BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kanker merupakan penyakit keganasan yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar. Penyakit kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Kanker penyebab kematian ketiga pada kelompok anak usia 1-4 tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino dan Smith, 2001 dalam Maria et al., 2003). Di Amerika Serikat insidensi kanker pada anak dan remaja dibawah usia 20 tahun diperkirakan sekitar 12.400 kasus dan berdasarkan hasil laporan American Cancer Society tahun 2000, terdapat sekitar 2.300 kasus kematian dan hal ini telah mewakili sekitar 8% dari semua kematian. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa insidensi kanker setiap tahun mengalami peningkatan dengan estimasi penderita sekitar 6,25 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 4% atau 250 ribu penderita adalah anak-anak. Prevalensi kanker di Indonesia diperkirakan sekitar 2-3% dari jumlah kasus kanker yang terjadi pada anak-anak, dengan angka insidensi diperkirakan sekitar 150 dari 1 juta orang anak dan setiap tahunnya terdapat 4100 kasus kanker baru. Berdasarkan data Riskesda tahun 2013, prevalensi kanker di Indonesia diperkirakan 1,4% per mil, dimana prevalensi kanker tertinggi terdapat di Propinsi DI Yogyakarta sekitar 4,1% kasus, kemudian diikuti oleh Jawa Tengah 2,1%, Bali 1 2 2%, Bengkulu dan DKI Jakarta masiing-masing 1,9% per mil. Prevalensi kanker tertinggi terdapat pada usia bayi sekitar 0,3% dan peningkatan angka prevalensi juga terdapat pada anak usia > 15 tahun. Kanker merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor. Terdapat beberapa faktor predisposisi yang menjadi penyebab terjadinya pertumbuhan sel kanker pada anak misalnya stimulus eksternal seperti faktor lingkungan yang dapat berupa paparan radiasi sinar ultraviolet, selain hal tersebut faktor kimia, obat maupun bahaya biologis juga berperan sebagai onkogen yang dimulai sejak masa embrional (Jong, 2004). Menurut Ball dan Binder (2003) faktor lain yang berperan ialah sistem imun dan ketidaknormalan gen, serta ketidaknormalan kromosom pada proses genetika. Adapun jenis kanker yang banyak diderita oleh anak meliputi kanker darah (leukemia), kanker mata (retinobastoma), kanker otak, kanker kelenjar getah bening (limfoma) dan kanker tulang (Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, 2011). Kanker dapat menimbulkan keluhan sesuai jenis kanker yang diderita. Adapun beberapa keluhan umum yang dapat ditemukan adalah terjadinya demam, berat badan menurun, kelelahan dan nyeri Kanker pada anak-anak memiliki prognosis baik apabila dideteksi dan ditemukan pada stadium dini, tetapi melakukan deteksi kanker pada anak-anak memang cukup sulit, hal ini karena anak-anak belum dapat memahami dan menceritakan gejala-gejala yang dirasakan (Yudhasmara, 2009). Penanganan terbaru kanker pada anak meliputi kombinasi dari kemoterapi, radiasi dan kadang pembedahan, telah meningkatkan harapan 3 hidup pada anak dengan kanker, bagaimanapun setiap tindakan tersebut berlangsung cukup lama dan juga sering menimbulkan ketidaknyamanan atau efek samping berupa nyeri hebat, dan beberapa anak dengan kanker meninggal dunia (DeAngelis dan Zylke, 2006) Kanker dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara, lebih sering karena komplikasi. Banyak anak yang meninggal karena infeksi berat yang disebabkan oleh hilangnya kemampuan tubuh untuk melawan penyakit, baik karena kanker itu sendiri atau karena menurunnya resistensi terhadap pengobatan, seperti kemoterapi (Braken, 2010). Beberapa obat kemoterapi juga memiliki efek secara langsung pada organ dalam tubuh yang memicu terjadinya toksisitas obat dari waktu ke waktu dan dampak dari kerusakan sel atau jaringan yang luas mengakibatkan beberapa efek samping spesifik seperti rambut menjadi rontok, kulit menjadi kering, mukositis dan sebagainya. Selain itu, anak yang menjalani kemoterapi juga akan mengalami kelelahan, anoreksia, perubahan rasa, mual, muntah dan nyeri (Gibson dan Soanes, 2008). Menurut Winningham et al. (1994) dalam Chalise et al. (2012), menggambarkan kelelahan pasien dengan kanker sebagai sesuatu yang membuat seseorang mengalami kelemahan,kelelahan, kurang konsentrasi, depresi, malaise dan kurang motivasi. Kondisi ini sangat mempengaruhi kegiatan atau aktivitas sehari-hari pasien, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup pasien. 4 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek kemoterapi dapat memperburuk status fungsional, dalam hal ini status fungsional digambarkan sebagai kondisi ketidakmampuan anak dalam menjalankan perannya untuk melakukan perawatan diri, terutama setelah pemberian kemoterapi pada periode kedua. Menurut Lee (2005) dalam Ogce dan Ozkan (2008), status fungsional adalah suatu kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari yang termasuk dalam pekerjaan, perawatan diri dan pemeliharaan keluarga atau peran sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Ogce dan Ozkan (2008) mengenai perubahan status fungsional, fisik dan psikologi pada wanita penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan secara statistik pada adanya gejala fisik dan psikologi setelah kemoterapi, terutama kegiatan perawatan diri. Kanker maupun pengobatannya dapat menyebabkan berbagai macam efek samping yang dapat mempengaruhi fisik, mental, kondisi sosial dan menimbulkan komplikasi fisik, mental dan sosial, dimana kondisi ini dapat berdampak pada perilaku self-care pasien (Prutipinyo, 2012). Perilaku self-care merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan perawatan diri yang bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup (WHO, 2010 dalam Prutipinyo, 2012). Keberhasilan self-care tergantung pada keaktifan individu untuk berpartisipasi terhadap upaya pemeliharan kesehatan dirinya. Dengan perilaku yang efektif, maka akan terjadi peningkatan status kesehatan, selain itu juga dapat meminimalkan komplikasi akibat perjalanan penyakit, mengurangi 5 lama perawatan dan meningkatkan kualitas hidup (Carter et al., 1998 dalam Lenoci, 2002). Dorothea Orem merupakan tokoh keperawatan yang mengembangkan salah satu teori keperawatan mengenai self-care atau perawatan diri yang merupakan usaha yang dilakukan oleh individu secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan keadaannya baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Setiap individu diyakini memiliki kemampuan mandiri untuk memenuhi kebutuhan self-care, kecuali bila tidak mampu. (Tomey dan Alligood, 2006). Orang dewasa memiliki kapasitas untuk perawatan diri, namun ketika masalah kesehatan muncul, kemampuan seseorang akan menurun untuk melakukan perawatan diri, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain untuk memenuhinya (Sanchez, 1999 dalam Fan, 2008). Kondisi ini juga dapat dialami oleh anak, karena selain dapat mengalami penurunan perawatan diri yang diakibatkan oleh adanya masalah kesehatan, anak juga masih dalam tahap perkembangan, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya. Dalam manajemen kanker, pengelolaan efek samping pengobatan memerlukan intervensi keperawatan yang tepat, dan hal ini dapat berpengaruh pada kenyamanan, keamanan dan kualitas hidup anak. Selain itu intervensi keperawatan yang efektif dapat mengurangi waktu pemulihan, mencegah komplikasi serius dan mengurangi lama rawat inap. Dalam pemberian intervensi, penting sekali bagi perawat untuk melibatkan anak dan keluarga dalam semua aspek perawatan dan orangtua atau wali maupun anggota keluarga lainnya harus 6 benar-benar sudah siap dan memdapatkan dukungan dari lingkungannya untuk berperan aktif dalam perawatan anaknya (Gibson dan Soanes, 2008). Salah satu intervensi keperawatan untuk memenuhi perawatan diri anak adalah dengan mendorong dan memberdayakan orangtua atau wali dalam pemenuhan perawatan diri anak. Hal ini sejalan dengan konsep dasar dalam asuhan berpusat pada keluarga yaitu memampukan keluarga dengan cara memberikan kesempatan bagi semua anggota keluarga untuk menunjukkan kemampuan atau kompetensi mereka dalam memenuhi kebutuhan anak dan pemberdayaan keluarga yang menggambarkan usaha keluarga untuk mempertahankan perilaku positif (Wong, 2008; Hockenberry dan Wilson, 2011). Kemampuan orangtua atau wali dalam memenuhi perawatan diri anak dapat dilihat dari perilakunya yaitu melakukan aktivitas perawatan diri bagi anaknya. Pemenuhan self-care anak tergantung pada dependent care agency yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. Jika seseorang tidak memiliki dependent care agency yang adekuat, maka akan terjadi penurunan perawatan diri atau self-care deficit (Callaghan, 2000; Tomey dan Alligood, 2010). Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan perawat yang bekerja diruang perawatan Estella RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, didapatkan data bahwa hampir setiap anak yang menjalani rawat inap, pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya dibantu oleh orangtua atau wali. Dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri, masih banyak orangtua atau wali yang ragu-ragu atau khawatir dan mengharapkan perawat yang melakukan perawatan diri anaknya. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh anak yang baru terdiagnosa kanker dan menjalani rawat inap, 7 tetapi juga pada anak yang sudah lama terdiagnosa kanker dan menjalani rawat inap. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan yang merawat anak dengan kanker. Data yang diperoleh dari instalasi catatan medik di RSUP Dr. Sardjito, jumlah penderita kanker anak pada tahun 2013 didominasi oleh leukemia yaitu sebanyak 634 kasus, kemudian disusul oleh trombositopenia 167 kasus, dan AML 85 kasus, sedangkan yang menjalani kemoterapi selama tahun 2013 adalah sebanyak 843 anak. Penelitian mengenai bagaimana perilaku orangtua atau wali dalam memenuhi kebutuhan self-care pada anak yang menderita kanker dan menjalani rawat inap, belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito, oleh sebab itu peneliti ingin melihat bagaimana kemampuan orangtua atau wali dan hubungannya dengan perilaku orangtua atau wali dalam melakukan perawatan diri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang bagaimana hubungan antara kemampuan melakukan perawatan diri (dependent care agency) dengan perilaku orangtua atau wali dalam memenuhi kebutuhan selfcare (dependent care) pada anak yang menderita kanker di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? 8 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara kemampuan melakukan perawatan diri (dependent care agency) dengan perilaku orangtua/wali dalam memenuhi kebutuhan self-care (dependent care) pada anak yang menderita kanker di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2. Tujuan Khusus Mengetahui gambaran kemampuan melakukan perawatan diri (dependent care agency) dan perilaku orangtua atau wali dalam memenuhi kebutuhan self-care (dependent care) pada anak yang menderita kanker di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perawat untuk melakukan asuhan keperawatan khususnya dalam menilai dan memberikan intervensi keperawatan dengan memberdayakan orangtua atau wali atau keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri pada anak. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagai perawat dalam mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan kesehatan mengenai self-care pada keluarga yang merawat anak dengan kanker. 9 2. Pendidikan Memberikan informasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana penerapan teori keperawatan dalam perawatan anak yang menderita kanker. 3. Penelitian Dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang berfokus pada bagaimana perilaku self-care orangtua atau wali dapat mempengaruhi kualitas hidup anak yang menderita kanker. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran literatur dari berbagai jurnal ilmiah, penelitian mengenai bagaimana kemampuan melakukan perawatan diri (dependent care agency) mempengaruhi perilaku orangtua atau wali dalam memenuhi kebutuhan self-care (dependent care) pada anak yang menderita kanker belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang terkait dengan self-care dan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: 10 Tabel 1. Penelusuran Literatur keaslian penelitian Penelitian Tujuan Sampel Indanah (2011), Analisa faktorfaktor yang berhubungan dengan self-care bahaviour pada anak usia sekolah dengan talasemia mayor di RSCM Jakarta Fan (2008), Selfcare Behaviors of school age children with heart disease Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan self-care behavior pada anak usia sekolah dengan talasemia Pasien usia sekolah dengan talasemia mayor yang berjumlah 131 responden Untuk mengidentifikasi perilaku self-care pada anak usia sekolah yang menderita penyakit jantung Anak usia Penelitian sekolah yang cross menderita sectional penyakit jantung (usia 6-12 tahun) Prutipinyo, et al. (2012), Self-care Behaviours of chemotherapy patients Untuk mengidentifikasi perilaku self-care dan variabel yang berhubungan dengan perilaku self-care pasien Untuk mengetahui hubungan dependet care agency dengan perilaku oragtua dalam pemberian makan Pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi yang berjumlah 133 orang Orangtua yang memiliki anak usia 1-3 tahun Sari (2013), Hubungan antara dependent care agency dengan perilaku orngtua dalam pemberian makan pada anak usia 1-3 tahun Design Metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional Hasil Ada hubungan antara pengetahuan dan dukungan sosial dengan self-care behaviour Sebagian besar perilaku self-care anak berada pada level moderate yaitu anak yang menderita penyakit jantung derajat II dan III Metode Pengetahuan deskriptif merupakan dengan varibael yang pendekatan berhubungan cross dengan sectional perilaku selfcare pasien Analitik Ada hubungan korelasi dan yang rancangan bermakna cross antara sectional dependent care agency dengan perilaku orangtua dalam pemberian makan 11 Berdasarkan beberapa penelitian tersebut diatas, dapat dilihat bahwa penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan yang sudah dilakukan. Adapun yang menjadi perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel bebas dan juga subjek penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan, yang menjadi variabel bebas adalah dependent care agency, sedangkan pada penelitian yag sudah dilakukan, peneliti mengidentifikasi bagaimana perilaku self-care dan apa faktor yang mempengaruhinya. Penelitian yang akan dilakukan juga menggunakan metode mixed methods yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.