kriminalitas di amerika serikat

advertisement
TELAAH PUSTAKA TENTANG
KRIMINALITAS DI AMERIKA SERIKAT
(SEBUAH USULAN INTERVENSI)
DISUSUN OLEH:
ARI WIDIYANTA, M.Si., psikolog
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................
ii
KATA PENGANTAR..............................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1
B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 5
C. PERTANYAAN PENELITIAN ........................................................ 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN KRIMINALITAS.......................................................6
B. JENIS KEJAHATAN..........................................................................7
C. PENYEBAB KEJAHATAN ..............................................................9
BAB III KESIMPULAN DAN INTERVENSI...................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20
ii Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas karunianya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumatera utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, karena itu penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang
membangun untuk penyempurnaan tulisan ini. Dalam kesempatan ini saya
mengucapkan terimakasih pada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan
Fakultas Psikologi, rekan-rekan dosen dan segenap pegawai dilingkungan
Universitas Sumatera Utara khususnya di Fakultas Psikologi yang telah memberi
dukungan dan kesempatan untuk mengabdi dilingkungan Universitas Sumatera
Utara.
Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Iskandar,
bapak Jumadi dan Pak Anto yang selalu mengingatkan penulis untuk segera
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini
bermanfaat dan berarti bagi semua pihak.
Medan, 23 Juni 2009
Ari Widiyanta, M.Si., psikolog
NIP:132283163
iii Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah kriminal telah dilihat dari sudut pandang yang berbeda, beberapa
orang menyamakannya dengan dosa atau dusta; dan defenisi lainnya sebagai
perilaku yang membahayakan sosial atau perilaku yang menyimpang dari norma
sosial. Para ahli bidang sosiologi menganggap kejahatan tersebut sebagai tindakan
yang melanggar hukum. Bagaimanapun juga, ”jika kejahatan itu didefenisikan
sebagai pelanggaran hukum, pegawai negeri dan ahli politik diizinkan untuk
menilainya dari dasar-dasar sosial dan konsep ilmiah (Stark 1996). Sementara
Gottfredson (1990) mendefenisikan kejahatan itu sebagai hal yang terpisah dari
defenisi dari undang-undang dimana kejahatan merupakan tindakan yang
berbahaya atau usaha penipuan dalam pencarian dari self-interes.
Kappeler dkk (1996) menjelaskan bahwa data statistik dari Uniform Crime
Reports (UCR) yang disesuaikan dengan data dari Federal Bureau of
Investigation
(FBI)
menunjukkan
data-data
kejadian-kejadian
yang
mengkhawatirkan seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, pencurian,
pencurian kendaraan bermotor yang dilaporkan kepada kepolisian. Hal ini perlu
juga mempertimbangkan bahwa banyak terjadi pembunuhan yang secara tetap
namun tidak dilaporkan. Dalam hal ekstrim yang lain, mungkin terdapat kejadian
pemerkosaan, dimana yang melakukan serangan seksual adalah orang yang telah
dikenal, dimana tidak pernah dilaporkan kepada polisi dan oleh karena itu tidak
menjadi perhitungan UCR. Selanjutnya Kappeler dkk (1996) juga berpendapat
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
bahwa rata-rata kejadian merupakan manipulasi politik. Sebagai contoh,
pemerintahan Nixon dituduh pada manipulasi birokratis dalam melaporkan
kejadian oleh polisi. Pemerintahan Nixon menginginkan rata-rata kejadian
berkurang sehingga hal tersebut dapat menyatakan kesuksesan dalam masalah
kejadian perkelahian.
Satu kritik yang penting untuk data UCR adalah bahwa data yang mereka
hadirkan tersebut jauh dari keilmiahan. FBI menciptakan alat untuk memperbesar
kejadian dan ancaman publik. Sebagai contoh: waktu kejadian, UCR memberitahu
kita bahwa kejahatan kriminal terjadi setiap dua detik. Kejadian yang bengis
terjadi setiap 16 detik. Suatu pemerkosaan terjadi setiap lima menit. Rata-rata ini
memperbesar kesan jumlah dalam lingkungan sosial (Kappeler dkk 1996). Hal
yang paling menarik adalah, pada akhir 1994, FBI menunjukkan adanya laporan
kejahatan yang melaporkan kejadian yang mengkhawatirkan kepada polisi bahwa
kejahatan telah mengalami kemunduran selama tiga tahun berturut-turut. (Bureau
of Justice Statistics 1997 dalam Levin, 2000).
Satu sumber tetap yang lebih baik daripada UCR untuk menetapkan rata-rata
dari banyak kejahatan merupakan National Crime Victimization survey (NCVS).
Sejak tahun 1972, Departemen Peradilan telah mengadakan survey tahunan pada
100.000 rumah tangga seberang kota, responden menanyakan jika mereka menjadi
korban kejahatan di tahun yang lalu. Ukuran dari kejadian yang dilaporkan dan
yang tidak dilaporkan, survey ini memberitahukan kita bahwa kejahatan telah
berkurang di Amerika hampir dua dekade. Survey penipuan juga memberitahukan
kita bahwa banyak kejahatan yang terjadi tidak sekeras kejahatan yang kita
bayangkan. (Kappelar dkk 1996).
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Orang takut dengan kejahatan pada hal fakta yang diberikan bahwa
kejahatan menurun, tetapi ketakutan akan kejahatan tidak berkurang. Ini muncul
karena 3 alasan utama, mengapa ketakutan menyebar luas. Pertama, media sangat
gencar mengubah persepsi kita mengenai kejahatan. Kedua, televisi dan tabloid
menampilkan hampir setiap hari berita mengenai kejahatan, yang kebanyakan
kejahatan yang kejam. Ketiga, stasiun berita lokal umumnya menampilkan berita
mengenai pembunuhan, perkosaan, dan kejahatan kejam lainnya.(Levin dkk,
2000)
Selanjtnya Levin dkk (2000) menyatakan bahwa konsekuensi dari kejahatan
meliputi kesulitan ekonomi, kerugian sosial dan psikologis. Kejahatan dapat
membawa kepada kematian, sakit fisik yang serius, kehilangan benda-benda,
ketergantungan obat-obatan, dan trauma emosi. Kejahatan juga merusak
komunitas dan masyarakat dengan menyebabkan rasa takut, sinis, dan apatis.
Ada lima kategori kerugian finansial dan ekonomi dari kejahatan menurut
Conklin (1995). Pertama adalah kehilangan secara langsung, misalnya: kehilangan
rumah (gedung) karena dibakar atau dirusak dan pengerusakan lingkungan. Kedua
adalah kehilangan kepemilikan yaitu pemindahan barang dari pemilik sah kepada
si kriminal, misalnya perampokan bank, pencurian mobil. Ketiga adalah
berhubungan dengan kerugian dari kejahatan berupa kekerasan, misalnya kerugian
medis bagi korban kekerasan. Keempat adalah kerugian yang diasosiasikan
dengan produksi dan penjualan barang dan jasa ilegal, misalnya: obat-obatan,
perjudian, prostitusi. Dan yang kelima adalah kerugian penting dari kejahatan itu
sendiri yang menyangkut peradilan, misalnya: polis, pengadilan dan penjara.
Belum ada kejelasan estimasi kerugian ekonomi dari kejahatan.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Estimasi kerugian dari kejahatan itu sangat tergantung dari jenis dari
kejahatan yang dilakukan. Istilah kriminal telah dilihat dari sudut pandang yang
berbeda. Beberapa menyamakannya dengan dosa atau dusta; dan defenisi lainnya
sebagai perilaku yang membahayakan sosial atau perilaku yang menyimpang dari
norma sosial. Para ahli bidang sosiologi menganggap kejahatan tersebut sebagai
tindakan yang melanggar hukum. Bagaimanapun juga, ”jika kejahatan itu
didefenisikan sebagai pelanggaran hukum, pegawai negeri dan ahli politik
diizinkan untuk menilainya dari dasar-dasar sosial dan konsep ilmiah (Stark
1996).
Menyalahkan peningkatan kekejaman kejahatan pada ketidakmampuan
sistem pengadilan kejahatan atau pada peningkatan pengangguran atau pada
ketegangan antar ras merupakan hal yang populer. Banyak anggota masyarakat
Amerika yang sangat fokus terhadap kejahatan dan kekerasan. Seriusnya bahaya
kejahatan dan bagaimana pencegahannya sehingga sangat dibutuhkan sistem
peradilan untuk dapat bekerja dengan baik, walaupun memang sulit untuk
menentukan solusi yang tepat dan akurat (levin dkk 2000).
Selanjutnya Levin dkk (2000) menyatakan bahwa terlihat institusi-institusi
sosial sangat diharapkan untuk saling bekerja sama dalam menghadapi dan
mencegah kejahatan. Faktor-faktor seperti kemiskinan, rasisme dan sexism
menjadi hal yang tidak dapat diabaikan. Program pemerintah sangat dibutuhkan
namun juga dibutuhkan usaha dari anggota masyarakat lokal dimana kekerasan
kejahatan menjadi masalah utama mereka. Meskipun tingkat kekerasan kejahatan
sudah tidak meningkat secara signifikan selama beberapa tahun terakhir, United
States tetap menjadi pengendara kejahatan serius.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui intervensi yang tepat untuk
menangani kasus kriminal di Amerika Serikat.
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Program intervensi apakah yang sebaiknya dilakukan untuk mengurangi
tingkat kriminalitas (kejahatan) di Amerika Serikat ?
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN KRIMINALITAS
Istilah kriminal telah dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Beberapa
menyamakannya dengan dosa atau dusta; dan defenisi lainnya sebagai perilaku
yang membahayakan sosial atau perilaku yang menyimpang dari norma sosial.
Para ahli bidang sosiologi menganggap kejahatan tersebut sebagai tindakan yang
melanggar hukum. Bagaimanapun juga, ”jika kejahatan itu didefenisikan sebagai
pelanggaran hukum, pegawai negeri dan ahli politik diizinkan untuk menilainya
dari dasar-dasar sosial dan konsep ilmiah (Stark 1996). Gottfredson dan Hirschi
(1990) mendefenisikan kejahatan itu sebagai hal yang terpisah dari defenisi dari
undang-undang dimana kejahatan menunjuk kepada ”tindakan yang berbahaya
atau usaha penipuan dalam pencarian dari self-interest”
Dalam undang-undang, kejahatan merupakan tindakan yang melanggar
hukum. Gagasan dari larangan kejahatan berarti bahwa pelanggaran hukum itu
suatu pengakuan dalam hukum itu. Tetapi ahli sosiologi berpendapat bahwa
peraturan yang sah mendefenisikan suatu kejahatan juga harus menggambarkan
dukungan pada perizinan masyarakat dan kehadiran dari hal yang mendasari adatistiadat yang mengingat pentingnya kesejahteraan dan kelangsungan hidup
mereka. Reckless (dalam Levin 2000) berpendapat bahwa sesuai peraturan
undang-undang modern yang mendefenisikan bahwa pelanggaran baru harus
berdasarkan pada opini publik pada peraturan-peraturan dan apa yang mendasari
peraturan itu.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
B. JENIS KEJAHATAN
Reiman (1998) menyatakan bahwa kita menggunakan label kejahatan yang
tidak konsisten. Membunuh seorang istri atau tetangga disebut membunuh, tetapi
ketika ada kekuatan hukum yang menyebabkan kematian, orang terhindar, hal ini
umumnya tidak dapat disebut dengan pembunuhan.
Menurut Sutherland (dalam Levin 2000) terdapat beberapa jenis kejahatan.
1. white-collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang terhormat dan
berstatus sosial tinggi selama ia bekerja. Conklin menyatakan bahwa kerugian dari
white-collar crime tiga kali lebih tinggi dari kejahatan jalanan. Dalam hal ini
dapat dilihat bahwa white-collar crime meliputi menentang hukum, penggelapan
uang, price-fixing, pelanggaran keselamatan industri, dan kesalahan representasi
dari iklan.
2. Organized Crime adalah aktifitas dari suatu grup dengan hirarki organisasi,
dimana anggotanya menjalankan bisnis ilegal atau bisnis sah dengan kekuatan
yang tidak sah. Organized Crime dilaksanakan oleh organisasi awalnya didesain
dengan melibatkan aktifitas kriminal untuk keuntungan pribadi. Prevalensi dari
organized crime membuat kekerasan kejahatan menjadi karakteristik spesial. Di
kota-kota di Amerika, pembunuhan menjadi teknik rutin untuk membuat
kesepakatan dengan bisnis lawan dengan penyelundup. Organized
crime
menyediakan servis ilegal seperti obat-obatan dan perjudian. Tindakan dari
deviasi elit secara tipikal dilakukan dengan resiko kecil karena pengizinan legal
biasanya tidak tegas dalam kekerasan kejahatan. Deviasi elit meningkatkan
pertumbuhan dan memelihara organized crime.
3. Kejahatan Remaja
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Konsekuensi dari kejahatan remaja menjadi kekhawatiran yang luar biasa
dalam masyarakat modern. Beberapa negara bereaksi dengan frustasi terhadap
remaja dan kaum muda mengenai kejahatan. Contohnya terjadi peningkatan
kekerasan kejahatan remaja. Misalnya: berdasarkan voting di Massachusetts
menyatakan bahwa pembunuh sama mudanya dengan usia 14 tahun, di Oregon
usia termuda pelaku kejahatan adalah 14 – 12 tahun dan di Wisconsin pada usia
10 tahun.
Siegel dan Senna (1997), menyatakan bahwa kriminal remaja berpengaruh
penting dalam statistik kriminal di suatu negara. Misalnya, selama periode
sepuluh tahun jumlah tahanan remaja meningkat 28 % dan tahanan remaja dengan
kasus kriminal yang kejam meningkat 75 %. Namun, peningkatan remaja
kriminal tidak dapat dijelaskan melalui peningkatan jumlah populasi remaja.
Banyak aksi agresi remaja terlihat sebagai tindakan yang tidak memiliki
motivasi
(random
street
violence).
Levin
dan
McDevitt
(1993)
mengargumentasikan bahwa beberapa insiden ini disebabkan oleh rasa benci atau
terpengaruh. Dalam analisis mereka mengenai hate-inspire crime mereka
mengklasifikasikanya ke dalam tiga tipe, yaitu:
1. thrill-seeking hate crime, meliputi remaja yang suka menampar golongan
kecil atau merusak milik orang lain.
2. reactive hate crimes, yaitu tingkah laku kriminal dimana individu
melawan orang yang menghalangi jalan hidupnya.
3. mission hate crime, tindakan kriminal yang dimotivasi oleh keinginan
untuk membunuh orang yang mengancam kepercayaan agamanya dan
mencari ras yang murni.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Gank usia belasan harus menjadi perhatian. Hal yang berhubungan dengan
gank remaja ini adalah substance abuser usia remaja dan drug traffikers. Gank
yang menggunakan obat-obatan terlarang ini merekrut remaja karena remaja
bekerja dengan mudahnya, kebal akan hukuman kriminal yang berat, nekat dan
mau mengambil resiko (Siegel and Senna, 1997).
Di kebanyakan negara, institusi lokal telah mensponsori sejumlah program
yang efektif untuk menyediakan alternatif kesehatan dalam bentuk harapan,
bimbingan, dan pengawasan untuk anak muda, misalnya: program gun-buy back
dan midnight basketball di gereja-gereja, konflik resolution dan program
mentoring di sekolah-sekolah umum, beasiswa di kampus, summer jobs dan
aktivitas setelah sekolah yang disponsori oleh perusahaan-perusahaan lokal (Levin
dkk, 2000).
C. PENYEBAB KEJAHATAN
Levin dkk (2000) menyatakan bahwa ilmuwan sosial beranggapan bahwa
dengan memahami penyebab dari kejahatan merupakan langkah pertama yang
harus dilakukan untuk mengurangi kejahatan tersebut. Selanjutnya Levin dkk
(2000) menyimpulkan bahwa terdapat tiga penyebab teoritis dari kejahatan yaitu
individual, cultural, dan social.
1. Individual
Pada abad 18 dan 19, para ilmuwan beranggapan bahwa kejahatan
merupakan penyimpangan dari karakteristik biologis (Beirne 1993). Disebutkan
juga bahwa kekerasan dan kriminalitas merupakan pengaruh genetik. Faktor
genetik ini juga menentukan penyakit mental, seperti schizophrenia dan gangguan
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
manic-depressive, bisa muncul, dan penderita penyakit tersebut mengarah kepada
kekerasan.Tentu saja, kecenderungan untuk memandang perilaku kejam sebagai
gejala gangguan mental boleh jadi hanya usaha yang efektif untuk mengalokasi
dan memahami dasar lingkungan dari kejahatan dan kekerasan Perbedaan
individual juga mempengaruhi perilaku kejahatan, beberapa peneliti juga
berpendapat mengenai penjelasan psikologis dari kejahatan. Kriminolog,
menyatakan mengenai sosiopath. Mereka sangat kejam membunuh korbannya,
kurangnya simpati dengan korban mereka, dan pintar memanipulasi dan
memanage kesan mereka.
Kriminolog percaya bahwa lingkungan memainkan peran yang penting.
Menurut praktisi kesehatan mental, sociopathic merupakan kegagalan individu
menjalin hubungan dengan orangtua atau orang lain yang berarti pada masa
kanak- kanak awal.
2. Cultural
Robert Merton berpendapat bahwa tipe tertentu dari perilaku kejahatan
merupakan respon yang dikarakteristikan sebagai American Cultural yaitu sebuah
budaya yang menekankan bahwa kesuskesan itu tidak dipandang secara sosial.
Merton memandang United States sebagai sebuah kelompok masyarakat
egalitarian dalam ideologinya tetapi tidak sesuai dengan tujuannya. Perbedaan
antara ideology dan reality membuat ketegangan pada banyak orang. Secara
struktural penilaian sosial dalam meraih tujuan sama dengan cultural theory.
Merton mengidentifikasikan 5 respon untuk ketegangan ini :
a. Conformity
Orang secara umum setuju dengan tujuan budaya.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
b. Innovation
c. Ritualism
Orang menyerah dengan keinginannya dan memusatkan pada apa yang
ingin dicapai oleh budaya.
d. Retreatism
Adaptasi dengan melepaskan tujuan yang diinginkan dan tidak conform
dengan institusi tertentu.
e. Rebellion
Pengasingan dari legitimate dan penilaian.
3. Structural
Durkheim (dalam Levin dkk) adalah salah satu penemu Sociological
Criminology. Dia percaya bahwa tidak ada perilaku yang secara intrinsic berupa
tindakan kriminal. Seperti pendapatnya dalam The Division of Labor in Society,
“sebuah perilaku dikatakan kriminal ketika menyinggung kekuatan, struktur
kesadaran kolektif yang terdefinisi dengan baik. Tidak seharusnya orang
mengatakan bahwa suatu perilaku menyinggung suatu kesadaran umum karena
perilaku itu termasuk tindakan kriminal, tetapi menjadi kriminal karena
menyinggung kesadaran.”
Durkheim juga berpendapat bahwa kejahatan memiliki fungsi yang spesifik
bagi lingkungan sosial. Salah satu fungsinya adalah perilaku yang dikatakan
kejahatan tentu akan diberi hukuman. Fungsi dari hukuman bukan semata-mata
alat untuk membalas dendam, pencegahan, atau perbaikan perilaku. Fungsi yang
sebenarnya adalah untuk memelihara dan memperkuat solidaritas sosial.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Durkheim menyatakan bahwa kejahatan itu normal. Dia menyatakan bahwa
kejahatan itu tidak dapat dihindari; tidak akan ada masyarakat yang dapat
melepaskan diri darinya. Jika tidak ada kejahatan, maka masyarakat menjadi tidak
sehat–masyarakat akan secara total dokintrol, mengarah pada level otoriter yang
berbahaya.
Marxist memiliki perspektif yang berbeda mengenai kejahatan. Marx dan
Engels (dalam Levin, 2000) berpendapat bahwa hukum memiliki dasar ideologis,
bahwa sejumlah kejahatan di masyarakat modern dihasilkan dari kondisi dasar
masyarakat kapitalis. Selanjutnya mereka memfokuskan pada tiga dimensi yang
terpisah ketika menganalisa hubungan antara kejahatan dan kapitalisme. Dimensi
pertama, kejahatan dipandang sebagai pelanggaran hak asasi manusia, sesuatu
yang digambarkan secara moralistic. Dimensi ayng kedua, kejahatan dan
demoralisasi, dihubungkan dengan kapitalisme dengan demoralisasi yang besar.
Marx dan Engels berpendapat bahwa kondisi kerja di bawah kapitalisme dapat
mengarahkan terjadinya kompetisi di antara para pekerja. Kompetisi ini dapat
mengarahkan pada demoralisasi yang besar dan menyebabkan munculnya
kejahatan.
Selanjutnya Levin dkk (2000) menyebutkan bahwa hal yang terpenting
untuk menjelaskan kejahatan adalah dengan labeling theory, dinamakan begitu
karena teori labeling berpendapat bahwa kelompok sosial mengidentifikasi
penyimpangan atau kejahatan dengan cara pertama kali membuat aturan mengenai
tindakan apa yang dikatakan sebagai penyimpangan dan kemudian menerapkan
aturan itu terhadap sebagian orang yang dikatakan melakukan penyimpangan dan
menyebut mereka sebagai outsider. Teori labeling beranggapan bahwa hal itu
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
merupakan the agents of control, yang berfungsi pada kepentingan masyarakat
sebagai unit yang kuat, yang memberi label terhadap yang lemah.
Sutherland
(dalam
Levin,
2000)
mengemukakan
teori
differential
association yang menjelaskan mengenai proses dimana seseorang belajar untuk
melakukan kejahatan dan juga konten apa yang dipelajari dari tindakan tersebut.
Sutherland berpendapat bahwa perilaku criminal itu dipelajari, sama seperti
perilaku lainnya. Intinya adalah bahwa orang-orang melakukan kejahatan karena
mereka memiliki hubungan yang lebih dengan pola pro-criminal daripada dengan
pola anti-criminal. Teorinya secara umum dapat diterima tetapi mendapat kritikan
mengenai asumsi bahwa orang-orang melakukan kejahatan saat mereka
berhubungan dengan kejahatan.
Akers (1996) memiliki teori mengenai proses asosiasi yang berbeda dengan
Sutherland dan memisahkannya dengan prinsip perilaku lainnya. Perkembangan
teori Aker berfokus pada empat konsep utama: differential association,
definitions, differential reinforcement, imitation.
Differential
association
digambarkan
sama
seperti
definisi
yang
dikemukakan oleh Sutherland. Definition merupakan sikap seseorang atau berarti
bahwa seseorang melekat dengan perilaku yang diberikan.
Differential reinforcement merupakan keseimbangan antara antisipasi dan
actual rewards dengan punishment yang mengikuti atau kosekuensi dari suatu
perilaku.
Imitation merupakan meniru perilaku setelah melakukan observasi terhadap
perilaku orang lain yang mirip dengan perilaku kita.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Teori Aker memiliki lingkup yang lebih luas dan tidak mengandung
penjelasan umum mengenai hukum, keadilan kejahatan, atau aspek struktural
masyarakat yang memiliki dampak terhadap kejahatan.
Criminology yang sederhana mengabaikan analisa terhadap wanita. Rafter
dan Heidensohn (1995) menyatakan bahwa kriminology selalu lebih maskulin
daripada ilmu sosial lainnya. Banyak feminist berpendapat bahwa wanita yang
melakukan kejahatan tidak dapat dipahami dengan menggunakan male-centered
theorist. Wanita biasanya melakukan kejahatan yang berbeda dari pria dengan
alasan yang berbeda.
Kenakalan remaja dan broken home sering dilihat sebagai variable yang
berhubungan. Penelitian terkini menemukan bahwa faktanya terdapat hubungan
antara kriminalitas dan struktur keluarga. Analisa kejahatan wanita membuktikan
hubungan ini. Lebih dari setengah jumlah wanita yang melakukan kejahatan
melaporkan bahwa mereka pernah dilecehkan secara seksual selama masa kanakkanak. Banyak dari kejahatan itu dilakukan oleh anggota keluarga mereka sendiri.
Dalam studi klasik, Silberman (1978) berpendapat bahwa kejahatan
merupakan hasil dari prinsip ketidaksamaan dan perbedaan ras. African
Americans secara tidak seimbang menunjukkan angka statistic mengenai
penyimpangan, meskipun hal ini menjadi fenomena terhadap ras yang lainnya:
sebagai kelompok yang berada pada golongan kelas menengah, partisipasi mereka
terhadap kejahatan menurun. Silberman berpendapat bahwa African Americans
secara turun-temurun diperlakukan dengan buruk dan ditindas, dan hal itu
membuktikan bahwa mereka tidak lebih menyimpang di masa lalunya.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Beberapa ilmuan sosial berpendapat bahwa sistem peradilan kriminal itu
membangkitkan kejahatan dan kekarasan di United States. Tonry (1995)
berpendapat bahwa sistem peradilan kriminal di Amerika merupakan rasis. Lebih
khusus, ia menegakkan bahwa ukuran kejahatan kejam yang dibuat sejak 1980
telah ditumbangkan dengan kasar pada orang amerika kulit hitam dari pada orang
kulit putih. Menurutnya ketidaksesuaian sebagian kecil terjadi karena pola
kejahatan dan sebagian besar terjadi karena perkembangan polotik. Pertama,
anggota partai republican dalam pemilihan “memainkan kartu ras” dengan
menggunakan slogan anti kejahatan dan mengiklankan kampanye dengan tujuan
mengeksploitasi ketakutan orang kulit putih terhadap kejahatan orang kulit hitam,
khususnya yang laki-laki.
Selama data populasi penjara disusun, orang kulit hitam dengan tidak
proporsional telah digambarkan sebagai tahanan. Ditambah lagi, sejak tahun 1980
persentasi kulit hitam yang menjadi tahanan meningkat drastis. Alasan yang ada
mungkin karena bias yang melekat dalam proses penahanan. Sebagai contoh
penggunaan obat-obatan terlarang, menurut Tonry (1995), orang kulit hitam tidak
kelihatan seperti orang kulit putih yang menggunakan obat-obatan terlarang
melainkan ditangkap dan dipenjarakan karena pelanggaran obat-obatan terlarang
dalam rata-rata yang tinggi. Alasannya mungkin karena adanya kesesuaian
kesepakatan bagaimana penggunaan obat-obatan yang diperbolehkan.
Selanjutnya Tonry (1995) menyatakan bahwa hukuman yang keras untuk
kejahatan obat-obatan lebih ditujukan pada orang kulit hitam dan latin dari pada
orang kulit putih dalam penahanan dan penjara.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Price dan Sokolof (1995) berpendapat bahwa hukum dibuat dalam bagian
besar oleh dan untuk kelas sosial yang dominan. Dalam masyarakat kita biasanya
orang ditahan karena melakukan pelanggaran terhadap properti, terhadap
ketentraman public, dan terhadap individu-individu.
Menurut Price dan Sokolof (1995) bahwa sejak tahun 1989, wanita memiliki
kemungkinan yang lebih besar dari pada pria untuk di penjara atas tuduhan
penggunaan obat-obatan terlarang. Lebih dari sepertiga dari seluruh wanita dalam
penjara lokal dan sekitar 60 persen dari wanita dalam tahanan federal dihukum
karena pelanggaran obat-obatan terlarang.
Paling sedikit di 24 negara bagian, terdapat wanita yang ditahan dan dituntut
setelah mereka melahirkan anak mereka yang ternyata setelah dites dalam
darahnya terkandung obat-obatan terlarang (Levin dkk, 2000).
Levin dkk (2000) menyatakan bahwa kelas sosial merupakan kunci
pertimbangan untuk mengerti data kejahatan. Orang dari latar belakang sosial
ekonomi rendah lebih berkemungkinan untuk dipersiapkan untuk dipersalahkan
dan menerima hukuman yang berat dari pada yang berlatar belakang sosial
ekonomi tinggi. Wanita minoritas memiliki pengalaman yang unik dalam system
keadilan kriminal, mereka tidak diperlakukan dengan baik ketika dipernjara,
selama pemberian jaminan, dan ketika mereka dihukum. Meskipun keprcayaan
biasanya orang kulit putih kelas menegah keatas berkemungkinan untuk menjadi
korban kejahatan, data menunjukkan bahwa orang miskin dan kelompok minoritas
pada area berkembang biasanya lebih banyak korban violent crime. Rata-rata
pembunuh kulit hitam lebih bayak enam kali dari pada kulit putih. 40 persen kulit
hitam sering melakukan penjarahan, 50 persen merampok. Bagi wanita minoritas,
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
rasim itu sering disertai dengan sexism. Wanita kulit hitam 1,5 kali lebih sering
diperkosa dari pada wanita lain.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
BAB III
KESIMPULAN INTERVENSI
Semua masyarakat telah membangun institusi untuk mengontrol tingkah
laku kriminal. Sosiologis mengargumentasikan bahwa pemerintah harus
melakukan hal yang lebih dari pada hanya berdasarkan pada kebijakan,
pengadilan, penjara. Reynolds (1999) menyatakan bahwa Amerika memiliki per
kapita kriminal yang lebih banyak dari negara-negara yang sedang berkembang.
Etizen (1999) mengemukakan 4 tindakan yang dapat dengan signifikan
mengurangi jumlah kejahatan , yaitu:
1. Masyarakat harus melindungi dari predator sosiopath. Maksudnya bahwa
masyarakat harus memenjarakan orang-orang berbahaya. Untuk kriminalkriminal yang lain masyarakat harus menyediakan tanggapan altrnatif
seperti rumah tahanan, half-way houses, boot camps, pengawasan
elektronik, korps pekerjaan, perlakuan alkohol/drug.
2. Jumlah senjata tangan dan penyerangan senjata harus dikurangi dengan
signifikan melalui penyelenggaraan keras kontrol senjata pada level
federal. Upaya khusus harus dilakukan untuk mendapatkan senjata dari
luar tangan remaja.
3. Sistem peradilan kriminal harus reinvented, sehingga bias ras, kelas dan
gender dibasmi.
4. Penjara harus lebih manusiawi rehabilitasi dan training vokasional harus
diberikan.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Salah satu alternatif umum untuk pembatasan dalam fasilitas pelaku
kejhatan adalah masa percobaan, dimana pelanggar hukum yang menerima vonis
dari pengadilan, selagi masih bebas berada di bawah pengawasan petugas masa
percobaan. Petugas ini melihat apakah penerima masa percobaan ini patuh dengan
kondisi di masa percobaannya. Jika kondisi masa percobaan itu dilanggar maka
petugas akan mengirim tahanan tersebut ke instansi hukum (Levin dkk, 2000)
Selanjutnya Levin dkk (2000) juga menyatakan terdapat cara lain yang
berkembang luas adalah pembebasan bersyarat, dimana pelaku kejahatan di
bebaskan dengan pengawasan petugas pembebasan bersyarat setelah menjalani
bagian dari vonisnya di pengadilan. Pembebasan bersyarat dikabulkan hanya
ketika ditinjau ulang, ditetapkan bahwa
tahanan layak mendapatkan hak
istimewa,secara spesifik ia menunjukkan kemajuan yang cukup di dalam penjara
untuk menjamin kesempatan rehabilitasi diluar penjara. Tahanan yang telah bebas
yang masih harus mencari cara untuk menhubungkan dirinya dengan dunia sosial
kemungkinan harus menemukan tempat tinggal sementara, yang biasanya
berlokasi di lingkungan dimana ia sebelum masuk penjara. Tempat ini biasannya
disebut halfway (separuh jalan) untuk menekankan tujuan mereka bertransisi
antara kehidupan penjara dengan kebebasan total.
Community policing adalah salah satu pendekatan terbaru dalam mencegah
kejahatan. Pencegahan kejahatan terlihat menjadi tergantung pada komunitas dan
sistem peradilan kejahatan. Tidak mudah untuk menggabungkan kekuatan polisi
dengan setiap komunitas. Polisi dan masyarakat mungkin memiliki sejarah
dimana mereka tidak sejalan satu sama lain (Levin dkkk, 2000).
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Akers,R. 1996. Criminological Theories. Los Angeles:Roxbury Publishing.
Conclin, JE.1995. Criminology. Boston:Allyn and Bacon.
Eitzen, D.S. 1999.:”Violent CrimeMyths, Facts, and Solutions”. Taking Sides :Clashing
Views on Controversial Social Issues. Guilford, Connecticut:Duskhin/McGraw
Hill.
Gittfredson, Michel,R., and Hirschi. (1990). A General Theory of Crime. Stanford:.
Stanford University Press.
Kappeler, Victor, E., Blumberg, M., and Potter G,W. (1996). The Mythology of Crime
and Criminal Justice. ProspectHeights. Illionis: Waveland Press.
Price, B.R and Sokoloff N.J. 1995. The Criminal Justice System and Women. New York:
MacGraw Hill.
Rafter, N and Heidensohn F. 1995. International Feminist Persefective in Criminology.
Philadelphia: Open University Press.
Reiman, J. 1998. The ich Get Risher and The Poor Get Prison:Ideology, Class, and
Criminal Justice. Boston: Allyn and Bacon.
Reinolds, M.O. 1999. “Crime pays, But so Does Inprisonment. Taking Sides: Calshing
Views on Controversial Social Issues. Guilford, Connecticut:Duskhi/McGraw
Hill.
Siegel,L. and Senna, J. 1997. Juvenile Delincuency. New York:West Publishing.
Silberman, C.E.1978. Criminal Violence, Crimanal Justice. New York:Random House.
Levin, J., Innis, K.M., Carrol W.F, and Bourne, R. 2000. Social Problem;causes,
Consequences, Intervention. Los Anggeles, California: Roxbury Publishing
Company.
Stark, R. (1996). Sociology. Belmont, California: Wadshmorth.
Tonry, M. 1995. Malign Neglect:Race, Crime, and Punishment in America. New
York:Oxford University Press.
Ari Widiyanta : Telaah Pustaka Tentang Kriminalitas Di Amerika Serikat (Sebuah Usulan Intervensi), 2009
USU Repository © 2008
Download