9 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep Kecemasan 2.1.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin
“angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan
merupakan perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak dapat diamati
secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan
dan didahului oleh pengalaman baru (Stuart and Sundeen, 1998).
Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Kecemasan pada individu merupakan pengalaman yang subjektif, dapat memberikan
motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara
keseimbangan hidup ( Suliswati, 2005 ) . Kehamilan trimester pertama menimbulkan
kekhawatiran yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya keguguran (Kusmiyati,
2009), dan pada trimester kedua perasaan cemas pun muncul kembali ketika melihat
keadaan perutnya yang bertambah besar , payudara semakin besar, dan bercak hitam
yang semakin melebar, perasaan cemas muncul karena mereka mengkhawatirkan
penampilannya akan rusak dan merasa takut suaminya tidak mencintai dirinya lagi
9
10
(Huliana, 2006). Pada kehamilan trimester III, psikologi dan emosional wanita hamil
dikuasai oleh perasaan dan pikiran mengenai persalinan yang akan datang dan
tanggung jawab sebagai ibu yang akan mengurus anaknya (Aprianawati, 2007 dalam
Astria, 2009).
Dapat penulis simpulkan, bahwa kecemasan ibu hamil pada trimester III
dalam menghadapi persalinan adalah suatu kondisi psikologis atau perasaan yang
tidak menyenangkan yang mengancam individu pada masa kandungan 7-9 bulan
dimana objek kecemasan itu tidak jelas, dikarenakan adanya perubahan-perubahan
fisiologis seperti perubahan bentuk tubuh ataupun rahim yang semakin membesar dan
perut menurun serta tekanan-tekanan yang dirasakan dalam perut yang menyebabkan
ketidakstabilan kondisi psikologis, seperti merasa takut, khawatir, was-was dan tidak
tahu apa yang akan terjadi dan yang harus dia lakukan setelah anaknya lahir.
2.1.2. Teori Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), ada beberapa teori penyebab kecemasan
antara lain:
a. Teori psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu id dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitive seseorang, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikembangkan oleh norma budaya.
11
b. Teori interpersonal
Bahwa kecemasan timbul akibat ketakutan atau ketidakmampuan untuk
berhubungan secara interpersonal serta sebagai akibat penolakan. Hal ini dikaitkan
dengan trauma perkembangan, perpisahan, kehilangan, dan lain sebagainya.
c. Teori perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Teori biologik
Dalam otak terdapat reseptor spesifik terhadap benzodiazepin, dimana
reseptor ini dapat mengatur timbulnya kecemasan.
e. Kajian keluarga
Menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam
suatu keluarga.
2.1.3. Faktor Pencetus Kecemasan
Menurut Stuart and Sundeen (1998), pencetus timbulnya kecemasan dapat
disebabkan oleh berbagai sumber yaitu sumber internal maupun sumber eksternal, hal
tersebut dibedakan menjadi:
a. Ancaman terhadap integritas fisik
Merupakan ketidakmampuan fisiologis atau penurunan kapasitas seseorang
untuk melakukan aktifitas sehari-hari, meliputi sumber eksternal bisa disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri, polusi, lingkungan, ancaman keselamatan, injuri;
sedangkan sumber internal merupakan kegagalan mekanisme fisik seseorang seperti
12
jantung, sistem imun, termoregulator menurun, perubahan biologis normal seperti
kehamilan.
b. Ancaman terhadap self esteem
Merupakan sesuatu yang terjadi yang dapat merusak identitas harapan diri dan
integritas fungsi sosial, meliputi sumber eksternal yaitu berbagai kehilangan seperti
kehilangan orang tua, teman dekat, perceraian, perubahan status pekerjaan, pindah
rumah, tekanan sosial; sedangkan sumber internal yaitu kesulitan dalam hubungan
interpersonal di dalam rumah, di tempat kerja, dan di dalam masyarakat.
2.1.4. Tingkat Kecemasan
Menurut Suliswati (2005), tingkat kecemasan dibagi 4 (empat), yaitu:
a.
Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Individu akan
berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek,
nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan
bergetar, telinga berdengung, waspada, lapang persepsi meluas, sukar konsentrasi
pada masalah secara efektif, tidak dapat duduk tenang dan tremor halus pada tangan.
b.
Kecemasan Sedang
Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu telah berfokus
pada hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal yang lain. Respon
cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering,
muka merah dan pucat, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan
13
luar mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak
enak, firasat buruk.
c.
Kecemasan Berat
Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung
hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu
berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntutan.
Responnya meliputi nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, rasa tertekan
pada dada, berkeringat dan sakit kepala, mula-mual, gugup, lapang persepsi sangat
sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalisasi cepat, takut pikiran sendiri
dan perasaan ancaman meningkat dan seperti ditusuk-tusuk.
d.
Panik
Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu telah terganggu sehingga tidak dapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi
pengarahan. Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
penglihatan kabur, hipotensi, lapang persepsi sempit, mudah tersinggung, tidak dapat
berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan
kendali dan persepsi kacau, menjauh dari orang.
14
Bagan 2.1 Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif
Respon
Maladaptif
Antisipasi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
(Sumber: Stuart dan Sundeen, 1998)
2.1.5
Alat Ukur Kecemasan
Kecemasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan instrumen Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS), Analog Anxiety Scale, Zung Self-Rating Anxiety Scale
(ZSAS), dan Trait Anxiety Inventory Form Z-I (STAI Form Z-I) (Kaplan & Saddock,
1998).
Menurut Hawari (2001)
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan
seseorang apakah ringan, sedang, berat atau sangat berat dengan menggunakan alat
ukur yang dikenal dengan nama HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).
Nilai 0
=
tidak ada gejala atau keluhan
Nilai 1
=
gejala ringan
Nilai 2
=
gejala sedang
Nilai 3
=
gejala berat
Nilai 4
=
gejala sangat berat
15
Penilaian derajat kecemasan score :
< 14
=
tidak ada kecemasan
14– 20
=
kecemasan ringan
21– 27
=
kecemasan sedang
28 - 41
=
kecemasan berat
42 - 56
=
kecemasan berat sekali / panic
2.1.6
Kecemasan Selama Kehamilan
Menurut Kusmiyati (2009), Peristiwa kehamilan adalah peristiwa fisiologis
namun proses tersebut dapat mengalami penyimpangan sampai berubah menjadi
patologis. Ada dua macam stressor, yaitu:
1.
Stressor internal, meliputi kecemasan, ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat,
tidak percaya diri, perubahan penampilan, perubahan peran sebagai orang tua, sikap
ibu terhadap kehamilan, takut terhadap kehamilan persalinan, kehilangan pekerjaan.
2.
Stressor eksternal: status marital, maladaptasi, relathionship, kasih sayang,
support mental, broken home.
Pada peristiwa kehamilan merupakan suatu rentang waktu dimana tidak hanya
terjadi perubahan fisiologis, tetapi juga perubahan psikologis yang memerlukan
penyesuaian emosi, pola berfikir dan perilaku yang berlanjut hingga bayi lahir.
Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan, saat inilah tugas
pikologis pertama sebagai calon ibu untuk dapat menerima kenyataan akan
kehamilannya. Selain itu, dampak dari peningkatan hormo estrogen dan progesteron
pada tubuh ibu hamil akan mempengaruhi perubahan pada fisik sehingga banyak ibu
16
hamil yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan.
Kekhawatiran orang tua terhadap kesehatan anak berbeda-beda selama hamil.
Kekhawatiran pertama timbul berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kegugguran.
Pada trimester pertama seorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih
meyakinkan bahwa dirinya hamil. Setiap perubahan yang terjadi pada tubuhnya akan
selalu diperhatikan dengan seksama (Kusmiyati,
2009). Reaksi psikologi dan
emosional wanita yang pertama kali hamil ditunjukkan dengan adanya rasa
kecemasan, kegusaran, ketakutan, dan kepanikan. Diantara mereka ada yang
berpikiran bahwa kehamilan merupakan ancaman maut yang menakutkan dan
membahayakan bagi diri mereka (Huliana, 2006).
Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu
merasa sehat. Quickening mungkin menyerang wanita untuk memikirkan bayinnya
sebagai individu yang merupakan bagian dari dirinya. Pada trimester ini kecemasan
yang terutama ialah kemungkinan cacat pada anaknya (Kusmiyati, 2009). Pada
periode ini perasaan cemas pun muncul kembali ketika melihat keadaan perutnya
yang bertambah besar, payudara semakin membesar, dan bercak-bercak hitam yang
semakin melebar. Perasaan cemas muncul karena mereka mengkhawatirkan
penampilannya akan rusak dan merasa takut suaminya tidak akan mencintai dirinya
lagi (Huliana, 2006).
Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita mungkin khawatir
terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak tahu kapan akan melahirkan. Mimpinya
mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya. Ibu hamil akan lebih sering bermimpi
17
tentang bayinya, anak-anak, persalinan, kehilangan bayi, atau terjebak disuatu tempat
kecil dan tidak bisa keluar. Ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik
yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak nyaman timbul kembali karena
perubahan body image yaitu merasa dirinya
aneh dan jelek. Ibu memerlukan
dukungan dari suami, keluarga dan bidan. Dan menurut Musbikin (2005), semua
kegelisahan mengenai keadaan bayi, sehingga menghasilkan mimpi yang bervariasi.
Bayi yang cacat, sangat kecil atau sangat besar misalnya, menggambarkan kecemasan
akan kesehatan bayi.
Wanita juga mengalami proses berduka seperti kehilangan perhatian dan hak
istimewa yang dimiliki selama kehamilan, terpisahnya bayi dari bagian tubuhnya, dan
merasa kehilangan kandungan dan menjadi kosong. Perasaan mudah terluka juga
terjadi pada masa ini wanita merasa canggung, jelek, tidak rapi, membutuhkan
perhatian yang lebih besar dari pasangannya (Kusmiyati, 2009).
Perubahan
mood
dan
peningkatan
sesitivitas
terhadap
orang
lain
akan
membingungkan mereka sendiri dan juga orang di sekelilingnya. Mudah tersinggung,
menangis tiba-tiba, dan ledakan kemarahan serta perasaan sukacita, kegembiraan
yang luar biasa muncul silih berganti hanya karena suatu masalah kecil atau bahkan
masalah sama sekali ( Kusmiyati, 2009).
Penyebab perubahan mood ini kemungkinan karena perubahan hormonal
dalam kehamilan, ini hampir seperti pre menstrual syndrom atau selama menopause.
Selain itu masalah seksual atau rasa takut terhadap nyeri melahirkan, mungkin juga
menjadi penyebab perubahan mood (Kusmiyati, 2009).
18
Pada beberapa keadaan wanita yang biasanya mengeluh ketidaknyamanan
fisik dapat mencari bantuan untuk mengatasi konflik peran ibu dan tanggung
jawabnya. Pengkajian ebih lanjut tentang toleransi dan kemampuan koping perlu
dilakukan ( Lederman, 1984 dalam Kusmiyati, 2009).
2.2. Ketidaknyamanan Fisik Ibu Hamil
Menurut
Louise
(2006),
tidak
semua
wanita
mengalami
semua
ketidaknyamanan yang umum muncul selama kehamilan, tetapi banyak wanita
mengalaminya dalam tingkat ringan hingga berat, diantaranya adalah:1).Nyeri
punggung; dialami oleh ibu hamil trimesteer III Untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh, perut yang membesar akan menarik otot punggung lebih
kencang. Beban yang berat membuat ibu hamil sering mengeluh pegal dan nyeri
ditubuh bagian belakang, termasuk sekitar pinggang. Keluhan ini membuat tidur jadi
tidak nyaman dan sulit tidur. 2). Sering buang air kecil; dapat terjadi pada trimester
pertama dan ketiga seiring bertambah usia kehamilan maka uterus semakin membesar
sehingga akan menekan kandung kemih. Akibatnya, kapasitas kandung kemih jadi
terbatas sehingga wanita hamil sering buang air kecil sehingga kebutuhan istirahat
terganggu. 3). Kaki Kram dan Bengkak pada Kaki; menurut Tiran (2007), kram pada
kaki sering dialami pada trimester kedua dan ketiga disebabkan gangguan sirkulasi
sehingga terjadi penumpukan cairan dalam tubuh. 4). Insomnia; Insomnia dapat
disebabkan oleh sejumlah penyebab seperti kekhawatiran, kecemasan, terlalu gembira
menyambut sesuatu. Pada wanita hamil hal ini ditambah dengan ketidaknyamanan
19
akibat uterus yang membesar, ketidaknyamanan lain selama kehamilan dan
pergerakan janin, terutama jika janin tersebut aktif (Varney, 2007). 5). Nyeri
abdomen; hal ini dapat terjadi pada ibu hamil trimester III bila berdiri terlalu lama,
ibu mungkin akan merasakan sensasi nyeri di abdomen bawah. Secara umum, hal ini
bukanlah tanda-tanda suatu kelainan tetapi hanya pengaruh gaya gravitasi yang
menarik beban berat bayi kebawah(Kelly, 1997). 6). Keputihan; dapat terjadi pada
trimester I,II,III karena peningkatan produksi lendir dan kelenjar endocervikal
sebagai akibat dari peningkatan estrogen (Musbikin, 2005). 7). Hemorroid;terjadi
pada trimester II dan III karena konstipasi mengakibatkan tekanan yang meningkat
dari uterus gravid terhadap vena hemorroida kurangnya klep dalam pembuluhpembuluh ini yang berakibat pada perubahan secara langsung pada aliran darah. 8).
Konstipasi; hal ini terjadi pada trimester II dan III karena peningkatan kadar
progesteron yang menyebabkan peristaltik usus jadi lambat, penurunan motilitas
sebagai akibat dari relaksasi otot halus dan penyerapan air di colon meningkat
disebabkan oleh tekanan dari uterus yang membesar di usus, suplemen zat besi, diit,
kurang senam (Musbikin,2005). 9). Sesak nafas (hiperventilasi); masalah ini terjadi
pada trimester II dan III karena peningkatan kadar progesteron berpengaruh secara
langsung pada pusat pernapasan untuk menurunkan kadar CO2 serta meningkatkan
kadar O2, meningkatkan aktifitas metabolik, meningkatkan kadar CO2, hiperventilasi
yang lebih ringan ini adalah SOB, uterus membesar dan menekan diafragma
(Musbikin,2005). 10). Pusing; sering terjadi pada trimester II dan III kehamilan
hipertensi postural yang berhubungan dengan perubahan-perubahan hemodinamis,
20
pengumpulan darah didalam pembuluh tungkai yang mengurangi aliran balik vena
dan menurunkan output cardiac serta tekanan darah dengan tegangan othostatis yang
meningkat (Musbikin,2005). 11). Varises kaki/vulva; dapat terjadi pada trimester II
dan III karena kongesti vena dalam vena bagian bawah yang meningkat sejalan
dengan kehamilan karena tekanan dari uterus yang hamil, kerapuhan jaringan elastis
yang diakibatkan oleh estrogen (Musbikin,2005). 12). Sindrom Carpal Tunnel;
kompresi saraf median dan ulnar yang terjadi akibat perubahan postur, edema, atau
gerakan berulang dapat menimbulkan rasa terbakar, kesemutan, nyeri atau kebas
dibagian tengah tangan, ibu jari, dua jari pertama (telunjuk dan jari tengah), dan
aspek medial jari manis. Satu atau dua tangan dapat terkena. Gejala dapat memburuk
saat tangan digunakan atau pada malam hari (Sinclair, 2010). 13). Kelelahan (fatique)
: hal ini terjadi pada trimester I berhubungan dengan tingginya kadar hormon yng
beredar dalam sistem tubuh. 14). Chloasma : terjadi pada trimester II karena
peningkatan pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan di usia 1 minggu. Warna kulit
menjadi lebih hitam pada bagian tertentu yang disebabkan oleh perubahan hormon
misalnya sekitar pipi dan payudara, dinding perut, kadang-kadang bagian leher
(Huliana, 2006).
Menurut Musbikin (2005), kondisi emosi pada ibu hamil mudah berubah-ubah
sehingga akan semakin sulit tidur dan juga kondisi bayi yang menendang dan
berputar sepanjang malam membuat ibu sering terbangun sehingga menyebabkan
kebutuhan tidur ibu tidak terpenuhi.
21
2.3. Konsep Tidur
2.3.1. Pengertian tidur
Tidur merupakan suatu kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai atau juga dapat dikatakan sebagai
suatu keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan akan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang
berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang
bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons
terhadap rangsangan dari luar. Jadi tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran
secara normal dan periodik, dengan tidur akan dapat diperoleh kesempatan untuk
beristirahat dan memulihkan kondisitubuh baik secara fisiologis maupun psikis, dan
tidur merupakan aktivitas sehari hari yang menjadi kebutuhan dasar bagi setiap
manusia ( Alimul,2006). Sehingga tanpa tidur yang cukup, kemampuan seseorang
untuk berkonsentrasi membuat keputusan serta melakukan kegiatan sehari-harinya
dapat menurun (Potter & Perry, 2003).
2.3.2. Fisiologi Tidur
Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode
yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur terjaga mempengaruhi dan mengatur
fungsi fisiologis dan respons perilaku.
a.
Irama Sirkadian
Menurut Potter & Perry (2005) Irama Sirkadian mempanguruhi pola fungsi biologis
utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung,
22
tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung
pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Rutinitas yang tipikal menyebabkan
gangguan dalam tidur atau mencegah klien tertidur pada waktu biasanya. Jika siklus
tidur-bangun seseorang berubah secara bermakna, maka akan menghasilkan kualitas
tidur yang buruk. Kecemasan, kurang istirahat, mudah tersinggung, dan gangguan
penilaian adalah gejala umum ganngguan dalam siklus tidur. Jika siklus tidur-bangun
menjadi terganggu,fungsi fisiologis lain dapat berubah juga. Kegagalan untuk
mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang biasanya dapat secara
berlawanan mampengaruhi kesehatan keseluruhan seseorang.
b.
Pengantar Tidur
Tidur merupakan suatu uruan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh
integrasi tinggi aktivitas sistem sarf pusat yang berhubungan dengan perubahan
dalam sistem saraf periferal, endokrin, kardiovaskular, pernapasan, dan muscular.
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme
serebral yang mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk
mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga, dan yang lain
menyebabkan tertidur.
Selama tidur dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis.
Perubahan tersebut antara lain: Penurunan tekanan darah, denyut jantung, dilatasi
pembuluh darah perifer, kadang-kadang terjadi peningkatan traktus gastrointestinal,
relaksasi otot-otot rangka, basal metabolisme rate(BMR) menutun sekitar 10-30%.
23
Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang
berfluktuasi.
Tingkat kesadaran pada organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang
mengalami penurunan kesadaran yang paling dalam selama tidur adalah indra
pencium. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat kesadaran yang
paling kecil adalah indra pendengaran dan rasa sakit (Potter & Perry,2005).
Menurut Asmadi (2008), tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi
deaktifasi system syaraf pusat. Sebab pada orang tidur, sistem syaraf pusatnya tetap
aktif dalam sinkronisasi terhadap neuro-neuron substansia retikularis dari batang otak
hal ini dapat diperiksa dengan electroencephalogram (EEG). Sistem tersebut
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan ini terletak dalam mesensefalon dan bagian
atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam reticular activating system (RAS)
akan melepaskan katekolamin seperti norepinerin. Selain itu, RAS yang dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan peradaban, juga dapat
menerimastimulasi dari korteks serebri termasuk rangsanngan emosi dan proses pikir.
Pada saat tidur, terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di
pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Sedangkan
saat bangun bergantung dari keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan
system limbik. Dengan demikkian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus
atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Alimul, 2008).
24
2.3.3
Jenis Tidur
Berdasarkan prosesnya, tidur dibagi menjadi dua jenis tidur yaitu:
1). Tidur gelombang lambat / Nonrapid eye movement (NREM)
Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat penuh, dengan
gelombang otak yang lebih lambat, atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Ciri-ciri
tidur nyenyak adalah menyegarkan, tanpa mimpi, atau tidur dengan gelombang delta.
Ciri lainnya adalah individu berada dalam keadaan istirahat penuh, tekanan darah
menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi
berkurang, dan metebolisme menurun.
Perubahan selama proses NREM tampak melalui elektroensefalografi dengan
memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur NREM. Tahap
terhadap, yaitu: kewaspadaan penuh denngan gelombang beta yang berfrekuensi
tinggi dan bervoltase rendah; istirahat tenang yang dapat diperlihatkan pada
gelombang alfa; tidur ringan terjadi karena terjadi perlambatan gelombang alfa ke
jenis beta atau delta yang bervoltase rendah(Alimul,2008).
Tahapan tidur jenis NREM dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
a.
Tahap 1
Tahap ini adalah tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri sebagai berikut:
rileks, masih sadar dengan lingkuungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta dapat bangun
segera selama tahap ini berlangsung sekitar 5 menit.
25
b.
Tahap 2
Tahap ini merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri
sebagai berikut: mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi napas
menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun, serta berlangsung
pendek dan berakhir 10-15 menit.
c.
Tahap 3
Tahap ini merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi, frekuensi napas, dan proses
tubuh lainnya lambat. Hal ini disebabkan olleh adanya dominasi sistem saraf
parasimpatis sehingga sulit bangun.
d.
Tahap 4
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernapasan
turun, jarang bergerak, sulit dibanggunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung
menurun, dan tonus otot menurun (Alimul,2008).
2). Tidur paradoks/Rapid eye movement (REM)
Tidur yang berlangsung pada tidur malam yang terjadi sela 5-20 menit, ratarata timbul 90 menit. periode pertama terjadi selama 80-100 menit. ciri tidur REM
adalah sebagai berikut:
a.
Biasanya disertai dengan mimpi aktif
b.
Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak NREM
c.
Tonus otot selama tidur sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi
spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.
d.
Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur.
26
e.
Pada otot perifer, terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f.
Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irreguler, tekanan darah
meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme meningkat.
g.
Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam
belajar, memori, dan adaptasi (Alimul,2008).
2.3.4
Fungsi dan Tujuan Tidur
Menurut Alimul (2008) fungsi dan tujuan tidur belum dikrtahui secara jelas.
Meskipun demikian, tidur diduga bermanfaaat untuk menjaga keseimbangan mental,
emosional, dan kesehatan. Selain itu,stress pada paru-paru, sistem kardiovaskuler,
endokrin, dan lain-lainnya juga menurun aktivitasnya. Energi yang tersimpan selama
tidur diarahkan untuk fungsi-fungsi sel yang pentinng. Secara umum terdapat dua
efek fisiologis tidur, pertama efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat
memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf.
Kedua, efek pada struktur tubuh yang dapat memulihkan kesegaran dan fungsi organ
dalam tubuh, karena selama tidur telah terjadi penurunan aktivitas organ-organ tibuh
tersebut.
Pola tidur yang teratur dan berkualitas turut mendukung peningkatan
kesehatan tubuh tidur yang baik akan membantu menjaga daya tahan tubuh. Dengan
tidur yang teratur tingkat kecerdasan dan kondisi emosional seseoranng akan menjadi
lebih baik (Prasadja, 2009).
27
2.3.5
Siklus Tidur
Saat tidur,seseorang akan melewati 4 sampai 6 siklus tidur yang lengkap
dimana setiap satu siklus terdiri dari 4 stadium NREM dan 1 tahapan REM. Siklus
tidur biasanya semakin meningkat dari satadium 1 sampai stadium 4 ke stadium 3
kemudian ke stadium 2 dan diakhiri dengan periode tahapan tidur REM, dengan satu
siklus yang berurutan, stadium 3 dan stadium 4 akan memendek dan tahapan tidur
REM memanjang. Siklus tidur pada setiap orang berbeda karena memiliki total waktu
yang berbeda pula (Potter & Perry,2003).
Siklus tidur meliputi rangkaian tidur yang dimulai dengan 4 tahap tidur
NREM secara berurutan, kembali lagi ketahap tidur NREM ke 3 kemudian tahap
tidur NREM ke 2 dan selanjutnya diikuti dengan tahap tidur REM. Lamanya satu
siklus tidur keseluruhan sekitar 70-90 menit (White, 2003).
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus
dari 24 jam dari kehidupan manusia sehari-hari. Keteraturan irama sirkadian ini juga
merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu maka fungsi fisiologik dan
psikologik dapat terganggu (Potter & Perry, 2003).
2.3.6
Pola Tidur
Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang
relative menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, kepuasan tidur
28
(Wahyuni, 2007). Pola tidur normal berdasarkan usia, yaitu bayi baru lahir
membutuhkan tidur 14-18 jam/hari, pernafasan teratur, 50% tidur (Rapid Eye
Movement) REM, infant membutuhkantidur 12-14 jam/hari, 20-30% tidur REM,
toodler tidur sekitar 11-12 jam/hari, 25% tidur REM, preschooler tidur sekitar 11 jam,
20% tidur REM, usia sekolah tidur sekitar 10 jam/hari, 18.5 % tidur REM, adolescent
tidur sekitar 8.5 jam/hari , 20% tidur REM, usia dewasa tidur sekitar 7 jam/hari 20%
tidur REM, usia lanjut tidur kira-kira 6 jam/hari 20-25% tidur REM (Kozier, 2004).
2.3.7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur Selama Kehamilan
Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Seringkali
faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor biologis,
psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Beberapa
faktor yang mempengaruhi tidur pada ibu hamil adalah ; keadaan perut yang semakin
membesar sehingga sulit menentukan posisi tidur yang nyaman, gerakan janin,
tertekannya kandung kemih akibatnya sering berkemih sehingga wanita hamil sering
terjaga di malam hari (Tiran, 2007). Menurut Lamadhah (2011), kekawatiran calon
ibu untuk tidur dalam posisi tertentu, karena takut janin didalam kandungan menjadi
tidak nyaman. Penyebab sulit tidur pada ibu hamil bukan karena perubahan hormon
melainkan perubahan fisik, bobot tubuh ibu bertambah mengakibatkan punggung
terasa pegal, posisi tidur serba salah (Louise, 2006). Menurut Huliana (2006),
gangguan psikis seperti kecemasan membuat ibu semakin susah tidur.
29
2.3.8
Kualitas Tidur
Kualitas tidur merupakan kemampuan individu untuk tetap tertidur dan untuk
mendapatkan jumlah yang cukup untuk tidur REM dan non-REM (Kozier, 1991
dalam Junita, 2005). Kualitas tidur tersebut meliputi aspek kualitatif dan kuantitatif
yaitu lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tidur, frekuensi terbangun dan
aspek subjektif seperti kedalaman tidur dan kepuasan tidur (Daniel et al,
1998;Buysse, 1988 dalam Junita, 2005). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangant
bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk
tidur pada malam hari atau efisiensi tidur (Miller, 1995 dalam Junita, 2005).
Pengkajian yang dapat dilakukan dalam menentukan kualitas tidur seseorang
adalah melalui pengumpulan data subjektif yaitu berupa laporan atau pernyataan
pasien
dan
data
objektif
berupa
pengukuran
di
laboratorium
seperti
Electroencephaalogram (EEG), Electrooculogram (EOG), dan Electomyogram
(EMG) (Buysse, 1988; Guyton & Hall, 1997 dalam Junita 2005).
Salah satu kriteria yang sangat penting untuk menentukan terpenuhinya
kebutuhan tidur pasien dapat diperoleh dari data subjektif, data subjektif tidur yang
baik atau buruk dapat dievaluasi berdasarkan persepsi pasien tentang parameter tidur
diantarannya adalah berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk tertidur, frekuensi
terbangun pada malam hari, total waktu tidur dimalam hari dan kepuasan tidur
(Miller, 1995 dalam Junita, 2005). Menurut Buysse,(1988) baik buruknya tidur
seseorang dapat diidentifikasi melalui subjektif, diantaranya kualitas tidur, lama
30
waktu untuk tertidur, kebiasaan sebelum tidur dan gangguan tidur. Hanya pasien yang
dapat melaporkan apakah mereka mendapatkan tidur yang baik dan buruk, jika pasien
puas dengan kualitas dan kuantitas tidurnya maka mereka mempunyai tidur yang baik
(Potter & Perry, 2001 dalam Junita, 2005).
Data objektif bisa didapatkan melalui pengkajian fisik pasien yaitu dengan
mengobservasi
lingkaran
mata,
adanya
respon
pasien
yang
lamban,
ketidakmampuan/kelemahan, penurunan konsentrasi, berapa kali pasien terbanngun
karena nyeri, inkontinensia dan gangguan lain (Hodges, 1996 dalam Junita, 2005).
Disamping itu data objektif tentang kualitas tidur pasien juga bisa dianalisa melalui
pemeriksaan laboratorium yaitu Electroencephalogram (EEG) yang merupakan
rekaman arus listrik dari otak. Perekam listrik dari permukaan otak atau permukaan
luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus
timbuldalam otak. Ini depengaruhi oleh derajat eksitasi otak akibat dari keadaan tidur,
keadaan siaga atau karena penyakit lain. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan
sebagai gelombang alfa, betha, tetha, dan delta (Guyton & Hall, 1997 dalam Junita,
2005).
Kualitas tidur seseorang dapat ditentukan dengan menggunakan metode
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Data penelitian diperoleh dengan memberikan
kuesioner yang berisi data pribadi dan pertanyaan tentang komponen kualitas tidur
selama satu bulan terakhir. Terdapat tujuh komponen kualitas tidur yaitu, kualitas
tidur subjektif, tidur laten, lama tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat
31
tidur, dan disfungsi siang hari. Dengan ketujuh komponen kualitas tidur didapatkan
nilai PSQI, jika seseorang mendapat nilai PSQI < 5 maka ia memiliki kualitas tidur
yang baik dan jika seseorang mendapat nilai PSQI > 5 maka ia memiliki kualitas tidur
yang buruk(Sanningtyas, 2013).
Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji validitas karena kuesioner
yang digunakan diadopsi dari kuesioner baku yaitu Pittsburgh Sleep Quality
Index(PSQI) untuk kualitas tidur, memiliki konsistensi internal dan koefisien
reliabilitas(alpha cronbach) sebesar 0,83 (Komalasari, 2012).
Download