PENGARUH INDEKS HARGA SAHAM GLOBAL

advertisement
Jurnal Keuangan dan Bisnis
Volume 3 No. 3, November 2011
PENGARUH INDEKS HARGA SAHAM GLOBAL TERHADAP PERGERAKAN INDEKS
HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)
Ali Fikri Hasibuan
([email protected])
Dosen F.E. Universitas Negeri Medan
&
Taufik Hidayat
([email protected])
Dosen F.E. Universitas Negeri Medan
ABSTRACT
This research aim to describe the correlation of Global Index (Index Nasdaq, Index Taiex, Index
Nikkei, Index Kospi) to IHSG either through simultaneously and partially in BEI. The samples used
in this research were Global Index of during 2001 – 2008, total sampel used amount to 96
sampel. Model the analysis used in this research is Multiple Regression Analysis. Simultan used to
test the influence from entire / all variable Global Index to IHSG with the storey level signifikan
5%.
The research stated that, simultaneously there was a significanct correlation between Global
Index (Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi) to IHSG the Fhitung> Ftabel (392,507 > 4,42). Partially there
was no significant correlation among taiex index and nikkei Index to IHSG, but there was a
significanct correlation among Global Index (nasdaq and kospi) to the IHSG the significancy in 5
%.
Keyword : Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi and IHSG
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fenomena
jatuhnya
perekonomian
Amerika Serikat pada medio pertengahan
2008
akibat
subprime
mortgage
mengakibatkan membengkaknya kasus kredit
macet perumahan membawa dampak secara
global. Ambruknya pasar financial dan
moneter beberapa negara yang dianggap kuat
membawa dampak negatif bagi negara lain,
salah satunya Indonesia yang secara pelan tapi
pasti terkena imbas jatuhnya harga sahamsaham yang diperdagangkan di BEI (Bursa
Efek Indonesia) yang tergabung dalam Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
mencapai pada ambang batas tolerir
penurunan indeks dalam satu hari yaitu
hampir 10%.
Hal ini mengakibatkan pemerintah
mengambil tindakan cepat melalui otoritas
BEI dan BAPEPAM dengan melakukan
suspend atau penghentian perdagangan
sementara dengan tujuan melindungi investor
hingga pada kondisi normal, tetapi hal ini
tidak banyak membantu karena banyaknya
faktor / variabel yang mempengaruhi
pergerakan indeks pada kondisi yang diyakini
beberapa pihak akan mengulang krisis
ekonomi 1997, dari fenomena tersebut
kecenderungan penurunan IHSG sering kali
bersamaan dengan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika dimana terjadinya krisis mata
uang dan krisis pasar modal terjadi bersamaan
dalam beberapa dekade (Argentina 1994,
Indonesia 1997, Turkey 2001). Telah terbukti
secara empiris bahwa ada kausalitas dua arah
antara exchange rate dan stock price sebelum
terjadi krisis keuangan di asia, namun setelah
krisis exchange rate mempengaruhi stock
price (Azman, et.al, 2002). Peningkatan nilai
tukar dan krisis pasar modal inilah yang
menimbulkan pertanyaan tentang hubungan
potensial antara keduanya.
Faktor lain adalah pengaruh perubahan
bursa global terhadap sikap investor di
Indonesia sehingga mempengaruhi pergerakan
indeks, hal ini didasarkan pada kondisi pasar
yang lemah akibat isu dari kondisi bursa
global sehingga terlihat mudah sekali isu
bursa global mempengaruhi indeks. Proses
globalisasi pada fase sekarang terdiri dari dua
fenomena yang berbeda, yakni globalisasi
bisnis produk dan globalisasi bisnis keuangan
dimana proses globalisasi bisnis keuangan
telah memiliki signifikasi dan kekuatan yang
lebih besar daripada globalisasi bisnis produk
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
dalam tanda kutip. Bisnis keuangan meliputi
bisnis valas (valuta asing) serta investasi
langsung dan investasi tidak langsung.
Investasi melalui pasar modal sebagai bentuk
investasi bisa langsung dilakukan dimana saja
diseluruh dunia termasuk di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Investor menginvestasikan
uangnya berdasarkan preferensi keuntungan
yang optimal melalui investasi portofolio.
Pasar modal Indonesia melalui bursa efek
Jakarta merupakan bagian tak terpisahkan dari
kegiatan bursa saham global. Selain itu
biasanya untuk bursa-bursa saham yang
berdekatan lokasinya, seringkali memiliki
investor yang sama. Fenomena yang terjadi
karena globalisasi serta Indonesia sebagai
anggota World Trade Organization telah
membuka bursa saham bagi invetor asing
yang berinvestasi diseluruh dunia. Oleh
karena itu, perubahan di satu bursa juga akan
ditransmisikan ke bursa negara lain. Dalam
hal ini, biasanya bursa yang lebih besar akan
mempengaruhi bursa yang lebih kecil. Suatu
penelitian yang dilakukan oleh Noer (2000)
tentang bagaimana bursa merespon terhadap
shock dari bursa lain, apabila terjadi shock di
Amerika Serikat maka bursa-bursa regional
tidak akan terlalu meresponnya. Hanya di
Singapura, Hong Kong, Jepang dan Taiwan
dan New Zealand yang akan langsung
merespon, dan respon pun tidak cukup besar.
Sebaliknya jika shock di Singapura, Australia
atau Hong Kong, secara cepat shock tersebut
akan ditransmisikan ke hampir semua bursa
saham di Asia Pasifik, termasuk BEI.
pasar efisien. Harga saham yang bergerak
secara
random
tersebut
merupakan
konsekuensi dari reaksi para investor yang
rasional yang saling berkompetisi untuk
mendapatkan informasi yang baru sebelum
investor lain menemukan informasi tersebut
untuk pengambilan keputusan membeli atau
menjual saham di pasar modal. Jika harga
saham ditentukan secara rasional maka hanya
informasi yang baru saja, yang menyebabkan
harga saham berubah. Informasi lama telah
terefleksikan pada harga saham, sehingga
dengan mengasumsikan berlakunya constant
equilibrium expected return sepanjang waktu,
bila harga saham di masa datang dapat
diprediksi dengan informasi terdahulu, maka
dapat dikatakan bahwa pasar modal tersebut
tidak efisien.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka
permasalahan dalam penelitian adalah :
1. Apakah indeks harga saham global
(Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi)
berpengaruh secara simultan terhadap
pergerakan IHSG ?
2. Apakah indeks harga saham global
(Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi)
berpengaruh secara parsial terhadap
pergerakan IHSG ?
3. Berapa besar kontribusi pengaruh
indeks harga saham global (Nasdaq,
Taiex, Nikkei, Kospi)
terhadap
pergerakan IHSG ?
Originalitas
Penelitian ini adalah replikasi dari
penelitian Mansur (2004) dan Noer (2000)
yang merupakan penelitian dengan variabel
yang sama tetapi karena ketidak konsistenan
hasil penelitian maka peneliti mencoba
meneliti kembali dengan menggunakan
rentang data yang lebih panjang yaitu dari
tahun 2001 s/d 2008. Adapun batasan
penelitian ini adalah mencari korelasi
(hubungan timbal balik) antara variabel
dependen IHSG terhadap variabel independen
yang terdiri dari variabel indeks harga saham
global yang terdiri dari indeks Nasdaq (X1)
yang mewakili indeks saham global dari
benua Amerika karena diharapkan dapat
menggambarkan keadaan bursa saham
Amerika
yang
menjadi
tolak
ukur
perekonomian dunia. Indeks Taiex (X2),
Gambar 1. IHSG
Pada awal mula penulisan literatur pasar
efisien, pasar modal dikatakan efisien bila
perubahan harga saham tidak dapat diprediksi
atau random. Dengan kata lain, harga saham
mengikuti model random walk, sehingga tidak
mengherankan bila model random walk di sini
hampir dipersepsikan identik dengan hipotesis
263
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
Nikkei (X3)dan Kospi (X4) mewakili indeks
saham global dari regional asia yang secara
geografis lebih dekat dengan IHSG (Y)
sehingga pergerakan informasi lebih cepat
karena kesamaan waktu perdagangan.
November
sering tidak jelas. Secara khusus dapat
dijelaskan manfaat pasar modal adalah: Bagi
perusahaan, pasar modal akan bisa menjadi
alternatif penghimpunan dana selain sistem
perbankan. Apabila perusahaan memenuhi
kebutuhan dananya melalui perbankan maka
perusahaan tersebut akan memperoleh
dananya dalam bentuk kredit. Dalam teori
keuangan dijelaskan bahwa bagaimanapun
juga akan terdapat batasan menggunakan
hutang. Keterbatasan tersebut biasanya
diindikasikan dari terlalu tingginya debt
equity ratio (yaitu perbandingan antara hutang
dengan modal sendiri) yang dimiliki
perusahaan. Sesuai dengan balancing theory
of capital struktur, pada saat rasio hutang
dengan ekuitas sudah terlalu tinggi, maka
biaya modal perusahaan tidak lagi minimum,
tetapi akan meningkat dengan makin
banyaknya hutang yang diperdagangkan.
Dalam keadaan tersebut perusahaan akan
terpaksa menahan diri untuk perluasan usaha
kecil kalau bisa mendapatkan dana dalam
bentuk equity (modal sendiri). Pasar modal
memungkinkan perusahaan menerbitkan
sekuritas yang berupa surat tanda hutang
(obligasi) ataupun surat tanda kepemilikan
(saham). Dengan demikian, perusahaan bisa
menghindarkan diri dari kondisi debt to equity
ratio yang terlalu tinggi sehingga justru
membuat cost of capital of the firm tidak lagi
minimal. Dalam teori keuangan dijelaskan
bahwa setiap dana, baik hutang maupun
modal sendiri, mempunyai biaya dana (cost of
capital). Hanya untuk modal sendiri biaya
tersebut
implisit,
atau
opportunistic,
sedangkan untuk hutang bersifat eksplisit
karena
benar-benar
dikeluarkan
oleh
perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga.
Bagi investor, alternatif investasi selain
investasi pada sistem perbankan dan riil aset.
Dengan adanya pasar modal, pemodal
dimungkinkan untuk melakukan diversifikasi
dan membentuk portofolio investasi sesuai
dengan preferensi resiko dan tingkat
kuntungan yang dikehendaki. Resiko yang
tinggi, berarti return yang akan diterima pun
semakin tinggi. Pemodal juga punya
kesempatan untuk merubah portofolio setiap
saat. Hal itu dikarenakan investasi pada
sekuritas di pasar modal mempunyai likuiditas
yang tinggi ditunjukkan dengan mudah dan
cepatnya proses jual beli di pasar modal.
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Pasar Modal
Menurut UU Pasar Modal RI No. 8 tahun
1995 (Mansur, 2004), pasar modal
didefinisikan
sebagai
kegiatan
yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga profesi yang berkaitan dengan
efek. Sementara Bursa Efek adalah pihak
yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem atau sarana untuk mempertemukan
penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain
yang bertujuan memperdagangkan efek
diantara mereka secara teratur, wajar dan
efisien.
Fungsi Pasar Modal
Pasar modal memiliki 2 fungsi utama
yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan
(Husnan, 2001). Dalam melaksanakan fungsi
ekonominya, pasar modal menyediakan
fasilitas untuk memindahkan dana dari leader
(pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke
borrower (pihak yang memerlukan dana).
Dengan menginvestasikan kelebihan dana
yang mereka miliki, leader mengharapkan
akan memperoleh imbalan dari penyerahan
dana tersebut. Dari sisi borrower tersedianya
dana dari pihak luar memungkinkan mereka
melakukan investasi tanpa harus menunggu
tersedianya dana dari hasil operasi
perusahaan. Dalam proses ini diharapkan akan
terjadi peningkatan produksi, sehingga
akhirnya secara keseluruhan akan terjadi
peningkatan
kemakmuran.
Fungsi
ini
sebenarnya juga dilakukan oleh intermediasi
keuangan lainnya, seperti lembaga perbankan.
Hanya bedanya dalam pasar modal
diperdagangkan dana jangka panjang dan
dilakukan secara langsung, tanpa perantara
keuangan. Untuk fungsi keungan dilakukan
dengan menyediakan dana yang diperlukan
oleh para borrower dan leaders menyediakan
dana tanpa harus terlibat langsung dalam
kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk
investasi tersebut. Meskipun harus diakui
perbedaan fungsi ekonomi dan keuangan ini
264
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
Bagi pemerintah, pasar modal akan
menunjang
pelaksanaan
pembangunan
nasional
dalam
rangka
peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Hal ini
karena pasar modal berfungsi sebagai sarana
untuk memobilisasi dana yang bersumber dari
masyarakat ke berbagai sektor dengan
melaksanakan investasi. Dengan adanya
mobilisasi dana tersebut, maka akan terjadi
hubungan yang saling menguntungkan antara
pihak masyarakat yang kelebihan dana dan
dengan perusahaan yang kekurangan dana,
sehingga
akan
terjadi
peningkatan
kemakmuran secara keseluruhan.
Pengaruh
Indeks
Terhadap IHSG
Bursa
Contagion Effect Theory
Para ahli berpendapat bahwa kondisi
perekonomian suatu negara akan berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian negara lain.
Kondisi krisis negara-negara Asia tahun 1997
menurut penelitian Bank Dunia terutama
disebabkan oleh adanya contagion effect
(domino effect) dari negara lain (Tan et.al,
1998). Belajar dari krisis tahun 1997,
Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang ternyata hingga saat ini masih
sangat tergantung pada kondisi perekonomian
luar negeri terutama yang berkaitan dengan
investasi. Akibatnya, kondisi pasar modal di
Indonesia diduga dipengaruhi oleh kondisi
luar negeri terutama kondisi pasar modal yang
ada pada negara-negara maju.
Global
Keterkaitan pasar modal Indonesia dengan
pasar modal luar negeri dimulai setelah
diperbolehkannya para investor untuk ikut
menguasai saham-saham yang tercatat di
Bursa Efek Jakarta (BEJ). Investasi portofolio
asing berperan sangat penting di pasar modal
manapun (Mobius, 1998). Diperkenalkannya
investor asing ke pasar tentu saja berfungsi
sebagai katalis yang mendorong investasi
lokal. Investasi asing berpengaruh dalam
menyorot perusahaan yang memberikan
informasi keuangan paling transparan dan
valuasi terbaik, masuknya dana-dana asing ke
pasar-pasar baru berpengaruh jelas dan
menguntungkan bagi pertumbuhan dan
struktur pasar.
Walaupun peranan investor domestik
makin meningkat akan tetapi terdapat
kebiasaan dari investor domestik untuk
melakukan strategi mengekor pada investor
asing atau setidaknya investor domestik
menggunakan perilaku investor asing sebagai
acuan (Cahyono, 2000) sehingga saat investor
asing melepas sahamnya investor domestik
pun ikut-ikutan, akibatnya indeks dapat turun
semakin tajam.
Investor asing menanamkan modalnya
pada bursa seluruh dunia sehingga antara
bursa-bursa didunia mempunyai keterkaitan
secara global. Kejadian dan dinamika harga
saham antara satu bursa dengan bursa yang
lain saling pengaruh mempengaruhi terutama
dengan bursa dari negara-negara berdekatan
misalnya crash yang terjadi di bursa
Singapura akan mengakibatkan crash pada
bursa-bursa Taiwan, Hongkong, Jepang
maupun Indonesia.
Teori Pasar Kuat Terhadap Pasar yang
Lebih Lemah
Menurut para ahli, liberalisasi dalam
bidang
perekonomian
cenderung
menguntungkan perekonomian negara maju
dan
berdampak
merugikan
terhadap
perekonomian
negara
yang
sedang
berkembang akibat lemahnya pondasi
perekonomian yang dimilikinya. Pola
pengembangan perekonomian antara negaranegara maju (developed countries) ternyata
memiliki perbedaan dengan negara-negara
yang sedang berkembang (developing
countries). Menurut Hatten et.al, 1986
(Abdalla dan Murinde, 1997)., dalam
perekonomian dunia saat ini, suatu negara
yang memiliki capital yang kuat pasti unggul
dalam setiap transaksi perekonomian.
Keadaan Sekarang
Pada oktober 2007, S&P 500 Index
ditutup pada posisi tertinggi 1,565. Pada satu
tahun kemudian (Oktober 2008), S&P 500
Index terjun bebas sebesar 41.9 % faktanya
angka ini merupakan angka terendah dalam
pasar modal amerika sejak april 2003, atau
hampir sama dengan kehancuran pasar pada
1092 (great depretion). dalam sejarahnya,
pelemahan
pasar
mempunyai
tingkat
kehancuran rata-rata 32%. Bagaimanapun, ada
tiga priode yang dilalui ketika kehancuran
pasar mencapai tingkat yang menghawatirkan.
Great Depretion 1929 mencatat tingkat
kehancuran pasar mencapai 86 %, tahun
265
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
1973-74 pada saat krisis energi yang berakibat
pada pasar termasuk menurunkan pasar pada
tingkat 48 %,dan pada awal dekade ini pasar
telah jatuh pada posisi 49 %. Pasar modal
Indonesia yang pada awal krisis 1997 juga
mencapai tingkat terendah menunjukkan
adanya pola yang sejalan dengan pergerakan
keadaan ekonomi suatu negara seperti yang
juga terjadi pada akhir tahun 2008 sehingga
menyebabkan beberapa kali pihak Bapepam
men suspend untuk menyelamatkan pihak
investor yang melakukan investasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pasar modal tidak bisa
lepas dari semua informasi yang dapat
mempengaruhi pasar modal itu sendiri.
November
pada negara kecil, dan bahkan untuk negara
besar ketetapan Feldstein-Horioka ini bisa
melemahkan pada dekade terbaru operator
pasar yang tamak, biasanya orang asing.
Pandangan ini utamanya terkenal dalam
pemerintahan negara yang terkena dampak
krisis. ditahun 1960, penelitian tanpa nama
‘‘gnomes of Zurich’’ bahwa kesalahan negara
britain adalah persoalan pada neraca
pembayaran
mereka;
ditahun
1990.
Pandangan berlawanan arah mengatakan
krisis adalah sesuatu yang dibuat sendiri, dan
pasar
modal
memerlukan
peraturan
pemerintah yang melindungi. Pemikiran baru
dalam krisis akan menentang pandangan lain
bahwa tidak seratus persen benar. Hal itu bisa
menjadi “daerah abu-abu” yang luas dimmana
kebijakan
pemerintah
tidak
mampu
menghalang krisis,beberapa krisis tidak bisa
dielakkan dan bahkan dalam faktanya tidak
terjadi tanpa campur tangan international
capital outflows.
Tanpa ada dorongan dari pemerintah,
maka investor asing akan membawa keluar
investasi mereka (Detragiache, 1996 dan
Obstfeld, 1996 dalam Perotti dan Oijen,
2001). Sebagai contoh, sebuah negara dengan
hutang jangka pendek dengan satuan ukur
dolar milik pemerintah dan sedikit cadangan
dolar-posisi Mexico dibulan December 1994,
mungkin mengalami krisis pada masa depan
jika sebelumnya pihak pemberi pinjaman
secara tiba-tiba meminta pembayaran dengan
dolar, dan jika tidak ditemukan pemberi
pinjaman dolar. Maka, krisis bisa dipastikan
terjadi, seperti yang sudah terjadi pada bank,
yang
mana
dapat
menghasilkan
ketidakseimbangan
pada
pasar
asset
internasional, dan waktu pembayaran saat
krisis sedikit tidak menentu. Gambaran ini
bisa menjelaskan mengapa pasar modal dapat
masuk kedalam kehancuran sebelum krisis
muncul kepermukaan. Usaha untuk menjamin
tingkat pertukaran (atau mengatur sebelumnya
harga tertinggi saat keadaan krisis) dapat
membawa kepada kondisi sangat rentan ketika
kemungkinan munculnya krisis kredit
internasional. Ketika Bank lokal dan
perusahaan meminjam dengan sangat percaya
diri didalam tingkat pertukaran, mereka
mungkin meminjam dolar atau yen tanpa
cukup perlindungan nilai dari resiko,
menimbulkan ratio hutang mereka dalam
laporan keuangan mereka. Mereka mungkin
Krisis di Pasar Modal
Pada tahun 1982 saat krisis menghantam
pasar modal negara negara berkembang.
Banyak dari negara tersebut adalah dari
Amerika Latin, Secara perlahan mencengkram
keadaan, selagi debitur yang berkuasa dan
pihak kreditur mereka goyah dipinggir dari
masa jatuh tempo hutang mereka. Tetapi
ditahun 1990, krisis hutang memberikan jalan
untuk memperbaharui struktur modal mereka,
sebagai hasil dari kombinasi permasalahan
hutang yang berkepanjangan, Reformasi
ekonomi yang meluas, dan tingkat suku bunga
Amerika yang rendah (Calvo et.al, 1996
dalam Hatter, 1996).
Ditahun 1990, krisis nilai tukar uang
mengganggu pasar modal di eropa, amerika
Latin, dan Asia. Diluar Europa, krisis
menjalar ke pasar modal, menimbulkan
kengerian disuatu negara, dan suatu saat
membawa kepada krisis yang parah. Banyak
dari negara di Asia berusaha menghindari
permasalahan hutang pada sekitar tahun 1980,
tapi beberapa negara mendapat terpaan krisis
yang dahsyat pada tahun 1990. Krisis
melahirkan perdebatan yang tajam yang saling
berlawan arah. Satu pihak meng-klaim bahwa
kegagalan ekonomi merupakan akibat dari
fenomena yang saling berkaitan hal pertama
yang disorot oleh Feldstein dan Horioka pada
tahun 1980 adalah kecilnya tingkat rata-rata
current account balances untuk negara
industri di awal setelah perang usai. Hal ini
menggiurkan bagi dugaan atas observasi
Feldstein-Horioka bahwa pasar modal tentu
saja tidak berhasil mengelola dana simpanan
dikeseluruhan negara. Bagaimanapun, ketidak
seimbangan pada negara besar lebih terbukti
266
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
percaya hal itu akan terjadi bila kondisi telah
krisis, pemerintah berjanji untuk menetapkan
nilai tukar untuk menahan hal yang telah
terjadi dengan melakukan dana talangan
(bailed out) untuk satu arah atau yang lainnya.
Peminjam berharap berhadapan dengan resiko
kecil kerugian bahkan jika bailout tidak
diberikan, karena mereka hanya punya sedikit
atau tidak sama sekali modal dalam
pertaruhan ini.
Masalah ini menjadi sangat parah di
negara berkembang, dimana pihak pengambil
kebijakan tidak dapat bertindak, lembaga
keuangan mengalami kehancuran, dan bahkan
reputasi pemerintah diragukan. Ketika
sentimen pasar menentukan kembali tingkat
nilai tukar, pemerintah terpaksa mengambil
langkah pendek menentukan nilai mata uang
asing
dalam
beberapa
cara.
Sejak
pemerintahan
dalam
waktu
sama
menggunakan cadangan mata uang asing
(dalam usaha yang sia-sia untuk menahan
nilai tukar) dan tidak dapat meminjam lebih
banyak pada pasar, maka kehancuran nasional
akan datang dengan segera (Dı´az-Alejandro
(1985) dalam Sergio et.al.,2005), gambaran
pengalaman Chile diawal 1980 an,
memberikan perhitungan klasik dalam proses
ini.
Institusi keuangan lokal di awal tahun
1990 meminjam dengan tingkat suku bung
rendah dalam dollar U.S yang lebih
menguntungkan dari tingkat suku bunga
meksiko. Dibanyak kasus mereka melakukan
design alat cara spesial untuk mengelabuhi
pembuat kebijakan Mexican (Garber and Lall,
1998 dalam Sergio et.al., 2005). Ketika peso
krisis pada akhir 1994, pemerintah Mexico
menemukan hal itu merupakan lapisan terluar
diantara krisis keuangan sektor swasta selama
permasalahan muncul dari kepemilikan
pemerintah atas dollar terhadap pinjaman luar
negeri. Itu terlihat tidak ada pilihan tapi untuk
mempersiapkan cadangan luar negeri dan
likuiditas untuk bank, demikian cepat peso
menurunkan nilai. Contoh serupa dapat
dijumpai di Asia. Ketika IMF melakukan
observasi terhadap Thailand (Folkerts-Landau
et. al. dalam Kwon dan Bacon,1997). Banyak
bank percaya terhadap lindung nilai atas nilai
hutang luar negeri mereka, pengamat percaya
itu hanya untuk pihak perusahaan saja.
Kombinasi dari buruknya nilai tukar dan
perbedaan secara global (kebanyakan lebih
tinggi) tingkat suku bunga dalam negeri
dipersiapkan sebuah dorongan yang kuat
untuk perusahaan untuk mengambil hutang
mata uang asing. Sejak dari sekarang,
penambahan untuk kepemilikan nilai tukar
asing,
bank
berharap
mendapatkan
pembukaan tidak langsung dalam bentuk
resiko kredit untuk perusahaan dalam
meminjam dalam mata uang asing.
Pihak otoritas internasional ikut campur
dalam pelaksanaan pasar pertukaran sejak
krisis
dimulai
Mei
1997,
dengan
mempercayakan kontrak dibawah kendali
pemerintah akan menjamin perdagangan masa
depan dolar kepada Bath mendekati titik harga
sekarang. Kebijakan ini meng-ijinkan banyak
perdagangan dalam dolar untuk melindungi
hutang mereka tetap rendah. Sebagai hasilnya,
pihak pemerintah Thai terjebak dalam
milyaran hutang nilai tukar asing setelah bath
mengambang
pada
bulan
juli,
dan
penambahan hutang ini membawa kepada
krisis yang lebih dalam. Ketika krisis mata
uang sampai di Eropa pada 1992, pemerintah
tidak menanggapi secara serius sehingga
menimbulkan pertanyaan. Nilai tukar mata
uang euro pada saat krisis tidak terlalu
berfluktuasi yang berakibat merusak seperti
di Mexico dan Asia, pasar modal juga tidak
terganggu, dan mereka tidak perlu untuk
mencari bantuan dari negara lain atau IMF.
Pada episode Asia Timur terbaru kembali
dipertegas kebutuhan untuk bisa memonitor
dan membuat regulasi dari asset dan hutang
dari institusi keuangan. Episode terbaru juga
menegaskan seringkali gejolak politik
Membawa perubahan, kekurangan tenaga ahli
lokal, dan kesulitan menentukan secara tajam
karakter resiko dari asset dan hutang.
Khususnya saat suku bunga nominal Bath
melebihi Dollar Amerika maka ada
kemungkinan bath akan krisis dan pemberi
pinjaman bath tidak terlalu perduli dari
ancaman kerugian akibat perubahan nilai
tukar. Bentuk seperti itu akan stabil dengan
perlindungan tingkat tinggi dari dari
pemerintah.
Masalah yang melekat dan berhadapan
dengan semua negara, industrial dan
pengembang, adalah kesulitan yang sangat
dalam mengawasi institusi keuangan yang
melakukan transaksi luar negeri diluar
jangkauan pengawasan. Sejak awala 1970,
Bank untuk pembayaran International bekerja
267
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
untuk memperkenalkan regulasi kerjasama
dan menyediakan pengawas yang bertanggung
jawab diwilayah yang berpotensial jatuh.
mewakili bursa saham Jepang, Indeks Kospi
mewakili bursa saham Korea.
Kerangka Konseptual
Indeks Harga Saham
Global :
- Indeks Nasdaq (X1)
- Indeks Taiex (X2)
- Indeks Nikkei (X3)
- Indeks Kospi (X4)
November
H1
IHSG
(Y)
Gambar 2.
Kerangka Konseptual Penelitian
I. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah penelitian,
maka hipotesis penelitian ini adalah : Indeks
harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei,
Kospi) berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap pergerakan IHSG .
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif. Data
kuantitatif adalah data yang berbentuk angkaangka maupun data kualitatif yang
diangkakan, Sugiyono (2004). Berdasarkan
sumbernya data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Menurut
Indriantoro dan Bambang Supomo (2000)
data sekunder merupakan data yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung, yaitu data yang
diperoleh dalam bentuk sudah jadi, telah
dikumpulkan dan diolah pihak lain. Data
sekunder dalam penelitian ini berupa laporan
IHSG yang diperoleh dari Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2001 s/d 2008, antara
lain :
1. Daftar indeks harga saham gabungan dari
BEI (2001-2008)
2. Indeks harga saham global (2001-2008)
Model dan Teknik Analisa Data
Model analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Model analisis regresi linier berganda
digunakan untuk mengetahui pengaruh indeks
bursa global yang terdiri dari beberapa
indikator terhadap pergerakan IHSG secara
simultan atau parsial.
Untuk ketetapan perhitungan dan
mengurangi human error penelitian ini tidak
melakukan secara manual akan tetapi dengan
menggunakan program komputer untuk
pengolahan data statistik, yaitu program IBM
SPSS versi 19.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian kausal
yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
: Indeks harga saham global (Indeks Nasdaq
(X1), Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3),
Indeks Kospi (X4)) sebagai variabel
independen, serta pergerakan IHSG (Y)
sebagai variabel dependen.
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah di
Indeks Harga Saham Gabungan dari tahun
2001 s/d 2008 yang diambil dari data per
bulan sehingga didapat 96 bulan data. Sampel
adalah bagian populasi yang diharapkan dapat
mewakili populasi. Sampel yang digunakan
adalah IHSG yang dikeluarkan BEI dalam
kurun waktu 8 tahun dimulai dari tahun 2001
sampai 2008 dimana IHSG fluktuatif terjadi
dalam kurun waktu tersebut. Sampel Indeks
Harga Saham Global yang terdiri dari Indeks
Nasdaq, Taiex, Nikkei dan Kospi diambil dari
data yang telah dirangkum Yahoo/finance dari
tahun 2001 s/d 2008 dimana Indeks Nasdaq
mewakili bursa saham Amerika, Indeks Taiex
mewakili bursa saham Taiwan, Indeks Nikkei
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas Data
Uji ini berguna untuk tahap awal dalam
metode pemilihan analisis data. Jika
data
normal,
gunakan
statistik
parametrik dan jika data tidak normal
gunakan statistik non parametric atau
lakukan threatment agar data normal.
Tujuan uji normalitas adalah ingin
mengetahui apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal.
Cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak adalah
dengan
dilakukan
Kolmogorov
268
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
maka dipergunakan Durbin Watson
Statistik,
yaitu dibandingkan dtabel
dengan nilai dwhitung dengan tingkat
signifikansi 5% dengan df=n-k-1
(Ghozali, 2001).
Smirnov, distribusi data dikatakan
normal jika signifikansi > 0,05.
Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanaya
korelasi diantara varaiabel bebas.
Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara varaiabel
bebas. Pengujian multikolinearitas
dilakkan dengan melihat nilai VIF dan
korelasi diantara variabel bebas. Jika
nilai VIF dibawah 10 hal ini
menunjukkan tidak terjadi problem
multikolinearitas. Sedangkan hasil
perhitungan nilai tolerance juga
menunjukkan tidak ada varaiabel bebas
yang nilainya kurang dari 0,10 yang
berarti tidak ada korelasi antar variabel
bebas yang nilainya lebih dari 95 %, hal
ini berarti tidak terjadi multikolinearitas
(Ghozali, 2001)
Uji Hipotesis
Alat analisis yang digunakan adalah
Analisis
Regresi
Berganda
(Multiple
Regretion), yang dirumuskan sebagai berikut :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e
Dimana :
Y
= IHSG
X1
= Indeks Nasdaq
X2
= Indeks Taiex
X3
= Indeks Nikkei
X4
= Indeks Kospi
b1-4 = Koefisien Regresi
e
= Error
Untuk melihat pengaruh yang diberikan
oleh variabel bebas terhadap variabel terikat
secara simultan adalah dengan menggunakan
uji F, dengan tingkat keyakinan 95 % ( =
0,05). Dengan bantuan software Statistik
SPSS versi 19 akan diperoleh Fhitung yang
kemudian dibandingkan dengan Ftabel pada
tingkat keyakinan 95 % ( = 0,05). Kriteria
pengujian, yakni :
F hitung  F tabel = H1 diterima
F hitung  F tabel =H1 dapat ditolak
Uji Heterokedastisitas
Untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan
variance
dari
residual
suatu
pengamatan kepengamatan yang lain
dengan cara melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik plot antara nilai
prediksi variabel
terkait dengan
residualnya. Jika variance dari residual
satu pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heterokedastisitas.
Gejala heterokedastisitas dapat diuji
dengan menggunakan uji Gletser yaitu
dengan meregres nilai absolut residual
terhadap variabel bebas (Ghozali,
2005). Heterokedastisitas dengan uji
Glejser tidak terjadi apabila tidak
satupun variabel bebas signifikan secara
statistik mempengaruhi variabel terikat
nilai Ut (AbsUd). Hal ini terlihat dari
probabilitas signifikannya diatas 5 %.
atau :
Nilai signifikan Fhitung > 0,05, Maka H1
dapat ditolak.
Nilai signifikan Fhitung  0,05, Maka H1
dapat diterima.
Selanjutnya
untuk
mendeskripsikan
pengaruh secara parsial antara variabelvariabel bebas terhadap variabel terikat
dengan melihat hasil uji-t dengan asumsi
bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan
tingkat keyakinan 95 % ( = 0,05). Dengan
bantuan software Statistik SPSS versi 19 akan
diperoleh thitung yang kemudian dibandingkan
dengan ttabel pada tingkat keyakinan 95 % (
= 0,05). Kriteria pengujian, yakni :
t hitung  t tabel = X1 ; X2 ; X3 ; X4
berpengaruh terhadap Y
t hitung  t tabel = X1 ; X2 ; X3 ; X4 tidak
berpengaruh terhadap Y
atau :
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah keadaan dimana
variabel gangguan pada periode tertentu
berkorelasi dengan variabel lain,
dengan kata lain varaiabel gangguan
tidak random. Untuk menguji apakah
hasil-hasil estimasi model regresi
tersebut tidak mengandung korelasi
serial diantara disturbance term-nya,
269
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
Nilai signifikan thitung > 0,05, Maka X1 ; X2
; X3 ; X4 berpengaruh terhadap Y
Nilai signifikan thitung ≤ 0,05, Maka X1 ; X2
; X3 ; X4 tidak berpengaruh terhadap Y
Untuk melihat besar kontribusi pengaruh
variabel Indeks Harga Saham Global terhadap
IHSG adalah dengan melihat nilai R2 atau
coefficient
of
determination
yang
menunjukkan persentase dari variasi variabel
IHSG yang mampu dijelaskan oleh model.
Nilai koefisien determinasi adalah diantara
nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen.
HASIL dan PEMBAHASAN
Deskripsi Data Penelitian
Statistik deskriptif untuk setiap variabel
dependen dan independen yang dianalisis
disajikan pada Tabel 1. Variabel dependennya
adalah IHSG (Y). Variabel independen yang
digunakan dalam analisis ini sebanyak 4
(empat) variabel, yaitu Indeks Nasdag (X1),
Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan Indeks
Kospi (X4). Hal tersebut terdapat pada Tabel
1. sebagai berikut :
Tabel 1.
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
N
Min
Max
Mean
Std.
Deviation
IHSG
96
358
2745
1126,61
717,030
Nasdaq
96
1172
2859
2035,78
379,999
Taiex
96
3636
9711
6225,39 1382,826
Nikkei
96
7831 18138 12566,52 2864,910
Kospi
96
Valid N
(listwise)
479
2064
1068,65
November
IHSG tertinggi sebesar 2745 dan yang
terendah 358. Tingkat penyimpangan standar
(standard deviation) dari rata-rata sebesar
717.03.
Indeks Nasdaq (X1) adalah indeks harga
saham amerika dalam kurun waktu 2001–
2007 besarnya nilai indeks saham Nasdaq
rata-rata sebesar $ 2.035,78. Nilai indeks
saham Nasdaq tertinggi sebesar $ 2.859
dengan indeks saham Nasdaq terendah
sebesar $ 1172. Dengan standar deviasi dari
rata-rata indeks saham Nasdaq sebesar $
379,99.
Indeks Taiex (X2) adalah indeks harga
saham Taiwan dalam kurun waktu 2001–2008
besarnya nilai indeks saham Taiex rata-rata
sebesar $ 6.225,39. Nilai indeks saham Taiex
tertinggi sebesar $ 9.711 dengan indeks saham
Taiex terendah sebesar $ 3.636. Dengan
standar deviasi dari rata-rata indeks saham
Taiex sebesar
$ 1.382,83.
Indeks Nikkei (X3) adalah indeks harga
saham Jepang. Dalam kurun waktu 2001–
2008 besarnya nilai indeks saham Nikkei ratarata sebesar $12.566,52. Nilai indeks saham
Nikkei tertinggi sebesar $ 18.138 dengan
indeks saham Nikkei terendah sebesar $
7.831. Dengan standar deviasi dari rata-rata
indeks saham Nikkei sebesar $ 2.864,91.
Indeks Kospi (X4) adalah indeks harga
saham Korea. Dalam kurun waktu 2001–2008
besarnya nilai indeks saham Korea rata-rata
sebesar $ 1.068,65. Nilai indeks saham Kospi
tertinggi sebesar $ 2.064 dengan indeks saham
Kospi terendah sebesar $ 479. Dengan standar
deviasi dari rata-rata indeks saham Nikkei
sebesar $ 428.13.
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Berdasarkan Uji One Sample
Kolmogorov Smirnov dengan bantuan
IBM SPSS Versi 19 didapatkan hasil
pada Tabel 2.
428,128
Tabel 2.
Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov
Smirnov Test
96
Sumber : Data Sekunder Diolah
Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG (Y)
merupakan indikator pergerakan harga saham
di BEI, Indeks ini mencakup pergerakan harga
seluruh saham biasa dan saham preferen. Dari
sampel yang diperoleh diketahui bahwa secara
umum rata-rata tingkat IHSG tahun 20012008 adalah sebesar 1126,61, dengan tingkat
N
Normal
Parameter
sa,b
270
Mean
Std.
Deviation
Unstandardi
zed
Residual
96
,0000000
167,829990
35
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
Most Extreme Absolute
Differences
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber : Data Sekunder Diolah
,057
,050
-,057
,563
,909
Tabel 4.
Uji Autokorelasi
Model
1
Hasil pengujian heterokedastisitas
pada penelitian ini menggunakan
program software IBM SPSS Versi 19
dengan cara mengamati pola yang
terdapat pada scatter plot, yang
hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
,182
,127
,240
,182
DurbinWatson
0,612
Uji Heterokedastisitas
Tabel 3.
Hasil Uji Multikolinieritas
(Constant)
Nasdaq
Taiex
Nikkei
Kospi
Adjusted
R Square
,943
Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa
nilai Durbin Watson sebesar 0,612 dan
sesuai dengan yang disampaikan oleh
Santoso (2000) yang menjadi patokan
terjadi tidaknya autokorelasi adalah jika
angka D-W di antara -2 sampai +2
yang berarti tidak ada autokorelasi,
dengan demikian angka/nilai Durbin
Watson sebesar 0,612 berada diantara
angka patokan yang disampaikan oleh
Santoso (2000), yang menunjukkan
bahwa tidak adanya autokorelasi antar
variabel bebas yang diteliti.
Uji Multikolinieritas
Uji
ini
dilakukan
untuk
menunjukkan ada tidaknya korelasi
yang besar diantara variabel bebas.
Hasil pengujian multikolinearitas dapat
dilihat pada tabel 3.
Berdasarkan data yang tampak pada
tabel 3 diketahui bahwa variabel bebas
yaitu : Indeks Nasdaq (X1), Taiex (X2),
Indeks Nikkei (X3) dan Indeks Kospi
(X4)
memiliki
angka
Variance
Inflaction Factor (VIF) dibawah angka
10.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan bahwa persamaan regresi
yang dipakai sebagai model analisis
tidak
terdapat
persoalan
multikolinearitas.
1
,972(a)
R
Square
,945
a Predictors: (Constant) : Kospi, Nikkei
Nasdaq, Taiex
b Dependent Variable: IHSG
Sumber : Data Sekunder Diolah
Dari hasil pengujian tersebut terlihat
tersebut besarnya nilai KolmogorovSmirnov adalah 0.563 dan signifikan
pada 0.909. Hal ini berarti bahwa data
residual
dari
seluruh
sampel
berdistribusi normal.
Model
R
5,492
7,856
4,159
5,500
a Dependent Variable: IHSG
Sumber : Data Sekunder Diolah
Uji Autokorelasi
Dalam
penelitian
ini,
uji
autokorelasi dilakukan dengan melihat
nilai Durbin Watson. Cara mendeteksi
apakah
model
yang
digunakan
mengalami gejala autokorelasi adalah
dengan melihat nilai statistik Durbin
Watson. Hasil dari nilai Durbin Watson
dapat dilihat pada tabel 4.
Sumber : Data Sekunder Diolah
Gambar 3. Hasil Uji Heterokedastisitas
Pada gambar tersebut dapat terlihat
bahwa titik-titik menyebar secara acak,
tidak membentuk sebuah pola tertentu
271
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
yang jelas, serta tersebar baik di atas
maupun dibawah angka nol pada sumbu
Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heterokedastisitas pada model regresi,
sehingga model regresi layak dipakai.
hasilnya tampak pada tabel 6.
Tabel 6.
Hasil Uji t Variabel Independen Terhadap
Variabel Dependen
Pengujian Hipotesis
Model
Hipotesis
penelitian
diuji
dengan
menggunakan uji F. Hasil uji akan digunakan
untuk mengetahui apakah variabel bebas
secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil
output regresi dengan menggunakan software
IBM SPSS Versi 19 yang dapat dilihat pada
tabel 5 berikut ini, maka dapat dilihat
pengaruh simultan Indeks Nasdaq (X1),
Indeks Taiex (X2), Indeks Nikkei (X3) dan
Indeks Kospi (X4) terhadap IHSG (Y).
1 (Constant)
1
Regression
Residual
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
t
Sig.
-611,927
115,713
-5,288
,000
,348
,109
3,203
,002
Taiex
-,004
,036
-,115
,909
Nikkei
-,060
,013
-4,787
,000
Kospi
1,694
,096
17,575
,000
Nasdaq
a Dependent Variable: IHSG
Sumber : Data Sekunder Diolah
Tabel 5.
Hasil Uji F Statistik
Model
November
Mean Square
F
Sig.
11541664,175
29405,011
392,507
,000(a)
Total
a Predictors: (Constant), Kospi, Nikkei,
Nasdaq, Taiex
b Dependent Variable: IHSG
Sumber : Data Sekunder Diolah
Hasil uji t sebagimana tampak dalam tabel
6. mengandung makna :
1. Variabel Nasdaq (X1) menunjukkan thitung
sebesar 3,203 sedangkan ttabel pada tingkat
keyakinan 95 % adalah 1,960 (3,203 >
1,960). Karena thitung > ttabel , maka artinya
indeks Nasdaq (X1) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel
IHSG sebagai variabel dependen.
2. Variabel Taiex (X2) menunjukkan thitung
sebesar -0,115 sedangkan ttabel pada tingkat
keyakinan 95 % adalah 1,960 (-0,115 <
1,960). Karena thitung < ttabel , maka artinya
indeks Taiex (X2) secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel
IHSG sebagai variabel dependen.
Dari tabel 5. diperoleh nilai Fhitung sebesar
392,507 sedangkan nilai signifikan
F-nya
adalah sebesar 0,000, yang artinya bahwa nilai
signifikan F lebih kecil dari nilai α = 0,05.
Hasil ini memberikan arti bahwa Indeks
Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks
Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) secara
bersama (simultan) mempunyai pengaruh
signifikan terhadap IHSG (Y). Dengan
demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks
Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4)
berpengaruh secara simultan terhadap IHSG
dapat
diterima.
Hasil
ini
sekaligus
memberikan bukti secara empiris bahwa
Indeks Saham Global yang diwakili oleh
Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks
Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) memiliki
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y).
Selanjutnya untuk melihat pengaruh
variabel-variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen dilakukan uji t,
3. Variabel Nikkei (X3) menunjukkan thitung
sebesar -4,787 sedangkan ttabel pada tingkat
keyakinan 95 % adalah 1,960 (-4,787 <
1,960). Karena thitung < ttabel , maka artinya
indeks Nikkei (X3) secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel
IHSG sebagai variabel dependen.
4. Variabel Kospi (X4) menunjukkan thitung
sebesar 17,575 sedangkan ttabel pada tingkat
keyakinan 95 % adalah 1,960 (17,575 <
1,960). Karena thitung < ttabel , maka artinya
indeks Kospi (X4) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel
IHSG sebagai variabel dependen.
Dengan demikian, berdasarkan hasil uji t
dengan menggunakan variabel independen
Indeks Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks
272
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) terhadap
IHSG (Y), menunjukkan bahwa secara parsial
ada 2 (dua) variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen IHSG (Y), yakni indeks Nasdaq
(X1) dan indeks Kospi (X4), sedangkan 2
(dua) variabel independen selebihnya tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen IHSG (Y), yaitu indeks
Taiex (X2) dan indeks Kospi (X3).
Selanjutnya pengujian goodness of fit
dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu
model regresi, karena variabel penelitian lebih
dari dua variabel maka kelayakan tersebut
dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square.
Dari tabel 7. dapat dilihat bahwa nilai
Adjusted R2 (koefisien determinasi) dari
persamaan regresi hipotesis adalah sebesar
94,3 % yang artinya bahwa persamaan model
analisis pada hipotesis 1 (satu) mampu
memberikan kontribusi
pengaruh Indeks
Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks
Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) terhadap
IHSG (Y) sebesar 94,3 % selebihnya lebih
banyak dijelaskan oleh faktor lainnya.
Model analisis regresi berganda antara
variabel X terhadap Y dapat diformulasikan
dalam model persamaan sebagai berikut :
Y =
- 611,927 + 0,348 X1- 0,004 X2 0,060 X3 + 1,694 X4
Dari hasil persamaan regresi berganda
tersebut, masing-masing variabel bebas dapat
diinterprestasikan pengaruhnya terhadap
IHSG sebagai berikut :
1. Nilai konstanta sebesar -611,927 artinya
apabila nilai variabel independen Indeks
Nasdaq (X1), Indeks Taiex (X2), Indeks
Nikkei (X3) dan Indeks Kospi (X4) bernilai
nol, maka nilai IHSG (Y) turun sebesar
611,927 (-611,927).
Tabel 7.
Nilai R Square Hipotesis 1 (Satu)
Mod
el
1
R
,972(a)
R
Square
Adjusted
R
Square
,945
,943
Std.
Error of
the
Estimate
171,479
Dur
binWat
son
,612
a Predictors: (Constant) : Kospi, Nikkei
Nasdaq, Taiex
b Dependent Variable: IHSG
Sumber : Data Sekunder Diolah
2. Koefisien regresi Indeks Nasdaq (X1)
sebesar 0,348 memberikan pengertian
bahwa perubahan Indeks Nasdaq (X1)
sebanyak 1 poin akan memberikan
kenaikan nilai IHSG (Y) sebesar 0,348
poin.
Berdasarkan hasil uji model (goodness of
fit), maka persamaan regresi berganda mampu
memberikan makna atas variabel yang diteliti
sebesar 94,3 %.
Pembahasan
3. Koefisien regresi Indeks Taiex (X2)
sebesar -0,004 memberikan pengertian
bahwa perubahan Indeks Taiex (X2)
sebanyak 1 poin akan memberikan
penurunan pada IHSG sebesar 0,004 poin.
Pengujian yang dilakukan terhadap model
menunjukkan bahwa model yang diajukan
secara signifikan membuktikan adanya
pengaruh secara simultan variabel nilai indeks
harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei,
Kospi) terhadap pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Hasil penelitian ini
sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu
di pasar modal bahwa ada hubungan yang
kuat antara Indeks Harga Saham Global,
namun ada juga beberapa penelitian terdahulu
hasilnya
tidak
konsisten
yang
menggambarkan bahwa tidak ada pola yang
kuat terkait dengan pengaruh dari indeks
saham global dengan pergerakan indeks harga
saham gabungan, hal ini disebabkan oleh
4. Koefisien regresi Indeks Nikkei (X3)
sebesar -0,060 memberikan pengertian
bahwa perubahan Indeks Nikkei (X3)
sebanyak 1 poin akan memberikan
penurunan IHSG (Y) sebesar 0,060 poin.
5. Koefisien regresi Indeks Kospi (X4)
sebesar 1,694 memberikan pengertian
bahwa perubahan Indeks Kospi (X4)
sebesar 1 poin akan memberikan kenaikan
IHSG (Y) sebesar 1,694 poin.
273
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
banyak faktor yang mempengaruhi investor
dalam menanggapi informasi dari bursa asing.
Analisa terhadap variabel indeks Nasdaq
memberikan kesimpulan yang mendukung
teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap
pasar yang lebih lemah dimana nasdaq
sebagai salah satu indeks saham Amerika
yang merupakan suatu negara yang memiliki
keunggulan
dalam
setiap
transaksi
perekonomian akan menjadikan setiap
informasi pergerakan pasar saham di Amerika
langsung berpengaruh ke pasar lokal.
Koefisien regresi Indeks Nasdaq (X1) sebesar
0,348
memberikan
pengertian
bahwa
perubahan Indeks Nasdaq (X1) sebesar 1 poin
akan memberikan dampak kenaikan nilai
IHSG sebesar 0,348 poin dengan kenaikan
yang searah, hal ini berarti bila Indeks
Nasdaq mengalami kenaikan sebesar 1 poin
maka IHSG akan ikut naik sebesar 0,348 poin.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
Index di Amerika berakibat baik terhadap
bursa Indonesia. Hal ini diduga akibat pasar
lokal hanya menjadi follower dari pasar yang
lebih dominan,
karena dengan kekuatan
pasar dan perekonomian yang menjadi tolak
ukur bagi negara lain maka setiap informasi
dari bursa Amerika akan selalu direspons oleh
investor lokal, hal ini juga berarti bahwa tren
masuknya investor asing khususnya dari
Amerika
ke
bursa
Indonesia
juga
mempengaruhi pergerakan indeks. Dengan
demikian terlihat bahwa pengaruh kenaikan
bursa Amerika bersifat menguntungkan
terhadap bursa Indonesia. Penelitian ini tidak
mendukung peneltian Noer (2000) dimana
bursa Amerika tidak berpengaruh secara
signifikan pada pengujian parsial terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan tetapi
penelitian ini mendukung teori tentang
pengaruh Indeks Bursa Global terhadap Bursa
Lokal.
Analisa terhadap variabel indeks Taiex
memberikan
kesimpulan
yang
tidak
mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat
terhadap pasar yang lebih lemah dimana Taiex
sebagai indeks saham Taiwan yang
merupakan suatu negara yang secara sejarah
baru merdeka sejak dilepas Inggris kepada
China sehingga belum bisa dijadikan patokan
dalam perekonomian dunia atau bagi
Indonesia sendiri, hal ini mungkin disebabkan
karena Taiwan masih dibawah bayang-bayang
China sehingga banyak Investor lebih
November
terpengaruh informasi dari China meskipun
dalam sejarah pasar modal Taiwan telah eksis
sebelum dibawah naungan China. Koefisien
regresi Indeks Taiex (X2) sebesar -0,004
memberikan pengertian bahwa perubahan
variabel Indeks Taiex (X2) sebanyak 1 poin
akan memberikan dampak penurunan IHSG
sebesar 0,004 poin dengan arah yang berbeda,
hal ini berarti bila Indeks Taiex (X2)
mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka
IHSG akan turun sebesar 0,004 poin. Hal ini
berarti Indeks Taiex (X2) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap IHSG dikarenakan
pasar lebih merespons pergerakan pasar asing
yang lebih berpengaruh seperti Nasdaq dan
Kospi dan perkembangan perekonomian
secara regional. Hasil ini bertentangan dengan
hasil penelitian Mansur (2004) karena
penggunaan rentang data yang berbeda karena
Mansur hanya menggunakan rentang data dari
tahun 2000-2002 sedangkan penulis 20012008.
Analisa terhadap variabel Indeks Nikkei
(X3) memberikan kesimpulan yang juga tidak
mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat
terhadap pasar yang lebih lemah dimana
Indeks Nikkei (X3) sebagai salah satu indeks
saham Jepang yang merupakan suatu negara
yang memiliki keunggulan dalam transaksi
perekonomian akan menjadikan setiap
informasi pergerakan pasar saham di Jepang
yang langsung berpengaruh ke pasar lokal.
Koefisien regresi Indeks Nikkei (X3) sebesar 0,060
memberikan
pengertian
bahwa
perubahan Indeks Nikkei (X3) sebanyak 1
poin akan memberikan dampak IHSG (Y)
sebesar 0.060 kearah yang berlawanan, hal ini
berarti bila Indeks Nikkei mengalami
kenaikan sebesar 1 poin, maka IHSG akan
turun sebesar 0,060 poin. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan Index di
Jepang berakibat buruk terhadap Indonesia.
Keadaan ini dimungkinkan terjadi akibat
peralihan investasi dari Jakarta ke Jepang
karena
ketika
investor
yang
sama
menanamkan investasinya di kedua pasar
(Jepang dan Indonesia) melihat adanya
pergerakan positif di pasar jepang maka sang
investor akan mengalihkan investasinya di
Indonesia sehingga menurunkan pasar
Indonesia akibat aksi jual yang bersamaan,
faktor lain karena banyak perusahaan
Indonesia bekerjasama dengan perusahaan
Jepang dari segi teknologi dan dari ekonomi
274
2011
Ali Fikri Hasibuan & Taufik Hidayat
Jepang merupakan negara dengan basis
ekonomi yang kuat. Sebaliknya ketika index
di BEI menguat di Nikkei juga ikut menguat.
Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya
menjadi follower dari pasar yang lebih
dominan. Dengan demikian terlihat bahwa
pengaruh Indonesia terhadap Jepang bersifat
menguntungkan dalam pengertian Indonesia
bukan merupakan ancaman bagi Jepang.
Sebaliknya, pengaruh pasar Jepang terhadap
Jakarta bersifat merugikan, dimana Jepang
mempunyai kemampuan untuk menekan pasar
Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Wondabio (2005) dan Mansur
(2004).
Analisa terhadap variabel Indeks Kospi
(X4)
memberikan
kesimpulan
yang
mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat
terhadap pasar yang lebih lemah dimana
Kospi sebagai salah satu indeks saham Korea
yang merupakan suatu negara yang memiliki
keunggulan
dalam
setiap
transaksi
perekonomian akan menjadikan setiap
informasi pergerakan pasar saham di Korea
langsung berpengaruh ke pasar Indonesia.
Koefisien regresi Indeks Kospi (X4) sebesar
1,694
memberikan
pengertian
bahwa
perubahan variabel Indeks Kospi (X4)
sebanyak 1 poin akan memberikan dampak
kenaikan IHSG (Y) sebesar 1,694 poin, hal ini
berarti bila Indeks Kospi mengalami kenaikan
sebesar 1 poin maka IHSG akan naik sebesar
1,694 poin. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan Index di Korea berakibat baik
terhadap Indonesia. Hal ini dimungkinkan
karena perekonomian Korea yang dalam
beberapa tahun terakhir stabil sehingga
fondasi pasar modal juga kuat . Hal ini diduga
akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari
pasar yang lebih dominan. Dengan demikian
terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap
Korea bersifat menguntungkan dalam
pengertian Indonesia bukan merupakan
ancaman bagi Korea. Tetapi karena tren
investor belum dominan memilih pasar Korea
sebagai tempat investasi dibanding pasar
Jepang atau hanya menggunakan informasi
dari pasar Korea sehingga setiap informasi
akan menghasilkan korelasi positif. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
Mansur (2004).
KESIMPULAN, KETERBATASAN dan
SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
penelitian yang telah diuraikan sebelumnya
maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Secara simultan variabel indeks harga
saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei,
Kospi) berpengaruh terhadap pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Hal ini memberikan kesimpulan yang
mendukung penelitian penelitian Moh.
Mansur (2002) dimana secara bersamasama indeks harga saham global
berpengaruh terhadap pergerakan IHSG
baik positif atau negatif.
2. Secara parsial variabel indeks harga saham
global (Nasdaq dan Kospi) berpengaruh
terhadap pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG)
secara signifikan,
sedangkan variabel indeks Taiex dan
Nikkei berpengaruh tidak signifikan
terhadap IHSG hal ini bertentangan dengan
hasil
penelitian
Mansur
(2002)
dikarenakan penggunaan data yang
digunakan terlalu pendek sehingga tidak
mencerminkan keadaan.
3. Kontribusi pengaruh variabel indeks harga
saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei,
Kospi) berpengaruh terhadap pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
adalah sebesar 94,3 %, selebihnya lebih
banyak dijelaskan oleh faktor lainnya.
Keterbatasan
Peneliti menyadari bahwa masih banyak
terdapat beberapa kelemahan yang ada dalam
penelitian ini, yaitu penentuan sampel yang
hanya pada periode 2001-2008 yang sebagian
besar rentang data berada pada kondisi pasar
normal dan stabil.
Saran
Berdasarkan keterbatasan peneliti, maka
masih perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap penelitian ini. Saran tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya perlu menambah
jumlah tahun sampel mulai tahun 1997
275
262 – 276
Jurnal keuangan dan Bisnis
awal mula krisis ekonomi di Indonesia
sehingga akan lebih jelas pola hubungan
antara setiap variabel.
2. Bagi investor, dengan melakukan investasi
di pasar modal berarti harus dapat
mengaplikasikan teori pasar efisien yang
berarti
setiap
informasi
dapat
mempengaruhi pergerakan harga dan
keputusan investor, hal ini didasarkan pada
signifikannya pengaruh informasi dari
pergerakan nilai tukar mata uang dan
indeks harga saham global terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Indonesia bisa
memberikan data yang valid dan up to date
terkait dengan masalah penelitian ini.
November
Mansur, Moh. (2004). Pengaruh Indeks Bursa
Global Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek
Jakarta (BEJ) Periode Tahun 2000-2002.
Jurnal Sosio Economi 7, Edisi November
2004.
Mobius, J. Mark. (1998). Mobius on
Emerging Market : Prospek Investasi di
Pasar-Pasar Baru. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.
Noer, Azam Achsani. (2000). Mencermati
Kejatuhan Indeks Dow Jones : Akankah
Indeks BEJ Ikut Terseret? Postdam :
University of Potsdam.
Perotti, E. C., and Oijen, P. (2001).
Privatization, Political Risk and Stock
Market Development in Emerging
Economies. Journal of International
Money and Finance, Vol.20, pp. 43-69.
Santoso, Singgih. (2000). Latihan SPSS
Statistik Parametrik. Jakarta : Penerbit PT
Elex Media Computindo.
Sergio, L. Smulke. Pablo, Zaido. Marina,
Halac. (2005). Financial Globalization,
Crisis and Contagion. International
Economic Journal, Vol. 10, No. 2,
Summer, pp. 121-130.
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis.
Cetakan Ketujuh. Bandung : Alfabeta.
Tan, Jose Antonio R, Contagion. (1998).
Effects During the Asian Financial Crisis:
Some Evidence from Stock Price Data
(Pacific Basin Working Paper Series,
Center for Pacific Basin Monetary and
Economic Studies Economic Research
Department Federal Reserve Bank of San
Francisco..
Wondabio, Ludovicus Sensi. (2005). Analisa
Hubungan Index Harga Saham Gabungan
(IHSG) Jakarta (JSX), London (FTSE),
Tokyo (Nikkei) dan Singapura (Ssi).
Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9
Padang K-AKPM7.
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla, I. S. A., V. & Murinde. (1997).
Exchange Rate and Stock Price
Interactions in Emerging Financial
Markets: Evidence on India, Korea,
Pakistan, and the Philippines. Applied
Financial Economics, Vol.7.
Azman, Muzafar, Syah H. M, Azali. (2002).
Stock Price And Exchange Rate
Interaction In Indonesia : An Empirical
Inquiry. Jurnal Ekonomi dan Keuangan,
Volume 1 Nomor 2002.
Cahyono, Jaka E. (2000). 22 Strategi dan
Teknik Meraih Untung di Bursa Saham.
Jilid 1. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Ghozali, Imam. (2001). Analisis Multivariate
Dengan Program SPSS. Semarang :
Penerbit UNDIP.
Hatter.
Mary
Louise.
(1996).
Macroeconomics for Management. 2nd
Edition. Englewood Cliffs New Jersey :
Prentice-Hall.
Husnan, Suad. (2001). Dasar-Dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas.
Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.
(2000). Metodologi Penelitian Bisnis.
Edisi Pertama. Yogyakarta : Penerbit
BPFE.
Kwon, C. S., and Bacon, F. W. (1997). The
Effect of Macroeconomic Variables on
Stock Market Returns in Developing
Markets. Multinational Business Review,
Fall, pp.63-70.
276
Download