ii. tinjauan pustaka

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Isolasi dan Seleksi Mikroba
Isolasi mikroba adalah memisahkan satu mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari
campuran berbagai mikroba. Cara mengisolasi mikroba umumnya dilakukan dengan cara
menumbuhkan mikroba dalam medium padat. Dalam mengisolasi mikroba ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, yakni: (1) sifat spesies mikroba yang akan diisolasi, (2) tempat hidup atau asal
mikroba, (3) medium untuk pertumbuhan yang sesuai, (4) cara menginokulasi mikroba tersebut, (5)
lama inkubasi mikroba, (6) cara menguji bahwa mikroba yang diisolasi telah berupa biakan murni,
dan (7) cara memelihara agar mikroba yang telah diisolasi tetap merupakan biakan murni (Waluyo
2008).
Menurut Suprihatin (2010), terdapat tiga jenis isolasi mikroba yaitu isolasi pada agar cawan,
isolasi dalam medium cair, dan isolasi sel tunggal. Isolasi pada agar cawan dilakukan dengan cara
goresan kuadran. Pada bagian agar tempat dimulainya goresan, populasi mikroba biasanya terlalu
pekat sehingga koloni akan berkumpul menjadi satu. Dengan semakin banyaknya goresan atau
penyebaran yang dilakukan akan semakin sedikit sel-sel mikroba yang terbawa oleh loop, sehingga
setelah inkubasi akan terbentuk koloni-koloni secara terpisah. Isolasi pada medium cair dilakukan
dengan metode pengenceran. Dalam metode ini, inokulum diencerkan didalam medium steril, dan
sejumlah tabung yang berisi medium diinokulasi dengan suspensi inokulum dari masing- masing
pengenceran. Sedangkan untuk mengisolasi sel mikroba yang ukurannya besar dan tidak dapat
diisolasi dengan metode agar cawan atau pengenceran, ada suatu cara isolasi yang disebut isolasi sel
tunggal. Sel mikroba yang dapat dilihat dengan pembesaran 100 kali atau kurang, setiap selnya dapat
dipisahkan dan diambil menggunakan pipet kapiler yang sangat halus, kemudian dicuci beberapa kali
didalam medium steril yang jumlahnya relatif besar untuk menghilangkan mikroba kontaminan yang
ukurannya lebih kecil.
Faktor penting yang perlu dilakukan setelah mendapatkan beberapa isolat mikroba adalah
melakukan seleksi mikroba. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam seleksi mikroba antara lain:
(1) kemudahan tumbuh dari mikroba tersebut, (2) konsentrasi enzim yang diinginkan, (3) ada atau
tidak adanya faktor-faktor lain yang tidak diinginkan seperti patogenisitas, (4) pembentukan produk
yang beracun, adanya enzim lain yang tidak diinginkan, stabilitas dari mikroba sehingga tidak
mengalami mutasi, dan (5) kemudahan untuk memisahkan enzim dari massa sel (Muchtadi et al
1989).
2.2 Pangan Fermentasi
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan oleh enzim beberapa bakteri, kapang, dan
khamir. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan
gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat et al
2006). Produk fermentasi pangan baik dari sumber hewani maupun nabati sudah dikenal luas oleh
masyarakat. Pada zaman dahulu, fermentasi pangan umumnya terjadi secara spontan, misalnya pada
pembuatan bir. Saat ini industri pangan fermentasi sudah banyak dikembangkan dengan sistem yang
lebih terkontrol agar dihasilkan produk yang lebih bermutu. Beberapa produk fermentasi pangan yang
sudah dikenal masyarakat antara lain yogurt, keju, tempe, oncom, tape, tauco, dan bir.
2.2.1 Keju
Keju merupakan salah satu produk olahan dari susu yang dibuat dengan cara fermentasi. Bahan
baku pembuatan keju dapat berasal dari susu murni, susu skim, atau susu yang telah dikurangi kadar
lemaknya. Komponen utama keju adalah kasein dan mengandung sedikit lemak, peptida, dan
komponen susu lainnya, juga air. Secara umum, prinsip pembuatan keju adalah menghilangkan air,
laktosa, dan beberapa mineral dari susu untuk menghasilkan suatu massa padat protein dan lemak
(Hidayat et al 2006). Jenis keju sangat bermacam-macam tergantung dari bahan baku, komposisi,
karakteristik pemeraman, dan kadar air (Daulay 1990). Beberapa keju yang terkenal antara lain keju
cheddar, mozarella, gouda, camembert, dan parmesan.
Gambar 1. Keju camembert (Fadilla 2011)
2.2.2 Tempe
Tempe merupakan salah satu pangan fermentasi yang banyak digemari masyarakat Indonesia.
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, namun pada umumnya tempe dibuat dari kacang kedelai.
Tempe memiliki rasa yang khas. Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkat
nilai nutrisinya. Tempe yang terbuat dari kacang kedelai dibuat melalui tiga tahap, yakni: (1) Hidrasi
dan pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah tropis kira-kira semalam),
(2) Sterilisasi terhadap sebagian biji kedelai, dan (3) Fermentasi oleh jamur tempe yang
diinokulasikan segera setelah sterilisasi. Jamur tempe yang banyak digunakan ialah Rhizopus
oligosporus (Hidayat et al 2006).
Gambar 2. Tempe (Winneke 2008)
2.2.3 Tape
Secara umum tape dikenal ada dua macam, yaitu tape singkong dan tape ketan. Tape memiliki
rasa yang manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki aroma yang menyenangkan, bertekstur
lunak dan berair. Tape merupakan pangan fermentasi yang cepat rusak karena adanya fermentasi
lanjut setelah kondisi optimum tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi. Hasil fermentasi lanjut
dari tape adalah produk yang asam beralkohol sehingga tidak enak dikonsumsi lagi. Mikroba yang
berperan dalam pembuatan tape adalah Amylomyces rouxii. Kapang Amylomyces rouxii dapat
menghidrolisis pati menjadi gula. Untuk mendapatkan aroma tape ketan yang baik biasanya
digunakan tiga mikroba sekaligus yaitu Amylomyces rouxii, Endomycopsis fibuliger, dan Hansenula
anoma, sedangkan untuk tape singkong menggunakan Amylomyces rouxii dan Endomycopsis fibuliger
(Hidayat et al 2006).
(a)
(b)
Gambar 3: (a ) Tape singkong (Nurani 2012), (b) Tape ketan (Ghazam 2011)
2.2.4 Tauco
Tauco merupakan pangan fermentasi yang terbuat dari kacang kedelai. Tauco biasa digunakan
sebagai penambah cita rasa pada masakan. Pembuatan tauco terdiri dari dua tahapan fermentasi yaitu
fermentasi kapang dan fermentasi dalam larutan garam sehingga terdapat lebih dari satu jenis mikroba
yang berperan selama proses fermentasinya. R. oligosporus, A. oryzae dan R. oryzae berperan pada
awal fermentasi (dikenal sebagai fermentasi kapang), selanjutnya jika kedelai yang telah berkapang
kemudian direndam dalam larutan garam, maka yang dominan tumbuh adalah bakteri asam laktat dan
khamir halofilik. Beberapa jenis mikroba yang tumbuh selama fermentasi garam dalam pembuatan
tauco adalah L. delbrueckii, Hansenula sp, dan Zygosaccharomyces (Nurwitri et al 2007).
Gambar 4. Tauco (Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cianjur 2005)
2.3 Enzim dalam Pembuatan Keju
Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai biokatalis reaksi kimia pada sel makhluk
hidup. Kata enzyme atau enzim berasal dari istilah Yunani yang artinya “di dalam sel” (Winarno
2010). Enzim dapat ditemukan pada tanaman, hewan, maupun mikroba. Sebagai biokatalis, enzim
memiliki sifat-sifat yang unik, antara lain: dapat aktif dalam jumlah yang sangat kecil, aksi
katalitiknya spesifik dan merupakan katalis sejati karena tidak terpengaruh reaksi dan mempercepat
reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi tanpa mempengaruhi kesetimbangan reaksi yang
bersangkutan. Enzim telah banyak digunakan dalam industri, terutama industri pangan, misanya
industri gula cair, bir, keju, sari buah, roti, dan kue.
Pada pembuatan keju, enzim yang digunakan adalah enzim pengumpal susu. Enzim
penggumpal susu (milk-clotting enzyme) merupakan agen aktif utama pada pembuatan keju. Enzim
tersebut memecah k-kasein pada ikatan peptida Phe 105–Met 106 yang menyebabkan misel kasein
tidak stabil dan terbentuk agregat yang menghasilkan gumpalan dan gel setelahnya (Silva et al 2003).
Enzim penggumpal susu yang umum digunakan dalam pembuatan keju adalah renin, yaitu enzim
proteolitik yang diperoleh dari ekstrak kasar lambung anak sapi.
2.3.2 Enzim Penggumpal Susu dari Hewan (Renin)
Renin adalah enzim yang banyak digunakan pada proses pembuatan keju. Berdasarkan
tatanama yang diberikan oleh International Enzyme Nomenclature Comitee, enzim renin kini dinamai
khimosin (chymosin, EC 3.4.4.3) (Muchtadi et al 1989). Renin termasuk enzim protease asam, yaitu
enzim yang pada lokasi aktifnya mengandung dua gugus karboksil. Keaktifan enzim ini dapat
dihambat atau dicegah oleh p-bromofenasil bromida (Muchtadi et al 1989).
Enzim tersebut dihasilkan dari lambung keempat anak sapi, anak domba, atau anak kambing.
Renin dibentuk dari calon renin yang disebut prorenin, yaitu bentuk inaktif dari renin. Untuk menjadi
renin, prorenin harus mengurangi bobot molekulnya dari 36,000 menjadi 31,000 dengan cara
hidrolisis sebagian pada pH asam. Proses aktivasi prorenin menjadi renin dipengaruhi oleh pH dan
konsentrasi garam. Prorenin stabil pada pH 5.3-9.0, sedangkan renin stabil pada pH 5.3-6.3 dan masih
memiliki kestabilan pada pH 2.0 (Winarno 1980).
Renin bekerja pada substrat k-kasein yang berfungsi sebagai koloid yang merupakan lapisan
luar, sehingga dengan hidrolisis k-kasein lebih mudah menggumpal secara sempurna selama ion
kalsium tersedia pada larutan tersebut (Winarno 1980).
2.3.1 Enzim Penggumpal Susu dari Tanaman
Enzim penggumpal susu juga ditemukan pada tanaman. Beberapa tanaman yang telah
dilaporkan penggunaannya pada pembuatan keju adalah getah dari pohon Ara (Ficus carica) (Daulay
1990). Ekstrak ini telah digunakan di daerah yang terdapat pohon Ara. Selain tanaman tersebut,
terdapat beberapa tanaman yang dapat menggumpalkan susu namun aktivitas proteolitiknya sangat
tinggi sehingga menghasilkan cita rasa yang pahit pada keju, misalnya papain dari pohon pepaya,
bromelin dari nanas, dan rezin dari biji jarak.
2.3.3. Enzim Penggumpal Susu dari Mikroba
Enzim dari mikroba terdapat dua jenis, yaitu enzim intraseluler dan enzim ekstraseluler.
Ekstraksi enzim intraseluler memerlukan proses perusakan sel dan volume yang didapatkan lebih kecil
dibandingkan ekstraksi enzim ekstraseluler. Produksi enzim dari mikroba lebih menguntungkan
karena biaya relatif murah, cepat, mudah dikontrol dan dengan tingkat produksi yang tinggi (Darwis
dan Sukara 1989). Produksi enzim oleh mikroba dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu zat
kimia ‘inducer’ ke dalam medium lingkungan atau dengan cara mengubah komposisi substrat.
Kecepatan produksi enzim dari mikroba akan meningkat dengan berkembangnya seleksi jenis
mikroba, induksi mutan, dan perbaikan kondisi kultur pertumbuhan (Muchtadi et al 1989).
Enzim penggumpal susu yang banyak digunakan sebagai pengganti renin anak sapi adalah
enzim penggumpal susu dari mikroba terutama kapang dan bakteri. Enzim pengumpal susu dari
mikroba bersifat seperti enzim tripsin dan memiliki pH optimum aktivitasnya pada kisaran 7-8
(Daulay 1990). Beberapa kapang yang telah diketahui memiliki potensi sebagai pengganti renin anak
sapi adalah Aspergillus niger, Mucor meihei, Rhizomucor pusillus var, Aspergillus oryzae, dan
Amylomyces rouxii, (Osman et al 1969, Birkjacer dan Jonk 1985, Crawford 1985, Ayhan et al 2001,
Yu dan Chou 2005). Sedangkan beberapa bakteri yang telah diketahui memiliki potensi sebagai renin
adalah Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus sphaericus, Enterococcus faecalis (Sato et al
2004, Ageitos et al 2007, Magda et al 2007, Dutt et al 2008).
2.4 Protease
Protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada
protein. Menurut Bergman dan Futon (1941) dan Bergman (1942) dalam Winarno (2010), enzim
proteolitik dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yaitu eksopeptidase dan endopeptidase.
Golongan ekspeptidase dapat dibagi lagi menjadi karboksi (ekso) peptidase dan amino (ekso)
peptidase yang berturut-turut memotong peptida dari arah gugus karboksil terminal dan gugus amino
terminal. Beberapa klasifikasi lain juga dikemukakan oleh Hartley (1960) dalam Winarno (2010) yaitu
pengelompokkan berdasarkan sifat kimia dari lokasi sisi aktif. Menurut Hartley, enzim protease dapat
dibagi menjadi empat golongan, yaitu: (1) golongan pertama, enzim protease serin yang artinya
mempunyai residu serin dalam lokasi aktifnya, contohnya tripsin, kimotripsin, elastase, dan subtilin;
(2) golongan kedua, enzim protease sulfihidril yang artinya mempunyai residu sulfihidril pada lokasi
aktif, contohnya ialah protease dari tanaman dan mikroba seperti papain, fisin, dan bromelin; (3)
golongan ketiga, protease metal, yaitu enzim yang keaktifannya tergantung pada adanya metal,
contohnya karboksipeptidase A untuk beberapa aminopeptidase; (4) golongan keempat, protease
asam, yaitu enzim yang pada lokasi aktifnya terdapat dua gugus karboksil, contohnya pepsin, renin,
dan protease kapang.
Protease telah dimanfaatkan dan digunakan secara komersial dalam industri pangan, seperti
pada industri keju. Dalam industri keju, protease yang digunakan adalan renin, yaitu enzim yang
berperan dalam penggumpalan susu. Renin yang digunakan pada pembuatan keju umumnya berasal
dari lambung anak sapi sehingga harganya sangat mahal, oleh karena itu produksi renin memiliki
kendala pada penyembelihan anak sapi.
Download