Frekuensi Reuse Sistem radio selular bergantung pada alokasi cerdas dan penggunaan kembali saluran di seluruh wilayah cakupan. Setiap base station selular dialokasikan pada sekelompok saluran radio yang akan digunakan dalam wilayah geografis yang kecil yang disebut sel. Base station di sel yang berdekatan ditugaskan pada kelompok saluran yang memiliki saluran yang sepenuhnya berbeda dari sel tetangga. Base station antena dirancang untuk mampu mencapai cakupan tertentu yang diinginkan dalam sebuah sel. Dengan membatasi cakupan area dalam batas-batas sel, kelompok saluran yang sama dapat digunakan untuk mencakup sel yang berbeda yang terpisah dari satu sama lain dengan jarak yangcukup besar untuk menjaga tingkat interferensi dalam batas toleransi. Proses desain untuk memilih dan mengalokasikan kelompok saluran untuk semua seluler base station dalam sistem ini disebut penggunaan kembali frekuensi (frequency reuse) atau perencanaan frekuensi (frequency planning). Gambar 1 Ilustrasi konsep frequency reuse pada sistem seluler. Sel dengan huruf yang sama menggunakan seting frekuensi yang sama. Sekelompok sel diuraikan dalam huruf tebal dan direplikasi atas sebuah wilayah cakupan. Dalam contoh ini ukuran sebuah cluster (N) sama dengan tujuh sel, dan faktor frequency reuse adalah 1/7 karena setiap sel mengandung sepertujuh dari jumlah saluran yang tersedia. Gambar 1 mengilustrasikan konsep dari frequency reuse pada seluler, di mana sel-sel diberi label dengan huruf yang sama menggunakan kelompok saluran yang sama. Frequency reuse plan adalah overlay pada peta untuk menunjukkan di mana kanal frekuensi yang berbeda digunakan. Bentuk sel heksagonal seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 adalah konseptual dan merupakan model sederhana dari liputan radio untuk setiap base station, tetapi telah diadopsi secara universal karena bentuk segi enam memungkinkan analisis yang mudah dan terkelola dari sistem selular. Cakupan radio sebenarnya (actual radio coverage) 1 dari sel dikenal sebagai footprint dan ditentukan dari pengukuran lapangan atau model prediksi propagasi. Meskipun footprint amorf yang nyata ada di alam, bentuk sel biasa tetap dibutuhkan untuk desain sistem yang sistematis dan adaptasi bagi pertumbuhan masa depan. Sementara itu mungkin tampak alami untuk memilih lingkaran untuk mewakili wilayah cakupan base station, padahal di lingkaran yang berdekatan tidak dapat dilakukan overlay pada peta tanpa meninggalkan celah atau menciptakan daerah yang tumpang tindih. Jadi, ketika mempertimbangkan bentuk geometris yang mencakup seluruh wilayah tanpa tumpang tindih dan dengan luasan yang sama maka ada tiga pilihan bentuk yang masuk akal, yaitu: persegi, segitiga sama sisi, dan segi enam. Sebuah sel harus dirancang untuk melayani ponsel terlemah dalam footprint, dan ini biasanya terletakdi tepi sel. Untuk jarak tertentu antara pusat dari polygon dan yang terjauh poin perimeter, segi enam memiliki luas terbesar dari tiga bentuk yang ada. Jadi, dengan menggunakan bentuk segi enam, secara geometris jumlah sel yang lebih sedikit dapat menutupi suatu wilayah geografis tertentu dibanding bentuk lainnya. Selain itu, segi enam secara erat mendekati bentuk radiasi pola melingkar yang akan terjadi pada base station secara omni-directional dan bebas ruang propagasi. Tentu saja, footprint selular sebenarnya ditentukan oleh kontur di mana pemancar dibangun untuk melayani ponsel. Bila menggunakan segi enam ke daerah cakupan, pemancar base station digambarkan berada tepat ditengah sel (center-excited cells) atau tiga dari enam simpul sel (edge-excited cells). Biasanya, antena omni-directional digunakan dalam center-excited cells dan antena directional sektoral digunakan dalam edge-excited cells. Pertimbangan praktis biasanya tidak memungkinkan base station untuk ditempatkan persis seperti yang muncul dalam tata letak heksagonal. Kebanyakan desain sistem memungkinkan base station untuk diposisikan hingga seperempat sel radius jauh dari lokasi yang ideal. 2 Gambar 2 Metode penetapan sel co-channel dalam sistem selular. [Diadaptasi dari [OetS3I ©IEEE). kanal suara dan kontrol, menghitung jumlah saluran yang tersedia per sel jika sistem menggunakan (a) reuse 4-sel, (b) reuse 7sel (c) reuse 12-cell. Jika 1 MHz dari spektrum yang dialokasikan didedikasikan untuk mengontrol saluran, menentukan sebuah distribusiyang sama bagi saluran kontrol dan saluran suara dalam setiap sel untuk masing-masing dari ketiga sistem. Handoff Dalam sistem seluler yang praktis, beberapa masalah muncul ketika mencoba untuk desain untuk berbagai kecepatan mobil. Kendaraan kecepatan tinggi melewati wilayah cakupan dari sel dalam hitungan detik, sedangkan pejalan kaki pengguna mungkin tidak pernah membutuhkan handoff selama panggilan berlangsung. Handoff memungkinkan seorang pengguna pindah dari suatu sel ke sel yang lain tanpa adanya pemutusan hubungan. Terjadi pemindahan frekuensi atau kanal secara otomatis yang dilakukan oleh sistem. Ketika pengguna ponsel berjalan dari satu area jangkauan atau sel ke sel lain dalam durasi panggilan, panggilan tersebut harus ditransfer ke base station sel baru. Jika tidak, panggilan akan turun karena link dengan base station saat ini menjadi terlalu lemah. Kemampuan ini untuk transferensi adalah hal dalam desain sistem selular dan handoff panggilan. Pada Gambar 2.3 disajikan dua tipe dasar handoff yaitu hard-handoff dan softhandoff. Gambar 3 Dua tipe dasar handoff yaitu. hard handoff dan soft handoff. Sumber: http://pradinipus.wordpress.com/2009/08/13/ Dengan hard handoff, link ke base station terlebih dahulu diberhentikan sebelumnya atau sebagai pengguna akan dipindahkan ke sel base station baru. Hal ini menunjukkan bahwa selular ini terkait dengan tidak lebih dari satu base station pada waktu tertentu. Permulaan handoff dapat dimulai ketika kekuatan sinyal pada selular yang diterima dari base station 2 adalah lebih besar dari base station 1. Kekuatan sinyal berada pada rata-rata tingkat sinyal di 3 atas jumlah waktu yang dipilih. Rata-rata ini diperlukan karena Rayleigh fading sifat dasar lingkungan di mana jaringan selular berada. Masalah utama dengan keputusan pendekatan handoff ini adalah sinyal yang diterima dari kedua base station sering berfluktuasi. Ketika selular berada antar base station, efeknya menyebabkan selular beralih link dengan salah satu base station. Fenomena ini disebut ping-ponging. Selain ping-ponging, pendekatan sederhana ini memungkinkan terlalu banyak handoff. Interferensi co-channel dan adjacent-channel Dalam komunikasi bergerak haruslah diperhatikan penyebab terjadinya interferensi. Terdapat dua interferensi yaitu Interferensi co-channel dan interferensi adjacent channel. 1. Interferensi co-channel Interferensi saluran bersama atau dalam bahasa Inggrisnya, co-channel interference, adalah satu kejadian dalam sistem terestrial dimana terdapat dua kanal atau lebih yang bekerja dengan frekuensi sama, yang masing-masing saling terganggu dan mengganggu. Akibat keadaan itu, maka satu receiver akan menangkap beberapa kanal tertentu dari dua atau lebih pemancar yang juga bekerja pada frekuensi tersebut. Tingkat atau level penerimaannya bergantung dari jarak dua atau lebih pemancar itu berada dari receiver bersangkutan. Akibat dari interferensi tersebut akan sepenuhnya mengganggu komuni-kasi bila level sinyal utama yang diterima ( = C ) lebih kecil dari batas tertentu, sehingga ratio C/N atau C/I tidak lebih kecil dari 18 dB (= C/I ≥ 18 dB) , dimana N adalah level noise total pada penerimaan, dan I adalah level sinyal interferensi total dari beberapa pemancar. Gambar 4 Ilustrasi tingkat pertama sel co-channel untuk ukuran cluster ofn=7. Bila ponsel berada pada sel batas (titik A), itu pengalaman terburuk co-channel interferensi pada saluran 4 depan. Itu jarak ditandai antara sel-sel co-channel mobile dan berbeda didasarkan pada perkiraan dibuat untuk analisis mudah. Seperti telah diuraikan pada Modul-1, bahwa untuk mencakup satu kawasan layanan yang luas, maka pada sistem GSM harus diterapkan metoda reuse-frequency, karena memang pita frekuensi secara keseluruhan untuk masing-masing operator sangat terbatas. Misalnya untuk satu operator besar di Indonesia, diberikan ijin untuk menempati pita frekuensi dari (900–907,5 MHz) dari (890–915 MHz) yang ada untuk arah uplink, dan dari (945–952,5 MHz) dari (935-960 MHz) yang ada untuk arah downlink. Semen-tara selebihnya diberikan kepada operator lain yang juga menempati pita hanya selebar 7,5 MHz, oleh administrator (DitJen Postel-Depkominfo). Oleh karena jumlah pelang-gan masing-masing operator umumnya mencapai bilangan 10.000 pelanggan, maka kemudian diterapkan metoda reusefrequency, yaitu menggunakan berulang masing-masing satu frekuensi kanal untuk mencakup kawasan layanannya, mulai dari 4 sampai 15 kali, untuk satu kota besar seperti Jakarta. 2. Interferensi adjacent-channel Interferensi adjacent-channel terjadi akibat dua buah sel yang bersebelahan menggunakan dua spektrum frekuensi yang berdekatan. Dalam sistem selular, interferensi adjacent-channel lebih mudah dikontrol jika dibandingkan dengan interferensi co-channel yaitu dengan pemakaian filter yang curam. Penyebab interferensi adjacent-channel karena tidak sempurnanya frekuensi operasi dari filter pada receiver. Penggunaan filter ini mengakibatkan frekuensi yang berdekatan dapat lolos dari filter. Interferensi adjacent-channel akan menjadi masalah yang serius bila kanal yang bersebelahanan dari pengguna tersebut mentransmisikan informasi pada frekuensi yang sangat dekat dengan frekuensi pengguna. Fenomena ini disebut sebagai efek near-far dimana daya dari pemancar yang terdekat mengganggu kerja dari receiver ketika menerima sinyal dari transmitter yang jauh. Efek dari interferensi adjacent-channel dapat diperkecil dengan proses filterisasi yang baik dan pembagian kanal (channel assignment) yang baik. Channel assignment dilakukan dengan memberikan jarak frekuensi pemisah yang cukup besar antara satu kanal dengan kanal yang lainnya (Gambar ). 5 Gambar 5 Jarak Frekuensi Pemisah pada channel assignment Power Control Dalam sistem direct seguence-code division multiple access (DS-CDMA), kebutuhan terhadap power control merupakan hal yang harus mendapat perhatian. Masalah power control ini timbul akibat adanya interferensi multiseluler. Semua mobile station dalam sistem DS-CDMA mengirim data menggunakan bandwidth yang sama pada waktu yang sama dan karenanya semua mobile station: saling menginterferensi satu sama lain. Akibat mekanisme propagansi, sinyal yang diterima oleh base station dari sebuah mobile station yang dekat dengan base station akan jauh lebih kuat dari pada sinyal yang diterima dari mobile station lain yang terletak pada perbatasan sel Karenanya mobile station yang jauh akan didominasi oleh mobile station yang dekat dengan base station. Jika ini terjadi, kapasitas sistem akan turun dengan signifikan. Untuk mencapai kapasitas yang optimum, semua sinyal tanpa tergantung pada jaraknya ke base station, harus diterima base station dengan rerata daya yang sama. Solusi untuk masalah ini adalah power control, yang berusaha agar mean daya yanlg diterima base station tetap konstan untuk tiap mobile station. Maka dari itu, kinerja mekanisme power control merupakan salah satu faktor yang penting dalam perencanaan sistem selular CDMA. Mekanisme power control dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas suara dan kapasitas sistem. Pada sistem seluler berbasis CDMA, power control dibutuhkan untuk mengurangi near/far effect pada arah reverse dan othercell interference pada arah forward. Berdasarkan parameter yang akan diukur, teknik power control dapat diklasifikasikan menjadi tiga metode: 6 1. Berdasarkan kuat sinyal terima Pada metode ini, hasil pengukuran kuat sinyal terima di base station dibandingkan dengan kuat sinyal terima yang diinginkan. Perintah untuk menurunkan atau menaikkan daya pancar dilakukan berdasarkan hasil perbandingan tersebut. 2. Berdasarkan Signal do Noise Ratio (SNR) Pada metode ini, hasil perhitungan rasio kuat sinyal terima terhadap noise (SNR) dibandingkan dengan rasio kuat sinyal terima terhadap noise (SNR) yang telah ditentukan. Dimana noise tersebut terdiri dari channel noise dan multiuser interference. 3. Berdasarkan Bit Error Rate (BER) dan Frame Error Rate (FER) Bit Error Rate didefinisikan sebagai rata-rata jumlah bit yang salah jika dibandingkan dengan bit-bit dari persamaan awal. Sedangkan Frame Error Ratio didefinisikan sebagai rata-rata kesalahan frame yang diusahakan tidak lebih dari 1%. Sistem CDMA2000 1x menerapkan power control arah reverse dan power control arah forward. Dalam sistem selular CDMA, setiap base station mengirim sinyal ke semua mobile stationyang aktif dalam daerah layanannya dengan menggunakan minimal satu antena. Karena itu setiap,mobile station menerima sinyal gabungan dari base station terdiri dari sinyal yang diinginkan dan N-l sinyak interferer, dengan asumsi Afmobile station persel 7