asuhan keperawatan pada anak dengan diare di ruang 2 ibu dan

advertisement
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE DI
RUANG 2 IBU DAN ANAK RS REKSODIWIRYO
PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI Padang sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh
gelar Ahli Madya Keperawatan
LIDIA PARAMITA
NIM: 143110252
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Anak Pada Anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu
dan Anak RS Reksodiwiryo Padang pada Tahun 2017”. Shalawat beriring
salam peneliti sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat
manusia dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan
seperti sekarang ini.
Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya tulis ilmiah, Sangatlah sulit bagi
peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ns. Zolla Amelly Ilda, M. Kep selaku pembimbing I yang telah
mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam membuat karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu Delima, S.Pd, M.Kes selaku pembimbing II yang telah mengarahkan
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam membuat karya tulis ilmiah ini.
3. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Padang
4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang
5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang
6. Ibu/Bapak Staf Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan
bekal ilmu untuk bekal peneliti.
7. Bapak Direktur RS Reksodiwiryo Padang beserta staf yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian
i
Poltekkes Kemenkes Padang
8. Teristimewa kepada papa, mama, sisil, dan adek yang telah memberikan
semangat, serta restu yang tak dapat ternilai dengan apapun. Maaf kalau
selama kuliah Lidia banyak menghabiskan uang papa dan mama baik
untuk keperluan kuliah maupun yang tidak untuk keperluan kuliah.
Semoga Allah SWT membalas semua jasa papa, mama.
9. Spesial kepada para sahabat Nanda Berta Chania Amd.Kep, Shania Nabila
Amd.Kep, Rissa Mona Eriksani Amd.Kep , Thalhah Gazali Amd.Kep,
Nopebrian Bazar Yulias Amd.Kep, Dwi Sarah Rahmaniar Amd.Kep yang
selalu memberikan motivasi, tawa, sedih bersama selama tiga tahun ini
hingga penyusunan karya tulis ilmiah sampai kita wisuda nanti.
10. Terimakasih untuk Kelompok 2 Komunitas, Lady Permata Sari Amd.Kep
yang sudah mau menghabiskan waktu bersama selama praktek.
Terimakasih juga untuk Kelompok 54 PKTL senang bisa bertemu kalian,
senang bisa menghabiskan hari-hari selama PKLT bersama kalian.
11. Kepada nenek ipin, nenek anun, dan nenek sofi yang sudah mau
mendengarkan keluh kesah peneliti selama ini. Semoga kita semua bisa
sukses dibidangnya masing-masing.
12. Rekan- rekan kelas III C yang seperjuangan, terutama zizi yang sudah mau
berjuang dari awal sampai akhirnya ujian karya tulis ilmiah dan temanteman Bp 2014 keperawatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah mambantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Padang,
Juni 2017
Penulis
ii
Poltekkes Kemenkes Padang
iii
Poltekkes Kemenkes Padang
iv
Poltekkes Kemenkes Padang
v
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lidia Paramita
NIM
: 143110252
Tempat/Tanggal Lahir : Padang/ 14 Maret 1996
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Nama Orang Tua
Ayah
: Dafril
Ibu
: Yusnita
Alamat
: Komp. Perum Green Arya 1 No. 01 RT. 05
Kel. Tabing Banda Gadang Kec. Nanggalo,
Padang
Riwayat Pendidikan
No
Pendidikan
Tahun Ajaran
1
SDN 03 Alai Padang Timur
2002-2008
2
SMP N 22 Padang
2008-2011
3
SMA PGRI 1 Padang
2011-2014
4
Prodi Keperawatan Padang, Jurusan
Keperawatan, Poltekkes Kemenkes RI Padang
2014-2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
vi
Poltekkes Kemenkes Padang
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017
Lidia Paramita
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu dan Anak RS
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
Isi : xii + 86 Halaman + 10 Tabel + 1 Bagan + 7 Lampiran
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada
anak. Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medis RS Reksodiwiryo
Padang didapatkan data jumlah pasien rawat inap dengan Diare pada tahun 2016
sebanyak 337 orang. Tujuan penelitian adalah diketahuinya asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu dan Anak
RS Reksodiwiryo Padang tahun 2017.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain
studi kasus. Dilakukan tanggal 23 Mei sampai dengan 27 Mei 2017 di
Ruang 2 Ibu Dan Anak RS Reksodiwiryo Padang. Populasi penelitian ini
seluruh pasien anak Diare dengan sampel yang diambil secara purposive
sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan format
pengkajian dan alat pemeriksaan fisik. Metode pengumpulan data
wawancara, observasi, studi dokumentasi, setelah itu data yang dianalisis
untuk merumuskan diagnosa dan intervensi keperawatan.
Hasil penelitian yang didapatkan pada An.D dan An.R yaitu mengalami
Diare dengan gejala yang berbeda yaitu pada An.D BAB encer, BAB lebih dari 7
kali, demam, malas minum, sedangkan pada An.R BAB encer, BAB > 10 kali,
berlendir, demam, banyak minum, anus dan daerah sekitarnya lembab, berwana
kemerahan. Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada kasus An.D dan
An.R yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif. Rencana keperawatan yaitu manajemen cairan, manjemen hipovolemia,
monitor cairan. Implementasi keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi
yang telah dirumuskan. Evaluasi yang didapatkan pada An.D yaitu masalah
kekurangan volume cairan teratasi pada hari ke lima, pada An.R teratasi pada hari
ke empat.
Disarankan kepada Direktur RS Reksodiwiryo Padang agar sering
dilaksanakan palatihan secara berkala penyegaran asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan Diare kepada pegawai khususnya perawat. Agar lebih
memperhatikan intervensi terhadap monitor kehilangan cairan yang berlebihan
pada pasien diare dehidrasi ringan/sedang.
Kata kunci (Key
Keperawatan
Word):
Diare
Dehidrasi
ringan/sedang,
Asuhan
Daftar Pustaka: 34 (2008-2017)
vii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
LEMBAR ORISINALITAS ..........................................................................
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................
vi
ABSTRAK..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. viii
DAFTAR BAGAN.........................................................................................
x
DAFTAR TABEL...........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A.
B.
C.
D.
1
Latar Belakang....................................................................................
Rumusan Masalah..............................................................................
Tujuan Penelitian................................................................................
Manfaat Penelitian..............................................................................
1
5
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
8
A. Konsep Kasus Diare...........................................................................
1. Pengertian Diare...........................................................................
2. Klasifikasi Diare...........................................................................
3. Etiologi.........................................................................................
4. Patofisiologi..................................................................................
5. WOC.............................................................................................
6. Manifestasi Klinis.........................................................................
7. Respon Tubuh...............................................................................
8. Penatalaksanaan............................................................................
9. Komplikasi...................................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare...................
1. Pengkajian....................................................................................
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan.........................................
3. Perencanaan Keperawatan............................................................
8
8
8
10
13
17
18
20
21
29
31
31
37
38
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 49
A.
B.
C.
D.
E.
Desain Penelitian................................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................
Subjek Penelitian................................................................................
Alat atau Instrumen Pengumpulan Data.............................................
Cara Pengumpulan Data.....................................................................
49
49
49
50
50
viii
Poltekkes Kemenkes Padang
F. Jenis-Jenis Data.................................................................................. 52
G. Rencana Analisis................................................................................ 53
BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN.............................. 54
A. Deskripsi Kasus..................................................................................
1. Pengkajian....................................................................................
2. Diagnosis Keperawatan................................................................
3. Intervensi Keperawatan................................................................
4. Implementasi Keperawatan..........................................................
5. Evaluasi Keperawatan..................................................................
B. Pembahasan........................................................................................
1. Pengkajian....................................................................................
2. Diagnosis Keperawatan................................................................
3. Intervensi Keperawatan................................................................
4. Implementasi Keperawatan..........................................................
5. Evaluasi Keperawatan..................................................................
54
54
56
59
62
64
67
67
70
76
77
79
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 WOC Diare Pada Anak................................................................. 17
ix
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi............................................................ 19
Tabel 2.2 Pemberian Oralit............................................................................. 23
Tabel 2.3 Pemberian Cairan .......................................................................... 24
Tabel 2.4 Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi31
Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan.................................................................. 36
Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan................................................................ 54
Tabel 4.2 Diagnosis Keperawatan.................................................................. 56
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 59
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan............................................................ 62
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................... 65
x
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Inform Concent
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 4 : Ganchart
Lampiran 5 : Jadwal Bimbingan Proposal
Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan KTI
Lampiran 7 : Dokumentasi Asuhan Keperawatan
xi
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi
pada masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian pada anak di berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat
menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih
rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum
sempurna (Soedjas, 2011).
World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare
merupakan 10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi
1,5 juta kematian akibat diare. Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar
5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan. Kematian
tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran
preterm (14%) dan diare (12%).
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di
Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare
tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%),
Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki
(5,5%), perempuan (4,9%).
Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare di Indonesia
masih tinggi. Proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah
kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok
umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan
sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54
– 59 bulan yaitu 2,06% (Kemenkes, 2011). Penelitian Marlia (2015),
menyatakan bahwa terdapat 99 anak yang mengalami diare di RS Dr.
1
Poltekkes Kemenkes Padang
2
Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2013 laki-laki (56%),
perempuan (43%), berada pada kelompok umur 12-36 bulan.
Dinas Kesehatan Kota Padang (2014), menyatakan pada tahun 2014
jumlah kasus diare yang datang ke sarana kesehatan sebanyak 12,2%
kasus. Jumlah kasus tahun 2014 sedikit menurun dibandingkan kasus
tahun 2013 sebesar 25,9%. Penyakit Diare sampai saat ini masih
termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota Padang.
Kecamatan Pauh merupakan kecamatan dengan angka kejadian diare
tertinggi di kota Padang. Kasus diare yang ditangani di Puskesmas
Pauh adalah 48,4%. Puskesmas diobati sesuai dengan prosedur tetap
penatalaksanaan kasus diare dengan pengobatan yang rasional. Target
penemuan kasus diare pada tahun 2014 adalah 2,13% dari 87,7%
penduduk Kota Padang dengan capaian kasus diare adalah 41,7%
kasus dan semuanya ditangani dan lebih banyak ditemukan pada
perempuan (Dinkes, 2014).
Target penemuan kasus diare pada tahun 2015 adalah 2,14% dari
92,4% penduduk Kota Padang, dengan capaian kasus adalah 49,7%
kasus dan semuanya ditangani. Jumlah kasus ini naik dari tahun
sebelumnya (41,7% kasus) dan lebih banyak ditemukan pada
perempuan (Dinkes, 2016). Cakupan pelayanan diare pada balita kota
Padang tahun 2015 adalah 48,3% dari 100% yang ditargetkan. Laporan
macam penyakit dan jumlah penderita rawat inap di RS Reksodiwiryo
Padang tahun 2016 pasien yang terdiagnosa menderita diare sebanyak
337 kasus dan diare berada di urutan kedua penyakit terbanyak di
kelompok infeksi saluran pencernaan.
Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak.
Infeksi enteral merupakan infeksi saluran percernaan, yang menjadi
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral disebabkan karena
bakteri, virus dan parasit. Sedangkan infeksi parenteral merupakan
infeksi dari luar pencernaan seperti otitis media akut (OMA),
Poltekkes Kemenkes Padang
3
bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur di bawah 2 tahun (Ngastiyah, 2014).
Wong (2008), mengatakan pengkajian keperawatan terhadap diare
dimulai dengan mengamati keadaan umum dan perilaku anak.
Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada pasien diare dengan
gangguan keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti
berkurangnya keluaran urine, turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang
cekung.
Nursalam
(2008),
mengatakan
dampak
yang
dapat
ditimbulkan jika mengalami gangguan keseimbangan cairan yaitu
terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita, hipoglikemia,
mengalami gangguan gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi
komplikasi pada anak.
Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan
berakibat kehilangan cairan dan eletrolit secara mendadak. Pada balita
akan menyebabkan anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga
mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap usus
terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari
makanan pada anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga
setiap serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini
berlangsung terus menerus akan menghambat proses tumbuh kembang
anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap anak-anak antara lain
anak akan menjadi rewel, cengeng, sangat tergantung pada orang
terdekatnya (Widoyono, 2011).
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko meningkatnya episode
diare, diantaranya dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi
atau anak yang mengalami diare akan memiliki manfaat antara lain
untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI mengandung zatzat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama
diare yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan (Puput,
2011).
Hasil penelitian Tamimi, dkk (2016), menyatakan bahwa
92.1% bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak mengalami diare dan
Poltekkes Kemenkes Padang
4
29,5% bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpeluang untuk
terjadinya diare.
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien yang
menderita
diare
adalah
kekurangan
volume
cairan
dan
ketidakseimbangan nutrisi. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan pada anak yang dirawat dengan diare, diantaranya
memantau asupan dan pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan
terapi cairan melalui intravena perlu pengawasan untuk asupan cairan,
kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan
volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian
infus harus dijaga (Wong, 2008). Tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selanjutnya yaitu menimbang berat badan anak secara
akurat, memantau input dan output yang tepat dengan meneruskan
pemberian nutrisi per oral dan melakukan pengambilan spesimen
untuk pemeriksaan laboratorium.
Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut
memberikan perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan
mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit (Nursalam, 2008).
Selain dari perawatan anak di rumah sakit, pengetahuan orang tua
tentang terjadinya diare sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena
sebagian ibu belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga
kesehatan keluarga seperti selalu menjaga kebersihan diri dan
makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, memeriksakan
kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke puskesmas,
menjaga pola istirahat serta menyempatkan untuk berekreasi guna
menghilangkan stres yang dapat memicu suatu penyakit (Subakti,
2015).
Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Januari 2016 di
dapatkan 3 orang anak dengan kasus diare di ruangan 2 anak di RST
Dr. Reksodiwiryo, dengan diagnosa keperawatan utama pada anak
yaitu dengan kekurangan volume cairan. Dari hasil pengamatan,
Poltekkes Kemenkes Padang
5
perawat sudah melakukan pengkajian yang meliputi identitas anak dan
orang tua, alamat, riwayat kesehatan, data pemeriksaan fisik dan
diagnostik. Perawat sudah melakukan tindakan pemasangan infus,
NGT untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien dan perawat
memantau kondisi pasien pada saat overan, pemberian obat, dan saat
mengganti infus pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan studi kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Diare di
Ruang 2 Anak di RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut didapat rumusan masalah dari
kasus tersebut adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien
Anak dengan Diare di Ruangan 2 Anak di RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus Diare di Ruang 2 Anak
RS Tentara Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017”
2. Tujuan khusus
Berdasarkan tujuan umum tersebut didapatkan tujuan khusus dari
penelitian kasus ini adalah :
Poltekkes Kemenkes Padang
6
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan
kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak
RS
Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak
RS
Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak
RS
Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
f. Mampu melakukan pendokumentasian pada anak dengan kasus
Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang
Tahun 2017.
D. Manfaat
1. Pengembang Keilmuan
a. Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare.
b. Bagi Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh
mahasiswa prodi D III Keperawatan Padang untuk penelitian
selanjutnya.
2. Institusi Pelayanan
Poltekkes Kemenkes Padang
7
a. Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan
kontribusi
laporan
kasus
bagi
pengembangan
praktik
keperawatan. Diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penelitian lebih lanjut
dengan metode dan tempat yang berbeda untuk penerapan
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Diare.
b. Institusi RS Reksodiwiryo Padang
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
meningkatkan penerapan asuhan keperawatan anak pada anak
dengan diare.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kasus Diare
1. Pengertian
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi
yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau
BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas,
2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes,
2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan
diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
2. Klasifikasi Diare
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung
paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
8
Poltekkes Kemenkes Padang
9
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
penyebab
dan
patogenesisnya
multikompleks.
Mengingat
banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare
kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka
dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan
lebih terarah.
Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai
berikut:
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK).
Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi.
b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih
dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis
seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi
kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik
yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut
yang tidak memadai.
c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada
bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu
tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya
dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya
Poltekkes Kemenkes Padang
10
yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani
secara memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau
diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses
pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anakanak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh
secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah
dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
3. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai
infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya
merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal
atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih
dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare
akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena
dapat membawa bencana bisa terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lainlain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)
Poltekkes Kemenkes Padang
11
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat:
disakarida (intoleransi
laktosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko
terjadinya diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
b.
c.
d.
e.
kehidupan.
Menggunakan botol susu.
Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja, atau sebelum menjamaah makanan.
Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :
1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami
demam (38ºC atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri
abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare
dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada
bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam,
nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat
Poltekkes Kemenkes Padang
12
dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll),
makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh
sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agens bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada
strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen,
demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan
darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar
individu, disebabkan karena daging yang kurang matang,
pemberian ASI tidak eksklusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam
untuk
gastroenteritis.
Gejalanya
bervariasi,
anak
bisa
mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB
kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri
tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang. Dapat
disebabkan
oleh
makanan
dan
minuman
yang
sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan
lainnya.
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan
kram yang hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh
makanan yang kurang matang atau makanan yang disimpan di
lemari es seperti puding, mayones, makanan yang berlapis
krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak
akan mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan
intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa lewat
produk makanan komersial yang paling sering adalah daging
dan unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan
mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia.
Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang dapat
Poltekkes Kemenkes Padang
13
menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu beberapa
jam.
4. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan
masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman
yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus
menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit
baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak
dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya,
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk
toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak
mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli.
diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima
Poltekkes Kemenkes Padang
14
hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti
dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).
b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul
di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus
Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan
terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen
usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.
Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang,
terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok
hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera
diobati (Nursalam, 2008).
c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat,
2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi
protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami perubahan
Poltekkes Kemenkes Padang
15
yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim
yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah
diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan
respons
imun,
menyebabkan
reaksi
hipersensitivitas
kulit
terlambat, berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang
beredar.
Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami
malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus,
faktor
infeksi
silang
usus
yang
berulang
menyebabkan
malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini
menyebabkan
hilangnya
albumin
dan
imunogobulin
yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat
(Suharyono, 2008).
d.
Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).
Poltekkes Kemenkes Padang
17
Poltekkes Kemenkes Padang
18
5. Manifestasi Klinis
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram
perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi
bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, nyeri kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula
akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang.
BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan
turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya
bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat
dilakukan penilaian sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penilaian Derajat Dehidrasi
Poltekkes Kemenkes Padang
19
Penilaian
Tanpa
Dehidrasi
Dehidrasi
Ringan/Sedan
g
Dehidrasi
Berat
1. Lihat:
Baik, sadar
Gelisah, rewel
Lesu,
atau
sadar
Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung
dan kering
Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Mulut dan lidah
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa haus
Minum biasa Haus,
ingin Malas minum
tidak haus
minum banyak atau tidak bisa
minum
Keadaan Umum
lunglai
tidak
2. Periksa:
Turgor kulit
3. Hasil
pemeriksaan
Kembali cepat
Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Tanpa
dehidrasi
Dehidrasi
Dehidrasi
ringan/ sedang, berat, kriteria
kriteria
bila ada 1
tanda*
Bila ada 1 tanda Ditambah
1
ditambah 1 atau atau
lebih
lebih tanda lain tanda lain
Rencana terapi Rencana terapi Rencana terapi
A
B
C
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun
4. Terapi
besar, urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.
Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)
6. Respon Tubuh
a. Sistem Integumen
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat
turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak
Poltekkes Kemenkes Padang
20
adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh
anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.
b. Sistem Respirasi
Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun
karena akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang
akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan
dalam (pernapasan kusmaul).
c. Sistem Pencernaan
Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang
disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat
menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan
letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bisa
mengalami gangguan gizi yang bisa menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
proses penyembuhan akan lama.
d. Sistem Muskoloskletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang
diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan
detak jantung sangat lambat.
e. Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi
darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit
pucat,
akral
dingin
yang
mengakibatkan
terjadinya
syok
hipovolemik.
f. Sistem Otak
Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke
otak berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan
Poltekkes Kemenkes Padang
21
kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan
kematian.
g. Sistem Eliminasi
Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah
kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting
yang perlu diperhatikan
a) Jenis cairan
(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte
(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus
b) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan.
c) Jalan masuk atau cara pemberian
(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan
NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.
(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
Poltekkes Kemenkes Padang
22
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
d) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali
status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.
(1) Identifikasi penyebab diare
(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetik
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
(a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau
sejenis lainnya).
(b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi
tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
biasa.
(c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah
pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit.
Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1
Poltekkes Kemenkes Padang
23
gelas air matang yang agak dingindilarutkan dalam 1 sendok teh
gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu
diberikan melaluui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat
dilakukan, dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau
cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam
pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi.
2) Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui
kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang
masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
(a) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infus yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus
waktu memantaunya.
(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,
encer atau sudah berubah konsistensinya.
(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah
bibir dan selaput lendir mulut kering.
(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi
makan lunak atau secara realimentasi.
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai
berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4
aturan perawatan di rumah:
Poltekkes Kemenkes Padang
24
a. Beri cairan tambahan
1) Jelaskan pada ibu, untuk:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali
pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air
matang sebagai tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau
lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur,
air tajin) atau air matang.
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam
kunjungan ini.
b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah
parah.
2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan
kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus
diberikan setiap kali anak berak:
a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali
berak.
Katakan kepada ibu:
a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/
cangkir/ gelas.
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
Poltekkes Kemenkes Padang
25
b. Beri tablet Zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian makan
d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di
klinik
sesuai
yang
dianjurkan
selama
periode
3
jam.
Tabel 2.2
Pemberian Oralit
Umur
≤ 4 bulan
4 - <12 bulan
1 - <2 tahun
2 - <5 tahun
Berat
< 6 kg
6 - <10 kg
10 - <12 kg
12 – 19 kg
400 – 700
700 – 900
900 – 1400
Jumlah
200 – 400
Sumber: MTBS, 2011.
a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari
pedoman diatas.
(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu,
berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.
b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit
(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi
lebih lambat.
(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.
c) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
Poltekkes Kemenkes Padang
26
(1) Umur <6 bulan : 10 mg/hari
(2) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari
d) Setelah 3 jam
(1) Ulangi
penilaian
dan
klasifikasikan
kembali
derajat
dehidrasinya.
(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
(3) Mulailah memberi makan anak.
e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
(1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah
untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6
bungkus lagi
(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi
A).
3.
Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum,
beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100
ml/kg cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan
Nacl yang dibagi sebagai berikut:
Tabel 2.3
Pemberian Cairan
Poltekkes Kemenkes Padang
27
Umur
Pemberian
Pertama 30 ml/kg
Selama
Pemberian
Berikut 70 ml/kg
Selama
Bayi
(dibawah umur 12 bulan)
1 jam*
5 jam
Anak
30 menit*
2 ½ jam
(12 bulan sampai 5 tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
Sumber: MTBS, 2011.
b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba,
beri tetesan lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau
minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan
beri juga tablet Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai
untuk melanjutkan pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas
untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan
cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama
dalam perjalan menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk
rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui
pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam
(total 120 ml/kg).
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri
cairan lebih lambat.
Poltekkes Kemenkes Padang
28
(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk
anak untuk pengobatan intravena.
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)
untuk melanjutkan pengobatan.
4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet
Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama
10 hari:
1) Umur < 6 bulan : ½ tablet
2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet
c. Cara pemberian tablet Zinc
1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh
(tablet akan larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.
2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian
tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan
potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu
dosis penuh.
3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama
10 hari penuh, meskipun diare sudah berhent, karena Zinc
selain
memberi
pengobatan
juga
dapat
memberikan
perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.
4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan
infus, tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa
minum atau makan.
Poltekkes Kemenkes Padang
29
5. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai
suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada
penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus,
akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen
saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa
usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity).
Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus
dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri patogen.
Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif
diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga
keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare.
Probiotik aman dan efektif dalam mencegah dan mengobati diare akut
pada anak (Yonata, 2016).
3) Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia
sehingga
masukan
nutrisinya
menjadi
kurang.
Kekurangan
kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga mengalami
muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin
menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas
tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan
yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian
makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan
kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun
sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa
sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika
Poltekkes Kemenkes Padang
30
defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak
berlemak (Ngastiyah, 2014).
8. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat
terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam
basa (asidosis metabolik), karena:
a. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.
b. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak
sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia
jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
e. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam
cairan intraseluler.
Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam nonvolatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2
menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan
kusmaul) (Suharyono, 2008).
2. Hipoglikemia
Poltekkes Kemenkes Padang
31
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita
diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah
menderita kekurangan kalori protein (KKP), karena :
a. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang
terjadi.
Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal
tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
3. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi
sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare
atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua
hanya sering memberikan air teh saja.
b. Walaupun
susu
diteruskan,
sering
diberikan
dengan
pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka
dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
Poltekkes Kemenkes Padang
32
perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak
segera ditolong maka penderita dapat meninggal.
5. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<
130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline (Juffrie, 2010).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari
3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi),
BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB >
10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila
berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten
(Nursalam, 2008)
Poltekkes Kemenkes Padang
33
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
dan kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan
darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena
bercampur empedu.
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak.
f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila
terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi.
Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang.
Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)
(Nursalam, 2008).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare
lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau
yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir,
sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi
DPT, serta imunisasi polio.
Poltekkes Kemenkes Padang
34
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.
c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,
menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah
buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah
makanan.
d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia
dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan
kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare.
Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala
infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA,
tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
(Nursalam, 2008).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya,
yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga
makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan
kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke
daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
5) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare,
meliputi:
a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat
mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.
Poltekkes Kemenkes Padang
35
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air
masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol
yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak
merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau
sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan
pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2. Berat badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang
mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan, sebagai berikut:
Tabel 2.4
Persentase Kehilangan Berat Badan
Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
Tingkat Dehidrasi
Dehidrasi ringan
% Kehilangan Berat Badan
Bayi
Anak
5% (50 ml/kg)
3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang
5-10% (50-100 ml/kg)
6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat
10-15% (100-150 ml/kg)
9% (90 ml/kg)
Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.
Poltekkes Kemenkes Padang
36
3. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,
ubun-ubunnya biasanya cekung
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk
kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi
ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong).
Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung,
tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak
ada kelainan pada kelenjar tyroid.
g) Thorak
(1) Jantung
(a) Inspeksi
Poltekkes Kemenkes Padang
37
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
(b) Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal,
diare dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung
pasien normal hingga meningkat, diare dengan
dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi
dan bradikardi.
(2) Paru-paru
(a) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal,
diare dehidrasi ringan pernapasan normal hingga
melemah, diare dengan dehidrasi berat pernapasannya
dalam.
h) Abdomen
(1) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
(2) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik,
pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik,
pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.
(3) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya
meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT)
normal, akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi
Poltekkes Kemenkes Padang
38
ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak
dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin,
sianosis.
j) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu
di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L,
kalium > 5 mEq/L
(b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang
diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan
adanya ketosis (Suharyono, 2008).
(c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat.
(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar
protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik
(Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi asama
atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).
(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan
dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009).
Poltekkes Kemenkes Padang
39
2) Pemeriksaan Penunjang
(a) Endoskopi
(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,
jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.
Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.
(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan
perdarahan segar melalui rektum.
(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua
pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya
normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.
(b) Radiologi
(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok
menjalani kolonoskopi
(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai
mengalami penyakit bilier atau prankeas
(c) Pemeriksaan lanjutan
(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa
akan mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik
dari diare.
(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai
membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel,
2014).
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Poltekkes Kemenkes Padang
40
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare
menurut NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:
a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,
inflamasi, iritasi, malabsorbsi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan
berhubungan
nutrisi
dengan
ketidakmampuan
kurang
faktor
mencerna
dari
biologis,
makanan,
kebutuhan
faktor
tubuh
psikologis,
ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi,
perubahan turgor, penurunan imunologis.
e. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan diare,
intoleransi makanan, malnutrisi.
f. Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.
g. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju
metabolisme, penyakit.
h. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB).
i. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit,
kurang kontrol situasi.
j. Anisetas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan,
gejala terkait penyakit.
k. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi,
kurang sumber pengetahuan.
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.5
Intervensi Keperawatan Untuk Pasien Diare
Intervensi
Poltekkes Kemenkes Padang
41
NO
Diagnosa
Keperawatan
1. Diare
berhubungan
dengan parasit,
psikologis,
proses infeksi,
inflamasi,
iritasi,
malabsorbsi.
NOC
NIC
NOC:
a. Kontinensi usus
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
pasien dapat mengontrol
pengeluaran feses dari
usus, dengan Kriteria
hasil:
1. Diare(4)
2. Mengeluarkan feses
paling tidak 3 kali per
hari(5)
3. Minum cairan secara
adekuat(5)
4. Mengkonsumsi serat
secara adekuat(5)
NIC:
a. Manajemen diare
Tindakan keperawatan:
1. Evaluasi
efek
samping pengobatan
terhadap
gastrointestinal
2. Anjurkan
pasien
untuk menggunakan
obat antidiare
3. Evaluasi
intake
makanan
yang
dikonsumsi
sebelumnya
4. Identifikasi
faktor
penyebab
diare
(misalnya, bakteri)
5. Berikan
makanan
dalam porsi kecil dan
lebih sering serta
tingkatkan
porsi
secara bertahap
6. Monitor tanda dan
gejala diare
Keterangan:
(4): Jarang menunjukkan
(5): Secara konsisten
menunjukkan
b. Fungsi
Gastrointestinal
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
saluran pencernaan pasien
mampu untuk mencerna,
dan menyerap nutrisi dari
makanan, dengan Kriteria
hasil:
1. Frekuensi BAB(4)
2. Konsistensi feses(5)
3. Distensi perut(5)
4. Peningkatan
peristaltik(4)
5. Diare(4)
b. Manajemen
Saluran Cerna
Tindakan keperawatan:
1. Monitor buang air
besar
termasuk
frekuensi,
konsistensi, bentuk,
volume, dan warna,
dengan cara yang
tepat.
2. Monitor bising usus
3. Instruksikan pasien
mengenai makanan
tinggi serat
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
Poltekkes Kemenkes Padang
42
2. Kekurangan
NOC:
a. Keseimbangan cairan
Volume cairan
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan
dengan
didalam tubuh pasien tidak
kehilangan
terganggu, dengan Kriteria
cairan
aktif, hasil:
kegagalan
1. Tekanan darah (5)
2. Denyut nadi perifer(5)
mekanisme
3. Keseimbangan intake
regulasi.
dan output dalam 24
jam(4)
4. Berat badan stabil(5)
5. Turgor kulit(5)
6. Kelembaban membran
mukosa(5)
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
b. Hidrasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
ketersediaan air didalam
tubuh
pasien
tidak
terganggu, dengan Kriteria
hasil:
1. Turgor kulit(5)
2. Membran
mukosa
lembab(5)
3. Intake cairan(5)
4. Mata dan ubun-ubun
cekung(5)
5. Nadi
cepat
dan
lemah(5)
Keterangan:
NIC:
a. Manajemen cairan
Tindakan keperawatan:
1. Monitor
status
hidrasi
(misalnya,
membran
mukosa
lembab, denyut nadi
adekuat)
2. Jaga intake/asupan
yang akurat dan catat
output pasien
3. Monitor
makanan/cairan yang
dikonsumsi
dan
hitung asupan kalori
harian
4. Kolaborasi
pemberian cairan IV
5. Monitor status nutrisi
6. Timbang berat badan
setiap
hari
dan
monitor status pasien
7. Monitor tanda-tanda
vital
8. Dorong
keluarga
untuk
membantu
pasien makan
b. Manajemen
Hipovolemia
Tindakan Keperawatan:
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb
dan hematokrit
4. Monitor tanda-tanda
vital
5. Monitor
respon
pasien
terhadap
penambahan cairan
6. Dorong pasien untuk
menambah
intake
oral
Poltekkes Kemenkes Padang
43
(5): Tidak terganggu
c. Status
nutrisi:
asupan makanan &
cairan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
jumlah
makanan
dan
cairan yang masuk ke
dalam
tubuh
pasien
adekuat, dengan Kriteria
hasil:
1. Asupan
makanan
secara oral(4)
2. Asupan makan secara
tube
feeding
(NGT/OGT) (4)
3. Asupan
cairan
intravena(4)
4. Asupan
nutrisi
parenteral(4)
Keterangan:
(4):
Sebagian
adekuat
3. Ketidakseimba
ngan nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
c. Monitor cairan
Tindakan keperawatan:
1. Monitor berat badan
2. Monitor intake dan
output
3. Monitor nilai serum
dan elektrolit urin
4. Monitor
serum
albumin dan total
protein
5. Monitor TD, nadi,
pernafasan
6. Monitor kelembaban
mukosa, turgor kulit
besar
NOC:
NIC:
a. Status nutrisi
a. Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya
nutrisi
pasien
dapat
alergi
atau
terpenuhi, dengan Kriteria
intoleransi makanan
hasil:
2. Instruksikan pasien
1. Asupan makanan(4)
mengenai kebutuhan
2. Asupan cairan(5)
nutrisi
3. Rasio
berat/tinggi 3. Atur
diet
yang
badan(5)
diperlukan
(yaitu,
4. Energi(4)
menyediakan
5. Hidrasi(4)
makana
protein
tinggi,
menambah
Keterangan:
atau
mengurangi
(4): Sedikit menyimpang
kalori,
menambah
dari rentang normal
atau
menurangi
(5): Tidak menyimpang
vitamin, mineral)
dari rentang normal
4. Tentukan
jumlah
kalori dan jenis
nutrisi
yang
dibutuhkan
untuk
Poltekkes Kemenkes Padang
44
memenuhi
persyaratan gizi
b. Status
nutrisi:
Asupan Makanan &
Cairan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
jumlah
makanan
dan
cairan yang masuk ke
dalam
tubuh
pasien
adekuat, dengan Kriteria
hasil:
1. Asupan
makanan
secara oral(4)
2. Asupan makan secara
tube
feeding
(NGT/OGT) (4)
3. Asupan cairan secara
oral(4)
4. asupan
nutrisi
parenteral(4)
Keterangan:
(4):
Sebagian
adekuat
b. Monitor nutrisi
Tindakan keperawatan:
1. Monitor
kecendrungan turun
BB
2. Monitor turgor kulit
3. Monitor adanya mual
dan muntah
4. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
5. Monitor diet dan
asupan kalori
besar
c. Status nutrisi:
asupan nutrisi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
asupan
gizi
pasien
terpenuhi, dengan Kriteria
hasil:
1. Asupan kalori(5)
2. Asupan protein(5)
3. Asupan karbohidrat(5)
4. Asupan serat(4)
5. Asupan mineral(5)
c. Monitor nutrisi
Tindakan keperawatan:
1. Timbang berat badan
pasien
2. Monitor adanya
mual muntah
3. Monitor adanya
penurunan berat
badan
4. Monitor turgor kulit
dan mobilitas
Keterangan:
(4): Sebagian besar
adekuat
(5): Sepenuhnya adekuat
d. Berat badan: Massa
tubuh
Setelah dilakukan tindakan
d. Bantuan
peningkatan BB
Tindakan keperawatan:
Poltekkes Kemenkes Padang
45
keperawatan diharapkan
berat badan pasien normal,
dengan Kriteria hasil:
1. Berat badan(5)
2. Persentil lingkar
kepala (anak)(5)
3. Persentil berat badan
(anak)(5)
4. Kerusakan
integritas kulit
5. Disfungsi
motilitas
gastrointestinal
Keterangan:
(5): Tidak ada deviasi dari
kisaran normal
NOC:
Integritas jaringan: Kulit
& membran mukosa
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
keutuhan dan fungsi kulit
pasien tidak terganggu,
dengan Kriteria hasil:
1. Integritas kulit(5)
2. Suhu kulit(5)
3. Elastisitas(5)
4. Hidrasi(4)
5. Perfusi jaringan(5)
1. Timbang pasien pada
jam yang sama
setiap hari
2. Monitor mual dan
muntah
3. Monitor asupan
kalori setiap hari
4. Instruksikan cara
meningkatkan
asupan kalori
NIC:
Manajemen elektrolit/
cairan
Tindakan keperawatan:
1. Monitor kehilangan
cairan
(misalnya,
muntah, diare)
2. Tingkatkan
intake
asupan cairan per
oral
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
bahwa
3. Pastikan
larutan
intravena
yang
mengandung
elektrolit diberikan
dengan aliran yang
konstan dan sesuai
NOC:
a. Eliminasi usus
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
pengeluaran feses pasien
tidak terganggu, dengan
Kriteria hasil:
1. Pola eliminasi(5)
2. Warna feses(5)
3. Feses lembut dan
berbentuk(5)
4. Kemudahan BAB(5)
5. Suara bising usus(5)
6. Nyeri pada saat
BAB(5)
Keterangan:
(5): Tidak terganggu
NIC:
a. Manajemen
Saluran Cerna
Tindakan keperawatan:
1. Monitor buang air
besar
termasuk
frekuensi,
konsistensi, bentuk,
volume, dan warna,
dengan cara yang
tepat.
2. Monitor bising usus
3. Instruksikan pasien
mengenai makanan
tinggi serat
4. Monitor
adanya
tanda dan gejala
Poltekkes Kemenkes Padang
46
(5): Tidak ada
diare, konstipasi.
b. Fungsi
gastrointestinal
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
saluran pencernaan pasien
mampu untuk mencerna,
dan menyerap nutrisi dari
makanan, dengan Kriteria
hasil:
1. Frekuensi BAB(4)
2. Konsistensi feses(5)
3. Distensi perut(5)
4. Peningkatan
peristaltik(4)
5. Diare(4)
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
6. Resiko syok
hipovolemik
7. Nyeri akut
8. Hipertermi
9. Gangguan rasa
nyaman
NOC:
a. Status kenyamanan:
fisik
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
rasa nyaman pasien tidak
terganggu, dengan Kriteria
hasil:
1. Kontrol terhadap
gejala(4)
2. Intake makanan(4)
3. Intake cairan(4)
4. Mual dan muntah(5)
5. Diare(4)
NIC:
a. Teknik
menenangkan
Tindakan keperawatan:
1. Yakinkan
keselamatan
dan
keamanan klien
2. Peluk
dan
beri
kenyamanan
pada
bayi atau anak
3. Identifikasi
orang
terdekat klien yang
bisa membantu klien
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
Poltekkes Kemenkes Padang
47
b. Tingkat kecemasan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
merasakan cemas, dengan
Kriteria hasil:
1. Perasaan gelisah(5)
2. Wajah tegang(5)
3. Peningkatan frekuensi
nadi(5)
Keterangan:
(5): Tidak ada
b. Pengurangan
kecemasan
Tindakan keperawatan:
1. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
menyenangkan
2. Nyatakan
dengan
jelas
harapan
terhadap
perilaku
klien
3. Dorong
keluarga
untuk mendampingi
klien dengan cara
yang tepat
4. Identifikasi tingkat
kecemasan
c. Peningkatan tidur
c. Tidur
Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan
pola
keperawatan diharapkan
tidur/aktivitas klien
tidur
pasien
tidak 2. Monitor pola tidur
klien
dan
catat
terganggu, dengan Kriteria
kondisi
fisik
hasil:
(misalnya,
1. Pola tidur(4)
ketidaknyamanan)
2. Kualitas tidur(4)
atau
psikologis
(ketakutan
atau
Keterangan:
kecemasan)
keadaan
(4): Sedikit terganggu
yang
menggangu
tidur
3. Sesuaikan
lingkungan
untuk
meningkatkan tidur
Sumber:
NANDA
International,
2015,
Moorhead,
Sue,
dkk,
2013,
Bulechek,
Gloria M, 2013.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode
penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan
secara objektif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian
deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan
yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Notoatmodjo, 2010). Hasil
yang diharapkan oleh peneliti adalah melihat penerapan asuhan
keperawatan anak pada anak dengan diare di ruang 2 ibu dan anak RS
Reksodiwiryo Padang tahun 2017.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Studi kasus ini akan dilakukan di RS Reksodiwiryo Padang khususnya di
ruang 2 ibu dan anak tahun 2017. Waktu penerapan asuhan keperawatan
ini dimulai dari pembuatan proposal pada bulan Januari 2017 sampai Juni
2017.
C. Subjek Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah 2 orang yang memiliki kriteria
sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien dan orangtua yang bersedia sebagai partisipan
b. Pasien anak yang berumur > 12 bulan
c. Pasien dengan masalah diare tidak disertai dengan penyakit lainnya
d. Pasien yang dirawat diruang 2 ibu dan anak RS Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017
e. Pasien anak dengan diare yang dirawat minimal 5 hari rawatan.
49
Poltekkes Kemenkes Padang
50
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien anak yang mengalami diare dengan komplikasi penyakit
lainnya seperti HIV, Sindroma Nefrotik, DHF, Bronkopneumonia.
D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian
keperawatan,
diagnosis
keperawatan,
perencananaan
keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan
fisik yang terdiri dari stetoskop, termometer, timbangan, pen light, dan
tongue spatel, meteran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi.
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien,
identifikasi penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar,
pemeriksaan fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual,
lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan laboratorium, dan program
pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik,
data, masalah, dan etiologi.
3. Format diagnosis keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosis keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya
masalah, serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperwatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan NOC.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, implementasi
keperawatan, dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, evaluasi keperawatan,
dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.
E. Cara Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi)
artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
Poltekkes Kemenkes Padang
51
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Peneliti akan menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak
(Sugiyono, 2014).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu
juga mengobservasi tanda-tanda terjadinya dehidrasi seperti anak lesu,
rasa haus pada anak, turgor kulit abdomen, mata cekung, bibir, mukosa
mulut, lidah kering dan respon tubuh terhadap tindakan apa yang telah
dilakukan.
2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan
metoda mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti
melakukan pengukuran suhu, mengukur tanda-tanda vital, menimbang
berat badan.
3. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian seperti, identitas, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga),
dan activity daily living.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin (format pengkajian yang
disediakan). Wawancara jenis
ini merupakan kombinasi dari
Poltekkes Kemenkes Padang
52
wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun dapat
unsur kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara tegas dan
mengarah sehingga wawancara ini bersifat fleksibelitas dan tegas.
4. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dalam penelitian ini mengunakan dokumen dari rumah
sakit untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan yaitu data
laboratorium
pemeriksaan
pH,
pemeriksaan
darah
lengkap,
pemeriksaan tinja, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan kadar natrium
serum, pemeriksaan urin dan pemeriksaan klinis lainnya.
F. Jenis – jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden
dan keluarga berdasarkan format pengkajian asuhan keperawatan anak.
Data primer dari penelitian tersebut didapatkan dari hasil wawancara
observasi langsung dan pemeriksaan fisik langsung pada responden.
Data primer yang diperoleh masing- masing akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Hasil wawancara sesuai dengan format pengkajian asuhan
keperawatan yang telah disediakan sebelumnya meliputi: identitas
pasien dan orang tua, riwayat kesehatan, riwayat imunisasi dan
perkembangan, kebiasaan sehari- hari
b. Hasil observasi langsung berupa: pasien malas minum, pasien
tampak letargis, pasien tampak mengalami penurunan kesadaran,
pasien tampak cenggeng, rewel dan lain- lain
c. Hasil pemeriksaan fisik berupa: keadaan umum, pemeriksaan
tanda- tanda vital, pemeriksaan fisik head to toe
Poltekkes Kemenkes Padang
53
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari laporan status pasien di ruangan 2 ibu
dan anak RS Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Informasi yang
diperoleh berupa data tambahan atau penunjang dalam merumuskan
diagnosa keperawatan. Data yang diperoleh biasanya berupa: data
penunjang dari laboratorium, terapi pengobatan yang diberikan dokter.
G. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada anak dengan diare. Data yang telah
didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan
sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan
dengan teori asuhan keperawatan anak dengan diare. Analisa yang
dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada persamaan antara teori
yang ada dengan kondisi pasien di ruangan.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada partisipan 1 An.D umur 13 tahun dengan
diagnosa diare dehidrasi ringan + low intake dan partisipan 2 An.R
umur 18 bulan dengan diare dehidrasi sedang. Pengkajian dilakukan
pada tanggal 23 Mei sampai 27 Mei 2017 di ruang 2 Ibu Dan Anak RS
Reksodiwiryo Padang.
Tabel 4.1
Pengkajian Keperawatan
Partisipan 1
Partisipan 2
An.D dibawa ke RS Reksodiwiryo
Padang pada tanggal 22 Mei 2017
pukul 16.15 WIB dengan keluhan
demam tinggi sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dan BAB encer
sudah 7 kali dari tadi pagi sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri di ulu hati
(skala nyeri 6), batuk, badan lemah
serta nafsu makan berkurang sejak
An.D demam.
An.R dibawa ke RS Reksodiwiryo
Padang pada tanggal 23 Mei 2017
pukul 13.05 WIB dengan keluhan
muntah 1 kali, demam tinggi sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit dan
BAB encer sudah 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. An.R BAB ± 20 kali dari
pagi sebelum masuk rumah sakit, badan
lemah, nafsu makan berkurang.
Pada saat pengkajian An.D mengatakan
BAB baru 1 kali dari pagi. Saat ini
BAB masih encer dengan jumlah ± 100
ml setiap diare, warna kuning, tidak
berlendir dan tidak disertai darah. Ny.I
mengatakan anaknya masih demam dan
BAK anaknya agak pekat, frekuensi 2
kali dari pagi dengan jumlah ± 100 ml
setiap BAK. Ny.I juga mengatakan
anaknya masih malas makan dan malas
minum. An.D tampak lesu dan lemah.
Kedua mata pasien tampak merah.
Pada saat pengkajian Ny.Y mengatakan
dari mulai masuk ruangan anaknya
sudah 6 kali BAB. BAB anaknya encer,
berlendir
tidak
disertai
darah,
jumlahnya ±50 ml setiap diare, BAB
sudah tidak ampas, warna kuning, area
sekitar anus lembab dan tampak sedikit
kemerahan. An.R masih demam anak
tampak lemah dan rewel, setiap kali
anak BAK bercampur dengan BAB,
anak tampak lesu, dan rewel. Ny.Y juga
mengatakan sebelum diare An.R
menderita demam, dan pilek. Ny.Y
mengatakan sebelumnya tidak ada
anggota keluarga yang menderita diare
54
Poltekkes Kemenkes Padang
55
Ny.I mengatakan sebelum sakit
anaknya memang suka malas makan.
An.D biasanya makan 2 kali sehari.
Pola makan tidak teratur, An.D suka
makan cemilan, dan membeli minuman
seperti pop ice. An.D mengalami
penurunan berat badan, dari 38 kg
ditimbang pada 1,5 bulan yang lalu di
bidan karena anaknya demam, batuk
dan pilek, saat diruangan An.D
ditimbang lagi BB 31 kg saat sakit, dan
saat ini An.D diit makanan lunak. An.D
masih malas minum air putih dan oralit,
An.D minum air putih ± 2 gelas sehari.
An.D BAB ±4 kali sehari, warna
kuning, encer, BAK ±2 kali sehari,
warna kuning pekat. Pola tidur siang
tidak teratur, dan tidur malam kurang
lebih 6 jam sering terbangun karena
badannya yang masih panas.
ataupun mengalami sakit sebelumnya.
Ny.I mengatakan anak ke 2 umur 5
bulan dan ke 3 umur 9 bulan meninggal
dunia karena gastroenteritis akut.
Hasil
pemeriksaan
fisik
An.D
ditemukan mata merah dan cekung,
mukosa mulut kering, pucat, bunyi
nafas bronkovesikuler An.D kadangkadang masih batuk. Bising usus
normal, turgor kulit kembali lambat,
CRT lebih dari 2 detik, akral teraba
hangat. An.D mengalami penurunan
berat badan. Berat badan sebelumnya
38 kg ditimbang pada 1,5 bulan yang
lalu di bidan karena anaknya demam,
batuk dan pilek, berat badan saat sakit
31 kg, tinggi badan 153 cm. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD:
110/70 mmHg N: 88 x/mnt RR: 18
x/mnt S: 37,9 ºC. Hasil laboratorium
pemeriksaan darah pada tanggal 22 Mei
2017 Hb 12,7 g/dl, leukosit 10.800
mm3,
trombosit
313.000
mm3,
hematokrit 38,7%. An.D mendapatkan
terapi IVFD RL 22 tetes per menit,
paracetamol 3x1 tablet, zinc 1x10 mg
dan oralit setiap kali diare.
Hasil
pemeriksaan
fisik
An.R
ditemukan mata cekung, mukosa mulut
kering, pucat, ada bintik merah pada
perut, bunyi nafas vesikuler. Bising
usus positif lebih dari 10 kali/menit,
turgor kulit kembali lambat, CRT lebih
dari 2 detik, akral teraba hangat. Kulit
sekitar anus lembab dan berwarna
kemerahan.
An.R
mengalami
penurunan berat badan, berat badan
sebelum sakit 8,9 kg, berat badan saat
sakit 8,6 kg dan tinggi badan 93 cm.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital S:
38,8ºC N: 100 x/mnt RR: 20 x/mnt.
Hasil laboratorium pemeriksaan darah
pada tanggal 23 Mei 2017 Hb : 11,8
gl/dl. Leukosit : 11.620 mm3
Trombosit : 305.000 mm3. Hematokrit :
36,1 %. Hasil laboratorium pemeriksaan
feses pada tanggal 23 Mei 2017
Makroskopis, keadaan : lunak, Lendir :
ada, Darah : tidak ada. Mikoskopis
Leukosit
:
10-15
/
LPB
Eritrosit : 4-5 / LPB. Terapi IVFD RL
20 tts/mnt, Zink 1x1 sendok teh, Oralit.
Ny.Y mengatakan anaknya tidak mau
makan. Setiap kali disuapkan makan
An.R
memuntahkannya.
Ny.Y
mengatakan biasanya An.R makan
makanan yang dilunakkan, seperti nasi,
sayur, lauk yang dilunakkan dan An.R
juga minum susu formula Bebelac ± 4
kali dalam sehari. An.R juga
mengalami penurunan berat badan dari
8,9 kg menjadi 8,6 kg saat sakit. An.R
lebih suka minum oralit (± 8 dot sehari,
± 200cc/dot) dibanding minum air putih
saja. Pola tidur An.R terganggu karena
BAB dan badannya masih panas.
Poltekkes Kemenkes Padang
56
Hasil pengkajian mengenai lingkungan
rumah An.D, ibu pasien mengatakan
sumber air minum dan untuk keperluan
sehari-hari menggunakan air PDAM.
Ny.I mengatakan kebiasaan melakukan
cuci tangan pakai sabun jarang
dilakukan.
Hasil pengkajian mengenai lingkungan
rumah An.R, ibu mengatakan sumber
air minum dari air galon isi ulang dan
untuk keperluan sehari-hari Ny.Y
menggunakan air dari PDAM. Ny.Y
juga mengatakan untuk kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun saat
menyiapkan makanan dan menyiapkan
susu untuk anaknya jarang dilakukan.
2. Diagnosis Keperawatan
Dari hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang
bisa ditegakkan untuk kedua partisipan tersebut yaitu, untuk An.D 1)
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, 2) kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 3)
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis, 4) diare berhubungan dengan proses infeksi,
5) resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB. Diagnosis yang dapat ditegakkan untuk An.R yaitu 1)
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, 2) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsobrsi makanan, 3)
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, 4) resiko kerusakan
integrotas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB, 5)
diare berhubungan dengan proses infeksi, 6) gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan gejala terkait penyakit.
Tabel 4.2
Diagnosis Keperawatan
Partisipan 1
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan dengan Kehilangan
cairan aktif akibat diare ditandai
dengan Ny.Y mengatakan anaknya
diare baru satu hari yang lalu, Ibu
mengatakan BAB anaknya encer, tidak
berlendir, dan tidak berdarah. Ibu I
mengatakan anaknya ± 7 kali BAB
sebelum masuk rumah sakit, saat
pengkajian An.D mengatakan baru 1
kali BAB, BAB masih encer, tidak
berlendir. Ibu I mengatakan BAK ± 4
Partisipan 2
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan dengan Kehilangan
cairan aktif akibat diare ditandai
dengan Ny.Y mengatakan anaknya
diare sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, BAB encer, berlendir tapi
tidak berdarah, sebelum masuk rumah
sakit anaknya BAB ± 20 kali. Saat
diruangan An.R BAB sudah 6 kali,
warna kuning, anak rewel, infus
terpasang RL 20 tts/mnt dalam 8 jam,
setiap kali BAB ± 50 ml, anak minum
Poltekkes Kemenkes Padang
57
kali sehari, bau khas, warna kuning
pekat, anaknya masih malas minum, ±2
(±200 cc) gelas sehari. Anak tampak
lemah, urine ± 70 ml, BAB ± 100 ml,
mukosa bibir kering, turgor kulit
kembali lambat, mata tampak cekung
dan merah.
oralit ± 8 dot sehari, ± 200cc/dot, BAK
sedikit, warna kuning, bau khas, anak
menggunakan pempers, jumlah urine
tidak bisa dihitung karena bercampur
dengan BAB, mukosa mulut kering,
mata cekung.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
Faktor
biologis
Ny.I
mengatakan Ibu I mengatakan sebelum
sakit anaknya memang malas makan,
An.D biasa makan 2 kali sehari dan
tidak teratur. Ibu I mengatakan anaknya
suka minum pop ice dan makan
cemilan, pada saat demam anaknya
tidak mau makan. Anak tampak lesu
dan kurus, diit yang diberikan tampak
tidak dihabiskan. Anak mengalami
penurunan berat badan dari 38 kg
ditimbang pada 1,5 bulan yang lalu di
bidan karena anaknya demam, batuk
dan pilek, saat diruangan An.D
ditimbang lagi BB 31 kg saat sakit
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan ditandai
dengan Ny.Y mengatakan selama sakit
nafsu makan anaknya berkurang, setiap
kali disuapkan makan anak selalu
memuntahkannya. NyY mengatakan
mengganti makanan anaknya dengan
roti tapi anaknya tetap tidak mau makan
minum oralit ± 8 dot sehari, ±
200cc/dot.anak tampak lesu, rewel,
makanan yang diberikan tidak dimakan.
An.R mengalami penurunan berat
badan dari 8,9 kg menjadi 8,6 kg saat
sakit. Membran mukosa mulut kering,
turgor kulit kembali lambat, CRT >2
detik.
hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi ditandai dengan Ny.I
mengatakan anaknya demam tinggi
sudah 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, BAB encer sudah 7 kali. Saat
diruangan An.D masih demam, BAB
baru 1 kali dari pagi, kosistensi encer,
warna kuning, tidak berlendir, tidak
berdarah, jumlah ± 100. Ibu
mengatakan anaknya tampak lesu sejak
demam. Keadaan umum An.D sedang,
anak mengalami dehidrasi ringan
dengan low intake, anak tampak malas
minum, kedua mata An.D tampak
merah. Tanda-tanda vital S: 37,9ºC,
HR: 88 x/mnt, RR: 18 x/mnt, TD:
110/70 mmHg
hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi ditandai dengan Ny.Y
mengatakan anaknya demam sudah 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Ny.Y
mengatakan anaknya tampak lesu sejak
demam, saat diruangan anaknya masih
demam tinggi S: 38,8ºC. Ny.Y sudah
mengompres anaknya, badan anak
masih terasa panas, An.R mengalami
diare dengan dehidrasi sedang. Anak
mau minum jika dicampur dengan oralit
minum oralit ± 8 dot sehari, ±
200cc/dot.
diare yang berhubungan dengan diare berhubungan dengan proses
proses infeksi yang ditandai dengan infeksi yang ditandai dengan Ny.Y
mengatakan BAB anaknya encer sudah
Ny.I mengatakan BAB anaknya encer
Poltekkes Kemenkes Padang
58
sudah 1 hari, frekuensi BAB ± 7 kali
dari pagi sebelum masuk rumah sakit,
BAB bewarna kuning, tidak berlendir
dan tidak berdarah, demam tinggi sudah
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat
diruangan An.D masih demam, BAB
baru 1 kali dari pagi, kosistensi encer,
warna kuning, tidak berlendir, tidak
berdarah,
jumlah
±
100.Hasil
laboratorium
pemeriksaan
darah
didapatkan leukosit An.D tinggi yaitu
10.800 mm3.
2 hari sebelum masuk rumah sakit.
BAB analnya encer, berlendir, sebelum
masuk RS pasien ± 20 kali BAB. Dan
saat baru masuk ruangan An.R sudah 6
kali BAB. Anak tampak lesu, hasil
pemeriksaan
laboratorium
darah
didapatkan leukosit 11.620 mm3.
resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB ditandai dengan ibu pasien
mengatakan anaknya BAB sudah lebih
dari 7 kali sebelum masuk rumah sakit,
saat diruangan anak BAB baru 1 kali
dari pagi, anak tampak lesu setelah
BAB, daerah sekitar anus lembab dan
tidak ada berwarna kemerahan.
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB ditandai dengan ibu
mengatakan anaknya BAB sudah 2 hari
sebelum masuk RS ± 20 kali. Ibu
mengatakan frekuensi frekuensi BAB
anaknya sangat sering, BAB sedikitsedikit, jarak untuk BAB sangat dekat,
BAB sudah tidak ada ampas, ibu juga
mengatakan anaknya tampak lesu
setelah BAB dan setiap kali BAB anak
pasti menangis. Daerah sekitar anus
tampak lembab, sedikit berwarna
kemerahan dan bersih, anak memakai
pempers.
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi ditandai
dengan kebiasaan atau hygiene ibu yang
tidak mencuci tangan saat menyiapkan
makanan dan kebiasaan anak yang suka
membeli pop ice, makan cemilan, dan
sumber air minum dari air PDAM.
gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan gejala terkait penyakit
ditandai dengan Ny.Y mengatakan
anaknya sangat rewel, anak BAB ± 20
kali, BAB encer, anus dan daerah
sekitarnya
lembab
dan
sedikit
kemerahan. Ny.Y mengatakan setiap
kali BAB anaknya selalu menangis.
Pola tidur anak tidak teratur karena
gelisah, dan BAB.
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi ditandai
dengan hasil observasi peneliti ibu tidak
mencuci tangan setelah membersihkan
BAB anaknya dengan tisu basah,
setelah itu ibu membuatkan oralit untuk
anaknya. Sebelumnya anak ketiga dan
keempat dari Ny.Y meninggal dunia
Poltekkes Kemenkes Padang
59
karena gastroenteritis akut. Sumber air
minum dari air galon isi ulang dan air
untuk
keperluan
sehari-hari
menggunakan air PDAM.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan ke An.D dan
An.R sesuai dengan diagnosis yang sudah ada yaitu 1) manajemen
cairan, 2) manajemen nutrisi, 3) termoregulasi, dan 4) manajemen
diare, 5) manajemen tekanan.
Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan
Partisipan 1
Partisipan 2
Rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk diagnosa kekurangan volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilangan cairan aktif yaitu 1)
monitor status hidrasi (kelembaban
mukosa mulut, nadi yang adekuat), 2)
mencatat intake dan output pasien, 3)
monitor dan hitung asupan kalori
pasien, 4) kolaborasi pemberian cairan
IV, 5) monitor status nutrisi, 6) monitor
tanda-tanda vital, 7) timbang berat
badan pasien, 8) monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan. Kriteria
hasil yang hendak dicapai yaitu, turgor
kulit tidak terganggu, berat badan
stabil, kelembaban membran mukosa
tidak terganggu, keseimbangan intake
dan output dalam 24 jam tidak
terganggu,
intake
cairan
tidak
terganggu, mata tidak cekung.
Rencana tindakan untuk diagnosa
kekurangan
volume
cairan
berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif yaitu 1) monitor status
hidrasi (kelembaban mukosa mulut,
nadi yang adekuat), 2) mencatat intake
dan output pasien, 3) monitor dan
hitung asupan kalori pasien, 4)
kolaborasi pemberian cairan IV, 5)
monitor status nutrisi, 6) monitor tandatanda vital, 7) timbang berat badan
pasien, 8) monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan. Kriteria
hasil yang hendak dicapai yaitu, turgor
kulit tidak terganggu, berat badan
stabil, kelembaban membran mukosa
tidak terganggu, keseimbangan intake
dan output dalam 24 jam tidak
terganggu,
intake
cairan
tidak
terganggu, mata tidak cekung.
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis 1) identifikasi
adanya alergi terhadap makanan, 2)
monitor kecendrungan turun BB, 3)
monitor diit dan asupan kalori, 4)
timbang BB pasien, 5) monitor adanya
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis 1) identifikasi
adanya alergi terhadap makanan, 2)
monitor kecendrungan turun BB, 3)
monitor diit dan asupan kalori, 4)
timbang BB pasien, 5) monitor adanya
Poltekkes Kemenkes Padang
60
mual dan muntah, 6) monitor turgor
kulit, 7) instrusikan cara meningkatkan
asupan nutrisi. Kriteria hasil yang
dicapai asupan makanan dan cairan
tidak menyimpang dari rentang normal,
asupan makanan secara oral adekuat,
berat badan dalam kisaran normal,
asupan makanan secara oral adekuat,
asupan cairan secara oral adekuat.
mual dan muntah, 6) monitor turgor
kulit, 7) instrusikan cara meningkatkan
asupan nutrisi. Kriteria hasil yang
dicapai asupan makanan dan cairan
tidak menyimpang dari rentang normal,
asupan makanan secara oral adekuat,
berat badan dalam kisaran normal.
hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi yaitu 1) memantau suhu dan
tanda-tanda vital, 2) monitor intake
output cairan, 3) dorong konsumsi
cairan, 4) montior kelembaban mukosa
mulut, 5) monitor suhu kulit setiap 2
jam, 6) tingkatkan intake cairan, 7)
ajarkan cara kompres. Tindakan
tersebut dilakukan dengan kriteria hasil
suhu tubuh tidak terganggu, dehidrasi
ringan, tanda-tanda vital dalam kisaran
normal. Kriteria hasil yang akan dicapai
yaitu melaporkan suhu tubuh tidak
terganggu, tidak terjadi peningakatan
suhu tubuh, dehidrasi tidak ada, tandatanda vital tidak ada deviasi dari
kisaran normal.
hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi yaitu 1) memantau suhu dan
tanda-tanda vital, 2) monitor intake
output cairan, 3) dorong konsumsi
cairan, 4) montior kelembaban mukosa
mulut, 5) monitor suhu kulit setiap 2
jam, 6) tingkatkan intake cairan, 7)
ajarkan cara kompres. Tindakan
tersebut dilakukan dengan kriteria hasil
suhu tubuh tidak terganggu, dehidrasi
ringan, tanda-tanda vital dalam kisaran
normal. Kriteria hasil yang akan dicapai
yaitu melaporkan suhu tubuh tidak
terganggu, tidak terjadi peningakatan
suhu tubuh, dehidrasi tidak ada, tandatanda vital tidak ada deviasi dari
kisaran normal.
diare berhubungan dengan proses
infeksi intervensinya 1) anjurkan
pasien untuk menggunakan obat diare,
2) evaluasi intak makanan yang pernah
dikonsumsi, 3) identifikasi faktor
penyebab diare, 4) berikan makanan
dalam porsi kecil dan lebih sering, 5)
monitor tanda dan gejala diare, 6)
monitor BAB (frekuensi, konsistensi,
bentuk, volume, warna), 7) monitor
bising usus, 8)instruksikan pasien untuk
makan makanan yang tinggi serat.
Kriteria hasil yang dicapai yaitu
frekuensi BAB tidak terganggu, intake
diare berhubungan dengan proses
infeksi intervensinya 1) anjurkan
pasien untuk menggunakan obat diare,
2) evaluasi intak makanan yang pernah
dikonsumsi, 3) identifikasi faktor
penyebab diare, 4) berikan makanan
dalam porsi kecil dan lebih sering, 5)
monitor tanda dan gejala diare, 6)
monitor BAB (frekuensi, konsistensi,
bentuk, volume, warna), 7) monitor
bising usus, 8)instruksikan pasien untuk
makan makanan yang tinggi serat.
Kriteria hasil yang dicapai yaitu
frekuensi BAB tidak terganggu, intake
Poltekkes Kemenkes Padang
61
cairan secara adekuat, mengkonsumsi cairan secara adekuat, mengkonsumsi
serat secara adekuat, tidak terjadi serat secara adekuat, tidak terjadi
peningkatan hiperperistaltik usus.
peningkatan hiperperistaltik usus.
resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB 1) menganjurkan kepada
orang tua untuk menggunakan pakaian
yang longgar kepada anak, 2) jaga
kebersihan kulit area anus agar tetap
bersih dan kering, 3) monitor ada
kemerahan pada kulit, 4) oleskan baby
oil atau lotion pada daerah yang
tertekan. Kriteria hasil, integritas kulit
tidak terganggu, suhu kulit tidak
terganggu.
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB 1) menganjurkan kepada
orang tua untuk menggunakan pakaian
yang longgar kepada anak, 2) jaga
kebersihan kulit area anus agar tetap
bersih dan kering, 3) monitor
kemerahan pada kulit, 4) oleskan baby
oil atau lotion pada daerah yang
tertekan, 5) tingkatkan intake cairan per
oral. Kriteria hasil, integritas kulit tidak
terganggu, suhu kulit tidak terganggu,
kulit menjadi noraml.
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi 1) Mengkaji
tingkat pengetahuan keluarga terkait
penyakit yang dialami anak, 2) jelaskan
tanda dan gejala yang umum dari
penyakit, 3) Jelaskan mengenai proses
penyakit, Jelaskan alasan dibalik
manajemen/terapi/penanganan
yang
direkomendasikan, 4) Edukasi keluarga
mengenai
tindakan
untuk
mencegah/meminimalkan gejala, sesuai
kebutuhan.
gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan gejala terkait penyakit 1)
Peluk dan beri kenyamanan pada bayi
atau anak, 2) Identifikasi orang terdekat
klien yang bisa membantu klien,
Gunakan pendekatan yang tenang dan
menyenangkan, 3) Dorong keluarga
untuk mendampingi klien dengan cara
yang tepat, 4) Monitor pola tidur klien
dan catat kondisi fisik (misalnya,
ketidaknyamanan) atau psikologis
(ketakutan atau kecemasan) keadaan
yang menggangu tidur, 5) Sesuaikan
lingkungan untuk meningkatkan tidur.
Kriteria hasil yang hendak dicapai
yaitu, perasaan gelisah tidak ada, intake
makanan dan cairan tidak terganggu,
mual dan muntah tidak terganggu,
kontrol tehadap gejala tidak terganggu.
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi 1) Mengkaji
tingkat pengetahuan keluarga terkait
penyakit yang dialami anak, 2) jelaskan
tanda dan gejala yang umum dari
penyakit, 3) Jelaskan mengenai proses
Poltekkes Kemenkes Padang
62
penyakit, Jelaskan alasan dibalik
manajemen/terapi/penanganan
yang
direkomendasikan, 4) Edukasi keluarga
mengenai
tindakan
untuk
mencegah/meminimalkan gejala, sesuai
kebutuhan.
Poltekkes Kemenkes Padang
62
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan rencana
diatas. Tindakan yang akan dilakukan untuk memenuhi 1) kebutuhan
cairan, 2) kebutuhan nutrisi, 3) manajemen mengatasi diare, 4)
manajemen termoregulasi, 5) manajemen tekanan.
Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan
Partisipan 1
Partisipan 2
Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk diagnosa utama Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan
kehilangan
cairan
aktif
1)
Memberikan cairan oralit 700 cc/3
jam, 2) Memberitahu ibu untuk tetap
memberikan anaknya minum sesering
mungkin, 4 gelas dalam 8 jam, 3)
Memberikan cairan IV RL 20 tts/mnt
dalam 8 jam, 4) Memantau respon
pasien setelah 7 jam pemberian oralit ,
5) Memberikan terapi zink 1x10 mg
setelah BAB, 6) Memantau mata
cekung, turgor kulit kembali lambat ,
kelembaban mukos mulut, CRT pada
anak > 2 detik, 7) Memantau pola
minum anak, hasil yang didapatkan
anak hanya minum ± 50 cc, 8)
Memantau warna urine dan frekuensi
urine anak.
Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk diagnosa utama Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan
kehilangan
cairan
aktif
1)
Memberikan cairan oralit 200 cc/3 jam
, 2) Memberitahu ibu untuk tetap
memberikan anaknya minum sesering
mungkin, 3) Memberikan cairan IV RL
20 tts/mnt dalam 8 jam, 4) Memantau
respon pasien setelah 7 jam pemberian
oralit, 5) Memberikan terapi zink 1x1
sendok teh setelah BAB, 6) Memantau
mata cekung, turgor kulit, kelembaban
mukosa mulut, CRT pada anak
kembali >2 detik, 7) Memantau pola
minum anak hasil yang didapatkan
anak minum oralit ± 200 cc/dot, 8)
Memantau warna urine dan frekuensi
urine anak, hasil yang didapatkan
warna kuning, frekuensi setiap kali
anak BAB langsung BAK.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis tindakan
keperawatan sebagai berikut 1)
Mengkaji riwayat alergi makanan pada
anak, 2) Memberikan informasi
kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi
yang diperlukan anak, 3) Mencatat
jumlah makanan yang dihabiskan
anak, 4) Memeriksa turgor kulit,
kelembaban mukosa mulut setelah 8
jam, 5) Memberitahu ibu untuk
menyuapi
anaknya
makan,
6)
Memantau mual dan muntah selama
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan 1) Mengkaji
riwayat alergi makanan pada anak, 2)
Memberikan informasi kepada ibu
tentang kebutuhan nutrisi yang
diperlukan anak, 3) Menjelaskan
kepada
ibu
makanan
untuk
memberikan makanan yang tinggi
serat, 4) Mencatat jumlah makanan
yang dihabiskan anak, hasil yang
didapatkan anak tidak mau makan,
setiap disuapkan sama ibunya An.R
memuntahkan
makanannya,
5)
Poltekkes Kemenkes Padang
63
makan.
Memeriksa turgor kulit, kelembaban
mukosa mulut setelah 8 jam, 6)
Memberitahu
ibu
untuk
tetap
menyuapi
anaknya
makan,
7)
Memantau mual dan muntah selama
makan
Hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi 1) Mengukur suhu tubuh
anak saat awal pengkajian,hasil yang
didapatkan
S:
38,8ºC,
2)
Menganjurkan ibu untuk tetap
memberikan minum kepada anaknya,
sesering mungkin, 3) Memberitahu ibu
untuk tetap melakukan kompres hangat
pada kening, lipatan paha, dan akxila,
4) Memantau perubahan suhu anak
setelah dikompres, 5) Mengukur suhu
anak setelah 2 jam setelah di kompres
hangat.
hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi yaitu 1) mengukur suhu
tubuh anak saat awal pengkajian, hasil
yang didapatkan S: 37,9ºC, 2)
Memberikan paracetamol 1 tablet 500
mg, 3) Menganjurkan ibu untuk tetap
memberikan minum kepada anaknya,
sesering mungkin, ± 4 gelas dalam 8
jam, 4) Memberitahu ibu untuk tetap
melakukan kompres hangat pada
kening, lipatan paha, dan akxila, 5)
Memantau perubahan suhu anak
setelah diberikan paracetamol, 6)
Mengukur suhu anak setelah 2 jam
setelah diberikan paracetamol dan
Diare berhubungan dengan proses
kompres hangat.
infeksi 1) Mengkaji faktor penyebab
Diare berhubungan dengan proses dari diare, 2) Mencatat warna,
infeksi 1) Mengkaji faktor penyebab frekuensi, konsistensi dan jumlah feses
dari diare , 2) Mencatat warna, setiap kali BAB hasil yang didapatkan
frekuensi, konsistensi dan jumlah feses BAB warna kuning, encer, ± sudah 6
setiap kali BAB, 3) Memantau jumlah kali, jumlah ±70 cc, 3) Memantau
dan frekuensi dari BAB setiap 7 jam, jumlah dan frekuensi dari BAB setiap
4)
Memberitahu
ibu
untuk 7 jam, 4) Memberitahu ibu untuk
memberikan oralit kepada anak setiap memberikan oralit kepada anak setiap
kali setelah BAB, 5) Memberitahu ibu kali setelah BAB, hasil yang
untuk memberikan oralit ±200 cc didapatkan anak minum oralit ± 200
setelah anak BAB, 6) Memberikan cc/dot, 5) Memberitahu ibu untuk
terapi obat zink 1x10 mg sesuai order memberikan oralit ±200 cc setelah
dokter, 7) Memantau mukosa mulut anak BAB, 6) Memberikan terapi obat
dan turgor kulit anak, 8) Menanyakan zink 1x10 mg sesuai order dokter, 7)
kepada ibu dan anak berapa banyak Memantau mukosa mulut dan turgor
minum setelah BAB, hasil yang kulit anak, 8) Menanyakan kepada ibu
didapatkan anak minum ± hanya 50 dan anak berapa banyak minum
setelah BAB
cc .
kerusakan
integritas
kulit
Poltekkes Kemenkes Padang
64
Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB 1) Menganjurkan ibu
untuk memberikan pakaian longgar
pada anaknya, 2) Menjelaskan kepada
An.D cara membersihkan daerah
sekitar anus agar tidak lembab, 3)
Menjelaskan kepada An.D untuk
merubah posisi setiap 3 jam sekali, 4)
Menyarankan kepada An.D untuk
memakai baby oil untuk dioleskan
diaerah sekitar anus setiap setelah
BAB atau setelah mandi.
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB 1) Menganjurkan ibu
untuk memberikan pakaian longgar
pada anaknya, 2) Menjelaskan kepada
An.D cara membersihkan daerah
sekitar anus agar tidak lembab, 3)
Menjelaskan kepada An.D untuk
merubah posisi setiap 3 jam sekali, 4)
Menyarankan kepada An.D untuk
memakai baby oil untuk dioleskan
diaerah sekitar anus setiap setelah
BAB atau setelah mandi, 5)
Menyarankan kepada ibu untuk
langsung mengganti pempers ketika
anak BAB.
Gangguan
rasa
nyaman
berhubungan dengan gejala terkait
penyakit 1) Menjelaskan kepada ibu
untuk tetap mendampingi anaknya
selama sakit, 2) Menjelaskan kepada
ibu untuk memberikan kenyamanan
kepada anak dengan cara memeluk
atau
menggendong
anak,
3)
Identifikasi orang terdekat dengan
anak, 4) Monitor pola tidur dan catat
kondisi fisik pasien saat itu.
Defisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurang
informasi 1) mengkaji tingkat
pengetahuan keluarga terkait proses
diare yang dialami anak, 2)
menjelaskan tanda dan gejala dari
diare, 3) menjelaskan alasan anak
mendapat terapi oralit, zinc, dan
mendapatkan
terapi
RL,
4)
memberikan edukasi kepada keluarga
pengetahuan
agar tidak terjadi diare berulang pada Defisiensi
berhubungan
dengan
kurang
anak.
informasi 1) mengkaji tingkat
pengetahuan keluarga terkait proses
diare yang dialami anak, 2)
menjelaskan tanda dan gejala dari
diare, 3) menjelaskan alasan anak
mendapat terapi oralit, zinc, dan
mendapatkan
terapi
RL,
4)
memberikan edukasi kepada keluarga
agar tidak terjadi diare berulang pada
anak.
5. Evaluasi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang
65
Setelah melakukan implementasi keperawatan kepada An.D dan An.R.
Tindakan keperawatan selanjutnya yaitu membuat evaluasi keperawat
an dengan metode SOAP.
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan
Partisipan 1
Partisipan 2
Setelah dilakukan evaluasi keperawatan
selama 5 hari berturut-turut untuk
masing-masing diagnosa yang dapat
teratasi
dengan
baik.
Diagnosa
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif dapat teratasi setelah hari
rawatan ke 5 dengan S: Ibu pasien
mengatakan anaknya sudah banyak
minum, pasien mengatakan oralit yang
diberikan sudah dihabiskan dalam 3
jam, ibu pasien mengatakan BAK
anaknya bewarna kuning bening, ± 100
cc, O: mata An.D tampak sudah tidak
cekung lagi, Mukosa mulut lembab,
infus RL diberikan 20 tts/mnt dalam 8
jam sudah kolf ke 8, A: tujuan tercapai,
keseimbangan intake dan output dalam
24 jam tidak terganggu, kelembaban
membran mukosa tidak terganggu,
turgor kulit tidak terganggu, P:
intervensi dihentikan
Setelah dilakukan evaluasi keperawatan
selama 4 hari berturut-turut di ruangan
dan 1 hari dengan kunjungan rumah
untuk masing-masing diagnosa yang
dapat teratasi dengan baik. Diagnosa
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif dapat teratasi setelah
melengkapi
asuhan
keperawatan
dengan kunjungan rumah selama 1 hari
S: Ibu mengatakan saat dirumah
anaknya masih diberi oralit, ibu
mengatakan anaknya masih diberi zink,
ibu mengatakan BAB anaknya sudah
normal ± 3 kali, konsistensi lembek,
jumlah ± 50ml, ibu mengatakan sudah
paham dengan apa yang dijelaskan
peneliti, yaitu tentang pentingnya
pemberian oralit dan zink, O: anak
tampak tenang, anak sudah bisa
bermain, mata tidak cekung, turgor
kulit baik, A: tujuan tercapai,
keseimbangan intake dan output dalam
24 jam tidak terganggu, kelembaban
membran mukosa tidak terganggu,
turgor kulit tidak terganggu, P:
intervensi dihentikan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis dapat teratasi
setelah hari rawatan ke 5 ditandai
dengan S: ibu pasien mengatakan
anaknya sudah mau makan, ibu pasien
mengatakan anaknya menghabiskan
makanannya, O: saat di timbang BB: 32
kg, kulit tampak lembab, turgor kulit
kembali cepat, mukosa bibir lembab,
CRT < 2 detik, A: tujuan tercapai,
asupan makanan dan cairan tidak
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan dapat teratasi
setelah melengkapi asuhan keperawatan
dengan kunjungan rumah selama 1 hari
S: Ibu mengatakan anaknya sudah
mulai makan seperti biasa (nasi, sayur
ikan, dilunakkan), ibu mengatakan
anaknya dapat menghabiskan makanan
yang diberikan (dalam mangkuk kecil),
O: turgor kulit anak baik, mukosa bibir
Poltekkes Kemenkes Padang
66
menyimpang dari rentang normal, lembab, CRT < 2 detik, mata anak
asupan makanan secara oral sebagian sudah tidak cekung, anak dapat
makanannya,
anak
besar adekuat, P: intervensi dihentikan. menghabiskan
banyak minum), A: tujuan tercapai,
asupan makanan dan cairan tidak
menyimpang dari rentang normal,
asupan makanan secara oral sebagian
besar adekuat, P: intervensi dihentikan
hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi dapat teratasi setelah hari
rawatan ke tiga dengan S: Ibu pasien
mengatakan badan anaknya sudah tidak
terasa panas lagi. Ibu mengatakan
anaknya masih tampak lesu. Ibu pasien
mengatakan tidak lagi mengompres
anaknya. O: An.D masih tampak lesu,
badan An.D tidak panas lagi, S: 36,2ºC,
N: 80 x/mnt, RR: 20 x/mnt, A: tujuan
tercapai, melaporkan suhu tubuh tidak
terganggu, P: intervensi dihentikan
Hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi dapat teratasi pada hari
rawatan ke 2 S: Ibu pasien mengatakan
badan anaknya sudah tidak panas lagi,
anak masih rewel, ibu pasien
mengatakan
masih
mengompres
anaknya, ibu mengatakan bintik-bintik
merah di daerah sekitar perut
anaknyasudah hilang, ibu mengatakan
anaknya sudah mulai berkeringat, ibu
mengatakan anaknya banyak minum
oralit, O: An.R masih rewel, anak sudah
banyak minum, S: 36,6ºC, N: 72
x/mnt, RR: 18 x/mnt, bintik-bintik di
perut sudah hilang, A: tujuan tercapai,
melaporkan
suhu
tubuh
tidak
terganggu, P: intervensi dihentikan
Diare berhubungan dengan proses
infeksi dapat teratasi pada hari rawatan
ke 3 dimana S: An.D mengatakan BAB
sudah tidak encer lagi, An.D
mengatakan baru 1 kali BAB, BAB
berwarna kuning kecoklatakan, O:
turgor kulit normal, mukosa mulut
lembab, CRT < 2 detik, A: tujuan
tercapai, diare jarang menunjukkan,
mengeluarkan feses paling tidak 3 kali
per hari secara konsisten menunjukkan,
minum cairan secara adekuat secara
konsisten menunjukkan, frekuensi BAB
sedikit terganggu, konsistensi BAB
tidak
terganggu,
P:
intervensi
dihentikan
Diare berhubungan dengan proses
infeksi teratasi pada hari rawatan ke 4
S: ibu mengatakan anaknya masih
BAB, frekuensi BAB ± 4 kali, warna
kuning, BAB sudah ada ampasnya,
jumlah ± 50 ml, ibu mengatakan jarak
anaknya untuk BAB udah tidak terlalu
sering, O: anak tampak sudah lebih
baik, anak sudah bisa bermain, tidak
lagi rewel, jarak anak untuk BAB sudah
tidak terlalu dekat, A: tujuan tercapai,
diare
jarang
menunjukkan,
mengeluarkan feses paling tidak 3 kali
per hari secara konsisten menunjukkan,
minum cairan secara adekuat secara
konsisten menunjukkan, frekuensi BAB
sedikit terganggu, konsistensi BAB
tidak
terganggu,
P:
intervensi
dihentikan
Resiko kerusakan integritas kulit kerusakan
integritas
kulit
Poltekkes Kemenkes Padang
67
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB dapat teratasi pada hari
rawatan ke 2 S: An.D mengatakan
sudah membersihkan daerah sekitar
anus setiap kali selesai BAB dengan
bersih, ibu pasien mengatakan anaknya
memakai lotion didaerah sekitar
bokong setelah selesai mandi, O: area
sekitar anus masih lembab, tidak terjadi
iritasi pada daerah sekitar anus, area
sekitar anus tampak bersih, A: tujuan
tercapai,
integritas
kulit
tidak
terganggu, suhu kulit tidak terganggu,
elastisitas tidak terganggu, P: intervensi
dihentikan
berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB teratasi pada hari rawatan
ke 3 S: Ibu membersihkan BAB
anaknya dengan tisu basah, ibu
mengatakan daerah sekitar anus sudah
tidak berwarna kemerahan lagi, O: area
sekitar anus masih tampak lembab, ibu
tidak
mencuci
tangan
setelah
membersihkan BAB anaknya, area
sekitar anus tampak bersih, dan sedikit
bau, bokong pasien tampak tidak
berwarna kemerahan lagi, A: tujuan
tercapai,
integritas
kulit
tidak
terganggu, suhu kulit tidak terganggu,
elastisitas tidak terganggu, P: intervensi
dihentikan
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi dapat
teratasi pada hari ke 2 S: ibu
mengatakan sudah mengerti dengan
proses penyakit diare, ibu juga
mengatakan sudah mengerti dengan
tanda dan gejala dari diare yang dialami
anaknya, ibu mengatakan sudah
mengerti dengan terapi oralit dan anak
yang diharuskan untuk minum banyak,
O: ibu beranggapan bahwa penyakit
diare itu hanya sakit biasa, ibu tidak
tahu alasan diberikannya oralit dan
anak yang diwajibkan banyak minum,
A: tujuan tercapai, ibu mengetahui
karakteristik spesifik dari diare, ibu
mengetahui faktor penyebab, tanda dan
gejala dari diare, ibu mengetahui
strategi untuk meminimalkan agar tidak
terjadi diare berulang pada anak, P:
intervensi dihentikan.
Gangguan
rasa
nyaman
berhubungan dengan gejala terkait
penyakit teratasi pada hari rawatan ke
3 S: Ibu mengatakan anaknya sudah
tidak rewel lagi, ibu mengatakan anak
sudah bisa diajak bermain, O: An.R
tampak lebih tenang, BAB sudah tidak
sering lagi, ± 6 kali, sudah tidak encer
lagi, anak tampak sudah mulai bermain,
A: tujuan tercapai, kontrol terhadap
gejala sedikti terganggu, perasaan
gelisah tidak ada, P: intervensi
dihentikan.
Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi dapat
teratasi pada hari ke 2 S: ibu
mengatakan sudah mengerti dengan
proses penyakit diare, ibu juga
mengatakan sudah mengerti dengan
tanda dan gejala dari diare yang dialami
anaknya, ibu mengatakan sudah
mengerti dengan terapi oralit dan anak
yang diharuskan untuk minum banyak,
O: ibu sudah berpengalaman merawat
anak dengan diare karena anak kedua
dan
ketiga
meninggal
karena
gastroenteritis akut, ibu tidak tahu
alasan diberikannya oralit dan anak
yang diwajibkan banyak minum, ibu
tidak
mencuci
tangan
setelah
Poltekkes Kemenkes Padang
68
membersihkan BAB anaknya, setelah
itu ibu membuatkan oralit untuk
anaknya, A: tujuan tercapai, ibu
mengetahui karakteristik spesifik dari
diare, ibu mengetahui faktor penyebab,
tanda dan gejala dari diare, ibu
mengetahui
strategi
untuk
meminimalkan agar tidak terjadi diare
berulang pada anak, P: intervensi
dihentikan
B. Pembahasan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian riwayat kesehatan yang peneliti temukan pada An.D
datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB encer sudah 7 kali, Nyeri
di ulu hati, batuk, nafsu makan berkurang, demam, anak malas minum.
An.D tampak lesu dan lemah. Riwayat kesehatan yang peneliti
temukan pada An.R datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah 1
kali, demam tinggi sejak 2 hari, BAB encer sudah 2 hari, BAB ± 12
kali, BAB berlendir tidak disertai darah, area sekitar anus lembab dan
tampak sedikit kemerahan, anak demam, lemah dan rewel.
Berdasarkan hasil penelitian supriadi (2013), tentang asuhan
keperawatan pada An.F dengan gangguan pemenuhan sistem
pencernaan diare akut dehidrasi sedang diruang metai 2 RSUD Dr.
Moewardi. Dimana pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB
encer sudah 5 kali, konsistensi encer, warna kuning.
Riskesdas (2013), mengatakan diare merupakan gangguan buang air
besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender.
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram
perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi
bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, mencret berdarah dan
berlendir (Wijoyo, 2013). Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan
anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng, gelisah, suhu
tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin disertai
Poltekkes Kemenkes Padang
69
lendir dan darah. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi
oleh usus selama diare.
Menurut peneliti keluhan yang ditemukan pada kasus An.D dan An.R
sesuai dengan teori dan yang ada dimana pasien dengan diare datang
kerumah sakit karena BAB encer, frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari, muntah, demam tinggi, dan BAB berlendir, anus dan daerah
sekitar menjadi lecet, nafsu makan berkurang, anak menjadi gelisah,
dan rewel. Hanya saja terdapat perbedaan pada An.D dimana An.D
tidak mengalami muntah, BAB tidak berlendir, anus dan daerah
sekitarnya tidak ada lecet. Hal ini disebabkan karena jenis dari bakteri
yang menginfeksi partisipan 1, tetapi pada partisipan 1 tidak diketahui
pasti bakteri apa yang terdapat didalam feses.
Hasil pemeriksaan fisik pada An.D dan An.R ditemukan perbedaan
yaitu mata An.D merah, anus dan daerah sekitarnya tidak lecet, tidak
berwarna kemerahan. Pada An.R ditemukan kulit sekitar anus lembab
dan berwarna kemerahan. An.D dan An.R mengalami penurunan berat
badan.
Hasil penelitian Sulaiman (2011), tentang profil diare di ruang rawat
inap anak RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. Dimana pasien
diare yang disertai gizi buruk 8,6% dan gizi kurang 38,5%. Dan hasil
penelitian Arini (2012), tentang asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan volume cairan pada An.F dengan gastroenteritis aku (GEA).
Dimana pasien tampak lemas dan dan sering menangis, kulit bersih,
turgor kulit kembali lambat, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering,
muntah sampai 4 kali, pada bokong terlihat kemerahan, mata cekung,
pasien tampak pucat.
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami
diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi
Poltekkes Kemenkes Padang
70
dengan baik karena adanya hiperperistaltik. Secara klinis, pada anak
yang diare mengalami penurunan pH karena akumulasi beberapa asam
non-volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan
pCO2
menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam
(pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008). Anak yang mengalami diare
dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor kulit biasanya kembali
sangat lambat. Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan
elektrolit pada jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun
menjadi berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
mukosa bibir kering. Menurut peneliti apa yang ada di teori sama
dengan kasus. Akan tetapi pada partisipan 1 dan 2 tidak dilakukan
pemeriksaan gas darah untuk mengetahui adanya penurunan pH.
Dari hasil pengkajian terhadap kebiasaan ibu dalam menyiapkan
makanan didapatkan pada partisipan 1, Ny.I jarang melakukan cuci
tangan pakai sabun saat menyiapkan makanan dan partisipan 2 Ny.Y
jarang melakukan cuci tangan saat menyiapkan makanan dan
membuatkan susu untuk anaknya. Hasil observasi peneliti Ny.Y jarang
mencuci
tangan
setelah
membersihkan
BAB
anaknya.
Ny.Y
membersihkan BAB anaknya dengan tisu basah, dan setelah itu Ny.Y
tidak mencuci tangan.
Berdasarkan hasil penelitian Astuti (2011), tentang hubungan
pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada
balita. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare. Dimana
didapatkan responden dengan pengetahuan sanitasi dengan kriteria
baik dan pernah mengalami diare sebanyak 12 orang (17,6%),
sedangkan responden dengan pengetahuan sanitasi dengan kriteria
cukup dan pernah mengalami diare sebanyak 11 orang (16,2%).
Menutu Ngastiyah (2014), selain kuman ada beberapa perilaku yang
dapat meningkatan resiko terjadinya diare seperti menggunakan botol
susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, air minum
Poltekkes Kemenkes Padang
71
tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air
besar, sesudah membuang tinja, atau sebelum menjamaah makanan,
dan kondisi lingkungan juga menjadi resiko utama terjadinya diare.
Asumsi dari peneliti berdasarkan pengkajian, hasil penelitian dan teori
diatas sanitasi ibu dalam menyiapkan makanan keluarga An.D perlu
ditingkat lagi, sedangkan pada An.R ibu juga perlu meningkatkan lagi
sanitasinya dalam menyiapkan makanan dan kebiasaan ibu untuk
mencuci tangan setelah membersihkan BAB anaknya. Hal ini
dilakukan agar diare dan penyakit lainnya terjadi pada keluarga lainnya
dan untuk mencegah terjadinya penularan terhadap anggota keluarga
lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di rumah sakit, perawat hanya
menegakkan dua diagnosa saja. Diagnosa utama yang diangkat untuk
partisipan 1 dan partisipan 2 sama yaitu, 1) kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 2) ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. Diagnosa yang peneliti
temukan pada partisipan 1 yaitu, 1) Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 2) Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis, 3) hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, 4) diare
berhubungan dengan proses infeksi, 5) resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB. Pada partisipan 2
yaitu, 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif, 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan faktor biologis, 3) hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi, 4) diare berhubungan dengan proses infeksi, 5)
resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, 6) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
terkait penyakit.
Poltekkes Kemenkes Padang
72
Berdasarkan beberapa sumber buku
peneliti menemukan ada 11
diagnosa keperawatan (Aziz, Nursalam, Wong & Ngastiyah, 2014)
untuk pasien yang mengalami diare, yaitu 1) Diare berhubungan
dengan proses infeksi, 2) Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan, 4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
atau sering BAB, 5) Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan
dengan diare, 6) Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan
dan elektrolit, 7) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, 8) Nyeri
akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB), 9) Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit, 10) Anisetas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, 11) Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kurang sumber
pengetahuan.
Hasil penelitian dari Arini (2012), mengatakan bahwa masalah
keperawatan yang di prioritaskan adalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Hal ini jika tidak diatasi
secepatnya anak akan mengalami dehidrasi berat yang berakhir pada
syok dan bisa menyebabkan kematian karena tubuh banyak kehilangan
cairan dan elektrolit.
Berdasarkan kasus yang peneliti temukan diagnosa utama yang peneliti
angkat untuk An.D dan An.R sama yaitu, Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif peneliti angkat menjadi
diagnosa utama untuk partisipan 1 ditandai dengan Ny.I mengatakan
BAB anaknya encer sudah lebih dari 7 kali, BAB encer, tidak berlendir
dan tidak berdarah, mata cekung, turgor kulit kembali lambat, dan
patisipan 2 ditandai dengan Ibu Y mengatakan anaknya diare sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, BAB anaknya encer, berlendir dan
tidak berdarah, anaknya BAB ± 20 kali sebelum masuk rumah sakit,
BAB berwarna kuning, mata cekung, turgor kulit kembali lambat, CRT
>2 detik, Ibu Y mengatakan anaknya suka minum oralit, anak rewel,
Poltekkes Kemenkes Padang
73
infus terpasang RL 22 tts/mnt dalam 8 jam, mukosa bibir kering, mata
tampak cekung dan merah
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), Kehilangan air dan
elektrolit dapat meyebabkan dehidrasi. Kondisi ini juga dapat
mengakibatkan
gangguan
keseimbangan
asam
basa
(asidosis
metabolik), dehidrasi, hipokalemia, dan hipovolemia. Gejala dari
dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali
sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa
bibir kering.
Analisa peneliti anak yang mengalami dehidrasi cenderung akan
berakhir pada syok hipovolemik dan bisa menyebabkan anak
mengalami penurunan kesadaran dan berakhir pada kematian. Pada
kasus partisipan 1 An.D mengalami dehidrasi ringan BAB encer, BAB
>7 kali, anak malas minum, partisipan 2 An.R mengalami dehidrasi
sedang. An.R BAB sangat sering, BAB encer, jika kedua hal ini
dibiarkan terlalu lama An.R bisa mengalami dehidrasi berat dan bisa
syok hipovolemik karena intake dan output cairan yang tidak adekuat.
Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi makanan ditandai dengan An.D suka malas makan.
Makan hanya 2 kali dalam sehari dan tidak teratur, An.D lebih suka
makan cemilan. Hasil observasi peneliti An.D tampak kurus dan
lemah. An.D juga mengalami penurunan berat badan, sebelum BB 38
kg, saat sakit 31 kg, turgor kulit kembali lambat. Pada An.R Ny.Y
mengatakan setiap diberikan makan, An.R selalu memuntahkannya,
Saat ini An.D mendapat diit makanan lunak. Anak tampak lemah dan
nafsu makan berkurang. An.D juga mengalami penurunan berat badan,
berat badan sebelum sakit 8,9 kg, saat sakit 8,6 kg, dan turgor kulit
kembali lambat.
Menurut Ngastiyah (2014), pasien yang menderita diare biasanya juga
menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang.
Poltekkes Kemenkes Padang
74
Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga
mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan
makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak
lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.
Berdasarkan analisa peneliti diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis
dan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. Hal ini disebabkan
karena anak yang mengalami diare beresiko untuk terjadinya
ketidakseimbangan nutrisi, karena terjadinya gangguang di saluran
pencernaan yang dapat menyebabkan anak mengalami penurunan
nafsu makan. Oleh sebab itu perlu penanganan cepat agar tidak terjadi
penurunan berat badan yang dapat menyebabkan anak menjadi kurang
gizi. Pada kasus yang peneliti temui, partisipan 1 dan partisipan 2
mengalami penurunan berat badan. Partisipan 1 mengalami penurunan
berat badan yang drastis yaitu dari 38 kg berat badan sebelumnya dan
pada saat sakit turun menjadi 31 kg.
Diagnosa diare berhubungan dengan proses infeksi ditandai ibu dari
An.D mengatakan BAB anaknya encer, warna kuning, sebelum masuk
rumah sakit anaknya BAB ± 7 kali. Pada partisipan 2, ibu An.R
mengatakan anaknya BAB sudah 2 hari, sebelum masuk rumah sakit
anaknya BAB ± 12 kali, BAB encer. Hasil laboratorium pemeriksaan
feses pada An.R didapatkan keadaan feses lunak, lendir positif, darah
negatif. Sedangkan hasil pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
leukosit 10-15 LPB, eritrosit 4-5 LPB, amoeba dan telur cacing tidak
ditemukan.
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi
yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau
BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas,
2013).
Poltekkes Kemenkes Padang
75
Diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB yang ditandai
dengan ibu dari An.R mengatakan anaknya sering BAB, BAB encer.
Hasil observasi peneliti anus dan daerah sekitarnya tampak lembab,
dan berwarna kemerahan.
Ngastiyah (2014) mengatakan anak yang mengalami diare akan
menyebabkan anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi. Hal ini disebabkan karena tinja yang makin asam sebagai
akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Hasil analisa peneliti
diagnosa kerusakan integritas kulit ini ditegakkan karena pada kasus
partisipan 1 dan partisipan 2 sering BAB, BAB encer dan hal ini dapat
menyebabkan daerah sekitar anus berwarna kemerahan, lama
kelamaan bisa menjadi lecet, dan anak menjadi rewel setiap kali BAB.
Pada kasus diatas terdapat perbedaan antara partisipan 1 dan partisipan
2. Dimana partisipan 1 tidak mengalami kerusakan integritas kulit, hal
ini disebabkan karena An.D diare baru 1 hari dengan frekuensi ± 7
kali. Dan setelah itu An.D BAB ± 4 kali, BAB masih encer tetapi
sudah ada ampasnya.
Diagnosa gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit ditandai dengan pada An.D ditemukan anak BAB sudah lebih
dari 7 kali, anak gelisah, tidur tidak teratur karena BAB, anak masih
demam, dan sekali-sekali batuk. Pada An.R ditemukan anak BAB
sudah 2 hari ± 20 kali sehari, anak rewel, setiap kali BAB An.R selalu
menangis, anus daerah sekitarnya lecet dan berwarna sedikit
kemerahan.
Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare
mula-mula akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan
berkurang. BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Anus dan
daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang
Poltekkes Kemenkes Padang
76
berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Menurut analisa peneliti anak yang mengalami diare pasti mengalami
gangguan rasa nyaman karena perubahan status kesehatan dan efek
hospitalisasi.
Diagnosa resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan
cairan dan elektrolit tidak ditegakkan karena tidak ditemukan tandatanda terjadinya syok hipovolemik pada partisipan 1 dan partisipan 2.
Tanda-tanda syok seperti akral teraba dingin, denyut nadi cepat dan
lemah, BAK sedikit, terjadi penurunan kesadaran, tekanan darah
rendah, kulit pucat, dan dapat berakhir pada kematian. Syok
hipovolemik dapat terjadi pada anak yang mengalami dehidrasi berat
(Nursalam, 2008).
Asumsi dari peneliti yaitu jika dehidrasi pada partisipan 1 dan 2 tidak
diatasi dengan cepat maka ditakutkan anak akan mengalami dehidrasi
berat. Anak dengan dehidrasi berat akan mengalami penurunan
kesadaran,
Seperti
yang
dijelaskan
Nursalam
(2008),
syok
hipovolemik dapat terjadi pada anak yang mengalami dehidrasi berat.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun sesuai diagnosa yang muncul
pada kasus berdasarkan NOC dan NIC (2013) yaitu, diagnosa utama
pada partisipan 1 dan partisipan 2 adalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu 1) monitor status
hidrasi, 2) catat intake dan output pasien, 3) monitor makanan yang
dikonsumsi, 4) kolaborasi pemberian cairan IV, 5) mmnitor status
nutrisi, 5) timbang BB pasien, 6) monitor tanda-tanda vital, 7) dorong
pasien untuk menambah intake oral, 8) monitor kelembaban mukosa
dan turgor kulit. Tindakan yang dilakukan pada masalah kekurangan
volume cairan yaitu untuk menggantikan cairan yang hilang,
mencegah terjadinya penurunan berat badan, untuk melihat respon
pasien setelah diberikan cairan. Kriteria hasil yang hendak dicapai
yaitu tanda-tanda vital tidak terganggu, keseimbangan intake dan
output cairan dalam 24 jam tidak terganggu, berat badan stabil, turgor
Poltekkes Kemenkes Padang
77
kulit tidak terganggu, kelembaban membran mukosa tidak terganggu,
asupan makanan secara oral sebagian besar adekuat, asupan cairan
intravena sebagian besar adekuat.
Intervensi untuk diagnosa yang sama Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsobrsi makanan dan faktor biologis yaitu 1) Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi makanan, 2) monitor kecendrungan turun BB, 3)
monitor turgor kulit, 4) monitor adanya mual dan muntah, 5) monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva, 6) timbang
berat badan pasien, 7) instruksikan cara meningkatkan asupan kalori.
Kriteria hasil yang hendak dicapai yaitu asupan makanan dan cairan
tidak menyimpang dari rentang normal, asupan makanan dan cairan
secara oral sbagian besar adekuat, berat badan tidak ada deviasi dari
kisaran normal.
A.Aziz & Nursalam (2008), membuat rencana tindakan berdasarkan
masalah yang sudah ditegakkan pada kasus diare, antara lain
manajemen cairan, manajemen resusitasi, monitor cairan, manajemen
nutrisi, monitor status nutrisi, perawatan demam, monitor tanda-tanda
vital. Hasil analisa peneliti intervensi yang disusun pada kasus sama
dengan apa yang ada di teori.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang telah peneliti rencanakan untuk diagnosa Tindakan
keperawatan untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif yaitu, Memberikan cairan oralit 200
cc/3 jam, memberitahu ibu untuk tetap memberikan anaknya minum
sesering mungkin, memberikan cairan IV RL 20 tts/mnt dalam 8 jam,
memantau respon pasien setelah 7 jam pemberian oralit, memberikan
terapi zink 1x1 sendok teh sesuai dengan order dokter, memantau
mata cekung, turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, CRT pada anak,
memantau pola minum anak, memantau warna urine dan frekuensi
urine anak
Poltekkes Kemenkes Padang
78
Hasil penelitian Rusdi (2012), tentang evaluasi penggunaan obat diare
terhadap kesesuaian obat dan dosis pada pasien rawat inap di RSUD
Budi Asih Jakarta. Menunjukkan bahwa pengobatan diare anak paling
banyak diberikan terapi cairan pengganti (rehidasi), terdapat 97 kasusu
(32,99%) pasien yang diberikan terapi cairan RL.
Menurut Ngastiyah (2014), dehidrasi sebagai prioritas utama
pengobatan. Salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan yaitu
jenis cairan, jumlah cairan, cara pemberian cairan, dan jadwal
pemberian cairan pada pasien yang mengalami diare.
Analisa peneliti terhadap kasus yang ditemukan dengan penelitian, dan
teori sama. Dimana pada kasus anak mendapat terapi cairan RL 20
tts/mnt per 8 jam. Dan juga anak mendapatkan terapi oralit dan zink
dengan cara pemberian cairan melalui oral. Pemberian oralit pada
An.D berdasarkan umur dan BB dimana umur 2- <5 tahun dengan BB
12-19 Kg diberikan oralit sebanyak 900-1400 cc, sedangkan pada
An.R umur 1- <2 tahun dengan BB 10-12 Kg diberikan sebanyak 700900 cc.
Tindakan keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsobrsi
makanan dan faktor biologis yaitu Mengkaji riwayat alergi makanan
pada anak, memberikan informasi kepada ibu tentang kebutuhan
nutrisi yang diperlukan anak, mencatat jumlah makanan yang
dihabiskan anak, memeriksa turgor kulit, kelembaban mukosa mulut
setelah 8 jam, memberitahu ibu untuk menyuapi anaknya makan,
memantau mual dan muntah selama makan.
Menurut Ngastiyah (2014), pasien yang menderita diare biasanya juga
menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang.
Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga
mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan
makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak
lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.
Poltekkes Kemenkes Padang
79
Berdasarkan analisa peneliti anak diare mengalami anoreksia karena
terjadi gangguan di saluran pencernaan yang menyebabkan tekanan
hiperperistaltik usus yang merangsang anak menjadi mual, muntah dan
nafsu makan mennurun.
Tindakan keperawatan untuk diagnosa resiko syok hipovolemik yaitu
memberikan IVFD RL 20 tts/mnt dalam 8 jam untuk antisipasi
terjadinya dehidrasi berat pada partisipan 1 dan partisipan 2. Menurut
analisa peneliti tindakan ini dilakukan karena partisipan 1 mengalami
diare dehidrasi ringan dan anak malas untuk minum, pada partisipan 2
diare dehidrasi sedang anak banyak minum tetapi BAB sangat sering.
Oleh sebab itu perawat diruangan memasang infus untuk kedua
partisipan dengan tujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan
didalam tubuh.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan disusun dengan metode SOAP. Evaluasi
keperawatan dilaksanakan selama 5 hari melakasanakan asuhan
keperawatan. Hasil evaluasi dari diagnosa kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, setelah 5 hari melakukan
asuhan keperawatan didapatkan Ibu mengatakan saat dirumah anaknya
masih diberi oralit, ibu mengatakan anaknya masih diberi zink, ibu
mengatakan BAB anaknya sudah normal ± 3 kali, konsistensi lembek,
jumlah ± 50ml, ibu mengatakan sudah paham dengan apa yang
dijelaskan, anak tampak tenang, anak sudah bisa bermain, mata tidak
cekung, turgor kulit baik.
Depkes (2011), mangatakan oralit diberikan bila anak diare dan sampai
diare berhenti. Untuk anak usia kurang dari satu tahun diberikan 50
sampai 100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar sedangkan anak
labih dari 1 tahun diberikan 100 sampai 200 cc cairan oralit setiap klai
buang air besar. Menurut peneliti apa yang ditemukan pada kasus sama
dengan apa yang ada diteori. Anak yang diare banyak kehilangan air
Poltekkes Kemenkes Padang
80
dan elektrolit. Oralit berguna untuk membantu menggantikan cairan
yang keluar bersama BAB yang encer.
Hasil evaluasi diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsobrsi
makanan dan faktor biologis, setelah 5 hari melakukan asuhan
keperawatan didapatkan Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau
makan, ibu pasien mengatakan anaknya menghabiskan makanannya,
kulit tampak lembab, berat badan bertambah, turgor kulit kembali
cepat, mukosa bibir lembab.
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan
yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian
makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan kemampuan
anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa
makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada
hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika defekasinya telah
membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak (Ngastiyah,
2014).
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada partisipan 1 An.D
dengan diare dehidrasi ringan+low intake dan partisipan 2 An.R dengan
diare dehidrasi sedang di ruang 2 Ibu Dan Anak RS Reksodiwiryo Padang,
peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian pada An.D didapatkan anak BAB ± 7 kali, BAB
encer, tidak berlendir, anak demam, nafsu makan berkurang, anak
malas dan An.R didapatkan data keluhan BAB encer, lebih dari 20 kali
dalam sehari, berlendir, tidak berdarah, demam, anak banyak minum,
dan nafsu makan berkurang.
2. Hasil pengkajian dan analisa data terdapat 5 diagnosa yang muncul
pada An.D yaitu hipertermi berhubungan dengan proses infeksi,
kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, Diare berhubungan dengan proses infeksi,
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering
BAB. Pada An.R muncul 6 diagnosa utama Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, Diare berhubungan dengan
proses infeksi, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
atau sering BAB, Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
terkait penyakit
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan masalah
yang ditemukan pada An.D yaitu perawatan demam, manajemen
cairan, manajemen nyeri, manajemen nutrisi, monitor nutrisi,
manajemen diare, manajemen tekanan. Rencana keperawatan pada
An.R yaitu manajemen cairan, manajemen nyeri, manajemen nutrisi,
monitor nutrisi, perawatan demam, manajemen diare, manajemen
tekanan, teknik menenangkan.
82
Poltekkes Kemenkes Padang
83
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang
telah disusun. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 23 –
27 Mei 2017. Sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat
dilaksanakan pada implementasi keperawatan.
5. Evaluasi tindakkan keperawatan yang dilakukan selama lima hari
dalam bentuk SOAP. Diagnosa keperawatan pada An.D yaitu
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi teratasi pada hari ke
tiga, kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif
teratasi pada hari ke lima, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis teratasi pada hari
ke lima, Diare berhubungan dengan proses infeksi teratasi pada hari ke
tiga, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB teratasi pada hari ketiga. Pada An.R diagnosa kekurangan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif teratasi pada hari ke empat, Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan teratasi pada hari ke empat, Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi teratasi pada hari ke dua, Diare berhubungan dengan
proses infeksi teratasi pada hari ke empat, Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB teratasi pada hari ke
tiga, Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit teratasi pada hari ke tiga.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Reksodiwiryo
Saran peneliti kepada pihak rumah sakit lebih menyediakan fasilitas
dalam melakukan tindakan keperawatan dalam ruangan khususnya
fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh pasien diare dehidarasi sedang.
2. Perawat ruangan
Poltekkes Kemenkes Padang
84
Saran peneliti bagi perawat ruangan agar lebih memperhatikan dalam
menegakkan diagnosa keperawatan, intervensi yang sudah dilakukan
dan mempertahankan agar intervensi berjalan secara optimal.
3. Peneliti selanjutnya
Saran untuk peneliti selanjutnya agar lebih dapat memperhatikan
masalah yang dialami pasien khususnya dan mampu bekerja sama
dengan baik dengan perawat ruangan agar implementasi keperawatan
yang dijalankan dapat terlaksana dengan baik.
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR PUSTAKA
Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi Dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Diakses
tanggal
7
Januari
2017
dari
http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf
Arini, Estanti, N. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Volume
Cairan Pada An.F Dengan Gastroenteritis Akut (GEA) Di Ruang Melati
RSUD Karanganyar. Studi Kasus Keperawatan STIKES Kusuma Husada
Surakarta.
Diakses
tanggal
6
Juni
2017
dari
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/5/01-gdl-estantinur-2271-estanti-4.pdf
Astuti, Wiwin, p.; Heriyatun.; Yudha, Hendri, T.; 2011. Hubungan Pengetahuan
Ibu Tentang Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 3. Diakses tanggal 6 Juni
2017
dari
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/27/jtstikesmuhgo-gdlwiwinpujia-1337-2-hal.151-8.pdf
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatr Edisi 5.
Jakarta: EGC
Bulechek, M.G.; Butcher, H.K.; Dochterman, J.M.; & Wagner, C.M. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of
America: Mosby Elsevier, Inc
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). Jakarta
Dinas kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Diakses
tanggal 11 Januari 2017 dari
http://sumbar.antaranews.com/image/2009/09ori/20090908img_1646.jpg
Dinkes Kesehatan Kota Padang. 2016. Profil Kesehatan Kota Padang Tahun
2015. Dari http://dinkes.padang.go.id/index.php/baca/artikel/107 Diakses
tanggal 13 Januari 2017
Emmanuel, anton. & Inns, stephen. 2014. Gastroenterologi dan Hepatologi.
Jakarta: Erlangga
Herdman, T, Heather. NANDA Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan:
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S.
2010. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI
Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Diakses tanggal 9 Januari 2017
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf
Marlia, D. L.; Dwipoerwantoro, P. G. & Advani, Najib. 2015. Defisiensi Zinc
sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut.
Poltekkes Kemenkes Padang
Jurnal
Sari
Pediatri,
Volume
16,
No.
5.
Dari
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/142/146
diakses tanggal 22 Januari 2017
Moohead, S.; Johnson, M.; Maas, M.L.; & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th edition. United State Of America: Mosby Elsevier,
Inc
Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC
Notoadmodjo, soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta : Salemba Medika
Puput, Stefanny R. 2011. Perilaku Pemberian Asi Terhadap Frekuensi Diare Pada
Anak Usia 6-24 Bulan Di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal
STIKES RS. Baptis Kediri Volume 4, No. 2. Diakses tanggal 6 Januari 2017
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=4216&val=360&title=PERILAKU%20PEMBERIAN%20ASI
%20TERHADAP%20FREKUENSI%20DIARE%20PADA%20ANAK
%20USIA%20624%20BULAN%20DI%20RUANG%20ANAK
%20RUMAH%20SAKIT%20BAPTIS%20KEDIRI
Riset Keperawatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Diakses tanggal 9 Januari 2017
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
Rusdi, Numlil, K.; Gultom, Betti. & Wulandari, Apriyanti. 2012. Evaluasi
Penggunaan Obat Diare Terhadap Kesesuaian Obat Dan Dosis Pada Pasien
Rawat Inap Di RSUD Budhi Asih Jakarta. Jurnal Farmasains Volume 1,
No.5.
Diakses
tanggal
22
Januari
2017
dari
http://farmasains.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/Numlilfarmasains.uhamka.ac_.id-volume-1-no-5.pdf
Soedjas, triwibowo. 2011. Bila Anak Sakit. Yogyakarta: Amara Books
Subakti, Fikri, A. 2015. Pengaruh Pengetahuan, Perilaku Sehat dan Sanitasi
Lingkungan terhadap Kejadian Diare Akut di Kelurahan Tlogopojok dan
Kelurahan Sidorukun Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Jurnal UNESA
(Universitas
Negeri
Surabaya)
dari
http://ejournal.unesa.ac.id/article/13744/40/article.pdf diakses tanggal 11
Januari 2017
Supriyadi, bayu, H. 2013. Asuhan Keperawatan Pada An.N Dengan Gangguan
Sistem Pencernaan Diare Akut Dehidrasi Sedang Di Ruang Melati 2 Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Studi Kasus Keperawatan Fakultas
Poltekkes Kemenkes Padang
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada
tanggal
6
Juni
2017
dari
http://eprints.ums.ac.id/25518/13/NASKAH_PUBLIKASI_.pdf
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik Dan Laboratorik. Jakarta: Rineka Cipta
Tammi, M. A.; Jurnalis, Y. D. & Sulastri, delmi. 2016. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Puskesmas
Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan Andalas; 5 (1). Diakses tanggal 11
Januari
2011
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=421616&val=7288&title=Hubungan%20Pemberian%20ASI
%20Eksklusif%20dengan%20Kejadian%20Diare%20pada%20Bayi%20di
%20Wilayah%20Puskesmas%20Nanggalo%20Padang
World Health Organization. (2009). Diarrhea: Why Children Are Dying And What
Can Be Done. Switzerland. Diakses tanggal 11 Januari 2017
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pdf
WHO. 2012. The 10 leading causes of death in the world, 2000 and 2012. Dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/ diakses tanggal 11
Januari 2017
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Wijoyo, yosef. 2013. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: PT Citra
Aji Parama.
Wong, D.L.; Eaton, M.H.; Wilson, D.; Winkelstein, M.L.;& Schwart, P. 2008.
Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
Yonata, A & Farid, A.F. 2016. Penggunaan Probiotik Sebagai Terapi Diare. Jurnal
Kedokteran Universitas Lampung Majority Volume 5 Nomor 2. Dari
http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2016/04/5.2-Agus-Fathul-Muindone.pdf diakses Tanggal 21 Februari 2017
Yusuf, Sulaiman. 2011. Profil Diare Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Sari Pediatri Volume 13, No. 4. Dari
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/424/356
diakses tanggal 18 Januari 2017.
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 1
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 1
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 2
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 2
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 3
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 4
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 4
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 5
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 5
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 5
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 6
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 7
Poltekkes Kemenkes Padang
Download