3 2 TINJAUAN PUSTAKA Taxus sumatrana Taxus sumatrana atau dikenal dengan Sumatran yew (Cemara Sumatra) merupakan salah satu jenis Taxus yang tumbuh alami di Indonesia. Tanaman tersebut dapat berbentuk semak sampai pohon dengan tinggi bisa mencapai 30 m (Gambar 1). Daunnya berbentuk elips, berwarna hijau zaitun dengan ukuran panjang 1,8 – 3,0 cm, lebar 2,0 – 2,5 mm dan tebal 200 – 275 µm. Warna kulit batang merah keabu-abuan dengan tebal kulit 0,5 – 0,8 cm. Bunga jantan biasanya tidak terlihat sedangkan bunga betina berbentuk subsilindris dengan panjang 2 mm dan lebar 1 mm. Buah berbentuk kerucut dengan panjang 4 mm dan lebar 2 mm, mengerucut dari tengah ke atas (Spjut 2003). Taxus sumatrana mempunyai klasifikasi sebagai berikut (CITES 2004): Divisi : Coniferophyta Kelas : Pinopsidae Bangsa : Taxales Suku : Taxaceae Marga : Taxus Jenis : Taxus sumatrana (Miquel) de Laubenfels Gambar 1 Pohon dan daun Taxus sumatrana (Sumber: koleksi pribadi, 2011) Menurut Siaran Pers Departemen Kehutanan (2009), Taxus sumatrana tumbuh secara alami di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) pada ketinggian 1400–2300 mdpl pada punggung-punggung bukit atau tepian jurang. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang potensial untuk dikembangkan baik untuk tujuan konservasi maupun produksi. Kulit, daun, cabang, ranting dan akar dari Taxus merupakan sumber taksol yang digunakan dalam pengobatan 4 kemoterapi berbagai jenis kanker. Tingginya tingkat eksploitasi untuk memperoleh bahan aktif taksol dari penebangan pohon dan pengulitan batang menyebabkan populasi Taxus menurun. Produksi satu kg paclitaxel membutuhkan 6,7 ton kulit batang pohon Taxus atau setara dengan 2.000-3000 pohon. Pasokan produksi taksol dipengaruhi oleh rusaknya kulit kayu, pertumbuhan Taxus yang lambat dan terbatas di lingkungan tertentu (Jennewein & Croteau 2001). Sejak tahun 2005 genus Taxus telah dimasukkan ke dalam Appendix II CITES. Hal ini berimplikasi pada pelarangan perdagangan semua bagian pohon dan turunannya, kecuali biji dan produk akhir farmasi siap konsumsi (CITES 2007). Pemenuhan bahan baku dalam pembuatan taksol bertumpu pada pembangunan hutan tanaman dan pemanfaatan bioteknologi dalam sintesis senyawa taksol berupa kultur suspensi sel (Khosroushahi et al. 2006), kultur rambut akar (Furmanova & Sykwoloska-Baranek 2000) dan peningkatan produksi taksol yang dihasilkan oleh mikroba endofit (Strobel & Daisy 2003). Hal ini disebabkan kandungan paclitaxel yang diperoleh dari ekstrak kayu T. brevifolia hanya sebesar 0,01%, sedangkan dari kultur rambut akar Taxus x media var Hicksii diperoleh 0,6% (Furmanova & Sykwoloska-Baranek 2000). Produksi taksol juga dapat ditingkatkan dengan kultur suspensi sel yang ditambah beberapa hormon seperti metal jasmonat dan asam salisilat (Furmanova & SykwoloskaBaranek 2000). Mikroba Endofit Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanpa membahayakan tanaman inang (Strobel & Daisy 2003). Mikroba ini juga tidak menyebabkan kerusakan pada tanaman inang (Mitchell et al. 2010). Menurut Hung & Annapurna (2004), mikroba endofit terdapat di jaringan tanaman seperti bunga, buah, batang, daun, akar dan biji serta merupakan pelindung bagi tanaman inang dari stress lingkungan dan kompetisi mikroba. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan tanaman inang, dimana mikroba endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman, sedangkan mikroba menghasilkan senyawa aktif berupa metabolit sekunder yang akan menjaga inang dari serangan penyakit (Taechowishan et al. 2005). Mikroba endofit dapat menunjang pertumbuhan tanaman inang dengan cara mensekresi hormon pertumbuhan, melarutkan fosfat, produksi siderofor dan memfiksasi nitrogen (Bandara et al. 2006). Pengaruh lain infeksi endofitik terhadap tanaman inang berupa pengaturan osmotik dan stomata, modifikasi morfologi akar, perubahan akumulasi dan metabolisme nitrogen serta meningkatkan penyerapan mineral. Mikroba endofit juga berpotensi sebagai agen biokontrol terhadap fitopatogen dan serangga (Lacava et al. 2007). Beberapa penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, serangga dan nematoda dapat dikurangi dengan cara tanaman diinokulasi mikroba endofit. Misalnya Erwinia carotovora mampu dihambat oleh beberapa bakteri endofit termasuk galur Pseudomonas sp. Selanjutnya Bacillus subtilis yang 5 diisolasi dari xilem getah pohon chesnut menunjukkan efek antifungi terhadap Cryphonectria, parasit pada pohon tersebut (Figueiredo et al. 2009). Mikroba endofit diketahui menghasilkan senyawa aktif yang berpotensi sebagai senyawa antimikroba (Ezra et al. 2004). Salah satu mikroba endofit Streptomyces sp. yang diisolasi dari tanaman obat Lolium perenne menghasilkan antibiotik methylalbonoursin, yang merupakan sebuah diketopiperazine (Castillo et al. 2002). Selanjutnya kapang endofit Muscodor albus dari Cinnamomum zeylanicum diketahui menghasilkan campuran senyawa organik volatil dan mempunyai aktivitas antimikroba dengan spektrum yang luas (Ezra et al. 2004). Jamur Patogen Candida albicans Salah satu jamur patogen penyebab penyakit infeksi pada manusia adalah Candida albicans. Candida albicans adalah jamur patogen dari golongan deuteromycota, yang dapat tumbuh pada pH optimum 5,1-6,9 dan pada suhu o optimum 28-37 C. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ dan dapat memproduksi pseudohifa. Jamur ini merupakan penyebab kandidiasis pada kulit, mukosa dan organ dalam manusia (Moore-Landecker 1996). Selain itu, penampakan mikroba dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan dan tidak tembus cahaya. Jamur ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi (Naglik et al. 2003). Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya antara lain ketersedian nutrisi. Dinding sel C. albicans berfungsi melindungi sel dari lingkungan, memberi bentuk pada sel dan target dari beberapa antimikotik. Dinding sel juga berperan dalam proses penempelan dan kolonisasi. Candida albicans mempunyai struktur dinding yang kompleks dengan ketebalan 100 sampai 400 nm. Komposisi utama dinding sel C. albicans terdiri atas glukan, manan dan khitin (Brooks et al. 2007). Di dalam tubuh manusia, Candida akan dikontrol oleh mikroflora normal agar tetap berada dalam jumlah yang rendah dan seimbang. Saat pertumbuhannya berlebihan, Candida akan mengkolonisasi saluran pencernaan, berubah menjadi jamur dan membentuk struktur seperti akar yang disebut rizoid. Struktur rizoid dapat menembus mukosa atau dinding usus, membuat lubang berukuran mikroskopik dan menyebabkan racun, partikel makanan yang tidak tercerna serta bakteri dan khamir dapat masuk ke alam aliran darah. Kondisi tersebut disebut sebagai sindrom kebocoran usus (leaky gut syndrome) (Brooks et al. 2007). 6 Antifungal Antifungal merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan fungi. Antifungal termasuk dalam antimikroba yang mempunyai sifat toksik selektif yang berarti hanya membunuh mikroba yang menyebabkan penyakit tanpa mengganggu inangnya (Madigan et al. 2006) Berdasarkan aktivitasnya senyawa antifungal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu fungistatik dan fungisida. Fungistatik adalah agen antifungal yang bersifat menghambat pertumbuhan fungi tanpa mematikan, sedangkan fungisida merupakan agen antifungal yang memiliki aktivitas mematikan fungi. Mekanisme kerja dari senyawa antimikroba diantaranya adalah menghambat sintesis dinding sel, merubah permeabilitas membran sel, menghambat sintesis protein dan asam nukleat serta mengganggu metabolisme sel. Aktivitas antimikroba dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi hambat minimum (MIC), yaitu konsentrasi terkecil dari senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba uji (Madigan et al. 2006). Untuk menentukan konsentrasi hambat minimum (MIC) dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu a) Metode Difusi dan b) Metode Dilusi. a. Metode Difusi Metode ini dilakukan dengan menggunakan cawan petri berisi media padat yang diinokulasi dengan mikroba uji. Beberapa senyawa antimikroba ditambahkan pada paper disk, kemudian diletakkan pada permukaan agar-agar dan diinkubasi selama 18-24 jam. Selama inkubasi, senyawa antimikroba akan berdifusi dari paper disk ke dalam agar-agar. Hasil pengamatan yang akan diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang menunjukkan daerah hambatan pertumbuhan bakteri. Zona hambat yang terbentuk ditentukan berdasarkan jumlah bahan antimikroba yang ditambahkan pada paper disk, kelarutan senyawa, koefisien difusi dan efektivitas senyawa. b. Metode Dilusi Metode ini dilakukan dengan cara mencampurkan senyawa antimikroba dengan berbagai konsentrasi ke dalam tabung berisi media cair yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Konsentrasi senyawa antimikroba dibuat dengan cara pengenceran kelipatan dua dalam tabung berisi media cair. Setelah diinkubasi, tabung diamati untuk melihat pertumbuhan mikroba (kekeruhan) di dalam media. Aktivitas senyawa antimikroba ditentukan sebagai konsentrasi hambatan minimum (MIC). Nilai MIC dipengaruhi oleh jenis organisme uji, konsentrasi senyawa antimikroba, jumlah inokulum, komposisi media kultur, waktu dan kondisi inkubasi seperti suhu, pH dan aerasi. Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan dari ekstraksi adalah untuk memisahkan komponen utama dari zat pengotor sehingga diperoleh larutan yang 7 lebih murni. Ekstraksi ini didasarkan pada perbedaan kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut. Semakin besar perbedaan kelarutan suatu zat maka akan semakin sempurna proses pemisahannya. Berdasarkan bentuk campuran yang akan diekstraksi, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair (Supriyanto 2005). Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua. Ekstraksi cair-cair biasanya dilakukan dengan menggunakan corong pemisah (separatory funnel). Corong pisah yang berisi sampel dan pelarut organik dikocok untuk mencampurkan pelarut dengan sampel sehingga terpisah menjadi dua lapisan yaitu fasa organik dan fasa cair. Ekstraksi cair-cair mempunyai tujuan untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi pada tiap komponen. Komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Sampurno 2000). Menurut Harbone (1987), untuk mendapatkan ekstrak dengan jumlah dan hasil yang optimum dapat menggunakan beberapa pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Ekstrasi dapat dilakukan dimulai dengan pelarut nonpolar (misalnya n-heksana atau kloroform), dilanjutkan dengan pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter) kemudian pelarut polar (metanol atau etanol). Pelarut nonpolar dapat memisahkan senyawa lemak, minyak atsiri dan steroid, sedangkan pelarut semipolar memisahkan senyawa seperti kumarin, kuinon dan alkaloid. senyawa yang dapat diperoleh dari ekstraksi pelarut polar berupa glikosida, saponin dan tanin. Senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi menjadi lebih spesifik karena dilakukan pemisahan dari ekstrak yang lebih kompleks. Kromatografi Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan senyawa kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh fasa diam dan fasa gerak (Rohman 2009). Pemisahan senyawa kimia tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut. Senyawa kimia bergerak naik mengikuti fasa gerak karena daya serap adsorben terhadap senyawa-senyawa kimia tidak sama sehingga senyawa kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya. Teknik kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat- sifat dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography) dan jika berupa zat cair maka disebut dengan kromatografi partisi (partition chromatography). Untuk mendapatkan senyawa murni dari suatu mikroba dapat dilakukan dengan metode kromatografi. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan dua atau lebih senyawa yang ada dalam campuran dengan menggunakan sebuah lempeng sebagai fasa diam dan larutan pengembang sebagai fasa gerak. KLT dapat dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif serta 8 untuk mengetahui sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hampir sama. Perbandingan visual ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semi kuantitatif. Pengukuran kuantitatif dimungkinkan bila digunakan densitometri, fluoresensi atau pemadaman fluoresensi atau bercak dapat dikerok dari lempeng kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur secara spektrofotometri (Rohman 2009). Kromatografi ini dapat digunakan untuk mengetahui kemurnian zat, memisahkan dan mengidentifikasi komponen dalam campuran serta menganalisa secara kuantitatif komponen yang terdapat dalam campuran. Campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan ditotolkan berupa bercak atau pada pelat KLT. Selanjutnya pelat diletakkan di dalam bejana tertutup yang berisi larutan pengembang yang sesuai. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Senyawa yang tidak berwarna dapat dideteksi dengan penyemprotan menggunakan pereaksi khusus dan dipanaskan di atas hot plate atau diletakkan di bawah sinar UV pada λ 245 nm atau 365 nm (Gritter et al. 1991). Fasa diam (lapisan penjerap) yang umum dipakai adalah silika gel, aluminium oksida, kieselgur dan selulosa. Fasa gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pelarut yang digunakan harus murni dan hanya dapat digunakan maksimum dua atau tiga kali. Komposisi campuran dapat berubah karena penyerapan atau penguapan. KLT dapat dilakukan dalam bejana atau wadah yang dapat ditutup rapat. Penjenuhan biasanya dilakukan dengan melapisi dinding bejana dengan kertas saring. Cuplikan ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis 1,5-2,0 cm dari tepi bawah. Pada umumnya cuplikan ditotolkan sebanyak 1-10 µl dengan menggunakan mikropipet. Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik ke lapisan. Jarak pengembangan normal yaitu jarak antara garis awal dan garis depan ialah 100 mm. Deteksi senyawa menunjukkan penyerapan di daerah sinar UV gelombang pendek (radiasi utama pada 254 nm) atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara tersebut senyawa tidak dapat dideteksi maka digunakan peraksi semprot. Pereaksi semprot yang dipakai pada KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa aktif pada sampel secara kualitatif. Identifikasi menggunakan pereaksi akan memberi hasil berupa perubahan warna atau terbentuknya endapan. Pereaksi yang biasa digunakan diantaranya, serium (IV) sulfat untuk mendeteksi adanya senyawa organik umum. FeCl3 digunakan untuk mengidentifikasi senyawa fenol, pereaksi semprot Dragendorff untuk senyawa alkaloid, pereaksi KMnO4 0,2% dalam air dapat mendeteksi senyawa terpenoid. Jarak kromatogram senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf. Rf adalah perbandingan jarak titik pusat bercak. Angka Rf dikalikan faktor 100, menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. Angka hRf untuk menunjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram. 9 Kromatografi Kolom Kromatografi kolom merupakan kromatografi cair yang menggunakan kolom untuk memisahkan komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana. Pemisahan yang terjadi tergantung pada jenis fasa diam yang digunakan, biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Prisip kerja kromatografi kolom adalah campuran yang akan dipisahkan, dimasukkan ke dalam kolom berupa tabung kaca, logam atau plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom kemudian senyawa campuran akan bergerak turun melalui kolom dengan dengan kecepatan tertentu sehingga terjadi pemisahan campuran menjadi fraksi-fraksi ketika keluar dari dasar kolom. Hasil tiap fraksi ditampung dan divakum dengan rotavapor kemudian dianalisa secara KLT dan hasilnya diamati secara visual serta disemprot dengan penampang bercak. Selanjutnya fraksi yang sama kemudian digabung. Ukuran kolom bermacam-macam tetapi pada umumnya panjang sekurangkurangnya 10 – 100 x garis tengah dalamnya. Ukuran kolom dan banyak penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran yang akan dipisahkan. Penjerap yang bisa digunakan adalah silika gel, alumina, poliamida, selulosa, arang aktif. Namun yang paling berguna dan mudah didapat adalah silika gel dan alumina. Identifikasi Senyawa Kimia Identifikasi senyawa aktif suatu metabolit sekunder untuk pendekatan strukturnya diperoleh melalui ciri spektrumnya, termasuk pengukuran spektrum UV, IR, GC-MS (Gas Cromatography-Mass Spectometry) dan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) (Johann et al. 2007). Spektrofotometri adalah suatu metode pengukuran serapan radiasi eletromagnetik dan molekul atom dari suatu zat kimia pada panjang gelombang tertentu. Spektrofotometer IR (Infra Red) Spektrofotometer IR digunakan untuk menentukan struktur kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Spektrum IR memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak puncak minimumnya. Radiasi infra merah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam tingkat vibrasi dan rotasi digunakan untuk mengabsorbsi sinar infra merah. Radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul yang akan menghasilkan spektrum khas yang digunakan untuk mengidentifikasi golongan senyawa, gugus fungsi dan juga tipe substitusi pada senyawa aromatik. Daerah radiasi yang paling sering digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 4.000-690 cm-1 (Stahl 1985). Suatu spektrofotometer IR terdiri dari: sumber radiasi berupa Nernst atau lampu glower yaitu batang berongga dengan diameter 2 mm dan panjang 30 mm, detektor dan monokromator. Monokromator yang banyak digunakan adalah prisma NaCl untuk daerah 4.000-600 cm-1 dan prisma Kbr untuk 400 cm-1 (Stahl 1985). 10 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa Salah satu pendekatan nama dan struktur senyawa aktif dapat dilakukan dengan intepretasi data spektra yang dihasilkan dari analisis GC-MS (Gas Cromatography-Mass Spectometry). Spektrometer massa digunakan untuk mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion molekul yang menghasilkan pecahan-pecahan spesifik untuk senyawa berdasarkan bobot molekul. Sebelumnya, komponen senyawa aktif dipisahkan terlebih dahulu dengan kromatografi gas (GC) dengan prinsip yang sama dengan KLT. Perbedaan GC dengan KLT terletak pada penggunaan fase gerak. Pada GC, fase gerak yang digunakan adalah gas. Biasanya gas yang digunakan adalah gas He, H2 atau Ne. Tempat proses pemisahan komponen senyawa GC berupa kolom dari pipa kapiler atau stainless steel yang diisi zat pendukung dan fase diam yang menempel pada zat pendukung. Fase diam biasanya berupa zat cair kental yang sukar menguap seperti mentil penil silikon atau zat padat seperti alumina (Al2O3). Zat pendukung biasanya lapisan silika (Silverstein et al. 1991). Hasil kromatografi gas berbentuk kerucut yang disebut puncak atau peak yang menunjukkan urutan keluarnya komponen dari kolom tiap satuan waktu (menit). Jumlah puncak menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam senyawa yang dianalisa. Kuantitas tiap komponen dihitung dari luasan puncak. Untuk mengidentifikasi kemungkinan jenis dan struktur komponen dari senyawa yang dianalisis, dilakukan deteksi dengan spektrometri massa (Hendayana 2006). Setiap komponen senyawa yang terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar dalam satu spektra massa, dengan demikian jumlah spektra massa sesuai dengan jumlah puncak yang ada. Hasil berupa berat molekul dan pola fragmentasi dari senyawa yang dianalisis kemudian dibandingkan dengan basis data untuk mengetahui tingkat kemiripan dengan jenis senyawa terdekat (Silverstein et al. 1991). Identifikasi Mikroba Mikroba yang berpotensi sebagai penghasil senyawa antifungal perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui jenis dan karakteristik mikroba tersebut (Bardey 2005). Identifikasi bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dapat dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi koloni, pengamatan mikroskopis menggunakan berbagai reaksi pewarnaan, pengujian sifat-sifat fisiologi atau biokimia maupun molekuler. Identifikasi mikroba secara molekuler menggunakan metode sekuen komparatif berdasarkan 16S atau 23S rRNA dengan spesifitas untuk taksa familia, genus ataupun galur (Iwen 2005). Identifikasi Morfologi Identifikasi morfologi sel bakteri dilakukan dengan metode pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram bertujuan untuk menggambarkan perbedaan sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Madigan et al. 2006). Identifikasi dengan pewarnaan Gram berdasarkan kemampuan sel bakteri menahan bahan ungu kristal setelah dibilas dengan etanol 95%. Sel yang mampu menahan pewarna ungu 11 kristal disebut bakteri Gram positif, sedangkan bakteri Gram negatif digambarkan dengan pewarna merah muda yang berasal dari safranin. Perbedaan dalam pewarnaan Gram berhubungan ketebalan dan komposisi dinding sel. Bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang tebal yang terdiri dari beberapa lapisan peptidoglikan, yang menjadi kering oleh alkohol, sehingga menyebabkan pori-pori di dalam sel menutup dan menahan pewarna ungu kristal dan iodin terlepas dari sel serta tidak menyerap warna merah dari safranin (Madigan et al. 2006). Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan tunggal. Membran luar yang mengelilingi sel Gram negatif tersusun atas fosfolipid, liposakarida, enzim dan protein lain, termasuk lipoprotein (White 1995). Selama proses pewarnaan, alkohol menembus membran luar sel yang kaya akan lipid dan menghilangkan pewarna ungu kristal dan iodin dari sel. Identifikasi Molekuler Metode genetika molekuler memberikan dampak terhadap identifikasi dan karakterisasi mikroba. Studi tentang urutan nukleotida gen rRNA menyediakan sarana untuk menganalisis hubungan filogenetik berbagai tingkat taksonomi dan membantu dalam pengembangan uji identifikasi untuk spesies bakteri. Aplikasi teknik molekuler untuk menganalisis keragaman rnikroba, seperti analisis gen 16S rRNA dengan metode polymerase chain reaction (PCR) mampu menampilkan keragaman genetika mikroba (Yusuf et al. 2002). Gen 16S rRNA merupakan gen yang bersifat spesifik pada semua prokariot (Amann et al. 1994). Metode ini menggunakan prinsip adanya daerah genom rRNA yang tetap (conserved) yang dimiliki oleh mikroba prokariot. Sekuen daerah ribosomal RNA dapat mendukung hasil identifikasi dan hubungan kekerabatan antar spesies (Iwen 2005). Daerah target DNA diamplifikasi dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada sekuen tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan primer, menggunakan bantuan peralatan thermocycler (Yang 2004). Sekuen basa nukleotida dari DNA yang telah diamplifikasi oleh PCR dapat diketahui dengan Automated DNA Sequencing (Sprangler 2002). Sekuen yang diperoleh untuk identifikasi mikroba dilanjutkan dengan analis Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). BLAST merupakan program pencarian kesamaan sekuen yang didesain untuk mengeksplorasi semua database yang diminta baik berupa DNA atau protein. Program BLAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi hubungan di antara sekuen pada daerah tertentu yang memiliki kesamaan atau homologi (Soendoro 2010).