Jurnal Keuangan dan Bisnis Volume 3 No. 3, November 2011 PENGARUH INDEKS HARGA SAHAM GLOBAL TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) Ali Fikri Hasibuan ([email protected]) Dosen F.E. Universitas Negeri Medan & Taufik Hidayat ([email protected]) Dosen F.E. Universitas Negeri Medan ABSTRACT This research aim to describe the correlation of Global Index (Index Nasdaq, Index Taiex, Index Nikkei, Index Kospi) to IHSG either through simultaneously and partially in BEI. The samples used in this research were Global Index of during 2001 – 2008, total sampel used amount to 96 sampel. Model the analysis used in this research is Multiple Regression Analysis. Simultan used to test the influence from entire / all variable Global Index to IHSG with the storey level signifikan 5%. The research stated that, simultaneously there was a significanct correlation between Global Index (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) to IHSG the Fhitung> Ftabel (392,507 > 4,42). Partially there was no significant correlation among taiex index and nikkei Index to IHSG, but there was a significanct correlation among Global Index (nasdaq and kospi) to the IHSG the significancy in 5 %. Keyword : Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi and IHSG PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena jatuhnya perekonomian Amerika Serikat pada medio pertengahan 2008 akibat subprime mortgage mengakibatkan membengkaknya kasus kredit macet perumahan membawa dampak secara global. Ambruknya pasar financial dan moneter beberapa negara yang dianggap kuat membawa dampak negatif bagi negara lain, salah satunya Indonesia yang secara pelan tapi pasti terkena imbas jatuhnya harga sahamsaham yang diperdagangkan di BEI (Bursa Efek Indonesia) yang tergabung dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai pada ambang batas tolerir penurunan indeks dalam satu hari yaitu hampir 10%. Hal ini mengakibatkan pemerintah mengambil tindakan cepat melalui otoritas BEI dan BAPEPAM dengan melakukan suspend atau penghentian perdagangan sementara dengan tujuan melindungi investor hingga pada kondisi normal, tetapi hal ini tidak banyak membantu karena banyaknya faktor / variabel yang mempengaruhi pergerakan indeks pada kondisi yang diyakini beberapa pihak akan mengulang krisis ekonomi 1997, dari fenomena tersebut kecenderungan penurunan IHSG sering kali bersamaan dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dimana terjadinya krisis mata uang dan krisis pasar modal terjadi bersamaan dalam beberapa dekade (Argentina 1994, Indonesia 1997, Turkey 2001). Telah terbukti secara empiris bahwa ada kausalitas dua arah antara exchange rate dan stock price sebelum terjadi krisis keuangan di asia, namun setelah krisis exchange rate mempengaruhi stock price (Azman, et.al, 2002). Peningkatan nilai tukar dan krisis pasar modal inilah yang menimbulkan pertanyaan tentang hubungan potensial antara keduanya. Faktor lain adalah pengaruh perubahan bursa global terhadap sikap investor di Indonesia sehingga mempengaruhi pergerakan indeks, hal ini didasarkan pada kondisi pasar yang lemah akibat isu dari kondisi bursa global sehingga terlihat mudah sekali isu bursa global mempengaruhi indeks. Proses globalisasi pada fase sekarang terdiri dari dua fenomena yang berbeda, yakni globalisasi bisnis produk dan globalisasi bisnis keuangan dimana proses globalisasi bisnis keuangan telah memiliki signifikasi dan kekuatan yang lebih besar daripada globalisasi bisnis produk 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat dalam tanda kutip. Bisnis keuangan meliputi bisnis valas (valuta asing) serta investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi melalui pasar modal sebagai bentuk investasi bisa langsung dilakukan dimana saja diseluruh dunia termasuk di Bursa Efek Indonesia (BEI). Investor menginvestasikan uangnya berdasarkan preferensi keuntungan yang optimal melalui investasi portofolio. Pasar modal Indonesia melalui bursa efek Jakarta merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bursa saham global. Selain itu biasanya untuk bursa-bursa saham yang berdekatan lokasinya, seringkali memiliki investor yang sama. Fenomena yang terjadi karena globalisasi serta Indonesia sebagai anggota World Trade Organization telah membuka bursa saham bagi invetor asing yang berinvestasi diseluruh dunia. Oleh karena itu, perubahan di satu bursa juga akan ditransmisikan ke bursa negara lain. Dalam hal ini, biasanya bursa yang lebih besar akan mempengaruhi bursa yang lebih kecil. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Noer (2000) tentang bagaimana bursa merespon terhadap shock dari bursa lain, apabila terjadi shock di Amerika Serikat maka bursa-bursa regional tidak akan terlalu meresponnya. Hanya di Singapura, Hong Kong, Jepang dan Taiwan dan New Zealand yang akan langsung merespon, dan respon pun tidak cukup besar. Sebaliknya jika shock di Singapura, Australia atau Hong Kong, secara cepat shock tersebut akan ditransmisikan ke hampir semua bursa saham di Asia Pasifik, termasuk BEI. pasar efisien. Harga saham yang bergerak secara random tersebut merupakan konsekuensi dari reaksi para investor yang rasional yang saling berkompetisi untuk mendapatkan informasi yang baru sebelum investor lain menemukan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan membeli atau menjual saham di pasar modal. Jika harga saham ditentukan secara rasional maka hanya informasi yang baru saja, yang menyebabkan harga saham berubah. Informasi lama telah terefleksikan pada harga saham, sehingga dengan mengasumsikan berlakunya constant equilibrium expected return sepanjang waktu, bila harga saham di masa datang dapat diprediksi dengan informasi terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa pasar modal tersebut tidak efisien. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian adalah : 1. Apakah indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) berpengaruh secara simultan terhadap pergerakan IHSG ? 2. Apakah indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) berpengaruh secara parsial terhadap pergerakan IHSG ? 3. Berapa besar kontribusi pengaruh indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) terhadap pergerakan IHSG ? Originalitas Penelitian ini adalah replikasi dari penelitian Mansur (2004) dan Noer (2000) yang merupakan penelitian dengan variabel yang sama tetapi karena ketidak konsistenan hasil penelitian maka peneliti mencoba meneliti kembali dengan menggunakan rentang data yang lebih panjang yaitu dari tahun 2001 s/d 2008. Adapun batasan penelitian ini adalah mencari korelasi (hubungan timbal balik) antara variabel dependen IHSG terhadap variabel independen yang terdiri dari variabel indeks harga saham global yang terdiri dari indeks Nasdaq (X1) yang mewakili indeks saham global dari benua Amerika karena diharapkan dapat menggambarkan keadaan bursa saham Amerika yang menjadi tolak ukur perekonomian dunia. Indeks Taiex (X2), Gambar 1. IHSG Pada awal mula penulisan literatur pasar efisien, pasar modal dikatakan efisien bila perubahan harga saham tidak dapat diprediksi atau random. Dengan kata lain, harga saham mengikuti model random walk, sehingga tidak mengherankan bila model random walk di sini hampir dipersepsikan identik dengan hipotesis 263 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis Nikkei (X3)dan Kospi (X4) mewakili indeks saham global dari regional asia yang secara geografis lebih dekat dengan IHSG (Y) sehingga pergerakan informasi lebih cepat karena kesamaan waktu perdagangan. November sering tidak jelas. Secara khusus dapat dijelaskan manfaat pasar modal adalah: Bagi perusahaan, pasar modal akan bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya melalui perbankan maka perusahaan tersebut akan memperoleh dananya dalam bentuk kredit. Dalam teori keuangan dijelaskan bahwa bagaimanapun juga akan terdapat batasan menggunakan hutang. Keterbatasan tersebut biasanya diindikasikan dari terlalu tingginya debt equity ratio (yaitu perbandingan antara hutang dengan modal sendiri) yang dimiliki perusahaan. Sesuai dengan balancing theory of capital struktur, pada saat rasio hutang dengan ekuitas sudah terlalu tinggi, maka biaya modal perusahaan tidak lagi minimum, tetapi akan meningkat dengan makin banyaknya hutang yang diperdagangkan. Dalam keadaan tersebut perusahaan akan terpaksa menahan diri untuk perluasan usaha kecil kalau bisa mendapatkan dana dalam bentuk equity (modal sendiri). Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan sekuritas yang berupa surat tanda hutang (obligasi) ataupun surat tanda kepemilikan (saham). Dengan demikian, perusahaan bisa menghindarkan diri dari kondisi debt to equity ratio yang terlalu tinggi sehingga justru membuat cost of capital of the firm tidak lagi minimal. Dalam teori keuangan dijelaskan bahwa setiap dana, baik hutang maupun modal sendiri, mempunyai biaya dana (cost of capital). Hanya untuk modal sendiri biaya tersebut implisit, atau opportunistic, sedangkan untuk hutang bersifat eksplisit karena benar-benar dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga. Bagi investor, alternatif investasi selain investasi pada sistem perbankan dan riil aset. Dengan adanya pasar modal, pemodal dimungkinkan untuk melakukan diversifikasi dan membentuk portofolio investasi sesuai dengan preferensi resiko dan tingkat kuntungan yang dikehendaki. Resiko yang tinggi, berarti return yang akan diterima pun semakin tinggi. Pemodal juga punya kesempatan untuk merubah portofolio setiap saat. Hal itu dikarenakan investasi pada sekuritas di pasar modal mempunyai likuiditas yang tinggi ditunjukkan dengan mudah dan cepatnya proses jual beli di pasar modal. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Pasar Modal Menurut UU Pasar Modal RI No. 8 tahun 1995 (Mansur, 2004), pasar modal didefinisikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga profesi yang berkaitan dengan efek. Sementara Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain yang bertujuan memperdagangkan efek diantara mereka secara teratur, wajar dan efisien. Fungsi Pasar Modal Pasar modal memiliki 2 fungsi utama yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan (Husnan, 2001). Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari leader (pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke borrower (pihak yang memerlukan dana). Dengan menginvestasikan kelebihan dana yang mereka miliki, leader mengharapkan akan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut. Dari sisi borrower tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan. Dalam proses ini diharapkan akan terjadi peningkatan produksi, sehingga akhirnya secara keseluruhan akan terjadi peningkatan kemakmuran. Fungsi ini sebenarnya juga dilakukan oleh intermediasi keuangan lainnya, seperti lembaga perbankan. Hanya bedanya dalam pasar modal diperdagangkan dana jangka panjang dan dilakukan secara langsung, tanpa perantara keuangan. Untuk fungsi keungan dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh para borrower dan leaders menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut. Meskipun harus diakui perbedaan fungsi ekonomi dan keuangan ini 264 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat Bagi pemerintah, pasar modal akan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Hal ini karena pasar modal berfungsi sebagai sarana untuk memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor dengan melaksanakan investasi. Dengan adanya mobilisasi dana tersebut, maka akan terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara pihak masyarakat yang kelebihan dana dan dengan perusahaan yang kekurangan dana, sehingga akan terjadi peningkatan kemakmuran secara keseluruhan. Pengaruh Indeks Terhadap IHSG Bursa Contagion Effect Theory Para ahli berpendapat bahwa kondisi perekonomian suatu negara akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian negara lain. Kondisi krisis negara-negara Asia tahun 1997 menurut penelitian Bank Dunia terutama disebabkan oleh adanya contagion effect (domino effect) dari negara lain (Tan et.al, 1998). Belajar dari krisis tahun 1997, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang ternyata hingga saat ini masih sangat tergantung pada kondisi perekonomian luar negeri terutama yang berkaitan dengan investasi. Akibatnya, kondisi pasar modal di Indonesia diduga dipengaruhi oleh kondisi luar negeri terutama kondisi pasar modal yang ada pada negara-negara maju. Global Keterkaitan pasar modal Indonesia dengan pasar modal luar negeri dimulai setelah diperbolehkannya para investor untuk ikut menguasai saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Investasi portofolio asing berperan sangat penting di pasar modal manapun (Mobius, 1998). Diperkenalkannya investor asing ke pasar tentu saja berfungsi sebagai katalis yang mendorong investasi lokal. Investasi asing berpengaruh dalam menyorot perusahaan yang memberikan informasi keuangan paling transparan dan valuasi terbaik, masuknya dana-dana asing ke pasar-pasar baru berpengaruh jelas dan menguntungkan bagi pertumbuhan dan struktur pasar. Walaupun peranan investor domestik makin meningkat akan tetapi terdapat kebiasaan dari investor domestik untuk melakukan strategi mengekor pada investor asing atau setidaknya investor domestik menggunakan perilaku investor asing sebagai acuan (Cahyono, 2000) sehingga saat investor asing melepas sahamnya investor domestik pun ikut-ikutan, akibatnya indeks dapat turun semakin tajam. Investor asing menanamkan modalnya pada bursa seluruh dunia sehingga antara bursa-bursa didunia mempunyai keterkaitan secara global. Kejadian dan dinamika harga saham antara satu bursa dengan bursa yang lain saling pengaruh mempengaruhi terutama dengan bursa dari negara-negara berdekatan misalnya crash yang terjadi di bursa Singapura akan mengakibatkan crash pada bursa-bursa Taiwan, Hongkong, Jepang maupun Indonesia. Teori Pasar Kuat Terhadap Pasar yang Lebih Lemah Menurut para ahli, liberalisasi dalam bidang perekonomian cenderung menguntungkan perekonomian negara maju dan berdampak merugikan terhadap perekonomian negara yang sedang berkembang akibat lemahnya pondasi perekonomian yang dimilikinya. Pola pengembangan perekonomian antara negaranegara maju (developed countries) ternyata memiliki perbedaan dengan negara-negara yang sedang berkembang (developing countries). Menurut Hatten et.al, 1986 (Abdalla dan Murinde, 1997)., dalam perekonomian dunia saat ini, suatu negara yang memiliki capital yang kuat pasti unggul dalam setiap transaksi perekonomian. Keadaan Sekarang Pada oktober 2007, S&P 500 Index ditutup pada posisi tertinggi 1,565. Pada satu tahun kemudian (Oktober 2008), S&P 500 Index terjun bebas sebesar 41.9 % faktanya angka ini merupakan angka terendah dalam pasar modal amerika sejak april 2003, atau hampir sama dengan kehancuran pasar pada 1092 (great depretion). dalam sejarahnya, pelemahan pasar mempunyai tingkat kehancuran rata-rata 32%. Bagaimanapun, ada tiga priode yang dilalui ketika kehancuran pasar mencapai tingkat yang menghawatirkan. Great Depretion 1929 mencatat tingkat kehancuran pasar mencapai 86 %, tahun 265 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis 1973-74 pada saat krisis energi yang berakibat pada pasar termasuk menurunkan pasar pada tingkat 48 %,dan pada awal dekade ini pasar telah jatuh pada posisi 49 %. Pasar modal Indonesia yang pada awal krisis 1997 juga mencapai tingkat terendah menunjukkan adanya pola yang sejalan dengan pergerakan keadaan ekonomi suatu negara seperti yang juga terjadi pada akhir tahun 2008 sehingga menyebabkan beberapa kali pihak Bapepam men suspend untuk menyelamatkan pihak investor yang melakukan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal tidak bisa lepas dari semua informasi yang dapat mempengaruhi pasar modal itu sendiri. November pada negara kecil, dan bahkan untuk negara besar ketetapan Feldstein-Horioka ini bisa melemahkan pada dekade terbaru operator pasar yang tamak, biasanya orang asing. Pandangan ini utamanya terkenal dalam pemerintahan negara yang terkena dampak krisis. ditahun 1960, penelitian tanpa nama ‘‘gnomes of Zurich’’ bahwa kesalahan negara britain adalah persoalan pada neraca pembayaran mereka; ditahun 1990. Pandangan berlawanan arah mengatakan krisis adalah sesuatu yang dibuat sendiri, dan pasar modal memerlukan peraturan pemerintah yang melindungi. Pemikiran baru dalam krisis akan menentang pandangan lain bahwa tidak seratus persen benar. Hal itu bisa menjadi “daerah abu-abu” yang luas dimmana kebijakan pemerintah tidak mampu menghalang krisis,beberapa krisis tidak bisa dielakkan dan bahkan dalam faktanya tidak terjadi tanpa campur tangan international capital outflows. Tanpa ada dorongan dari pemerintah, maka investor asing akan membawa keluar investasi mereka (Detragiache, 1996 dan Obstfeld, 1996 dalam Perotti dan Oijen, 2001). Sebagai contoh, sebuah negara dengan hutang jangka pendek dengan satuan ukur dolar milik pemerintah dan sedikit cadangan dolar-posisi Mexico dibulan December 1994, mungkin mengalami krisis pada masa depan jika sebelumnya pihak pemberi pinjaman secara tiba-tiba meminta pembayaran dengan dolar, dan jika tidak ditemukan pemberi pinjaman dolar. Maka, krisis bisa dipastikan terjadi, seperti yang sudah terjadi pada bank, yang mana dapat menghasilkan ketidakseimbangan pada pasar asset internasional, dan waktu pembayaran saat krisis sedikit tidak menentu. Gambaran ini bisa menjelaskan mengapa pasar modal dapat masuk kedalam kehancuran sebelum krisis muncul kepermukaan. Usaha untuk menjamin tingkat pertukaran (atau mengatur sebelumnya harga tertinggi saat keadaan krisis) dapat membawa kepada kondisi sangat rentan ketika kemungkinan munculnya krisis kredit internasional. Ketika Bank lokal dan perusahaan meminjam dengan sangat percaya diri didalam tingkat pertukaran, mereka mungkin meminjam dolar atau yen tanpa cukup perlindungan nilai dari resiko, menimbulkan ratio hutang mereka dalam laporan keuangan mereka. Mereka mungkin Krisis di Pasar Modal Pada tahun 1982 saat krisis menghantam pasar modal negara negara berkembang. Banyak dari negara tersebut adalah dari Amerika Latin, Secara perlahan mencengkram keadaan, selagi debitur yang berkuasa dan pihak kreditur mereka goyah dipinggir dari masa jatuh tempo hutang mereka. Tetapi ditahun 1990, krisis hutang memberikan jalan untuk memperbaharui struktur modal mereka, sebagai hasil dari kombinasi permasalahan hutang yang berkepanjangan, Reformasi ekonomi yang meluas, dan tingkat suku bunga Amerika yang rendah (Calvo et.al, 1996 dalam Hatter, 1996). Ditahun 1990, krisis nilai tukar uang mengganggu pasar modal di eropa, amerika Latin, dan Asia. Diluar Europa, krisis menjalar ke pasar modal, menimbulkan kengerian disuatu negara, dan suatu saat membawa kepada krisis yang parah. Banyak dari negara di Asia berusaha menghindari permasalahan hutang pada sekitar tahun 1980, tapi beberapa negara mendapat terpaan krisis yang dahsyat pada tahun 1990. Krisis melahirkan perdebatan yang tajam yang saling berlawan arah. Satu pihak meng-klaim bahwa kegagalan ekonomi merupakan akibat dari fenomena yang saling berkaitan hal pertama yang disorot oleh Feldstein dan Horioka pada tahun 1980 adalah kecilnya tingkat rata-rata current account balances untuk negara industri di awal setelah perang usai. Hal ini menggiurkan bagi dugaan atas observasi Feldstein-Horioka bahwa pasar modal tentu saja tidak berhasil mengelola dana simpanan dikeseluruhan negara. Bagaimanapun, ketidak seimbangan pada negara besar lebih terbukti 266 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat percaya hal itu akan terjadi bila kondisi telah krisis, pemerintah berjanji untuk menetapkan nilai tukar untuk menahan hal yang telah terjadi dengan melakukan dana talangan (bailed out) untuk satu arah atau yang lainnya. Peminjam berharap berhadapan dengan resiko kecil kerugian bahkan jika bailout tidak diberikan, karena mereka hanya punya sedikit atau tidak sama sekali modal dalam pertaruhan ini. Masalah ini menjadi sangat parah di negara berkembang, dimana pihak pengambil kebijakan tidak dapat bertindak, lembaga keuangan mengalami kehancuran, dan bahkan reputasi pemerintah diragukan. Ketika sentimen pasar menentukan kembali tingkat nilai tukar, pemerintah terpaksa mengambil langkah pendek menentukan nilai mata uang asing dalam beberapa cara. Sejak pemerintahan dalam waktu sama menggunakan cadangan mata uang asing (dalam usaha yang sia-sia untuk menahan nilai tukar) dan tidak dapat meminjam lebih banyak pada pasar, maka kehancuran nasional akan datang dengan segera (Dı´az-Alejandro (1985) dalam Sergio et.al.,2005), gambaran pengalaman Chile diawal 1980 an, memberikan perhitungan klasik dalam proses ini. Institusi keuangan lokal di awal tahun 1990 meminjam dengan tingkat suku bung rendah dalam dollar U.S yang lebih menguntungkan dari tingkat suku bunga meksiko. Dibanyak kasus mereka melakukan design alat cara spesial untuk mengelabuhi pembuat kebijakan Mexican (Garber and Lall, 1998 dalam Sergio et.al., 2005). Ketika peso krisis pada akhir 1994, pemerintah Mexico menemukan hal itu merupakan lapisan terluar diantara krisis keuangan sektor swasta selama permasalahan muncul dari kepemilikan pemerintah atas dollar terhadap pinjaman luar negeri. Itu terlihat tidak ada pilihan tapi untuk mempersiapkan cadangan luar negeri dan likuiditas untuk bank, demikian cepat peso menurunkan nilai. Contoh serupa dapat dijumpai di Asia. Ketika IMF melakukan observasi terhadap Thailand (Folkerts-Landau et. al. dalam Kwon dan Bacon,1997). Banyak bank percaya terhadap lindung nilai atas nilai hutang luar negeri mereka, pengamat percaya itu hanya untuk pihak perusahaan saja. Kombinasi dari buruknya nilai tukar dan perbedaan secara global (kebanyakan lebih tinggi) tingkat suku bunga dalam negeri dipersiapkan sebuah dorongan yang kuat untuk perusahaan untuk mengambil hutang mata uang asing. Sejak dari sekarang, penambahan untuk kepemilikan nilai tukar asing, bank berharap mendapatkan pembukaan tidak langsung dalam bentuk resiko kredit untuk perusahaan dalam meminjam dalam mata uang asing. Pihak otoritas internasional ikut campur dalam pelaksanaan pasar pertukaran sejak krisis dimulai Mei 1997, dengan mempercayakan kontrak dibawah kendali pemerintah akan menjamin perdagangan masa depan dolar kepada Bath mendekati titik harga sekarang. Kebijakan ini meng-ijinkan banyak perdagangan dalam dolar untuk melindungi hutang mereka tetap rendah. Sebagai hasilnya, pihak pemerintah Thai terjebak dalam milyaran hutang nilai tukar asing setelah bath mengambang pada bulan juli, dan penambahan hutang ini membawa kepada krisis yang lebih dalam. Ketika krisis mata uang sampai di Eropa pada 1992, pemerintah tidak menanggapi secara serius sehingga menimbulkan pertanyaan. Nilai tukar mata uang euro pada saat krisis tidak terlalu berfluktuasi yang berakibat merusak seperti di Mexico dan Asia, pasar modal juga tidak terganggu, dan mereka tidak perlu untuk mencari bantuan dari negara lain atau IMF. Pada episode Asia Timur terbaru kembali dipertegas kebutuhan untuk bisa memonitor dan membuat regulasi dari asset dan hutang dari institusi keuangan. Episode terbaru juga menegaskan seringkali gejolak politik Membawa perubahan, kekurangan tenaga ahli lokal, dan kesulitan menentukan secara tajam karakter resiko dari asset dan hutang. Khususnya saat suku bunga nominal Bath melebihi Dollar Amerika maka ada kemungkinan bath akan krisis dan pemberi pinjaman bath tidak terlalu perduli dari ancaman kerugian akibat perubahan nilai tukar. Bentuk seperti itu akan stabil dengan perlindungan tingkat tinggi dari dari pemerintah. Masalah yang melekat dan berhadapan dengan semua negara, industrial dan pengembang, adalah kesulitan yang sangat dalam mengawasi institusi keuangan yang melakukan transaksi luar negeri diluar jangkauan pengawasan. Sejak awala 1970, Bank untuk pembayaran International bekerja 267 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis untuk memperkenalkan regulasi kerjasama dan menyediakan pengawas yang bertanggung jawab diwilayah yang berpotensial jatuh. mewakili bursa saham Jepang, Indeks Kospi mewakili bursa saham Korea. Kerangka Konseptual Indeks Harga Saham Global : - Indeks Nasdaq (X1) - Indeks Taiex (X2) - Indeks Nikkei (X3) - Indeks Kospi (X4) November H1 IHSG (Y) Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian I. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah : Indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pergerakan IHSG . Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angkaangka maupun data kualitatif yang diangkakan, Sugiyono (2004). Berdasarkan sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Indriantoro dan Bambang Supomo (2000) data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, telah dikumpulkan dan diolah pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan IHSG yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2001 s/d 2008, antara lain : 1. Daftar indeks harga saham gabungan dari BEI (2001-2008) 2. Indeks harga saham global (2001-2008) Model dan Teknik Analisa Data Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Model analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh indeks bursa global yang terdiri dari beberapa indikator terhadap pergerakan IHSG secara simultan atau parsial. Untuk ketetapan perhitungan dan mengurangi human error penelitian ini tidak melakukan secara manual akan tetapi dengan menggunakan program komputer untuk pengolahan data statistik, yaitu program IBM SPSS versi 19. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini berjenis penelitian kausal yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini : Indeks harga saham global (Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3), Indeks Kospi (X4)) sebagai variabel independen, serta pergerakan IHSG (Y) sebagai variabel dependen. Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah di Indeks Harga Saham Gabungan dari tahun 2001 s/d 2008 yang diambil dari data per bulan sehingga didapat 96 bulan data. Sampel adalah bagian populasi yang diharapkan dapat mewakili populasi. Sampel yang digunakan adalah IHSG yang dikeluarkan BEI dalam kurun waktu 8 tahun dimulai dari tahun 2001 sampai 2008 dimana IHSG fluktuatif terjadi dalam kurun waktu tersebut. Sampel Indeks Harga Saham Global yang terdiri dari Indeks Nasdaq, Taiex, Nikkei dan Kospi diambil dari data yang telah dirangkum Yahoo/finance dari tahun 2001 s/d 2008 dimana Indeks Nasdaq mewakili bursa saham Amerika, Indeks Taiex mewakili bursa saham Taiwan, Indeks Nikkei Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Data Uji ini berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik parametrik dan jika data tidak normal gunakan statistik non parametric atau lakukan threatment agar data normal. Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan dilakukan Kolmogorov 268 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat maka dipergunakan Durbin Watson Statistik, yaitu dibandingkan dtabel dengan nilai dwhitung dengan tingkat signifikansi 5% dengan df=n-k-1 (Ghozali, 2001). Smirnov, distribusi data dikatakan normal jika signifikansi > 0,05. Uji Multikolinearitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanaya korelasi diantara varaiabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara varaiabel bebas. Pengujian multikolinearitas dilakkan dengan melihat nilai VIF dan korelasi diantara variabel bebas. Jika nilai VIF dibawah 10 hal ini menunjukkan tidak terjadi problem multikolinearitas. Sedangkan hasil perhitungan nilai tolerance juga menunjukkan tidak ada varaiabel bebas yang nilainya kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95 %, hal ini berarti tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2001) Uji Hipotesis Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda (Multiple Regretion), yang dirumuskan sebagai berikut : Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e Dimana : Y = IHSG X1 = Indeks Nasdaq X2 = Indeks Taiex X3 = Indeks Nikkei X4 = Indeks Kospi b1-4 = Koefisien Regresi e = Error Untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan adalah dengan menggunakan uji F, dengan tingkat keyakinan 95 % ( = 0,05). Dengan bantuan software Statistik SPSS versi 19 akan diperoleh Fhitung yang kemudian dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat keyakinan 95 % ( = 0,05). Kriteria pengujian, yakni : F hitung F tabel = H1 diterima F hitung F tabel =H1 dapat ditolak Uji Heterokedastisitas Untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan kepengamatan yang lain dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik plot antara nilai prediksi variabel terkait dengan residualnya. Jika variance dari residual satu pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Gejala heterokedastisitas dapat diuji dengan menggunakan uji Gletser yaitu dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel bebas (Ghozali, 2005). Heterokedastisitas dengan uji Glejser tidak terjadi apabila tidak satupun variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat nilai Ut (AbsUd). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikannya diatas 5 %. atau : Nilai signifikan Fhitung > 0,05, Maka H1 dapat ditolak. Nilai signifikan Fhitung 0,05, Maka H1 dapat diterima. Selanjutnya untuk mendeskripsikan pengaruh secara parsial antara variabelvariabel bebas terhadap variabel terikat dengan melihat hasil uji-t dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan tingkat keyakinan 95 % ( = 0,05). Dengan bantuan software Statistik SPSS versi 19 akan diperoleh thitung yang kemudian dibandingkan dengan ttabel pada tingkat keyakinan 95 % ( = 0,05). Kriteria pengujian, yakni : t hitung t tabel = X1 ; X2 ; X3 ; X4 berpengaruh terhadap Y t hitung t tabel = X1 ; X2 ; X3 ; X4 tidak berpengaruh terhadap Y atau : Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel lain, dengan kata lain varaiabel gangguan tidak random. Untuk menguji apakah hasil-hasil estimasi model regresi tersebut tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term-nya, 269 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis Nilai signifikan thitung > 0,05, Maka X1 ; X2 ; X3 ; X4 berpengaruh terhadap Y Nilai signifikan thitung ≤ 0,05, Maka X1 ; X2 ; X3 ; X4 tidak berpengaruh terhadap Y Untuk melihat besar kontribusi pengaruh variabel Indeks Harga Saham Global terhadap IHSG adalah dengan melihat nilai R2 atau coefficient of determination yang menunjukkan persentase dari variasi variabel IHSG yang mampu dijelaskan oleh model. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. HASIL dan PEMBAHASAN Deskripsi Data Penelitian Statistik deskriptif untuk setiap variabel dependen dan independen yang dianalisis disajikan pada Tabel 1. Variabel dependennya adalah IHSG (Y). Variabel independen yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 4 (empat) variabel, yaitu Indeks Nasdag (X1), Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4). Hal tersebut terdapat pada Tabel 1. sebagai berikut : Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian N Min Max Mean Std. Deviation IHSG 96 358 2745 1126,61 717,030 Nasdaq 96 1172 2859 2035,78 379,999 Taiex 96 3636 9711 6225,39 1382,826 Nikkei 96 7831 18138 12566,52 2864,910 Kospi 96 Valid N (listwise) 479 2064 1068,65 November IHSG tertinggi sebesar 2745 dan yang terendah 358. Tingkat penyimpangan standar (standard deviation) dari rata-rata sebesar 717.03. Indeks Nasdaq (X1) adalah indeks harga saham amerika dalam kurun waktu 2001– 2007 besarnya nilai indeks saham Nasdaq rata-rata sebesar $ 2.035,78. Nilai indeks saham Nasdaq tertinggi sebesar $ 2.859 dengan indeks saham Nasdaq terendah sebesar $ 1172. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Nasdaq sebesar $ 379,99. Indeks Taiex (X2) adalah indeks harga saham Taiwan dalam kurun waktu 2001–2008 besarnya nilai indeks saham Taiex rata-rata sebesar $ 6.225,39. Nilai indeks saham Taiex tertinggi sebesar $ 9.711 dengan indeks saham Taiex terendah sebesar $ 3.636. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Taiex sebesar $ 1.382,83. Indeks Nikkei (X3) adalah indeks harga saham Jepang. Dalam kurun waktu 2001– 2008 besarnya nilai indeks saham Nikkei ratarata sebesar $12.566,52. Nilai indeks saham Nikkei tertinggi sebesar $ 18.138 dengan indeks saham Nikkei terendah sebesar $ 7.831. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Nikkei sebesar $ 2.864,91. Indeks Kospi (X4) adalah indeks harga saham Korea. Dalam kurun waktu 2001–2008 besarnya nilai indeks saham Korea rata-rata sebesar $ 1.068,65. Nilai indeks saham Kospi tertinggi sebesar $ 2.064 dengan indeks saham Kospi terendah sebesar $ 479. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Nikkei sebesar $ 428.13. Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas Berdasarkan Uji One Sample Kolmogorov Smirnov dengan bantuan IBM SPSS Versi 19 didapatkan hasil pada Tabel 2. 428,128 Tabel 2. Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test 96 Sumber : Data Sekunder Diolah Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG (Y) merupakan indikator pergerakan harga saham di BEI, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen. Dari sampel yang diperoleh diketahui bahwa secara umum rata-rata tingkat IHSG tahun 20012008 adalah sebesar 1126,61, dengan tingkat N Normal Parameter sa,b 270 Mean Std. Deviation Unstandardi zed Residual 96 ,0000000 167,829990 35 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber : Data Sekunder Diolah ,057 ,050 -,057 ,563 ,909 Tabel 4. Uji Autokorelasi Model 1 Hasil pengujian heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan program software IBM SPSS Versi 19 dengan cara mengamati pola yang terdapat pada scatter plot, yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 3. Collinearity Statistics Tolerance VIF ,182 ,127 ,240 ,182 DurbinWatson 0,612 Uji Heterokedastisitas Tabel 3. Hasil Uji Multikolinieritas (Constant) Nasdaq Taiex Nikkei Kospi Adjusted R Square ,943 Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson sebesar 0,612 dan sesuai dengan yang disampaikan oleh Santoso (2000) yang menjadi patokan terjadi tidaknya autokorelasi adalah jika angka D-W di antara -2 sampai +2 yang berarti tidak ada autokorelasi, dengan demikian angka/nilai Durbin Watson sebesar 0,612 berada diantara angka patokan yang disampaikan oleh Santoso (2000), yang menunjukkan bahwa tidak adanya autokorelasi antar variabel bebas yang diteliti. Uji Multikolinieritas Uji ini dilakukan untuk menunjukkan ada tidaknya korelasi yang besar diantara variabel bebas. Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan data yang tampak pada tabel 3 diketahui bahwa variabel bebas yaitu : Indeks Nasdaq (X1), Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) memiliki angka Variance Inflaction Factor (VIF) dibawah angka 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang dipakai sebagai model analisis tidak terdapat persoalan multikolinearitas. 1 ,972(a) R Square ,945 a Predictors: (Constant) : Kospi, Nikkei Nasdaq, Taiex b Dependent Variable: IHSG Sumber : Data Sekunder Diolah Dari hasil pengujian tersebut terlihat tersebut besarnya nilai KolmogorovSmirnov adalah 0.563 dan signifikan pada 0.909. Hal ini berarti bahwa data residual dari seluruh sampel berdistribusi normal. Model R 5,492 7,856 4,159 5,500 a Dependent Variable: IHSG Sumber : Data Sekunder Diolah Uji Autokorelasi Dalam penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson. Cara mendeteksi apakah model yang digunakan mengalami gejala autokorelasi adalah dengan melihat nilai statistik Durbin Watson. Hasil dari nilai Durbin Watson dapat dilihat pada tabel 4. Sumber : Data Sekunder Diolah Gambar 3. Hasil Uji Heterokedastisitas Pada gambar tersebut dapat terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu 271 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai. hasilnya tampak pada tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji t Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Pengujian Hipotesis Model Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan uji F. Hasil uji akan digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil output regresi dengan menggunakan software IBM SPSS Versi 19 yang dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini, maka dapat dilihat pengaruh simultan Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) terhadap IHSG (Y). 1 (Constant) 1 Regression Residual Unstandardized Coefficients Std. B Error t Sig. -611,927 115,713 -5,288 ,000 ,348 ,109 3,203 ,002 Taiex -,004 ,036 -,115 ,909 Nikkei -,060 ,013 -4,787 ,000 Kospi 1,694 ,096 17,575 ,000 Nasdaq a Dependent Variable: IHSG Sumber : Data Sekunder Diolah Tabel 5. Hasil Uji F Statistik Model November Mean Square F Sig. 11541664,175 29405,011 392,507 ,000(a) Total a Predictors: (Constant), Kospi, Nikkei, Nasdaq, Taiex b Dependent Variable: IHSG Sumber : Data Sekunder Diolah Hasil uji t sebagimana tampak dalam tabel 6. mengandung makna : 1. Variabel Nasdaq (X1) menunjukkan thitung sebesar 3,203 sedangkan ttabel pada tingkat keyakinan 95 % adalah 1,960 (3,203 > 1,960). Karena thitung > ttabel , maka artinya indeks Nasdaq (X1) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel IHSG sebagai variabel dependen. 2. Variabel Taiex (X2) menunjukkan thitung sebesar -0,115 sedangkan ttabel pada tingkat keyakinan 95 % adalah 1,960 (-0,115 < 1,960). Karena thitung < ttabel , maka artinya indeks Taiex (X2) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel IHSG sebagai variabel dependen. Dari tabel 5. diperoleh nilai Fhitung sebesar 392,507 sedangkan nilai signifikan F-nya adalah sebesar 0,000, yang artinya bahwa nilai signifikan F lebih kecil dari nilai α = 0,05. Hasil ini memberikan arti bahwa Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) secara bersama (simultan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) berpengaruh secara simultan terhadap IHSG dapat diterima. Hasil ini sekaligus memberikan bukti secara empiris bahwa Indeks Saham Global yang diwakili oleh Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) memiliki pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y). Selanjutnya untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dilakukan uji t, 3. Variabel Nikkei (X3) menunjukkan thitung sebesar -4,787 sedangkan ttabel pada tingkat keyakinan 95 % adalah 1,960 (-4,787 < 1,960). Karena thitung < ttabel , maka artinya indeks Nikkei (X3) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel IHSG sebagai variabel dependen. 4. Variabel Kospi (X4) menunjukkan thitung sebesar 17,575 sedangkan ttabel pada tingkat keyakinan 95 % adalah 1,960 (17,575 < 1,960). Karena thitung < ttabel , maka artinya indeks Kospi (X4) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel IHSG sebagai variabel dependen. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji t dengan menggunakan variabel independen Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks 272 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) terhadap IHSG (Y), menunjukkan bahwa secara parsial ada 2 (dua) variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen IHSG (Y), yakni indeks Nasdaq (X1) dan indeks Kospi (X4), sedangkan 2 (dua) variabel independen selebihnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen IHSG (Y), yaitu indeks Taiex (X2) dan indeks Kospi (X3). Selanjutnya pengujian goodness of fit dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model regresi, karena variabel penelitian lebih dari dua variabel maka kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square. Dari tabel 7. dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R2 (koefisien determinasi) dari persamaan regresi hipotesis adalah sebesar 94,3 % yang artinya bahwa persamaan model analisis pada hipotesis 1 (satu) mampu memberikan kontribusi pengaruh Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) terhadap IHSG (Y) sebesar 94,3 % selebihnya lebih banyak dijelaskan oleh faktor lainnya. Model analisis regresi berganda antara variabel X terhadap Y dapat diformulasikan dalam model persamaan sebagai berikut : Y = - 611,927 + 0,348 X1- 0,004 X2 0,060 X3 + 1,694 X4 Dari hasil persamaan regresi berganda tersebut, masing-masing variabel bebas dapat diinterprestasikan pengaruhnya terhadap IHSG sebagai berikut : 1. Nilai konstanta sebesar -611,927 artinya apabila nilai variabel independen Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) bernilai nol, maka nilai IHSG (Y) turun sebesar 611,927 (-611,927). Tabel 7. Nilai R Square Hipotesis 1 (Satu) Mod el 1 R ,972(a) R Square Adjusted R Square ,945 ,943 Std. Error of the Estimate 171,479 Dur binWat son ,612 a Predictors: (Constant) : Kospi, Nikkei Nasdaq, Taiex b Dependent Variable: IHSG Sumber : Data Sekunder Diolah 2. Koefisien regresi Indeks Nasdaq (X1) sebesar 0,348 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks Nasdaq (X1) sebanyak 1 poin akan memberikan kenaikan nilai IHSG (Y) sebesar 0,348 poin. Berdasarkan hasil uji model (goodness of fit), maka persamaan regresi berganda mampu memberikan makna atas variabel yang diteliti sebesar 94,3 %. Pembahasan 3. Koefisien regresi Indeks Taiex (X2) sebesar -0,004 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks Taiex (X2) sebanyak 1 poin akan memberikan penurunan pada IHSG sebesar 0,004 poin. Pengujian yang dilakukan terhadap model menunjukkan bahwa model yang diajukan secara signifikan membuktikan adanya pengaruh secara simultan variabel nilai indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu di pasar modal bahwa ada hubungan yang kuat antara Indeks Harga Saham Global, namun ada juga beberapa penelitian terdahulu hasilnya tidak konsisten yang menggambarkan bahwa tidak ada pola yang kuat terkait dengan pengaruh dari indeks saham global dengan pergerakan indeks harga saham gabungan, hal ini disebabkan oleh 4. Koefisien regresi Indeks Nikkei (X3) sebesar -0,060 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks Nikkei (X3) sebanyak 1 poin akan memberikan penurunan IHSG (Y) sebesar 0,060 poin. 5. Koefisien regresi Indeks Kospi (X4) sebesar 1,694 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks Kospi (X4) sebesar 1 poin akan memberikan kenaikan IHSG (Y) sebesar 1,694 poin. 273 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis banyak faktor yang mempengaruhi investor dalam menanggapi informasi dari bursa asing. Analisa terhadap variabel indeks Nasdaq memberikan kesimpulan yang mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana nasdaq sebagai salah satu indeks saham Amerika yang merupakan suatu negara yang memiliki keunggulan dalam setiap transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi pergerakan pasar saham di Amerika langsung berpengaruh ke pasar lokal. Koefisien regresi Indeks Nasdaq (X1) sebesar 0,348 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks Nasdaq (X1) sebesar 1 poin akan memberikan dampak kenaikan nilai IHSG sebesar 0,348 poin dengan kenaikan yang searah, hal ini berarti bila Indeks Nasdaq mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan ikut naik sebesar 0,348 poin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Amerika berakibat baik terhadap bursa Indonesia. Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar yang lebih dominan, karena dengan kekuatan pasar dan perekonomian yang menjadi tolak ukur bagi negara lain maka setiap informasi dari bursa Amerika akan selalu direspons oleh investor lokal, hal ini juga berarti bahwa tren masuknya investor asing khususnya dari Amerika ke bursa Indonesia juga mempengaruhi pergerakan indeks. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh kenaikan bursa Amerika bersifat menguntungkan terhadap bursa Indonesia. Penelitian ini tidak mendukung peneltian Noer (2000) dimana bursa Amerika tidak berpengaruh secara signifikan pada pengujian parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan tetapi penelitian ini mendukung teori tentang pengaruh Indeks Bursa Global terhadap Bursa Lokal. Analisa terhadap variabel indeks Taiex memberikan kesimpulan yang tidak mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana Taiex sebagai indeks saham Taiwan yang merupakan suatu negara yang secara sejarah baru merdeka sejak dilepas Inggris kepada China sehingga belum bisa dijadikan patokan dalam perekonomian dunia atau bagi Indonesia sendiri, hal ini mungkin disebabkan karena Taiwan masih dibawah bayang-bayang China sehingga banyak Investor lebih November terpengaruh informasi dari China meskipun dalam sejarah pasar modal Taiwan telah eksis sebelum dibawah naungan China. Koefisien regresi Indeks Taiex (X2) sebesar -0,004 memberikan pengertian bahwa perubahan variabel Indeks Taiex (X2) sebanyak 1 poin akan memberikan dampak penurunan IHSG sebesar 0,004 poin dengan arah yang berbeda, hal ini berarti bila Indeks Taiex (X2) mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan turun sebesar 0,004 poin. Hal ini berarti Indeks Taiex (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG dikarenakan pasar lebih merespons pergerakan pasar asing yang lebih berpengaruh seperti Nasdaq dan Kospi dan perkembangan perekonomian secara regional. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Mansur (2004) karena penggunaan rentang data yang berbeda karena Mansur hanya menggunakan rentang data dari tahun 2000-2002 sedangkan penulis 20012008. Analisa terhadap variabel Indeks Nikkei (X3) memberikan kesimpulan yang juga tidak mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana Indeks Nikkei (X3) sebagai salah satu indeks saham Jepang yang merupakan suatu negara yang memiliki keunggulan dalam transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi pergerakan pasar saham di Jepang yang langsung berpengaruh ke pasar lokal. Koefisien regresi Indeks Nikkei (X3) sebesar 0,060 memberikan pengertian bahwa perubahan Indeks Nikkei (X3) sebanyak 1 poin akan memberikan dampak IHSG (Y) sebesar 0.060 kearah yang berlawanan, hal ini berarti bila Indeks Nikkei mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka IHSG akan turun sebesar 0,060 poin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Jepang berakibat buruk terhadap Indonesia. Keadaan ini dimungkinkan terjadi akibat peralihan investasi dari Jakarta ke Jepang karena ketika investor yang sama menanamkan investasinya di kedua pasar (Jepang dan Indonesia) melihat adanya pergerakan positif di pasar jepang maka sang investor akan mengalihkan investasinya di Indonesia sehingga menurunkan pasar Indonesia akibat aksi jual yang bersamaan, faktor lain karena banyak perusahaan Indonesia bekerjasama dengan perusahaan Jepang dari segi teknologi dan dari ekonomi 274 2011 Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat Jepang merupakan negara dengan basis ekonomi yang kuat. Sebaliknya ketika index di BEI menguat di Nikkei juga ikut menguat. Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar yang lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap Jepang bersifat menguntungkan dalam pengertian Indonesia bukan merupakan ancaman bagi Jepang. Sebaliknya, pengaruh pasar Jepang terhadap Jakarta bersifat merugikan, dimana Jepang mempunyai kemampuan untuk menekan pasar Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wondabio (2005) dan Mansur (2004). Analisa terhadap variabel Indeks Kospi (X4) memberikan kesimpulan yang mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana Kospi sebagai salah satu indeks saham Korea yang merupakan suatu negara yang memiliki keunggulan dalam setiap transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi pergerakan pasar saham di Korea langsung berpengaruh ke pasar Indonesia. Koefisien regresi Indeks Kospi (X4) sebesar 1,694 memberikan pengertian bahwa perubahan variabel Indeks Kospi (X4) sebanyak 1 poin akan memberikan dampak kenaikan IHSG (Y) sebesar 1,694 poin, hal ini berarti bila Indeks Kospi mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan naik sebesar 1,694 poin. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Korea berakibat baik terhadap Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena perekonomian Korea yang dalam beberapa tahun terakhir stabil sehingga fondasi pasar modal juga kuat . Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar yang lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap Korea bersifat menguntungkan dalam pengertian Indonesia bukan merupakan ancaman bagi Korea. Tetapi karena tren investor belum dominan memilih pasar Korea sebagai tempat investasi dibanding pasar Jepang atau hanya menggunakan informasi dari pasar Korea sehingga setiap informasi akan menghasilkan korelasi positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mansur (2004). KESIMPULAN, KETERBATASAN dan SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara simultan variabel indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hal ini memberikan kesimpulan yang mendukung penelitian penelitian Moh. Mansur (2002) dimana secara bersamasama indeks harga saham global berpengaruh terhadap pergerakan IHSG baik positif atau negatif. 2. Secara parsial variabel indeks harga saham global (Nasdaq dan Kospi) berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara signifikan, sedangkan variabel indeks Taiex dan Nikkei berpengaruh tidak signifikan terhadap IHSG hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Mansur (2002) dikarenakan penggunaan data yang digunakan terlalu pendek sehingga tidak mencerminkan keadaan. 3. Kontribusi pengaruh variabel indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebesar 94,3 %, selebihnya lebih banyak dijelaskan oleh faktor lainnya. Keterbatasan Peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat beberapa kelemahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu penentuan sampel yang hanya pada periode 2001-2008 yang sebagian besar rentang data berada pada kondisi pasar normal dan stabil. Saran Berdasarkan keterbatasan peneliti, maka masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap penelitian ini. Saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti selanjutnya perlu menambah jumlah tahun sampel mulai tahun 1997 275 262 – 276 Jurnal keuangan dan Bisnis awal mula krisis ekonomi di Indonesia sehingga akan lebih jelas pola hubungan antara setiap variabel. 2. Bagi investor, dengan melakukan investasi di pasar modal berarti harus dapat mengaplikasikan teori pasar efisien yang berarti setiap informasi dapat mempengaruhi pergerakan harga dan keputusan investor, hal ini didasarkan pada signifikannya pengaruh informasi dari pergerakan nilai tukar mata uang dan indeks harga saham global terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia bisa memberikan data yang valid dan up to date terkait dengan masalah penelitian ini. November Mansur, Moh. (2004). Pengaruh Indeks Bursa Global Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) Periode Tahun 2000-2002. Jurnal Sosio Economi 7, Edisi November 2004. Mobius, J. Mark. (1998). Mobius on Emerging Market : Prospek Investasi di Pasar-Pasar Baru. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Noer, Azam Achsani. (2000). Mencermati Kejatuhan Indeks Dow Jones : Akankah Indeks BEJ Ikut Terseret? Postdam : University of Potsdam. Perotti, E. C., and Oijen, P. (2001). Privatization, Political Risk and Stock Market Development in Emerging Economies. Journal of International Money and Finance, Vol.20, pp. 43-69. Santoso, Singgih. (2000). Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Computindo. Sergio, L. Smulke. Pablo, Zaido. Marina, Halac. (2005). Financial Globalization, Crisis and Contagion. International Economic Journal, Vol. 10, No. 2, Summer, pp. 121-130. Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuh. Bandung : Alfabeta. Tan, Jose Antonio R, Contagion. (1998). Effects During the Asian Financial Crisis: Some Evidence from Stock Price Data (Pacific Basin Working Paper Series, Center for Pacific Basin Monetary and Economic Studies Economic Research Department Federal Reserve Bank of San Francisco.. Wondabio, Ludovicus Sensi. (2005). Analisa Hubungan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) Jakarta (JSX), London (FTSE), Tokyo (Nikkei) dan Singapura (Ssi). Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang K-AKPM7. DAFTAR PUSTAKA Abdalla, I. S. A., V. & Murinde. (1997). Exchange Rate and Stock Price Interactions in Emerging Financial Markets: Evidence on India, Korea, Pakistan, and the Philippines. Applied Financial Economics, Vol.7. Azman, Muzafar, Syah H. M, Azali. (2002). Stock Price And Exchange Rate Interaction In Indonesia : An Empirical Inquiry. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Volume 1 Nomor 2002. Cahyono, Jaka E. (2000). 22 Strategi dan Teknik Meraih Untung di Bursa Saham. Jilid 1. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Ghozali, Imam. (2001). Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang : Penerbit UNDIP. Hatter. Mary Louise. (1996). Macroeconomics for Management. 2nd Edition. Englewood Cliffs New Jersey : Prentice-Hall. Husnan, Suad. (2001). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (2000). Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. Yogyakarta : Penerbit BPFE. Kwon, C. S., and Bacon, F. W. (1997). The Effect of Macroeconomic Variables on Stock Market Returns in Developing Markets. Multinational Business Review, Fall, pp.63-70. 276