identifikasi gelatin dalam beberapa obat bentuk sediaan tablet

advertisement
IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT
BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI
WILLY PRAIRA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRAK
WILLY PRAIRA. Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan
Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri. Dibimbing oleh ANNA P.
ROSWIEM dan MEGA SAFITHRI.
Gelatin adalah bahan tambahan yang dibutuhkan dalam pembuatan obat,
bentuk sediaan tablet dan kapsul. Sebagian besar gelatin yang beredar di Indonsia
diragukan kehalalannya. Gelatin dalam obat dapat diidentifikasi menggunakan
teknik spektrofotometri, seperti metode Biuret, Lowry, dan Bradford. Penelitian
ini bertujuan untuk membandingkan antara ketiga metode tersebut dalam
mengidentifikasi gelatin pada obat berbentuk tablet; dan untuk mengetahui
keberadaan gelatin dalam sampel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 24
sampel obat berbentuk tablet dengan dua kali pengulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua sampel obat
menunjukkan adanya protein. Pembuatan tablet obat tidak menggunakan bahan
yang tergolong protein kecuali gelatin. Berdasarkan hal ini, disimpulkan bahwa
protein yang teridentifikasi dalam sampel obat ini adalah gelatin. Hasil analisis
antar metode menunjukkan ketidaksesuaian. Hasil analisis dengan metode Biuret
menunjukkan bahwa semua sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi yang
bervariasi antara 0.71% (b/b) (obat O) – 9.82% (b/b) (obat J), kecuali sampel A
dan F yang tidak dapat dianalisis dengan metode ini, sedangkan hasil analisis
dengan metode Lowry menunjukkan bahwa semua sampel juga mengandung
gelatin dengan konsentrasi rata-rata yang cukup besar, yakni antara 0.02% (b/b)
(obat E) – 12.65% (b/b) (obat L). Hasil analisis dengan metode Bradford juga
menunjukkan bahwa semua sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi
bervariasi antara 0.24% (b/b) (obat O) – 14.48% (b/b) (obat J).
ABSTRACT
WILLY PRAIRA. Identification of Gelatin in Tablet Medicines Using
Spectrophotometry Methods. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and
MEGA SAFITHRI
Gelatin is needed in tablet medicine formulation. Gelatin is one of the
pharmaceutical compound that suspected not permitted. Like protein, Gelatin can
identified using spectrophotometry methods, such as Biuret, Lowry, and Bradford
method. This research aim to compare between Biuret, Lowry, Bradford method
in gelatin identifying; and to know the existence of gelatin in some tablet
medicines. This research used as many as 24 tablets.
The results showed that almost all of the samples contained some protein in
their tablets. Except gelatin, tablet do not use any protein compound in the
formulation. Based on this finding, it is concluded that protein which identified in
these samples is gelatin. The analyze result between Biuret, Lowry, and Bradford
methods did not support each other. The Biuret result showed that almost of all
samples contained gelatin with various concentration, 0.71% (w/w) (sample O) –
9.82% (w/w) (sample J). Sample A and F can’t be identified by this method. The
Lowry result Showed that all sample contain gelatin with various concentration
too, 0.02% (w/w) (sample E) – 12.65% (w/w) (sample L). The Bradford result
also showed that all sample contained gelatin with various concentration from
0.24% (w/w) (sample O) to 14.48% (b/b) (sample J).
IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT
BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI
WILLY PRAIRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PRAKATA
Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmatnya sehingga karya
ilmiah yang dilaksanakan dari September 2007 hingga Januari 2008 ini berhasil
diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih adalah Identifikasi Gelatin dalam
Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet menggunakan Metode Spektrofotometri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Anna P. Roswiem, MS
dan Ibu Mega Safithri, S.Si, M.Si yang telah membimbing penulis selama
melakukan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala
Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia yang telah mengijinkan penulis melakukan
penelitian di laboratorium tersebut. kami ucapkan terima kasih kepada Direktur
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM-MUI) Pusat, yang telah mendanai penelitian ini
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Topani, Mbak Riana,
dan teknisi laboratorium, atas segala bimbingan dan bantuannya, serta kepada
Gilang atas bantuan dan kerja samanya di laboratorium, Henry, Adi, dan temanteman Asrama Felicia IPB atas dukungan semangatnya. Terima kasih yang tak
terhingga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga tercinta atas
dukungan, do’a, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2008
Willy Praira
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1985 di Labuhan Batu,
Sumatera Utara dari ayah bernama Rusdi dan Ibu bernama Wartik. Penulis adalah
anak keempat dari delapan bersaudara.
Penulis lulus SMU Negeri 1 Kualuh Hulu pada tahun 2003. Penulis diterima
di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, pada tahun 2003. Penulis
mamilih jurusan Biokima, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum,
Metabolisme, dan Biokimia Medis. Penulis juga pernah mengikuti organisasi
himpunan program studi biokimia sebagai anggota bidang kewirausahaan. Selain
itu, penulis juga pernah menjadi wakil ketua organisasi mahasiswa daerah
Labuhan Batu pada tahun 2004.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gelatin .............................................................................................................. 2
Obat Bentuk Sediaan Tablet ............................................................................... 4
Analisis Protein Metode Spektrofotometri.......................................................... 6
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat................................................................................................... 7
Metode............................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Biuret .......................................................................................... 9
Hasil Analisis Lowry.......................................................................................... 9
Hasil Analisis Bradford..................................................................................... 10
Perbandingan Hasil Analisis Biuret, Lowry, dan Bradford................................. 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan............................................................................................................ 11
Saran.................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12
LAMPIRAN ...................................................................................................... 13
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Komposisi asam amino pada gelatin............................................................. 2
2
Perbedaan antara gelatin A dan B................................................................. 3
3
Penggunaan gelatin dalam industri di dunia tahun 1999................................ 4
4
Impor gelatin Indonesia tahun 1995 - 2003................................................... 4
5
Pemasaran gelatin di dunia dan eropa........................................................... 4
6
Hasil analisis gelatin dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford ............. 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Tahapan penelitian ..................................................................................... 14
2
Preparasi sampel ......................................................................................... 15
3
Hasil preparasi sampel ................................................................................ 16
4
Pembuatan pereaksi-pereaksi....................................................................... 17
5
Standar gelatin dengan pereaksi Biuret........................................................ 18
6
Standar gelatin dengan pereaksi Lowry ....................................................... 18
7
Standar gelatin dengan pereaksi Bradford.................................................... 19
8
Hasil analisis Biuret .................................................................................... 19
9
Hasil analisis Lowry.................................................................................... 20
10 Hasil analisis Bradford ................................................................................ 21
11 Contoh perhitungan sampel obat B (metode Biuret) .................................... 22
Judul Skripsi : Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet
Menggunakan Metode Spektrofotometri
Nama
: Willy Praira
NIM
: G44103001
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Anna P. Roswiem, MS
Ketua
Mega Safithri, S.Si, M.Si
Anggota
Diketahui
Dr. drh. Hasim, DEA
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Tanggal Lulus :
PENDAHULUAN
Ilmu
pengetahuan
dalam
bidang
bioanalisis telah banyak berkembang. Hal ini
didukung
oleh adanya
teknik
yang
mempermudah analisis senyawa dalam bidang
biologi, kimia, maupun biokimia. Salah satu
teknik bioanalisis yang banyak digunakan
adalah teknik spektrofotometri. Teknik
spektrofotometri telah umum dan banyak
digunakan dalam berbagai analisis, seperti
untuk analisis glukosa darah, aktivitas enzim,
dan penghitungan jumlah bakteri. Metode
spektrofotometri ini banyak digunakan karena
tergolong mudah, bersifat kualitatif, cepat,
dan relatif murah.
Teknik spektrofotometri juga telah
banyak digunakan dalam analisis biomolekul,
di antaranya adalah analisis protein. Metodemetode
analisis
protein
dengan
spektrofotometri di antaranya adalah metode
Biuret, Lowry, dan Bradford. Metode-metode
ini dapat digunakan untuk melihat keberadaan
protein, dan mengukur jumlahnya, salah satu
protein yang dapat dianalisis dengan metode
ini adalah gelatin. Gelatin merupakan
senyawa turunan protein yang bersumber dari
kolagen hewan, baik itu kulit maupun tulang
(Davis 2000). Umumnya gelatin dibuat dari
serat kolagen hewan seperti babi, sapi, domba,
dan ikan.
Gelatin banyak dimanfaatkan dalam
berbagai bidang, salah satunya adalah bidang
farmasi. Peran gelatin dalam bidang farmasi di
antaranya adalah sebagai bahan baku
pembuatan kapsul (kapsul keras ataupun
kapsul lunak) dan bahan pengikat pada
pembuatan tablet (Poppe 1992). Pembuatan
tablet menggunakan gelatin menjadikan tablet
cukup keras dan melarut secara perlahan tanpa
mengalami disintegrasi. Hal ini disebabkan
oleh sifat gelatin yang dapat mengikat
partikel-partikel dalam tablet tersebut
sehingga
membentuk
granula
yang
mempunyai kohesifitas dan kompresibilitas
yang cukup tinggi.
Fungsi gelatin ini sesungguhnya dapat
digantikan oleh etil selulosa, gum arab, atau
metil selulosa. Namun mutu tablet yang
dihasilkan tidak sebaik tablet
yang
menggunakan
gelatin
sebagai
bahan
pengikatnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Sugiartono et al (2003) menyimpulkan bahwa
gelatin memiliki kualitas yang lebih baik
daripada etil selulosa dalam hal sebagai
pengikat dalam obat sediaan tablet. Widjaja
dan Setyawan (2004) juga melaporkan bahwa
formula tablet yang dibuat dengan bahan
pengikat gelatin menghasilkan tablet hisap
rimpang kencur yang lebih baik dari pada
formula yang dibuat dengan bahan pengikat
gum arab. Gelatin dengan konsentrasi 1-5%
(b/b) biasanya digunakan sebagai bahan
pengikat pada pembuatan tablet.
Gelatine Market of Europe (2006)
menyebutkan bahwa pemasaran gelatin di
dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber
dari kulit babi, yaitu sebesar 45,8%.
Pemasaran di Eropa juga didominasi oleh
gelatin jenis ini yaitu sebesar 68,8%. Sampai
sejauh ini belum ada penelitian mengenai
keberadaan gelatin dalam obat ataupun
mengenai kehalalan obat.
Obat merupakan suatu zat yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam
diagnosis, mengurangi rasa sakit, dan
mengobati atau mencegah penyakit baik pada
manusia maupun pada hewan (Ansel 1989).
Keberadaan obat sangat penting dalam
kehidupan manusia. Sebagian besar obat yang
sering digunakan adalah obat yang digunakan
dengan cara oral, salah satunya adalah tablet.
Kehalalan obat harus dipertimbangkan
berkaitan dengan bahan utama dan bahan
farmaseutik yang ada dalam obat tersebut.
Kehalalan obat ini harus diperhatikan, terlebih
lagi
Indonesia
merupakan
negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia. Selain
itu, sampai saat ini baru tiga merk obat yang
mencantumkan label halal dari lebih 1000
merk obat yang ada di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan
beberapa permasalahan, di antaranya adalah
masih banyak obat-obatan bentuk sediaan
tablet
di
Indonesia
yang
belum
mencantumkan label halal atau mendapatkan
sertifikat halal dari lembaga yang berwenang.
Pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh
gelatin yang bersumber dari babi sehingga
kemungkinan besar gelatin yang digunakan
dalam pembuatan obat bentuk sediaan tablet
adalah gelatin yang tidak halal. Selain itu,
penelitian tentang analisis gelatin dalam obat
bentuk sediaan tablet belum pernah
dilakukan.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui metode analisis gelatin terbaik
dalam obat-obatan bentuk sediaan tablet dan
tablet
salut
dengan
menggunakan
spektrofotometer. Selain itu, penelitian ini
juga bertujuan untuk mengetahui keberadaan
protein yang diduga gelatin dalam beberapa
obat bentuk sediaan tablet produksi pabrik
farmasi di Indonesia. Hipotesis penelitian ini
adalah metode analisis yang berbeda
memberikan hasil yang berbeda dan saling
mendukung. Beberapa obat bentuk sediaan
tablet/tablet salut buatan pabrik farmasi
Indonesia mengandung gelatin.
hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak
mampu melilit membentuk coil helix seperti
halnya pada kebanyakan molekul protein.
Sebaliknya molekul-molekul gelatin ini
membentuk molekul yang panjang dan tipis,
suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam
proses pembentukan gel.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi tentang cara sederhana analisis
gelatin dalam obat bentuk sediaan tablet.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
awal penelitian tentang gelatin dalam obatobatan.
Parker (1982) juga menambahkan bahwa
gelatin merupakan suatu polimer linear dari
asam amino yang umumnya terjadi dari
pengulangan asam amino glisin-prolin-prolin
atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Komposisi
asam amino gelatin bervariasi tergantung
pada spesies hewan penghasil, sumber
kolagen, dan jenis kolagen (Wards dan Courts
1977) (Tabel 1). Gelatin bukan termasuk
protein yang lengkap karena gelatin tidak
mengandung asam amino triptofan (Cole
2000), namun gelatin mengandung sedikit
asam amino yang jarang ditemui yaitu
hidroksilisin (Glicksman 1969). Gelatin
mengandung asam glutamat dengan jumlah
yang cukup tinggi. Asam glutamat ini sangat
berperan dalam pengolahan makanan karena
dapat menimbulkan citarasa yang lezat
(Winarno 1997). Gelatin memiliki bobot
molekul antara 20.000 hingga 90.000 Dalton
(Courts 1977).
TINJAUAN PUSTAKA
Gelatin
Definisi Gelatin
Gelatin berasal dari bahasa latin, yaitu
gelatus yang berarti kuat atau beku. Nama
gelatin mulai digunakan secara umum sekitar
tahun 1700-an. Menurut Leiner Davis Gelatin
Co (2000), gelatin diperoleh dari hidrolisis
terkontrol serat protein kolagen yang banyak
ditemukan di alam sebagai unsur pokok dari
kulit, tulang, dan jaringan ikat.
Menurut de Man (1997), gelatin adalah
protein yang diperoleh dari jaringan kolagen
hewan yang dapat didispersi dalam air dan
menunjukkan perubahan sol menjadi gel, yang
bersifat bolak-balik seiring perubahan suhu.
Charley (1982) menambahkan bahwa, gelatin
merupakan senyawa turunan yang dihasilkan
dari serabut kolagen jaringan penghubung
yang dihidrolisis dengan asam atau basa.
Gelatin juga dapat diperoleh dengan cara
denaturasi panas kolagen (Gelatine Food
Science 2004). Pemanasan kolagen secara
bertahap akan menyebabkan struktur rusak
dan rantai-rantainya akan terpisah.
Struktur Gelatin
Gelatin merupakan senyawa turunan
protein yang tersusun atas asam-asam amino.
Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul
gelatin mengandung tiga kelompok asam
amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya
terdiri dari residu asam amino glisin atau
alanin, hampir seperempatnya terdiri atas
asam amino basa atau asam, seperempatnya
lagi merupakan asam amino prolin dan
hidroksiprolin, dan sisanya aam amino lain.
Proporsi yang tinggi dari residu polar ini
membuat molekul gelatin mempunyai afinitas
yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena
proporsi yang tinggi dari residu prolin dan
Tabel 1 Komposisi asam amino pada gelatin
Cole (2000)
Asam amino
Persentase (%)
Glisin
26-27
Alanin
8.7-9.6
Serin
3.2-3.6
Prolin
14.8-17.6
Tirosin
0.49-1.1
Asam aspartat
5.5-6.8
Asam Glutamat
10.2-11.7
Hidroksiprolin
12.6-14.4
Hidroksilisin
0.76-1.5
Valin
2.5-2.7
Isoleusin
1.4-1.7
Leusin
3.2-2.7
Treonin
1.9-2.2
Fenilalanin
2.2-2.26
Metionin
0.6-1.0
Histidin
0.6-1.0
Arginin
8.6-9.3
Lisin
4.1-5.9
Sifat Gelatin
Sifat fisik dan kimia gelatin tergantung
dari kualitas bahan baku, pH, keberadaan zatzat organik, metode ekstraksi, suhu, dan
konsentrasinya (Parker 1982). Sifat-sifat
gelatin juga tergantung dari asam-asam amino
yang menyusunnya. Komposisi asam amino
gelatin bervariasi tergantung dari sumber
kolagen yang dijadikan gelatin (Ward dan
Courts 1977). Gelatin umumnya dihasilkan
dari kolagen hewan seperti babi, sapi, domba,
dan ikan. Gelatin yang beredar di pasaran
terdiri dari dua bentuk yaitu yang tidak
memiliki rasa apapun (plain atau unflafoured)
dan gelatin yang memiliki rasa tertentu
(flavoured). Gelatin flavoured biasanya
mengandung gula, asam sitrat, perasa, dan
pewarna (Gates 1981).
Secara fisik gelatin dapat berbentuk
bubuk, pasta, maupun lembaran gelatin.
Gelatin yang berbentuk lembaran atau butiran,
harus direndam terlebih dahulu sebelum
digunakan, sedangkan gelatin yang berbentuk
bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin
murni biasanya tidak berasa, tidak berbau, dan
berwarna sedikit kuning (Mark dan Stewart
1957). Gelatin dapat berubah dari bentuk sol
menjadi gel dan sebaliknya dapat berubah dari
bentuk gel menjadi sol kembali. Gelatin juga
dapat membengkak atau mengembang dalam
air dingin, membentuk film, mempengaruhi
viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi
sistem koloid (Parker 1982). Menurut Jones
(1977) sifat gelatin yang dapat berubah dari
sol menjadi gel secara reversible itulah yang
membuat gelatin lebih istimewa daripada gel
hidrokoloid lain yang tidak dapat berubah
secara reversible seperti pati, alginat, protein
susu, dan albumin telur.
Salah satu sifat fisik gelatin yang penting
adalah kekuatan untuk membentuk gel yang
disebut kekuatan gel. Gel gelatin terbentuk
akibat adanya pembentukan jala atau jaring
tiga dimensi oleh molekul polimer yang
membentuk ikatan silang diantara sesamanya.
Ikatan atau interaksi yang berperan dalam
pembentukan ikatan silang ini diperkirakan
adalah ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan
hidrofobik antar rantai (Fardiaz 1989).
Perubahan sol ke gel atau sebaliknya
dipengaruhi oleh perubahan suhu, komposisi
pelarut, dan tingkat keasaman (pH).
Pembentukan atau perubahan menjadi gel ini
akan terganggu jika kondisi terlalu asam atau
terlalu basa.
Menurut Ward dan Courts (1977) gelatin
larut dalam air minimal pada suhu 49 ˚C,
cenderung membentuk gel pada suhu sekitar
48 ˚C dan larut baik pada suhu 60 ˚C sampai
70 ˚C. Gelatin juga mudah larut dalam
gliserol, manitol, sorbitol, dan propilen.
Kelarutan gelatin akan berkurang dalam
alkohol, aseton, dan pelarut nonpolar seperti
karbon tetraklorida (CCl4), proteleum eter,
dan karbon disulfida (Glicksman 1969).
Winarno (1997) menambahkan bahwa saat
pemanasan daya tarik menarik antara molekul
air berkurang sehingga memberikan energi
bagi gelatin untuk mengatasi daya tarik
menarik molekul yang larut pada air. Dengan
demikian, daya larut molekul yang dilarutkan
dalam
air
akan
meningkat
dengan
meningkatnya suhu air.
Jenis-Jenis Gelatin
Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin
dibedakan atas dua jenis yaitu gelatin tipe A
(gelatin A) dan gelatin tipe B (Gelatin B)
(Hinterwaldner 1977). Gelatin A dibuat
dengan cara ekstraksi menggunakan asamasam organik seperti asam klorida (HCl),
asam sulfat (H2SO4), asam sulfit (H2SO3), dan
asam fosfat (H3PO4). Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan, asam yang
paling baik digunakan adalah HCl dengan
konsentrasi 1-5% (v/v) dan masa perendaman
selama 10-48 jam. Asam klorida memiliki
kelebihan yaitu dapat menguraikan serat
kolagen lebih banyak dan lebih cepat tanpa
mengurangi kualitas gelatin yang dihasilkan,
serta mengubah serat kolagen tripel heliks
menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts
1977).
Gelatin B dihasilkan dari ekstraksi
dengan larutan yang bersifat basa seperti air
kapur. Waktu perendaman yang diperlukan
untuk ekstraksi menggunakan basa biasanya
lebih lama, dapat mencapai 12 minggu dan
menghasilkan kolagen rantai ganda (Poppe
1992). Secara umum semua gelatin
mempunyai kegunaan yang sama, namun
terdapat perbedaan sifat antara gelatin A dan
gelatin B, di antaranya adalah dalam hal
viskositas, kadar abu, pH, dan titik isoelektrik
(Tabel 2)
Tabel 2 Perbedaan antara gelatin A dan B
Sifat
Gelatin A Gelatin B
Kekuatan gel (bloom) 50-300
50-300
Viskositas (cP)
1.5-7.5
2.0-7.5
Kadar abu (%)
0.3-2.0
0.5-2.0
pH
3.8-.6.0
5.0-7.1
Titik isoelektrik
7.0-9.0
4.7-5.4
Manfaat Gelatin
Gelatin banyak dimanfaatkan oleh
berbagai industri. Penggunaan gelatin di
dunia mengindikasikan bahwa lebih dari 60%
total produksi gelatin digunakan oleh industri
pangan, seperti dessert, permen, jeli, es krim,
produk-produk susu, roti, kue, dan
sebagainya. Industri lain yang juga
menggunakan gelatin dengan jumlah yang
cukup besar di antaranya adalah industri
farmasi
dan
industri
fotografi
(
Tabel 3). Penggunaan gelatin di Indonesia
juga tidak jauh berbeda.
Gelatin digunakan dalam industri pangan
lebih disebabkan karena sifat fisik dan kimia
gelatin daripada nilai gizinya sebagai protein.
Gelatin dalam industri pangan umumnya
berfungsi sebagai pembentuk gel, pengental
makanan, pemantap emulsi, pengemulsi,
penjernih, pengikat air, dan pelapis.
Gelatin pada industri pengolahan produk
daging seperti sosis umumnya digunakan
untuk memperhalus dan menimbulkan
struktur gel yang kenyal. Gelatin pada industri
pembuatan
selai
digunakan
untuk
memperbaiki tampilan menjadi lebih menarik
dengan lapisan berwarna bening, sekaligus
melindunginya dari sinar dan oksigen
sehingga menjadi lebih awet. Gelatin pada
industri permen dan coklat digunakan untuk
membuatnya menjadi lebih kenyal dan
lembut. Gelatin dalam pembuatan es krim
digunakan untuk membantu mencegah
pembentukan kristal-kristal es yang besar,
sehingga menjaga tekstur es krim menjadi
lebih lembut. Gelatin juga dapat berfungsi
menjernihkan minuman agar lebih menarik.
Gelatin dalam minuman juga berperan
menyerap
zat-zat
yang
menyebabkan
minuman tersebut berembun.
Gelatin dalam industri farmasi digunakan
untuk membuat kapsul obat sehingga obat
lebih mudah ditelan, selain itu juga digunakan
dalam pembuatan tablet obat agar bentuk
tablet lebih padat, kompak, dan kandungan zat
menjadi lebih awet. Gelatin dalam pembuatan
tablet biasanya digunakan sejumlah 1-5%
(b/b) (Herbert et al 1989). Gelatin dalam
industri
fotografi
digunakan
untuk
menstabilkan kristal perak halida yang sensitif
terhadap sinar matahari yang kemudian
dilapiskan pada lembaran film (Jones 1977).
Seiring dengan makin berkembangnya
industri pangan, farmasi dan kosmetik di
Indonesia, kebutuhan akan gelatin pun makin
meningkat. Namun sayangnya, meningkatnya
kebutuhan gelatin di Indonesia ternyata belum
banyak direspons positif oleh industri dalam
negeri
untuk
memproduksinya
secara
komersial. Karena itu, Indonesia banyak
mengimpor gelatin dari luar negeri. Data BPS
(2004) menyebutkan bahwa tercatat dari tahun
1995 hingga tahun 2003 Indonesia selalu
mengimpor gelatin dari luar negeri dengan
jumlah lebih dari 1000 ton setiap tahunnya,
bahkan pada tahun 2001 jumlah impor gelatin
lebih dari 3000 ton (Tabel 4).
Kondisi
seperti
ini
sangat
mengkhawatirkan. Selain biaya yang harus
dikeluarkan
oleh
pemerintah
untuk
mengimpor gelatin sangat besar, gelatin yang
beredar di pasaran dunia juga tidak terjamin
kehalalannya. Menurut Gelatine Market of
Europe (2006), pemasaran gelatin di dunia
didominasi oleh gelatin yang bersumber dari
kulit babi, yaitu sebesar 45,8%. Pemasaran di
eropa juga didominasi oleh gelatin kulit babi
yaitu sebesar 68,8% (Tabel 5).
Tabel 3
Penggunaan gelatin dalam industri
di dunia tahun 1999 (BPS 2004)
Industri
Penggunaan (ton)
Pangan
144.000
Farmasi
54.400
Fotografi
27.000
Teknik
6.000
Tabel 4 Impor gelatin Indonesia tahun 1995
2003 (BPS 2004)
Tahun
Gelatin (kg)
US$
1995
1 169 197
5 503 803
1996
2 673 500
7 406 426
1997
2 148 415
8 831 742
1998
1 851 328
6 781 571
1999
2 371 738
9 095 440
2000
2 712 345
9 119 997
2001
3 115 382
8 683 771
2002
1 925 732
6 102 019
2003
1 102 019
6 962 237
Tabel 5 Pemasaran gelatin di dunia dan
Eropa
Sumber
Persen (%)
Jumlah (ton)
gelatin Dunia Eropa
Dunia
Eropa
Kulit
45,8
68,8
144.300 82.450
Babi
Kulit
28,4
10,1
89.500
12.150
sapi
Tulang
24,2
18,9
76.300
22.700
Lain1,6
2,1
4.900
2.500
lain
Sumber : Gelatine Market of Europe (2006)
Obat Bentuk Sediaan Tablet
Tablet berasal dari kata “tabuletta” yang
berarti piring pipih atau papan tipis. Tablet
adalah salah satu bentuk sediaan obat
berbentuk padat, kompak, dibuat secara
kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung (Voight 1994). Tablet dapat
berbentuk silinder, kubus, batang, cakram,
seperti telur, atau seperti peluru (Gambar 1).
Tablet pada umumnya memiliki garis tengah
5-17 mm dan bobot 0,1-1 gram (Voight 1994).
Tablet biasanya mengandung berbagai bahan
tambahan. Zat tambahan yang digunakan
dalam pembuatan tablet dapat berfungsi
sebagai zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin,
zat pembasah, atau zat lain yang cocok
(Lachman et al 1994).
Pembuatan tablet dapat dilakukan dengan
tiga cara berbeda, yaitu metode granulasi
basah, granulasi kering, dan kompresi
langsung. Metode yang paling sering
digunakan dalam pembuatan tablet adalah
metode granulasi basah. Hal ini disebabkan
banyak bahan yang terlibat dalam pembuatan
tablet sehingga harus dicampur membentuk
granula dengan bantuan larutan pengikat
(Ansel 1985).
Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal,
atau granulat, dan dengan penambahan suatu
bahan tertentu. Saat ini paling tidak terdapat
40% obat diracik dalam bentuk tablet. Bentuk
sediaan tablet merupakan salah satu bentuk
sediaan farmasi yang paling disukai karena
harganya murah, takarannya tepat, mudah
dikemas, transportasi dan penyimpanan
praktis, serta mudah ditelan (Voight 1995).
Selain itu, tablet juga memiliki sifat
pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas
mikrobiologi yang paling baik (Ansel 1985).
Granulasi kering biasanya dilakukan terhadap
bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan
metode granulasi basah, misalnya karena
bahan yang akan digunakan memilki
kepekaan terhadap uap air atau karena untuk
mengeringkannya diperlukan temperatur yang
sangat tinggi. Metode kompresi langsung
dilakukan terhadap beberapa bahan kimia
yang granulanya memiliki sifat mudah
mengalir serta memiliki sifat kohesif yang
memungkinkan untuk langsung dikompresi
dalam mesin tablet (Lieberman et al 1990).
Kekurangan sediaan obat bentuk sediaan
tablet adalah ada beberapa senyawa obat yang
tidak dapat dibentuk menjadi tablet; senyawa
obat yang sukar dibasahkan dan lambat
melarut sukar diformulasikan dalam bentuk
tablet; rasa pahit dan bau obat tidak dapat
dihilangkan; peka terhadap oksigen sehingga
memerlukan pengkapsulan atau penyalutan;
bahan pembantu yang ditambahkan dalam
tablet harus inert, tidak berbau, tidak berasa,
dan sebaiknya tidak berwarna (Voight 1994).
Selain bahan-bahan aktif, tablet juga
mengandung
bahan-bahan
tambahan
(farmaseutik) dalam proses pembuatannya.
Bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan
dalam pembuatan obat di antaranya adalah
bahan pengisi, bahan pengikat, penambah
rasa, pewarna, pelicin, pelumas, dan pelincir.
Bahan pengisi merupakan bahan yang
digunakan untuk mencukupkan bahan
pembuat tablet. Ukuran diameter tablet
biasanya antara 3/16 inci sampai 1/2 inci,
dengan berat antara 120-700 mg untuk
kerapatan zat organik. Syarat-syarat bahan
pengisi adalah nontoksik, tersedia dalam
jumlah yang cukup, mudah didapat, stabil
secara fisik maupun kimia, netral, bebas dari
mikroba, dan tidak mengganggu warna tablet
(Lachman et al 1976). Bahan-bahan yang
umum digunakan sebagai pengisi adalah pati,
sukrosa, sakarin, manitol, sorbitol, laktosa,
selulosa mikrokristal, kalsium fosfat dihidrat,
dan kalsium sulfat dihidrat (Wade dan Weller
1994).
Lachman et al (1976) menyebutkan
bahwa dalam pengembangan suatu formulasi
sediaan tablet perlu memperhatikan sifat-sifat
yang harus dimiliki, yaitu: produk harus
menarik secara fisik; sanggup menahan
guncangan mekanik selama produksi dan
pengepakan; mempunyai kestabilan kimia dan
fisika untuk mempertahankan kelengkapan
fisiknya sepanjang waktu; dapat melepas zat
berkhasiat obat ke dalam tubuh dengan cara
yang tetap.
Gambar 1 Obat bentuk sediaan tablet
Bahan pengikat biasanya digunakan
dalam pembuatan tablet granulasi basah.
Bahan pengikat berfungsi menyatukan
berbagai granula-granula bahan tertentu yang
terbentuk dari granulasi. Bahan pengikat juga
berperan penting dalam kekerasan akhir tablet
(Lieberman et al 1990). Bahan pengikat
ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan
selama pembuatan granula. Bahan yang dapat
digunakan sebagai bahan pengikat di
antaranya adalah gelatin, gum arab, glukosa,
polivinilpirolidon, amilum (pasta), campuran
amilum-gelatin, natrium alginat, sorbitol, serta
etil dan metil selulosa (Lieberman et al 1990).
Bahan
penambah
rasa
umumnya
ditambahkan pada pembuatan tablet kunyah
atau hisap. Bahan yang dapat digunakan
sebagai perasa salah satunya adalah
peppermint oil yaitu minyak tanaman Mentha
piperita.
Bahan
pewarna
kebanyakan
digunakan
untuk
tablet-tablet
yang
dikhususkan bagi anak-anak.
Bahan pelicin, pelumas, dan pelincir
menurut Lachman et al (1976) biasanya
memiliki fungsi yang tumpang tindih. Suatu
bahan pelicin terkadang juga memiliki sifat
sebagai pelincir atau pelumas. Bahan pelincir
berfungsi mengurangi gesekan antara dinding
tablet dengan dinding ruang pencetak saat
tablet ditekan keluar. Pelicin berfungsi
mengurangi gesekan antar partikel-partikel.
Bahan pelumas berfungsi mengurangi
kelengketan granula pada permukaan stempel
pencetak. Lachman et al (1976) juga
menuliskan dalam bukunya semua bahanbahan tambahan yang digunakan dalam
pembuatan tablet, dan dari semua bahanbahan yang tercantum, hanya gelatin yang
merupakan bahan tambahan dari golongan
protein.
Analisis Protein Metode Spektrofotometri
Konsentrasi protein dapat diketahui
dengan metode spektrofotometri, baik
menggunakan sinar ultraviolet (UV) maupun
sinar tampak. Metode spektrofotometri
biasanya menggunakan suatu pereaksi atau
reagen pewarna yang intensitas warna yang
dibentuknya sebanding dengan konsentrasi
protein dalam sampel. Metode yang umum
digunakan untuk mengukur konsentrasi
protein dengan teknik spektrofotometri di
antaranya adalah metode Biuret, Lowry,dan
Bradford.
Prinsip dasar metode spektrofotometri ini
adalah pelewatan cahaya yang memiliki
panjang gelombang tertentu melalui suatu
sampel. Cahaya tersebut kemudian sebagian
diserap oleh sampel berwarna dan sebagian
lagi diteruskan lalu ditangkap oleh alat
pendeteksi/pengukur cahaya yang disebut
fotometer. Intensitas cahaya yang diukur oleh
fotometer dikonversi menjadi satuan serapan
(absorbansi) dan kemudian digunakan untuk
menghitung konsentrasi sampel dengan
persamaan Lambert-Beer.
A = log
T=
I0
= ε Cl
I
I
I0
A = − log T
Keterangan:
A
= Serapan cahaya (absorbans)
I0
= Intensitas cahaya tanpa absorpsi
I
= Intensitas cahaya yang diteruskan
oleh sampel
ε
= Koefisien absorpsi molekul
l
= Ketebalan lapisan larutan sampel
C
= Konsentrasi
T
= Transmitan
Analisis Protein Metode Biuret
Metode Biuret merupakan metode
analisis protein yang paling sederhana
dibandingkan dengan metode Lowry dan
Bradford. Metode ini telah ditemukan pada
tahun 1915, kemudian dimodifikasi oleh
Gornall et al pada tahun 1949. Metode biuret
yang dimodifikasi inilah yang sampai saat ini
sering digunakan dalam penentuan protein
(Zaia et al 1998).
Pereaksi Biuret terdiri atas campuran
tembaga dengan kompleks natrium yang
dapat menstabilkan tembaga dalam larutan.
Dalam hal ini Gornal et al (1949)
menyarankan penggunaan kompleks natrium
kalium tartrat. Prinsip metode Biuret ini
adalah pembentukan kompleks berwarna
antara garam tembaga yang ada pada pereaksi
dengan ikatan peptida yang ada pada sampel.
Reaksi ini menghasilkan dua spektrum cahaya
maksimum, yaitu pada panjang gelombang
270 nm dan 540 nm. Penggunaan panjang
gelombang 540 nm lebih disarankan
walaupun hasil pada panjang gelombang 270
nm memiliki sensitivitas 6 kali lebih besar
dari pada panjang gelombang 540 nm. Hal ini
disebabkan banyaknya senyawa pengganggu
yang juga menyerap cahaya pada panjang
gelombang 270 nm ini (Zaia et al 1998).
Metode biuret ini telah banyak digunakan
untuk penentuan protein dalam berbagai
bidang, di antaranya adalah penentuan protein
total dalam serum atau plasma (Flack et al
1984), cairan otak dan tulang belakang
(Hische et al 1982), dan urin. Selain hanya
membutuhkan beberapa jenis pereaksi saja,
metode ini juga tergolong mudah dan cepat.
Kelemahan metode ini adalah kurang sensitif
jika dibandingkan dengan dua metode
lainnya, yakni metode Lowry dan Bradford.
Metode Biuret ini membutuhkan sampel
dengan konsentrasi yang cukup besar. Metode
ini lebih banyak membutuhkan bahan dan
sedikit terganggu dengan adanya senyawa
garam seperti garam-garam amonium.
Menurut Alexander dan Griffith (1993)
metode ini baik digunakan untuk identifikasi
protein dengan konsentrasi 0.2-2.0 mg/ml.
Analisis Protein Metode Lowry
Metode Lowry merupakan metode yang
telah umum digunakan dalam analisis protein.
Metode ini cukup sensitif dan telah banyak
digunakan dalam analisis protein total di
antaranya
dalam
fraksi
sel,
fraksi
kromatografi, dan preparasi enzim (Alexander
dan Griffith 1993). Metode Lowry yang saat
ini banyak digunakan adalah metode yang
dikemukakan oleh Lowry et al (1951).
Metode yang digunakan oleh Lowry et al
merupakan modifikasi dari metode yang telah
digunakan sebelumnya oleh Wu et al pada
tahun 1922.
Prinsip dasar metode Lowry adalah
pembentukan kompleks antara ikatan peptida
pada protein dengan ion Cu2+ dalam kondisi
basa. Ion Cu2+ kemudian direduksi menjadi
ion Cu+. Ion Cu+ ini dan grup-grup radikal
dari beberapa asam amino seperti tirosin,
triptofan, asparagin, histidin, dan sistein akan
bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu
menghasilkan senyawa molibdat/tungstat biru.
Metode ini memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi. Menurut Alexander dan Griffith
(1993), metode ini mampu mengidentifikasi
protein hingga konsentrasi 0.02 mg/ml.
Namun, kelemahan metode ini adalah
senyawa pengganggu yang banyak, dan
memerlukan waktu yang lebih lama (Zaia et al
1998). Metode Lowry ini merupakan metode
identifikasi protein yang cukup banyak
memiliki senyawa pengganggu dibandingkan
metode Biuret dan Bradford. Senyawasenyawa yang dapat mengganggu dalam
metode ini di antaranya adalah gugus fenolik,
lipid, deterjen, amonium sulfat, guanin,
melanin,
bilirubin,
4-metilumbeliferona,
merkaptosistein, tris-HCl, dan RNA (Lowry et
al 1951).
Analisis Protein Metode Bradford
Metode bradford merupakan metode
analisis protein yang menggunakan coomassie
brilliant blue G-250. Metode ini lebih sensitif
daripada metode Biuret dan Lowry. Metode
ini baik digunakan untuk protein yang
konsentrasinya 0.0-0.02 mg/ml. Selain itu,
metode ini juga cukup cepat, mudah, dan
sedikit senyawa penggangu. Walaupun
demikian, selain membutuhkan pereaksi yang
cukup mahal, metode ini tidak baik digunakan
untuk protein dengan bobot molekul rendah
(Zaia et al 1998).
Analisis protein dengan metode Bradford
didasarkan atas pembentukan ikatan antara
pewarna coomassie dengan beberapa asam
amino seperti arginin dan residu asam amino
hidrofobik
yang
ada
pada
protein.
Pembentukan ikatan menghasilkan warna biru
dan memiliki spektrum absorbansi maksimum
sebesar 595 nm. Bentuk yang tidak berikatan
(anionik) ditunjukkan oleh warna hijau atau
merah. Nilai absorbansi yang diperoleh pada
panjang gelombang 595 nm sebanding dengan
jumlah senyawa yang berikatan, dan
sebanding dengan konsentrasi protein pada
sampel. Metode Bradford sedikit lebih praktis
dan lebih sensitif dibandingkan dengan
metode Biuret dan lowry (Bradford 1976).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini di antaranya adalah obat-obat
batuk dan antiinfluenza dalam bentuk sediaan
tablet atau tablet salut buatan pabrik farmasi
di Indonesia (24 merek), coomassie brilliant
blue G-250, metanol 95%, asam fosfat 85%,
gelatin, Na-K tartrat, natrium karbonat,
natrium hidroksida, tembaga sulfat, pereaksi
Folin-Ciocalteu, gelatin babi, gelatin sapi, dan
akuades. Alat-alat yang digunakan adalah
mortar, corong, kertas saring, penangas air,
spektrofotometer UV/Vis Beckman DU
Series 500, kuvet, autopipet, tips, dan
peralatan gelas.
Metode
Preparasi Sampel
Obat bentuk sediaan tablet digerus
sampai menjadi serbuk halus menggunakan
mortar. Obat bentuk sediaan tablet salut,
bahan salutnya dipisahkan dan sisa bahan
obat digerus sampai halus. Serbuk obat
sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan dalam
20 ml akuades 60 ˚C. Suspensi ini diaduk lalu
disaring menggunakan kertas saring dan
diambil filtratnya. Filtrat kemudian ditambah
dengan arang aktif sebanyak 2 gram dan
disaring dengan kertas saring biasa. Hasil
filtrat inilah yang akan digunakan sebagai
larutan sampel.
Identifikasi Protein Sampel dengan Metode
Biuret (Gornall et al 1948)
Pembuatan Kurva Standar dan
Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat
dalam berbagai konsentrasi dari 0, 1, 2, 4, 5,
6, 8, dan 10 mg/ml. Sebanyak 0.5 ml setiap
standar dimasukkan dalam tabung reaksi
berbeda. Setiap tabung ditambah dengan 4.5
ml pereaksi biuret, kemudian segera diaduk
dengan
vorteks.
Campuran
kemudian
didiamkan selama 10-15 menit lalu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum, yaitu 555 nm. Panjang gelombang
maksimum diperoleh dengan mengukur
campuran standar dan pereaksi pada panjang
gelombang 450-650 nm dengan selang 10 nm.
Panjang gelomang yang memiliki absorbansi
maksimum merupakan panjang gelombang
maksimum.
Pengukuran Sampel. Sebanyak 0.5 ml
larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang bersih dan kering. Sebanyak 4.5
ml pereaksi biuret kemudian ditambahkan ke
dalam sampel. Campuran ini segera diaduk
dengan vorteks dan didiamkan selama 10-15
menit. Campuran ini kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum standar yang diperoleh (555) nm.
Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali
ulangan (duplo).
Identifikasi Protein Sampel dengan Metode
Lowry (Lowry et al 1951)
Pembuatan Kurva Standar dan
Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat
dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25,
0.5, 0.75, 1.0 mg/ml. Sebanyak 1.6 ml standar
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda.
Setiap larutan standar ditambah dengan 0,6 ml
pereaksi C, diaduk dan didiamkan pada suhu
kamar selama 10 menit. Setelah itu, setiap
campuran tersebut ditambah dengan pereaksi
D sebanyak 0,2 ml, kemudian diaduk dan
didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit.
Setelah itu, campuran diukur absorbansinya
pada panjang gelombang maksimum (750
nm). Panjang gelombang maksimum dicari
dengan mengukur larutan standar BSA dengan
konsentrasi 0,5 mg/ml pada panjang
gelombang 450-800 nm dengan selang 10 nm.
Panjang gelombang yang menghasilkan
absorbansi maksimum digunakan sebagai
panjang gelombang maksimum.
Pengukuran Sampel. Tabung reaksi
yang bersih dan kering diisi dengan 1.6 ml
larutan sampel dan 0,6 ml pereaksi C.
Campuran kemudian diaduk dan didiamkan
pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu,
campuran tersebut ditambah dengan 0,2 ml
pereaksi D, lalu diaduk dan didiamkan pada
suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu,
campuran tersebut diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 750 nm. Pengukuran
sampel dilakukan dengan dua kali ulangan
(duplo).
Identifikasi Protein Sampel dengan Metode
Bradford (Bradford 1976)
Pembuatan Kurva Standar dan
Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat
dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25,
0.50, 0.75, dan 1 mg/ml. Larutan standar ini
masing-masing sebanyak sebanyak 100 µl
dicampur dengan NaOH 1 M sebanyak 100 µl
. Kemudian Campuran ditambah pereaksi
Bradford sebanyak 3 ml. Campuran ini
kemudian diaduk dengan vorteks hingga
merata, lalu didiamkan pada suhu kamar
selama 30 menit. Salah satu larutan digunakan
untuk mencari panjang gelombang maksimum
pada panjang gelombang antara 550-700 nm
dengan selang panjang gelombang 10 nm.
Campuran kemudian diukur pada panjang
gelombang maksimum yang telah diperoleh,
yaitu 595 nm.
Pengukuran Sampel. Larutan sampel
sebanyak 100 µl dicampur dengan 100 µl
NaOH 1M lalu direaksikan dengan pereaksi
Bradford sebanyak 6 ml. Campuran ini
kemudian diaduk menggunakan vorteks
sampai homogen. Campuran ini kemudian
diukur
absorbansinya
pada
panjang
gelombang 595 nm. Setiap sampel dilakukan
pengulangan sebanyak 2 kali (duplo).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Obat bentuk sediaan tablet, selain berisi
bahan aktif, juga dibuat dengan bantuan
bahan-bahan tambahan (farmaseutik). Bahanbahan tambahan yang digunakan di antaranya
digunakan sebagai bahan pengisi, pengikat,
pewarna, dan pemanis. Salah satu bahan
pengisi atau pengikat yang sering digunakan
adalah gelatin. Gelatin juga dapat terlibat
dalam aktivitas obat seperti dalam vitamin,
terutama vitamin yang tidak stabil.
Tahap analisis gelatin dalam sampel obat
bentuk sediaan tablet diawali dengan
ekstraksi. Ekstraksi sampel obat bentuk
sediaan tablet dilakukan dengan menggunakan
akuades bersuhu 60-70 °C. Warna sampel
obat yang ada kemudian dihilangkan dengan
arang aktif, karena warna ini dapat
mengganggu analisis. Selain arang aktif,
bahan
yang
bisa
digunakan
untuk
menghilangkan warna adalah zeolit, namun
dalam hal ini penggunaan arang aktif
memberikan hasil yang lebih baik daripada
zeolit. Penggunaan arang aktif halus lebih
efisien daripada arang aktif kasar, karena
arang aktif halus memiliki luas permukaan
yang lebih besar untuk menjerap kotoran atau
warna yang ada pada larutan sampel daripada
arang aktif kasar.
Analisis protein diduga gelatin dalam
obat-obatan bentuk sediaan tablet ini
dilakukan untuk mengetahui keberadaan
gelatin sebagai bahan tambahan dalam obatobatan bentuk sediaan tablet atau bahan
tambahan dari bahan aktif. Analisis ini
dilakukan dengan metode identifikasi protein
dengan spektrofotometri, seperti Biuret,
Lowry, dan Bradford.
Hasil Analisis Biuret
Metode
Biuret
didasarkan
atas
pembentukan kompleks berwarna antara
ikatan peptida dengan garam tembaga yang
ada pada pereaksi. Garam tembaga yang
terdapat pada pereaksi hanya akan membentuk
kompleks dengan senyawa yang memiliki
ikatan peptida. Pembentukan kompleks warna
antara garam tembaga dengan asam amino
tidak dapat terjadi.
Hasil analisis Biuret menunjukkan bahwa
bahwa seluruh sampel obat kecuali obat A dan
obat F mengandung protein dengan
konsentrasi bervariasi. Sebanyak 21 sampel
obat memiliki konsentrasi protein antara 1-5%
(b/b), satu sampel obat dengan konsentrasi
protein diatas 5% (b/b) (obat J), dan satu
sampel obat dengan konsentrasi
protein
dibawah 1% (b/b) (Obat P) (Tabel 6).
Sampel obat A dan obat F menghasilkan
warna yang berbeda dengan warna positif dari
reaksi Biuret. Warna positif reaksi Biuret
seharusnya adalah biru atau ungu, namun
warna yang dihasilkan dari kedua sampel ini
setelah penambahan pereaksi adalah warna
kuning keruh. Hal ini mungkin terjadi karena
senyawa aktif dalam sampel obat tersebut ikut
bereaksi dengan pereaksi Biuret dan
menghasilkan warna kuning. Berdasarkan
metode analisis ini, kedua sampel obat A dan
F ini tidak dapat dipastikan keberadaan
gelatinnya. Secara teori, kedua sampel obat
ini mungkin mengandung gelatin karena
kedua jenis sampel ini merupakan tablet yang
mengandung
vitamin.
Tablet
yang
mengandung vitamin selain membutuhkan
bahan pengikat yang kemungkinan besar
adalah gelatin, juga membutuhkan penstabil
vitamin yang umumnya juga menggunakan
gelatin.
Senyawa golongan protein yang mungkin
ada dalam tablet hanyalah gelatin. Selain itu,
baik diantara bahan aktif maupun bahanbahan tambahan, tidak ada senyawa yang
memiliki ikatan peptida kecuali gelatin.
Berdasarkan hal ini, hasil analisis biuret yang
telah dilakukan ini menyimpulkan bahwa
semua sampel obat yang dianalisis
mengandung gelatin dengan konsentrasi
antara 0.71% (b/b) (obat O) hingga 9.82%
(b/b) (obat J), kecuali sampel obat A dan F
yang tidak dapat dianalisis dengan metode ini.
Hasil Analisis Lowry
Metode
Lowry
didasarkan
atas
pembentukan kompleks antara ikatan peptida
pada protein dengan ion Cu2+ dalam kondisi
basa. Ion Cu2+ kemudian direduksi menjadi
ion Cu+. Kemudian Ion Cu+ ini dan grup-grup
radikal dari tirosin, triptofan, dan sistein
bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu
menghasilkan senyawa molibdat/tungstat
berwarna biru.
Hasil analisis Lowry menunjukkan
bahwa seluruh sampel, kecuali obat C, obat E,
dan obat H memberikan warna positif (biru)
yang sangat pekat dengan nilai absorbansi
lebih besar dari satu. Nilai absorbansi yang
dihasilkan oleh sampel ini semuanya masih
dapat dideteksi dengan alat spektrofotometer
yang digunakan. Absorbansi maksimum yang
masih dapat dibaca oleh spektrofotometer
adalah 3. Hasil analisis standar gelatin
menunjukkan hasil yang cukup baik, dengan
persamaan garis Y = 0.1977 X + 0.0065 dan
R2 = 98.18 %. Berdasarkan hasil ini, sampelsampel obat yang dianalisis mengandung
protein dengan konsentrasi yang cukup besar.
Hasil analisis Lowry pada sampel ini
menunjukkan bahwa sebanyak 21 sampel obat
mengandung protein dengan konsentrasi
antara 7.35 – 12.65% (b/b), dan sebanyak 3
sampel dengan konsentrasi di bawah 1%
(b/b).
Hasil
analisis
lowry
ini
juga
menunjukkan bahwa semua sampel obat
menunjukkan hasil yang positif. Ini
menggambarkan bahwa, dengan metode ini
semua sampel juga menunjukkan keberadaan
gelatin. Namun, ada senyawa yang terdapat
dalam beberapa sampel yang mungkin
mengganggu analisis Lowry ini dan
menghasilkan galat positif. Senyawa tersebut
adalah senyawa yang memiliki gugus fenol,
seperti parasetamol, asam salisilat, dan salisil
amida. Ketiga senyawa ini ada di hampir
semua sampel obat yang dianalisis. Lowry et
al (1951) menyebutkan bahwa gugus fenolik
yang ada pada suatu senyawa dapat bereaksi
dengan pereaksi Folin Ciocalteu yang
digunakan pada analisis Lowry dan
menghasilkan galat positif.
Nilai absorbansi sampel obat C, obat E,
dan obat H cukup rendah, namun hasil ini
tetap menunjukkan keberadaan gelatin dalam
sampel tersebut. Ketiga sampel obat ini
merupakan sampel yang tidak mengandung
senyawa bergugus fenol dalam bahan
aktifnya. Kandungan protein di dalam ketiga
Tabel 6
sampel tersebut adalah 0.32% (b/b) (obat C),
0.02% (b/b) (obat E), 0.34% (b/b) (obat H).
Metode Lowry ini mampu mendeteksi protein
dengan konsentrasi minimal 0.02 mg/ml.
Hasil Analisis Bradford
Analisis dengan metode Bradford
didasarkan atas pembentukan ikatan antara
pewarna coomassie dengan arginin dan residu
asam amino hidrofobik yang ada pada protein.
Hasil reaksi ini menghasilkan senyawa
kompleks berwarna biru. Metode Bradford ini
merupakan metode analisis protein yang
paling sensitif, yaitu dengan kemampuan
deteksi hingga 0.02 mg/ml. Hasil analisis
Bradford menunjukkan bahwa semua sampel
positif mengandung gelatin juga.
Konsentrasi gelatin hasil analisis ini juga
bervariasi antara 0.24% (b/b) (obat O) hingga
14.48% (b/b) obat J (tabel 6). Berdasarkan
prinsip kerjanya dan bahan-bahan aktif yang
ada dalam sampel, hasil analisis Bradford ini
minim kontaminasi atau interferensi yang
dapat menyebabkan galat positif atau negatif.
Hasil analisis gelatin dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford
Kode nama obat
Biuret
[Protein] (% b/b)
Lowry
Bradford
Obat A
-
11,28
2,60
Obat B
Obat C
Obat D
Obat E
Obat F
Obat G
Obat H
Obat I
Obat J
Obat K
2,72
5,76
1,67
1,02
1,10
1,15
1,83
9,82
3,29
9,21
0,32
9,99
0,02
10,58
10,40
0,34
11,97
8,50
7,35
7,03
4,22
4,02
2,01
2,21
7,96
7,00
9,79
14,48
5,50
Obat L
2,20
12,65
2,78
Obat M
1,18
10,70
1,42
Obat N
2,21
11,40
2,21
Obat O
Obat P
0,71
3,07
12,14
9,86
0,24
1,41
Obat Q
3,59
11,39
1,98
Obat R
4,14
11,04
1,43
Obat S
1,96
10,90
5,14
Obat T
3,57
11,51
6,80
Obat U
1,08
10,66
8,58
Obat V
2,04
11,39
7,49
Obat W
Obat X
1,89
1,47
11,31
11,83
6,74
5,86
Komposisi
Vit: A, B1, B2, B3, B6, B12, C, D3, E; Nikotinamida; Capantotenat; Biotin; asam folat; Kalium; Fe; Ca; Mg; Mn; F; Zn.
Asetosal
Al-hidroksida; Mg-hidroksida; Simetikon.
Asam asetalsalisilat
Hidrotalsit; Mg-hidroksida; Simetikon.
Vit: B1, B2, B6, B12, C; Niasinamida; Ca-pantotenat.
Parasetamol; Propifenazon; Kofeina.
Atapulgit; Pektin
Salisilamida, Parasetamol, Kofeina
Mg-hidroksida; Al-hidroksida koloidal; Dimetikon aktif.
Dimenhidraminat
Fenilpropanolamina HCl, Asetaminofen, Klorfeniramina
maleat, Salisilamida, Vitamin C
Parasetamol
Fenilpropanolamina HCl, Klorfeniramina maleat,
asetaminofen, Vitamin C
Parasetamol; Kofein anhidrat.
Asam asetalsalisilat
Asetaminofen, Fenilpropanolamida HCl, Klorfeniramina
Maleat
Dekstrometorfan HBr, Asetaminofen, Gliserilguaiakolat,
Klorfeniramina maleat, Fenilefrina HCl, Vitamin C
Parasetamol; Aseetosat; Kofeina.
Parasetamol, PseudoefedrinHCl, Klorfeniramina maleat,
Guaifenesin
Parasetamol; Fenilpropanolamina maleat.
Propifenazon, Asetaminofen, Deksklorfeniramina maleat,
Kofeina anhidrat
Asetaminofen
Parasetamol; Fenilpropanolamin HCl; Klorfeniramin maleat
Keterangan : Obat A dan F menunjukkan warna kuning setelah ditambah pereaksi (warna positif
reaksi biuret adalah biru)
Perbandingan Hasil Analisis Biuret,
Lowry, dan Bradford
Hasil
analisis
ketiga
metode
spektrofometri memberikan kesimpulan
bahwa hampir seluruh sampel mengandung
gelatin. Gelatin merupakan satu-satunya
bahan tambahan tergolong protein yang
digunakan dalam pembuatan obat bentuk
sediaan tablet. Namun, konsentrasi gelatin
yang dikandung oleh sampel obat yang
dianalisis berbeda-beda antara ketiga metode
tersebut. Hasil analisis Biuret menyatakan
bahwa konsentrasi protein sampel berkisar
antara 0.71 – 9.82% (b/b). Hasil anaisis
dengan metode Lowry menunjukkan bahwa
sebagian besar sampel mengandung gelatin
dengan konsentrasi 7.35 – 12.65% (b/b), dan
tiga sampel mengandung gelatin dengan
konsentrasi 0.02% (b/b) (obat E), 0.32%
(b/b) (obat C), dan 0.34% (b/b) (obat H).
Hasil analisis Bradford menunjukkan bahwa
konsentrasi protein dalam sampel-sampel
obat yaitu antara 0.24 – 14.48% (b/b).
Hasil analisis ini menyimpulkan bahwa
antara metode analisis yang dilakukan tidak
saling mendukung. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa hal. Pertama, setiap metode
memiliki sensitifitas yang berbeda, metode
Bradford lebih sensitif daripada metode
lowry dan Biuret. Kedua, kemungkinan
adanya senyawa pengganggu dalam sampel
obat yang dapat bereaksi juga dengan
pereaksi yang digunakan dalam analisis,
sehingga
menimbulkan
galat
(positif/negatif). Beberapa senyawa dalam
sampel obat yang mungkin dapat
mengganggu analisis ini adalah senyawa
parasetamol, asam salisilat, dan salisilamida
yang terdapat di sebagian besar obat-obatan
bentuk sediaan tablet. Berdasarkan Zaia et al
(1998), senyawa yang mengandung gugus
fenol dapat menimbulkan galat positif pada
metode Lowry. Senyawa fenol ini juga dapat
bereaksi dengan Pereaksi Folin-Ciocalteu
pada pereaksi Lowry menghasilkan warna
biru. Senyawa-senyawa lain yang dapat
mengganggu dalam analisis Lowry di
antaranya adalah senyawa lipid, deterjen,
asam urat, amonium sulfat, guanin, melanin,
bilirubin, metilumbeliferona, dan tris-HCl
(Zaia et al 1998).
Senyawa
fenolik
yang
dapat
mengganggu analisis dengan metode Lowry
tidak mempengaruhi analisis dengan metode
Biuret dan Bradford. Analisis dengan
metode Biuret akan terganggu dengan
adanya senyawa bilirubin, amonia, lipid,
hemoglobin, melanin, tris-HCl, dan laktosa.
Senyawa pengganggu dalam analisis dengan
metode Bradford adalah urea, Na/K klorat,
deterjen (triton, SDS, tween-20), gliserol,
lipid, kloropromazina.
Berdasarkan hasil penelitian ini, metode
bradford merupakan metode yang paling
baik untuk digunakan dalam analisis gelatin
dalam sampel tablet, karena semua sampel
obat dapat dianalisis dengan metode ini.
Metode Biuret juga cukup efisien. Selain
lebih murah, metode ini dapat menganalisis
gelatin dalam tablet yang jumlahnya cukup
besar (1-5% b/b). Kelemahan metode Biuret
adalah tidak dapat menganalisis sampel yang
sejenis sampel obat A atau F. Kedua sampel
ini memberikan warna yang tidak sesuai
sengan warna positif biuret.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa sebagian besar sampel obat yang
dianalisis dengan metode Biuret, Lowry, dan
Bradford menunjukkan adanya gelatin
dengan konsentrasi antara 0.02% (b/b)
sampai dengan 12.65% (b/b). Antara hasil
metode Biuret, Lowry, dan Bradford tidak
saling mendukung. Ada dua sampel obat
yang tidak dapat dianalisis dengan metode
Biuret, yaitu sampel obat A dan obat F.
Metode Bradford merupakan metode yang
paling baik di antara metode Lowry dan
Biuret.
Saran
Pemurnian sampel obat perlu dilakukan
untuk memperoleh ekstrak sampel yang
lebih murni, dan terbebas dari senyawasenyawa aktif obat. Penggunaan gelatin
yang lebih murni sebagai standar juga perlu
dilakukan. Analisis lebih lanjut untuk
sampel yang mengandung gelatin dengan
elektroforesis gel poliakrilamida atau teknik
lain perlu dilakukan untuk lebih memastikan
keberadaan gelatin dalam obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel HC. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Ibrahim F, penerjemah;
Jakarta: UI Pr.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive
method for the quantitation of
microgram quantities of protein
utilizing the principle of protein-dye
binding. J Anal Biochem 72:248-254.
Charley H. 1982. Food Science. New York:
John Wiley and Son.
De Man JM. 1997. Kimia Makanan.
Padmawinata
K,
penerjemah;
Bandung: ITB Pr.
Lowry OH ,Rosbrough NJ, Farr AL, Randall
RJ. 1951. Protein measurement with
the folin fenol reagent. J Biol Chem
23: 265-275.
Mark EM, Stewart GF. 1957. Advances in
Food
Resesearch.
New
York:
Academic Pr.
Parker
AL.
1982.
Principles
of
Biochemistry.
Maryland:
Worth
Publishers.
Perkins AP. 1999. Esophageal transit of
risedronate cellulose-coated tablet and
gelatin capsule formulations. J
Pharmaceutical 186:169-175.
Cole B. 2000. Gelatin. New York: John
Wiley and Sons.
Pomory CM. 2008. Color development time
of the Lowry protein assay. J Anal
Biochem 378:216-217.
Courts A, Johns P. 1977. Relationship
between collagen and gelatin. New
York: Academic Pr.
Poppe J. 1992. Thickening and Gelling
Agents for Food. New York: Academic
Press.
Fardiaz D. 1989. Buku dan Monograf
Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan
Biokimia Pangan. Bogor: PAU Ilmu
Hayati IPB.
Gates JC. 1981. Basic Food. California:
Rinehart and Winston.
Sugiyartono, Radjaram A, Isadiartuti D.
2003. Pengembangan formulasi tablet
hisap ekstrak jahe (Zingiber officinalis)
dengan bahan pengikat etil selulosa
dan gelatin B [Laporan Penelitian].
Surabaya:
Fakultas
Farmasi,
Universitas Airlangga.
Glicksman M. 1969. Gum Technology in
Food Industry. New York: Academic
Pr.
Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. Noerono S, penerjemah;
Yogyakarta: UGM Press.
Gornall AG, Bardawill CJ, David MM.
1948. Determination of serum protein
by means of the biuret reaction. J Biol
Chem 20:751-766.
Wade A, Weller PJ. 1994. Handbook of
Pharmaceutical Excipients. London:
The Pharmaceutical Pr.
Hansen MR. 2007. Gel texture and chain
structure of amylomaltase-modified
starches compared to gelatin. Food
Hydrocolloids 22:1551-1566.
Hinterwaldner R. 1977. Raw materials. The
Science and Technology of Gelatin
22:295-313.
Jones
NR. 1977. The structure and
composition of collagen containing
tissue. The Science and Technology of
Gelatin 11:32-66.
King W. 1969. Gum Technology in Food
Industry. New York: Academic Pr.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL.
1976. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Suyatmi S, penerjemah;
Jakarta: UI Pr.
Wards AG, Courts A. 1977. The Science and
Technology of Gelatin. New York:
Academy Pr.
Widjaja
B,
Setyawan
D.
2004.
Pengembangan formula tablet hisap
rimpang kencur (Kaempferia galanga)
[Laporan
Penelitian].
Surabaya:
Fakultas
Farmasi,
Universitas
Airlangga.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zaia DM, Zaia BV, Lichtig J.1998. Total
protein
determination
saw
spectrofotometri:
advantages
and
disadvantages of the existing methods.
J Chem. 21:6-16.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tahapan penelitian
PREPARASI SAMPEL
LARUTAN SAMPEL
BIURET
LOWRY
BRADFORD
Lampiran 2 Preparasi sampel
Obat bentuk
sediaan tablet
Tablet Salut
Tablet Biasa
g
e
r
u
Bahan salut
s
Serbuk halus
Sisa bahan obat
g
e
r
u
Akuades
60 ºC
s
Serbuk halus
Larutan obat
Akuades
60 ºC
Serbuk
LarutanHalus
obat
saring
Filtrat berwarna
Arang aktif
& disaring
saring
Filtrat berwarna
Arang aktif
& disaring
Filtrat/Sampel
Lampiran 3 Hasil preparasi sampel
No
Nama
Obat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Obat A
Obat B
Obat C
Obat D
Obat E
Obat F
Obat G
Obat H
Obat I
Massa obat
(gram)
1
2
1,02
1,01
1,03
1,03
1,01
1,00
1,01
1,00
1,02
1,01
1,03
1,00
1,02
1,00
1,04
1,03
1,01
1,00
10
Obat J
1,02
1,03
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Obat K
Obat L
Obat M
Obat N
Obat O
Obat P
Obat Q
Obat R
Obat S
Obat T
1,02
1,02
1,02
1,01
1,00
1,02
1,03
1,01
1,02
1,03
1,03
1,02
1,01
1,02
1,00
1,02
1,03
1,01
1,02
1,04
21
Obat U
1,03
1,03
22
23
24
Obat V
Obat W
Obat X
1,02
1,01
1,03
1,02
1,02
1,03
Sebelum ditambah arang aktif
Setelah + Akuades 20 ml
Larut, sedikit endapan, berwarna kuning
Larut, sedikit endapan, berwarna kuning
Tidak larut semua, kuning pudar
Larut, sedikit endapan, tidak berwarna
Larut, banyak endapan, berwarna hijau
Larut, ksedikit endapan, berwarna jingga
Larut, sedikit endapan, berwarna putih
Larut, sedikit endapan, berwarna coklat
Larut, sedikit endapan, berwarna putih
Tidak larut semua, sedikit endapan, berwarna merah
muda
Larut, sedikit endapan, berwarna merah nila
Larut, sedikit endapan, berwarna hijau
Larut, sedikit endapan, berwarna oranye
Larut, sedikit endapan, berwarna kuning
Larut, sedikit endapan, tidak berwarna
Larut, sedikit endapan, berwarna oranye
Larut, sedikit endapan, berwarna merah muda
Larut, sedikit endapan, berwarna hijau kekuningan
Larut, sedikit endapan, berwarna putih
Larut, sedikit endapan, berwarna merah muda
Larut, sedikit endapan, lebih kental, berwarna
kuning
Tidak larut semua, sedikit endapan, berwarna putih
Larut, sedikit endapan, berwarna oranye
Larut, sedikit endapan, berwarna oranye pudar
Setelah disaring
Bening, berwarna kuning
Bening, berwarna kuning
Bening, berwarna kuning pudar
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna hijau pudar
Bening, berwarna kuning
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna coklat
Bening, tidak berwarna
Setelah ditambah arang
aktif dan disaring
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna merah muda
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna merah nila
Bening, berwarna hijau
Bening, berwarna oranye
Bening, berwarna kuning
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna oranye
Bening, berwarna merah muda
Bening, berwarna hijau kekuningan
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna merah muda
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna kuning
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, berwarna oranye
Bening, berwarna oranye pudar
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Bening, tidak berwarna
Lampiran 4 Pembuatan pereaksi-pereaksi
a.
Pembuatan Pereaksi Biuret (1 Liter)
• Na-K Tartrat : 9.08 gram
• CuSO4.5H2O : 3.06 gram
• KI
: 5.01 gram
• NaOH 0.2 M : 400 ml
• Akuades
: s/d 1 Liter
b.
Pembuatan Pereaksi Lowry
• Pereaksi A (250 ml)
Na2CO3 : 15 gram
NaOH
: 2 gram
Akuades
: s/d 250 ml
• Pereaksi B (10 ml)
Na Sitrat: 0.30 gram
CuSO4.5H2O : 0.23 gram
Akuades
: s/d 10 ml
• Pereaksi C
Pereaksi A : Pereaksi B = 50 : 1
• Pereaksi D
Folin Ciocalteu : Akuades = 3 : 1
c.
Pembuatan Pereaksi Bradford (500 ml)
Coomassie Blue
: 50 mg
Etanol 95%
: 25 ml
Asam Fosfat 85%
: 50 ml
Akuades
: s/d 500 ml
Lampiran 5 Standar gelatin dengan pereaksi Biuret
Absorbansi pada λ555
1
2
0.0000
0.0000
0.0110
0.0070
0.0190
0.0200
0.0430
0.0430
0.0580
0.0590
0.0690
0.0690
0.0910
0.0880
0.1290
0.1250
[Gelatin] (mg/ml)
0.0
1.0
2.0
4.0
5.0
6.0
8.0
10.0
rata-rata
Warna biru
0.0000
0.0090
0.0195
0.0430
0.0585
0.0690
0.0895
0.1270
+
+
++
+++
+++
++++
Absorbansi
0.14
0.12
R2 = 0.9917
0.10
0.08
y = 0.0124x - 0.0039
0.06
0.04
0.02
0.00
-0.02
0
2
4
6
8
10
12
[Gelatin] (mg/ml)
Kurva standar gelatin dengan metode Biuret
Lampiran 6 Standar gelatin dengan pereaksi Lowry
Absorbansi pada λ500
1
2
0.000
0.000
0.024
0.026
0.058
0.060
0.124
0.122
0.157
0.159
0.202
0.184
[Gelatin] (mg/ml)
0.000
0.125
0.250
0.500
0.750
1.000
rata-rata
Warna biru
0.000
0.025
0.059
0.123
0.158
0.193
+
++
+++
++++
+++++
Absorbansi
0.25
0.20
R2 = 0.9818
0.15
y = 0.1977x + 0.0065
0.10
0.05
0.00
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
[Gelatin] (mg/ml)
Kurva standar gelatin dengan pereaksi Lowry
Lampiran 7 Standar gelatin dengan pereaksi Bradford
Absorbansi pada λ595
1
2
0.0000
0.0000
0.0090
0.0090
0.0120
0.0120
0.0160
0.0150
0.0280
0.0280
[Gelatin] (mg/ml)
0.00
1.25
2.50
3.75
5.00
Rata-rata
Warna coklat kebiruan
0.0000
0.0090
0.0120
0.0155
0.0280
+
+
++
Absorbansi
0.030
0.025
2
R = 0.9363
0.020
y = 0.005x + 0.0004
0.015
0.010
0.005
0.000
0
1
2
3
4
5
6
[gelatin] (mg/ml)
Kurva Standar gelatin dengan metode Bradford
Lampiran 8 Hasil analisis Biuret
No Nama Obat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Obat A
Obat B
Obat C
Obat D
Obat E
Obat F
Obat G
Obat H
Obat I
Obat J
Obat K
Obat L
Obat M
Obat N
Obat O
Obat P
Obat Q
Obat R
Obat S
Obat T
Obat U
Obat V
Obat W
Obat X
Absorbansi
1
0,423
0,015
0,036
0,006
0,003
0,423
0,003
0,003
0,007
0,062
0,017
0,009
0,003
0,012
0,001
0,015
0,018
0,023
0,009
0,019
0,003
0,009
0,005
0,005
2
0,336
0,012
0,028
0,007
0,002
0,202
0,003
0,004
0,008
0,055
0,017
0,011
0,004
0,008
0,000
0,016
0,020
0,021
0,008
0,019
0,003
0,009
0,011
0,006
[Protein]
1
34,4274
1,5242
3,2177
0,7984
0,5565
34,4274
0,5565
0,5565
0,8790
5,3145
1,6855
1,0403
0,5565
1,2823
0,3952
1,5242
1,7661
2,1694
1,0403
1,8468
0,5565
1,0403
0,7177
0,7177
Lampiran 9 Hasil analisis Lowry
2
27,4113
1,2823
2,5726
0,8790
0,4758
16,6048
0,5565
0,6371
0,9597
4,7500
1,6855
1,2016
0,6371
0,9597
0,3145
1,6048
1,9274
2,0081
0,9597
1,8468
0,5565
1,0403
1,2016
0,7984
x
30,9194
1,4032
2,8952
0,8387
0,5161
25,5161
0,5565
0,5968
0,9194
5,0323
1,6855
1,1210
0,5968
1,1210
0,3548
1,5645
1,8468
2,0887
1,0000
1,8468
0,5565
1,0403
0,9597
0,7581
[Protein]
x fp
609,2484
27,2471
57,6152
16,6907
10,1700
502,7809
11,0188
11,5319
18,2956
98,1904
32,8875
21,9798
11,7591
22,0880
7,0968
30,6768
35,8597
41,3606
19,6078
35,6865
10,8049
20,3985
18,9099
14,7197
%
protein
(b/b)
60,9248
2,7247
5,7615
1,6691
1,0170
50,2781
1,1019
1,1532
1,8296
9,8190
3,2887
2,1980
1,1759
2,2088
0,7097
3,0677
3,5860
4,1361
1,9608
3,5686
1,0805
2,0398
1,8910
1,4720
No
Nama Obat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Obat A
Obat B
Obat C
Obat D
Obat E
Obat F
Obat G
Obat H
Obat I
Obat J
Obat K
Obat L
Obat M
Obat N
Obat O
Obat P
Obat Q
Obat R
Obat S
Obat T
Obat U
Obat V
Obat W
Obat X
Absorbansi
1
1,226
0,931
0,031
0,975
0,009
1,068
0,991
0,035
1,200
0,889
0,785
1,223
1,067
1,068
1,230
1,004
1,149
1,205
1,185
1,203
1,084
1,194
1,183
1,208
2
1,051
0,958
0,046
1,022
0,008
1,069
1,099
0,048
1,192
0,847
0,718
1,341
1,093
1,233
1,183
0,997
1,183
1,013
1,027
1,165
1,100
1,116
1,100
1,213
[Protein]
1
6,1684
4,6763
0,1239
4,8988
0,0126
5,3692
4,9798
0,1442
6,0369
4,4638
3,9378
6,1533
5,3642
5,3692
6,1887
5,0455
5,7790
6,0622
5,9611
6,0521
5,4502
6,0066
5,9509
6,0774
2
5,2833
4,8128
0,1998
5,1366
0,0076
5,3743
5,5260
0,2099
5,9965
4,2514
3,5989
6,7501
5,4957
6,2038
5,9509
5,0101
5,9509
5,0910
5,1619
5,8599
5,5311
5,6120
5,5311
6,1027
x
5,7258
4,7446
0,1619
5,0177
0,0101
5,3718
5,2529
0,1770
6,0167
4,3576
3,7683
6,4517
5,4299
5,7865
6,0698
5,0278
5,8649
5,5766
5,5615
5,9560
5,4906
5,8093
5,7410
6,0900
[Protein]
x fp
112,8246
92,1274
3,2211
99,8548
0,1993
105,8478
104,0180
3,4210
119,7352
85,0266
73,5285
126,5038
106,9940
114,0206
121,3961
98,5847
113,8825
110,4283
109,0482
115,0917
106,6144
113,9080
113,1236
118,2531
%
protein
(b/b)
11,2825
9,2127
0,3221
9,9855
0,0199
10,5848
10,4018
0,3421
11,9735
8,5027
7,3529
12,6504
10,6994
11,4021
12,1396
9,8585
11,3882
11,0428
10,9048
11,5092
10,6614
11,3908
11,3124
11,8253
Lampiran 10 Hasil analisis Bradford
No
Nama Obat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Obat A
Obat B
Obat C
Obat D
Obat E
Obat F
Obat G
Obat H
Obat I
Obat J
Obat K
Obat L
Obat M
Obat N
Obat O
Obat P
Obat Q
Obat R
Obat S
Obat T
Obat U
Obat V
Obat W
Obat X
Absorbansi
1
0,008
0,021
0,011
0,010
0,008
0,009
0,020
0,022
0,023
0,037
0,012
0,007
0,005
0,007
0,002
0,003
0,007
0,003
0,014
0,018
0,023
0,022
0,018
0,017
2
0,006
0,016
0,011
0,011
0,003
0,003
0,021
0,015
0,027
0,038
0,017
0,008
0,003
0,005
0,000
0,005
0,004
0,005
0,013
0,018
0,022
0,017
0,017
0,014
[Protein]
1
1,52
4,12
2,12
1,92
1,52
1,72
3,92
4,32
4,52
7,32
2,32
1,32
0,92
1,32
0,32
0,52
1,32
0,52
2,72
3,52
4,52
4,32
3,52
3,32
2
1,12
3,12
2,12
2,12
0,52
0,52
4,12
2,92
5,32
7,52
3,32
1,52
0,52
0,92
-0,08
0,92
0,72
0,92
2,52
3,52
4,32
3,32
3,32
2,72
x
1,32
3,62
2,12
2,02
1,02
1,12
4,02
3,62
4,92
7,42
2,82
1,42
0,72
1,12
0,12
0,72
1,02
0,72
2,62
3,52
4,42
3,82
3,42
3,02
[Protein]
x fp
% protein
(b/b)
26,0099
70,2913
42,1891
40,1990
20,0985
22,0690
79,6040
69,9517
97,9104
144,7805
55,0244
27,8431
14,1872
22,0690
2,4000
14,1176
19,8058
14,2574
51,3725
68,0193
85,8252
74,9020
67,3892
58,6408
2,6010
7,0291
4,2189
4,0199
2,0099
2,2069
7,9604
6,9952
9,7910
14,4780
5,5024
2,7843
1,4187
2,2069
0,2400
1,4118
1,9806
1,4257
5,1373
6,8019
8,5825
7,4902
6,7389
5,8641
Lampiran 11 Contoh perhitungan sampel obat B (metode Biuret)
a.
Ulangan 1 (A1 = 0.015)
:
Absorbansi + 0.0039
0.0124
0.015 + 0.0039
[ gelatin]1 =
0.0124
[ gelatin]1 = 1.5242 mg
sampel
ml ;
[ gelatin]1 =
b.
Ulangan 2 (A2 = 0.012)
:
Absorbansi + 0.0039
0.0124
0.012 + 0.0039
[ gelatin]2 =
0.0124
sampel
[ gelatin]2 = 1.2823 mg
ml
[ gelatin]2 =
c.
[gelatin] rata-rata
:
d.
[ gelatin]1 + [ gelatin]2
2
1.5242 + 1.2823
Χ=
2
Χ = 1.4032 mg
sampel
ml
[gelatin] x fp
:
Χ=
[ gelatin] = Χ ⊗ fp
[ gelatin] = 1.4032 mg
[ gelatin] = 27.2466
e.
20 ml
×
ml 1.03 gram tablet
mg
gram tablet
% Protein (b/b) (mg gelatin/100 gram tablet)
[ protein] = 27.2466
:
1 gram
mg
×
× 100%
gram tablet 1000 mg
[ protein] = 0.2725%
Download