BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pemasaran Pengertian pemasaran secara konseptual kerap mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Berikut disajikan definisi pemasaran awal versi American Marketing Association pada beberapa periode perkembangan: 1. Tahun 1935. “Marketing is the performance of business activities that direct the flow of goods and services from producers to consumers. 2. Pertengahan tahun 1980-an. “Marketing is the process of planning and executing the conception, pricing, promotion, distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational objectives”. 3. Tahun 2005. “Marketing is an organizational function and a set of processes for creating, communicating, and delivering value to customers and for managing customer relationship in ways that benefit the organization and its stakeholders”. 7 8 2.1.1 Jasa Jasa adalah suatu aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Seringkali kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu (time-based), dalam bentuk suatu kegiatan (performances) yang akan membawa hasil yang diinginkan oleh penerima, obyek, maupun aset-aset lainnya yang menjadi tanggung jawab dari pembeli. Sebagai pertukaran dari uang, waktu, dan upaya, pelanggan jasa berharap akan mendapatkan nilai (value) dari suatu akses ke barang-barang, tenaga kerja, tenaga ahli, fasilitas, jejaring, dan sistem tertentu; tetapi para pelanggan biasanya tidak akan mendapatkan hak milik dari unsur-unsur fisik yang terlibat dalam penyediaan jasa tersebut (Lovelock, Wirtz, & Mussry, 2011). Konsep jasa secara garis besar mengacu pada tiga lingkup definisi utama, yaitu industri, penawaran, dan proses. Dalam konteks industri, istilah jasa digunakan untuk menggambarkan berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti transportasi, finansial, kesehatan dan layanan publik. Dalam konteks penawaran, pelayanan dipandang sebagai produk intangible yang hasilnya berupa aktivitas ketimbang obyek fisik, meski pada kenyataannya banyak pula yang melibatkan produk fisik, seperti makanan di jasa restoran dan jasa penerbangan. Dalam konteks proses, jasa mencerminkan penyampaian, interaksi personal, kinerja, dan pengalaman (Tjiptono & Chandra, 2007). Penawaran perusahaan kepada pasar sasarannya dapat dibedakan ke dalam lima kategori sebagai berikut (Kotler & Armstrong, 2010): 9 a. Produk fisik murni. Penawaran pada kategori ini semata-mata hanya berupa produk fisik tanpa ada layanan yang menyertainya, misalnya sepatu, pasta gigi, dan sabun cuci. b. Produk fisik dengan jasa pendukung. Pada kategori ini penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk meningkatkan daya tarik konsumen, misalnya dealer mobil menawarkan layanan pengantaran, reparasi, fasilitas kredit, dan lain sebagainya. c. Produk hibrid. Penawaran pada kategori ini terdiri atas komponen barang dan jasa dengan proporsi yang sama atau sebanding, misalnya restoran siap saji. d. Jasa utama yang didukung barang dan jasa minor. Penawaran ini merupakan penawaran jasa utama bersama jasa pelengkap ataupun produk pendukung, misalnya full service airlines yang menawarkan produk fisik pelengkap, seperti majalah, film, makanan, dan minuman selama menempuh perjalanan. e. Jasa murni. Penawaran pada kategori ini seluruhnya berupa jasa, misalnya konsultan, hair stylist di salon, tukang pijat, dan sebagainya. Terkait dengan penawaran dalam bentuk jasa murni, karakteristiknya adalah sebagai berikut (Kotler & Armstrong, 2010): 10 a. Intangibility. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dilakukan pembelian. b. Variability Kualitas jasa akan bergantung kepada siapa yang memberikan serta kapan, di mana dan bagaimana jasa tersebut diberikan. c. Inseparability. Jasa merupakan sesuatu hal yang produksi dan konsumsinya dilakukan pada saat yang bersamaan dan tidak dapat dipisahkan dari penyedianya. d. Perishability. Jasa tidak dapat disimpan untuk pembelian atau pemakaian di kemudian hari. Gambar 2.1: Empat Karakteristik Jasa Sumber: Kotler & Armstrong (2010) 11 2.1.2 Service Quality Konsep service quality pertama kali diperkenalkan oleh Gronroos pada tahun 1984, di mana dikatakan bahwa service quality terdiri dari dua dimensi utama, yaitu: (Yap et al, 2012) 1. Technical quality. Merupakan kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan. 2. Functional quality. Merupakan kualitas cara pemberian layanan kepada pelanggan, meliputi kepedulian dan sopan santun personil yang memberikan layanan. Pengembangan konsep ini kemudian menghasilkan penyempurnaan definisi mengenai service quality, yaitu evaluasi atas pengalaman konsumsi dari suatu bentuk jasa tertentu (Fornell et al, 1996). Studi lebih lanjut mengenai service quality berhasil melahirkan dimensi baru untuk mengukur variabel tersebut, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles. Dimensi-dimensi tersebut kemudian diberi nama SERVQUAL Model (Parasuraman et al, 1998). Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk/pelayanan. Biasanya, kualitas akan ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek desain dan aspek kesesuaian. Aspek desain berkaitan dengan fungsi dari produk/pelayanan, sementara aspek kesesuaian berkaitan dengan seberapa besar tingkat kesesuaian sebuah produk/pelayanan dengan spesifikasi kualitas yang ditetapkan sebelumnya (Tjiptono & Chandra, 2007). Kualitas sendiri didefinisikan sebagai fitur dan karakteristik keseluruhan dari 12 produk atau jasa yang timbul dari kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang ada (Kotler & Keller, 2010). Kualitas pelayanan terdiri dari lima dimensi pokok, yaitu: (Kotler & Keller, 2010) a. Reliability. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang menjanjikan, dapat dipercaya, dan akurat. Dalam arti luas, keandalan berarti memberikan janji-janji tentang penawaran, penetapan pelayanan, pemecahan masalah, dan penetapan harga. b. Assurance. Tingkat pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan perusahaan beserta karyawannya untuk memberikan kepercayaan dan rasa percaya diri dalam berinteraksi dengan konsumen. c. Tangibles Meliputi bagian-bagian yang bersifat nyata, yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan alat-alat komunikasi. Semua penampilan fisik yang diberikan akan membantu konsumen untuk mengevaluasi kualitas pelayanan. d. Empathy. Merupakan kepedulian dan perhatian khusus kepada setiap konsumen secara individu. Arti sesungguhnya dari empati adalah mengerti benar apa yang diinginkan oleh konsumen. 13 e. Responsiveness. Kesediaan perusahaan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan yang cepat dan tanggap. Dimensi ini menegaskan perhatian dan ketegasan dalam menghadapi permintaan pelanggan, pertanyaan, keluhan, dan permasalahan. 2.1.3 Customer Satisfaction Kepuasan pelanggan merupakan konsep relatif yang dihasilkan dari kompensasi antara ekspektasi pelanggan dengan kinerja produk. Bila produk berhasil memenuhi harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut akan puas. Bila produk berhasil melampaui harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut akan sangat puas. Namun bila produk tidak berhasil memenuhi kinerja produk, maka pelanggan akan merasa tidak puas (Kotler & Armstrong, 2010). Kepuasan pelanggan dikonsepsikan dengan dua cara yang berbeda, yaitu kepuasan pelanggan terhadap transaksi tertentu, dan kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Kebanyakan penelitian berfokus pada kepuasan pelanggan secara keseluruhan, dengan demikian berdasarkan kepada pengalaman konsumsi secara menyeluruh atas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan (Yap et al, 2012). Secara sederhana, kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai perilaku secara menyeluruh terhadap penyedia jasa, atau reaksi emosional yang ditunjukkan sebagai akibat dari adanya perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan, tujuan, dan keinginan (Hansemark & Albinsson, 2004). 14 2.1.4 Customer Trust Penelitian terdahulu menunjukkan bukti bahwa persepsi yang dibentuk konsumen atas kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan (Doney & Cannon, 1997). Namun penelitian yang lebih terkini menunjukkan bahwa trust merupakan bentuk emosi yang lebih kuat dibandingkan dengan kepuasan, dan oleh karenanya akan menjadi prediktor yang lebih baik bagi loyalitas pelanggan (Ranaweera & Prabhu, 2003). Untuk mendapatkan kepercayaan, maka pelanggan harus yakin bahwa perusahaan akan melakukan tindakan tertentu yang akan menghasilkan output yang positif. Pelanggan harus yakin bahwa kualitas yang akan diterima merupakan sesuatu yang positif, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang bersifat kontinyu. Trust memiliki dua komponen utama, yaitu: (Ganesan, 1994) 1. Performance trust / Credibility trust. Merupakan kepercayaan bahwa penyedia jasa akan memberikan pelayanan sebagaimana seperti yang dijanjikan. 2. Benevolence trust. Merupakan kepercayaan bahwa penyedia jasa bertindak untuk kepentingan pelanggan dan tidak akan memanfaatkan hubungan yang sudah terbentuk. 2.1.5 Customer Loyalty Loyalitas pelanggan merupakan faktor dominan bagi keberhasilan suatu organisasi bisnis. Pelanggan yang loyal akan cenderung melakukan pembelian 15 kembali. Pelanggan semacam ini juga akan memberikan rekomendasi melalui promosi word-of-mouth. Loyalitas pelanggan juga terbukti dapat menurunkan biaya dan meningkatkan profitabilitas. Secara garis besar, loyalitas pelanggan terdiri dari dua dimensi, yaitu: 1. Behavior dimension. Merupakan perilaku pelanggan yang berujung pada pembelian kembali dan mengindikasikan preferensi atas produk atau layanan tertentu. 2. Attitudinal dimension. Merupakan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian kembali dan memberikan rekomendasi. Suatu indikator yang kuat untuk pelanggan yang loyal. Secara sederhana, loyalitas dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk menjalin komitmen dengan suatu produk, merek, pemasar, atau layanan. Loyalitas berarti tetap menjadi pelanggan dari satu perusahaan, dan merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain. Pelanggan yang loyal lebih sering melakukan kunjungan (Ehigie, 2006). Pelanggan yang loyal memiliki keinginan untuk menjalin hubungan yang berkelanjutan dengan perusahaan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh terhadap loyalitas (Ehigie, 2006). Ketika seorang pelanggan merasa tidak puas dengan suatu penyedia jasa, maka pelanggan tersebut akan cenderung mengurangi pembelian, berpindah ke pesaing, dan menyebarkan word-of-mouth yang negatif. 16 2.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan kajian pustaka yang dipaparkan, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2: Kerangka Berpikir H2 H5 Service Quality H1 Customer Satisfaction H4 Customer Trust H6 Customer Loyalty H3 Sumber : Hasil Pengolahan data, 2013 2.3 Hipotesis Penelitian yang dilakukan oleh Yavas & Benkenstein (2007) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang tinggi merupakan suatu diferensiasi dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Kualitas pelayanan yang baik akan menciptakan word-of-mouth yang positif, mengurangi kecenderungan pelanggan untuk mengajukan keluhan, dan menciptakan hubungan yang berkelanjutan dengan pelanggan. Kualitas pelayanan yang tinggi akan menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan, kecenderungan untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain, menekan tingkat keluhan, dan meningkatkan tingkat retensi pelanggan. Berdasarkan temuan tersebut, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H1 : Service quality memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap customer satisfaction. 17 H2 : Service quality memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap customer loyalty. Penelitian Ball et al (2006) menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan terbukti memiliki korelasi yang positif dengan loyalitas mereka, dan memberikan pengaruh terhadap pembentukan trust (Yap et al, 2012). Berdasarkan temuan yang ada, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H3: Customer satisfaction memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap customer loyalty. H4: Customer satisfaction memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap customer trust. Penelitian Aydin dan Ozer (2005) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh terhadap trust, dan trust memiliki pengaruh terhadap loyalitas. Berdasarkan temuan tersebut, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H5 : Service quality memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap customer trust. H6: Customer trust memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap customer loyalty.