Pengembangan Bank Syariah di Jawa Tengah Berbasis Social

advertisement
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
PENGEMBANGAN BANK SYARIAH DI JAWA TENGAHBERBASIS
SOCIAL CAPITAL
Tri Wikaningrum
Faculty of Economics, Sultan Agung Islamic University, Indonesia
Mutamimah
Faculty of Economics, Sultan Agung Islamic University, Indonesia
ABSTRACT
This study aims to describe the profiles of social capital of Islamic Commercial Bank (BUS)
in Central Java. As a result, it will give an overview of the level of readiness of its human
resources.The findings of this study can be as a reference for Banking in Indonesia and every Islamic
banking industry in planning policies related to human resources development based on social
capital.Social Capital is very important for Islamic banking human resources because the relational
work system will influence the performance outcomes in which the characteristics of the products
offered by Islamic banking is identical with social capital, i.e Mudharabah, Musharaka, and
murabaha.Moreover, the Islamic banking is a relatively new industry if compared to conventional
ones, so that the solid teamwork of human resources is needed in order to accelerate Islamic
banking.The banking competition in the "pricing" side is very tight, so the competence of social capital
both internal and external of human resources is indispensable for the development of Islamic
banking.The population in this study is all active Islamic Commercial Banking in Central Java, with a
sample of 26 Islamic banks. The analysis used is descriptive analysis. The finding explains that The
Islamic Commercial Banking is more focus and intensive on the internal social capital competence
than the external ones.The Islamic Banks put more emphasis on the achievement of short-term targets
than continually educate and change the mindset of the people regarding the benefits of free-riba
economic through Islamic banks.
Keywords: Islamic banks, social capital, relational.
PENDAHULUAN
Industri perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Hal ini
ditunjukkan bahwa dalam kondisi ketidakpastian ekonomi global, ternyata perbankan syariah tumbuh
rata-rata sekitar 40,2% dalam lima tahun terakhir, yang berarti lebih tinggi dua kali lipat dari
pertumbuhan perbankan konvensional yang hanya sebesar 16,7%. Pertumbuhan tersebut ditunjang
oleh semakin banyaknya jumlah bank syariah serta kantor cabang bank syariah di Indonesia,
sosialisasi, serta jumlah produk yang ditawarkan. Hal ini ditunjukkan bahwa tahun 2006 hanya ada 3
Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), serta 105 Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS). Dalam enam tahun berikut, yaitu tahun 2012, jumlahnya meningkat menjadi 11
Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) dengan ribuan jaringan kantor cabang dan kantor cabang pembantu yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia (Bank Indonesia 2012). Begitu pula volume usahanya tumbuh melampaui
volume usaha perbankan nasional. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa bank syariah telah
mampu bersaing dengan bank konvensional secara signifikan. Namun perkembangan tersebut belum
diimbangi oleh kesiapan sumber daya insani yang memadai baik secara kualitatif maupun kuantitatif,
penetrasi pasar yang masih terbatas, kesulitan menggaet nasabah baru hingga persoalan layanan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
267
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
kepuasan nasabah (Setiadi 2012). Padahal sumberdaya manusia merupakan salah satu “key success
factor” akselerasi perbankan syariah.
Kurangnya kompetensi SDM tersebut memang berangkat dari kondisi supply di pasar tenaga
kerja yang masih terbatas, sehingga masih dijumpai sebagian SDM yang bergabung dengan
perbankan syariah ternyata kurang kompeten dan kurang profesional dalam bidang perbankan syariah.
Fenomena keterbatasan sumber daya insani yang mumpuni menyebabkan perbankan saling membajak
pekerja yang memiliki keahlian dalam bidang syariah dan yang sekaligus mempunyai kompetensi
perbankan. Itulah pentingnya sharing knowledge dan pengalaman di antara anggota organisasi. Peran
jaringan sosial dan pola interaksi yang terjadi dalam proses kerja, yang disebut social capital, baik di
antara sesama rekan kerja, antara bawahan-atasan (internal social capital), maupun antara manajemen
dengan stakeholders (external social capital) sangat diperlukan saat ini. Sebagaimana penelitian yang
telah dilakukan Wikaningrum (2011) bahwa aktivitas pemasaran bank syariah sangat mengandalkan
karyawan (termasuk pimpinan) yang memiliki koneksi dengan komunitas eksternal.
Meskipun bank syariah menunjukkan pertumbuhan yang spektakuler sebagaimana paparan di
atas, namun di sisi lain peran bank syariah terhadap sektor riil belum optimal. Hal ini berdasarkan
laporan Bank Indonesia per Oktober 2012, yang mana penyaluran dana perbankan syariah masih
didominasi piutang murabahah, yaitu sebesar Rp 80,95 triliun atau 59,71 persen dari total
pembiayaan. Sementara itu, pembiayaan musyarakah sebesar Rp 25,21 triliun atau 18,59 persen,
pembiayaan mudharabah Rp 11,44 triliun atau 8,44 persen, dan piutang qardh Rp11,19 triliun atau
8,25 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa proporsi paling besar pembiayaan bank syariah pada
piutang murabahah, sementara piutang musyarakah maupun mudharabah yang merupakan produk
utama bank syariah yang identik dengan pemberdayaan sektor riil porsinya masih sangat sedikit.
Artinya bank syariah belum optimal dalam pemberdayaan sektor riil, karena pembiayaan murabahah
berkaitan secara tidak langsung dengan sektor riil.
Bank syariah juga dihadapkan pada kebijakan Bank Indonesia yang pada tahun 2013
mengfokuskan pembiayaan bank syariah ke sektor ekonomi produktif dan masyarakat yang lebih luas,
serta peningkatan edukasi dan komunikasi dengan mendorong peningkatan kapasitas perbankan
syariah pada sektor produktif. Sehingga jika dikaitkan dengan realita bahwa bank syariah belum
optimal dalam pemberdayaan sektor riil sebagaimana uraian sebelumnya, hal ini menjadi tantangan
bagi bank syariah untuk memenuhi kebijakan Bank Indonesia tersebut.
Sektor riil perlu disikapi perbankan dengan aktivitas pemasaran yang lebih agresif,
kemampuan SDM perbankan untuk mendekat ke pasar dan membangun jaringan dengan pihak
eksternal. Nama besar bank, keunggulan teknologi, bukanlah hal yang utama dibandingkan
pertimbangan manfaat yang bisa didapat nasabah berdasarkan karakteristik dan layanan produknya.
Terlebih lagi untuk produk bank syariah masih belum dipahami masyarakat sebaik mereka mengenal
kredit bank konvensional. Itulah kenapa kemampuan sumber daya manusia pada perbankan syariah
untuk membangun hubungan dan mengedukasi masyarakat menjadi krusial. Dengan kata lain, sumber
daya manusia di perbankan syariah musti membangun modal sosial (social capital) nya, baik dengan
pihak internal maupun eksternal bank.
RUMUSAN MASALAH
Jumlah sumber daya manusia yang memiliki kompetensi syariah (fiqih muamalah) dan
sekaligus memiliki kompetensi perbankan masih sangat terbatas. Begitu pula dengan kompetensi yang
dimiliki belum sesuai dengan kebutuhan, sehingga berdampak pada kualitas kerja, efisiensi operasi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
268
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
bank yang bersangkutan, serta terjadinya bajak membajak karyawan. Ketergantungan perusahaan
pada orang-orang kunci menjadi tinggi, sedangkan peningkatan human capital menimbulkan
konsekuensi investasi yang tidak sedikit. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan sharing
knowledge antar karyawan dan manajemen (internal social capital) serta sharing knowledge
karyawan dan manajemen bank syariah dengan pihak eksternal/stakeholders (external social capital).
Harapannya, terjadi peningkatan kompetensi SDM, koordinasi sinergis (link and match) perbankan
dengan stakeholders, maupun capacity building bagi SDM di perbankan syariah.
1. Bagaimana profil social capital pada Bank Syariah di Jawa Tengah?
2. Bagaimana alternatif pengembangan bank syariah di Jawa Tengah melalui pendekatan social
capital?
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi masukan kepada pihak terkait yang berwenang
dalam pengelolaan dan pengawasan bank umum syariah di Jawa Tengah, khususnya dalam
meningkatkan social capital.
KAJIAN PUSTAKA
Social Capital
Social capital merupakan bentuk modal intelektual yang mencakup pengetahuan dalam
kelompok dan jaringan yang dimiliki para karyawan. Jadi sumber daya pengetahuan bersumber dari
jaringan hubungan, yang tidak hanya terbatas pada pertukaran pengetahuan internal di antara
karyawan, tapi juga jaringan hubungan eksternal dengan pelanggan, mitra, pemerintah, dan
sebagainya. Modal sosial organisasional meningkatkan kinerja melalui kemudahan karyawan untuk
mengakses sumber daya yang tertanam dalam jaringan yang ada (Seibert Kraimer & Liden 2001),
serta dengan memfasilitasi transfer dan berbagi pengetahuan (Levin & Cross 2006; Leana & Buren
1999). Bahkan modal sosial tersebut sangat diperlukan dalam peningkatan kinerja perbankan karena
proses pelayanan di perbankan lebih didominasi oleh layanan yang diberikan sumber daya
manusianya.
Nahapiet dan Ghosal (1998) membagi modal sosial `organisasi kedalam tiga dimensi, yaitu:
dimensi struktural, relasional dan kognitif. Dimensi struktural merupakan hubungan non personal di
antara individu-individu atau unit-unit dalam organisasi, yang menunjukkan pola hubungan–
hubungan dan interaksi di antara orang – orang dalam organisasi untuk belajar, berbagi dan bertukar
informasi, ide dan pengetahuan. Dimensi relasional merupakan hubungan interpersonal antar individu
dalam organisasi yang memfokuskan pada hubungan-hubungan khusus seperti rasa hormat dan
persahabatan yang mempengaruhi perilaku karyawan dan juga menunjukkan kepercayaan antar
karyawan, saling membantu antar karyawan saat diperlukan, kejujuran satu sama lain, berbagi
perasaan dan menghormati satu sama lain. Dimensi kognitif menunjukkan sumber-sumber yang
memberikan interpretasi dan konsep bersama antara individu-individu dalam jaringan sosial yang
sama. Hal ini menunjukkan seberapa besar karyawan memiliki pemahaman dan persepsi yang jelas
terhadap nilai dan tujuan organisasi dan seberapa besar mereka menerima dan komit terhadap tujuan
organisasi.
Modal sosial memainkan peranan yang penting dalam menemukan kebutuhan organisasi dan
berkontribusi terhadap kesuksesan dan kelangsungan hidup dalam dunia persaingan saat ini. Social
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
269
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
capital akan memudahkan dalam berbagi pengetahuan (sharing knowledge), menciptakan nilai,
keunggulan bersaing, mengakselerasi kinerja dengan lebih baik, dan pengembangan organisasi (Abili
dan Faraji 2009). Contoh social capital adalah: norma, trust, nilai, orientasi, jaringan, dan hubungan
sosial dan interaksi diantara individu dengan individu, antara manajemen dengan bawahan, serta
antara manajemen dengan stakeholders. Karlan (2001) menemukan bahwa social capial mendorong
pembayaran kembali pinjaman dan tabungan lebih tinggi, serta membantu “peer” membedakan antara
kegagalan bayar karena moral hazard dan perilaku nasabah yang negatif.Modal sosial juga dipandang
sebagai jejaring, norma-norma dan kepercayaan sosial yang mempermudah koordinasi dan kerjasama
untuk kepentingan satu sama lain di dalam organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan dari
berbagai studi teoritis dan empiris, bahwa modal sosial merupakan sumber daya aktual dan potensial
yang mampu menghasilkan jejaring hubungan kerja yang saling menghargai dan memaknai, adanya
rasa percaya dan saling percaya, kepatuhan pada norma-norma sosial, semangat untuk tumbuh
bersama dengan membangun informasi dan memanfaatkannya.
Berdasarkan uraian di atas bisa disimpulkan pentingnya modal sosial dalam industri jasa
termasuk perbankan. Namun yang jauh lebih penting adalah mempertimbangkan kapabilitas yang
mempengaruhi individu dalam membangun jaringan tersebut terutama jaringan eksternal. Human
capital menjadi kapabilitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan modal sosial tersebut, khususnya
terkait dengan dimensi kognitif pada modal sosial. Hal ini menggambarkan bahwa human capital
sebagai kapabilitas informasi, pengetahuan, pendidikan, pengalaman, dan sikap bisnis. Tentu saja
kesemuanya akan mempengaruhi kapabilitas SDM dalam membangun relationship dengan
stakeholder eksternalnya. Oleh karenanya penting bagi organisasi untuk mengelola pengetahuan
(knowledge) yang mampu meningkatkan kapabilitas individu dalam membangun hubungan interaksi
baik internal maupun eksternal.
Dimensi Modal Sosial
Menurut Nahapiet dan Ghosal (1998), indikator modal sosial terdiri dari 3 dimensi, yakni
cognitive dimension, relational dimension dan structural dimension sebagai berikut:
a. Dimensi Kognitif, meliputi:
- Sosialisasi tujuan dan sasaran dan nilai-nilai
- Menjalankan misi dan sasaran dengan sepenuh hati
- Kesesuaian nilai-nilai pribadi
- Menyetujui semua hal penting dari organisasi
- Memiliki komitmen dalam mencapai organisasi
- Memiliki persepsi jelas terhadap misi dan sasaran organisasi
b. Dimensi Relasional, meliputi:
- Saling percaya
- Merasa bagian anggota organisasi
- Spirit kerja tim
- Saling menghormati perasaan satu sama lain
- Saling percaya satu sama lain
- Memiliki sifat dapat dipercaya
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
270
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
- Mendiskusikan bila ada masalah
- Bekerja dengan sungguh-sungguh
- Menyelesaikan permasalahan pekerjaan dengan teman kerja
- Secara emosional saling mendukung
- Saling berbagi rasa
- Memiliki intensi dan tujuan yang baik
c. Dimensi Struktural, meliputi:
- Mempertimbangkan informasi dan ide dalam menjalankan tugas pekerjaan
- Saling mengkritisi secara sehat dan konstruktif
- Mendiskusikan permasalahan secara sehat dan bermanfaat
- Bertukar informasi dalam pengambilan keputusan
- Saling membantu rekan kerja
- Berbagi informasi secara sukarela
- Saling memberikan informasi
Knowledge Management
Pengetahuan diyakini memiliki kekuatan, dan dalam konteks organisasional disadari bahwa
pengetahuan di dalam organisasi musti disebarkan atau terjadi berbagi pengetahuan di antara
manajemen dan anggota organisasi lainnya. Dengan demikian diharapkan organisasinya menjadi
tumbuh semakin besar, kuat, dan kompetitif. Berbagi pengetahuan (sharing of knowledge), itulah inti
dari manajemen pengetahuan.
Keunggulan bersaing pengetahuan dalam organisasi diwujudkan melalui optimalisasi
informasi dan data yang bersinergi dengan keahlian, ide, komitmen, dan motivasi individu di
dalamnya. Ketika terjadi pembelajaran di dalam proses tersebut, outcome pengetahuan akan menjadi
aset yang lebih kompetitif dibanding aset berwujud seperti tanah, bangunan, atau modal.
Secara umum ada 2 (dua) tipe pengetahuan, yakni tacit knowledge dan explicit knowledge.
Pengetahuan tacit tersimpan di pikiran manusia, sedangkan pengetahuan eksplisit ada di dokumen
atau bentuk penyimpanan lainnya selain otak manusia. Oleh karenanya explicit knowledge tersimpan
dalam fasilitas, produk, proses, servis, dan system. Kedua tipe pengetahuan tersebut dapat dihasilkan
dari proses inovasi, interaksi atau relationship yang terjalin di antara anggota organisasi secara
internal maupun eksternal dengan stakeholdersnya. Tacit knowledge bersifat personal, tersimpan di
kepala manusia, terakumulasi melalui studi dan pengalaman, berkembang melalui proses interaksi
dengan orang lain berikut pengalaman baik sukses maupun gagal. Oleh karenanya jenis pengetahuan
ini sulit untuk diformalkan, direkam, dikomunikasikan ataupun diartikulasikan. Sepanjang
pengetahuan tacit tersebut sangat individual, maka tingkat kemudahan untuk dapat dibagi dengan
yang lain akan tergantung pada seberapa besar kemampuan dan kemauan pemiliknya berbagi dengan
orang lain. Itulah kenapa meskipun jenis pengetahuan ini berarti, namun sharing of tacit knowledge
masih menjadi tantangan besar bagi kebanyakan organisasi.
Selama ini dalam prakteknya di organisasi, aktivitas berbagi pengetahuan tacit dijalankan
dalam bentuk workshop, on the job training, forum diskusi, dan semacamnya. Dukungan teknologi
informasi juga biasa digunakan seperti penggunaan email, intranet perusahaan, media sosial berbasis
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
271
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
internet dan teknologi lainnya. Aktivitas ini penting dikelola organisasi guna menemukan,
menghimpun, memanfaatkan pengetahuan tacit di tingkat individual menjadi pengetahuan
organisasional.
Berbeda dengan tacit knowledge, pengetahuan eksplisit lebih mudah dikodifikasi, disimpan
dalam database, website, dan dokumen formil lainnya. Lebih mungkin juga untuk dibagi dalam
wujud laporan, memo, rencana bisnis, paten, daftar pelanggan, metodologi, dan lain sebagainya.
Kesemuanya mencerminkan akumulasi pengalaman organisasi yang tersimpan dalam bentuk yang
mudah diakses. Seperti halnya pengetahuan tacit, computer dan teknologi informasi sangat membantu
dalam proses penyimpanan asset pengetahuan ini.
Pengetahuan tersebut musti dikelola organisasi. Ada beberapa alasan yang mendasari, yakni
pasar yang semakin kompetitif dan inovatif, pengurangan karyawan memunculkan kebutuhan
mengganti pengetahuan informal dengan metode formal, keterdesakan kebutuhan sumber daya yang
berpengalaman, peningkatan mobilitas angkatan kerja yang berpotensi hilangnya pengetahuan.
Demikian juga Dyer dan McDonough (2001) menegaskan pentingnya praktik manajemen
pengetahuan. Dikatakan bahwa ada beberapa alasan mendasar kenapa itu perlu diterapkan dalam
organisasi, yakni untuk mendukung proses pembelajaran, mengelola hubungan dengan pelanggan
guna meningkatkan kepuasan mereka, dan meningkatkan kemampuan bersaing. Beberapa alasan
tersebut juga mengemuka di industri perbankan syariah dan melatarbelakangi pentingnya manajemen
pengetahuan di bank syariah.
Manajemen pengetahuan merupakan kumpulan proses membentuk, menciptakan,
mendiseminasikan, dan menggunakan pengetahuan (Uriarte 2008). Meliputi 2 (dua) aspek, yakni
manajemen informasi (information management) dan manajemen orang (people management).
Manajemen informasi terkait dengan obyek pengetahuan yang diidentifikasi dan ditangani oleh sistem
informasi. Sedangkan manajemen orang meliputi pengelolaan pengetahuan tacit yang berada di
pikiran manusia. Agar efektif, perlu mempertimbangkan nilai sosial, kultur dalam organisasi, sikap
dan aspirasi, supaya mengarah pada penciptaan pengetahuan baru. Jika mengabaikan aspek tersebut,
manajemen informasi bekerja sendiri dan tidak efektif mengelola pengetahuan. Kedua aspek
manajemen pengetahuan tersebut menekankan pada penciptaan pengetahuan organisasional yang
lebih produktif, dan menghasilkan manfaat yang signifikan bagi organisasi.
Manajemen pengetahuan memiliki 4 (empat) pilar dan 6 (enam) dimensi. Keempat pilar
meliputi manajemen dan organisasi, infrastruktur, orang dan budaya, serta content management
systems (Uriarte 2008). Sedangkan keenam dimensi knowledge management mencakup orientasi
terhadap pengembangan & transfer pengetahuan, continuous learning, pemahaman organisasi sebagai
sistem global, pengembangan budaya inovatif, pendekatan individual, dan pengembangan kompetensi
(Marques, Pechua´n, & Lim 2011). Nampak adanya keterkaitan di antara pilar dan dimensi
manajemen pengetahuan, yang outcomenya menguatkan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia.
METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah yang beroperasi di Jawa Tengah.
Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria lama
beroperasi minimal 2 tahun dan dengan aset di atas 10 miliar rupiah. Dengan karakteristik tersebut
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
272
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
diperoleh sebanyak 26 sampel yang terdistribusi sebagai berikut: 5 BUS di kota Semarang dan 21
BUS tersebar di wilayah Pekalongan, Solo, Salatiga, Cilacap, Tegal, dan Purwokerto.
Variabel Penelitian dan Analisis Data
Variabel yang dikaji pada penelitian ini adalah variabel modal sosial yang meliputi internal
social capital dan external social capital. Adapun instrumen untuk mengukurnya sebagaimana sudah
diuraikan sebelumnya pada sub Dimensi Modal Sosial.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui penyebaran kuesioner dan in-depth interview. Adapun yang dijadikan responden/ informan
adalah a). Karyawan BUS di Jawa Tengah, masing-masing 5-10 orang karyawan per bank. b).
Pimpinan BUS di Jawa Tengah yang menjadi sampel. Data responden/informan yang berkontribusi
dalam penelitian lengkap sehingga bisa diolah dan dianalisis lebih lanjut, sejumlah 248 orang
karyawan dan 25 orang dari pihak manajemen (kepala cabang/kepala bagian SDM). Sementara data
sekunder diperoleh dari sumber yang telah dipublikasikan, seperti hasil penelitian sebelumnya,
textbook, jurnal, data Bank Indonesia,serta data lain yang terkait dengan penelitian ini.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive analysis. Analisis
kualitatif dilakukan setelah mendapatkan data dari hasil survei dengan kuesioner maupun in-depth
interview dengan informan.Tahapan dalam analisis data terdiri dari:
1. Memvalidasi data yang dihasilkan dari kuesioner danwawancara.
2. Mentabulasi data.
3. Menentukan nilai proporsi dan nilai mean jawaban responden.
4. Menentukan proporsi jawaban kualitatif dari responden.
5. Menganalisis setiap output yang dihasilkan.
PEMBAHASAN
Untuk menganalisis profil social capitalpada Bank Umum Syariah, maka analisis
dikelompokkan menjadi 2, yaitu: internal social capital dan external social capital untuk masingmasing dimensi yaitu : Cognitive Dimension, Relational Dimension, dan Structural Dimension. Cutoff point dibedakan dalam 3 kelas interval, sebagai berikut: < 3 = rendah, 3,1 - 4 = cukup dan 4,1 – 5
= tinggi.
COGNITIVE DIMENSION
Internal
Aspek internal social capital pada dimensi kognitif terdiri dari enam indikator, yaitu : 1).
Sosialisasi tujuan, sasaran dan nilai-nilai Islam bank syariah kepada semua anggota organisasi, 2).
Misi dan sasaran bank syariah dijalankan oleh karyawan dengan sepenuh hati, 3). Kesesuaian nilainilai keadilan, keseimbangan, dan transparansi yang dimiliki bank syariah dengan nilai-nilai karyawan
bank syariah, 4). Karyawan bank syariah menyetujui kebijakan serta program yang dibuat oleh bank
syariah, 5). Komitmen karyawan bank syariah dalam mencapai tujuan dan sasaran bank syariah, serta
6). Kejelasan persepsi karyawan bank terhadap misi dan sasaran bank syariah.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
273
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
4.4
4.3
4.2
4.1
4
3.9
3.8
3.7
1
2
3
4
5
6
Gambar 1. Internal SC- Dimensi Kognitif
Tanggapan terhadap indikator pertama menunjukkan bahwa sosialisasi tujuan, sasaran dan
nilai-nilai Islam di Bank Umum Syariah rata-rata sudah dilaksanakan dengan baik. Hal ini tercermin
dari nilai rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori cukup baik. Kegiatan sosialisasi dilakukan
dalam berbagai bentuk, di antaranyamemberikan pemahaman dan sosialisasi terhadap karyawan baru,
kegiatan kajian dan pengajian pagi di kantor, koordinasi antar unit setiap minggu dan setiap bulan.
Efektivitassosialisasi penting diperhatikan mengingat jumlah karyawan di BUS yang ltidak sedikit
sehingga pimpinan musti seringkali mengingatkan kepada karyawan tentang nilai-nilai Islam di Bank
Syariah.
Dimensi kognitif yang ke-dua adalah melaksanakan misi dan sasaran Bank syariah dengan
sepenuh hati. Berdasarkan hasil temuan menunjukkan bahwa seluruh karyawan bank syariah saat ini
sudah menjalankan misi dan sasaran bank syariah dengan sepenuh hati. Hal ini tercermin dari nilai
rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa bank syariah
telah mengoptimalkan seluruh potensinya dalam melaksanakan misi dan sasaran bank Syariah
dengan sepenuh hati, terutama target capaian yang ditentukan oleh bank syariah.
Adapun untuk dimensi kognitif yang ke-tiga menunjukkan bahwa nilai-nilai keadilan,
keseimbangan, dan transparansi bank syariah sudah sesuai dengan pribadi masing-masing karyawan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori cukup baik. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa meskipun mayoritas karyawan bank syariah berasal dari bank
konvensional, nilai-nilai pribadi yang dimiliki karyawan selama ini mudah diadaptasikan dengan
nilai-nilai Bank syariah seperti kepercayaan ,kejujuran, amanah, kerja keras, keterbukaan, kerjasama
dan keadilan.
Dimensi kognitif yang ke-empat adalah setuju dengan kebijakan dan program bank syariah.
Berdasarkan grafik, tercermin bahwa nilai rata-rata mendekati skor 4 yang masuk kategori cukup
baik. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa karyawan bank syariah berusaha mematuhi kebijakan
dan program Bank syariah dengan memfokuskan pada kesesuaian produk dan jasa, akad dan
mekanisme penyelesaian masalah sesuai dengan standar yang ditetapkan Bank Syariah.
Dimensi kognitif yang ke-lima adalah komitmen karyawan bank syariah dalam mencapai
tujuan dan sasaran Bank syariah. Berdasarkan grafik, seluruh karyawan bank syariah memiliki
komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan dan sasaran Bank Syariah. Hal ini tercermin dari nilai
rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori cukup baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
komitmen yang tinggi diwujudkan dengan selalu meningkatkan kinerja bank syariah, mengevaluasi
pencapaian kinerja dan mencari solusi optimal atas masalah yang terjadi diantara mereka.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
274
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Dimensi kognitif yang ke-enam adalah persepsi yang jelas akan misi dan sasaran Bank syariah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh karyawan bank syariah telah memahami misi dan
sasaran Bank Syariah. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata diatas skor 4 yang masuk kategori baik.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pemahaman visi dan misi diwujudkan dengan implementasi
program dan kebijakan pengelolaan bank syariah baik dari aspek produk dan jasa maupun akadnya.
Namun ditemukan masih ada beberapa karyawan bank syariah yang tidak mampu menjelaskan
operasional serta menjalankan prinsip-prinsip syariah dengan baik.
Eksternal
External social capital untuk dimensi kognitif terdiri dari empat indikator, yaitu: 1). Tujuan,
sasaran dan nilai-nilai bank syariah ini sudah disosialisasikan kepada stakeholders, 2). Kesesuaian
nilai-nilai yang dimiliki bank syariah dengan harapan dan nilai-nilai stakeholders, 3). Semua
kebijakan dan program prioritas yang dibuat oleh bank syariah ini selalu bisa diterima oleh
stakeholders, serta 4). Bank syariah dan stakeholders memiliki persepsi yang sama terhadap misi dan
sasaran bank syariah.
4.2
4.15
4.1
4.05
4
3.95
3.9
3.85
3.8
1
2
3
4
Gambar 2. External SC- Dimensi Kognitif
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada dimensi kognitif yang pertama, semua nilai-nilai bank
syariah sudah disosialisasikan kepada stakeholders dengan baik, yang mana ditunjukkan oleh rata-rata
nilai di atas skor 4, kategori baik. Namun hal yang menarik di lapangan bahwa meskipun sudah
mensosialisasikan kepada stakeholders, namun tidak intensif dan terprogram dengan baik. Bank
syariah sangat mengandalkan infrastruktur yang dimiliki oleh bank konvensionalnya yang sudah
bagus, sehingga menganggap walaupun tanpa menjalankan sosialisasi dengan baik pun, masyarakat
sudah mengenal brandbank syariahnya. Hal ini menurunkan motivasi sebagian karyawan untuk
mengoptimalkan potensinya dalam melakukan sosialisasi. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa
fenomena tersebut mengakibatkan banyak stakeholders yang belum memahami sepenuhnya terhadap
prinsip-prinsip, mekanisme operasional bank syariah, serta keunggulan bank syariah, sehingga
stakeholders sangat mungkin berpindah ke konvensional apabila pelayanan ataupun penjelasan yang
diberikan oleh perbankan syariah belum sepenuhnya memuaskan stakeholders. Ketika stakeholders
tidak puas dengan layanan yang diberikan bank syariah, maka mereka tidak selalu menyampaikan
keluhan atau kompalin tersebut ke bank syariah. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden,
menyatakan bahwa stakeholder apatis untuk menyampaikan keluhan ke bank syariah, karena sudah
berulang kali komplain mereka sampaikan, namun bank syariah tidak memberikan solusi seperti yang
mereka harapkan.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
275
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Dimensi kognitif ke-dua menunjukkan bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh BUS sudah
sesuai dengan harapan dan nilai-nilai stakeholders. Hal ini sangat beralasan karena karyawan BUS
secara intensif melakukan sosialisasi nilai-nilai bank syariah dengan berbagai program sosialiasi,
misalnya: gathering, seminar, dan lain-lain. Hal ini mampu mendorong kreativitas karyawan dalam
mengoptimalkan potensi social capital yang dimiliki dalam rangka mempercepat perkembangan
perbankan syariah, aktualisasi karyawan UUS sangat terbatas karena sangat tergantung dari program
sosialisasi yang dilakukan oleh bank induknya. Dampaknya nilai-nilai yang dimiliki oleh perbankan
syariah belum sepenuhnya dipahami oleh stakeholders terutama akademisi dan nasabah individu.
Dimensi kognitif ke-tiga menunjukkan bahwa kebijakan dan program prioritas yang dibuat oleh
BUStidak selalu bisa diterima oleh stakeholders. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata di bawah 4
yang masuk kategori cukup. Berdasarkan temuan di lapangan bahwa banyak sekali program-program
bank syariah yang tidak tepat sasaran, misalnya sosialisasi yang hanya bersifat pragmatis, sesaat dan
kurang menyentuh kebutuhan stakeholders. Akad, produk maupun jasa yang ditawarkan oleh bank
syariah dengan bahasa arab yang tidak semua nasabah mudah memahami dan mengingatnya,
misalnya kalimat murabahah, wakalah, ijarah, dan sebagainya. Program sosialisasi dan edukasi yang
dilakukan bank syariah selama ini belum terintegrasi dengan pihak lain yang terkait, serta belum
membumi, dan juga sosialisasi tersebut tidak dilakukan secara intensif dan terukur.
Dimensi kognitif ke-empat menunjukkan bahwa stakeholders mempunyai persepsi sama
terhadap visi dan sasaran bank syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilainya di atas 4,
kategori baik. Namun hasil wawancara menunjukkan ada potensi stakeholders yang belum
dioptimalkan untuk sosialisasi dan edukasi. BUS mengandalkan infrastruktur dan promosi, sehingga
beranggapan bahwa dengan kekuatan yang sudah ada tersebut tidak perlu lagi secara intensif
melakukan pendekatan personal kepada stakeholders. Temuan di lapangan juga menunjukkan bahwa
sebagian stakeholders terutama nasabah individu maupun akademisi belum sepenuhnya yakin akan
prinsip syariah yang dijalankan bank syariah, karena menurut persepsi stakeholders, sebagian modal
maupun mekanisme operasional masih menjadi satu dengan bank konvensionalnya.Ini menjadi
tantangan bagi bank umum syariah untuk mengedukasi masyarakat, karena masih belum dipahaminya
perbedaan bank syariah yang berbentuk bank umum (BUS) dengan bank syariah yang masih berupa
unit usaha syariah (UUS). Apa yang dipersepsikan stakeholder tersebut lebih tepat ditujukan kepada
UUS, yang memang dari sisi manajemen masih menyatu dengan bank konvensionalnya.
RELATIONAL DIMENSION
Internal
Internal social capital dimensi relasional terdiri dari sembilan indikator, yaitu: 1). Karyawan
saling percaya satu sama lain dalam menyelesaikan tugas di bank syariah, 2). Karyawan menganggap
diri mereka sebagai bagian dari anggota keluarga besar bank syariah, 3).Ada spirit kerja tim diantara
karyawan bank syariah, 4). Karyawan saling menghormati perasaan satu sama lain, 5). Apabila ada
masalah, karyawan selalu mendiskusikan dengan baik, sehingga diperoleh hasil yang bermanfaat, 6).
Karyawan selalu menyelesaikan permasalahan pekerjaan dengan teman kerja, 7). Secara emosional
karyawan bank syariah saling mendukung satu sama lain, 8). Karyawan selalu berbagi rasa satu
dengan yang lain serta memiliki intensi dan tujuan yang baik, serta 9). Karyawan percaya bank
syariah ini memiliki intensi dan tujuan yang baik dan terprogram.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
276
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
4.5
4.4
4.3
4.2
4.1
4
3.9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 3. Internal SC- Dimensi Relasional
Gambar 3 menunjukkan dimensi relasional pertama menggambarkan bahwa karyawan bank
syariah saling percaya satu sama lain dalam menyelesaikan tugas di bank syariah. Hal ini tercermin
dari nilai skor rata-rata di atas 4 yang masuk kategori baik. Kepercayaan yang diberikan diantara
mereka akan memotivasi mereka untuk bekerja dengan lebih baik. Pendelegasian tugas pimpinan
terhadap bawahan lebih didominasi dalam bidang pemasaran (marketing) dengan memberikan
keleluasaan bagi karyawan marketing untuk memasarkan produk dan jasa bank syariah agar target
dapat tercapai. Namun demikian praktik di lapangan sering ditemukan adanya gesekan dalam meraih
konsumen sehingga memerlukan campur tangan pimpinan untuk menyelesaikan. Banyaknya
pimpinan yang mengandalkan pada karyawan pemasaran untuk mencapai target yang ditetapkan
memberikan konsekuensi baik positif maupun negatif. Dampak positif adalah karyawan pemasaran
bank syariah yang sangat lincah, agresif dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan produk, jasa serta
akad yang baik maka target lebih mudah tercapai, namun dalam beberapa kasus ketidakberhasilan
karyawan pemasaran berdampak pada pencapaian target kinerja cabang.
Dimensi relasional ke-duamenunjukkan bahwa karyawansudah menganggap sebagai bagian
dari anggota keluarga besar bank syariah. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata di atas 4
yang masuk kategori baik. Karyawan merupakan aset strategik bagi bank syariah, sehingga
keberadaannya sangat penting untuk dipertahankan, dikembangkan, diberdayakan serta dimotivasi
secara berkesinambungan guna memberikan kontribusi kinerja terbaik bagi bank syariah. Temuan di
lapangan menunjukkan bahwa pimpinan bank syariah selalu menanamkan keyakinan dan memotivasi
karyawan melalui kegiatan pengajian dan pertemuan rutin dengan selalu menekankan sukses
karyawan merupakan suksesnya bank syariah juga. Ditanamkan bahwa perjuangan membesarkan
bank syariah sebagai lembaga keuangan non ribawi merupakan wujud nyata kerja adalah sebagai
bagian dari ibadah.
Dimensi relasional ke-tiga menunjukkan bahwa spirit kerja sama diantara karyawan sudah
baik. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata pada indikator tersebut di atas skor 4 yang masuk kategori
baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa seringnya dilakukan koordinasi antar unit secara
periodik oleh pimpinan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada, baik pertemuan
mingguan maupun bulanan, dapat memotivasi mereka untuk bekerja sama dalam menyelesaikan
berbagai masalah terkait pekerjaan. Antar karyawan justru saling memberikan dan bertukar informasi
produk, jasa syariah, serta informasi lain terkait dengan implementasi di lapangan. Jumlah karyawan
yang masih sedikit, kemudahan komunikasi karena tempatnya berdekatan, span of controlnya juga
pendek, sehingga mempermudah mereka untuk berkomunikasi serta bekerjasama.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
277
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Dimensi relasional ke-empat menunjukkan bahwa karyawan saling menghormati perasaan
satu sama lain dengan baik. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata diatas skor 4 yang masuk kategori
baik. Setiap ada masalah dengan karyawan, pimpinan bank syariah selalu dapat mengkomunikasikan
dan menyelesaikan dengan baik melalui pendekatan personal. Karyawan dipanggil secara khusus
dalam ruangan pimpinan untuk diberikan pembinaan dan pengarahan.
Dimensi relasional ke-lima menunjukkan bahwa karyawan sudah menjalankan kerja sama
dengan baik, dan apabila ada masalah, karyawan selalu mendiskusikan dengan baik, sehingga
diperoleh hasil yang bermanfaat. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata di atas skor 4 yang masuk
kategori baik. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa karyawan bank syariah di masing-masing
cabang masih relatif sedikit jumlahnya, sehingga mempermudah mereka dalam komunikasi dan
koordinasi, saling mengenal satu dengan yang lain sehingga kerja sama timnya efektif, mempermudah
penyelesaian masalah-masalah di lapangan yang harus diselesaikan dalam waktu segera.
Dimensi relasional ke-enam menunjukkan bahwa
karyawan bank syariah selalu
mendiskusikan dengan rekan kerja apabila ada permasalahan agar diperoleh solusi yang optimal. Hal
ini tercermin dari nilai rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori baik. Pimpinan selalu
mendiskusikan permasalahan dengan karyawan melalui koordinasi rutin tiap hari, khususnya sebelum
jam pelayanan dibuka maupun setelah jam pelayanan tutup.
Dimensi relasional ke-tujuhmenunjukkan bahwa secara emosional karyawan bank syariah
saling mendukung satu sama lain untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja bank syariah.
Hal ini tercermin dari nilai rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori baik. Temuan penelitian di
lapangan menunjukkan bahwa mereka bertindak lebih proaktif, tidak menunggu tetapi harus
menjemput bola, baik untuk menghimpun dana anggota maupun untuk pembiayaan. Karyawan
menyadari bahwa hanya dengan melakukan pendekatan sosial ke masyarakatlah (termasuk
memperkuat silaturrahim dengan intensif ke masyarakat), bank syariah bisa eksis.
Dimensi relasional ke-delapan menunjukkan bahwa karyawan selalu berbagi rasa satu sama
lain dan memiliki intensi dan tujuan yang baik untuk mengembangkan bank syariah. Hal ini tercermin
dari nilai rata-rata di atas skor 4 yang masuk kategori baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
karyawan BUS jumlahnya sangat banyak dan tersebar di berbagai cabang, span of controlnya sangat
lebar, sehingga belum sepenuhnya saling mengenal satu sama lain, belum mengenal pribadi masingmasing, sehingga menjadi kendala dalam menyatukan persepsi dan intensi dalam mengembangkan
bank syariah.
Dimensi relasional ke-sembilan menunjukkan bahwa karyawan percaya bila bank syariah memiliki
intensi dan tujuan yang baik dan terprogram. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata di atas skor 4 yang
masuk kategori baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan karyawan terhadap
program bank syariah akan dapat memotivasi karyawan serta meningkatkan komitmen mereka
sehingga akan menjalankan tugas-tugas di bank syariah dengan baik. Selain itu, pimpinan bank
syariah selalu memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan, potensi diri, tingkat kesejahteraan, bonus, karir dan promosi sesuai dengan indikatorindikator kinerja yang ditetapkan di bank syariah.
Eksternal
Eksternal social capital untuk dimensi relasional terbagi menjadi enam indikator, yaitu: 1).
Karyawan menganggap stakeholders sebagai bagian dari bank syariah, 2). Ada spirit kerjasama
diantara karyawan dengan stakeholders, 3). Karyawan dan stakeholders saling menghormati
kepentingan masing-masing, 4). Karyawan dengan stakeholders saling percaya satu sama lain, 5).
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
278
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Apabila ada masalah, karyawan selalu mendiskusikan dengan stakeholders sehingga diperoleh hasil
yang saling menguntungkan kedua belah pihak, 6). Karyawan dan stakeholders secara emosional
saling mendukung satu sama lain.
4.3
4.2
4.1
4
3.9
3.8
1
2
3
4
5
6
Gambar 4. External SC – Dimensi Relasional
Dimensi relasional yang pertama adalah stakeholders dianggap bagian dari bank syariah.
Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata di atas skor 4 yang berarti masuk kategori baik.
Artinyabahwa bank syariah menjadikan stakeholders sebagai bagian penting dalam mengembangkan
dan meningkatkan kinerjanya. Stakeholders merupakan “partner” yang sangat menentukan
perkembangan bank syariah. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa meskipun bank syariah
menganggap stakeholders sebagai pihak yang sangat penting, namun upaya– upaya untuk memelihara
hubungan (relationship) dengan nasabah masih sangat kurang. Karyawan bank syariah sebagian besar
hanya mengejar target jumlah nasabah, karena hal tersebut sebagai indikator kinerja karyawan bank
syariah. Sementara menjalin relationship belum menjadi indikator prestasi karyawan bank syariah.
Dimensi relasional ke-dua menunjukkan bahwa terdapat spirit kerjasama diantara karyawan
bank syariah dengan stakeholders. Grafik pada Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata di atas
skor 4, masuk kategori baik. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa pimpinan BUS tinggi
komitmennya dalam meningkatkan motivasi karyawan agar menjalin hubungan yang baik dengan
stakeholders. BUS menganggap bahwa kerja sama yang baik dengan stakeholders, akan dapat
meningkatkan kinerja bank syariah. Contoh BUS mengadakan pertemuan dengan perkumpulan
Thionghoa, memberi bantuan dalam CSR, serta mengadakan pertemuan dengan tokoh agama, dan
lain-lain.
Dimensi relasional ke-tiga menunjukkan bahwa karyawan dan stakeholders saling
menghormati satu dengan lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata di atas skor 4 yang
berarti kategori baik. Artinya bahwa kedua belah pihak saling menghormati dan memahami
kepentingan masing-masing. Namun, hanya BPRS yang mempunyai skor paling tinggi. Hal ini karena
karyawan BPRS lebih berorientasi ke masyarakat dibanding produk, sehingga hubungan dengan
masyarakat merupakan kekuatan untuk pengembangan bank syariah.
Dimensi relasional ke-empatmenunjukkan bahwa karyawan BUS sudah saling percaya
dengan stakeholders. Berdasarkan grafik, menunjukkan bahwa nilai rata-rata di atas skor 4 yang
berarti masuk kategori baik. Artinya bahwa dalam melakukan kerjasama penggunaan produk dan jasa
syariah kedua belah pihak saling percaya satu sama lain. Kepercayaan dapat saling memotivasi untuk
dapat mengembangkan bank syariah dengan lebih baik. Meskipun demikian, temuan di lapangan
menunjukkan bahwa karyawan bank umum syariah dituntut untuk lebih dekat dengan masyarakat,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
279
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
misal secara periodik melakukan pembinaan dan monitoring kepada nasabah UMKM yang meminjam
dana kepada bank syariah. Pemahaman yang lebih baik mengenai karakteristik masyarakat akan
meningkatkan kepercayaan bank syariah kepada stakeholders, terutama dalam hal penyaluran
pembiayaan bank syariah. Selain itu, hal tersebut juga akan mendorong bank syariah untuk bisa lebih
memahami kebutuhan stakeholders dengan baik, sehingga dapat mendorong kinerja bank syariah itu
sendiri.
Dimensi relasional ke-lima adalah apabila terdapat masalah karyawan selalu mendiskusikan
untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Berdasarkan grafik, menunjukkan bahwa nilai
rata-rata di bawah 4, kategori cukup. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa karyawan bank
umum syariah kurang dekat dengan masyarakat karena lebih berorientasi pada produk dibandingkan
personal nasabah.Kedekatan ini penting, misalnya ketika ada masalah tentang macetnya pembiayaan,
diharapkan bank syariah akan lebih mudah mengurai permasalahan sehingga lebih mudah
diselesaikan tanpa merugikan nasabah.
Dimensi relasional ke-enam menunjukkan bahwa karyawan bank umum syariah dengan
stakeholders saling mendukung satu sama lain secara emosional. Berdasarkan grafik, menunjukkan
bahwa nilai rata-rata
skor 4 yang berarti masuk kategori baik. Artinya bahwa ada saling
ketergantungan antara bank syariah dengan stakeholders untuk secara bersama memperoleh manfaat
yang optimal. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa kedekatan dengan masyarakat lebih
memudahkan dalam melakukan pembinaan, memonitor maupun menginformasikan prestasi bank
syariah ke masyarakat. Di samping itu, skema channeling menempatkan lembaga perbankan syariah
seperti BPRS atau BMT sebagai intermediator bank umum syariah dengan pelaku UMKM. Skema
executingdan joint financing dilakukan ketika bank umum syariah menyediakan pendanaan yang
dapat dimanfaatkan oleh BPRS atau BMT dalam pembiayaan mereka ke nasabah UMKM-nya.
Hubungan saling menguntungkan ini tentunya musti didukung relasional yang efektif satu sama lain.
STRUCTURAL DIMENSION
Internal
Internal social capitalpada dimensi struktural terdiri dari tujuh indikator, yaitu: 1).Karyawan
selalu mempertimbangkan informasi dan ide dari atasan/bawahan/rekan kerja dalam menjalankan
tugas, 2). Karyawan saling mengkritisi satu sama lain secara sehat dan konstruktif, 3). Apabila ada
masalah, karyawan selalu mendiskusikannya dengan atasan/bawahan/rekan kerja di bank syariah ini,
4). Karyawan biasa bertukar informasi dan pandangan dalam pengambilan keputusan, 5). Karyawan
bisa saling membantu satu dengan yang lain, 6). Karyawan bersedia berbagi informasi dengan teman
kerja secara sukarela 7). Karyawan saling memberikan informasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan bank syariah.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
280
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
4.45
4.4
4.35
4.3
4.25
4.2
4.15
4.1
4.05
4
3.95
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 5. Internal SC- Dimensi Struktural
Indikator pertama sebagaimana nampak padaGambar 5,menunjukkan bahwa karyawan selalu
mempertimbangkan informasi dan ide dari atasan/bawahan/rekan kerja dalam menjalankan tugas,
karena nilai rata-rata di atas 4. Kerja sama diantara mereka sangat bagus, sehingga ketika ada
kesulitan dalam memahami operasional bank syariah ataupun ketika ada masalah di lapangan selalu
bisa diselesaikan dengan baik. Hal ini didukung oleh relatif sedikitnya jumlah karyawan sehingga
komunikasi atasan bawahan dan antar rekan kerja bersifat lebih personal. Temuan ini diperkuat
dengan tanggapan terhadap dimensi struktural ke-dua yang menunjukkan bahwa karyawan saling
mengkritisi satu sama lain secara sehat dan konstruktif, karena nilai rata-rata di atas 4 yang
menunjukkan kategori baik.
Dimensi struktural ke-tiga menunjukkan bahwa apabila ada masalah, karyawan
selalu
mendiskusikannya dengan atasan atau rekan kerja mereka. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata di
atas 4, dengan kategori baik. Hal ini didukung oleh tanggapanterhadap dimensi struktural keempatyangmenunjukkan bahwa karyawan biasa bertukar informasi dan pandangan dalam
pengambilan keputusan dan hal ini sudah merupakan budaya mereka.
Dimensi struktural ke-lima menunjukkan bahwa semua karyawan bisa saling membantu satu
dengan yang lain dengan baik. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai rata-rata skor pada dimensi tersebut di
atas nilai 4, dengan kategori baik. Begitupula dimensi struktural ke-enam menunjukkan bahwa
karyawan bersedia berbagi informasi dengan teman kerja secara sukarela. Hal ini ditunjukkan bahwa
nilai rata-rata skor pada dimensi tersebut di atas nilai 4, dengan kategori baik. Semua karyawan bank
syariah mempunyai sifat terbuka untuk saling berbagi informasi terutama untuk produk-produk baru
bank syariah, aturan-aturan baru serta mekanisme operasional bank syariah yang baru yang diadakan
pada pertemuan rutin setiap pagi sebelum jam 8 pagi, pertemuan rutin mingguan, maupun pertemuan
rutin bulanan. Namun temuan ini hanya di lingkup masing-masing kantor cabang.Sedangkan pada
bank umum syariah karyawannya jumlahnya banyak dan tersebar di berbagai cabang sehingga
mempersulit komunikasi dan koordinasi diantara mereka. Begitupula dimensi struktural ketujuhmenunjukkan bahwa karyawan saling memberikan informasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan bank syariah dengan baik.
Eksternal
External social capital dimensi struktural terdiri dari lima indikator, yaitu: 1). Manajemen
menerima informasi, ide dan sumber lain dari stakeholders sebagai dasar untuk mengambil keputusan
dalam kaitannya dengan bank syariah, 2). Manajemen dan stakeholders saling mengkritisi satu sama
lain secara sehat dan konstruktif 3). Apabila muncul masalah, manajemen dan stakeholders selalu
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
281
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
mendiskusikan permasalahan dengan cara sehat dan bermanfaat, 4). Keberadaan stakeholders
memungkinkan terjadinya saling bertukar informasi, akses sumber daya dan kolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama, 5). Manajemen dan stakeholders saling memberikan informasi mengenai
hal-hal yang terkait dengan produk dan layanan bank syariah.
4.1
4.09
4.08
4.07
4.06
4.05
4.04
1
2
3
4
5
Gambar 6. External SC- Dimensi Struktural
Dimensi struktural yang pertama menunjukkan bahwa manajemen selalu menerima informasi,
ide dan sumber lain dari stakeholders sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Hal ini ditunjukkan
pada Gambar 6, bahwa nilai rata-rata di atas skor 4 yang berarti masuk kategori baik. Ini
menunjukkan bahwa secara umum bank syariah dalam mensosialisasikan produk perbankannya juga
mendapat umpan balik dari stakeholders. Meski demikian temuan di lapangan menunjukkan bahwa
masyarakat menghendaki bank umum syariah lebih intensif melakukan pendekatan dan interaksi
dengan masyarakat.
Dimensi struktural yang kedua adalah adanya saling mengkritisi satu sama lain secara sehat
dan konstruktif antara manajemen dengan stakeholders. Grafik menunjukkan bahwa nilai rata-rata di
atas skor 4 yang berarti masuk kategori baik. Penilaian terhadap indikator ini mendukung tanggapan
terhadap indikator sebelumnya. Bahwa ketika menerima informasi saat berinteraksi dengan
stakeholders, bank syariah memiliki peluang untuk mendapatkan umpan balik yang konstruktif. Ini
juga menunjukkan adanya kesadaran stakeholders sebagai pihak yang bisa berkontribusi terhadap
peningkatan kinerja bank syariah melalui masukan dan kritik yang membangun.Temuan di lapangan
menunjukkan bahwa budaya saling mengkritisi sudah cukup baik berjalan di bank umum syariah,
berbeda dengan manajemen UUS yang masih sangat terpengaruh oleh manajemen konvensionalnya.
Kreatifitas untuk bekerja “extra effort” bukan merupakan tuntutan, sehingga mempengaruhi sikap dan
perilaku manajemen maupun karyawan dalam mengembangkan bank syariah (Wikaningrum, 2011).
Dimensi struktural
ke-tiga menunjukkan bahwa manajemen sudah mendiskusikan
permasalahan dengan cara sehat dan bermanfaat. Grafik menunjukkan bahwa nilai rata-rata di atas
skor 4 yang berarti masuk kategori baik. Demikian juga pada dimensi struktural
keempatmenunjukkan bahwa manajemen sudah saling bertukar informasi, akses sumber daya dan
kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama antara manajemen bank syariah dengan stakeholders. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata di atas skor 4 yang berarti masuk kategori baik..
Dimensi struktural ke-lima menunjukkan bahwa manajemen sudah saling memberikan
informasi tentang produk dan layanan bank syariah dengan stakeholders. Grafik menunjukkan bahwa
nilai rata-rata di atas skor 4 yang berarti masuk kategori baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
bank syariah dalam bentuk BPRS menjadi intermediasi bank umum syariah ke UMKM melalui
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
282
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
linkage program. Hal ini mengkondisikan BPRS untuk mengakses pasar tersebut dengan keterlibatan
yang lebih tinggi. Pembiayaan kepada UMKM seringkali disertai dengan pendampingan usaha,
penjelasan yang lebih detil dan intens, dan keterlibatan pada kegiatan agama serta kegiatan sosial
kemayarakatan. Ini lebih memungkinkan terjadinya saling komunikasi secara personal dengan
masyarakat. Suatu hal yang tidak terjadi pada BUS, yang keunggulan infrastrukturnya lebih efektif
untuk membidik pasar retail secara luas dan pasar korporat skala besar. Untuk menjangkau UMKM,
cost besar bagi BUS karena nilai transaksinya kecil namun pendekatannya musti high involvement.
SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa secara umum sumber daya insani (karyawan maupun manajer)
pada bank umum syariah telah mempunyai kompetensi internal social capitalyang baik, dalam
aspekcognitive dimension, relational dimension maupun structural dimension. Namun kompetensi
internal social capitalpada bank umum syariah relatif lebih tinggi dibandingkanexternal social
capitalnya. Hal ini tidak lepas dari intervensi pihak manajemen yang lebih fokus dan intensif
mengembangkan kompetensi human capital melalui praktik manajemen pengetahuan (knowledge
management). Dampak signifikannya lebih efektif meningkatkan kualitas jaringan internal yang
memudahkan transfer pengetahuan.
Secara umum Bank Syariah beranggapan bahwa external social capital merupakan tanggung
jawab bidang marketing dan manajemen, dan belum dianggap sebagai strategi untuk meningkatkan
kinerja bank syariah. Bank syariah lebih mengandalkan pada keunggulan produk dan teknologi. Hal
ini tidak terlepas dari karakter masyarakat yang bersifat rasional dalam memilih bank syariah. Oleh
karenanya bank syariah lebih menekankan pada pencapaian target jangka pendek dibanding jangka
panjang, misalnya target kinerja finansial, dibandingkan secara terus-menerus mengedukasi dan
mengubah mindset masyarakat mengenai kemanfaatan perekonomian bebas riba melalui bank syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Abili,K. And Faraji, H. (2009),”A Comparative Study on Organizational Social Capital in Faculties of
Humanities, Social and Behavioral Science at University of Tehran”, Tehran, Iran.
Abili, Mahyar and Khodayar Abili (2012),”Social Capital Management in Iranian Knowledge Based
SMEs”, Tehran, Iran.
Ahmadi, A.A.A, Ahmadi, F., Zandieh, A. (2011), Social capital and its impact on job satisfaction,
Interdisplinary Journal of Contemporary Research in Business,Vol 3, No.2, pp. 511-522.
Baughn, Neupert, K., Anh, P.T., & MinhHang, N.T. (2011). Social capital and human resource
management in international joint ventures in Vietnam: a perspective from a transitional
economy. The International Journal of Human Resource Management, Vol. 22, No. 5, 1017–
1035.
Bank Indonesia (2012),”Statistik Perbankan Syariah”,Mei, www.google.com
Bank Indonesia (2012)” Outlook Perbankan Syariah Indonesia”, www.go.id
Bolino, M.C. Turnley, W.H. and Bloodgood, J.M., (2002), Citizenship behavior and creation of social
capital in organizations, Academy of Management Review, Vol. 27, No.4, pp 505-522.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
283
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Collins, C.J., & Clark, K.D. (2003). Strategic human resource practices, top management team social
networks, and firm performance: The role of human resource practices in creating
Organizational competitive advantage. Academy of Management Journal, Vol. 46, No. 6,
740–751.
Damirchi. G.V., Shafai, J., Paknazar, J., (2011), Surveying of social capital’s effect on
entrepreneurship, Interdisplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol.3, No.2.
pp. 1101-1111
Dudwick, N., Kuehnast, K., Jones, V.N., & Woolcock, M. (2006). Analyzing social capital in context:
A guide to using qualitatitive methods and data. World Bank Institute.
Edy Setiadi (2012). Berbincang Ekonomi Syariah: Problem, Tantangan dan Strategi Perbankan
Syariah, Harian Republika, Bandung.
Gant, J., Ichniowski, & Shaw. (2002). Social capital and organizational change in high involvement
and traditional work organizations. Journal Economic Management Strategic, Vol 11, 289328.
Gittell, J.H. (2000). Organizing work to support relational coordination. International Journal Human
Resource Management, Vol. 11, 517-539.
Karlan, D. (2001),”Social Capital and Group Banking”, MIT Department of Economics,
[email protected]
Leana, C.R. and Van Buren, H.J. (1999), Organizational social capital and employment practices, The
Academy of Management Review, Vol 24, No. 3, pp. 538-555.
Nahapiet, J and Ghosal,S. (1998),”Social Capital, Intellectual Capital and Organizational Advantage”,
The Academy of Management Review, Vol.23, No.2,pp 242-266.
Seibert, S.E., M.L. Kraimer, R.C. Liden. 2001. A social capital theory of career success. Academic
Management Journal. Vol 44, 219-237.
Talavera. O, Xiong L., Xiong, X., (2012), Social capital and access to Bank financing: The case of
Chinese Entrepreneurs, Emerging Markets Finance & Trade, Vol 48, No.1, pp. 55-69
Wikaningrum, T. (2011). Praktek dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia Pada Perbankan
Syariah di Jawa Tengah. Jurnal Siasat Bisnis.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
284
Download