influence of roi, cash ratio, current ratio, debt to total asset (dta)

advertisement
INFLUENCE OF ROI, CASH RATIO, CURRENT RATIO, DEBT
TO TOTAL ASSET (DTA) AND EARNINGS PERSHARE ON
DIVIDEND POLICY (HOUSE / DIVIDEND PAYOUT RATIO)
Immi Fiska Tarigan, Toto Sugiharto
Undergraduate Program, Faculty of Economics, 2010
Gunadarma University
http://www.gunadarma.ac.id
Keywords: Factors influencing dividend policy
ABSTRACT
Dividend policy is an issue that often becomes an important problem for the
management of the Issuer Company, and eventended to occur controversy between
shareholders and corporate issuers.
When deciding to determine dividend policy or dividend payoutratio (DPR), an issuer
must consider many factors, including ROI cash ratio, current ratio, debt to total
assets and earnings pershare (EPS).
Analysis of the data in this study was done by using regression statistics. The
data came from 17 companies from various types of companies from 2007-2009
which subsequently analyzedusing SPSS software.
Based on the analysis and discussion to be undertaken can be concluded that the
variables that affect significantly the House of ROI, Current Ratio, DTA, and EPS,
while the Cash Ratio is no significant effect on the income dividend payout ratio.
The results of this study have implications to the managementcompany, that before
taking memperhatiakan dividend policywould apply theories, particularly theories
about ROI, cash ratio, current ratio, debt to total assets and earnings per share (EPS).
1 ABSTRAKSI
IMMI FISKA TARIGAN. 27208008
“PENGARUH ROI, CASH RATIO, CURRENT RATIO, DEBT TO TOTAL
ASSET (DTA) DAN EARNING PER SHARE TERHADAP KEBIJAKAN
DEVIDEN (DPR/ deviden payout ratio)”(survey terhadap perusahaan-perusahaan
yang listing di IDX)
Skripsi . Fakultas Ekonomi. 2010
Kata Kunci: Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden
(xiii+ 80)
Kebijakan dividen merupakan masalah yang sering kali menjadi permasalah
penting bagi para manajemen perusahaan emiten, bahkan cenderung terjadi
kontroversi antara pemegang saham dan perusahaan emiten.
Ketika memutuskan untuk memutuskan kebijakan deviden atau deviden
payout ratio (DPR), perusahaan emiten harus mempertimbangkan banyak faktor,
antara lain ROI cash ratio, current ratio, debt to total asset dan earning per share
(EPS).
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik statistik regresi.
Data-data berasal dari 17 perusahaan yang berasal dari berbagai jenis perusahaan dari
tahun 2007-2009 yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak
SPSS.
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa variabel yang mempengaruhi DPR secara signifikan yaitu ROI,
Current Ratio, DTA, dan EPS, sedangkan Cash Ratio tidak berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan deviden payout ratio.
Hasil penelitian ini memberi implikasi kepada menejemen perusahaan, bahwa
sebelum mengambil kebijakan deviden kiranya memperhatiakan teori-teori yang
berlaku, khususnya teori tentang ROI, cash ratio, current ratio, debt to total asset dan
earning per share (EPS).
Daftar Pustaka ( 1990 – 2002)
2 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada saat merencanakan kegiatan investasi di perusahaan emiten, pemegang
saham mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang
ditanamkannya itu. Dalam hal ini ada dua jenis dividen yang bisa diperoleh pemegang
saham, yaitu dividen kas dan non kas. Dividen kas(cash dividend) adalah dividen yang
dibayar oleh emiten kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Dividen non
kas adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu.
Contoh dividen non kas adalah dividen saham (stock dividend) dan dividen aktiva.
Para pemegang saham selalu menginginkan adanya peningkatan DPR ditiap
pembagian dividend. DPR (“Dividend Pay Out Ratio” ) adalah presentasi dividen
dibagi dengan EAT. Namun pada praktiknya, ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi manajemen dalam menentukan kebijakan dividen:
1. Perjanjian
Hutang ,
pada
umumnya
perjanjian
hutang
antara
perusahaan dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya,
dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi
perusahaan dan atau rasio – rasio keuangan menunjukkan bank dalam
kondisi sehat.
3 2. Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen
untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.
3. Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai (cash dividend ) hanya
dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas
baik, perusahaan dapat membayar dividen.
4. Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap
perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga
lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana / baru.
Akibatkanya dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor ini menjadi
penting pada perusahaan yang relatif keci.
5. Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang selalu
membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek – proyek yang
menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri (
equity ) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen
cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru
menimbulkan biaya peluncuran saham ( flotation cost ) . Oleh karena
itu semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen
payout ratio.
6. Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen yang
relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba – tiba
merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya
4 kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba
yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna
mengurangi risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi
besar dan dividen mengecil.
Terdapat sebuah pendapat dalam kebijakan dividen yaitu teori relevansi
dividen yang dikemukakan oleh Myron J. Gordon dan John Litner (Sundjaja dan
Barlian, 2002). Menurut Modigliani dan miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak
ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan ole laba bersihsebelum pajak dan
kelas resiko perusahaan. jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan.
Dasar pemikirannya adalah bahwa investor umumnya menghindari risiko, dan
dividen yang diterima sekarang mempunyai risiko yang lebih kecil daripada dividen
yang diterima dimasa yang akan datang. Pembayaran dividen sekarang dipercaya
dapat mengurangi ketidak pastian investor. Sebaliknya jika dividen dikurangi atau
tidak dibayarkan, tingkat ketidakpastian investor akan meningkat dan menyebabkan
peningkatan pengembalian yang diinginkan serta mengurangi nilai saham. Dalam
praktek, tindakan manajer keuangan dan pemegang saham cenderung menunjang
kepercayaan bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai saham, karenanya sesuai
dengan teori relevansi dividen, maka setiap perusahaan harus mengembangkan
kebijakan dividen untuk memenuhi sasaran dari pemilik dan memaksimalisasi
kekayaan yang dicerminkan dengan harga saham perusahaan (Sundjaja dan Barlian,
5 2002).
Selain teori MM ada teori lain mengenai deviden, yaitu teori “the bird in the
hand”. Teori ini di nyatakan oleh Gordon dan lintner bahwa biaya modal sendiri
perusahaan akan naik jika DPR rendah, karena investor lebih suka menerima deviden
dari pada capital gains. Perlu di ingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal
sendiri dan laba ditahan (KS)adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor
pada saham. KS adalah keuntungan dari deviden ditambah keuntungan dari capital
gains.
Dan teori yang ketiga adalah “Teori Perbedan Pajak” yang di ajukan oleh
Litzenberger dan Ramswamy. Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak
terhadap keuntungan devidendan capital gains, para investor lebih menyukai capital
gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh
karena
itu investor
mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang
memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham
dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas
dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin
terasa.
Namun pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen
dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :
6 1. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa
perusahaan
memiliki prospek cerah,
demikian
sebaliknya.
Hal
ini
membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak
menurunkan pembayaran dividen ,
2. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (
dividen yang stabil ).
Dan terdapat beberapa perusahaan yang menggunakan model “ residual dividend
“ dimana dividen ditentukan dengan cara :
1.
2.
Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ;
Mempertimbangkan
target
struktur
modal
perusahaan
untuk
menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi.
3.
Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal
sendiri tersebut semaksimal mungkin
4.
Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model “ Residual
Dividend “ ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba
ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal
sendiri, alasannya :
1). Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham ( flotation cost ) dan
2). Menruut teori “ signaling hypothesis “ penerbitan saham baru sering
7 salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga
menyebabkan penurunan harga saham.
Model “ Residual dividend “ menyebabkan dividen bervariasi jika
kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi ( fluktuasi ) , Jika kita percaya
pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya tidak diguanakn
secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara “ year to year basis “.
Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran
payout
ratio
jangka
panjang
yang
memungkinkan perusahaan
memenuhi
kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.
Oleh karena itu manajemen sebelum menentukan keebijakan deviden,
perusahaan emiten harus mempertimbangkan banyak faktor, antara lain ROI, cash
ratio, current ratio, debt to total asset dan earning per share (EPS).
Bagi pemegang saham semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan
yang semakin baik, sehingga wajar jika pemegang saham mengharapkan pembagian
dividen kas jika ROI meningkat. Demikian juga apabila cash ratio, current ratio dan
earning per share (EPS) meningkat, maka pemegang saham mempunyai harapan
bahwa perusahaan akan mempunyaikemampuan untuk membagi dividen kas.
Sebalikya jika debt to total asset perusahaan emiten meningkat, maka
pemegang saham tidak mengharapkan perusahaan membagikan dividen kas. Dilihat
dari segi dividend pay out ratio pemegang saham akan melihatnya sebagai signal
mengenai kemungkinan besarnya dividen kas yang akan dibagikan dimasa yang akan
8 datang.
Namun berbeda halnya dengan para manajemen perusahan emiten, jika
perusahaan melakukan pembagian deviden, hal tersebut berpengaruh terhadap
likuiditas perusahaan dalam menjalankan usahanya. Namun jika perusahaan
membagian deviden nya dalam bentuk saham, maka hal ini akan mempengaruhi nilai
saham dari perusahaan tersebut. Penurunan nilai saham tersebut juga dapat
menurunkan minat investor terhadap saham tersebut, maka berdasarkan uraian di atas,
maka ingin diteliti pengaruh variabel-variabel: (1)return on investment, (2)cash
ratio,(3)current ratio, (4)debt to total asset, dan (5)earning per share (EPS) dan
terhadap dividen payout ratio (DPR).
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian dimuka, yang terpenting bagi investor adalah memperoleh tingkat
pengembalian (return) dari hasil investasinya baik berupa pendapatan cash dividen
maupun capital gain. Untuk memprediksi pendapatan dividen tidak dapat
mempertimbangkan faktor-faktor kebijakan manajemen, karena kebijakan manajemen
merupakan keputusan yang berhubungan dengan pihak intern perusahaan.
Berdasarkan analisis laporan keuangan dan identifikasi sementara yang telah
diuraikan, maka variabel yang mungkin berpengaruh terhadap pendapatan dividen
adalah : (1) return on invesment, (2) cash ratio , (3) current ratio , (4) total debt to
total asset dan (5) earning per share.
Maka berdasarkan variabel tersebut pertanyaan penelitian terdiri dari :
9 1. Apakah ROI Cash Ratio, Current Ratio , DTA dan EPS berpengaruh parsial
terhadap dividend payout ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta ?
2. Variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap dividend payout
ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara ROI, Cash Ratio, Current Ratio, DTA dan
EPS berpengaruh parsial terhadap dividend payout ratio perusahaanperusahaan di Bursa Efek Jakarta.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang paling dominan antara ROI, Cash Ratio,
Current Ratio, DTA dan EPS terhadap dividend payout ratio perusahaanperusahaan di Bursa Efek Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini diharapkan akan
memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh antara ROI, Cash Ratio,
Current Ratio, DTA dan EPS berpengaruh parsial terhadap dividend payout
ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta.
2. Dapat mengetahui variabel yang paling dominan antara ROI, Cash Ratio,
Current Ratio , DTA dan EPS terhadap dividen payout ratio perusahaanperusahaan di Bursa Efek Jakarta.
10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Kebijakan dividen Manajemen mempunyai 2 alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih sesudah pajak ( EAT ) perusahaan yaitu : 1. Dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen 2. Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan ( retaired earning ). Pada umumnya sebagian EAT ( Earning After Tax ) dibagi dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya EAT yang dibagikan sebagai dividen. Pembuat keputusan tentang dividen ini disebut kebijakan dividen ( dividen policy ). Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut “ Dividend Payout Ratio“ ( DPR ). Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen a.l : 1. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller, 2. Teori “ The Bird in the Hand “ , 11 3. Teori Perbedaan Pajak , 4. Teori “ Signaling Hypothesis “ , 5. Teori “ Clientele Effect “. 2.1.1.1 Hipotesis A. Hubungan Return on Investment (ROI) dan DPR. ROI merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya ROI juga akan meningkatkan pendapatan dividen. Sebagaimana lazimnya pengukuran ROI didapat dari earnings after tax (EAT) dan total investasi aktiva operasi. Besarnya EAT diperoleh dari laporan laba rugi, sedangkan total investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah total aktiva tetap (bersih) yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan neraca (sisi aktiva/ asset). Partington (1989) menunjukkan bahwa variabel investasi yang diukur dari aktiva tetap (bersih) operasi dapat digunakan untuk memprediksikan kebijakan dividen kas (cash dividend). Namun Fama (1974) dalam Parthington (1989) menunjukkan bahwa kebijakan 12 dividen tidak dipengaruhi oleh keputusan investasi. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Edi Susanto (2002) juga menunjukkan bahwa ROI tidak signifikan terhadap dividen. Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif pertama (H1) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif ROI terhadap DPR". B. Hubungan Cash Ratio dan DPR. Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya. (Brigham, 1983: p.p.211). Dengan semakin meningkatnya cash ratio juga dapat meningkatkan keyakinan para investor untuk membayar dividen tunai (cash dividend) yang diharapkan oleh investor (Partington, 1989: pp. 169). Sementara Surasmi (1998) menunjukkan bahwa cash ratio tidak signifikan berpengaruh terhadap dividend per share. Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif kedua (H2) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif cash ratio terhadap DPR". C. Hubungan Current Ratio dan Cash Dividend Current ratio juga merupakan salah satu ukuran rasio likuiditas (liquidity ratios) yang dihitung dengan membagi aktiva lancar (curent assets) dengan hutang/ kewajiban lancar (current liability). Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan 13 perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk di dalamnya kewajiban membayar dividen kas yang terutang). Sebagaimana cash ratio, maka tingginya current ratio juga menunjukkan keyakinan investor terhadap terhadap kemampuan perusahaan membayar dividen yang dijanjikan. Kedua rasio likuiditas tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban‐kewajiban jangka pendeknya. Dipisahkannya kedua rasio likuiditas ke dalam cash ratio dan current ratio dimaksudkan untuk mengetahui mana yang lebih berpengaruh terhadap pendapatan dividen kas per lembar saham (cash dividend per share). Partington (1989) tidak dilihat dari rasio likuiditasnya, tetapi didasarkan pada penting tidaknya manajemen mempertimbangkan likuiditas dalam kebijakan dividen, sehingga tidak dapat ditemukan bagaimana hubungan antara besarnya current ratio dengan cash dividend. Sementara Edi Susanto (2002) menunjukkan bahwa current ratio tidak signifikan berpengaruh terhadap dividen pada perusahaan yang listing di BEJ periode 1999. Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif ketiga (H3) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif current ratio terhadap DPR". D. Hubungan Debt to Total Asset dan Cash Dividend Debt to total assets merupakan rasio antara total hutang (total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang (long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva lainnya (other assets). 14 Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitablitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun). Teori ini didukung oleh Parthington (1989) yang menunjukkan bahwa tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran dividen yang semakin rendah. Dengan kata lain debt to total assets berpengaruh negatif terhadap dividen. Sementara Pujiono (2002) meneliti tentang "dampak kebijakan dividen terhadap harga saham pada waktu ex‐dividend day" menunjukkan bahwa leverage yang diukur dengan debt to equity ratio terbukti bahwa untuk sampel Indonesia leverage berpengaruh positif terhadap harga saham pada waktu ex‐
dividend day. Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif keempat (H4) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan negatif debt to total assets terhadap DPR". 15 E. Hubungan Earnings Per Share dan Cash Dividend Pendapatan per lembar saham (earning per share) merupakan total keuntungan yang diperoleh investor untuk setiap lembar sahamnya. Total keuntungan tersebut diukur dari rasio antara laba bersih setelah pajak (earnings after tax ‐ EAT) terhadap jumlah lembar saham yang beredar (outstanding share). Laba bersih yang diperhitungkan tersebut setelah dikurangi dengan dividen untuk para pemegang saham prioritas/ minoritas (preffered stock). Semakin besar earning after tax maka pendapatan dividen kas per lembar saham (cash dividend per share) yang akan diterima oleh para pemegang saham biasa (common stock) juga semakin besar. Hal tersebut dengan asumsi jika dividen bagi para pemegang saham minoritas dan jumlah saham yang beredar (saham biasa) relatif tetap. Teori ini juga didukung oleh Surasmi (1998) yang menunjukkan bahwa EPS berpengaruh signifikan positif terhadap dividend per share pada perusahaan manufaktur yang listing di BEJ periode 1993‐
1995. Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif kelima (H5) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif earning per share terhadap cash dividend". 16 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-
perusahaan yang listing di IDX (Bursa hasil penggabungan antara Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya) dengan syarat melakukan pembagian cash dividend terusmenerus dari tahun 2005-2009. Berdasarkan kriteria tersebut, perusahaan yang
dijadikan objek penelitian ini adalah:
Tabel 3.1
Daftar Nama Perusahaan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Nama Perusahaan
Adira Dinamika Multi Finance Tbk, PT
Adhi Karya (Persero) Tbk, PT
Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT
Bank Danamon Tbk, PT
BFI Finance Indonesia Tbk, PT
Indofood Sukses Makmur Tbk, PT
Lautan Luas Tbk, PT
Bank Maya Pada international Tbk, PT
Metrodata Electronics Tbk, PT
Panin Sekuritas Tbk, PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk, PT
Indosat Tbk, PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT
Summarecon Agung Tbk, PT
17 16
17
3.2
Sinar Mas Multiartha Tbk, PT
Surya Citra Media Tbk, PT
Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan adalah data sekunder yaitu data yang sudah diolah pihak
perusahaan dan sudah diterbitkan dalam bentuk laporan keuangan atau dengan kata
lain data yang tidak secara langsung diambil dari perusahaan yang bersangkutan yaitu
melalui Indonesian Capital market Directory (ICMD) 2010. Data yang Diperlukan
antara lain Return on Investment (ROI), cash ratio, current ratio, Debt to Total Assets
(DTA), Earning Per Share (EPS) dan dividen payout ratio yang diperoleh dalam
Summary of Financial Statement yang tercantum dalam Indonesian Capital market
Directory (ICMD)2009
3.3 Variabel dan Pengukuran Variabel
a) Variabel Tergantung (Dependent Variable)
Dividen payout ratio adalah ratio yang menggambarkan persentase dividen yang
dibagi dari EAT.
18 b) Variabel Bebas (Independent Variable)
1. ROI (Return On Investment
Analisa ROI dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting
sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh
(komprehensif). Analisa ROI ini merupakan teknik analisa yang lazim
digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari
keseluruhan operasi perusahaan. Return on Investment itu sendiri merupakan
salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat
mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang
diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah
investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi
tersebut(net operating asset) Sebutan lain untuk rasio ini adalah“Net
Operating Profit Rate of Return” atau“Operating Earning Power” (Munawir,
2000). Unsur dari ROI antara lain EAT (Earning After Tax) dan total investasi.
Dalam bahasa sehari-hari EAT dapat dibahasakan sebagai keuntungan bersih
perusahaan. Dalam prakteknya ROI dipergunakan sebagai nilai yang
menunjukkan tingkat pengembalian investasi. Semakin besar nilai ROI
menunjukkan semakin cepat pengembalian sebuah investasi.
19 EAT
ROI = -------------------Total Investasi
2. Cash Ratio
Cash Ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio)
yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendeknya(current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro
atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki
perusahaan. Rasio ini bisa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan
kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan
terganggu bila kewajiban jangka pendek segera ditagih Unsur-unsur yang
mempengaruhi nilai cash ratio antara lain kas dan ekuivalen serta utang jangka
pendek. Kas dan ekuivalen sangat menentukan tingkat cash ratio perusahaan.
Semakin banyak kas dan ekuivalen yang dimiliki perusahaan, semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendeknya. Dengan
kata lain semakin tinggi cash rasio semakin tinggi pula kemampuan likuiditas
suatu perusahaan, artinya semakin tinggi kemampuan kas perusahaan untuk
memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya. Akan tetapi semakin
tinggi rasio ini menunjukkan semakin rendah pula profitabilitasnya.
Kas +Ekuivalen
Cash Ratio = ------------------------------Utang. Jangka Pendek
20 3. Curent Ratio
Current Ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan untuk
mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek tanpa menghadapi kesulitan. Semakin besar ratio menunjukkan
semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban membayar dividen kas yang
terutang). Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai current ratio adalah aktiva
lancar dan utang jangka pendek. Dalam hal ini aktiva lancar terdiri dari uang
kas dan juga surat-surat berharga antara lain surat pengakuan hutang, wesel,
saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau
kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Di lain pihak utang jangka
pendek dapat berupa utang pada pihak ketiga (bank atau kreditur lainnya). Jika
pada saat yang bersamaan dibutuhkan aktiva lancar untuk membayar utang dan
cash dividend maka yang didahulukan adalah pembayaran utang, baru
kemudian jika perusahaan masih mampu untuk membayar cash dividend,
maka perusahaan membagi cash dividend kepada investor.
Aktiva Lancar
Current Ratio= --------------------------Utang Jangka Pendek
21 4. Debt to Total Asset (DTA)
Debt to Total Asset merupakan rasio antara total hutang(total debts) baik
hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang. (long term
debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets)
maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva lainnya (other assets) . Rasio ini
menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang
DTA dipengaruhi oleh unsur total hutang dan total asset. Dalam hal ini
semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan
perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban
biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan
demikian semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga
semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang
diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga
pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas
(earning after tax) semakin berkurang (karena sebagian dipergunakan untuk
membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin
berkurang (menurun).
Total Hutang
DTA = ----------------------------Total Asset
22 5. .Earning per Share(EPS)
EPS sering dijadikan investor atau calon investor dalam menganalisis
kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan jumlah saham yang
dimilikinya. Unsur-unsur yang mempengaruhi EPS antara lain EAT (Earning
After Tax) yang disebut juga keuntungan bersih, dan jumlah lembar saham.
Dalam hal ini semakin banyak keuntungan bersih yang didapatkan perusahaan,
maka semakin besar EPS yang dihasilkan.
EPS
EAT
= --------------------Jumlah Lembar Saham
6. Dividend Payout Ratio
Robert Ang (1997) menyatakan bahwa dividen merupakan nilai pendapatan
bersih perusahaan setelah pajak dikurangi laba ditahan(retained earnings)
yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan
kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan.
Dalam hal ini ada dua jenis dividen yang bisa diperoleh pemegang saham,
yaitu dividen kas dan non kas. Dividen payout ratio adalah persentase dividen
yang dibagi dari EAT. Banyak teori yang menjelaskan mengenai kebijakan
deviden, namun pada
praktiknya
perusahaan
cenderung
memberikan
dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur.
Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :
23 1
Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik
bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya.
Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman
yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen ,
2
Investor
cenderung
lebih
menyukai
dividen
yang
tidak
berfluktuasi ( dividen yang stabil ).
Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio
tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan
bersih perusahaan ( EAT ). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan
sebesar 50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran
dividen juga akan berfluktuasi
3.4 Analisis Data
3.4.1 Menyusun Persamaan Linier Berganda
Menurut Sugiono (2002:250), analisis linier berganda digunakan bila bermaksud
meramalkan keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel
independen dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).
Untuk menguji pengaruh faktor Cash Dividend Return On Investment(ROI), Cash
Ratio, Current Ratio, Debt to Total Asset (DTA), Earning Per Share (EPS), Cash
Dividend Pay Out Ratio (CDPR) terhadap Cash Dividend dilakukan uji regresi linear
berganda.
24 Rumus regresi linear berganda:
Y = a + b1X2+ b3X4+ b4X4+b5X5+b6X6+e’
Keterangan:
X1: Return On Investment (ROI)
X2: Cash Ratio
X3: Current Ratio
X4: Debt to Total Asset (DTA)
X5: Earning Per Share (EPS)
X6: Cash Dividend Pay Out Ratio(CDPR)
Y: Cash Dividend
b1,b2-b6: : Koefisien regresi
e : Error (tingkat kesalahan)
3.4.2 Uji Asumsi Klasik
Adapun syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda
sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
25 Uji Normalitas untuk mengetahui apakah variabel dependen, independen atau
keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak (Umar, 2008:181).
Model regresi yang baik hendaknya berdistribusi normal atau mendekati normal.
Mendekati apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan
menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika datanya menyebar
di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Uji kenormalan data juga dapat dilakukan dengan
Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai standar residual hasil persamaan
regresi. Apabila probabilitas hasil Uji Kolmogrov-Smirnov lebih besar dari 5%,
maka data berdistribusi normal, dan demikian sebaliknya.
b. Uji Multikolineritas
Uji Multikolineritas untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antarvariabel independen (Umar, 2007:177). Untuk mengetahui
ada tidaknya gejala multikolineritas dapat dilihat dari besarnya nilai Variance
Factor (VIF) dengan ketentuan :
Bila VIF > 5 maka terdapat masalah multikolineritas yang serius.
Bila VIF > 5 maka tidak terdapat masalah multikolineritas yang serius.
26 c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model
regresi linear terdapat hubungan yang kuat baik positif maupun negatif antardata
yang ada pada variabel-variabel penelitian (Umar, 2008:182). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa autokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut
sepanjang waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. Untuk
menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi, dapat
dilakukan dengan menggunakan Runs Test. kaidah keputusan dari metode ini
adalah menerima hipotesis nil, yaitu tidak terjadi autokorelasi jika nilai Aasymp.
Sig (2-tailed) diatas 0,05 (tingkat signifikan, α = 5%).
Cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi juga dapat dilakukan dengan
melakukan Uji Breusch-Godfrey (BG). Menurut metode ini suatu data
tidakterkena autokorelasi jika koefisien parameter auto (Lag) pada table
menunjukkan probabilitas signifikan diatas 0,05 (tingkat signifikan, α = 5%).
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang
BLUE (Best Unbiased Estimation). Dalam menganalisa data, penulis
menggunakan program Software SPSS (Statistic for the Social Science) for
indows.
27 3.5 Uji Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variable independen
secara parsial mempengaruhi variable dependen yang mana dilakukan dengan uji
statistik t (t-test) dengan tingkat signifikansi (a) 5% atau a =0.05 Untuk menentukan
variabel bebas yang paling menentukan dalam mempengaruhi nilai variabel dependen
dalam suatu model regresi linier, maka digunkan koefisien beta yang dihasilkan dari
analisis regresi menggunakan program SPSS. Nilai beta yang paling besar
menunjukkan variabel bebas yang paling dominan.
28 BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik statistik regresi.
Data-data berasal dari 17 perusahaan yang berasal dari berbagai jenis perusahaan dari
tahun 2007-2009 yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak
SPSS. Analisa data dilakukan dengan meregresi seluruh variabel baik variabel
independen maupun variabel dependen. Variabel independen berupa (1) return on
investment, (2) cash ratio, (3) current ratio, (4) debt to total asset dan (5) earning per
share (EPS). Variabel dependen berupa pendapatan dividend pay out ratio. Uji
regresi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi dividend pay out ratio.
1.
ROI
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa ROI perusahaan memiliki tingkat
signifikansi sebesar 0036. Hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada
pengaruh signifikan positif ROI terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.036) < α (0.05) hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis diterima, artinya ada pengaruh positif dan signifikan dari ROI
terhadap dividend payout ratio. Mengenai hal tersebut dapat dijelaskan berikut ini. Semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena
tingkat kembalian investasi (return) semakin besar. Return yang diterima oleh
29 investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian
meningkatnya ROI juga akan meningkatkan pendapatan dividen. Dalam penelitian ini
ternyata didapatkan hasil bahwa ROI
mempunyai pengaruh signifikan terhadap
dividend payout ratio. Hasil penelitian ini bertentangan oleh Fama (1974) dalam
Parthington (1989) yang mendapatkan bahwa kebijakan dividen tidak dipengaruhi
oleh keputusan investasi. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Edi Susanto
(2002) yang mendapatkan hasil bahwa ROI tidak berpengaruh signifikan terhadap
dividen. Akan tetapi sebaliknya dalam penelitian Parthington (1989) ditemukan
bahwa variabel investasi yang diukur dari aktiva tetap (bersih) operasi dapat
dipergunakan untuk memprediksikan kebijakan dividen kas (dividend payout ratio).
2. Current Asset
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Current Ratio perusahaan memiliki
tingkat signifikansi sebesar 0.055. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan
pengaruh current ratio terhadap dividend payout ratio adalah bahwa “ada pengaruh
signifikan positif current ratio terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.055) > α (0.05)
hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada pengaruh positif dan
signifikan dari current ratio terhadap dividend payout raio. Mengenai hal tersebut
dapat dijelaskan berikut ini.
Current ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya melalui jumlah aktiva lancarnya. Dilihat dari hasil pengolahan data
dapat diketahui bahwa nilai current ratio perusahaan sangat kecil. Berdasarkan
30 keadaan tersebut pihak manajemen perusahaan memutuskan untuk tidak membagi
cash dividend. Oleh karena itulah current ratio tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap cash dividend.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Edi Susanto (2002) yang mendapatkan bahwa
Current Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap cash dividend. Sementara
Parthington (1989) menyatakan bahwa dalam menentukan pembagian cash dividend
yang menjadi pertimbangan pihak manajemen adalah likuiditas perusahaan, sehingga
tidak dapat ditemukan hubungan antara besarnya current ratio dengan cash dividend.
Pendapat Parthington ini memperkuat hasil penelitian ini. Kelemahan dalam
penelitian ini adalah tidak dimasukkannya variable kebijakan manajemen terkait
dengan likuiditas perusahaan. Oleh karena itu kepada peneliti yang akan datang
disarankan untuk memasukkan variabel kebijakan manajemen terkait dengan
likuiditas ini.
3. Debt to Total Asset
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Debt to Total Assets perusahaan memiliki
tingkat signifikansi sebesar 0.048. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan
pengaruh debt to total asset (DTA) terhadap DPR adalah bahwa “ada pengaruh
signifikan positif debt to total asset terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.048) > α
(0.05) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis tidak ditolak, artinya ada pengaruh
negatif dan signifikan dari debt to total asset terhadap cash dividend. Mengenai hal
tersebut dapat dijelaskan berikut ini.
31 Jika perusahaan mempunyai banyak utang yang harus diselesaikan, maka perusahaan
akan menunda pemberian dividend kepada para pemegang saham, karena dana yang
dimiliki tersebut akan dipergunakan untuk membayar utang. Hal inilah yang
menyebabkan debt to total asset menjadi mempunyai pengaruh signifikan terhadap
dividend payout ratio (dpr).
Hasil penelitian ini dibantah hasil penelitian Sunarto dan Kartika (2003) yang
mendapatkan bahwa DTA tidak dipertimbangkan oleh manajemen dalam pembayaran
dividen kas. Di lain pihak Parthington (1989) mempunyai pendapat sebaliknya bahwa
debt to total asset mempunyai pengaruh negatif terhadap cash dividend, yaitu bahwa
tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran dividen yang semakin
rendah.
Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah bahwa sampel perusahaan yang
digunakan hanya 17 buah, sehingga kemungkinan belum mampu mewakili semua
perusahaan yang listing di IDX. Oleh karena itu disarankan pada peneliti selanjutnya
untuk menambah jumlah sampel penelitian.
4. Earning Per Share
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Earning Per Share (EPS) perusahaan
memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.039. Hipotesis yang diajukan berkaitan
dengan pengaruh EPS terhadap dividend payout ratio adalah bahwa “ada pengaruh
signifikan positif EPS terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.039) > α (0.05) hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis tidak ditolak, artinya ada pengaruh positif dan
32 signifikan dari EPS terhadap cash dividend. Mengenai hal tersebut dapat dijelaskan
berikut ini.
EPS seringkali dijadikan dasar pertimbangan oleh pihak manajemen dalam
memutuskan pembayaran cash dividend. Hal ini dikarenakan besaran EPS
menunjukkan berapa besar keuntungan yang diperoleh untuk setiap satu lembar
sahamnya. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan perusahaan dalam membagikan
keutungan. Maka merupakan kewajaran jika penelitian ini EPS mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap cash dividend.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan
hasil bahwa EPS merupakan satu-satunya variabel yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan oleh manajemen dalam pembayaran dividend. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh Surasmi (1998) yang mendapatkan bahwa EPS berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap dividend per share pada perusahaan-perusahaan yang
listing di IDX periode 2005-2009.
33 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa variabel yang mempengaruhi cash dividend secara signifikan hanyalah cash
dividend pay out ratio, sedangkan ROI, Cash Ratio, Current Ratio, DTA, dan EPS
tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan cash dividend. Hal ini dapat
diketahui dari hasil uji t variabel cash dividend pay out ratio, yang mendapatkan hasil
nilai probabilitas (p) kurang dari α (p < 0,05). Di lain pihak hasil uji t variabel ROI,
Cash Ratio, Current Ratio, DTA, dan EPS mendapatkan hasil nilai probabilitas (p)
lebih dari α (p > 0,05).
5.2. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian yang didapatkan mempunyai keterbatasan, yaitu jumlah sampel yang
terlalu sedikit, yaitu sebanyak 17 buah perusahaan, sehingga ada kemungkinan belum
mampu mewakili semua perusahaan yang listing di BEJ.
5.3. Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada dalam penelitian ini maka kepada
peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah sampel penelitian sehingga
hasil penelitian dapat lebih baik. Selain itu disarankan untuk untuk penelitian
34 selanjutnya dapat menambah beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap
dividen kas, dapat juga melakukan perbandingan dengan penelitian yang terdapat di
luar negeri untuk mengetahui variabel- variabel apakah yang berpengaruh terhadap
penentuan dividen yang terdapat pada negara-negara selain Indonesia.
35 
Download