1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling
penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi
perannya dalam menyumbangkan devisa negara maupun dari segi kegunaannya yang
sangat khas dan tidak dapat digantikan dengan rempah lainnya. Indonesia pernah
menjadi negara produsen lada terbesar dan berperan dalam pemenuhan kebutuhan
lada di pasar internasional. Pada tahun 2000, devisa yang dihasilkan komoditas lada
mencapai US$ 221 juta atau menduduki urutan ke enam pada sub sektor perkebunan
setelah kelapa sawit, karet, kakao, kelapa dan kopi (Anonim, 2002)
Berdasarkan data International Pepper Community (IPC), pada tahun 2000
Indonesia mampu memenuhi 90% kebutuhan lada dunia, namun setelah itu
kondisinya semakin menurun. Produktivitas lada baru mencapai rata-rata 723 kg/ha
pada tahun 2010 dari potensi di tingkat lapangan 2,5 ton/ha, atau di tingkat penelitian
4 ton/ha. Menurut laporan IPC pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke dua
dalam sumbangan produksi lada dunia yaitu sebesar 22%, setelah Vietnam yaitu
sebesar 31%, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.1. (Anonim, 2013).
1
China
7%
Lainnya
6%
Brazil
10%
India
13%
Vietnam
31%
Indonesia
22%
Srilanka
5%
Malaysia
6%
Gambar 1.1. Proporsi produksi lada dari negara-negara produsen lada (Sumber:
Anonim, 2013)
Lampung, Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu,
Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan, merupakan daerah sentra pertanaman lada
di Indonesia (Anonim, 2006). Areal pengembangan lada pada tahun 2010 mencapai
186.296 ha dan hampir seluruhnya dikelola oleh rakyat (99,90%) dengan melibatkan
sekitar 324 ribu kepala keluarga petani di lapangan (Anonim, 2012).
Rendahnya produksi lada Indonesia antara lain diakibatkan oleh gangguan
hama dan penyakit lada, belum menggunakan benih unggul, kurangnya pemeliharaan
lada di tingkat lapangan, dan lemahnya permodalan yang dimiliki petani (Anonim,
2012). Hama dan penyakit lada yang banyak menimbulkan kerugian yaitu penyakit
busuk pangkal batang, hama penggerek batang dan bunga, penyakit kuning, dan
kerdil.
Penyakit kuning merupakan salah satu penyakit penting yang dilaporkan
ditemukan di Bangka dan Kalimantan Barat. Tanaman yang sakit pertumbuhannya
terhambat, daun menjadi kuning kaku, tergantung tegak lurus, dan makin lama akan
2
makin mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat
rapuh sehingga secara bertahap akan gugur, dan berakibat tanaman menjadi gundul.
Meskipun tanaman sakit masih mampu berproduksi, namun kematian tanaman akan
terjadi dalam jangka waktu 2-3 tahun setelah kemunculan gejala. Umumnya gejala
penyakit kuning memiliki agihan berkelompok, artinya pada satu areal kebun yang
terserang terdapat kelompok tanaman yang masih sehat dan kelompok tanaman sakit
pada berbagai stadium. Kerugian tanaman oleh penyakit kuning tergantung pada
tingkat kesuburan dan kandungan bahan organik tanah. Pada kesuburan dan
kandungan bahan organik yang rendah, kerugian dapat mencapai 10–32% dari
produksi lada (Anonim, 1993).
Di Indonesia kerusakan dan kehilangan hasil akibat penyakit kuning belum
menjadi perhatian utama sehingga informasi tentang penyakit kuning masih sangat
terbatas. Menurut Mustika (1990), penyakit kuning pada lada di Bangka disebabkan
oleh kompleks nematoda Radopholus similis dan Meloidogyne spp. dengan jamur
Fusarium solani dan F. oxysporum.
Serangan R. similis akan menyebabkan tanaman berwarna kuning pucat atau
berwarna keputihan pudar dan daun tampak terkulai layu (Koshy & Bridge, 1990). R.
similis akan masuk ke dalam akar, 24 jam setelah inokulasi dan sel di sekitar tempat
penetrasi akan berubah menjadi cokelat dan selanjutnya menghasilkan semacam
bahan berlendir yang akan menyumbat pembuluh xilem. Penyumbatan pembuluh
xilem mengakibatkan terjadinya gangguan sistem transportasi tanaman sehingga
tanaman menunjukkan gejala layu (Freire & Bridge cit. Ramana & Eapen, 1995).
Serangan Meloidogyne spp. akan menyebabkan daun lada berwarna kuning di
antara tulang daun sehingga tulang daun tampak jelas dengan warna hijau tua dan
3
sistem akar berpuru. Terbentuknya puru akar diduga terjadi karena adanya
peningkatan kandungan auksin dalam jaringan akar yang terserang (Koshy & Bridge,
1990; Mulyadi, 2009).
Selain nematoda, lada bergejala penyakit kuning juga berasosiasi dengan
jamur Fusarium. Infeksi Fusarium akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
xilem sehingga transpor air dan unsur hara terhambat, dan menyebabkan tanaman
menjadi layu. Selain itu infeksi oleh jamur Fusarium juga menghasilkan senyawa
toksin yang disekresikan ke dalam jaringan tanaman inang yang mengakibatkan
tanaman menunjukkan gejala menguning (Duarte & Archer, 2003).
Pada penelitian pendahuluan, berhasil diisolasi jamur Fusarium dan nematoda
Meloidogyne dari lada bergejala penyakit kuning di Kalimantan Barat. Kajian
tentang patogen utama penyebab penyakit kuning, dilakukan untuk mendapatkan
kepastian tentang penyebab penyakit kuning lada di Kalimantan Barat.
Mengingat penyebab penyakit kuning lada merupakan salah satu organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang menjadi penyebab penurunan produksi lada, maka
perlu dilakukan upaya pengendalian. Upaya pengendalian OPT lada saat ini masih
mengandalkan pengendalian kimiawi yang hasilnya masih jauh dari yang
diharapkan. Hasil penelitian Bande (2012) menunjukkan bahwa penggunaan
herbisida mengakibatkan terjadinya penurunan populasi jamur mikoriza arbuskular
(JMA) yang berimbas pada peningkatan intensitas penyakit busuk pangkal batang
lada. Sejalan dengan hal tersebut International Pepper Community (IPC) dan
American Phytopathological Society (APS) telah merekomendasikan penggunaan
jamur mikoriza sebagai salah satu komponen dalam budidaya tanaman sehat
(Conway, 1993; Anonim, 2008). Dengan berdasar pada hal tersebut, maka
4
penggunaan pupuk hayati berbasis mikoriza, berpotensi untuk dikembangkan dalam
usaha budidaya lada. Aplikasi JMA memiliki potensi besar untuk sistem pertanian
dan dapat bermanfaat dalam produksi tanaman berkelanjutan, serta berkontribusi
terhadap penurunan penggunaan pupuk kimia dan pestisida (Barr, 2008).
Dari uraian yang dijelaskan di muka, diketahui bahwa kajian tentang
penyebab penyakit kuning lada baru dilakukan di Bangka, sedangkan penyakit
kuning di Kalimantan Barat belum banyak diteliti. Adanya perbedaan informasi
tentang penyebab penyakit kuning lada di Bangka dan Kalimantan Barat, menjadi
salah satu alasan perlunya dilakukan kajian tentang peran Meloidogyne dan
Fusarium sebagai penyebab penyakit kuning lada di Kalimantan Barat. Interaksi
antara Fusarium dan Meloidogyne pada lada, yang meliputi pengamatan aktivitas
peroksidase, aktivitas fotosintesis, kandungan klorofil, dan perubahan jaringan akar,
diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan mekanisme interaksi
antara kedua patogen dengan tanaman inangnya. Karena penyakit kuning lebih
berkembang pada lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah, maka pemanfaatan
jamur mikoriza untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit kuning melalui
perbaikan pertumbuhan tanaman perlu dikaji.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Patogen apa sajakah yang berasosiasi dengan penyakit kuning pada lada di
daerah sentra produksi lada di Kalimantan Barat?,
5
2. Dari patogen yang berhasil diisolasi tersebut, yang manakah yang berperan
sebagai patogen utama penyakit kuning, dan bagaimanakah peran nematoda
dan Fusarium terhadap tingkat keparahan penyakit kuning di Kalimantan
Barat?,
3. Bagaimanakah tanggapan tanaman inang dalam interaksi inang–patogen pada
penyakit kuning?, dan
4. Apakah jamur mikoriza berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan lada
dan penurunan tingkat keparahan penyakit kuning?.
C. Tujuan penelitian
Penyakit kuning pada lada merupakan penyakit yang sangat berpengaruh
terhadap penurunan produksi lada, meskipun keberadaannya pada pertanaman lada
masih terbatas di beberapa lokasi, seperti Bangka dan Kalimantan Barat. Informasi
tentang penyebab penyakit kuning masih bervariasi sehingga diperlukan beberapa
informasi yang terkait dengan penyebab utama serta interaksinya pada tanaman
inang. Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan penelitian yang bertujuan untuk:
1. Mendapatkan jamur Fusarium spp. dan nematoda yang berasosiasi dengan
penyakit kuning pada lada dari daerah sentra produksi lada di Kalimantan
Barat,
2. Mengidentifikasi patogen utama penyebab penyakit kuning, dan menentukan
peran nematoda dan Fusarium terhadap tingkat keparahan penyakit kuning di
Kalimantan Barat,
6
3. Mengetahui tanggapan tanaman inang dalam interaksi inang–patogen pada
penyakit kuning, dan
4. Mengetahui peran jamur mikoriza terhadap peningkatan pertumbuhan lada
dan penurunan tingkat keparahan penyakit kuning.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk membantu mengatasi permasalahan
penyakit kuning yang pada saat ini masih terbatas penyebarannya. Hasil penelitian
yang diperoleh, diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk mengetahui
peranan dari masing-masing patogen dalam menyebabkan munculnya gejala
penyakit kuning, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pengendalian
dan pencegahan penyebaran penyakit kuning ke areal pertanaman lada yang lain,
serta sebagai bahan kajian bagi para peneliti dalam pengembangan studi selanjutnya.
E. Kebaruan Penelitian
Penyakit kuning pada lada merupakan penyakit yang masih terbatas di
Bangka dan Kalimantan Barat, namun penelitian yang banyak dilaporkan masih
terbatas pada penyakit kuning di Provinsi Bangka Belitung, sedangkan penyakit
kuning yang ada di Kalimantan Barat belum banyak dilakukan kajian. Penyakit
kuning lada di Bangka dilaporkan disebabkan oleh Radopholus simillis sebagai
patogen utama, namun di lapangan Radopholus simillis sering ditemukan
berinteraksi dengan Fusarium spp., dan Meloidogyne spp. Hasil tersebut berbeda
dengan penelitian pendahuluan yang dilakukan di Kalimantan Barat. Dari lada
7
bergejala penyakit kuning di Kalimantan Barat, tidak ditemukan nematoda
Radopholus tetapi hanya berhasil diisolasi nematoda Meloidogyne dan jamur
Fusarium yang berasosiasi dengan penyakit kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
penyebab penyakit kuning lada di Kalimantan Barat berbeda dengan penyakit kuning
di Bangka yang sudah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Oleh karena itu perlu
dilakukan kajian tentang peran Meloidogyne dan Fusarium sebagai penyebab
penyakit kuning di Kalimantan Barat, sehingga akan dapat digunakan sebagai dasar
dalam penentuan strategi pengendalian.
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap patogen hasil isolasi dari
lada bergejala penyakit kuning di Kalimantan Barat. Identifikasi Meloidogyne
dilakukan secara morfologi dan berdasar pola perenial nematoda betina, sedangkan
identifikasi Fusarium dilakukan berdasarkan hasil pengamatan morfologi mikroskopi
yang didukung dengan identifikasi secara molekuler dengan metode polymerase
chain reaction (PCR).
Informasi tentang tanggapan lada terhadap interaksi Meloidogyne dan
Fusarium belum pernah dilaporkan. Untuk mengetahui mekanisme interaksi patogen
dalam menyebabkan gejala penyakit kuning pada lada, pada penelitian ini dilakukan
pengamatan tanggapan kimiawi yang berupa aktivitas enzim peroksidase, tanggapan
struktural berupa lignifikasi pada jaringan akar, dan tanggapan fisiologis yaitu
aktivitas fotosintesis, konduktansi stomata terhadap H2O, dan laju transpirasi daun.
JMA merupakan salah satu jamur yang berasosiasi dengan perakaran lada dan
berinteraksi dengan mikroorganisme lain yang ada di sekitar lada. JMA telah
dilaporkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap
8
infeksi patogen, namun seiring dengan penggunaan pestisida kimia yang semakin
intensif, perlu diwaspadai terjadinya penurunan populasi JMA yang akan berimbas
pada peningkatan intensitas penyakit. Berdasarkan penelitian terdahulu dilaporkan
bahwa penyakit kuning lada lebih berkembang pada lahan dengan tingkat kesuburan
yang rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk seleksi JMA yang berpotensi
sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dan agens pengendali hayati (bioprotectant)
sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan lada dan menghambat perkembangan
penyakit kuning lada. Penelitian yang dilakukan oleh Mala et al. (2010) di Sri Lanka
menunjukkan bahwa JMA berperan dalam meningkatkan pertumbuhan bibit lada,
namun demikian penelitian tentang peranan JMA terhadap perkembangan penyakit
kuning belum pernah dilaporkan.
9
Download