1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi untuk menyelaraskan kebijakan pemerintah serta pembangunan berdasarkan kehendak rakyat, sebagai pemilik kedaulatan. Di Indonesia, pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan yang pertama kali dilaksanakan sekaligus bersejarah karena merupakan salah satu langkah penting dalam menciptakan kehidupan politik yang lebih beradab. Ada dua jenis pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung yaitu pemilihan presiden serta pemilihan anggota legislatif. Pemilihan umum anggota DPR RI tahun 2009 dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Proses perhitungannya didasarkan pada sejumlah daerah pemilihan, dengan peserta pemilu adalah partai politik. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya dilakukan dengan penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut. Pada pemilu anggota legislatif 2009, masyarakat dihadapkan pada dua bentuk pilihan pada saat memilih, memilih gambar partai politik (primer/wajib) atau memilih nama calon legislatif (sekunder/tidak wajib). Jika pemilih memilih nama calon, maka secara otomatis dia juga memilih partai yang mengusung calon legislatif tersebut. Proporsi pemilih yang memilih nama calon menjadi salah satu indikator dari keberhasilan sistem pemilu proporsional terbuka. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam menjelaskan perilaku pemilih (voter behaviour) dalam menentukan pilihannya. Tiga pendekatan tersebut adalah pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan politik rasional. Pendekatan yang sama juga digunakan dalam penelitian Mujani (2003) dan Liddle (2003) untuk menjelaskan perilaku pemilih (voter behaviour) di Indonesia. Seperti telah disebutkan di atas, pada pemilu legislatif 2009, pemilih diberikan kebebasan dalam menentukan pilihan, memilih nama calon atau memilih gambar partai. Jika hal ini dikaitkan dengan teori tentang perilaku pemilih (voter behaviour) maka akan timbul pertanyaan mengenai faktor apasaja yang berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku pemilih (voter behaviour) untuk kasus di Jawa Barat. Selain itu, bagaimana karakteristik pemilih tersebut berdasarkan pada jenis pilihannya. Tujuan Secara umum tujuan penelitian ini adalah: 1. Identifikasi karakteristik pemilih berdasarkan pilihannya (memilih nama calon atau partai). 2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jenis pilihan (nama calon atau partai) pada pemilu legislatif 2009. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu Pada tingkat yang paling dasar, sistem pemilu mengkonversi suara yang diperoleh partai politik atau calon legislatif dalam pemilu menjadi kursi legislatif. Dua hal penting yang menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan pemilu adalah model pemilu yang digunakan dan ukuran daerah pemilihan. Ukuran daerah pemilihan didasarkan pada banyaknya anggota legislatif yang dipilih untuk wilayah tersebut, bukan didasarkan pada banyaknya pemilih di wilayah tersebut. Sementara itu, model yang digunakan tergantung dari sistem pemilu yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Berdasakan klasifikasi yang diambil dari The ACE Project, suatu kerjasama antara PBB, IFES dan IDEA Internasional mengenai sistem pemilu, sistem pemilu dibagi menjadi tiga (Reilly & Reynolds 2001) : 1. Sistem distrik Dalam sistem distrik, wilayah negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan. Banyaknya daerah pemilihan disesuaikan dengan jumlah kursi legislatif yang diperebutkan sehingga setiap daerah pemilihan hanya diwakili oleh satu orang. Oleh karena itu, individu yang mewakili atau yang dicalonkan oleh partai politik merupakan calon yang dikenal secara baik oleh masyarakat daerah tersebut. 2. Sistem representasi proporsional Daerah pemilihan pada sistem proporsional memiliki cakupan lebih luas daripada daerah pemilihan pada sistem distrik. Jumlah wakil yang terpilih untuk suatu daerah pemilihan ditentukan oleh persentase suara sah yang diraih oleh partai atau kandidat di daerah pemilihan tersebut. Jadi, dalam satu kesatuan geografis memungkinkan dihasilkan lebih dari satu wakil. 3. Sistem semi-proporsional Dalam sistem ini, partai politik yang tidak mendapat dukungan suara terbanyak masih