12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. TINJAUAN MEDIS A. KEHAMILAN

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
TINJAUAN MEDIS
A. KEHAMILAN
1. Definisi
Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambung dan
terdiri:
ovulasi, migrasi spermatozoa
dan
ovum,
konsepsi dan
pertumbuhan zigot, nidasi (implamantasi) pada uterus, pembentukan
plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba,
2010; h.75).
Menurut Mochtar (2012; h.35), mengemukakan bahwa lama
kehamilan yaitu 280 hari atau 40 pekan (minggu) atau 10 bulan (lunar
months). Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal
akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan
menurut kalender Internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester,
dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua
15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu
(minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2010; h.213).
Dari pengertian kehamilan diatas dapat disimpulkan bahwa proses
kehamilan adalah proses bertemunya ovum dan spermatozoa yang
berkembang menjadi zigot pada uterus dengan proses perkembangan
implantasi di uterus selama 40 minggu.
12
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
13
2. Tanda-tanda Kehamilan
a. Tanda Dugaan Kehamilan:
1) Amenorea (terlambat datang bulan)
Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir menggunakan
perhitungan rumus Naegle, dapat ditentukan perkiraan persalinan
(Manuaba, 2010; h.107).
2) Mual dan muntah (emesis)
Pengaruh estrogen dan progesterone menyebabkan pengelaran
asam lambung yang berlebihan. Mual dan muntah terutama di
pagi hari disebut morning sickness. Dalam batas yang fisiologis,
keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan muntah, nafsu makan
berkurang (Manuaba, 2010; h.107).
3) Mengidam (ingin makanan khusus)
Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman tertentu
terutama pada bulan-bulan triwulan pertama. Mereka juga tidak
tahan suatu bau-bauan (Mochtar, 2012; h.35).
4) Payudara membesar, tegang, dan sedikit nyeri
Disebabkan
pengaruh
estrogen
dan
progesteron
yang
merangsang duktus dan alveoli payudara. Kelenjar Montgomery
terlihat lebih membesar (Mochtar, 2012; h.35).
5) Sering Miksi
Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih cepat
terasa penuh dan sering miksi, pada triwulan kedua gejala ini akan
menghilang (Manuaba, 2010; h.107).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
14
6) Konstipasi atau obstipasi
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus,
menyebabkan kesulitan untuk buang air besar (Manuaba, 2010;
h.107).
7) Pigmentasi kulit
Dipengaruhi oleh hormone kortikosteroid plasenta, dijumpai di
muka (chloasma gravidarum), aerola payudara, leher dan dinding
perut (linea nigra) (Manuaba, 2010; h.107 dan Mochtar, 2012;
h.35).
8) Varises atau penampakan pembuluh darah vena
Karena pengaruh dari estrogen dan progesterone, terutama bagi
yang mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah terjadi di
sekitar genitalia eksterna, kaki, betis dan payudara. Penampakan
pembuluh
darah
ini
akan
menghilang
setelah
persalinan
(Manuaba, 2010; h.108).
b. Tanda Tidak Pasti kehamilan
Menurut Prawirohardjo (2010) dan Mochtar (2012) , tanda tidak pasti
kehamilan dapat ditentukan oleh:
1) Rahim membesar, sesuai dengan tuanya hamil
2) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai:
a) tanda hegar
Tanda Hegar: pelunakan dan kompresibilitas ismus serviks
sehingga ujung-ujung jari seakan dapat ditemukan apabila
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
15
ismus ditekan dari arah yang berlawanan (Prawirohardjo,
2010; h.217).
b) tanda Chadwicks
tanda Chadwicks: perubahan warna menjadi kebiruan atau
keunguan pada vulva, vagina, dan serviks (Prawirohardjo,
2010; h.217).
c) tanda Piscaseck
tanda Piscaseck: pembesaran dan pelunakan rahim ke salah
satu sisi rahim yang berdekatan dengan tuba uterine.
Biasanya tanda ini ditemukan di usia kehamilan 7-8 minggu
(Mochtar, 2012; h.36).
d) Kontraksi Braxton Hicks (kontraksi-kontraksi kecil uterus bila
dirangsang) (Mochtar, 2012; h.36).
e) Teraba Ballottement
Fenomena bandul atau pantulan balik. Hal ini dapat dikenali
dengan jalan menekan tubuh janin melalui dinding abdomen
yang kemudia terdorong melalui cairan ketuban dan kemudian
memantul balik ke dinding abdomen atau tangan pemeriksa.
Fenomena bandul jenis ini disebut ballottement in toto. Jenis
lain dari pantulan ini adalah ballottement kepala yaitu hanya
kepala hanin yang terdorong dan memantul kembali ke dinding
uterus atau tangan pemeriksa setelah memindahkan dan
menerima tekanan balik cairan ketuban di dalam kavum uteri
(Prawirohardjo, 2010; h. 220).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
16
c. Tanda Pasti Kehamilan
Menurut Manuaba (2010; h.109) dan Mochtar (2012; h.36-37), Tanda
pasti kehamilan dapat ditentukan oleh:
1) Gerakan janin dalam rahim
2) Terlihat/teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin
3) Denyut jantung janin:
a) Didengar dengan stetoskop laenec, alat kardiotokografi, alat
doppler
b) Dilihat dengan ultrasonografi
c) Pemeriksaan dengan alat canggih yaitu rontgen untuk melihat
kerangka janin, ultrasonografi.
3. Perubahan Anatomi dan Fisiologi pada Kehamilan
a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai
persalinan. Uters mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk
bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih
kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah
persalinan (Prawirohardjo, 2010; h.175).
2) Serviks
Serviks manusia merupakan organ yang kompleks dan heterogen
yang mengalami perubahan yang luar biasa selama kehamilan
dan persalinan. Bersifat seperti katup yang bertanggung jawab
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
17
menjaga janin di dalam uterus sampai akhir kehamilan dan
selama persalinan (Prawirohardjo, 2010; h.177).
3) Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan
folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus yang dapat
ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama
6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai
penghasil progesterone dalam jumlah yang relatif minimal
(Prawirohardjo, 2010; h.178).
4) Vagina dan perineum
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia
terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva,
sehingga pada vagina akan terlihat berwarna keunguan yang
dikenal
dengan
tanda
Chadwicks.
Perubahan
ini
meliputi
penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan
hipertrofi dari sel-sel otot polos (Prawirohardjo, 2010; h.178).
5) Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai
daerah payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama
Striae
Gravidarum.
Pada
banyak
perempuan
kulit
digaris
pertengahan perutnya disebut Linea Nigra dan pada wajah dan
leher terdapat Chloasma Gravidarum (Prawirohardjo, 2010;
h.179).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
18
6) Payudara
Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya
menjadi lebih lunak. Putting payudara akan lebih besar,
kehitaman, dan tegak. Setelah bulan pertama suatu cairan
berwarna kekuningan yang disebut kolostrum dapat keluar.
Setelah bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan
vena-vena dibawah kulit akan lebih terlihat (Prawirohardjo, 2010;
h.179).
b. Sistem Metabolik
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilam
berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah,
dan cairan ekstraseluler (Prawirohardjo, 2010; h.180). Berat badan
ibu hamil akan bertambah sekitar 12-14 kg selama hamil, atau 1/4-1/2
kg/minggu (Manuaba, 2012; h.148).
c. Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular mengalami perubahan untuk dapat
mendukung peningkatan metabolisme sehingga tumbuh kembangnya
janin sesuai dengan kebutuhannya (Manuaba, 2012; h.148).
Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu
ke-6 -8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 – 34
dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut (Prawirohardjo,
2010; h.183).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
19
d. Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan mengalami perubahan saat kehamilan, volume
ventilasi permenit dan pengambilan oksigen per menit akan
bertambah secara signifikan pada kehamilan lanjut (Prawirohardjo,
2010; h.185).
e. Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan
tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan
sering berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya
kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir
kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul,
keluhan itu akan timbul kembali (Prawirohardjo, 2010; h.185).
f.
Sistem Endokrin
Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar ±135 %.
Tetapi, kelenjar ini tidak mempunyai arti penting dalam kehamilan
(Prawirohardjo, 2010; h.185).
g. Sistem Muskuloskeletal
Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada
kehamilan. Akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi
anterior, lordosis menggeser pusat daya berat kebelakang ke arah
dua tungkai (Prawirohardjo, 2010; h.185).
4. Ketidaknyamanan dan Cara Penanganan pada saat Kehamilan
Menurut Kusmiyati (2009; h.123-133), ketidaknyamanan dan cara
penanganan pada saat Kehamilan adalah:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
20
Tabel 2.1 Ketidaknyamanan pada Masa Kehamilan
Ketidak
Dasar Anatomis
Cara mencegah dan
Nyamanan
dan Fisiologis
meringankan
Kelelahan
Terjadi karena penurunan laju Meyakinkan bahwa hal ini
selama TM metabolisme basal pada awal normal
terjadi
dalam
1
kehamilan
kehamilan, nasehati ibu
untuk sering istirahat tetapi
hindari
istirahat
yang
berlebihan
Keputihan
Terjadi
karena
peningkatan Meningkatkan kebersihan,
TM I,II, dan produksi lender sebagai akibat memakai pakaian dalam
III
dari peningkatan kadar estrogen
yang menyerap keringat,
tidak
mencuci
vagina
dengan sabun dan mencuci
vagina dari arah depan
kebelakang
Ngidam
Berkaitan
dengan
persepsi Meyakinkan
ibu
itu
TM I
individu wanita mengenai apa merupakan hal yang tidak
yang bisa mengurangi rasa mual perlu diperhatikan asalkan
dan muntah sehingga indra makanan tersebut cukup
pengecap menjadi tumpul jadi bergizi dan makanan yang
makanan
yang
lebih diinginkan makanan yang
merangsang yang diinginkan
sehat, menjelaskan tentang
bahaya makanan yang tidak
baik dikonsumsi
Sering
Terjadi karena adanya tekanan Menjelaskan
mengenai
buang air uterus pada kandung kemih, air sebab
terjadinya,
tidak
kecil TM I dan sodium tertahan dibawah menahan
kencing,
dan III
tungkai bawah pada siang hari perbanyak
minum
pada
karena statis vena dan pada siang hari, batasi minum
malam hari terdapat aliran balik kopi, teh, cola, tidur posisi
vena yang meningkat akibat miring kekiri
peningkatan dalam jumlah output
air seni
Rasa mual Terjadi karena disebabkan oleh Menghindari faktor penyebab
muntah
peningkatan
kadar
HCG, seperti bau, makan biscuit
antara
estrogen, progesterone
sebelum bangun dari tempat
minggu ke
tidur, makan sedikit tapi
5 sampai
sering, duduk tegak setiap
minggu ke
kali selsai makan, hindari
12
bisa
makanan yang berminyak,
terjadi lebih
berbumbu
merangsang,
awal pada
makanan kering, bangun tidur
minggu ke
secara perlahan dan hindari
2-3 setelah
melakukan gerakan secara
HPHT
tiba-tiba, hindari menggosok
gigi segera setelah makan,
minum teh herbal, istirahat
sesuai kebutuhan dengan
mengangkat kaki dan kepala
agak ditinggikan, hirup udara
segar
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
21
Ketidak
Nyamanan
Cloasma
TM II
Dasar Anatomis
dan Fisiologis
Terjadi
karena
adanya
kecenderungan
genetis,
peningkatan kadar estrogen dan
progesterone
Cara mencegah dan
meringankan
Hindari
sinar
matahari
berlebihan selama masa
kehamilan
Hemorrhoi
d TM II dan
III
Konstipasi,
tekanan
yang
meningkat dari uterus gravid
terhadap vena hemoroida
Hindari konstipasi, makan
makanan yang berserat,
gunakan kompres dingin,
hangat, dengan perlahan
masukkan kembali kedalam
rectum jika perlu
Konstipasi
TM II dan
III
Peningkatan kadar progesterone
yang menyebabkan peristaltic
usus jadi lambat, penurunan
motilitas sebagai akibat dari
relaksasi
otot
otot
halus,
penyerapan air dari colon
meningkat, tekanan dari uterus
yang membesar pada usus,
seplemen zat besi, diit, kurang
senam
Tingkatkan intake cairan,
serat didalam diit, buah
prem,
istirahat
cukup,
senam, membiasakan BAK
secara teratur dan BAB
setelah ada dorongan
Sesak
napas TM
II dan III
Peningkatan kadar progesteron
berpengaruh secara langsung
pada pusat pernapasan untuk
menurunkan kadar CO2 serta
meningkatkan kdar O2, uterus
membesar dan menekan pada
diafragma
Jelaskan
penyebab
fisiologisnya, merentangkan
lengan diatas kepala serta
menarik
nafas
panjang,
mendorong postur tubuh
yang
baik
melakukan
pernafasan
intercostals,
latihan nafas melalui senam
hamil, tidur dengan bantal
ditinggikan, makan tidak
terlalu banyak, hentikan
merokok, kontrol dokter bila
ada asma
Nyeri
ligamentu
m
rotondum
Hipertropi
dan
peregangan
ligamentum selama kehamilan,
tekanan
dari
uterus
pada
ligamentum
Penjelasan
mengenai
penyebab rasa nyeri, tekuk
lutut
kearah
abdomen,
mandi air hangat, gunakan
bantalan pemanas pada
area yang terasa sakit hanya
jika diagnose lain tidak
melarang, topang uterus
dengan bantal dibawahnya
dan sebuah bantal diantara
lutut pada waktu berbaring
miring
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
22
Ketidak
Nyamanan
Pusing
Varises
pada
kaki/vulva
Dasar Anatomis
dan Fisiologis
Hipertensi
postural
yang
berhubungan dengan perubahan
perubahan
hemodinamis,
pengumpulan darah didalam
pembuluh
tungkai,
yang
mengurangi aliran balik vena dan
menurunkan output cardiac serta
tekanan darah dengan tegangan
othostatis
yang
meningkat,
mungkin gihubungkan dengan
hipoglikemia, sakit kepala pada
triwulan
terakhir
dapat
merupakan gejala preeklamsia
berat
Kongesti vena dalam vena
bagian bawah yang meningkat
sejalan
dengan
kehamilan
karena tekanan dari uterus yang
hamil, kerapuhan jaringan elastic
yang diakibatkan oleh estrogen,
kecenderungan
bawaan
keluarga, dan disebabkan factor
usia dan lama berdiri
Cara mencegah dan
meringankan
Bangun secara perlahan dari
posisi
istirahat,
hindari
berdiri terlalu lama dalam
lingkungan yang hangat atau
sesak, hindari berbaring
dalam posisi terlentang,
konsultasi/periksa
untuk
rasa sakit
yang terus
menerus
Tinggikan
kaki
sewaktu
berbaring/duduk, jaga kaki
agar
tidak
bersilangan,
hindari berdiri atau duduk
terlalu lama, istirahat dalam
posisi berbaring miring kiri,
senam,
hindari
pakaian
korset yang ketat, jaga
postur tubuh yang baik,
kenakan kaos kaki,
Sumber: Kusmiyati, 2009; h.123-133
5. Perubahan Psikologis pada Kehamilan
Menurut Varney (2007 vol 1; h.501-504) menyebutkan bahwa
perubahan psikologis pada kehamilan dibagi berdasarkan Trimester pada
kehamilan:
a. Pada Trimester I
Trimester
pertama
sering
dianggap
sebagai
periode
penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan wanita adalah terhadap
kenyataan bahwa ia sedang mengandung. Penerimaan terhadap
kenyataan ini dan arti semua ini bagi dirinya merupakan tugas
psikologis yang paling penting pada trimester pertama kehamilan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
23
Sebagian besar wanita merasa sedih dan ambivalen tentang
kenyataan bahwa ia hamil. Kurang lebih 80% wanita mengalami
kekecewaan, penolakan, kecemasan, depresi dan kesedihan. Fokus
wanita adalah pada dirinya sendiri. Penerimaan ini biasanya terjadi
pada akhir trimester pertama dan difasilitasi perasaannya sendiri yang
merasa cukup aman untuk mulai mengungkapkan perasaan-perasaan
yang menimbulkan konflik yang di alami.
b. Pada Trimester II
Trimester kedua sering dikenal sebagai periode kesehatan yang
baik, yaitu periode ketika wanita merasa nyaman dan bebas dari
segala ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil. Namun,
trimester kedua juga merupakan fase ketika wanita menelusur
kedalam dan paling banyak mengalami kemunduran.
Trimester kedua sebenarnya terbagi atas dua fase yaitu praquickening
dan
pasca
quickening.
Quickening
menunjukkan
kenyataan adanya kehidupan ynag terpisah, yang menjadi dorongan
bagi wanita dalam melaksanakan tugas psikologis utamanya pada
trimester kedua, yakni mengembangkan identitas sebagai ibu bagi
dirinya sendiri, yang berbeda dari ibunya. Dengan timbulnya
quickening, muncul sejumlah perubahan karena kehamilan telah
menjadi jelas dalam pikiranya. Kontak sosialnya berubah, ia lebih
banyak bersosialisasi dengan wanita hamil atau ibu baru lainnya, dan
minat serta aktivitasnya berfokus pada kehamilan, cara membesarkan
anak, dan persiapan untuk menerima peran yang baru
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
24
c. Pada Trimester III
Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh
kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran
bayi sebaga makhluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak sabar
menanti kehadiran sang bayi. Ada perasaan was-was mengingat bayi
dapat lahir kapanpun. Wanita mungkin merasa cemas dengan
kehidupan bayi dan kehidupan sendiri.
6. Gejala dan Tanda Bahaya Kehamilan
Menurut Bartini (2012; h.86-97) dan Cunningham (2014; h. 220-221),
Manuaba (2012; h. 227-281), menyebutkan bahwa Gejala dan Tanda
Bahaya Kehamilan:
a. Keluhan Ringan Hamil Muda
1) Emesis Gravidarum
Emesis gravidarum merupakan keluhan umum yang disampaikan
pada kehamilan muda. Terjadinya kehamilan menimbulkan
perubahan hormonal pada wanita karena terdapat peningkatan
hormone estrogen, progesterone dan dikeluarkannya Human
Chorionic Gonadothropine plasenta. Hormon-hormon inilah yang
menyebabkan
Emesis
Gravidarum.
Gejala
klinis
Emesis
Gravidarum adalah kepala pusing terutama di pagi hari disertai
mual muntahsampai kehamilan berumur 4 bulan.
Emesis
Gravidarum dapat diatasi dengan berobat jalan (poliklinik).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
25
2) Nyeri punggung bawah
Hingga tahap tertentu dilaporkan pada hampir 70% wanita hamil.
Kelelahan, membungkuk, berkebihan, mengangkat beban atau
berjalan dapat menyebabkan nyeri punggung ringan. Untuk
mengurangi nyeri punggung yaitu dengan menganjurkan wanita
yang bersangkutan berjongkok dan bukan membungkuk ketika
mengambil sesuatu dibawah, memberi bantalan penyangga di
punggung ketika duduk dan menghindari sepatu berhak tinggi.
3) Kram pada kaki
Keluhan kram kaki terutama betis sering disampaikan oleh ibu
hamil muda. Kejadian kram betis berkaitan dengan mual, muntah,
kurangnya makan, sehingga terdapat perubahan keseimbangan
elektrolit dengan kalium, kalsium, dan natrium yang menyebabkan
terjadi perubahan berkelanjutan dalam darah dan cairan tubuh.
4) Varises
Varises merupakan pembesaran dan pelebaran pembuluh darah
vena yang sering dijumpai saat kehamilan disekitar vulva, vagina,
paha, dan terutama tungkai bawah. Kejadian varises pada wanita
disebabkan oleh faktor bakat atau keturunan, faktor multipara
sampai grandemultipara, terdapat peningkatan hormon estrogen
dan progesteron selama hamil.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
26
5) Hyperemesis Gravidarum
Hyperemesis
Gravidarum
dapat
menyebabkan
cadangan
karbohidrat habis dipakai untuk keperluan energi, sehingga
pembakaran tubuh beralih pada cadangan lemak dan protein.
6) Hipersalivasi
Hipersalivasi atau ptialismus berarti pengeluaran air ludah yang
berlebihan pada wanita hamil, terutama pada trimester pertama.
Keadaan ini disebabkan meningkatnya hormon estrogen dan
Human Chorionic Gonadothropine, selain ibu hamil sulit menelan
ludah karena mual dan muntah. Untuk pengobatan simtomatis
dapat di berikan vitamin b kompleks dan vitamin C).
b. Anemia pada kehamilan
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,
dan merupakan jenis anemia yang pengobatannya mudah, dan
murah.
c. Kehamilan dengan resiko tinggi
Untuk menegakkan kehamilan resiko tinggi pada ibu dan janin adalah
dengan cara melakukan anemnesa yang intensif (baik), melakukan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan rontgen, pemeriksaan ultrasonografi.
d. Perdarahan Antepartum
Perdarahan
Antepartum
adalah
perdarahan
pervaginam
pada
kehamilan diatas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
27
antepartum terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu maka
sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester III.
e. Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu dan
perinatal yang tinggi terutama di Negara berkembang. Pada
preeklampsia dan eklampsia terjadi penurunan angiotensin, renin, dan
aldosterone, dan ditandai dengan oedema, hipertensi, dan proteinuria.
Kelanjutan preeklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan
gejala kejang atau koma.
f.
Kehamilan premature
Persalinan
premature
pada
usia
kehamilan
28-37
minggu.
Penyebabnya adalah pendarahan plasenta, janin mati, kelainan
bawaan, ketuban pecah dini, plasenta kurang baik, kehamilan
kembar, kurang gizi pada ibu, anemia, perokok, alkoholik, keturunan,
umur <18 tahun dan >40 tahun.
g. Kehamilan kembar
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan 2 janin atau lebih.
Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi
terhadap bayi dan ibu. Faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
hamil kembar adalah faktor ras, keturunan , umur wanita, dan paritas.
h. Hemoroid
Varises di vena rektum mungkin pertama kali muncul selama
kehamilan karena meningkatnya tekanan vena. Namun, kehamilan
umumnya menyebabkan kekambuhan atau eksaserbasi hemoroid
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
28
yang sudah ada. Nyeri dan pembengkakan biasanya dikurangi
dengan anestetik topikal, rendam hangat, dan pelunak tinja.
Trombosis hemoroid eksternal dapat menyebabkan nyeri hebat, tetapi
bekuan biasanya dapat dievakuasi dengan menginsisi dinding vena
dibawah anesthesia topikal.
i.
Heartburn
Gejala ini adalah salah satu keluhan tersering wanita hamil da
disebabkan oleh refluks isi lambung kedalam esofagus bawah.
Meningkatnya frekuensi regurgitasi selama kehamilan kemungkinan
besar disebabkan oleh pergeseran ke atas dan penekanan lambung
oleh uterus disertai oleh relaksasi sfingter esofagus bawah.
j.
Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan penyebab terbesar persalinan
premature dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan.
a. Pengertian ketuban pecah dini
1) Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan (Prawirohardjo, 2010; h. 677).
2) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam
belum dimulainya tanda persalinan (Manuaba, 2010; h. 281).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
29
3) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in
partu: yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm (Mochtar, 2012; h. 177).
4) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum awitan
persalinan, tanpa memerhatikan usia gestasi (Varney, 2008; h.
788).
5) Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu
(Kemenkes RI, 2013; h. 122).
Dari semua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai
tanpa memperhatikan usia kehamilan kemudian tidak diikuti
tanda-tanda persalinan.
b. Etiologi ketuban pecah dini
Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui
secara jelas, maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali
dalam usaha menekan infeksi. Faktor penyebab ketuban pecah
dini mempunyai dimensi multifactorial yaitu:
1) Servik inkompeten.
2) Ketegangan rahim berlebihan: kehamilan kembar, hidramnion.
3) Kelainan letak janin dalam rahim: letak sungsang, letak lintang
4) Kemungkinan kesempitan panggul: perut gantung, bagian
terendah belum masuk PAP, disproporsi sefalopelvik.
5) Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
30
6) Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada
selaput
ketuban
dalam
bentu
proteolitik
sehingga
memudahkan ketuban pecah.
(Manuaba, 2010; h.283)
c. Mekanisme ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan
oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia
yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur,
jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah
(Prawirohardjo, 2010; h.678).
Menurut
Manuaba (2010;
h.283) menjelaskan bahwa
mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung
sebagai berikut: selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat
kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila terjadi pembukaan
serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.
d. Dasar diagnosis ketuaban pecah dini
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan
keterangan menjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau
yang khas. Menurut Manuaba (2010; h.283) dan Mochtar (2012;
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
31
h.178), menjelaskan cara menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini adalah:
1) Pemeriksaan
fisik:
melakukan
palpasi
abdomen
untuk
menentukan volume cairan amnion. Apabila ketuban telah
pasti, terdapat kemungkinan mendeteksi berkurangnya cairan
karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding
abdomen di sekitar janin dan penurunan kemampuan
balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum
pecah ketuban. Ketuban yang pecah tidak menyebabkan
perubahan yang seperti ini dalam temuan abdomen.
2) Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan
untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
3) Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga
tidak banyak manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi
kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas.
4) Menggunakan kertas lakmus (litmus):
a) Bila menjadi biru (basa): air ketuban
b) Bila menjadi merah (asam): air kemih (urin).
5) Pemeriksaan pH forniks posterior pada ketuban yang pecah
pH adalah basa (air ketuban).
e. Komplikasi ketuban pecah dini:
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
32
neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea,
atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2010; h.678).
f.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini:
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas,
infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar
dan potensial. Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini
memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat menurunkan
kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Sebagai
gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini adalah:
1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
kematangan paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi
pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dan dapat
diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.
3) Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat berat janin
cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan,
dengan
kemungkinan
janin
tidak
dapat
diselamatkan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
33
4) Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan kerja sama
terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian
bahwa
tindakan
mendadak
mungkin
dilakukan
dengan
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus
mengorbankan janinnya.
5) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk
mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air
ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru .
6) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada
selang waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his
spontan.
(Manuaba, 2010; h.284).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
34
KETUBAN PECAH DINI
Bidan merujuk ke RS/Puskesmas
Masuk Rumah Sakit:
a. Antibiotika
b. Batasi pemeriksaan dalam
c. Pemeriksaan air ketuban, kultur, dan bakteri
d. Observasi tanda infeksi dan distres janin
Hamil Prematur:
a. Observasi (suhu
rektal, distress
janin).
b. kortikosteroid
Seksiosesaria
Kehamilan aterm
Kelainan Obstetri
a. Distres janin
b. Letak sungsang
c. Letak lintang
d. Disproporsi sefalopelvik
e. Riwayat obstetrik buruk
f. Grandemultipara
g. Primigravida usia lanjut
h. Infertilitas
i. Persalinan Obstruktif
Letak kepala
Indikasi Induksi (Infeksi,
waktu)
Gagal:
a. Reaksi uterus tidak ada
b. Kelainan letak kepala
c. Fase
laten
dan
aktif
memanjang
d. Distres janin
e. Ruptura uteri imminens
f. Ternyata
disproporsi
sefalopelvik
Berhasil
(persalinan
vagina
Gambar 2.1 Penatalaksanaan ketuban pecah dini (Manuaba, 2010; h. 285).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
35
7. Asuhan pada Kehamilan
a. Tujuan asuhan antenatal:
1) memantau kemajuan kehamilan, memantau kesehatan ibu dan
tumbuh kembang janin
2) mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial.
3) Mendeteksi dini adanya ketidak normalan/penyulit.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan selamat baik ibu
maupun bayinya.
5) Agar masa nifas normal dan pemberian Asi Eksklusif
6) Mempersiapkan ibu dan keluarga setelah bayi lahir.
b. Jadwal kunjungan pada pemeriksaan antenatal
Menurut Saifuddin (2010; h. N-2) dan Kusmiyati (2009; h.168-169),
mengemukakan bahwa setiap wanita hamil menghadapi risiko
komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap
wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama
periode antenatal:
1) 1X kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)
2) 1X kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
3) 2X kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan
sesudah minggu ke 36).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
36
Tabel 2.2 Kunjungan Antenatal
Kunjungan
Waktu
Trimester
pertama
Trimester
kedua
Kegiatan
Sebelum a. Membina hubungan saling percaya antara bidan
minggu ke
dan ibu hamil
14
b. Memdeteksi masalah dan mengatasinya
c. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia
kehamilan,
d. Mengajari
ibu
cara
mengatasi
ketidaknyamanan,
e. Mengajarkan dan mendorong cara hidup sehat
(gizi, latihan dan kebersihan dan istirahat)
f. Mengenali tanda tanda bahaya kehamilan
g. Memberikan imunisasi tt, tablet besi
h. Mendiskusikan mengenai persiapan kelahiran
bayi
dan
kesiapan
untuk
menghadapi
kegawatdaruratan
i. Menjadwalkan kunjungan berikutnya
j. Mendokumentasikan pemeriksaan dan asuhan
Sebelum Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan
minggu ke khusus terhadap preeklamsi (tanda gejala, pantau
28
tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk
mengetahui proteinuria)
Trimester
ketiga
Antara
Sama seperti diatas, ditambah palpasi abdominal
minggu ke untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda
28-36
Setelah
Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak janin
36 minggu dan kondisi lain kontra indikaasi bersalin diluar RS
Apabila ibu mengalami Diberikan pertolongan awal sesuai dengan
masalah,
komplikasi masalah yang timbul, dan rujuk serta konsultasikan
maupun
kepada SpOG untuk tindakan lebih lanjut
kegawatdaruratan
Sumber: Kusmiyati, (2009; h.168-169)
c. Standar Minimal Asuhan Antenatal 10 T:
1) Timbang BB
2) Ukuran Tekanan Darah
3) Nilai status gizi (ukur LILA)
4) Ukur tinggi Fundus Uteri
5) Tentukan Presentasi Janin dan DJJ
6) Imunisasi TT
7) Pemberian Tablet besi (minuman 90 tablet selama hamil)
8) Pemeriksaan laboratorium (rutin dan khusus)
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
37
9) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
10) Tatalaksana penanganan khusus
(KEMENKES RI, 2012)
8. Pengawasan Antenatal
Pengawasan antenatal dan postnatal sangat penting dalam upaya
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal.
a. Tujuan pengawasan antenatal adalah:
1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat
saat kehamilan, persalinan, dan kala nifas.
2) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil,
persalinan, dan kala nifas
3) Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga
berencana.
4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal
(Manuaba, 2010; h.109-111).
b. Jadwal pemeriksaan:
1) Pemeriksaan pertama
Pemeriksaan
pertama
dilakukan
segera
setelah
diketahui
terlambat haid.
2) Pemeriksaan ulang:
a) Setiap bulan sampai usia kehamilan 6 sampai 7 bulan
b) Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
38
c) Setiap 1 minggu sejak usia kehamilan 8 bulan sampai terjadi
persalinan.
3) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan tertentu
(Manuaba, 2010; h.111).
B. PERSALINAN
1. Definisi
Persalinan
adalah
rangkaian
proses
yang
berakhir
dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi
persalinan, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan
diakhiri dengan pelahiran plasenta (Varney, 2008; h. 672).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010; h. 164).
Persalinan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat, serta tidak melukai ibu dan bayi, yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 2012; h.69).
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan adalah sebuah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta, dan selaput ketuban)
melalui jalan lahir dengan di mulai adanya kontraksi yang membuka jalan
lahir sampai pembukaan lengkap dan diakhiri dengan pelahiran plasenta
.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
39
2. Macam-macam Persalinan
a. Persalinan spontan
Adalah persalinan yang seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu
sendiri.
b. Persalinan buatan
Adalah persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
forceps atau dilakukan operasi Section Caesaria
c. Persalinan anjuran
Adalah persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru
berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau
prostaglandin.
(Manuaba, 2010; h.164).
3. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut pendapat Hidayat dan Sujiyatini (2010; h.12-19), menyebutkan
bahwa faktor yang mempengaruhi persalinan:
a. Power (tenaga yang mendorong anak)
Power atau tenaga yang mendorong anak adalah
1) His adalah kontraksi otot-otot Rahim pada persalinan
2) Tenaga mengejan:
a) Kontraksi otot-otot dinding perut
b) Kepala didasar panggul merangsang mengejan
c) Paling efektif saat kontraksi/his.
b. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir dibagi menjadi 2, yaitu
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
40
1) Jalan lahir lunak terdiri dari serviks, vagina dan otot rahim.
2) Jalan lahir keras terdiri dari os.Coxae (tulang innominata),
os.Sacrum, dan os. Cocygis.
c. Passager (fetus)
Hal yang menentukan kemampuan untuk melewati jalan lahir dari
faktor passage adalah:
1) Presentasi janin dan bagian janin yang terletak pada bagian
depan jalan lahir seperti:
a) Presentasi kepala (verteks, muka, dahi)
b) Presentasi bokong (bokong murni/frank breech), bokong kaki
(complete breech), letak lutut atau letak kaki (incomplete
breech)
c) Presentasi bahu (letak lintang).
2) Sikap janin
Hubungan bagian janin (kepala) dengan bagian janin lainnya
(badan), misalnya fleksi, defleksi, dan lain-lain.
3) Posisi janin
Hubungan bagian/point penentu dari bagian terendah janin
dengan panggul ibu, dibagi dalam 3 unsur:
a) Sisi panggul ibu
: kiri, kanan, dan melintang
b) Bagian terendah janin
: oksiput, sacrum, dagu dan scapula
c) Bagian panggul ibu
: depan, belakang.
4) Bentuk/ukuran kepala janin menentukan kemampuan kepala
untuk melewati jalan lahir
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
41
Bentuk-bentuk oval janin:
a) Bentuk oval kepala diameter antero posterior lebih panjang
b) Bahu dan badan diameter transversa lebih panjang
c) Dua bagian oval tersebut tegak lurus satu sama lain
d. Psychology (Psikologi)
Menurut (Sondakh, 2013; h.91), menyebutkan perubahan
psikologi ibu yang muncul pada saat memasuki masa persalinan
sebagian besar berupa perasaan takut maupun cemas, terutama
pada ibu primigravida yang umumnya belum mempunyai bayangan
mengenai
kejadian-kejadian
yang
akan
dialami
pada
akhir
kehamilannya. Oleh sebab itu, penting sekali untuk mempersiapkan
mental ibu karena perasaan takut akan menambah rasa nyeri, serta
akan menegangkan otot-otot serviksnya dan akan mengganggu
pembukaannya. Ketegangan jiwa dan badan ibu juga menyebabkan
ibu lekas lelah.
e. Penolong
Fungsi penolong persalinan sangat berat, yaitu memberikan
pertolongan bagi dua jiwa yaitu ibu dan anak, serta kesuksesan
pertolongan tersebut sebagian bergantung pada keadaan petugas
yang menolongnya, maka sangat penting untuk diadakan kualifakasi
atau persyaratan bagi petugas yang bekerja di kamar bersalin dan
penolong persalinan. Dengan demikian, sesuai dengan hal tersebut,
persyaratan yang diperlakukan adalah persyaratan kemampuan,
ketrampilan, dan kepribadian (Sondakh, 2013; h.97).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
42
4. Proses Terjadinya Persalinan
Menurut Manuaba (2010; h. 167), menyebutkan bahwa Proses Terjadinya
Persalinan adalah
a. Estrogen yang meningkatkan sensitivitas otot rahim, memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
b. Progesteron yang menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan
otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga
kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan
progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis pars
posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya
persalinan, oleh karena itu makin tua usia kehamilan frekuensi kontraksi
makin sering (Manuaba, 2010; h.167).
Oksitosin diduga bekerja bersama prostaglandin yang makin
meningkat mulai dari usia kehamilan minggu ke-15. Disamping itu, faktor
gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh
penting untuk dimulainya kontraksi rahim. Berdasarkan uraian tersebut
dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan
proses persalinan (Manuaba, 2010; h.167).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
43
Tabel 2.3 Teori Kemungkinan Terjadinya Proses Persalinan
Teori
Uraian
Teori
Otot Rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
keregangan
tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi
sehingga persalinan dapat dimulai. Contohnya, pada hamil
ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu,
sehingga menimbulkan proses persalinan.
Teori
Proses penuaan plasenta terjadi saat usia kehamilan 28
penurunan
minggu, karena terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh
progesterone darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron
mengalami penurunan, sehingga otot Rahim lebih sensitive
terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi
setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
Teori
Oksitosin
Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat
mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi Braxton Hicks. Dengan menurunnya konsentrasi
progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
meningkatkan aktifitas, sehingga persalinan dapat dimulai.
Teori
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 15
Prostaglandin minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin
dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Teori
hipotalamushipofisis dan
glandula
suprarenalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus
sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973.
Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan. Dari percobaan tersebut
disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-hipofisis dengan
mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu
terjadinya persalinan
Sumber : Manuaba, 2010; h.168
5. Permulaan Terjadinya Persalinan
Dengan penurunan hormone progesteron menjelang persalinan
dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan:
a. Turunnya kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada
primigravida minggu ke-36 dapat menimbulkan sesak dibagian
bawah, diatas simpisis pubis dan sering ingin berkemih atau sulit
kencing karena kandung kemih tertekan kepala.
b. Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
44
c. Muncul saat nyeri di daerah pinggang karena kontraksi otot Rahim
dan tertekannya pleksus Frankenhauser yang terletak sekitar serviks
(tanda persalinan palsu).
d. Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot Rahim
e. Terjadi pengeluaran lendir, lendir penutup serviks dilepaskan
(Manuaba, 2010; h.167).
6. Tanda dan Gejala Menjelang Persalinan
Tanda-tanda menjelang persalinan antara lain: perasaan distensi
abdomen berkurang (Lightening), perubahan serviks, persalinan palsu,
ketuban pecah dini, Bloody Show, lonjakan energy, dan gangguan pada
saluran cerna Varney (2008 vol. 2; h.672-674) dan Mochtar (2012; h.70).
a. Lightening
Lightening yang dimulai dirasa kira-kira 2 minggu sebelum persalinan
adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis minor.
Pada fase lightening menimbulkan ketidaknyamanan kepada ibu
karena tekanan bagian presentasi pada struktur di area pelvis minor.
b. Perubahan Serviks
Mendekati persalinan serviks semakin matang. Selama hamil, serviks
dalam keadaan menutup, panjang, dan lunak, serviks masih lunak
dengan konsistensi seperti pudding dan mengalami sedikit penipisan
(effacement) dan sedikit dilatasi. Perubahan serviks terjadi akibat
peningkatan intensitas kontraksi Braxton Hicks. Servik menjadi
matang selama periode yang berbeda-beda sebelum persalinan.
Kematangan serviks mengindikasikan kesiapannya untuk persalinan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
45
c. Persalinan Palsu
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang
memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada
persalinan palsu sebenarnya timbul akibat kontraksi Braxton Hicks
yang tidak nyeri, yang terjadi sekitar 6 minggu kehamilan.
d. Ketuban Pecah Dini
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala I persalinan.
Apabila terjadi sebelum persalinan maka disebut Ketuban pecah dini
e. Bloody Show
Bloody show adalah plak lendir. Bloody Show sering terlihat sebagai
rabas lendir bercampur darah dan merupakan tanda persalinan yang
akan terjadi biasanya dalam 24 hingga 48 jam.
f.
Lonjakan Energi
Terjadinya lonjakan energi ini belum dapat dijelaskan selain bahwa
hal tersebut terjadi alamiah, yang memungkinkan wanita memperoleh
energi yang diperlukan untuk menjalani persalinan. Wanita harus
diinformasikan tentang kemungkinan lonjakan energi ini serta
mengarahkan
untuk
menahan
diri
menggunakannya
dan
menghematnya untuk persalinan.
g. Gangguan Saluran cerna
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk diare, kesulitan
mencerna, mual, dan muntah, diduga hal-hal tersebut merupakan
gejala menjelang persalinan. Beberapa wanita mengalami satu atau
beberapa gejala tersebut.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
46
7. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin
Terdapat 60 langkah pertolongan persalinan antara lain: mengamati
tanda-tanda persalinan kala II yaitu ibu memiliki keinginan untuk
meneran, ibu merasa ada tekanan yang semakin meningkat pada rectum
atau vaginanya, perineum menonjol, vulva dan sfringer ani membuka.
Asuhan persalinan normal merupakan standart asuhan yang harus
dimiliki oleh seorang bidan dalam menjalankan peran dan wewenangnya
sebagai tenaga kesehatan menurut (Prawirohardjo, 2010; h.341-347):
a. Asuhan Kala I
1) Pemeriksaan detak denyut jantung janin
2) Pemeriksaan kontraksi uterus
3) Pemeriksaan nadi
4) Pemeriksaan dalam
5) Pemeriksaan penurunan terbawah janin
6) Pemeriksaan tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Asuhan Kala II
Melihat tanda dan gejala kala II
1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II.
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan vaginanya.
c) Perineum menonjol.
d) Vulva vagina dan sfingter anal membuka.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
47
Menyiapkan Pertolongan persalinan
2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan.
Mematahkan
ampul
oksitosin
10
unit
dan
menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,
mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali
pakai/pribadi yang bersih.
5) Memakai satu sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
6) Mengisap oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan disenfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkan kembali di partus set/wadah disenfeksi tingkat tinggi
atau steril tanpa mengontaminasi tabung suntik.
Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati
dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa
yang sudah dibasahi air disenfeksi tingkat tinggi. Jika mulut
vagina, perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari
depan ke belakang.
Membuang kapas atau kassa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
48
tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan
tersebut dengan benar didalam larutan dekontaminasi).
8) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah
lengkap.
Bila
selaput
ketuban
belum
pecah,
sedangkan
pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam
larutan klorin 0,5 % dan kemudian melepaskannya dalam keadaan
terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama
10 menit. Mencuci kedua tangan.
10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180
kali/menit).
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf.
Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses Pimpinan
Meneran
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
dengan keinginannya.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
49
a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu
serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
mendokumentasikan temuan-temuan.
b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai
meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah
duduk dan pastikan merasa nyaman).
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
yang kuat untuk meneran:
a) Membimbing
ibu
untuk
meneran
saat
ibu
mempunyai
keinginan untuk meneran.
b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk
meneran.
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan
pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu.
f)
Menganjurkan asupan cairan per oral.
g) Menilai DJJ setiap 5 menit.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
50
h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera dalam waktu 120 menit (2jam) meneran untuk ibu
primipara atau 60 menit (1jam) untuk ibu multipara, merujuk
segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.
i)
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil
posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60
menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak
kontraksi-kontraksi
tersebut
dan
beriistirahat
diantara
kontraksi.
j)
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
Persiapan pertolongan kelahiran bayi
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
letakkan handuk bersih diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong
ibu.
16) Membuka partus set.
17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan
yang
lembut
dan
tidak
menghambat
pada
kepala
bayi,
membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
51
untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala
lahir.
19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, hidung bayi dengan kain
atau kasa yang bersih.
20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses
kelahiran bayi:
a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi.
b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di
dua tempat dan memotongnya.
21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
Lahir bahu
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan dimasing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hingga bahu hingga bahu anterior
muncul dibawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut
menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu
posterior.
23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala
bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan
bahu
dan
lengan
posterior
lahir
ke
tangan
tersebut.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
52
Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh
bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas)
untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya
lahir.
24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di
atas
(anterior)
dari
punggung
ke
arah
kaki
bayi
untuk
menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata
kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
Penanganan Bayi baru lahir
25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan
bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih
rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan
bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia,
lakukan resusitasi.
26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan
biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin/Im.
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu
dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29) Mengeringkan
bayi,
mengganti
handuk
yang
basah
dan
menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
53
menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi
mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang sesuai.
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk
bayinya
dan
memulai
pemberian
ASI
jika
menghendakinya.
c. Asuhan Kala III
Oksitosin
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi
abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan di suntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan
oksitosin 10 unit I.M di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu
bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.
Penegangan Tali Pusat Terkendali
34) Memindahkan klem pada tali pusat.
35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat
diatas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk
melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang
tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36) Menunggu
uterus
berkontraksi
dan
kemudian
melakukan
penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut.
Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah
uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang
(dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
54
terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga
kontraksi berikut mulai.
a) Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu.
Mengeluarkan Plasenta
37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil
menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,
mengikuti
kurva
jalan
lahir
sambil
meneruskan
tekanan
berlawanan arah pada uterus.
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari kurva
b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali
pusat selama 15 menit:
(1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M
(2) Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung
kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu
(3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
(4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit
berikutnya
(5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit
sejak kelahiran bayi.
38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plasenta
dengan menggunakan kedua tangan.
Memegang
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
55
plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan
melahirkan selaput ketuban tersebut.
a) Jika
selaput
ketuban
robek,
memakai
sarung
tangan
desinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan
serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan
atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
Pemijatan Uterus
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan
melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut
hingga uterus berkontraksi (Fundus menjadi keras).
d. Asuhan Kala IV
Menilai Perdarahan
40) Memeriksa
kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu
maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa
plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan
plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
a) Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase
selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan
segera menjahit laseasi yang mengalami perdarahan aktif.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
56
Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan
baik.
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan
kedalam larutan klorin 0,5%, membilas kedua tangan yang masih
bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.
44) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril
atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati
sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45) Mengikat
satu
lagi
simpul
mati
di
bagian
pusat
yang
berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya kedalam larutan
klorin 0,5%.
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan
pervaginam:
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b) Setiap 15 menit pertama pada 1 jam pertama pasca
persalinan.
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
57
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan
perawatan yang sesuai untuk menatalaksanakan atonia uteri.
e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anastesi lokal dan menggunakan teknik
yang sesuai.
50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase
uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
51) Mengevaluasi kehilangan darah.
52) Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kaandung kemih
setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan
setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
a) Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama
dua jam pertama pasca persalinan.
b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal.
Kebersihan dan Keamanan
53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan
setelah dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat
tinggi.
Membersihkan
cairan
ketuban,
lendir,
dan
darah.
Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
58
56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberitahu ibu minuman dan
makanan yang diinginkan.
57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan
dengan larutan klorin 0,5%dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air yang mengalir.
Dokumentasi
60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang).
8. Kemajuan Persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0 sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak kuat sehingga parturient masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
sedangkan untuk multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva
Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1cm/jam dan
pembukaan multigravida 2cm/jam (Manuaba, 2010; h.173).
Inpartu
(partus
mulai)
ditandai
dengan
keluarnya
lendir
bercampur darah (Bloody show) karena serviks mulai membuka
(dilatasi) dan mendatar (effacement. Darah berasal dari pecahnya
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
59
pembuluh darah kapiler disekitar kanalis serviks akibat pergeseran
ketika serviks mendatar dan membuka (Mochtar, 2012; h.71).
Menurut Mochtar (2012; h.71), menyebutkan bahwa kala pembukaan
dibagi atas 2 fase:
1) Fase laten
:pembukaan serviks yang berlangsung lambat
sampai pembukaan 3 cm, lamanya 7-8 jam.
2) Fase aktif
:berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3
subfase:
a) Periode akselerasi
:berlangsung 2 jam pembukaan
menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal :selama 2 jam, pembukaan
berlangsung cepat menjadi 9
cm.
c) Periode deselerasi
:berlangsung
waktu
2
lambat,
jam
dalam
pembukaan
menjadi 10cm (lengkap).
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Tanda-tanda pada kala II atau tanda-tanda bayi akan segera lahir,
menurut Mochtar (2012; h.71-72):
1) Dorongan ingin mengejan pada ibu yang tidak dapat ditahan lagi.
2) Tekanan pada anus yang ditandai dengan otot sfingter ani
membuka.
3) Perineum menonjol atau terjadi penonjolan pada perineum.
4) Vulva atau bibir vagina membuka.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
60
Menurut Varney (2008; h.751), kala II persalinan dimulai dengan
dilatasi lengkap serviks dan diakhiri dengan kelahiran bayi. Tahap ini
dikenal dengan kala ekspulsi.
Pada kala II persalinan terdapat beberapa fase yaitu :
1) Fase I, periode tenang
Yaitu dimulai dari dilatasi lengkap sampai desakan untuk
mengejan atau usaha mengejan yang sering dan berirama.
2) Fase II, mengejan aktif
Yaitu dimulai dari keinginan untuk mengejan yang lebih teratur
atau desakan untuk mendorong sampai bagian presentasi janin
tidak lagi mundur di antara usaha untuk mengejan.
3) Fase III, perineal
Yaitu dimulai dari fase mengejan aktif sampai pelahiran semua
tubuh bayi
(Varney, 2008; h. 752).
c. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta)
membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pascapersalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III meliputi:
1) Pemberian oksitosin dengan segera
2) Pengendalian tarikan pada tali pusat, dan
3) Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
(Saifuddin, dkk. 2010; h.N-19).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
61
Menurut Varney (2008; h.825) kala III persalinan dimulai saat
proses pelahiran bayi selesai dan berakhir dengan lahirnya plasenta.
Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala III
persalinan berlangsung rata-rata antara 5 dan 10 menit dengan
interval waktu plasenta harus lahir adalah 30 menit setelah bayi lahir.
Resiko perdarahan meningkat apabila pada kala tiga lebih dari 30
menit. Kala tiga persalinan memiliki 2 fase yang berurutan yaitu
sebagai berikut :
1) Pelepasan plasenta
Langkah pertama dalam mengelola kala tiga persalinan
adalah mengevaluasi kemajuan persalinan dan kondisi ibu. Satu
tangan diletakkan di abdomen ibu untuk merasakan, tanpa
melakukan masase, bentuk dan posisi uterus serta menentukan
apakah uterus berkontraksi. Jika tali pusat terasa “longgar” dan
memanjang di introitus vagina, ini menandakan bahwa plasenta
telah terlepas (Varney, 2008; h.828).
2) Pengeluaran plasenta
Dengan menggunakan tangan kita di abdomen ibu untuk
meyakinkan bahwa uterus berkontraksi dan menopang bagian
uterus dengan menempatkan permukaan telapak tangan tepat di
atas simfisis pubis dan menekan berlawanan arah dengan uterus,
angkat sedikit ke atas menuju umbilikus. Pada saat yang sama,
tangan yang lain menarik tali pusat atau meregangkan tali pusat,
mengingat bahwa plasenta mengikuti sumbu Carus persis seperti
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
62
yang janin lewati. Oleh karena itu, pertama harus menarik atau
meregangkan tali pusat ke bawah dan ke atas pada saat plasenta
tampak untuk lahir (Varney, 2008; h.829).
Hal yang perlu diingat ialah tidak diperkenankan untuk
memberi tarikan pada tali pusat kapan pun kecuali pada saat
uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dan plasenta
atau membran melekat pada dinding uterus, hal ini dapat
menyebabkan inversi uterus. Pada keadaan ini, tarikan pada tali
pusat tidak hanya menarik plasenta akan tetapi akan menarik
dinding uterus. Pengeluaran plasenta dimulai dengan penurunan
plasenta ke dalam segmen bawah uterus. Plasenta kemudian
keluar melewati serviks ke ruang vagina atas, dari arah plasenta
keluar (Varney, 2008; h.829).
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernafasan,
kontraksi uterus, terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih
normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba,
2010; h.174).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
63
Tabel 2.4 Lamanya Persalinan pada Primigravida dan Multigravida
Primi
Multi
Kala I
13 jam
7 jam
Kala II
1 jam
½ jam
Kala III
½ jam
¼ jam
Lama persalinan
14 ½ jam
7 ¾ jam
Sumber : Mochtar, 2012; h.73
9. Mekanisme Persalinan
Menurut Varney (2008; 754) dan Mochtar (2012; 73), menyatakan
bahwa, mekanisme persalinan adalah gerakan posisi yang dilakukan
janin untuk menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu.
a. Engagement
Terjadi ketika diameter biparietal kepala janin telah melalui pintu
atas panggul.
b. Penurunan
Terjadi selama persalinan. Penurunan merupakan hasil dari
sejumlah kekuatan yang meliputi kontraksi dan pada kala dua,
dorongan yang dilakukan ibu disebabkan karena kontraksi otot-otot
abdomennya.
c. Fleksi
Melalui mekanisme ini, diameter suboksipitobregmatik yang lebih
kecil digantikan dengan diameter kepala janin yang lebih besar. Fleksi
terjadi ketika kepala janin bertemu dengan tahanan, tahanan ini
meningkat ketika terjadi penurunan dan yang kali pertama ditemui
adalah dari serviks, lalu dari sisi-sisi dinding pelvis, hingga akhirnya
dari dasar pelvis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
64
d. Rotasi internal
Mekanisme ini menyebabkan diameter anteroposterior kepala
janin menjadi sejajar dengan diameter anteroposterior pelvis ibu.
Oksiput berotasi ke bagian anterior pelvis ibu, bi bawah simfisis pubis.
Ketika oksiput melakukan rotasi 45 derajat akhir de dalam posisi
oksiput anterior, bahu bayi tidak melanjutkan rotasi mengikuti dengan
kepala, akan tetapi bahu bayi akan masuk ke pintu atas panggul pada
salah satu diameter oblik. Oleh karena itu, mekanisme ini memiliki
efek memutar leher 45 derajat.
e. Pelahiran kepala
Berlangsung melalui ekstensi kepala untuk mengeluarkan
oksiput-anterior.ekstensi harus terjadi ketika oksiput berada di bagian
anterior karena kekuatan tahanan pada dasar pelvis yang membentuk
sumbu Carus yang mengarahkan kepala menuju pintu bawah vulva.
Dengan demikian, kepala dilahirkan dengan ekstensi meliputi oksiput,
sutura sagital, fontanela anterior, alis, orbit, hidung, mulut, dan dagu
secara berurutan muncul dari perineum.
f.
Restitusi
Adalah rotasi kepala 45 derajat baik ke arah kanan maupun kiri
tergantung pada arah dari tempat kepala berotasi ke posisi oksiputanterior.
g. Rotasi eksternal
Terjadi pada saat bahu berotasi 45 derajat menyebabkan
diameter bisakromial sejajar dengan diameter anteroposterior pada
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
65
pintu bawah panggul. Hal ini menyebabkan kepala melakukan rotasi
eksternal lain sebesar 45 derajat ke posisi, tergantung pada arah
restitusi.
h. Pelahiran bahu
Bahu
anterior
terlihat
pada
orifisium
vulvovaginal
yang
menyentuh di bawah simfisis pubis, bahu posterior kemudian
menggembungkan perineum dan lahir dengan fleksi lateral. Setelah
bahu lahir, bagian badan yang tersisa mengikuti sumbu Carus dan
segera lahir. Sumbu Carus adalah ujung keluar paling bawah pada
lengkung pelvis.
C. BAYI BARU LAHIR (BBL)
1. Definisi
Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang
aterm (37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram. Bayi
baru lahir normal adalah bayi yang cukup bulan, 38-42 minggu dengan
berat badan sekitar 2500-3000 gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm
Asuhan bayi baru lahir adalah asuhan pada bayi tersebut selama jam
pertama setelah kelahiran (Sondakh, 2013; h.150).
2. Ciri-ciri Bayi Normal
Menurut Sondakh (2013; h.150), menyatakan bahwa bayi yang sehat dan
normal mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:
a. Berat badan 2500-4000 gram
b. Panjang badan 48-52 cm
c. Lingkar badan 30-38 cm
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
66
d. Lingkar kepala 33-35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x atau menit
kemudian menurun sampai 120-160 x atau menit.
f.
Pernafasan pada menit pertama kira-kira 80 x atau menit kemudian
turun sampai 40 x atau menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk
dan diliputi verniks caeseosa (lemak pada kulit bayi).
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna.
i.
Kuku agak panjang dan lemas.
j.
Testis sudah turun (pada bayi laki-laki), genitalia labia mayora telah
menutupi labia minora (pada bayi perempuan).
k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l.
Refleks moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan
gerakan tangan seperti memeluk.
m. Graff refleks sudah baik, bila diletakkan suatu benda di telapak tangan
maka akan menggenggam.
n. Eliminasi, urin dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam pertama.
Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket.
3. Adaptasi Fisiologi Bayi Baru Lahir
a. Adaptasi Pernafasan
Pernafasan awal dipicu oleh faktor fisik dan kimia:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
67
1) Faktor-faktor fisik
Meliputi usaha yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru
dan mengisi alveolus yang kolaps (misalnya. Perubahan dalam
gradient tekanan).
2) Faktor-faktor sensorik
Meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan penurunan suhu.
3) Faktor-faktor kimia
Meliputi, perubahan dalam darah (misalnya, penurunan kadar
oksigen, peningkatan kadar karbondioksida, dan penurunan PH
sebagai akibat asfiksia sementara selama kelahiran).
Bayi baru lahir lazimnya bernafas melalui hidung. Frekuensi
pernapasan bayi baru lahir 30-60 x/menit. Sekresi lendir mulut dapat
menyebabkan bayi batuk dan muntah, terutama selama 12-18 jam
pertama. Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu
30 detik sesudah kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat
aktivitas normal sistem saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh
beberapa rangsangan lainnya (Sondakh, 2013; h.151).
b. Adaptasi Kardiovaskuler
1) Sirkulasi perifer lambat, yang menyebabkan akrosianosis pada
tangan, kaki, dan sekitar mulut.
2) Denyut nadi berkisar 120-160 x/menit saat bangun dan 100
x/menit saat tidur.
3) Rata-rata tekanan darah adalah 80/64 mmHg dan bervariasi
sesuai dengan ukuran dan tingkat aktivitas bayi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
68
4) Nilai hematologi normal bayi
Berkembangnya paru-paru pada alveoli akan terjadi peningkatan
tekanan
oksigen.
Sebaliknya,
tekanan
karbondioksida
akan
mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan
resistansi pembuluh darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paruparu dan ductus arteriosus tertutup. Setelah tali pusat dipotong, aliran
darah dari plasenta terhenti dan foramen ovale tertutup (Sondakh,
2013; h.151-152).
c. Adaptasi Hati
Segera setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan
morfologis, yaitu kenaikan kadar protein serta penurunan kadar lemak
dan glikogen (Muslihatun, 2010; h.19).
Menurut Sondakh (2013; h.156-157) menyatakan bahwa adaptasi hati
bayi baru lahir:
1) Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir,
hati terus membantu pembentukan darah.
2) Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial
untuk pembekuan darah.
3) Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5
bulan kehidupan ekstrauterin pada saat ini bayi baru lahir menjadi
rentan terhadap defisiensi zat besi.
4) Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang
bersirkulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan dilepaskan
bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
69
5) Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan sistem vaskular dan
menembus jaringan ekstravaskular (kulit, sklera, dan membrane
mukosa oral) yang mengakibatkan warna kuning yang disebut
jaundice atau ikterus.
d. Adaptasi Gastrointestinal
1) Enzim-enzim digestif aktif saat lahir dan dapat menyongkong
kehidupan ekstrauteri pada kehamilan aterm.
2) Perkembangan
otot
dan
refleks
yang
penting
untuk
menghantarkan makanan sudah terbentuk saat lahir.
3) Pencernaan protein dan karbohidrat telah tercapai, pencernaan
dan absorpsi lemak kurang baik karena tidak adekuatnya enzimenzim pankreas dan lipase.
4) Kelenjar saliva inmatur saat lahir, sedikit saliva diolah sampai bayi
berusia 3 bulan.
5) Pengeluaran mekonium yaitu fases yang berwarna hitam
kehijauan, dan mengandung darah samar, dieksresikan dalam 24
jam.
(Sondakh, 2013; h.155-156).
e. Adaptasi Ginjal
Bayi baru lahir cukup bulan memiliki beberapa defisit struktural
dan fungsional pada sistem ginjal. Banyak dari defisit tersebut
memperbaiki dirinya sendiri pada bulan pertama kehidupan dan
merupakan satu-satunya masalah untuk bayi baru lahir yang sakitatau
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
70
mengalami stress. Ginjal bayi baru lahir menunjukkan penurunan
aliran darah ginjal (Varney Vol.2, 2008; h.888)
f.
Adaptasi Neurologis
Menurut Sondakh (2013; h.153) menyatakan bahwa adaptasi
neurologis pada bayi baru lahir:
1) Sistem neurologi bayi secara anatomik atau fisiologi belum
berkembang sempurna
2) Bayi baru lahir menunjukan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,
pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah
terkejut, dan tremor pada ekstremitas.
3) Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku
yang lebih kompleks
4) Refleks
bayi
baru
lahir
merupakan
indikator
penting
perkembangan normal.
Tabel 2.5 Refleks pada Bayi Baru lahir
Refleks
Respons normal
Rooting dan Bayi baru lahir menolehkan
menghisap
kepala ke arah stimulus ,
membuka mulut, dan mulai
menghisap bila pipi, bibir, atau
sudut mulut bayi disentuh
dengan jari atau putting
Menelan
Bayi baru lahir menelan
berkoordinasi
dengan
menghisap bila cairan ditaruh
di belakang lidah
Ekstrusi
Bayi baru lahir menjulurkan
lidah ujung lidah disentuh
dengan jari atau putting
Respons abnormal
Respon yang lemah atau tidak
ada respons terjadi pada
prematuritas, penurunan atau
cedera
neurologis,
atau
depresi sistem saraf pusat
(SSP)
Muntah, batuk, atau regurtasi
cairan
dapat
terjadi,
kemungkinan
berhubungan
dengan sianosis sekunder
karena prematuritas. Defisit
neurologis,
atau
cidera,
terutama
terlihat
setelah
laringoskopi
Ekstrusi lidah secara kontinu
atau menjulurkan lidah yang
berulang-ulang terjadi pada
kelainan SSP dan kejang
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
71
Refleks
Melangkah
Respons normal
Bayi akan melangkah dengan
satu kaki dan kemudian kaki
lainnya
dengan
gerakan
berjalan bila disentuh satu kaki
pada permukaan rata
Respons abnormal
Respons asimetris terlihat
pada cedera saraf SSP atau
perifer atau fraktur tulang
panjang kaki
Merangkak
Bayi akan berusaha untuk
merangkak kedepan dengan
kedua tangan dan kaki bila
diletakkan telungkup pada
permukaan datar
Ekstremitas pada satu sisi
dimana saat kepala ditolehkan
akan ekstensi, dan ekstremitas
yang berlawanan akan fleksi
bila kepala bayi ditolehkan ke
satu sisi selagi beristirahat
Bayi melakukan abduksi dan
fleksi seluruh ekstremitas dan
dapat mulai menangis bila
mendapat gerakan mendadak
atau suara keras
Repons asimetris terlihat pada
cedera
saraf
SSP
dan
gangguan neurologis
Kaki bayi yang berlawanan
akan fleksi dan kemudian
ekstensi dengan cepat seolaholah
berusaha
untuk
memindahkan stimulus ke kaki
yang lain bila diletakkan
telentang,
bayi
akan
mengekstensikan satu kaki
sebagai respons terhadap
stimulus pada telapak kaki.
Bayi akan berkedip apabila
dilakukan 4 atau 5 ketuk
pertama pada batang hidung
saat mata terbuka.
Respons yang lemah atau
tidak ada respons yang terlihat
pada cedera saraf prifer atau
fraktur tulang panjang.
Jari bayi akan melekuk
disekeliling
benda
dan
menggenggamnya
seketika
bila jari diletakkan di tangan
bayi.
Respons ini berkurang pada
prematuritas. Asimetris terjadi
pada kerusakan saraf perifer
(pleksus brakialis) atau fraktur
humerus. Tidak ada respons
yang terjadi pada defidit
neurologis yang berat.
Tonic leher
atau fencing
Terkejut
Ekstensi
silang
Glabellar
“blink”
Palmar grasp
Respons persisten setelah
bulan
keempat
dapat
menandakan
cedera
neurologis respons menetap
Tidak adanya respons dapat
menandakan defisit neurologis
atau cedera. Tidak adanya
respons secara lengkap dan
konsisten
terhadap
bunyi
keras
dapat
menandakan
ketulian.
Respon
dapat
menjadi
tidak
ada
atau
berkurang
selama
tidur
malam.
Terus berkedip dan gagal
untuk berkedip menandakan
kemungkinan
gangguan
neurologis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
72
Refleks
Plantar grasp
Respons normal
Jari bayi akan melekuk
disekeliling benda seketika bila
jari diletakkan telapak kaki
bayi
Babinsky
Jari-jari
kaki
bayi
akan
hiperekstensi dan terpisah
seperti kipas dari dorsofleksi
ibu jari kaki bila satu sisi kaki
digosok dari tumit keatas
melintasi bantalan kaki
Sumber: Sondakh, 2013; h.154-155
Respons abnormal
Respons
yang
berkurang
terjadi pada
prematuritas.
Pada defisit neurologis yang
berat
Tidak ada respons yang terjadi
pada defisit SSP.
g. Perubahan Termoregulasi dan metabolik
Menurut Sondakh (2013; h.152), menyatakan bahwa perubahan
termoregulasi dan metabolik pada Bayi baru lahir :
1) Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat karena
lingkungan eksternal lebih dingin dari pada lingkungan di uterus.
2) Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit
yang besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi
mudah untuk menghantarkan panas pada lingkungan.
3) Kehilanagan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin
terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi, evaporasi.
4) Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam hubungan
dengan asidosis metabik dapat bersifat mematikan, bahkan bayi
cukup bulan yang sehat.
h. Adaptasi Imun
1) Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organnisme penyerang di
pintu masuk.
2) Imaturitas
jumlah
sistem
pelindungan
secara
signifikan
meningkatkan risiko terinfeksi pada periode bayi baru lahir:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
73
a) karena respons inflamasi berkurang baik secara kualitatif
maupun kuantitatif
b) keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum
berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu
c) imunoglobulin
A
hilang
dari
saluran
pernapasan
dan
perkemihan kecuali jika bayi tersebut menyusu ASI, IgA juga
tidak terdapat dalam saluran GI
(Sondakh, 2013; h.156).
4. Pemantauan Bayi Baru Lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui
aktifitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi
baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan
serta tindak lanjut petugas kesehatan.
a. 2 jam pertama sesudah lahir
Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama
sesudah lahir meliputi:
1) Kemampuan menghisap kuat atau lemah
2) Bayi tampak aktif atau lunglai
3) Bayi kemerahan atau biru
b. Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya
Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap
ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan tindak lanjut,
seperti:
1) Bayi kecil untuk masa kehamilan atau bayi kurang bulan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
74
2) Gangguan pernapasan
3) Hipotermia
4) Infeksi
5) Cacat bawaan dan trauma lahir
(Saifuddin, 2009;h. 136).
5. Pencegahan Infeksi
Menurut
Muslihatun
(2010;
h.
19-22),
menyatakan
bahwa
pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus
dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan
terhadap infeksi. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi pada bayi baru lahir adalah:
a. Pencegahan infeksi pada tali pusat
Upaya ini dilakukan dengan cara merawat tali pusat yang berarti
menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena air kencing,
kotoran bayi atau tanah. Pemakaian popok pada bayi diletakkan
disebelah bawah tali pusat. Apabila tali pusat kotor, cuci luka tali
pusat dengan air bersih yang mengalir dan sabun, segera dikeringkan
dengan kain kasa kering dan dibungkus dengan kain kasa tipis yang
steril dan kering. Dilarang membubuhkan atau mengoleskan ramuan,
abu dapur, dan sebagainya pada luka tali pusat. Tanda-tanda infeksi
tali pusat:
1) Kulit sekitar tali pusat berwarna kemerahan
2) Ada pus/nanah
3) Berbau busuk.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
75
b. Pencegahan infeksi pada kulit
Beberapa cara yang diketahui dapat mencegah infeksi pada kulit
bayi baru lahir atau penyakit infeksi lain adalah meletakkan bayi
didada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi, sehingga
menyebabkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme yang ada dikulit
dan saluran pencernaan bayi dengan mikroorganisme ibu yang
cenderung bersifat non patogen.
c. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
Cara mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir adalah
merawat mata bayo baru lahir dengan mencuci tangan terlebih
dahulu, membersihkan kedua mata bayi segera setelah lahir dengan
kapas atau sapu tangan halus dan bersih yang telah dibersihkan
dengan air hangat.
Dalam waktu 1 jam setelah bayi baru lahir berikan salep/obat
tetes mata untuk mencegah oftalmia neonaturum (tetrasiklin 1%,
Eritromisin 0,5% atau Nitras Argensi 1%), biarkkan obat tetap pada
mata bayi dan obat yang ada disekitar mata jangan dibersihkan.
Setelah merawat mata bayi, cuci tangan kembali.
d. Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi tuberculosis, imunisasi BCG,
harus diberikan pada bayi segera setelah lahir. Pemberian dosis
pertama tetesan polio dianjurkan pada bayi segera setelah lahir atau
pada umur 2 minggu. Tujuan pemberian imunisasi polio secara dini
adalah untuk meningkatkan perlindungan awal. Imunisasi hepatitis B
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
76
sudah merupakan program nasional, meskipun pelaksanaannya
dilakukan secara bertahap.
6. Kunjungan Neonatus
Menurut WHO, dkk (2013; h. 56), mengemukakan bahwa kunjungan bayi
baru lahir/neonatus ada tiga kali kunjungan, yaitu:
a.
Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
b.
Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
c.
Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)
Menurut WHO, dkk (2013; h.56), berpendapat bahwa yang dilakukan
bidan dalam melakukan kunjungan neonatal yaitu:
a. Lakukan pemeriksaan fisik, timbang berat, periksa suhu, dan
kebiasaan makan bayi.
b. Periksa tanda bahaya dan tanda infeksi, bila terdapat tanda bahaya
dan tanda infeksi rujuk bayi ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c. Pastikan ibu memberikan ASI eksklusif.
d. Tingkatkan kebersihan dan berikan imunisasi pada waktunya.
7. Asuhan BBL
Asuhan BBL menurut, (Sondakh, 2013; h. 159-160) antara lain :
a.
Perawatan bayi baru lahir
Pertolongan pada saat bayi lahir
1)
Sambil menilai pernapasan secara cepat, letakkan bayi dengan
handuk diatas perut ibu.
2)
Dengan kain yang bersih dan kering atau kasa, bersihkan darah
atau lendir dari wajah bayi agar jalan udara tidak terhalang.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
77
Periksa ulang pernapasan bayi, sebagian besar bayi akan
menangis atau bernapas secara spontan dalam waktu 30 detik
setelah lahir.
b.
Perawatan mata
Obat mata entromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk
pencegahan penyakit mata akibat klamida (penyakit menular
seksual). Obat perlu diberikan pada jam pertama setelah persalinan.
Pengobatan yang umumnya dipakai adalah larutan perak nitrat atau
neosporin yang langsung diteteskan pada mata bayi segera setelah
bayi lahir.
c.
Pemeriksaan fisik bayi
1)
Kepala:
pemeriksaan
menutup/melebar,
terhadap
adanya
ukuran,
caput
bentuk,
sutura
succedaneum,
cepal
hematoma, kraniotabes, dan sebagainya.
2)
Mata: pemeriksaan terhadap perdarahan, subkonjungtiva, tandatanda infeksi (pus).
3)
Hidung
dan
mulut:
pemeriksaan
terhadap
labio
skisis,
labiopalatoskisis, dan refleks isap, (dinilai dengan mengamati
bayi saat menyusui).
4)
Telinga: pemeriksaan terhadap preaurical tog, kelainan daun
telinga/bentuk telinga.
5)
Leher: pemeriksaan terhadp hematom, sternocleoidomastoideus,
ductus, thyroglossalis, hygroma colli.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
78
6)
Dada: pemeriksaan terhadap bentuk, pembesaran buah dada,
pernapasan, retraksi
7)
Jantung: pemeriksaan terhadap pulsasi, frekuensi bunyi jantung,
kelainan bunyi jantung.
8)
Abdomen: pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran hati,
limpa, tumor aster), schapoid (kemungkinan bayi menderita
diafragmatika/atresia esofagus tanpa fistula).
9)
Tali pusat: pemeriksaan terhadap perdarahan, jumlah darah
pada tali pusat, warna dan besar tali pusat, hernia di tali pusat
atau diselangkangan.
10) Alat kelamin: pemeriksaan terhdap testis apakah berada dalam
skrotum, penis berlubang pada ujung (pada bayi laki-laki), vagina
berlubang, apakah labia mayora menutupi labia minora (pada byi
perempuan).
11) Lain-lain: (anus) mekonium harus keluar dalam 24 jam sesudah
lahir, bila tidak, waspada terhadap atresia ani atau obstruksi
usus. Selain itu, urin juga harus keluar dalam 24 jam. Kadang
pengeluaran urin tidak diketahui karena pada saat bayi lahir, urin
keluar bercampur dengan air ketuban. Bila urin tidak keluar
dalam 24 jam, maka harus diperhatikan kemungkinan adanya
obstruksi saluran kemih.
d.
Perawatan lainnya
1)
Lakukan perawatan tali pusat
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
79
2)
Pertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena
udara dan ditutupi dengan kain bersih secara longgar.
3)
Jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, dicuci dengan sabun
dan air bersih, kemudian dikeringkan sampai benar-benar kering
4)
Dalam waktu 24 jam sebelum ibu dan sebelum ibu dan bayi
dipulangkan kerumah, diberikan imunisasi BCG, polio, dan
hepatitis B.
5)
Orangtua diajarkan tanda-tanda bahaya bayi dan mereka
diberitahu agar merujuk bayi dengan segera untuk perawatan
lebih lanjut jika ditemui hal-hal berikut:
a)
Pernapasan sulit atau lebih dari 60 kali/menit.
b)
Warna: kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru, atau
pucat.
c)
Tali pusat: merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk,
berdarah.
d)
Infeksi: suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan
(nanah), bau busuk, pernapasan sulit.
e)
Feses/kemih: tidak berkemih dalam 24 jam, feses lembek,
sering kejang, tidak bisa tenang, menangis terus menerus.
6)
Orang tua diajarkan cara merawat bayi dan melakukan
perawatan harian untuk bayi baru lahir, meliputi:
a)
Pemberian ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2-3 jam,
mulai dari hari pertama.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
80
b)
Menjaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering,
serta mengganti popok.
c)
Menjaga talipusat dalam keadaan bersih dan kering.
d)
Menjaga keamanan bayi terhadap trauma dan infeksi
(Sondakh, 2013; h. 159).
8. Penilaian APGAR
Penilaian keadaan umum bayi dimulai satu menit setelah lahir
dengan menggunakan nilai APGAR (Tabel 11.4). Penilaian ini perlu untuk
mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
Tabel 2.6 Penilaian APGAR
Kriteria
Nilai
0
1
Appearance
Pucat
Badan
merah
(warna kulit)
ekstremitas biru
Pulse
rate Tidak ada
Kurang dari 100
(frekuensi
nadi)
Grimace
Tidak ada
Sedikit
gerakan
(reaksi
mimik (grimace)
rangsang)
Activity
Tidak ada
Ekstremitas dalam
(tonus otot)
sedikit fleksi
Respiration
Tidak ada
Lemah/tidak
(pernapasan)
teratur
Sumber: Sondakh, 2013; h. 158-159
2
Seluruh tubuh kemerahmerahan
Lebih dari 100
Batuk/bersin
Gerakan aktif
Baik/menangis
Setiap variabel diberi nilai 0,1 atau 2 sehingga nilai tertinggi adalah
10. Nilai 7-10 paa menit pertama menunjukkan bahwa bayi berada dalam
kondisi baik. Nilai 4-6 menunjukkan adanya depresi sedang dan
membutuhkan beberapa jenis tindakan resusitasi. Bayi dengan nilai 0-3
menunjukkan depresi serius dan membutuhkan resusitasi segera dan
mungkin memerlukan ventilasi(mead, 1996).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
81
a. Cara mengkaji nilai APGAR adalah sebagai berikut:
1) Observasi tampilan bayi, misalnya apakah seluruh tubuh bayi
berwarna merah muda (2), apakah tubuhnya merah muda, tetapi
ekstremitasnya biru (1), atau seluruh tubuh bayi pucat atau biru
(0).
2) Hitung frekuensi jantung dengan memalpasi umbilikus atau
meraba bagian atas dada bayi dibagian apeks 2 jari. Hitung
denyutan selama 6 detik, kemudian dikalikan 10. Tentukan
apakah frekuensi jantung >100 (10 denyut atau lebih pada periode
6 detik kedua) (2), <100 (<10 denyut dalam 6 detik) (1), atau tidak
ada denyut (0). Bayi yang berwarna merah muda, dan bernapas
cenderung memiliki frekuensi jantung >100.
3) Respon bayi terhadap stimulus juga harus diperiksa, yaitu respons
terhadap rasa haus atu sentuhan. Pada byi yang sedang
diresusitasi, dapat berupa respons terhadap penggunaan kateter
oksigen atau pengisapan. Tentukan apakah bayi menangis
sebagai respons terhadap stimulus (2), apakah bayi mencoba
untuk menangis tetapi hanya dapat merintih (1), atau idak ada
respons sama sekali(0).
4) Observasi tonus otot bayi dengan mengobservasi jumlah aktivitas
dan tingkat fleksi ekstremitas. Adakah gerakan aktif yang
menggunakan
fleksi
ekstremitas
yang
baik
(2),
adakah
pernapasan bayi lambat atau tidak teratur (1), atau tidak ada
pernapasan sama sekali (0).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
82
b. Prosedur penilaian APGAR
1) Pastikan bahwa pencahayaan baik, sehingga visualisasi warna
dapat dilakukan dengan baik dan pastikan adanya akses yang
baik ke bayi.
2) Catat waktu kelahiran, tunggu 1 menit, kemudian lakukan
pengkajian pertama. Kaji kelima variabel dengan cepat dan
simultan, kemudian jumlahkan hasilnya.
3) Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan
hasilnya., misalnya bayi dengan nilai 0-3 memerlukan tindakan
resusitasi dengan segera.
4) Ulangi pada menit kelima. Skor harus naik bila nilai sebelumnya 8
atau kurang.
5) Ulangi lagi pada menit kesepuluh.
6) Dokumentasi
hasilnya
dan
lakukan
tindakan
yang
sesuai
(Sondakh, 2013;h. 158-159).
9. Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir
a. Asfiksia
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2, dan
asidosis. Apabila proses ini berlangsung terlalu jauh juga dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia akan
bertambah buruk apabila penangan bayi tidak dilakukan secara
sempurna, sehingga tindakan keperawatan dilaksanakan untuk
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
83
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang akan timbul (Saifuddin, 2009;h. 347)
b. Hipotermia/Hipertermia
1) Hipotermia
Suhu normal bayi baru lahir berkisar 36,5°C-37,5°C (suhu ketiak).
Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36°C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka
bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32°C-36°C).
Disebut hipotermia kuat apabila suhu tubuh bayi < 32°C. untuk
mengukur suhu hipotermia diperlukan thermometer ukuran rendah
yang dapat mengukur sampai 25°C.
Gejala hipotermia bayi baru lahir adalah:
a) Bayi tidak mau minum/menetek
b) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
c) Tubuh bayi teraba dingin
d) Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit
tubuh bayi mengeras (sklerema).
Penanganan hipotermia bayi baru lahir:
a) Segera menghangatkan bayi didalam incubator atau melalui
penyinaran lampu, karena bayi hipotermi mudah sekali
meninggal.
b) Menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu.
c) Menggunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih
dahulu untuk menutupi tunuh bayi dan ibu.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
84
d) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga
bayi diberi ASI sedikit-sedikit tapi sering. Bila bayi tidak
menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-8- ml/kg per
hari.
(Saifuddin, 2009;h. 373).
2) Hipertermia
Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi.
Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan di dekat api atau dalam
ruangan yang berudara panas.
Gejala hipertermi bayi baru lahir:
a) Suhu tubuh bayi >37,5°C
b) Frekuensi pernafasan bayi > 60 x/menit
c) Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit
kurang, banyaknya air kemih berkurang.
Penanganan Hipertermia bayi baru lahir:
a) Bayi dipindahkan keruangan yang sejuk dengan suhu kamar
seputar 26°C-28°C.
b) Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi
normal (jangan menggunakan air es).
c) Memberikan cairan dekstore : NaCL= 1:4 secara intravena
sampai dehidrasi teratasi.
d) Antibiotika diberikan apabila ada infeksi.
(Saifuddin, 2009;h. 375).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
85
c. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Saifuddin (2009; h. 376-377) Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir < 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Penanganan Bayi berat lahir
rendah adalah
1) Mempertahankan suhu dengan ketat, karena BBLR mudah
mengalami hipotermia.
2) Mencegah infeksi dengan ketat.
3) Pengawasan nutrisi/ASI, karena refleks menelan pada BBLR
belum sempurna.
4) Penimbangan ketat, perubahan berat badan mencerminkan
kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan
tubuh.
d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorisasi kuning pada kulit atau organ lain akibat
penumpukan bilirubin.Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan
suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang patologis.
1) Ikterus fisiologis adalah
a) Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga.
b) Tidak mempunyai dasar patologis.
c) Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan.
d) Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
2) Ikterus patologis adalah
a) Ikterus yang mempunyai dasar patologis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
86
b) Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.
(Muslihatun, 2010; h.186).
e. Tetanus Neunatorum
Penyakit tetanus neunatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi
pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh
Clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan
menyerang system saraf pusat Muslihatun (2010; h.193) dan
Saifuddin (2009; h.388).
Faktor risiko untuk terjadinya Tetanus Neunatorum:
1) Pemberian imunisasi tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil tidak
dilakukan, tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan program.
2) Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat-syarat.
3) Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Gejala klinik Tetanus Neunatorum antara lain
1) Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena
kejang otot rahang dan faring (tenggorok).
2) Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan.
3) Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan
sentuhan.
4) Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru.
Penanganan :
1) Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
87
2) Menjaga jalan napas tetap bebas dengan membersihkan jalan
napas. Pemasangan spatel lidah yang dibungkus kain untuk
mencegah lidah tergigit.
3) Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat
atau ditelinga.
4) Mengobati penyebab tetanus dengan anti tetanus serum (ATS)
dan antibiotika.
5) Perawatan adekuat: kebutuhan oksigen, makanan, keseimbangan
cairan dan elektrolit.
6) Penderita/bayi ditempatkan dikamar yang tenang dengan sedikit
sinar.
(Muslihatun, 2010; h.193; Saifuddin, 2009; h.388).
D. MASA NIFAS (PUERPERIUM)
1. Definisi
Menurut Sulistyawati (2009; h. 1) dan Saifuddin (2009; h.122),
menyatakan bahwa masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai
setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu.
Masa nifas (Puerperium) adalah pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat - alat kandungan kembali seperti pra hamil
( Mochtar Jilid 1, 2012; h. 87).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
88
Dari pengertian nifas diatas dapat disimpulkan bahwa masa nifas
adalah pemulihan setelah persalinan atau kembalinya alat reproduksi.
Masa nifas berlangsung selama 6 minggu.
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Mochtar (2012; h.87) dan Sulistyawati (2009; h. 5), menyatakan
bahwa nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Puerperium dini adalah kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermediat adalah kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Puerperium lanjut adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
kembali sehat sempurna, terutama jika selama hamil atau sewaktu
persalinan timbul komplikasi. Waktu untuk mencapai kondisi sehat
sempurna dapat berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.
3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Perubahan Fisiologi menurut Sulistyawati (2009; h.73) dan Varney (2008;
h.958-961) adalah:
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
a) Pengerutan Rahim (Involusi)
Involusi adalah suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil (Sulistyawati, 2009; h.73). Involusi
terjadi melaui 3 proses yang bersamaan, antara lain:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
89
(1) Autolysis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi didalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekan jaringan otot yang mengendur hingga 10 kali
lipat dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang
berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal
jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti
kehamilan.
(2) Atrofi Jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya esterogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai
reaksi terhadap penghentian produksi esterogen yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi
pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami
atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal
yang akan bergenerasi menjadi endometrium yang baru.
(3) Efek Oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, disuga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauteri yang sangat besar.
Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompres
pembuluh darah dan membantu proses hemostatis.
Kontraksi dan retraksi otot uterus akan mengurangi suplai
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
90
darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi
bekas luka dan mengurangi perdarahan.
Tabel 2.7 TFU dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi
Involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
Uri lahir
2 jari bawah pusat
750 gram
1 minggu
Pertengahan pusat simfisis
500 gram
2 minggu
Tidak teraba di atas simfisis
350 gram
6 minggu
Bertambah kecil
50 gram
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
Sumber : Mochtar, 2012; h.87
b) Lokhea
Lokhea adalah cairan rahim yang keluar melalui jalan lahir
selama masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa
jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus.
Macam-macam lochea:
1) Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan meconium, selama
2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning, berisi darah dan lendir, hari ke 37 pasca persalinan.
3) Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke
7-14 pasca pesalinan.
4) Lochea alba
Cairan putih, setelah 2 minggu.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
91
5) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6) Lochiostasis
Lokia tidak lancar keluarnya.
(Mochtar, 2012; h.87).
c) Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks
agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir.
Bentuk
ini
disebabkan
oleh
corpus
uteri
yang
dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks berbentuk semacam cincin.
2) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini
tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina
kembali ke keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol.
3) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju.
Pada pot natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
92
sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum hamil.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan.
Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan
mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya
asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit
untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan
ini adalah terdapat spasme sfingter dan edema leher kandung kemih
sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin
dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urin dalam jumlah
besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post partum.
d. Perubahan Sistem Muskuloskeleta
Ligamen, fasia, dan difragma pelvis yang merenggang pada
waktu bersalin, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang
dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
e. Perubahan Sistem Endokrin
1) Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG
(Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
93
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum
dan sebagai sumber pemenuhan mamae pada hari ke-3 post
partum.
2) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang
tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu.
3) Hypotolamik pituitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi
oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat
anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
4) Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang
bermakna
sehingga
meningkat
dapat
aktifitas
prolaktin
mempengaruhi
yang
kelenjar
juga
mamae
sedang
dalam
menghasilkan ASI.
f.
Perubahan Tanda Vital
1) Tekanan darah
Tekanan
darah
biasanya
tidak
berubah.
Kemungkinan
tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena
ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat post partum
dapat menandakan terjadinya pre eklamsi post partum.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
94
2) Suhu
Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit
meningkat setelah melahirkan dan akan stabil dalam 24 jam
pertama pasca melahirkan.
3) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 x/menit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100 x/menit adalah abnormal dan hal
ini menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan debgan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan
akan mengikutinya, kecuali bila ada gangguan khusus pada
saluran pencernaan.
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 200-500 ml,
sedangkan pada persalinan SC, pengeluaran dua kali lipatnya.
Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar hematokrit.
h. Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan
plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada
hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun, tetapi darah akan mengental sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
95
4. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2009; h.87-89) Setelah melahirkan, ibu
mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan
adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Terdapat 3 periode yang
terjadi pada masa nifas, yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada
umumnya
pasif
dan
tergantung,
perhatiannya
tertuju
pada
kekhawatiran akan tubuhnya. Pengalaman saat melahirkan sering
diulang untuk diceritakan. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat
untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal
ini cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh sebab itu,
kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
b. Periode Taking Hold
Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum. Ibu
menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang
sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi. Pada masa
ini, ibu berusaha keras untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi,
misalnya menggendong, memandikan, memasang popok. Pada
periode ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan
bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan
teknik bimbingannya, jangan sampai menyinggung perasaan atau
membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ibu sangat sensitif.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
96
c. Periode letting Go
Pada periode ini terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini
sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan
oleh keluarga. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan
bayi dan harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang
sangat tergantung pada ibu.
5. Kunjungan Masa Nifas
Menurut Saifuddin ( 2009; h.123) menyebutkan bahwa paling sedikit
kunjungan nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir,
dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi:
a. Kunjungan pertama, 6-8 jam setelah persalinan
Tujuan
pada
kunjungan
pertama
ini
adalah
mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat
penyebab
lain
perdarahan:
rujuk
bila
perdarahan
berlanjut,
memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
untuk mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri,
pemberian ASI awal, melakukan hubungan antara ibu dan nayi baru
lahir, menjaga bayi tetap sehat dan cara mencegah hipotermia.
Apabila, petugas kesehatan menolong persalinan, bidan harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran,
atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
97
b. Kunjungan ke-dua, 6 hari setelah persalinan
Tujuan pada kunjungan ke-dua ini adalah memastikan involusi
uterus
berjalan
normal:
uterus
berkontraksi,
fundus
dibawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau; menilai
adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal;
memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat;
memastikan ibu menyusui dengan baik; memberikan konseling pada
ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat
dan merawat bayi sehari-hari.
c. Kunjungan ke-tiga, 2 minggu setelah persalinan
Tujuan pada kunjungan ke-tiga ini sama dengan kunjungan kedua yaitu memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau; menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,
atau perdarahan abnormal; memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat; memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat; memastikan ibu menyusui dengan
baik; memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
d. Kunjungan ke-empat, 6 minggu setelah persalinan
Tujuan pada kunjungan ke-empat adalah menanyakan pada
keluhan yang dirasakan ibu dan bayinya, memberikan konseling untuk
KB secara dini, membicarakan pemberian ASI dengan ibu dan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
98
memperhatikan apakah bayi sudah menyusu dengan baik belum,
menasihati ibu untuk memberikan ASI saja selama 6 bulan.
6. Penyulit dalam Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2009; h.173) dan Manuaba (2010; h.415)
menyebutkan bahwa komplikasi pada masa nifas jarang ditemukan
selama pasien mendapatkan asuhan yang berkualitas, mulai dari masa
kehamilan sampai dengan persalinannya. Berikut, penyulit dalam masa
nifas:
a. Perdarahan kala nifas sekunder
Perdarahan kala nifas sekunder adalah perdarahan yang terjadi
setelah 24 jam pertama. Penyebab utama terjadinya perdarahan kala
nifas sekunder adalah terdapatnya sisa plasenta atau selaput ketuban
(pada grandemultipara dan kelainan bentuk implantasi plasenta),
infeksi pada endometrium, dan sebagian kecil terjadi dalam bentuk
mioma uteribersamaan dengan kehamilan dan inversion uteri.
b. Infeksi kala nifas
Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat
genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan
meningkatnya suhu tubuh melebihi 38°C tanpa menghitung hari
pertama dan berturut-turut selama 2 hari.
c. Kelainan pada payudara
1) Bendungan ASI
Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI, tidak
dikosongkan seluruhnya. Keluhan yang muncil adalah mamae
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
99
bengkak, keras dan terasa panas sampai suhu badan meningkat.
Penanganannya dengan mengosongkan ASI dengan masase.
2) Mastitis dan Abses payudara
Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI merupakan permulaan di
kemungkinan infeksi payudara. Infeksi menimbulkan demam, nyeri
local pada payudara, terjadi pemadatan payudara, dan terjadi
perubahan warna kulit payudara. Infeksi payudara (mastitis) dapat
berkelanjutan menjadi abses dengan kriteria warna kulit menjadi
merah, terdapat rasa nyeri, dan pada pemeriksaan terdapat
pembengkakan, di bawah kulit teraba cairan, tindakan selanjutnya
dilakukan insisi agar pus dapat dikeluarkan untuk mempercepat
kesembuhan.
E. KELUARGA BERENCANA (KB)
1. Definisi
Menurut Sulistyawati (2011; h. 12), menyebutkan bahwa Keluarga
Berencana (KB) adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak
yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah
beberapa cara atau alternative untuk mencegah ataupun menunda
kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan
kehamilan dan perencanaan keluarga.
2. Tujuan Program KB
Menurut Sulistyawati (2011; h. 13), menyebutkan tujuan program KB
secara umumnya adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
100
kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang
dapat
memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Tujuan
lainnya
meliputi
pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga; memenuhi permintaan pelayanan
KB dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas, serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya
akan meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluargakeluarga kecil berkualitas.
3. Penapisan penggunaan KB
Menurut Affandi (2012; h. U-9), meyebutkan bahwa, tujuan utama
penapisan klien sebelum pemberian sutu metode kontrasepsi (misalnya:
Pil, suntik atau AKDR) berfungi untuk menentukan apakah ada :
a. Kahamilan
b. Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus
c. Masalah (misalnya: diabetes atau tekanan darah tinggi) yang
membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut.
Untuk sebagian besar klien, keadaan ini bisa diselesaikan dengan
cara anamnesis terarah, sehingga masalah utama dapat dikenali atau
kemungkinan hamil dapat disingkirkan. Sebagian besar cara kontrasepsi
bisa
digunakan
membutuhkan
kecuali
AKDR
pemeriksaan
fisik
dan
kontrasepsi
maupun
panggul.
mantap
tidak
Pemeriksaan
laboratorium untuk klien keluarga berencana atau klien baru umumnya
tidak diperlakukan, karena:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
101
1) Sebagian besar klien keluarga berencana berusia muda 16-35 tahun
dan umumnya sehat
2) Pada wanita masalah kesehatan reproduksi membutuhkan perhatian
(misalnya : kanker genetalia dan payudara) jarang didapat pada usia
sebelum 35 atau 40 tahun.
3) Pil kombinasi dosis rendah yang sekarng tersedia (berisi estrogen dan
progesteron) lebih baik dari pada produk sebelumnya karena efek
samping lebih sedikit dan jarang menimbulkan masalah medis
4) Pil progestin suntikkan dan susuk bebas dari efek yang berhubungan
dengan estrogen dan dosis progestin yang dikeluarkan per hari
bahkan lebih rendah dari pil kombinasi.
Tanyakan kepada klien hal-hal di bawah ini, bila semua jawaban
TIDAK.Klien bisa menggunakan KB yang diinginkan.
Tabel 2.8 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Non-Operatif
Metode Hormonal (pil kombinasi, pil progestin, suntikan
dan susuk)
Apakah hari pertama haid terahir 7 hari yang lalu atau
lebih
Apakah klien menyusui dan kurang dari 6 minggu
pascapersalinanan
Apakah mengalami perdarahan/perdarahan bercak
antara haid setelah senggama
Apakah pernah ikterus pada kulit atau mata
Apakah pernah nyeri kepala hebat atau gangguaan visual
Apakah pernah nyeri hebat pada betis, pada atau dada,
tungkai bengkak
Apakah pernah mengalami tekanan darah diatas 160/90
mmHg
Apakah ada masa atau benjolan pada payudara
Apakah anda sedang minum obat-oabatan anti kejang
YA
TIDAK
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
102
Metode Hormonal (pil kombinasi, pil progestin, suntikan
dan susuk)
AKDR (semua jenis pelepas tembaga dan progestin)
Apakah hari pertama haid terahir 7 hari yang lalu
Apakah klien mempunyai pasangan seks yang lain
Apakah pernah mengalami penyakit IMS
Apakah pernah mangalami penyakit radang panggul atau
kehamilan ektopik
Apakah pernah mengalami haid banyak (lebih dari 1-2
pembalut setiap 4 jam)
Apakah pernah mengalami hiad lama lebih dari 8 hari
Apakah pernah mengalami disminorhea
yang membutuhkan analgetika
Apakah pernah mengalami perdarahan atau bercak antara
haid atau setelah senggama
Apakah pernah mengalami penyakit jantung
YA
TIDAK
Sumber: Affandi (2012; h. U-10)
Penapisan metobe mantap (Tubektomi)
Penapisan yang dilakukan yaitu apakah keadaan umum klien baik,
tidak ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, ginjal, tekanan darah
<160/100 mmHg, berat badan 35-85 kg, riwayat SC (tanpa perlekatan)
riwayat radang panggul, kehamilan ektopik, apendiksitis dalam batas
normal, HB ≥8 gr% jika didapat tanda-tanda tersebut, tubektomi dapat
dilakukan dilakukan di fasiitas rawat jalan.
4. Ruang Lingkup KB
Menurut Sulistyawati (2011; h. 13), menyebutkan ruang lingkup
Program KB mencakup sebagai berikut:
a. Ibu
Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran. Manfaat yang
diperoleh adalah: tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam
jangka waktu yang terlalu pendek, meningkatkan kesehatan mental
dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk
mengasuh anak dan beristirahat yang cukup.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
103
b. Suami
Dengan memberikan kesempatan suami agar dapat melakukan
memperbaiki kesehatan fisik, mengurangi beban ekonomi keluarga
yang ditanggungnya.
c. Seluruh Keluarga
Dilaksanakannya program KB dapat meningkatkan kesehatan fisik,
mental dan social setiap anggota keluarga, dan bagi anak dapat
memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta
kasih sayang orang tuanya.
5. Jenis dan Waktu yang tepat untuk ber-KB
Tabel 2.9 Jenis dan waktu yang tepat untuk ber-KB
Waktu
Jenis KB
Postpartum
KB suntik
Norplant (KB susuk)/ Implanon
AKDR
PIL KB hanya progesteron
Kontap
Metode sederhana
Postmentrual Regulation
KB suntik
Pasca Abortus
KB susuk atau Implanon
Saat Menstruasi
AKDR
Masa Interval
KB suntik
KB susuk atau Implanon
AKDR
Metode Sederhana
Post-Koitus
KB darurat
Sumber: Manuaba, 2010; h.592
6. Macam-macam KB
a. Alat kontrasepsi non hormonal menurut Affandi, (2012; h.MK-1):
1) Metode amenorea laktasi (MAL)
a) Pengertian
Metode amenorea laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang
mengandalkan pemberian air susu ibu secara eksklusif,
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
104
artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau
minuman apapun lainnya.
b) Keuntungan kontrasepsi
(1) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan
pasca persalinan)
(2) Segera efektif
(3) Tidak mengganggu senggama
(4) Tidak ada efek samping secara sistemik
(5) Tidak perlu pengawasan medis
(6) Tidak perlu obat atau alat
(7) Tanpa biaya
c) Keuntungan non kontrasepsi
(1) Untuk bayi
(a) Mendapat kekebalan pasif (mendapatkan antibody
perlindungan lewat ASI
(b) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk
tumbuh kembang bayi yang optimal
(c) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari
air susu atau formula, atau alat minum yang dipakai
(2) Untuk ibu
(a) Mengurangi perdarahan pasca persalinan
(b) Mengurangi resiko anemia
(c) Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
105
d) Keterbatasan
(1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera
menyusui dalam 30 menit pasca persalinan
(2) Mungkin sulit dilksanakan karena kondisi sosial
(3) Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau
sampai dengan 6 bulan
(4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis
B/HBV dan HIV/AIDS
2) Senggama terputus
a) Definisi senggama terputus
Senggama terputus adalah metode keluarga berencana
tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis)
dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
b) Manfaat kontrasepsi
(1) Efektif bila dilaksanakan dengan benar
(2) Tidak mengganggu produksi ASI
(3) Dapat digunakan sebagai pendukung metode Kb lainnya
(4) Tidak ada efek samping
(5) Dapat digunakan setiap waktu
(6) Tidak membutuhkan biaya
c) Manfaat non kontrasepsi
(1) Meningkatkan
keterlibatan
suami
dalam
keluarga
berencana
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
106
(2) Untuk pasangan memungkinkan hubungan lebih dekat dan
pengertian yang sangat dalam
d) Keterbatasan
(1) Efektivitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan
untuk
melakukan
senggama
terputus
setiap
melaksanakannya (angka kegagalan 4-27 kehamilan per
100 perempuan per tahun)
(2) Efektivitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24
jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis
(3) Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual
3) Kondom
a) Definisi kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat
dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastic (vinil),
atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis
saat berhubungan seksual.
b) Manfaat kontrasepsi
(1) Efektif bila digunakan dengan benar
(2) Tidak mengganggu produksi ASI
(3) Tidak mengganggu kesehatan klien
(4) Tidak mempunyai pengaruh sistemik
(5) Murah dan dapat dibeli secara umum
(6) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan
khusus
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
107
(7) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi
lainnya harus ditunda
c) Manfaat nonkontrasepsi
(1) Memberi dorongan kepada suami untuk ikut ber-Kb
(2) Dapat mencegah penularan IMS
(3) Mencegah ejakulasi dini
(4) Membantu
mencegah
terjadinya
kanker
serviks
(mmengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada
serviks)
(5) Saling berinteraksi sesama pasangan
(6) Mencegah imuno infertilitas
d) Keterbatasan
(1) Efektivitas tidak terlalu tinggi
(2) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan
kontrasepsi
(3) Agak
mengganggu
hubungan
seksual
(mengurangi
sentuhan langsung)
(4) Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk
mempertahankan ereksi
(5) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual
(6) Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat
umum
(7) Pembuangan
kondom
bekas
mungkin
menimbulkan
masalah dalam hal limbah
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
108
b. Alat kontrasepsi hormonal menurut Affandi, (2012; h.MK-30):
1) Pil kombinasi
a) Manfaat pil kombinasi
(1) Memiliki efektivitas yang tinggi (hampir menyerupai
efektivitas tubektomi), bila digunakan setiap hari (1
kehamilan per 1000 perempuan dalam tahun pertama
penggunaan).
(2) Resiko terhadap kesehatan sangat kecil
(3) Tidak mengganggu hubungan seksual
(4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid
berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid
(5) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan
masih
ingin
menggunakannya
untuk
mecegah
kehamilan
b) Keterbatasan
(1) Mahal
dan
membosankan
karena
harus
menggunakannya setiap hari
(2) Mual, terutama pada 3 bulan pertama
(3) Pusing, nyeri payudara, berat badan naik sedikit
(4) Tidak mencegah IMS
2) Suntikan kombinasi
Jenis
suntikan
kombinasi
adalah
25
mg
Depo
Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang
diberikan injeksi IM. Sebulan sekali (Cyclofem) dan 50 mg
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
109
Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang diberikan
injeksi IM sebulan sekali.
a) Keuntungan kontrasepsi
(1) Resiko terhadap kesehatan kecil
(2) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
(3) Jangka panjang
(4) Efek samping sangat kecil
b) Keuntungan non kontrasepsi
(1) Mengurangi jumlah perdarahan
(2) Mengurangi nyeri saat haid
(3) Mencegah anemia
(4) Mencegah kehamilan ektopik
c) Kerugian
(1) Terjadi perubahan pada pola haid
(2) Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan
(3) Penambahan berat badan
(4) Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan
3) Implant
a) Definisi
Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif,
tidak
permanen
dan
dapat
mencegah
terjadinya
kehamilan antara tiga hingga lima tahun.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
110
b) Mekanisme kerja
Implant mencegah terjadinya kehamilan melalui berbagai
cara. Seperti kontrasepsi progestin pada umumnya,
mekanisme utamanya adalah menebalkan mucus serviks
sehingga tidak dapat dilewati oleh sperma.
4) AKDR dengan progestin
Jenis AKDR yang mengandung hormone steroid adalah
prigestase yang mengandung progesterone dari mirena yang
mengandung levonogestrel.
a) Cara kerja
(1) Endometrium mengalami transformasi yang ireguler,
epitel atrofi sehingga mengganggu implantasi.
(2) Mencegah terjadinya pembuahan dengan mengeblok
bersatunya ovum dengan sperma.
(3) Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopii.
(4) Menginaktifkan sperma.
(b) Keuntungan kontrasepsi
(1) Efektif dengan proteksi jangka panjang (satu tangan)
(2) Tidak mengganggu hubungan suami istri
(3) Tidak berpengaruh terhadap ASI
(4) Kesuburan segera kembali sesudah AKDR diangkat
(5) Efek sampingnya sangat kecil
(c) Keuntungan non kontrasepsi
(1) Mengurangi nyeri haid
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
111
(2) Dapat diberikan pada usia perimenopause
(3) Mengurangi jumlah darah haid
(4) Sebagai pengobatan alternative pengganti operasi
pada perdarahan uterus
(d) Keterbatasan
(1) Diperlukan pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi
genetalia sebelum pemasangan AKDR
(2) Mahal
(3) Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi
amenorea
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma lakilaki mencapai dan membuahi sel telur wanita (fertilisasi), atau mencegah
telur yang sudah dibuahi untuk berimplementasi dan berkembang di
dalam rahim. Kontrasepsi dapat bersifat reversible adalah metode
kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama dalam
mengembalikan kesuburan atau kemampuan memiliki anak. Metode
kontrasepsi permanen atau sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang
tidak dapat mengembalikan kesuburan dan melibatkan tindakan operasi
(Affandi, 2012; h.U-11).
Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektifitas,
keamanan, frekuensi pemakaian, efek samping, serta kemampuan dan
kemauan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain
hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta
peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut,
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
112
faktor lainnya adalah frekuensi dalam melakukan hubungan seksual
(Affandi, 2012; h.U-9).
7. Strategi, Pendekatan, dan Cara Operasional Program Pelayanan KB
Menurut Sulistyawati, 2011; h.15, mengemukakan strategi, pendekatan,
dan cara operasional program pelayanan KB, yakni:
a. Dalam pelayanan kontrasepsi, diambil kebijaksanaan sebagai berikut:
1) Perluasan
jangkauan
pelayanan
kontrasepsi
dengan
cara
menyediakan sarana yang bermutu dalam jumlah yang mencukupi
dan merata.
2) Pembinaan mutu pelayanan kontrasepsi dan pengayoman medis.
3) Pelembagaan pelayanan kontrasepsi mandiri oleh masyarakat
dan pelembagaan keluarga kecil sejahtera.
b. Dalam hal strategi pelayanan kontrasepsi dibantu pokok-pokok
sebagai berikut:
1) Menggunakan pola pelayanan kontrasepsi rsional sebagai pola
pelayanan kontrasepsi kepada masyarakat, berdasarkan kurun
reproduksi sehat.
2) Pada usia dibawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilan
dengan menggunakan: pil KB, AKDR, kontrasepsi suntik, susuk,
kondom, atau intravagina. Pada usia 20-30 tahun dianjurkan untuk
menjarangkan kehamilan. Cara kontrasepsi yang dianjurkan
adalah AKDR, implant, kontrasepsi suntik, pil mini, pil KB,
kondom, atau intravagina. Sesudah usia 30 tahun atau pada fase
mengakhiri kesuburan, dianjurkan memakai kontrasepsi mantap,
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
113
AKDR, implant, kontrasepsi suntik, pil KB, kondom atau
intravagina.
3) Menyediakan sarana dan alat kontrasepsi yang bermutu dalam
jumlah yang cukup dan merata.
4) Meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi
5) Menumbuhkan
kemandirian
masyarakat
dalam
mendaptkan
pelayanan kontrasepsi maupun dalam mengelola pelayanan
kontrasepsi.
c. Untuk mencapai sukses yang diharapkan, maka ditempuh strategi 3
dimensi yaitu:
1) Perluasan jangkauan
Semua jajaran pembangunan diajak berperan serta dalam ikut
menangani program KB dan mengajak PUS yang potensialuntuk
menjadi akseptor KB.
2) Pembinaan
Organisasi yang sudah mulai ikut serta menangani program diajak
berperan
serta
mendalami
lebih
terinci,
dan
mulai
memperkenalkan mengenai program-program pos KB, posyandu,
dan pembinaan anak-anak.
3) Pelembagaan dan pembudayaan
Tahapan awal KB mandiri yaitu masyarakat akan mencapai suatu
tingkat kesadaran.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
114
II.
TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN
A. Definisi
Menurut Hidayat (2010; h.113) dan Sulistyawati (2009; h.109),
mengemukakan bahwa:
1. Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien
yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan
ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi baru lahir dan keluarga
berencana.
2. Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai
dari
pengkajian,
analisis
data,
diagnose
kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
B. Langkah-langkah Manajemen kebidanan
Menurut Hidayat (2010; h.114) dan Sulistyawati (2009; h.110),
mengemukakan bahwa proses manajemen terdiri dari 7 langkah, yaitu:
1. Langkah I (pertama): Pengumpulan data dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan mementukan
langkah
berikutnya.
Mengumpulkan
data
adalah
menghimpun
informasi tentang klien/orang yang meminta asuhan. Kegiatan
pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara
terus menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung.
Tekhnik pengumpulan data ada tiga, yaitu: observasi, wawancara,
dan pemeriksaan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
115
2. Langkah II (kedua): Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien
berdasarkan
interpretasi
yang
benar
atas
data-data
yang
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan
sehinggan ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnose atau masalah
potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau
diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, dengan mengamati klien,
bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial
ini benar-benar terjadi.
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Beberapa menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu
bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data
menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara
menunggu instruksi dokter. Hal ini memerlukan konsultasi dengan tim
kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
116
menentukan
asuhan
pasien
yang
paling
tepat.
Langkah
ini
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
5. Langkah
V
(kelima):
Merencanakan
asuhan
yang
komprehensif/menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
dientukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar
yang tidak lengkap dilengkapi.
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah direncanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan
lainnya.
7. Langkah VII (ketujuh): Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan
apakah
benar-benar
telah
terpenuhi
sesuai
dengan
kebutuhan yang telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa.
C. Pendokumentasian asuhan kebidanan dengan cara SOAP
Menurut
(Mangkuji,
2012;
h.
8),
menyebutkan
bahwa
pendokumentasian asuhan kebidanan dengan cara SOAP, adalah:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
117
1. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan pengelolaan informasi
yang sistematis yang mengatur penemuan dan konklusi kita menjadi
suatu rencana asuhan.
2. Metode ini merupakan inti sari dari proses penatalaksanaan
kebidanan guna menyusun dokumentasi asuhan.
3. SOAP merupakan urutan langkah yang dapat membantu kita
mengatur pola pikir kita dan memberikan asuhan yang menyeluruh,
yang terdiri dari:
a. Subjektif
1. Pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis.
2. Berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien
(ekspresi mengenai kekhawatiran dan keluhannya).
3. Pada orang yang bisu, dibelakang data diberi tanda “O” atau
“X”
b. Objektif
1. Pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
2. Hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic
lain
3. Informasi dari keluarga atau orang
c. Assessment
1. Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan
data) data subjektif dan objektif
2. Diagnosis atau masalah
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
118
3. Diagnosis atau masalah potensial
4. tindakan segera
d. Planning
1. Pendokumentasian tindakan (I) dan evaluasi (E), meliputi:
asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnostik atau laboratorium,
konseling, dan tindak lanjut (follow up)
III.
LANDASAN HUKUM
Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan
perhatian yang paling utama bagi bidan. Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan prakateknya
(Sofyan, 2009; h. 145).
A. Landasan hukum kewenangan bidan
Landasan hukum kewenangan bidan diatur dalam Peraturan Mentri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No
1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN
Pasal 9
Bidan
dalam
mengijinkan
praktek
berwenang
untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu
2. Pelayanan kesehatan anak
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan Kb
Pasal 10
1. Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra
hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan ibu meliputi:
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
119
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b. Pelayanan pada masa antenatal pada hamil normal
c. Pelayanan persalinan normal
d. Pelayanan ibu nifas normal
e. Pelayanan ibu menyusui
f.
Pasal 11
Pelayanan konseling antara 2 kehamilan
1. Pelayanan kesehatan anak yang dimaksud diberikan
pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah
2. Bidan
dalam
memberikan
pelayanan
kesehatan
berwenang untuk
a. Melakukan asuhan BBL normal termasuk resusitasi,
pencegahan
hipotermi,
IMD,
injeksi
vit.
K1,
perawatan BBL pada masa neonatal (0-28 hari) dan
perawatan tali pusat
b. Penanganan hipotermi pada BBL dan segera rujuk.
c. Penanganan gadar dan dilanjutkan merujuk
d. Penanganan
imunisasi
rutin
sesuai
program
pemerintah
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan
pra sekolah
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan
g. Pemberian surat keterangan kelahiran
h. Pemberian surat keterangan kematian
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
120
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan Kb berwenang untuk:
1. Memberikan
penyuluhan
dan
konseling
kesehatan
reproduksi perempuan dan Kb
2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
Pasal 13
Setelah kewenangan sebagaimana pasal 10, 11, 12, bidan
yang
menjalankan
program
pemerintah
berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
1. Pemberian
alat
kontrasepsi
suntikan,
AKDR
dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus
penyakit kronis tertentu dilakukan supervise dokter
3. Penanganan bayi dan anak balita sesuai pedoman yang
ditetapkan
4. Melakukan pembinaaan PSM di bidang kesehatan ibu
dan anak usia sekolah dan remaja dan penyehatan
lingkungan
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak
pra sekolah, dan anak sekolah
6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap IMS termasuk pemberian kondom
dan penyuluhan lainnya
8. Pencegahan penyalahgunaan NAPZA melalui informasi
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
121
dan edukasi
9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
pemerintah
Pasal 20
1. Dalam melaksanakan tugas bidan wajib melakukan
pencatatan dan pelaporan.
2. Pelaporan dimaksud ditujukan ke puskesmas wilayah
tempat praktek.
3. Dikecualikan untuk bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan
B. Standar Kompetensi Bidan
Standar kompetensi bidan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor:369/MENKES/SK/III/2007
Kompetensi ke 1
Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan
keterampilan dan ilmu-ilmu sosial, kesehatan
masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan
budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan
keluarganya.
Kompetensi ke 2
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap
budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat
dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan
keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan
dan kesiapan menjadi orang tua.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
122
Kompetensi ke 3
Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu
tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama
kehamilan
yang
meliputi:
deteksi
dini,
pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
Kompetensi ke 4
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
tanggap terhadap kebudayaan setempat selama
persalinan, memimpin selama persalinan yang
bersih
dan
aman,
menangani
situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
Kompetensi ke 5
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan
menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap
terhadap budaya setempat.
Kompetensi ke 6
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai
dengan 1 bulan.
Kompetensi ke 7
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komprehensif pada bayi dan balita sehat (1
bulan–5 bulan).
Kompetensi ke 8
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi
dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
Kompetensi ke 9
Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita
atau ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Hartanti, Kebidanan DIII UMP, 2016
Download