Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016

advertisement
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN MARET 2017
A. Monitoring Dinamika Atmosfer Maret 2017
Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh
fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling
berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah
monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Maret 2017 :
El Nino Southern Oscillation (ENSO)
Selama Maret 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial
bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan normal. Anomali suhu muka laut
mingguan terakhir tercatat +0.25°C sedangkan nilai bulanan Maret 2017 adalah +0.16 sehingga
termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur
subsurface / bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai
SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai +2.6 juga menunjukkan kondisi normal / netral.
Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang stabil sehingga diprediksi kondisi Normal
/ Netral masih akan berlangsung pada April 2017 hingga Mei 2017.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di
sekitar Pasifik Ekuatorial sampai akhir Maret 2017 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Dipole Mode
Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju
normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Maret 2017
tercatat bernilai +0.09, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari
Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi
berlangsung hingga September 2017.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal April 2017 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Posisi aktifitas MJO selama Maret 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI)
pada 5 – 12 Maret 2017, yang tentunya turut berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah
Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu yang
menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata Maret 2017. Pemusatan daerah tutupan
awan hampir merata di seluruh wilayah Indonesia.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Maret 2017, Warna ungu-merah adalah OLR
negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Sirkulasi Monsun Asia – Australia
Pada Maret 2017, monsun Baratan masih dominan. Gangguan tropis yang terlihat dari
pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Maret 2017 menyebabkan monsun Baratan
sering terganggu. Memasuki akhir Maret 2017 monsun Baratan terlihat melemah hingga awal
April 2017. Kondisi tersebut diprediksi masih berlangsung pada awal April dimana dibawah
kondisi rata-ratanya yang mengindikasikan monsun baratan yang melemah dan berangsur
mulai berubah menjadi monsun timuran dan berdampak pada berkurangnya hujan.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur
(komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Maret
(sumber: misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Maret 2017 lapisan 850 mb
(sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di seluruh wilayah Jawa Timur
selama Maret 2017 (rata-rata bulanan) kondisinya terjadi anomali positif yang mengindikasikan
dominasi Angin Baratan masih cukup signifikan. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan)
di mayoritas Jawa Timur umumnya anomali positif artinya dominasi massa udara dari Selatan.
Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Maret 2017.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Suhu muka laut perairan Indonesia
Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Maret 2017 berkisar antara
-1.0 hingga +1.0 ºC, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali)
termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Dengan
suhu muka laut kisaran 28 – 30 °C menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam
pembentukan awan selama Maret 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor
dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Maret 2017 selain kondisi dinamika atmosfer
skala global hingga lokal lainnya.
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Maret 2017 (sumber: NOAA)
Seruakan Dingin Asia (Cold Surge)
Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan
dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di
bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai
indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara
dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan
ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang
cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta analisa
garis arus angin / streamline.
Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) dan peta streamline
(Sumber data; Ogimet.com dan BMKG)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada pertengahan
dasarian kedua. Di Hongkong terjadi penurunan suhu hingga 5ºC. Dilihat dari peta arus angin
terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan
dingin Asia telah terjadi.
Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa.
Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3
hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan
dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari
berikutnya dari kejadian indeks ≥10 mb. Namun hal ini hanya salah satu faktor dari sekian
banyak faktor lainnya dalam membentuk hujan di wilayah Jawa Timur.
Gangguan Tropis
Selama Maret 2017 terdapat 2 aktifitas gangguan tropis berupa badai tropis di wilayah
Samudera Hindia selatan Indonesia, yaitu siklon tropis BLANCHE (5 – 6 Maret 2017) dan
CALEB (23 – 27 Maret 2017). Aktifitas siklon tropis tersebut berdampak pada meningkatnya
kecepatan angin dan tinggi gelombang laut terutama di perairan sepanjang selatan Jawa
hingga Nusa Tenggara. Pola pertemuan angin yang terbentuk akibat siklon tropis tersebut juga
meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan dan hujan di beberapa wilayah. Untuk wilayah
Banyuwangi secara umum hanya terpengaruh berupa peningkatan kecepatan angin dan tinggi
gelombang terutama perairan selatan Banyuwangi selama periode terjadinya siklon tropis
tersebut.
Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis selama Maret 2017.(sumber : unysis)
Kelembaban udara
Kelembaban udara relatif selama Maret 2017 di Jawa Timur umumnya lebih kering
dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 73 – 82%. Jawa Timur bagian selatan
kondisinya lebih kering dibanding bagian Utara. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian
Selatan anomali positif 2 - 4 % dari rata-ratanya. Kondisi yang lebih basah terjadi untuk wilayah
Jawa Timur sebelah Utara dengan anomali sebesar 4 – 6 % dari rata-ratanya, hal ini berkorelasi
positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Maret 2017 dimana
wilayah Jawa Timur bagian Utara lebih banyak sebaran awan dan hujannya.
5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Maret 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb
(Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca
Pada awal bulan Maret 2017 masih merupakan masa musim hujan, secara umum
kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi terjadi hujan bervariasi dengan intensitas ringan hingga
lebat. Hujan mayoritas terjadi mulai siang dan sore hari namun sering juga terjadi pada
malam dan terkadang pagi hari. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat.
Memasuki akhir bulan mulai terjadi peningkatan curah hujan akibat pola angin konvergen
yang terbentuk sebagai dampak adanya daerah tekanan udara rendah di Samudera Hindia
sekitar Nusa Tenggara yang bergerak ke Barat. Berdasarkan pantauan citra radar dan
data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa curah hujan mulai meningkat menjelang akhir
bulan Maret 2017.
Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Maret tentunya
secara spasial mayoritas berada pada kondisi bawah normal hingga normal, mengingat
sebagian wilayah Banyuwangi secara normal memasuki masa transisi pada bulan
Maret dan wilayah lainnya masih berlangsung musim hujan. Hal ini tentunya dampak
interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu cold surge, variabilitas
monsun, gangguan tropis, pola angin, suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta
labilitas atmosfer.
B. Pantauan kondisi cuaca bulan Maret 2017 di Kota Banyuwangi
Dari rentetan peta synoptic selama bulan Maret 2017, wilayah kota Banyuwangi,
angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah
Timurlaut, dengan kecepatan 3 – 14 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan
hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 24 dan 25 Maret 2017 dari arah
Timur Laut dan Barat Daya dengan kecepatan 14 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi
dalam satu bulan sebanyak 244.8 mm (Normal). Suhu tertinggi 33.0 °C terjadi pada 27 Maret
2017 dan suhu terendah sebesar 23.0 ºC terjadi pada 2 Maret 2017.
Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi
Banyuwangi pada bulan Maret 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil
observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang
merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Maret 2017
NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI
MARET 2017
NORMAL MARET
[1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
28.0 ºC
27.2 ºC
2
Temperatur maksimum
32.2 ºC
33.4 ºC
3
Temperatur minimum
24.5 ºC
22.2 ºC
4
Temp. maks. absolut
33.6 ºC
35.2 ºC
5
Temp. min. absolut
23.2 ºC
19.5 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1009.7 mb
1008.8 mb
7
Kec. angin rata-rata *
2.1 kt
2.5 kt
8
Arah Angin terbanyak
050°
180°
9
Kelembaban rata-rata
77 %
80 %
10
Curah hujan
121.1 mm
11
Jumlah hari hujan
15 hari
176.0 mm
17 hari
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil
observasi Maret 2017 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama Maret 2017 mencapai 133.8 mm dengan rata-rata harian 4.3 mm,
penguapan tertinggi 6.7 mm terjadi pada 21 Maret 2017.
Penyinaran matahari rata-rata Maret 2017 mencapai 4 3 %, minimal 0 % terjadi pada
2, 15, dan 31 Maret 2017 sedangkan maksimal 100% hanya terjadi pada 4 Maret 2017.
Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.4 mb pada 27 M a r e t 2017 dan terendah
1007.4 mb pada 4 Maret 2017.
Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Maret 2017 adalah 7 7 % dengan RH
tertinggi 90 % pada 21 Maret 2017, dan RH terendah 65 % pada 11 Maret 2017.
Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan
bertiup dari arah Timurlaut, kecepatan angin dominan 3 - 7 knots sebesar 31.2 %. Kecepatan
angin tertinggi 14 knots dari arah Timurlaut pada 16 Maret 2017.
C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari
Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa
Blimbingsari,
Rogojampi,
Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat
8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara
dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 April 2010. Hingga Maret
2017 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings
Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan
Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri
Utama Flight Academy (MUFA).
Kondisi parameter cuaca selama Maret 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil
pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi
pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :
Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Maret 2017 normalnya berada pada masa musim
hujan, dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta
faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan – sedang di
Bandara Blimbingsari, Banyuwangi.
Curah hujan selama Maret 2017 mencapai 131.6 mm, dengan kelembaban udara relatif
rata-rata 85 %. RH tertinggi 93 % tanggal 14 Maret 2017, terendah 77 % tanggal 7 M a r e t
2017. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1010.7 mb, tertinggi 1013.1 mb dan terendah 1008.5
8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
mb. Suhu rata–rata 26.7 °C dengan suhu maksimum absolut 33.1 °C terjadi pada 7 Maret
2017. Suhu minimum absolut 21.6 °C pada 29 dan 30 Maret 2017. Arah angin bervariasi,
kecepatan angin 3 – 16 knots. Angin dominan bertiup dari arah Timur. Mayoritas kecepatan
angin mencapai 31.2 % berkisar antara 3 – 7 knots. Kecepatan angin tertinggi 16 knots, terjadi
pada 13 Maret 2017 dari arah Baratlaut.
Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Maret 2017
di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk
Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang
Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Maret 2017 angin dominan dari arah Baratlaut Timurlaut dengan kecepatan angin bervariasi 0.4 – 15.6 knots. Suhu berkisar antara 23.7 –
30.7 °C, Kelembaban Udara Relatif 67.5 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1004.6 – 1013.0
mb. Kondisi cuaca bervariasi Berawan dan hujan intensitas ringan - lebat. Berikut grafik
parameter cuaca selat Bali :
Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
E. Analisis Hujan Maret 2017 Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan data curah hujan bulan Maret 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan
kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya s ebagai berikut
Curah hujan tertinggi 481.0 mm terjadi di Bayulor dengan 20 hari hujan. Sementara curah hujan
terendah 29 mm terjadi di Bajulmati dengan 3 hari hujan.
Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Maret 2017
dan Sifat Hujan Maret 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Maret 2017
mengalami curah hujan bervariasi 29 - 481 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala
global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Bawah Normal – Normal, sifat
hujan Atas Normal hanya terjadi di kecamatan Tegaldlimo, Songgon dan Licin. Hal ini
berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Maret 2017. Bervariasinya
spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi
fenomena laut-atmosfer selama Maret 2017.
11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Maret 2017 di Banyuwangi
(Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada
Maret 2017 masih berada pada musim hujan. Umumnya pada bulan Maret 2017 sebagian
besar kecamatan – kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Banyuwangi masih terjadi
hujan. Daerah yang tidak terjadi hujan selama 6 – 10 hari terjadi di kecamatan Bangorejo,
Purwoharjo dan Tegaldlimo. Sedangkan kecamatan Kalipuro tidak terjadi hujan berturut-turut
selama 11 – 20 hari (masuk kategori menengah) per tanggal 31 Maret 2017.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
II.
PROSPEK CUACA BULAN APRIL 2017
A. Prediksi Dinamika Atmosfer April 2017
Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode Normal /
Netral mulai Desember 2016 hingga Maret 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari
Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Kondisi normal / netral ini diprediksi akan masih
berlangsung hingga Mei 2017. Memasuki bulan Juni 2017 diprediksi terjadi El Nino. Sementara
itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang terpantau normal pada Maret 2017, diprediksi masih tetap
normal hingga September 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air
dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga September 2017.
Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia April 2017
umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi cenderung mendingin kecuali di
perairan sebelah Timur Papua dan di sekitar selat Malaka yang cenderung hangat. Memasuki
Mei hingga September 2017 umumnya anomali suhu muka laut perairan Indonesia dan
sekitarnya diprediksi masih dingin terutama di sekitar Selatan Sumatera dan Jawa, serta sekitar
Maluku dan Papua sedangkan di Wilayah Nino 3.4 Samudera Pasifik cenderung menghangat.
Madden Jullian Oscillation pada Maret 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia
(BMI), sedangkan untuk awal bulan April 2017 MJO tidak aktif di BMI, dan diprediksi tetap tidak
aktif hingga pertengahan April 2017. Berdasarkan peta spasial, terdapat wilayah subsiden /
kering di bagian Barat Sumatera yang meluas kebagian tengah sampai pertengahan April
2017.
Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah selama bulan Maret
masih sering muncul di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari.
Memasuki April 2017 potensi terjadinya gangguan tropis di BBS masih ada namun di BBU juga
sudah mulai muncul wilayah tekanan udara rendah yang melemahkan monsun baratan
sehingga kondisi pola musim transisi / peralihan tersebut akan berdampak terhadap pola angin
dan curah hujan.
Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim
Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian wilayah
Banyuwangi pada bulan April 2017 sebagian masih berada pada masa musim hujan, sebagian
wilayah lainnya memasuki masa peralihan musim.. Perlu ditingkatkan kewaspadaan
menghadapi potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa peralihan musim. Untuk
prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan
pola monsun baratan yang tidak stabil maka diprediksi akumulasi curah hujan April 2017
mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil
wilayah diprediksi curah hujannya diatas kondisi normalnya.
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR
(Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan April 2017 – April 2017
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer
di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM)
terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan April
2017 hingga April 2017 diprakirakan sebagai berikut :
April 2017
Curah Hujan berkisar 100 – 200 mm
Sifat Hujan : Normal - Atas Normal
Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan
April dan Mei 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
C. Prakiraan Potensi Banjir April 2017
Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan April 2017, dari peta terlihat untuk
beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah. Memasuki
bulan April 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi diprediksi masih berlangsung musim hujan dan
sebagian wilayah lainnya berlangsung masa peralihan musim, sehingga perlu diwaspadai
variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan
intensitas yang bervariasi juga.
Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir April 2017 (Sumber:BMKG)
III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI APRIL 2017
Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan April 2017 di wilayah
Kota Banyuwangi :
Ápril 2017
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Ápril 2017
Matahari Terbit
(WIB)
5:25:44
5:25:40
5:25:36
5:25:31
5:25:27
5:25:23
5:25:19
5:25:15
5:25:12
5:25:09
5:25:05
5:25:02
5:25:00
5:24:57
5:24:55
Matahari
Terbenam (WIB)
17:27:02
17:26:31
17:26:00
17:25:29
17:24:59
17:24:29
17:23:59
17:23:29
17:23:00
17:22:31
17:22:02
17:21:34
17:21:06
17:20:39
17:20:11
Tanggal
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Matahari Terbit
(WIB)
5:24:53
5:24:52
5:24:50
5:24:49
5:24:49
5:24:48
5:24:48
5:24:49
5:24:49
5:24:51
5:24:52
5:24:54
5:24:56
5:24:59
5:25:02
Matahari
Terbenam (WIB)
17:19:45
17:19:19
17:18:53
17:18:28
17:18:03
17:17:39
17:17:15
17:16:52
17:16:29
17:16:07
17:15:46
17:15:25
17:15:05
17:14:45
17:14:26
16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
IV. KEJADIAN GEMPABUMI DIRASAKAN SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Maret 2017 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan dirasakan sampai Wilayah Kabupaten
Banyuwangi bulan Maret 2017 adalah Gempabumi yang terjadi pada 22 Maret 2017 jam
06.10.27 WIB dengan pusat gempa di laut 23 Km Tenggara Denpasar – Bali. Titik koordinat
gempa -8.88 LS dan 115.24 BT, kedalaman 117 Km dan tidak berpotensi Tsunami. Gempa ini
dirasakan sampai wilayah Kabupaten Banyuwangi dengan skala kekuatan II – III MMI.
V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM MARET 2017
Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut.
Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu
pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah
maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan
kerugian bahkan korban jiwa.
Tabel 2. Cuaca/ Iklim Ekstrim Bulan Maret 2017 Banyuwangi
KRITERIA
KETERANGAN
Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam
-
Suhu udara > 35˚ C
-
Suhu udara < 15˚ C
-
Kelembaban udara < 30 %
-
Curah Hujan >100 mm / hari
-
Tanah Longsor
-
Banjir
-
Puting beliung / Waterspout
-
17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI
ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli
membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa
kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat
dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO
di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino
berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi
curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi
sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia
umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah
hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang
dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai
timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut
tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak
berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya
curah hujan di Indonesia bagian barat.
Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan
penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar
ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan
untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih
nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan
China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk
indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.
MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan
MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya
penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia
dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam
mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di
Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju
Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian.
Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.
OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer.
Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat
sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan
anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak
terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.
Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap
setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara
di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam
setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan
dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena
adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim
kemarau di Indonesia.
Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone)
merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi
18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan
khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi
pertumbuhan awan-awan hujan.
Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan
pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1
(satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung
air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.
Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan
yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu
sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota
dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa
kabupaten.
Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi
menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :
a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10
b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20
c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan
Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang
ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah
hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu :
a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya
b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya
c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya
Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang
seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik
Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau
pergerakan lempeng bumi
Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan
gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude
gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw),
magnitude durasi (Md).
Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa
berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.
Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya,
dikemukan oleh Richter (1930).
Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa
dikaitkan dengan intensitasnya
19
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2017
Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI
---ABCD : Act Beyond your Common Duties---
20
Download