliki harga yang lebih tinggi
daripada perusahaan yang tidak stabil dalam pembayaran dividen.
2.1.4.4 Teori Kebijakan Dividen
Terdapat beberapa teori mengenai kebijakan dividen yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Menurut Agus Sartono (2001:282), teori kebijakan dividen antara lain:
1. Dividend Irrelevant Theory
Miller dan Modigliani (MM) berpendapat bahwa dividen yang dibayarkan
tidak mempengaruhi pada kemakmuran pemegang saham dan nilai perusahaan
ditentukan oleh earning power dari aset yang dimiliki perusahaan tersebut.
Dengan kata lain, maka nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi,
sedangkan keputusan mengenai perlakuan atas laba yang diperoleh, dibagikan
sebagai dividen atau ditahan sebagai laba ditahan, tidak mempengaruhi nilai
perusahaan tersebut. Teori ini didasarkan pada asumsi:
1. Pasar modal yang sempurna dimana investor bersikap rasional
2. Tidak ada pajak perorangan maupun pajak perusahaan
3. Tidak terdapat floatation cost dan biaya transaksi
4. Kebijakan dividen tidak berpengaruh pada biaya modal sendiri
5. Informasi tersedia bagi setiap individu, terutama yang terkait dengan
kesempatan investasi.
2. Bird-in-the-hand Theory
Menurut teori Bird-in-the-hand, nilai perusahaan akan maksimal jika adanya
rasio pembayaran dividen yang tinggi. Myron Gordon dan John Lintner
mengemukakan teori ini, karena menurut mereka investor lebih merasa aman
dalam perolehan pendapatan dengan adanya pembayaran dividen daripada
menunggu capital gain. Menurut Gordon-Lintner, kemungkinan capital gain
yang diharapkan memiliki risiko yang lebih besar dibanding dengan dividend
24
25
yiled yang pasti, sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang
lebih tinggi dan lebih tinggi lagi jika biaya modal sendiri digunakan untuk
mensubtitusikan dividen.
3. Tax Preferrence Theory
Teori Tax Preferrence berpendapat bahwa dividen yang dibagikan cenderung
akan dikenakan pajak yang lebih tinggi dibanding dengan capital gain. Oleh
karena itu investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi dari
saham yang mempunyai dividend yield yang tinggi. Menurut teori ini,
perusahaan lebih baik menetapkan dividend payout ratio yang rendah atau
bahkan tidak membagikan dividen sama sekali agar biaya modal dapat
diminimalkan dan nilai perusahaan dapat dimaksimalkan.
4. Information Content Hypotesis
Salah satu asumsi dari Modigliani-Miller terkait irrelevance dividend theory
adalah bahwa investor dan manajer memiliki informasi yang sama atas
kesempatan berbagai kesempatan investasi sehingga investor dan manajer
memiliki penilai yang sama terhadap perusahaan dan kebijakan dividen yang
akan dibagikan. Pada kenyataannya manajer cenderung mempunyai informasi
yang lebih baik jika dibandingkan dengan investor sehingga investor akan
menilai bahwa capital gain mempunyai risiko yang lebih besar dibanding
dengan dividen yang dibagikan. Menurut Modigliani-Miller perusahaan
cenderung tidak mau menurunkan tingkat dividen sehingga perusahaan hanya
akan meningkatkan dividen bila prospek perusahaan lebih baik di masa yang
akan datang. Modigliani-Miller selanjutnya berpendapat bahwa kenaikan
dividen akan dipandang sebagai tanda atau sinyal bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, sebaliknya,
penurunan dividen akan dilihat sebagai tanda bahwa prospek perusahaan
menurun.
25
26
5. Clientile Effect
Menurut teori Clientile Effect, investor dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar, yaitu yang menyukai pembagian dividen yang tinggi dan kelompok
yang tidak menyukai pembagian dividen yang tinggi karena terkait dengan
tarif pajak yang cukup tinggi. Jika perusahaan menahan laba yang diperoleh,
maka investor yang menyukai pembayaran dividen yang tinggi akan kecewa.
Memang mereka akan menerima capital gain dari saham tersebut, namun
untuk memenuhi kebutuhannya, investor tersebut harus menjual sahamnya.
Jika penjualan saham tersebut cukup besar, maka akan mengakibatkan
penurunan harga saham perusahaan. Investor yang tidak menyukai pembagian
dividen yang tinggi lebih menyukai menginvestasikan kembali pembagian
dividen tersebut. Ini dimungkinkan karena kenaikan dividen yang besar
mengakibatkan kenaikan tarif pajak pendapatan sehingga pembayaran dividen
tidak begitu menguntungkan dibanding dengan kenaikan pajak yang dibayar.
Dengan adanya kedua kelompok investor tersebut maka perusahaan
cenderung tidak melakukan perubahan kebijakan dividen.
Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Modigliani-Miller mengemukakan pendapat bahwa kebijakan dividen tidak
relevan yang berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena
nilai perusahaan ataupun
biaya modal tidak dipengaruhi oleh kebijakan
dividen.
2. Gordon-Lintner mengemukakan pendapat bahwa dividen mempunyai risiko
yang lebih kecil daripada capital gain, sehingga Gordon-Lintner lebih
menyarankan perusahaan untuk menentukan dividend payout ratio yang tinggi
dan menawarkan dividend yield yang tinggi untuk meminimumkan biaya
modal.
3. Pendapat lain menyatakan bahwa dividen cenderung akan dikenakan pajak
yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat
keuntungan yang lebih tinggi untuk saham yang mempunyai dividend yield
26
27
yang tinggi. Pendapat ini menyarankan agar perusahaan memberikan dividend
payout ratio yang lebih rendah atau bahkan tidak membagikan dividen sama
sekali agar biaya modal dapat diminimalkan dan nilai perusahaan dapat
dimaksimumkan.
2.1.4.5 Bentuk Kebijakan Dividen
Terdapat beberapa bentuk kebijakan dividen yang dapat diterapkan oleh
perusahaan jika perusahaan tersebut membagikan dividen secara tunai atau cash
dividend. Bentuk kebijakan tersebut dapat berupa :
1. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil
Bentuk kebijakan dividen stabil mempunyai arti bahwa dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham akan diberikan secara tetap per lembar
sahamnya dengan jangka waktu tertentu terlepas dari fluktuasi laba yang
diperoleh perusahaan. Kebijakan dividen stabil ini dapat dipertahankan selama
beberapa tahun, kemudian jika laba yang diperoleh perusahaan meningkat,
dan peningkatannya tersebut stabil, maka pembagian dividen stabil ini dapat
dilanjutkan, bahkan ditingkatkan.
2. Kebijakan Dividen Meningkat
Dalam kebijakan dividen yang meningkat, dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham akan dibayarkan secara meningkat dengan pertumbuhan
yang stabil. Misalkan perusahaan akan membayarkan dividen sebesar Rp.
600,- per lembar saham dengan pertumbuhan 5%, sehingga tahun berikutnya,
dividen yang dibagikan akan meningkat menjadi Rp. 630,- per lembar saham,
demikian pula tahun berikutnya, dividen yang akan dibagikan menjadi Rp.
661,50 per lembar saham.
3. Kebijakan Dividen Dengan Rasio yang Konstan
Menurut kebijakan pembagian dividen dengan bentuk rasio yang konstan,
dividen akan dibagikan besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh
perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka dividen
27
28
yang dibagikan akan semakin besar pula, sebaliknya, jika laba yang diperoleh
perusahaan kecil, maka dividen yang akan dibagikan pun menjadi kecil. Dasar
untuk kebijakan pembagian dividen bentuk ini sering disebut dengan dividend
payout ratio (DPR). Contoh misalnya dividend payout ratio telah ditentukan
sebesar 60%. Bila tahun ini perusahaan menghasilkan laba sebesar Rp. 1.500,per lembar saham, maka dividen yang akan dibagikan adalah sebesar Rp.
900,- (Rp. 1.500,- x 60%).
4. Kebijakan Dividen Reguler yang Rendah Ditambah Ekstra
Bentuk kebijakan dividen regular yang rendah ditambah ekstra mengacu pada
pembagian dividen ditentukan dengan jumlah yang kecil per lembar
sahamnya, kemudian akan ditambahkan dengan ekstra dividen bila
keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
2.1.4.7 Mengukur Pembayaran Dividen
Besarnya laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham disebut sebagai
dividend payout. Dividend payout ratio adalah persentasi laba yang akan dibagikan
sebagai dividen. Menurut Van Horne (2008:476), dividend payout ratio adalah
jumlah earnings yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber keuangan.
Keown (2010:201) memberikan definisi dividend payout ratio sebagai besarnya
dividen relatif terhadap pendapatan bersih atau earnings per share perusahaan.
Berdasarkan definisi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa:
(1) rasio pembayaran dividen menunjukan seberapa besar prosentase laba yang
ditahan sebagai sumber dana untuk investasi di masa yang akan datang
(2) perbandingan dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham.
Rumus untuk menghitung dividend payout ratio (DPR) menurut Irham Fahmi
(2013:139) adalah sebagai berikut :
‫= ݋݅ݐܴܽݐݑ݋ݕܽܲ ݀݊݁݀݅ݒ݅ܦ‬
‫ܵݎ݁ܲ ݀݊݁݀݅ݒ݅ܦ‬ℎܽ‫݁ݎ‬
‫ ݔ‬100%
‫ܵݎ݁ܲݏ݃݊݅݊ݎܽܧ‬ℎܽ‫݁ݎ‬
28
29
Dividend Payout Ratio dipilih dalam penelitian ini karena dividend payout
ratio lebih dapat menggambarkan perilaku oportunistik manajerial yaitu dengan
melihat seberapa besar keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen dan berapa yang disimpan oleh perusahaan sebagai laba ditahan.
2.1.5. Nilai Perusahaan
2.1.5.1 Pengertian Nilai Perusahaan
Menurut Agus Sartono (2001;xxi):
“tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham
yang diterjemahkan sebagai memaksimumkan harga saham.”
Memaksimalkan nilai perusahaan merupakan sesuatu yang sangat penting
bagi setiap perusahaan karena dengan nilai perusahaan yang maksimal maka hal ini
berarti bahwa perusahaan memaksimalkan pula kemakmuran pemegang saham
dimana hal ini adalah merupakan tujuan perusahaan. Harga saham yang tinggi akan
membuat nilai perusahaan tersebut semakin tinggi pula. Nilai perusahaan yang tinggi
akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini saja,
namun juga pada prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Brigham dan Erdhardt (2011:512) mendefinisikan nilai perusahaan sebagai
berikut:
“Corporate value which is the present value of expected free cash flow,
discounted at a weighted average cost of capital.”
Nilai perusahaan merupakan nilai saat ini dari arus kas bebas yang
diharapkan pada tingkat diskon senilai dengan rata-rata biaya modal tertimbang. Free
cash flow merupakan arus kas yang tersedia bagi investor, baik kreditur maupun
pemilik, setelah memperhitungkan semua pengeluaran untuk operasional perusahaan
dan pengeluaran untuk investasi.
Gitman (2006:352) mendefinisikan nilai perusahaan sebagai berikut:
“The actual amount per share of common stock that would be received if all
the firm’s assets were sold for their market value.”
29
30
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa nilai perusahaan merupakan nilai
realisasi yang akan diperoleh jika aset perusahaan tersebut dijual sebesar harga
pasarnya.
Nilai perusahaan merupakan persepsi masyarakat terhadap perusahaan. Nilai
perusahaan dapat dinilai dari harga saham yang stabil dan mengalami peningkatan
dalam jangka panjang. Harga saham yang ada di pasar modal merupakan fair price
yang dapat dijadikan sebagai cerminan nilai perusahaan karena terbentuk dari
kesepakatan antara permintaan dan penawaran investor (Hasnawati, 2005).
2.1.5.2 Jenis-jenis Nilai Perusahaan
Yulius dan Tarigan (2007) mengungkapkan mengenai beberapa konsep nilai
yang menjelaskan nilai suatu perusahaan, yaitu:
1. Nilai Nominal
Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar
perusahaan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan ditulis
secara jelas dalam surat saham kolektif.
2. Nilai Pasar
Nilai pasar sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawarmenawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham
perusahaan dijual di pasar saham.
3. Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik adalah konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada
perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai
intrinsik ini bukan sekedar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai
perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan
keuntungan di kemudian hari.
30
31
4. Nilai Buku
Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep
akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total
aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar.
5. Nilai Likuidasi
Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan bagian para
pemegang saham. Nilai likuidasi dapat dihitung dengan cara yang sama
dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca performa yang
disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi.
Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan nilai perusahaan pada nilai
pasarnya yang dapat direfleksikan dari harga saham. Dengan melihat harga saham
sebuah perusahaan, maka para investor akan mampu melihat secara garis besar nilai
dan kondisi dari perusahaan tersebut. Hal ini karena harga saham mencerminkan nilai
perusahaan tersebut. Jika harga saham perusahaan tersebut naik, dan hal ini sejalan
dengan kinerja yang baik, maka nilai perusahaan tersebut juga akan naik.
2.1.5.3 Mengukur Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan harga yang dibayarkan oleh pembeli apabila
saham perusahaan tersebut dijual. Pengukuran nilai variabel berupa nilai perusahaan
dapat dilihat dari harga saham perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Husnan dan Pudjiastuti (2004:210) yang mengatakan bahwa:
“Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang
diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan.”
Menurut Hasnawati (2005:117) yang mengatakan bahwa:
“Secara harafiah nilai perusahaan itu sendiri diamati melalui kemakmuran
pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar
modal.”
31
32
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa nilai
perusahaan dapat diukur dari harga saham perusahaan tersebut. Harga pasar
perusahaan terbentuk dari adanya kekuatan penawaran dan permintaan di pasar
saham, sehingga harga saham merupakan fair price yang dapat dijadikan tolok ukur
nilai perusahaan. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula nilai
perusahaan tersebut, yang hal ini berarti pula kemakmuran pemegang saham juga
meningkat.
Terdapat beberapa pendekatan dalam menentukan nilai pasar dari saham.
Menurut Brigham dan Houston (2010:150), pendekatan price earnings ratio (PER),
price book value ratio (PBV), market book ratio (MBR), dividend yield ratio, dan
dividend payout ratio (DPR) merupakan pendekatan-pendekatan yang dapat
digunakan untuk menentukan nilai pasar perusahaan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan price book value (PBV). PBV adalah sebuah rasio yang
menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham perusahaan
(Tjiptono dan Hendry, 2001:141). Semakin tinggi nilai PBV, maka semakin tinggi
pula tingkat kepercayaan masyarakat terhadap prospek perusahaan tersebut di masa
yang akan datang. Melalui PBV juga dapat diketahui seberapa mampu perusahaan
dalam menciptakan nilai perusahaan yang tergambar melalui perbandingan nilai
perusahaan dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Semakin tinggi rasio PBV,
maka semakin berhasil perusahaan tersebut menciptakan nilai bagi para pemegang
saham. Rumus untuk menghitung PBV adalah sebagai berikut :
PBV =
Harga Saham
Nilai Buku per lembar saham
PBV merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja sebuah
perusahaan. Perusahaan yang baik umumnya mempunyai rasio PBV diatas satu.
Rasio PBV diatas satu berarti nilai pasar saham perusahaan tersebut lebih besar
daripada nilai bukunya. Menurut Tandelilin (2001), PBV dapat digunakan untuk
32
33
menilai kinerja semua jenis perusahaan. Hubungan antara harga pasar dan nilai buku
per lembar saham bisa juga dipakai sebagai pendekatan alternatif untuk menentukan
nilai suatu saham, karena secara teoritis nilai pasar suatu saham haruslah
mencerminkan nilai bukunya.
2.1.5.4 Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, baik faktor
internal maupun faktor eksternal, diantaranya adalah :
a. Profitabilitas
Profitabilitas diartikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, baik
dari penjualan maupun dari investasi. Apabila perusahaan mempunyai kinerja
yang baik, maka para pihak yang berkepentingan, seperti supplier, kreditur,
dan termasuk pula para investor akan melihat sejauh mana perusahaan mampu
menghasilkan laba. Dengan baiknya kinerja perusahaan yang tercermin dalam
profitabilitas perusahaan, akan meningkatkan pula nilai perusahaan.
b. Keputusan Investasi
Investasi modal yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu aspek
dalam keputusan investasi selain penentuan komposisi aktiva. Keputusan
untuk mengalokasikan modal ke dalam usulan investasi harus dilakukan
secara hati-hati dan harus dievaluasi serta dihubungkan dengan tingkat risiko
dan hasil yang diharapkan. Berdasarkan signaling theory, yaitu suatu teori
yang mengemukaan bahwa perusahaan memberikan petunjuk-petunjuk berupa
sinyal kepada investor mengenai bagaimana manajemen memandang prospek
perusahaan di masa yang akan datang, pengeluaran untuk investasi
memberikan sinyal yang positif bagi para investor, karena hal ini menyangkut
pertumbuhan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Oleh sebab itu
pengeluaran investasi dapat meningkatkan harga saham yang digunakan
sebagai indikator nilai perusahaan.
33
34
c. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan keputusan terkait dengan alokasi laba yang
diperoleh perusahaan. Apakah laba tersebut akan dibagikan kepada pemegang
saham sebagai dividen, ataukah akan ditahan sebagai laba ditahan yang dapat
digunakan untuk pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Jika
perusahaan mengambil kebijakan untuk membagikan laba perusahaan sebagai
dividen, maka hal ini akan berpengaruh pada menurunnya jumlah laba ditahan
dan selanjutnya akan mengurangi sumber dana internal perusahaan. Jika
perusahaan mengambil kebijakan untuk menahan laba perusahaan sebagai
laba ditahan, maka hal ini dapat meningkatkan sumber dana internal
perusahaan.
Jika dividen yang dibagikan kepada pemegang saham cukup besar, maka
berdasarkan signaling theory, hal ini dapat menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen tersebut di masa yang akan datang,
sehingga hal ini dapat meningkatkan harga saham perusahaan sebagai
indikator nilai perusahaan.
Selain faktor-faktor diatas, terdapat beberapa faktor lain yang dapat
mempengaruhi nilai perusahaan, antara lain :
1. Kebijakan pendanaan
2. Kepemilikan manajerial
3. Tingkat inflasi yang terjadi
4. Pertumbuhan ekonomi
5. Politik
34
35
2.2 Penelitian Terdahulu
No.
1.
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Indikator
Pengaruh Struktur
- Struktur Modal (X1)
Modal, Profitabilitas
- Profitabilitas (X2)
Debt to Equity Ratio
- Ukuran
(DER)
Dan Ukuran
Perusahaan Pada
Nilai Perusahaan
(Ayu Sri Mahatma
Dewi dan
Perusahaan
(X3)
- Nilai Perusahaan (Y)
- Struktur
Hasil Penelitian
Modal
- Profitabilitas
Return
to
=
=
Equity
(ROE)
- Pengaruh struktur modal pada
kapitalisasi pasar
Ary Wirajaya, 2013)
sampel
perusahaan yang mencakup
dengan nilai thitung sebesar -
semua
2,355 dengan menggunakan
yang terdaftar di Bursa
tingkat
Efek Indonesia
signifikansi
kurang
sehingga
sebesar
dari
struktur
berpengaruh
0,025
modal
signifikan
terhadap nilai perusahaan.
- Pengaruh profitabilitas pada
nilai perusahaan dan uji t
dengan
nilai
thitung
sebesar
9,645 dengan menggunakan
tingkat
0,000
signifikansi
kurang
sehingga
berpengaruh
sebesar
dari
0,025
profitabilitas
signifikan
terhadap nilai perusahaan.
35
- menambah
nilai perusahaan dan uji t
0,020
- Ukuran Perusahaan =
Saran
jenis
perusahaan
- memperluas
keuangan
variabel
lainnya
yang
memiliki pengaruh lebih
besar
terhadap
perusahaan
nilai
36
- Pengaruh ukuran perusahaan
pada nilai perusahaan dan uji t
dengan
nilai
thitung
sebesar
1,830 dengan menggunakan
tingkat
signifikansi
sebesar
0,069 lebih besar dari 0,025
sehingga ukuran perusahaan
berpengaruh
signifikan
terhadap nilai perusahaan
2.
Pengaruh
- Profitabilitas (X1)
Profitabilitas
- Kapitalisasi
Dan Kapitalisasi
Pasar Terhadap Nilai
Emiten Jakarta
Islamic Index (
Raden Arfan
Rifqiawan, 2015)
Pasar
(X2)
- Nilai Emiten (Y)
- Profitabilitas
Return
on
=
Assets
(ROA)
signifikan
Pasar=
ekuitas
(Equity
pasar
Market
berpengaruh
terhadap
emiten
- Kapitalisasi
nilai
- Profitabilitas
nilai
dengan
taraf
signifikansi
dari
statistik
sebesar
t
hasil
uji
0,000
- penelitian selanjutnya
hendaknya melakukan
analisis fundamental yang
lebih lengkap, tidak hanya
memakai rasio profitabilitas
saja sebagai variabel
(<0,05)
Value/EMV)
independennya, tetapi juga
- Nilai Emiten=Tobin’s
- Kapitalisasi
pasar
tidak
berpengaruh secara signifikan
Q
terhadap nilai emiten yang
36
ditunjukkan
dengan
taraf
signifikansi
sebesar
0,195
rasio likuiditas, rasio
aktivitas, dan rasio
leverage.
- Penelitian selanjutnya
hendaknya melakukan
37
(>0,05)
analisis teknikal yang lebih
lengkap tidak hanya
menggunakan kapitalisasi
pasar sebagai variabel
independennya, tetapi juga
data historis saham, volume
perdagangan saham, dan
trend harga saham.
- Penelitian selanjutnya
diharapkan menggunakan
seluruh perusahaan yang
tergabung dalam ISSI
(Indeks Saham Syariah
Indonesia), dengan sampel
yang lebih banyak dan
tahun pengamatan yang
lebih lama membuat
kemungkinan bias
penelitian menjadi lebih
kecil.
3.
Pengaruh Keputusan
- Keputusan Investasi
- Keputusan Investasi =
37
- Keputusan
investasi
- penelitian ini bisa
38
Investasi, Keputusan
Pendanaan, Dan
Tingkat Suku
Bunga Terhadap
Nilai Perusahaan
Pada Perusahaan
(X1)
- Keputusan
Pendanaan (X2)
- Tingkat Suku Bunga
(X3)
Total Assets Growth
berpengaruh tidak signifikan
dikembangkan dengan
(TAG)
dan
menambahkan variabel lain
- Keputusan Pendanaan
=
Debt
to Equity
Ratio (DER)
- Keputusan
positif
- Tingkat Suku Bunga
terhadap
nilai
perusahaan (sig. 0,3464)
yang mempengaruhi nilai
pendanaan
berpengaruh
- Nilai Perusahaan (Y)
Otomotif Yang
negatif
signifikan
terhadap
dan
nilai
pengamatan sehingga bisa
akurat dan signifikan.
- tingkat
tahun
menambah variabel
didapatkan hasil yang lebih
perusahaan (sig. 0,0493)
= rata-rata SBI setiap
Terdaftar Di Bursa
perusahaan ataupun dengan
Efek Indonesia (Rury
berpengaruh
Setiani, 2013)
negatif
suku
bunga
signifikan
terhadap
dan
nilai
perusahaan (sig. 0,0015)
4.
Keputusan Investasi,
Keputusan
Pendanaan dan
Kebijakan Deviden :
Pengaruhnya
Terhadap Nilai
Perusahaan (Yulia
Efni, Djumilah
Hadiwidjojo, Ubud
- Keputusan Investasi
investasi
= nilai pasar ekuitas
(X1)
dibanding nilai buku
- Keputusan
Pendanaan (X2)
- Kebijakan
- Keputusan
Deviden
(X3)
- Nilai Perusahaan (Y)
ekuitas (MVE/BVE)
- Keputusan Pendanaan
- Keputusan
investasi
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan,
namun
tidak
berpengaruh terhadap resiko
Value
Assets
(STDBV) dan Debt
To Asset (DTA)
- Kebijakan Dividen =
38
lagi untuk sektor-sektor
yang mempunyai
karakteristik berbeda
- Penelitian berikutnya
perusahaan.
= Short Term Debt to
Book
- Penelitian dikembangkan
memasukkan variabel makro
- Keputusan pendanaan hanya
berpengaruh
perusahaan
pendanaan
terhadap
bila
nilai
keputusan
mampu
ekonomi seperti
pertumbuhan ekonomi, kurs,
inflasi, dan tingkat bunga
39
Salim, Mintarti
Dividend
Rahayu, 2011)
Ratio (DPR)
Payout
menurunkan resiko perusahaan
(resiko
bisnis,
resiko
keuangan, dan resiko pasar)
- Kebijakan
dividen
berpengaruh
perusahaan,
langsung
tidak
terhadap
nilai
baik
secara
maupun
melalui
resiko perusahaan.
5.
A Study Of Dividend - Dividend Policy(X)
Policy And Its Effect
- Firm’s Value (Y)
- Dividend Policy
Dividend
=
Payout
Ratio
On Market Value Of
- there is a significant effect of
-
dividend policy on the share
price of selected Indian Banks
- Firm’s Value = Total
Shares Of Selected
Assets
Banks In India
(Vinay Kandpal dan
Kavidayal, 2015)
6.
Dividend Policy and
- Dividend Policy (X)
Its Impact on Stock
- Stock Price (Y)
Price – A
Study on
Commercial Banks
- Dividend Policy
= - Fixed Effect and Random
Dividend
yield,
Effect Model show significant
retention
ratio,
negative relation between
earning per share,
Dividend Yield and Stock
return on equity, and
Price while Retention Ratio
net profit after tax
has a negative but statistically
39
-
40
Listed in Dhaka
Stock Exchange
(Abdullah Al
- average of high and
low market prices of
the shares
insignificant relationship with
Stock Market Prices
- Return on Equity and Earnings
per share have statistically
Masum, 2014)
significant positive impact on
stock price and Profit after
Tax has a significant negative
impact on Stock Market Prices
of the commercial banks of
Bangladesh
40
41
2.3.
Kerangka Pemikiran
Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan kemakmuran pemegang
saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Setiani:2013). Operasional perusahaan
dalam menghasilkan laba tidak terlepas dari unsur kemampuan untuk menghasilkan
laba, keputusan investasi, serta keputusan pembagian dividen. Laba yang dihasilkan
dari operasional perusahaan diharapkan mampu untuk meningkatkan nilai perusahaan
tersebut yang tercermin dari tingginya harga saham, dan pada akhirnya kemakmuran
pemegang saham pun akan meningkat.
Profitabiltas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Profitabilitas
yang
tinggi
mencerminkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Semakin besar
keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan, maka akan meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk berkembang dan membagikan dividen bagi pemegang saham,
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan melalui meningkatnya
harga saham (Dewi & Wirajaya:2013).
Signaling theory menjelaskan hubungan antara pengeluaran perusahaan untuk
investasi dengan nilai perusahaan, dimana pengeluaran untuk investasi merupakan
sinyal positif mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga
hal ini dapat meningkatkan harga saham dan pada akhirnya dapat meningkatkan nilai
perusahaan (Hasnawati:2005).
Kebijakan dividen adalah kebijakan terkait perusahaan memperlakukan laba
yang diperoleh, apakah laba tersebut akan dibagikan sebagai dividen kepada para
pemegang saham ataukah laba tersebut akan ditahan sebagai laba ditahan dan
digunakan untuk pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Jika perusahaan
memilih untuk membagikan laba tersebut sebagai dividen kepada pemegang saham,
maka perusahaan akan kehilangan kemampuan untuk bertumbuh. Di sisi lain, jika
perusahaan tidak membagikan dividen, maka pasar akan memberikan nilai negatif
terhadap prospek perusahaan (Prasetyanta, 2014).
41
42
2.3.1
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan
Signaling theory mengungkapkan bahwa profitabilitas perusahaan yang tinggi
akan menunjukkan prospek perusahaan yang bagus sehingga investor akan merespon
positif dan nilai perusahaan akan meningkat (Bhattacarya seperti dikutip Sujoko dan
Soebiantoro:2007). Ayu Sri Mahatma Dewi dan Ary Wirajaya (2013) meneliti
pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,025. Hasil
penelitian Raden Arfan Rifqiawan (2015) mengungkapkan bahwa profitabilitas
mempengaruhi nilai emiten secara signifikan dengan uji statistik t sebesar 0,000
(<0,05). Jika perusahaan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan laba yang
baik, maka hal ini akan direspon positif oleh pasar, sehingga pada akhirnya nilai
perusahaan dapat meningkat seiring dengan meningkatnya harga saham perusahaan
tersebut.
2.3.2
Pengaruh Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan
Pengeluaran investasi akan menjadi sinyal positif mengenai pertumbuhan
perusahaan, sehingga hal ini dapat meningkatkan harga saham dan pada akhirnya
dapat meningkatkan nilai perusahaan (Hasnawati:2005). Rury Setiani (2013)
mengungkapkan hasil penelitian bahwa keputusan investasi berpengaruh tidak
signifikan dan negatif terhadap nilai perusahaan (sig. 0,3464). Yulia Efni (2012)
mengemukan bahwa keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,546. Jika perusahaan melakukan investasiinvestasi yang menguntungkan, maka hal ini akan mendapat respon yang positif dari
pasar, sehingga harga saham akan meningkat dan pada akhirnya nilai perusahaan pun
akan meningkat.
42
43
2.3.3
Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan
Peningkatan
pembayaran
dividen
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
menunjukkan prospek perusahaan yang semakin bagus sehingga investor akan
tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat (Sujoko dan
Soebiantoro:2007). Yulia Efni (2012) menyatakan hasil penelitian bahwa kebijakan
dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, baik secara langsung maupun
melalui resiko perusahaan. Penelitian Vinay Kandpal dan Kavidayal (2015)
mengungkapkan hasil penelitian yang berbeda dan menyatakan bahwa kebijakan
dividen berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Jika perusahaan membagikan
laba yang diperoleh sebagai dividend dan dilakukan secara konsisten, maka akan
mendapatkan sinyal positif dari pasar, sehingga dapat meningkatkan nilai harga
saham yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan tersebut.
Kerangka pemikiran penelitian ini tertuang dalam Gambar 2.1 sebagai berikut:
43
44
Kinerja perusahaan sektor keuangan yang masuk dalam indeks LQ45
periode 2010-2015erja
Kebijakan Laba
Profitabilitas
Kebijakan
Dividen
Keputusan
Investasi
Keputusan
Pendanaan
Nilai Perusahaan
(Y)
Kajian Empiris:
1. Ayu Sri Mahatma Dewi dan
Ary Wirajaya (2013)
2. Rury Setiani (2013)
3. Yulia Efni (2012)
Faktor yang mempengaruhi
Faktor Keuangan:
1. ROE (X1)
2. ROI (X2)
3. TAG (X3)
4. DPR (X4)
Kajian Teoritis:
1. Manajemen Keuangan
2. Analisis laporan keuangan
Nonkeuangan
Perumusan Hipotesis
= diteliti
= tidak diteliti
Pengujian Statistik
Hasil pengujian statistik secara simultan maupun parsial
Gambar 2.2
Kerangka Pikir Konseptual
44
45
Profitabilitas
Keputusan Investasi
Nilai Perusahaan
Kebijakan dividen
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
2.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini merupakan pernyataan singkat
yang disimpulkan dari tinjauan pustaka dan merupakan uraian sementara dari
permasalahan penelitian yang perlu diuji kembali. Suatu hipotesis akan diterima jika
hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, begitu pula
sebaliknya, jika hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut
salah, maka hipotesis akan ditolak.
Berdasarkan teori-teori serta beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H1
: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
H2
: Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
H3
: Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
H4
: Profitabilitas, keputusan investasi, dan kebijakan dividen berpengaruh secara
simultan dan positif terhadap nilai perusahaan
45
Download