Bab 5 Ringkasan Pada bab 1, saya menjelaskan tentang Jepang

advertisement
Bab 5
Ringkasan
Pada
bab
1,
saya
menjelaskan
tentang
Jepang
yang
mempunyai
keanekaragaman budaya. Seperti istilah-istilah ijime (tindakan menyakiti orang lain
yang posisinya lebih lemah daripada dirinya sendiri), hikikomori (tindakan
mengurung diri di kamar dan menolak untuk bersosialisasi), dan yang paling
ekstrim adalah jisatsu (tindakan bunuh diri).
Istilah ijime yang merupakan tindakan kekerasan yang menakutkan dikalangan
pelajar Jepang inilah yang akan saya bahas dalam film Riri Shu-Shu no Subete yang
menceritakan tentang pelajar sekolah di Jepang yang biasa mempunyai masa-masa
bahagia, sedih, kecewa, perkelahian, solidaritas sesama teman. Dalam film ini ada
seorang tokoh yang bernama Shusuke Hoshino yang meng-ijime teman-temannya di
sekolah, karena pengaruh latar belakang yang broken home dan pernah di-ijime oleh
teman-teman sekolah sebelumnya sehingga membuat Hoshino berubah sikap dan
pribadi Hoshino pun berubah menjadi pendiam dan suka meng-ijime teman-teman
sekolahnya. Dalam penilitian ini, saya hanya mengambil tiga tokoh yaitu Yuichi
Hasumi, Inubushi, dan Tsuda Shiori yang di-ijime oleh Hoshino.
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh dan dampak
ijime kepada orang yang di-ijime dalam lingkungan kehidupan sekolah di Jepang.
Manfaat dari penelitian ini adalah agar pembaca dapat mengetahui masalah atau
budaya di Jepang yang negatif. Seperti tindakan, pengaruh dan dampaknya ijime
yang ada di Jepang berhubungan dalam film Riri shu-shu no subete.
49
Pada bab 2, Teori yang saya gunakan untuk menganalisis tindakan dan dampak
ijime ini saya menggunakan teori penokohan seperti yang dikemukakan Jones dalam
Nurgiyantoro (2007:165) tentang ”tokoh” adalah lebih menunjuk pada orangnya,
pelaku cerita, watak, perwatakan dan karakter lebih menunjuk pada sifat dan sikap
para tokoh yang lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sehingga dari
teori ini saya dapat menganalisis tokoh utama dan tiga tokoh lainnya.
Tindakan ijime dari tokoh utama menggunakan konsep ijime dari Noujuu
(1989) yang mengatakan bahwa ijime yaitu sebuah perkelahian, dalam ijime
seseorang yang mempunyai kekuatan dapat melakukan penyerangan searah terhadap
lawannya. Selain itu mereka yang melakukan ijime mempunyai ciri bukan dilakukan
dengan berakhir dalam satu kali perbuatan saja. Namun dilakukan dalam masa dan
kurun waktu yang panjang, sedangkan yang disebut dengan perkelahian/berkelahi,
biasanya dilakukan anatara satu orang melawan satu orang atau satu kelompok
melawan satu kelompok.
Beberapa karakteristik ijime menurut Rigby (2008:8) yang dilakukan di
sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi sebagai berikut.
1. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti
korbannya.
2. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan
perasaan tertekan korban.
3. Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus-menerus.
Anak yang melakukan ijime dinamakan ijimekko, dan anak yang menjadi
korban ijime dinamakan ijimerarekko, sedangkan, Boukansha tidak terlibat langsung
dengan tindakan ijime yang dilakukan oleh sekelompok anak terhadap satu orang
50
anak. Mereka mengerti bahwa tindakan tersebut salah tetapi mereka takut untuk
mencegahnya karena ada kemungkinan yang menjadi korban berikutnya adalah diri
mereka sendiri. Oleh karena itu, boukansha atau anak-anak yang ada sekeliling
ijimekko atau ijimerarekko memilih untuk diam atau pura-pura tidak tahu atau tidak
melihat kalau ada ijime diantara mereka.
Faktor penyebab ijime menurut Wolff dalam (Ponny Retno Astuti,2008:53-54):
1. Pengaruh keluarga pada ijime anak. seperti ketidakhadiran ayah, ibu
menderita depresi, kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak,
perceraian atau ketidakharmonisan orang tua, dan ketidakmampuan sosial
ekonomi.
2. Karakter anak sebagai pelaku. Anak sebagai pelaku umumnya adalah anak
yang selalu berperilaku:
a.
Agresif, baik secara fisikal maupun verbal. Anak yang ingin
populer, anak yang tiba-tiba sering membuat onar atau selalu
mencari kesalahan orang lain dengan memusuhi umumnya
termasuk kategori ini.
b.
Pendendam atau iri hati. Anak pendendam atau iri hati sulit
diidentifikasi perilakunya, karena ia belum tentu anak yang
agresif. Perilakunya juga tidak terlihat secara fisikal ataupun
mental. Namun dalam penelitian Astuti (2008) terdapat kasus
anak yang menaruh dendam pada korbannya sehingga ia
melakukan ijime.
c.
Adanya tradisi senioritas (senpai-kohai)
Bentuk-bentuk ijime menurut Sullivan dalam Astuti (2008:22) yakni :
51
1.
Fisik: mengigit, menarik rambut, memukul, menendang, mengunci, dan
mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari,
memelintir,
menonjok,
mengancam,
dan
mendorong,
merusak
mencakar,
kepemilikan
meludahi,
(property)
korban,
penggunaan senjata dan perbuatan kriminal.
2.
Non-fisik: terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal.
a.
Verbal: panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan,
mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok
pada
korban,
berkata
menekan,
menyebarluaskan
kejelekan korban.
b.
Non-verbal, terbagi menjadi langsung dan tidak langsung:
1. Tidak langsung: memanipulasi pertemanan, mengasingkan,
tidak mengikutsertakan, mengirim pesan
menghasut,
curang,
dan
sembunyi-
sembunyi.
2. Langsung: gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain)
kasar
atau
mengancam,
mengancam,
menatap,
menggeram,
muka
hentakan
mengancam, atau menakuti.
Sedangkan dampak psikologi dari tindakan ijime menurut Pearce dalam Astuti
(2008:11) adalah pada diri korban akan timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku
menguasai korban. Bagi korban, kondisi ini menyebab dirinya mengalami kesakitan
fisik dan psikologis, kepercayaan diri yang merosot, malu, trauma, tak mampu
menyerang balik, merasa sendiri, serba salah, dan takut sekolah (toukyokohi/futoko),
52
di mana ia merasa tidak ada yang menolong. Dalam kondisi selanjutnya ditemukan
bahwa korban kemudian mengasingkan diri dari sekolah, atau menderita ketakutan
sosial (social phobia), bahkan ada yang cenderung ingin bunuh diri (jisatsu).
Pada bab 3, saya menemukan tokoh Yuichi Hasumi diijime oleh Shusuke Hoshino
dengan tindakan verbal yaitu intimidasi, dan tindakan non-verbal yaitu menendang,
mengitari, menonjok, mengintimidasi dan merusak kepemilikan korban. Sedangkan
dampak psikologi dari tindakan ijime tersebut adalah tekanan mental yang tinggi.
Tokoh Inubushi, saya menemukan tindakan ijime yang dilakukan oleh Hoshino
yaitu tindakan berupa verbal dengan mengejek dan mengintimidasi, tindakan nonverbal dengan menendang, menarik rambut dan memotong rambutnya menggunakan
pisau dan mengintimidasi. Sedangkan dampak psikologinya yaitu bolos sekolah atau
futoko.
Tokoh Tsuda Shiori, saya menemukan tindakan ijime non-verbal saja yang
dilakukan oleh Hoshino yaitu berupa mengancam, menekan, dan mengintimidasi.
Serta dampak psikologinya adalah bunuh diri atau jisatsu.
53
Download