77 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Strategi Menggunakan konsep Balanced Scorecard Pentingnya strategi diterjemahkan ke dalam perencanaan pelaksanaan, mengacu pada kata-kata bijak oleh Frank Outlaw berikut: Whats your thoughts; they become words What your words; they become actions What your actions; they become habits What your habits; they become character What your character; they become destiny Strategi diformulasikan top to bottom, yaitu diformulasikan oleh top managemen berdasarkan review data yang diperoleh dari seluruh lapisan organisasi. Agar konsep strategi dapat dilaksanakan dan menjadi acuan seluruh anggota organisasi, maka: • Setiap orang dalam organisasi harus mengerti konsep strategi dan penjabarannya sehingga dapat menyesuaikan pelaksanaan aktivitas dan 77 perilakunya ke arah tercapainya strategi organisasi. • Proses pengambilan keputusan harus searah dengan pelaksanaan strategi. • Diperlukan adanya suatu metode pengukuran performa yang terstruktur, yang menyediakan informasi untuk membantu menentukan target, pengalokasian sumber daya, menentukan atau mengubah kebijakan untuk mencapai target, dan pelaporan. • Hasil pengukuran yang didapat dijadikan sebagai peringatan awal atau titik tolak untuk mengidentifikasi hal-hal pada masa mendatang. Fase-fase proses perencanaan dan penerapan strategi menggunakan konsep balanced scorecard dibagi menjadi 4 fase, yaitu: 1. FASE PEMUSATAN STRATEGI 2. FASE EVALUASI: PENENTUAN PENGUKURAN DAN MEMBANGUN RANCANGAN PENILAIAN PERFORMA 3. FASE PENERAPAN STRATEGI DAN PERENCANAAN 4. FASE PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN 77 I. Strategic Focus Step 1. Refine and commit to strategy I IV. Continuous Improvement Step 7. Track Metrics Step 8. Continuous Improvement II. Assessment Step 2. Audit measures IV Sustainable Results Step 3. Develop new measures II Step 4. Apply new measures III III. Change Planning and Implementation Step 6. Implement Improvement plans Gambar 5: Fase-fase proses perencanaan penerapan strategi menggunakan konsep Balanced Scorecard Diadaptasi dari Guide to a Balanced Scorecard Performance Management Methodology, didownload dari http://oamweb.osec.doc.gov/bsc/guide.htm 77 Penjabaran pelaksanaan fase-fase tersebut adalah sebagai berikut: 1. FASE PEMUSATAN STRATEGI Langkah 1: Mendefenisikan spesifikasi strategi: Spesifikasi strategi perlu ditentukan karena strategi tersebut akan menjadi landasan untuk pengukuran performa setiap perspektif dalam konsep balanced scorecard. Di sini ada 3 pertanyaan strategi utama yang harus dapat dijawab : • Apakah target utama dari kegiatan usaha yang harus dicapai oleh organisasi? • Apakah pemicu kritikal tercapainya tujuan di atas (misalnya; komitmen karyawan, fokus pelanggan, dsb.) yang harus dicapai? • Apakah pengaruh performa pemicu kritikal tersebut terhadap target utama organisasi? Untuk menjawab pertanyaan di atas dilakukan hal-hal berikut: • Evaluasi konsep strategi yang sudah ada • Pemastian strategi • Menghubungkan top level manager dengan issue strategi • Mencari kemungkinan hambatan yang akan muncul pada saat 77 pengembangan konsep strategi yang sudah ada. • Membentuk kelompok yang memimpin mobilisasi perubahan. Karena kerangka konsep balanced scorecard adalah mengubah pola pikir dan perilaku anggota organisasi, strategi yang diformulasikan secara pasif menjadi strategi yang secara aktif dilaksanakan. 2. FASE EVALUASI: PENENTUAN PENGUKURAN DAN MEMBANGUN RANCANGAN PENILAIAN PERFORMA Langkah 2: Audit pengukuran performa yang sudah ada sekarang • Penilaian kesesuaian antara pengukuran yang sudah ada sekarang dengan strategi yang dirumuskan • Apabila data sudah tersedia, dibuat suatu integrasi antara pengukuran yang satu dengan yang lainnya. • Dibuat suatu sistem evaluasi terhadap proses pengukuran yang sudah ada sekarang, apakah pengukuran tersebut menghasilkan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. Langkah-langkah di atas akan menggambarkan indikasi perbedaan antara pengukuran yang ada sekarang dengan pengukuran yang dibutuhkan berkenaan dengan keperluan data untuk pengambilan keputusan. 77 Langkah 3: Mengembangkan pengukuran-pengukuran baru • Apabila memungkinkan, pengukuran yang ada sekarang diteruskan dengan penyesuaian yang diperlukan. • Mengembangkan pengetahuan secara ekstensif untuk mengetahui pengukuran yang diperlukan • Melakukan uji validitas pengukuran yang digunakan • Menentukan alat & metoda dalam pelaksanaan pengukuran Langkah 4: Menerapkan pengukuran- pengukuran baru • Pengukuran yang sudah ditentukan, diujicobakan pelaksanaannya. • Menentukan target yang harus dicapai Langkah 5: Analisa dan pelaporan Analisa adalah suatu elemen kritis dari pelaksanaan strategi, karena dari sana akan didapat gambaran keadaan organisasi. Untuk proses analisa, dilakukan halhal berikut: • Membangun suatu sistem analisa terintegrasi untuk mengidentifikasi dan menghubungkan data primer, data sekunder, dll kepada pengolah dan pemakai data. • Mengevaluasi hasil pengukuran dengan target yang harus dicapai dalam setiap pengukuran. • Membandingkan hasil analisa data dengan pesaing. 77 Penerapan konsep balanced scorecard pada fase ini adalah mengatur keseimbangan yang timbul karena perbedaan pandangan terhadap pengukuran-pengukuran serta target yang ditentukan. Juga untuk mencegah timbulnya konflik antara bagian-bagian dalam organisasi yang ada hubungan kerja, yang mana hasil pengukurannya saling mempengaruhi. 3. FASE PENERAPAN STRATEGI DAN PERENCANAAN Langkah 6: Penerapan rencana pengembangan. • Menentukan prioritas untuk perencanaan operasional yang mengacu pada strategi dan penanggung jawab pelaksananya. • Menentukan target performa dan jadwal pelaksanaannya. • Menentukan penanggung jawab untuk tindakan perbaikan / koreksi • Memetakan kegiatan-kegiatan penunjang saat ini yang berkenaan dengan prioritas pelaksanaan strategi, mengkonsolidasi pelaksanaaan tindakan perbaikan di bagian mana saja yang memungkinkan. • Mengembangkan perencanaan kegiatan penunjang untuk perbaikan perencanaan strategis. Proses-proses di atas merupakan bagian tak terpisah dari pelaksanaan konsep balanced scorecard; pengukuran pelaksanaan kegiatan sehari-hari, peningkatan kesadaran setiap orang untuk melaksanakan pekerjaan dan pengukuran secara 77 rutin, dan menciptakan perencanaan untuk perubahaan. 4. FASE PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN Langkah 7: Memetakan perbaikan yang diperlukan Pemimpin departemen harus memetakan secara terus menerus catatan performa dari pengukuran yang dilakukan. Pemetaan keadaan-keadaan rutin akan memberikan gambaran dengan segera di mana diperlukan perbaikanperbaikan. Langkah 8: Perbaikan berkesinambungan Dengan melakukan evaluasi terus menerus terhadap pencapaian performa dan target pengukuran, pemantauan keadaan eksternal dan internal organisasi, evaluasi terhadap target yang ditentukan dan yang berhasil dicapai, menentukan target baru berdasarkan pencapaian, dengan itu organisasi akan dapat menciptakan suatu sistem pendukung untuk melakukan tindakan perbaikan yang berkesinambungan. Dengan mengacu pada 4 fase proses perencanaan dan penerapan strategi tersebut di atas, maka dalam penerapan konsep Balanced Scorecard di PT. Guardian Pharmatama dilakukan aktivitas-aktivitas berikut: 1. Penentuan bahwa penerapan konsep Balanced Scorecard sebagai sebuah proyek. 2. Pemetaan gambaran umum perusahaan saat ini. 3. Perumusan konsep visi, misi dan strategi perusahaan. 77 4. Penentuan pengukuran-pengukuran yang diperlukan untuk evaluasi performa. 5. Pengolahan data hasil angket. 6. Pembuatan prototype software untuk penerapan konsep Balanced Scorecard dan evaluasinya. 7. Perumusan strategi jangka pendek dan jangka panjang perusahaan. 8. Perbaikan berkesinambungan. 4.2. Proyek Penerapan Konsep Balanced Scorecard di PT. Guardian Pharmatama Penerapan konsep Balanced Scorecard di PT. Guardian Pharmatama dilaksanakan sebagai suatu proyek terpisah dari proyek lainnya, agar pelaksanaan dan evaluasinya tidak tumpang tindih dengan proyek yang lain, karena saat ini PT. Guardian Pharmatama juga sedang melaksanakan beberapa proyek lain yang berkenaan dengan penerapan current Good Manufacturing Practices meliputi validasi proses produksi dan analisa. Selain itu, proyek penerapan MRP II juga sedang berjalan sejak tahun 2000, dan hingga saat ini (September 2002) proyek tersebut belum selesai. Proyek MRP II ini hanya ditujukan untuk mengintegrasikan proses transaksi, data yang ada belum bisa digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan (Decision Support System). Rancangan aktivitas dan hasilnya serta waktu pelaksanaan proyek penerapan konsep Balanced Scorecard di PT. Guardian Pharmatama tertuang pada tabel 1 berikut: 77 Dengan makin berkembangnya kegiatan usaha PT. Guardian Pharmatama, baik dalam bentuk jenis produk maupun jumlah produk yang diproduksi, manajemen menyadari banyak permasalahan yang muncul karena ketidakseimbangan masingmasing bagian dalam perusahaan untuk bergerak bersama ke arah perkembangan tersebut. Setiap bagian tersebut mempunyai persepsinya masing-masing untuk mencapai target yang ditentukan. Misalnya: 1. Target penjualan. a. Sudut pandang departemen Marketing: target yang diupayakan dicapai adalah target ‘nilai rupiah’ yang ditentukan manajemen, tidak memperdulikan sebaran produk masing-masing yang terjual. Akibatnya, angka realisasi antara forecast dan penjualan bisa berada pada rentang 5% hingga 600%. b. Sudut pandang departemen Manufacturing (perencanaan dan produksi): target dikerjakan berdasarkan forecast dari Marketing, sehingga pengadaan maupun proses produksi mengacu pada forecast tersebut, dalam satuan unit masing-masing produk (bukan nilai rupiah keseluruhan produk). Akibatnya beberapa produk stock out, terutama pada akhir bulan atau jumlah yang tersedia melebihi marketing forecast. Sebagai pengatasannya; stock finished goods disediakan untuk minimal 2 bulan penjualan ke distributor, namun akibatnya stok produk menjadi sangat 77 banyak (termasuk Work in Process Product). 2. Target Pengadaan Barang: a. Sudut pandang departemen Purchasing: membeli barang dengan harga termurah. c. Sudut pandang departemen Quality Assurance/Quality Control: Karena barang yang datang bervariasi dalam kualitas, memerlukan perhatian khusus pada setiap pemeriksaan barang yang datang. d. Sudut pandang departemen Produksi: limbah (terutama bahan kemas) menjadi tinggi karena persentase barang yang dipakai di luar spesifikasi cukup tinggi dan selama pengerjaan harus sambil disortir. Proses kerja harus lebih berhati-hati, karena dengan proses normal tidak selalu mendapatkan hasil yang sama (bahan baku dan bahan kemas yang selalu berganti menyulitkan proses validasi). Sebagai akibatnya, biaya proses menjadi tinggi. Di samping tidak adanya persamaan persepsi, perusahaan juga belum mempunyai suatu perencanaan strategi jangka panjang. Yang dilakukan adalah perencanaan tahun berikut berupa penyusunan budget dan rencana launching produk baru. Tetapi dalam pelaksanaannya, banyak sekali ketidaksesuaian antara budget, aktivitas dan launching produk baru tersebut. Hal ini karena setelah berjalannya tahun buku yang 77 direncanakan sebelumnya, pesaing bergerak ke arah lain, sehingga mau tidak mau perusahaan harus mengikuti perubahan tersebut. Sering terjadi rencana launching produk baru berubah pada saat-saat terakhir menjelang produk tersebut diproduksi karena kebijakan manajemen berubah, bahan baku sulit diperoleh, perhitungan biaya produksi tidak sesuai dengan harga jual produk yang direncanakan, sarana produksi tidak memadai, dan sebagainya. Bahkan ada produk yang baru dipasarkan ternyata tidak mendapatkan tanggapan pasar, dan pada kurun waktu kurang dari setahun sejak produk tersebut dipasarkan, dinyatakan tidak diproduksi lagi. Akibatnya, sisa bahan baku dan bahan kemas harus dimusnahkan. Karena aturan dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik tidak diperkenankan menyimpan bahan baku atau bahan kemas yang sudah tidak dipakai lagi. Permasalahan lain yang hingga saat ini belum ada penyelesaiannya adalah menentukan core competency perusahaan. Jumlah produk yang banyak dengan sebaran efek terapeutik yang luas mengakibatkan pemasaran produk menjadi tidak terfokus. Dari hasil pengumpulan data 10 produk dengan nilai rupiah penjualan tertinggi setiap bulannya dari bulan Januari 1999 hingga September 2002, didapatkan bahwa hampir 60% produk pernah menduduki posisi best top ten. Dari data tersebut berarti tidak bisa ditentukan core competency produk PT. Guardian Pharmatama. 77 Walaupun diadakan pertemuan rutin manajemen setiap bulan, permasalahan tersebut sulit untuk terselesaikan, karena tidak pernah terukur, sehingga tidak dapat ditentukan titik awal perbaikannya. Di samping itu, setiap orang merasa bahwa keadaan seperti itu masih bisa ditoleransi, sehingga tidak merasa perlu untuk melakukan evaluasi. Sementara di pihak lain, keadaan lingkungan eksternal kegiatan usaha berkembang dengan pesat. Manajemen menyadari keadaan tersebut, sehingga menyetujui untuk melakukan suatu kegiatan pengukuran agar dapat memantau keadaan perusahaan, tidak hanya dari sudut pandang keuangan saja, tetapi juga dari sudut pandang kinerja yang kualitatif. 4.4. Perumusan Konsep Visi, Misi dan Strategi Kenyataan bahwa: • 85% team manajemen hanya menggunakan waktunya kurang dari satu jam perbulan untuk mendiskusikan hal yang berkenaan dengan strategi. • 92% organisasi tidak melaporkan hasil pelaksanaan stratejiknya. • 95% dari seluruh karyawan tidak mengerti strategi organisasinya. • 90% organisasi gagal untuk melaksanakan strategi organisasinya. • 80% organisasi gagal menyelaraskan rencana jangka pendek dan jangka 77 panjang dengan strategi organisasi. Karena titik awal dari pelaksanaan strategi organisasi adalah kemampuan untuk menjabarkan strategi tersebut ke dalam kegiatan operasional, bukan dari seberapa baik konsep strateginya. Dalam era knowledge workers, strategi harus dipahami di semua level organisasi. Setiap anggota organisasi harus siap mengubah kebiasaannya dalam menerima paradigma baru. Kunci dari transformasi ini adalah meletakkan strategi dalam setiap proses manajemen. Strategi tidak dapat dilaksanakan apabila strategi tersebut tidak dimengerti, dan sebaliknya, strategi tersebut tidak bisa dimengerti apabila tidak bisa dijabarkan. Melalui penerapan konsep Balanced Scorecard, diperoleh suatu kerangka untuk menjabarkan strategi organisasi dengan menghubungkan dan menyeimbangkan antara tangible assets dan intangible assets, dalam suatu bentuk yang disebut Strategic Focused Organization (Organisasi yang berfokus pada strategi). Penerapan strategi dalam organisasi adalah suatu proses transformasi, karena kemampuan organisasi untuk mengkoordinasikan strategi dengan meng- koordinasikan perubahan adalah aset terbesar dari perusahaan, agar dapat tetap bertahan dan tumbuh dalam kegiatan usaha yang penuh dengan ketidakpastian. 77 Penerapan strategi bersifat top-down, karena rumusan strategi yang telah ditentukan oleh top level manager menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan operasional, agar organisasi berjalan ke arah yang sama dengan cara yang benar. Pelaksanaan strategi mempunyai 2 sisi, yaitu sisi keras dan sisi halus. Pada saat proses sosialisasinya, adalah sisi keras, karena pada saat ini diperlukan perjuangan yang cukup besar seperti; menyiapkan peta strategi, menentukan pengukuran dan proses manajemen, menentukan target-target, kompensasi dan budgeting. Sisi lembut dari proses ini adalah memastikan seberapa efektif perangkat keras yang sudah disiapkan, yaitu berupa; kepemimpinan, kerja sama kelompok, learning organization, dan manajemen strategik. Dengan mengkombinasikan sisi keras dan sisi halus tersebut, organisasi akan dengan sukses melakukan change management / transformasi. Secara alami, seperti halnya semua orang, top eksekutif dalam organisasi tidak hanya termotivasi untuk mencapai suatu target, tetapi juga termotivasi untuk menghindari rasa sakit akibat suatu kegagalan. Untuk mempermudah penjelasan perlunya pencapaian suatu target dengan menyusun strategi, diperlukan adanya kesediaan dari seluruh anggota organisasi untuk berubah; • Walaupun perubahan menimbulkan rasa sakit, tetapi apabila tidak berubah, maka akan muncul rasa sakit yang lain yang lebih berat. 77 • Walapun perubahan memerlukan biaya, tetapi apabila perubahan tidak dilakukan, akan timbul keperluan biaya lain yang lebih besar. Michael Porter mengatakan bahwa strategi adalah suatu hipotesa, di mana strategi adalah landasan aktivitas dalam organisasi, dengan penjabaran sebagai berikut: Pada dasarnya, perbedaan bermakna antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam biaya dan harga produk diambil dari ratusan aktivitas yang diperlukan untuk menciptakan, memproduksi, mendistribusikan dan menjual produk atau jasa tersebut. Perbedaan tersebut timbul dari bagaimana memilih aktivitasaktivitas tersebut dan bagaimana melaksanakannya. Dalam rangka menyusun konsep visi, misi dan strategi yang akan diterapkan dalam organisasi PT. Guardian Pharmatama, maka dilakukan analisa-analisa berikut: 1. Identifikasi keterbatasan lingkungan makro perusahaan: a. Regulasi Pemerintah berupa penerapan current Good Manufacturing Practices (Cara Pembuatan Obat yang Baik), yang menentukan syarat minimal fasilitas manufaktur, jaminan kualitas, dokumentasi dan pelaporan yang harus dipenuhi dan dipantau pelaksanaannya oleh Industri Farmasi. b. Industri farmasi harus selalu meningkatkan kualitas produk obat yang diproduksi dan dipasarkannya sehingga kompetisi tidak hanya pada harga, tetapi juga kualitas (produk dan ketersediaan barang). Analisa yang dilakukan tidak cukup 77 hanya pemastian kadar, tetapi juga pemastian kualitas produk melalui uji yang lebih mendalam seperti terpenuhinya persyaratan uji dissolusi, uji hayati, dsb, yang mana untuk dapat memenuhi hal tersebut diperlukan investasi yang cukup besar untuk reagensia dan peralatan / instrumentasi laboratorium, yang seringkali tidak sebanding antara harga obat, biaya analisa, harga alat dan utilisasinya. c. Perubahan Regulasi Pemerintah yang terus menerus ke arah jaminan mutu produk farmasi sering kali tidak dapat diikuti dengan cepat oleh industri farmasi skala kecil-menengah. Regulasi Pemerintah terbaru mengenai pendaftaran/ registrasi obat mengharuskan Industri Farmasi melakukan analisa dan uji yang lengkap terhadap setiap produk sebelum diajukan untuk didaftarkan. Uji tersebut harus dilakukan terhadap beberapa lot termasuk validasinya. Proses ini memerlukan biaya yang sangat besar karena saat ini cukup sulit mendapatkan contoh bahan baku untuk skala pengembangan produk. d. Globalisasi; ruang gerak yang leluasa untuk industri multinasional dan skala besar dengan jaringan yang sudah mapan mulai dari perolehan bahan awal hingga distribusi produk jadi, teknologi, ketersedian dan akses informasi, dan sebagainya. Sementara industri skala kecil-menengah tidak mempunyai hubungan kerja sama dengan industri lain yang sejenis. 77 e. Economic of Scale; industri besar lebih kompetitif, harga persatuan produk menjadi lebih ekonomis dibandingkan dengan industri kecil/menengah. f. Regulasi pemerintah yang menentukan keharusan untuk mencantumkan masa daluwarsa seluruh produk terhitung mulai bulan September 2002 memaksa industri farmasi kecil-menengah mengevaluasi lagi formulasinya (dengan uji stabilitas yang lebih ketat), karena bisa jadi produk slow moving terlampaui masa daluwarsanya sebelum produk tersebut sampai kepada pelanggan. g. Banyak produk substitusi, persaingan antara produk dengan generik atau efek terapeutik yang sama menjadi tidak sehat. h. Brand image: Bagi Industri Farmasi skala kecil-menengah memerlukan effort yang sangat besar untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan, terutama sediaan obat yang digunakan untuk terapi penyakit yang serius, seperti penyakit jantung, kanker, atau obat yang harus mencapai kompartemen dua dan yang lebih dalam sistem bioavailabilitasnya. i. Perilaku distribusi obat sampai ke pelanggan (pengguna obat), terutama untuk obat ethical (menggunakan resep dokter), sudah terpola sedemikian rupa, di mana dokter (sebagai intermediate customer) mempunyai wewenang mutlak 77 untuk menuliskan resep berdasarkan brand name dari produk tersebut. Pelanggan (pengguna obat) tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan bargaining, terutama mereka yang tidak terinformasi dengan baik mengenai obat dan khasiatnya. 2. Identifikasi keterbatasan lingkungan mikro perusahaan: a. Tidak adanya konsep visi, misi dan strategi organisasi yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan aktivitas sehari-hari kegiatan usaha. b. Keterbatasan dana untuk pengembangan, baik pengembangan produk, analisa maupun vasilitas manufacturing. c. Keterbatasan sarana dan prasarana. Keterbatasan ini mengakibatkan keterbatasan berinovasi dalam proses penelitian dan pengembangan produk baru, karena untuk investasi peralatan dan mesin farmasi memerlukan investasi yang cukup besar, tidak efisien apabila hanya digunakan untuk satu jenis sediaan. d. Sebaran/jenis produk yang banyak (lebih dari 70 jenis) mengakibatkan: • Harga persatuan produk menjadi tinggi, ukuran batch kecil, biaya proses produksi dan analisa tinggi, proses tidak efisien, karena banyak waktu yang diperlukan untuk persiapan dan sanitasi antar produk. 77 • 1 batch merupakan persediaan produk jadi untuk lebih dari 1 bulan penjualan ke distributor. • Beberapa produk memberikan kontribusi yang sangat kecil (misalnya lebih kecil dari rata-rata 5% total sales to distributor). • Dead stock finished goods, raw & packaging material karena produk slow moving. e. Stock level inventory tinggi karena banyak barang yang dibeli berdasarkan minimal order, sedang kebutuhan kecil (karena batch size kecil, atau kontribusi produk kecil) sedangkan jenis produk yang harus disediakan sangat banyak. Sementara itu bargaining power rendah karena jumlah dan frekuensi pembelian barang (bahan baku, bahan kemas, peralatan atau reagensia) yang sedikit. f. Kualitas incoming material rendah karena keterbatasan vendor yang bersedia melayani pembelian dalam jumlah kecil. g. Sebaran pangsa pasar yang luas, karena variasi produk yang banyak, tidak memusat (misalnya spesialisasi antibiotika, neurotropika, dan lain-lain). 77 h. Belum ada arah yang jelas untuk pengembangan produk / core competency dan tidak ada feasibility study untuk produk baru yang akan dipasarkan. i. Tidak dilakukan analisa pesaing atau kecenderungan terapi, sehingga selalu tertinggal dari industri farmasi yang lain. j. Tidak adanya pemisahan antara bagian pemasaran dan penjualan akibatnya aktifitas kedua bagian ini menjadi tumpang tindih atau tidak dilakukan. Akibatnya tidak ada core competency untuk produk farmasi yang diproduksi PT. Guardian Pharmatama. Semuanya sangat tergantung pada intermediate customer. SWOT ANALYSIS 1. STRENGTH: a. Skilled Worker yang memadai dalam perusahaan b. Itikad internal untuk pengembangan, misalnya dengan rencana diterapkannya konsep Balanced Scorecard, pelaksanaan acuan current Good Manufacturing Practices secara bertahap dan terus menerus. c. Penerapan MRP (manufacture & resources planning) d. Kemampuan sumber daya manusia untuk pembelajaran berkelanjutan 77 e. Goodwill perusahaan untuk mentaati regulasi pemerintah, misalnya tertib pajak, tertib terhadap regulasi Departemen Kesehatan, Pelaporan yang teratur, dokumentasi yang baik, perbaikan fasilitas manufaktur secara bertahap, dan sebagainya. f. Continuous improvement. 2. WEAKNESS: a. Tidak pernah dilakukan feasibility study untuk produk baru yang akan dipasarkan. b. Belum ada sinergi antara budget dan strategi jangka panjang; misalnya: dalam memutuskan investasi mesin Æ harus sesuai dengan kuantitas, jenis dan bentuk sediaan yang akan dipasarkan. c. Level stock inventory yang tinggi karena minimal order yang melebihi kebutuhan ukuran batch. d. Biaya analisa besar karena ukuran batch dan jumlah pembelian bahan awal yang kecil. e. Keterbatasan peralatan, baik peralatan manufaktur, pengembangan produk maupun analisa. f. Technology immature, baik dalam pemanfaatan sistem informasi maupun teknologi manufaktur lainnya. 77 3. OPPORTUNITY: a. Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat meningkat, pelayanan kesehatan memerlukan ketersediaan obat yang memadai. b. Regulasi pemerintah yang membatasi pendaftaran obat baru, memungkinkan pasar tidak cepat jenuh. 4. THREAT: a. Globalisasi vs sistem dan jalur distribusi yang tidak fleksibel (distributor). b. Turn over skilled employee. c. Economic of scale untuk industri multinasional dan skala besar, memungkinkan memproduksi produk berkualitas dengan harga kompetitif. d. Price wars / service wars e. Substituted products: produk dengan generik yang sama bisa tersedia di pasar lebih dari 20 brand name dengan harga yang sangat bervariasi. f. Barriers to entry: patent product, produk inovator, sarana dan prasarana g. Intermediate Customer (dokter) memegang kendali bisnis, terutama untuk produk ethical. h. Kompetisi yang semakin tajam dalam harga, kualitas dan service kepada intermediate customer. 77 PERUMUSAN MISI PERUSAHAAN Dari evaluasi keadaan internal dan eksternal perusahan serta SWOT analysis, maka sebagai langkah awal penerapan konsep Balanced Scorecard, managemen PT Guardian Pharmatama merumuskan misi perusahaan, di mana pernyataan misi tersebut diharapkan dapat menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana asumsi lingkungan yang akan dilayani oleh perusahaan? 2. Kebutuhan apa yang harus dipenuhi oleh perusahaan? 3. Siapa pelanggan kita? 4. Dalam bisnis apa kita berada? 5. Apa yang terbaik yang hendak kita lakukan dalam bisnis tersebut? PT. Guardian Pharmatama menyadari bahwa keberadaan perusahaan adalah sebagai penyedia produk pharmaceuticals, yang mana untuk dapat memenangkan persaingan yang sangat ketat dalam industri yang sama mengharuskan perusahaan untuk selalu menghasilkan produk terbaik, memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan dan pemasok serta senantiasa melakukan proses perbaikan yang berkelanjutan. Namun di sisi lain, proses perbaikan berkelanjutan tersebut harus menguntungkan semua pihak, yaitu seluruh stakeholders. 77 Dari uraian di atas, diperoleh rumusan misi PT Guardian Pharmatama yaitu: Mission: To improve continualy our Pharmaceutical’s product and service to meet our consumer’s needs allowing us to prosper as a business and to provide a reasonable return to our stakeholders. PERUMUSAN VISI PERUSAHAN: Untuk memfokuskan aktivitas perusahaan, di samping misi, diperlukan arah yang jelas yang akan dituju oleh perusahan di masa depan. Tanpa arah secara umum yang akan dituju di masa depan, misi perusahan yang telah ditetapkan tidak akan membawa perusahan ke arah manapun. Dalam lingkungan yang berubah dengan cepat, perusahan harus memiliki kemampuan untuk melakukan: 1. Trendwatching; yaitu kemampuan untuk melihat perubahan yang akan terjadi di masa depan. 2. Envisioning; yaitu kemampuan untuk menggambarkan perubahan yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa depan. 77 Dengan demikian rumusan visi PT. Guardian Pharmatama adalah: Vision: To deliver on a timely basis the best quality product and the best value service to our customers, while maintaining public’s trust to our commitment and product quality and fulfilling public policy objectives. PERUMUSAN STRATEGI PERUSAHAAN Strategi dirumuskan untuk menggalang berbagai sumber daya organisasi dan mengarahkan ke pencapaian visi organisasi. Dengan adanya formulasi strategi, memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kemampuannya dalam mencegah timbulnya permasalahan, karena dengan perumusan strategi dapat ditentukan dengan jelas aktivitas dan penanggung jawab pelaksanaan strategi, yang dijabarkan dalam perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Rumusan strategi organisasi PT. Guardian Pharmatama adalah: Strategy: To change and improve the present management system and culture, create a climate that can support organizational change, innovation and growth. Line processing shall be consistent with the principle of current Good Manufacturing Practices and Quality Management, in order to establish and maintain; a customer focus, a sense of urgency, continuous and breakthrough process and product improvement, and emphasis on result. 77 4.5. Pengukuran Mc Namara Falacy The first step is to measure whatever can be easily measured. This is OK as far as it goes. The second step is to disregard that which can not be easily measured or to give it an arbitrary quantitative value. This is artificial and misleading. The third step is to presume that what can not be measured easily is not important. This blindness. The fourth step is to say that what can not be easily measured really does not exist. This is suicide. Pengukuran adalah hal yang sangat penting yang harus ada dalam organisasi karena: 1. Dengan pengukuran dapat: a) Membuktikan apakah kita dapat mencapai sesuatu yang telah direncanakan. b) Mengidentifikasikan apabila diperlukan adanya perbaikan atau sudahkah terjadi suatu perubahan. c) Menentukan prioritas dan perbaikan yang berkesinambungan (parameter 77 pengukuran dapat berupa faktor keberhasilan maupun faktor kegagalan). d) Memberikan motivasi dalam memacu perbaikan. 2. Pengukuran adalah suatu bagian yang alami dan tak terpisahkan dari suatu proses manajemen, harus dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh pengguna. 3. Hasil pengukuran dapat menjadi suatu Decision Support System dalam sistem manajemen, di mana ada 3 komponen yang saling berhubungan; siapa yang melakukan pengaturan, apa yang diatur dan apa yang digunakan untuk mengatur, sehingga energi organisasi terpusat pada pelaksanaan strategi. Di sini, tidak perlu diukur hal-hal yang tidak berkenaan dengan Decision Support System. Dalam menyusun pengukuran yang akan dipakai, pengukuran tersebut harus mampu menjawab beberapa hal: 1. Apa yang sebaiknya diukur untuk menolong kita mengetahui bahwa kita sudah melakukan perbaikan, atau memerlukan perbaikan? 2. Ukuran-ukuran dan indikator-indikator apa yang sebaiknya dipantau dalam periode tertentu, untuk mengetahui seberapa baik performa kita? 3. Bagaimana kita tahu seberapa baik pekerjaan sudah dilakukan? Hal tersebut di atas untuk menjawab pertanyaan: • Are we doing the right things? • Are we doing it right? 77 Karena suatu pengukuran yang akurat lebih berharga dari ribuan penjelasan dari seorang ahli. Pada saat mengembangkan konsep pengukuran, harus dilakukan penggabungan antara pengukuran kuantitatif dengan pengukuran kualitatif. Pengukuran kuantitatif menggambarkan tentang apa yang terjadi, sedangkan pengukuran kualitatif menggambarkan mengapa hal tersebut terjadi. Untuk mengetahui gambaran performa organisasi PT. Guardian Pharmatama disusun suatu generic measurement (pada tabel 2: Generic Measurement PT. Guardian Pharmatama) menggunakan pengukuran yang sudah ada dan mengembangkan pengukuran baru, dengan mengacu pada 4 perspektif dalam konsep Balanced scorecard untuk memetakan keadaan perusahaan saat ini dan keadaan yang dikehendaki oleh perusahaan di masa mendatang. Dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa pandangan mengenai konsep pengukuran yang dapat menyebabkan kerancuan, sebagai sebuah mitos, di sini kami sebut sebagai 7 mitos, yaitu: 1. Mengukur hanya hal-hal yang sulit diukur, hal yang mudah diabaikan, karena berasumsi, apabila hal sulit terukur, maka hal mudah akan terukur dengan sendirinya. 2. Pengukuran adalah pekerjaan bagian keuangan / akunting. 3. Pengukuran hanya berfungsi sebagai kaca spion, hanya dapat mengukur 77 sebagian, pada keadaan lampau. 4. Pengukuran menentukan kenyataan. 5. Pengukuran menghambat kreatifitas. 6. Makin banyak yang diukur makin baik 7. Pengukuran berarti menghakimi yang bertanggung jawab terhadap hasil pengukuran. Keberhasilan pengukuran performa dan sistem manajemen dipengaruhi oleh: 1. Kerangka konseptual untuk pengukuran performa dan sistem managemen. 2. Komunikasi internal dan eksternal yang efektif antara seluruh stakeholders. 3. Pertanggungjawaban terhadap hasil pengukuran harus ditentukan dengan jelas dan dimengerti dengan benar. 4. Tersedianya kesimpulan yang dapat dipakai untuk pengambilan keputusan, tidak hanya merupakan sekumpulan data. 5. Kompensasi dan penghargaan harus selaras dengan hasil pengukuran performa. 6. Sistem pengukuran yang obyektif dan positif, bukan menghakimi. 7. Hasil dan perbaikan terhadap pengukuran performa diinformasikan kepada seluruh stakeholders. 4.6 . Pengolahan Data Hasil Angket 77 Jumlah responden = 17 orang seluruh top level manager PT. Guardian Pharmatama. Angket (lampiran L – 11) terdiri dari 5 kelompok pertanyaan yaitu: a. Sosialisasi Perencanaan Strategi Perusahaan b. Pemahaman Konsep Strategi Perusahaan c. Evaluasi Rancangan Konsep Strategi Perusahaan d. Mengembangkan Perencanaan Strategi Perusahaan e. Penerapan Perencanaan Strategi Perusahaan Data diolah menggunakan program Microsoft Excel 2000, dengan rumus statistik t-Test: Paired Two Sample for Means; karena bertujuan membandingkan dua kelompok sample yang sama sebelum dan setelah dikenakan perlakukan. Hipotesa: H0 : µsebelum > µsesudah Tidak ada perbedaan pemahaman terhadap konsep visi, misi dan strategi organisasi sebelum dan setelah penerapan konsep Balanced Scorecard H1 : µsebelum < µsesudah Ada perbedaan pemahaman terhadap konsep visi, misi dan strategi organisasi sebelum dan setelah penerapan konsep Balanced Scorecard 77 Hasil pengolahan data: a. Sosialisasi Perencanaan Strategi Perusahaan Data hasil perhitungan : t = 6.231 Data tabel, untuk df=4, t tabel = 2.132, Æ t statistik berada pada rejection area, yang berarti tolak H0 dan terima H1 b. Pemahaman Konsep Strategi Perusahaan Data hasil perhitungan : t = 7.177 Data tabel, untuk df=10, t tabel = 1.812, Æ t statistik berada pada rejection area, yang berarti tolak H0 dan terima H1 c. Evaluasi Rancangan Konsep Strategi Perusahaan Data hasil perhitungan : t = 15.431 Data tabel, untuk df=10, t tabel = 1.812, Æ t statistik berada pada rejection area, yang berarti tolak H0 dan terima H1 d. Mengembangkan Perencanaan Strategi Perusahaan Data hasil perhitungan : t = 11.169 Data tabel, untuk df=4, t tabel = 2.132, Æ t statistik berada pada rejection area, yang berarti tolak H0 dan terima H1 77 e. Penerapan Perencanaan Strategi Perusahaan Data hasil perhitungan : t = 18.867 Data tabel, untuk df=10, t tabel = 1.812, Æ t statistik berada pada rejection area, yang berarti tolak H0 dan terima H1 Kesimpulan: Ada perbedaan pemahaman terhadap konsep visi, misi dan strategi organisasi sebelum dan setelah penerapan konsep Balanced Scorecard 4.7. Perancangan Prototype Software Untuk mengolah data hasil pengukuran dan mendapatkan kesimpulan sehingga dapat menjadi alat bantu pengambilan keputusan oleh top level manager dalam organisasi, maka data tersebut harus diolah menggunakan suatu sistem pelaporan. Pada penelitian ini, prototype software dirancang menggunakan bahasa Microsoft Visual Basic v.6.0 yang diadaptasi dari software Dialog Strategy v.2.0.1.0, yang didownload dari http://www.bsc.colaborative.com. Untuk keperluan penerapan konsep balanced scorecard, perlu dilakukan : 1. Membuat peta strategi perusahaan (lampiran L – 13) 2. Menggambarkan Prototype dashboard (Lampiran L – 14) 3. Membuat measurement template dari masing-masing pengukuran yang ada pada 77 peta strategi perusahaan (lampiran L-15) 4. Memasukkan data pengukuran ke dalam data base Pada penelitian ini belum bisa didapatkan kesimpulan dari pengolahan data menggunakan software tersebut, karena data yang diperlukan belum tersedia. Dengan demikian, software di sini digunakan sebagai prototype untuk memberikan gambaran bagaimana nantinya data dapat diolah menggunakan software balanced scorecard. 4.9. Proses Perbaikan Berkesinambungan Melalui pelaporan yang teratur menggunakan pengukuran-pengukuran dalam konsep Balanced Scorecard, para pengambilan keputusan akan dapat mendeteksi; kegiatan mana yang mencapai target dan mana yang tidak, mengevaluasi mengapa target tersebut tidak tercapai dan bagaimana tindakan koreksinya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran strategik dalam upaya melakukan perbaikan berkesinambungan menggunakan konsep Balanced Scorecard: a. Analisa korelasi: suatu cara menggunakan teknik statistik untuk mengetahui hubungan antara pengukuran-pengukuran yang dilakukan, atau untuk 77 memvalidasi hubungan sebab-akibat yang diduga. b. Analisa skenario: analisa skenario dapat digunakan untuk mengikutsertakan team managemen dalam mengevaluasi aktivitas/kegiatan yang berbeda, atau strategi yang berbeda, yang berkenaan dengan pengalaman yang lalu menggunakan konsep Balanced Scorecard. c. Pelaporan yang bersifat anekdot: pada saat data statistik sedang dalam proses pengumpulan, atau pada saat di mana data tersedia namun tidak memberikan gambaran keseluruhan organisasi, suatu cerita kualitatif adalah cara terbaik untuk mengkomunikasikan perkembangan dan mengajak anggota organisasi untuk mempelajari bersama tentang perkembangan yang didapat melalui pengukuran menggunakan konsep Balanced Scorecard. d. Pertemuan untuk evaluasi strategik: pengukuran menggunakan konsep Balanced Scorecard hendaknya selalu dievaluasi secara teratur dalam konteks operasionalnya. Apakah target dapat tercapai? Struktur dari peta strategi juga harus dievaluasi, untuk mengetahui, apakah memang target yang telah tercapai itu memang merupakan target yang dikehendaki? e. Selalu dilakukan evaluasi/penataan kembali/change management untuk setiap aktivitas dalam organisasi untuk mendapatkan value added based activity, berdasarkan hasil pengukuran performa dibandingkan dengan target yang seharusnya dicapai.