BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI Tindakan ekstubasi sama halnya dengan tindakan intubasi akan mengakibatkan stimulasi nervus yang melewati rongga mulut, oropharynx ataupun larynx. 2.1.1 Inervasi rongga mulut Seluruh otot lidah dipersarafi Nervus XII ( Hypoglossal ) kecuali pada otot palatoglossus yang diinervasi pleksuspharyngeal. N.Glossopharygeus menginervasi sensasi umum pada lidah. Sedangkan bagian posterior lidah disarafi oleh cabang dari N.Laryngeal Interna. 2.1.2 Inervasi Pharynx Pharynx disarafi oleh Plexus pharyngeal yang terdiri atas : 1. Nervus Pharyngeal yang merupakan cabang N.Vagus yang membawa Nervus Kranialis Assesorius. 2. Nervus Pharyngeal cabang dari N.Glossopharyngeal. 3. Nervus Pharyngeal cabang dari Ganglion servikalis ( yang mensarafi simpatetik ) Serabut motorik berasal dari N. Kranialis Assesorius yang merupakan cabang N.Vagus. Nervus ini mensarafi seluruh otot-otot pharynx kecuali otot stylopharyngeus yang diinervasi N.Glossopharyngeal. Constrictor inferior menerima suplai tambahan dari nervus eksternal dan recurrent laryngeal. Plexus ini juga mensarafi seluruh otot palatum lunak, kecuali tensor palatum yang disarafi nervus mandibular. Serabut sensorik dari pharynx kebanyakan berasal dari N.Glossopharyngeal dan sebagian berjalan melalui N.Vagus. Walaupun nasopharynx disuplai oleh N.maxillaris, 6 Universitas Sumatera Utara palatum lunak serta tonsil disarafi lebih sedikit oleh N.Palatina dan N.Glossopharyngeus. Sensasi rasa berasal dari area vallecula dan epiglottis diteruskan melalui cabang laryngeal N.Vagus. Jaras sekretomotor parasimpatis dari pharyng berasal dari N.Petrosal ( N.VII ) ke arah cabang dari ganglion pterygopalatine.24 Gambar 2.1-1. Kartilago dan Ligamen dari Larynx 2.1.3 Persarafan Laryng Membran mukosa laryng menerima suplai dari N.laryngel Superior dan N.Recurrent Laryngeal. Nervus larigeal superior berjalan ke bawah ke dinding lateral dari faring menuju ke belakang ke arah arteri carotid interna dan pada tingkat puncak tulang hyoid terbagi atas cabang internal dan eksternal. Pada cabang laryngeal internal sebagian sensori motor terdapat pada motor otot aritenoid, glottis valikula dan vestibula laring, lipatan ariepiglotis serta membrane mukosa bagian posterior rima glottis. Cabang laryngeal eksternal terdapat serabut motorik yang mensarafi otot krikotiroid. 24 7 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1-2. Tampak laring via laringoskopi Nervus laryngeal rekuren bersama dengan cabang arteri tiroid inferior merupakan bagian dari serabut sensorik, yang menyuplai membran mukosa laring di bawah pita suara. Pensarafan ini meliputi seluruh otot laring kecuali krikotiroid dan sebagian kecil otot aritenoid.24 Gambar 2.1-3. Otot intrinsik dan persarafan dari larynx 8 Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Pensarafan dari trakea Serabut saraf laryngeal vagus ( rekuren ) dan jaras simpatik mensuplai trakea. Serabut parasimpatik eferen berasal dari bagian nucleus dorsal nervus vagus ke arah cabang laryngeal rekuren untuk menyuplai impuls motor ke otot polos trakea. Serabut eferen lainnya menyampaikan sinyal sekresi menuju ke kelenjar-kelenjar di sepanjang trakea. Jaras simpatetik vasokonstriktor berjalan sepanjang arteri tiroid inferior dan cabang-cabangnya banyak terdapat di trakea dengan terdapatnya badan sel pada ganglion servikal medial.25 Gambar 2.1-4. Persarafan Laryng 2.2 2.2.1 FISIOLOGI Respon Hemodinamik Laringoskopi dan Ekstubasi Endotrakeal Laringoskopi dan intubasi endotrakeal menimbulkan peningkatan refleks denyut jantung dan tekanan darah serta konsentrasi katekolamin. 9 Universitas Sumatera Utara Stimulasi mekanik pada jalan nafas akan menyebabkan peningkatan aktivitas sistem saraf pada jaras eferen simpatetik servikal (Tomori dan Widdicombe 1969). Respon yang dominan adalah peningkatan laju nadi dan peningkatan tekanan darah; yang selanjutnya akan meningkatkan cardiac output dan meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah dan berhubungan erat dengan peningkatan tekanan vena sentral. Rangsangan mekanik pada ke empat area saluran nafas, hidung, epifaring, laryngeal dan percabangan trakeobronkial merangsang respon refleks kardiovaskular yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas neuronal di serabut eferen simpatetik servikal. Respon hemodinamik ini sering terjadi selama terjadi perangsangan epifaring dan percabangan trakeobronkial. Aksi vagolitik dari obat yang digunakan saat induksi berperan juga pada peningkatan konsentrasi noradrenalin dan adrenalin plasma yang nyata sebagai respon terhadap intubasi seperti yang dikemukakan oleh Russell pada tahun 1981. 2.2.2 Perubahan EKG Perubahan EKG terutama teramati pada pasien hipertensi dibandingkan pasien normotensi atau pasien hipertensi yang telah terobati. Dapat terjadi mulai dari sinus takikardi, atrial dan ventricular ekstra sistol, ritme nodus A-V, heart block, depresi segmen ST atau T, pemanjangan atau pemendekan interval PR, penurunan voltase QRS, serta pemendekan atau pemanjangan interval QT. Hasil dari denyut jantung dan tekanan darah sistolik dikenal sebagai product rate preassure ( RPP ). Terdapat korelasi yang erat antara RPP dengan konsumsi oksigen miokard dan gejala iskemia. Pada pasien yang sadar didapati RPP yang konstan saat terjadinya angina pectoris. Denyut jantung lebih penting karena peningkatan denyut jantung akan menurunkan waktu diastolik untuk aliran darah koroner, di mana kebutuhan peningkatan oksigen miokard menghasilkan peningkatan tekanan darah sistolik mengimbangi peningkatan perfusi melalui arteri koronaria yang mengalami sklerosis. 10 Universitas Sumatera Utara Sistem saraf simpatetik menghasilkan sebuah unit lengkap yang dikenal sebagai pelepasan massa. Hasilnya akan terjadi sekumpulan reaksi pada tubuh yang dikenal sebagai stress response. Distribusi simpatetik di kepala dan leher, yang menjembatani vasomotor pupil dilator, fungsi sekretori dan pilomotor, berasal dari tiga pasang ganglion simpatetik servikal. Saraf simpatetik menyuplai udara dari superior, medial dan inferior ganglion servikal. Sangat penting untuk menyadari bahwa serabut simpatetik tidak memerlukan sinaps di ganglion tempat mereka berasal tetapi berjalan ke atas dan bawah ipsilateral ganglion dari medulla spinalis. Selanjutnya respon simpatetik tidak terbatas pada segmen di mana stimulus berasal. Pola penyebaran ini mengikuti respon yang tidak dapat dibayangkan sesuai dengan penyebaran keluarnya respon pada sistem simpatetik antara lain: • Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal superior yang berasal dari sel-sel anterolateral C7-T2/T3 • Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal medial • yang berasal dari T1-T2+T4 • Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal inferior yang berasl dari T1-T5 2.2.3 Fisiologi reseptor-β Katekolamin menghasilkan aksinya melalui gabungan langsung reseptor yang terdapat pada permukaan membrane sel. Reseptor adrenergic terletak di permukaan sel. Sebagai pedoman umum, reseptor beta adrenergic (1 dan 2) melalui perangsangan protein G menghasilkan enzim membran plasma, adenil siklase. Hal ini menimbulkan peningkatan adar siklik AMP intrasel. cAMP berperan di dalam sel perubahan fungsi seluler melalui perangsangan terhadap protein kinase. Protein kinase menimbulkan fosforilasi sejumlah enzim protein tertentu, mengakibatkan aktivasi sejumlah efek yang berperan pada perangsangan reseptor β. 11 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2-1. β reseptor, target jaringan, respon, agonis dan antagonis Reseptor β1 Jaringan Jantung Respon Peningkatan kecepatan kontraktilitas konduksi Molekular Aktivasi adenil siklase dan Agonis Epinefrin Norepinefrin Isoproterenol Dobutamin β2 Jaringan Lemk Lipolisis Aktivasi adenil siklase Epinefrin Isoproterenol Salbutamol Metaprotenol Terutalin soretrenol Antagonis Practolol Metoprolol Atenolol Propanolol Alprenolol Esmolol Propanolol Butoxamine Alprenolol Hepar Glikogenesis Glukogenesis Otot Pelepasan Rangka laktat Glikogenolisis Otot polos Relaksasi bronkus, uterus, detrusor GI limpa, kapsul endokrin, dan kelenjar saliva 2.2.4 Efek dari blokade Reseptor Beta Obat-obat ini tidak menghasilkan efek yang nyata pada jantung normal dalam keadaan istirahat. Bagaimanapun saat terjadi peningkatan tonus simpatetik, blokade reseptor β di jantung mencegah peningkatan denyut jantung, cardiac output dan stroke volume. Otomatisasi tertekan dan konduksi atrioventrikular (AV) melambat. Respon 12 Universitas Sumatera Utara pembebanan jantung dan situasi lain di mana tonus simpatetik meningkat menjadi menurun. Obat ini biasanya menghasilkan penurunan oksigen miokardium dan meningkatkan toleransi latihan pembebanan pada pasien dengan angina. Penghambat β mungkin menurunkan tekanan darah melalui aksinya pada jantung dan penurunan cardiac output. Mereka menurunkan aktivitas renin plasma dan memiliki aksi hipotensi sentral. Penghambat reseptor β menempati bronkus dan bronkiolus menimbulkan peningkatan ketika digunakan stahanan aliran udara, yang akan berbahaya pada pasien asma. Efek lainnya meliputi pencegahan dari adrenalin perangsang glikogenolisis pada otot rangka dan menghambat pelepasan asam lemak dari jaringan lemak. 2.2.5 Aksi Stabilisasi Membran Propanolol dan beberapa penghambat β memiliki efek depresi langsung seperti efek quinidin pada jantung. 2.2.6 Aksi Simpatomimetik Intinsik Beberapa penghambat β memiliki aktivitas perangsangan reseptor ( sifat agonis parsial ). Pindolol dan oxprenolol memiliki aktivitas agonis parsial. 2.2.7 Efek pada Sistem Saraf Pusat Propanolol larut lipofilik bersiap melewati blood brain barrier. Hal ini menimbulkan perubahan emosional. Sejumlah blockade-S berbeda kemampuan melewati blood brain barrier dan efeknya pada SSP. 2.2.8 Efek Metabolik Blokade mampu mengubah metabolism karbohidrat dan lemak. 13 Universitas Sumatera Utara 2.2.9 Tekanan Intra Okular Penghambat-β ketika digunakan secara topikal atau per-oral diketahui mampu menurunkan tekanan intra ocular. 2.3 LIDOKAIN Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amide. Di sintesa pertama sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya Bengt Lundqvist melakukan ekperimen pertama sekali tahun 1948. Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik ( biasanya merupakan suatu cincin aromatik ) yang dihubungkan suatu rantai perantara ( jenis amida ) dengan suatu gugus yang mudah mengion ( amine tersier ). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil. Di dalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa nya dan Ph cairan tubuh, sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch.26 2.3.1 Rumus Bangun Lidokain Gambar 2.3-1. Rumus bangun Lidokain 2.3.2 Famakokinetik Lidokain efektif bila diberikan secara intra vena. Pada pemberian intra vena mula kerja 45-90 detik. Kadar Puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dan waktu 14 Universitas Sumatera Utara paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme dihepar menjadi monoethylglcinexcylidide melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan hydrolysis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80 % dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas antidisritmia 10 %. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75 % dalam bentuk 4-hydroxy2,6-dimethylaniline. Lidokain dalam plasma 50 % terikat oleh albumin. Ada dua pendapat kerja lidokain sebagai analgesi, meskipun efek analgesi ini tidak jelas. Mekanisme lidokain sebagai analgesik menghambat suatu enzyme yang mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor. lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion natrium dan blokade yang bersifat reversible sepanjang konduksi axon peripheral dari serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton 1997 dengan tujuan target analgesik pada spinal cord dorsal horn27. Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf ( blockade konduksi ) dengan menghambat perjalanan ion sodium ( Na+ ) melalui saluran ion selektif Na+dalam membran saraf ( butterworth dan stricharrtz 1990 ). Saluran Na sendiri merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruhan permeabilitas Na+. Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na+, memperlambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan. Saluran Na+ ada dalam keadaan diaktivasi-terbuka, tidak diaktivasi tertutup dan istirahat- tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat, saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan tidak diaktivasi-tertutup. Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam 15 Universitas Sumatera Utara konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahattertutup dan diaktivasi-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup tidak permeable terhadap Na+ sehingga konduksi impuls saraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan eksternalnya mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup27-28. 2.3.3 MEKANISME KERJA ANESTESI LOKAL Bila konsentrasi yang meningkat dari suatu anestesi lokal diterapkan pada suatu Gambar 2.3-2. Mekanisme kerja anestesi lokal serabut saraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun , amplitude potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek progresif ini diakibatkan oleh adanya ikatan antara anestetik lokal dengan saluran ion natrium yang semangkin menigkat. Pada setiap saluran ion, ikatan menghasilkan penghambatan arus ion Na. Apabila arus ion Na dihambat disepanjang serabut saraf maka impuls yang melewati daerah yang dihambat tidak terjadi. Pada 16 Universitas Sumatera Utara dosis minimum yang diperlukam untuk menghambat impuls, potensial aksi tidak dipengaruhi secara berarti. 2.3.4 Toksisitas Lidokain 2.3.4.1 Efek terhadap Jantung Pada kardiovaskular lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter efektif dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara bermakna, tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik jaringan aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga lidokain sangat efektif untuk menekan aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap aritmia yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium). Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma+ obat anestesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na jantung. Pada konsentrasi rendah obat anestesi lokal, efek pada saluran Na+ ini mungkin memperbesar sifat antidisritmia jantung dari obat-obat anestesi ini. Tetapi jika konsentrasi plasma obat anestesi lokal berlebihan, saluran Na+ jantung cukup dihambat sehingga konduksi Memperlambatnya dan impuls automatisasi kardiak menjadi melalui di depresi jantung yang dan merugikan. ditunjukan dengan pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas, automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung .26-30 Dosis intra vena 2-4 mg/kgbb terhadap kontraktilitas jantung pada manusia minimal. 2.3.4.2 Efek terhadap SSP Gejala awal dari komplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi, disorientasi, euphoria, pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain menembus sawar darah otak timbul gejala seperti vertigo, tinnitus, twictching otot dan 17 Universitas Sumatera Utara jika konsentrasi plasma melebihi dari >5µgr/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat penting untuk mencegah hypoxemia Gambar 2.3-3. Hubungan tanda dan gejala anestesi lokal dengan konsentrasi plasma lidokain Dalam mencegah nyeri Lidokain mempunyai dua mekanisme di peripheral dan sentral nervus system. Di peripheral Lidokain menginhibisi transduksi neural, inhibisi migrasi leukosit, menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan menekan albumin extravassasi, sementara di sentral memblok aktivasi neural di dorsal horn, kemudian memodulasi pelepasan neurotransmitter excitatory. Lidokain sebagai analgetik selain inhibisi sodium chanel juga blok N-Methyl-D-Aspartat (NMDA).31 2.4 FENTANIL Fentanil adalah sebuah phenylpiperidine yang merupakan sebuah derifat opioid agonis sintetik yang strukturnya sesuai dengan meperidine. Sebagai analgesik, fentanil lebih poten 75-125 kali dari morfin. Opioid agonis menghasilkan analgesia melalui ikatannya dengan reseptor spesifik yang terdapat di otak dan medulla spinalis dan terlibat dalam transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat beberapa kategori reseptor opioid antara lain reseptor mu (µ), delta (δ), dan kappa (κ) 32-33 18 Gambar 2.4-1. Agonis Opioid Sintetik Universitas Sumatera Utara 2.4.1 Farmakokinetik Fentanil yang diberikan dosis tunggal intravena memiliki onset yang lebih cepat dan masa kerja obat yang lebih pendek dari pada morfin. Meskipun secara klinis fentanil mempunyai onset yang cepat, terdapat perbedaan waktu antara puncak konsentrasi fentanil di plasma dan puncak penurunan gelombang pada EEG. Efek fentanil yang diberikan via darah terhadap otak membutuhkan waktu sekitar 6,4 menit. Potensi yang lebih besar dan onset yang lebih cepat merupakan wujud kelarutan lemak yang lebih besar dari fentanil terhadap morfin, dalam hal fasilitasi hantaran obat melewati barier sawar darah otak. Demikian juga, lama kerja obat yang singkat dari pemberian fentanil dosis tunggal merefleksikan redistribusi yang cepat pada jaringan tempat obat ini tidak aktif seperti pada jaringan lemak dan otot-otot rangka. Hal ini berhubungan dengan penurunan konsentrasi obat di plasma. Pada paru juga merupakan tempat penyimpanan obat inaktif sekitar 75% dari fentanil yang diberikan, sebagai akibat ambilan first fast jaringan paru. Ketika pemberian fentanil intravena secara multiple atau saat pemberian obat melalui infus kontiniu dapat terjadi penurunan konsentrasi obat inaktif pada jaringan paru. Singkatnya, konsentrasi fentanil di plasma tidak akan menurun dengan cepat dan kerjanya sebagai analgetik sama halnya dengan depresi dari ventilasi yang dapat terjadi lebih lama. Pada operasi bypass jantung dapat menyebabkan efek fentanil yang menurun yang disebabkan oleh hemodilusi, hipotermi dan aliran darah yang tidak fisiologis, serta respon inflamasi sistemik akibat operasi bypass jantung yang dilakukan. 19 Universitas Sumatera Utara Tanggapan kardiovaskular diatur oleh batang otak di daerah nucleus solitaries, nucleus dorsal vagal, nucleus ambigus, dan nucleus parabrachial. Reseptor opioid banyak terdapat di daerah nucleus solitaries dan parabrachial, terutama reseptor u, sehingga bila diberikan agonis akan menyebabkan hipotensi dan bradikardi. Selain itu juga terdapat mekanisme analgesia yang dimiliki oleh daerah ventrolateral periaqueductal gray. Reseptor yang terdapat pada jalur hipotalamus-pituitary-adrenal- yang dimodulasi oleh opioid juga berperan pada stress response.34 2.4.2 Metabolisme Fentanil kebanyakan di metabolisme oleh N-demethylation yang menghasilkan norfentanil, hidroxyproprionil-fentanil dan hidroxyproprionil-norfentanil. Norfentanil secara struktur sama dengan normoferidine dan prinsip metaboliknya sama pada manusia. Fentanil diekskresikan oleh ginjal dan didapati pada urin dalam waktu 72 jam setelah pemberian fentanil intravena dosis tunggal. Sekitar 10% fentanil yang tidak termetabolisme diekskresikan melalui urin. Fentanil berikatan dengan enzim hati P-450 dan interaksi obat yang terjadi berhubungan dengan aktivitas enzim ini. 2.4.3 Waktu Paruh ( Elimination Half-Time ) Meskipun masa kerja fentanil singkat, waktu paruhnya lebih lama dari morfin. Waktu paruh yang lebih lama ini menunjukkan volume distribusi fentanil lebih besar. Besarnya volume ditribusi ini berhubungan dengan besarnya kelarutannya dalam lemak. Setelah pemberian bolus intravena, fentanil akan terdistribusi dengan cepat dari plasma ke jaringan-jaringan yang kaya akan pembuluh darah, seperti: otak, jantung dan paru. Lebih dari 80% obat yang masuk ke intravaskular akan tinggal di plasma dalam kurang dari 5 menit. Konsentrasi plasma dari fentanil akan dipertahankan oleh ambilan obat dari jaringan inaktif secara perlahan dimana jumlah efek obat yang menetap sesuai dengan perpanjangan waktu paruh. Lamanya waktu paruh pada orang tua berhubungan dengan clearance dari opioid. Hal ini disebabkan oleh volume distribusi obat ini tidak berubah dibandingkan 20 Universitas Sumatera Utara dengan golongan dewasa muda. Perubahan ini juga menunjukkan faktor umur dapat menurunkan aliran darah hepatik, aktivitas enzim mikrosomal ataupun produksi albumin, sementara fentanil berikatan kuat pada protein sekitar 79-87%. 2.4.4 Penggunaan Klinis Fentanil secara klinis dapat digunakan dengan rentang dosis yang besar, sebagai contoh pemberian fentanil dosis rendah 1-2 ug/Kg BB intravena memberi efek analgetik. Fentanil dosis 2-20 ug/kgBB intravena akan dapat menumpulkan respon simpatetik, contohnya pada tindakan laringoskopi untuk intubasi trakea ataupun pada stimulasi akibat pembedahan. Waktu yang dibutuhkan oleh penyuntikan fentanil intravena dan pencegahan berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan saat tercapainya obat ke target organ hingga memberi efek. Penyuntikkan fentanyl sebelum adanya stimulasi nyeri akibat pembedahan akan menurunkan jumlah opioid yang dibutuhkan sebagai analgetik postoperasi. Pemberian fentanil 1,5-3 ug/kgBB intravena 5 menit sebelum induksi anestesi akan menurunkan kebutuhan gas inhalasi anestesi serta respon simpatetik akibat stimulasi pembedahan. Pemberian dosis besar fentanil 50-150 u/kgBB intravena dapat digunakan secara tunggal untuk anestesia pembedahan. Keuntungan pemberian dosis besar fentanil bagi anestesi, antara lain: efek depresi miokard yang langsung lebih sedikit, pengeluaran histamin tidak dijumpai dan stress respon pembedahan dapat ditekan. Kerugian penggunaan fentanil sebagai anestesi tunggal, antara lain: kegagalan pencegahan respon simpatetik terhadap stimulasi pembedahan, khususnya pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang baik kemungkinan pasien bangun dan penurunan fungsi ventilasi post operatif. 2.4.5 Efek Samping Efek samping fentanil menyerupai opioid morfin. Depresi ventilasi yang menetap atau berulang merupakan masalah postoperatif yang potensial. Konsentrasi puncak sekunder fentanil di plasma dapat berhungungan dengan sisa fentanil yang ada pada cairan asam lambung ( ion trapping ). Sisa fentanil akan diabsorbsi pada suasana 21 Universitas Sumatera Utara usus halus yang lebih basa yang akan kembali ke sirkulasi sehingga konsentrasi opioid di plasma akan meningkat. Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ventilasi. Perbandingan morfin dengan fentanil pada dosis besar adalah tidak terjadinya pengeluaran histamine. Hipotensi yang diakibatkan oleh dilatasi dari venous capacitant akibat pemberian morfin tidak terjadi pada pemberian fentanil. Fentanil yang diberikan 10 ug/kgBB intravena pada neonatus akan menyebabkan terangsangnya reflek baroreseptor di sinus carotid yang dapat secara nyata menurunkan laju jantung. Bradikardi adalah efek fentanil yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah dan cardiac output. Reaksi alergi sangat jarang terjadi pada pemberian fentanil. 2.4.6 Tekanan Intrakranial Pemberian fentanil pada pasien trauma kepala akan meningkatkan tekanan intrakranial 6-9 mmHg dan tidak terdapat perubahan PaCO2. Peningkatan tekanan intracranial biasanya berhubungan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) serta tekanan perfusi otak ( CPP ). Peningkatan tekanan intrakranial yang dipicu oleh pemakaian opioid dapat mengganggu autoregulasi serebral biasanya akibat terjadinya vasodilatasi.33-34 22 Universitas Sumatera Utara KERANGKA KA KONSEP Perifer : Ikatan reseptor di otak dan medulla spinalis Æ Inhibisi transmisi dan modulasi • Inhibisi transduksi neural. General Anestesi • Menurunkan mediator inflamasi. Intubasi • Inhibisi migrasi leukosit Ekstubasi Fentanyl Lidocain Induksi Nyeri ↓ Sentral : Stimulasi Simpatis ↓ dan simpato adrenal • Konsentrasi Adrenalin ↓. • Blokade aktifasi neural di dorsal horn. • Modulasi neurotransmitter excitatory. • Inhibisi Na+ channel. • Blokade NMDA Respon Hemodinamik -Tekanan Darah Sistolik -Tekanan Darah Diastolik -Tekanan Arteri Rerata -Laju Nadi 23 Stabil Universitas Sumatera Utara