perbandingan pengaruh pemberian fentanil

advertisement
BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
ANATOMI
Tindakan ekstubasi sama halnya dengan tindakan intubasi akan mengakibatkan
stimulasi nervus yang melewati rongga mulut, oropharynx ataupun larynx.
2.1.1
Inervasi rongga mulut
Seluruh otot lidah dipersarafi Nervus XII ( Hypoglossal ) kecuali pada otot
palatoglossus yang diinervasi pleksuspharyngeal. N.Glossopharygeus
menginervasi
sensasi umum pada lidah. Sedangkan bagian posterior lidah disarafi oleh cabang dari
N.Laryngeal Interna.
2.1.2
Inervasi Pharynx
Pharynx disarafi oleh Plexus pharyngeal yang terdiri atas :
1.
Nervus Pharyngeal yang merupakan cabang N.Vagus yang membawa Nervus
Kranialis Assesorius.
2.
Nervus Pharyngeal cabang dari N.Glossopharyngeal.
3.
Nervus Pharyngeal cabang dari Ganglion servikalis ( yang mensarafi simpatetik )
Serabut motorik berasal dari N. Kranialis Assesorius yang merupakan cabang
N.Vagus. Nervus ini mensarafi seluruh otot-otot pharynx kecuali otot stylopharyngeus
yang diinervasi N.Glossopharyngeal. Constrictor inferior menerima suplai tambahan
dari nervus eksternal dan recurrent laryngeal. Plexus ini juga mensarafi seluruh otot
palatum lunak, kecuali tensor palatum yang disarafi nervus mandibular.
Serabut sensorik dari pharynx kebanyakan berasal dari N.Glossopharyngeal dan
sebagian berjalan melalui N.Vagus. Walaupun nasopharynx disuplai oleh N.maxillaris,
6
Universitas Sumatera Utara
palatum
lunak
serta
tonsil
disarafi
lebih
sedikit
oleh
N.Palatina
dan
N.Glossopharyngeus. Sensasi rasa berasal dari area vallecula dan epiglottis diteruskan
melalui cabang laryngeal N.Vagus.
Jaras sekretomotor parasimpatis dari pharyng berasal dari N.Petrosal ( N.VII )
ke arah cabang dari ganglion pterygopalatine.24
Gambar 2.1-1. Kartilago dan Ligamen dari Larynx
2.1.3
Persarafan Laryng
Membran mukosa laryng menerima suplai dari N.laryngel Superior
dan
N.Recurrent Laryngeal.
Nervus larigeal superior berjalan ke bawah ke dinding lateral dari faring menuju
ke belakang ke arah arteri carotid interna dan pada tingkat puncak tulang hyoid terbagi
atas cabang internal dan eksternal.
Pada cabang laryngeal internal sebagian sensori motor terdapat pada motor otot
aritenoid, glottis valikula dan vestibula laring, lipatan ariepiglotis serta membrane
mukosa bagian posterior rima glottis.
Cabang laryngeal eksternal terdapat serabut motorik yang mensarafi otot
krikotiroid. 24
7
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1-2. Tampak laring via laringoskopi
Nervus laryngeal rekuren bersama dengan cabang arteri tiroid inferior
merupakan bagian dari serabut sensorik, yang menyuplai membran mukosa laring di
bawah pita suara. Pensarafan ini meliputi seluruh otot laring kecuali krikotiroid dan
sebagian kecil otot aritenoid.24
Gambar 2.1-3. Otot intrinsik dan persarafan dari larynx
8
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Pensarafan dari trakea
Serabut saraf laryngeal vagus ( rekuren ) dan jaras simpatik mensuplai trakea.
Serabut parasimpatik eferen berasal dari bagian nucleus dorsal nervus vagus ke arah
cabang laryngeal rekuren untuk menyuplai impuls motor ke otot polos trakea. Serabut
eferen lainnya menyampaikan sinyal sekresi menuju ke kelenjar-kelenjar di sepanjang
trakea. Jaras simpatetik vasokonstriktor berjalan sepanjang arteri tiroid inferior dan
cabang-cabangnya banyak terdapat di trakea dengan terdapatnya badan sel pada
ganglion servikal medial.25
Gambar 2.1-4. Persarafan Laryng
2.2
2.2.1
FISIOLOGI
Respon Hemodinamik Laringoskopi dan Ekstubasi Endotrakeal
Laringoskopi dan intubasi endotrakeal menimbulkan peningkatan refleks denyut
jantung dan tekanan darah serta konsentrasi katekolamin.
9
Universitas Sumatera Utara
Stimulasi mekanik pada jalan nafas akan menyebabkan peningkatan aktivitas sistem
saraf pada jaras eferen simpatetik servikal (Tomori dan Widdicombe 1969).
Respon yang dominan adalah peningkatan laju nadi dan peningkatan tekanan
darah; yang selanjutnya akan meningkatkan cardiac output dan meningkatkan tahanan
perifer pembuluh darah dan berhubungan erat dengan peningkatan tekanan vena sentral.
Rangsangan mekanik pada ke empat area saluran nafas, hidung, epifaring,
laryngeal dan percabangan trakeobronkial merangsang respon refleks kardiovaskular
yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas neuronal di serabut eferen simpatetik
servikal. Respon hemodinamik ini sering terjadi selama terjadi perangsangan epifaring
dan percabangan trakeobronkial.
Aksi vagolitik dari obat yang digunakan saat induksi berperan juga pada
peningkatan konsentrasi noradrenalin dan adrenalin plasma yang nyata sebagai respon
terhadap intubasi seperti yang dikemukakan oleh Russell pada tahun 1981.
2.2.2
Perubahan EKG
Perubahan EKG terutama teramati pada pasien hipertensi dibandingkan pasien
normotensi atau pasien hipertensi yang telah terobati. Dapat terjadi mulai dari sinus
takikardi, atrial dan ventricular ekstra sistol, ritme nodus A-V, heart block, depresi
segmen ST atau T, pemanjangan atau pemendekan interval PR, penurunan voltase QRS,
serta pemendekan atau pemanjangan interval QT.
Hasil dari denyut jantung dan tekanan darah sistolik dikenal sebagai product
rate preassure ( RPP ). Terdapat korelasi yang erat antara RPP dengan konsumsi
oksigen miokard dan gejala iskemia. Pada pasien yang sadar didapati RPP yang konstan
saat terjadinya angina pectoris. Denyut jantung lebih penting karena peningkatan denyut
jantung akan menurunkan waktu diastolik untuk aliran darah koroner, di mana
kebutuhan peningkatan oksigen miokard menghasilkan peningkatan tekanan darah
sistolik mengimbangi peningkatan perfusi melalui arteri koronaria yang mengalami
sklerosis.
10
Universitas Sumatera Utara
Sistem saraf simpatetik menghasilkan sebuah unit lengkap yang dikenal sebagai
pelepasan massa. Hasilnya akan terjadi sekumpulan reaksi pada tubuh yang dikenal
sebagai stress response.
Distribusi simpatetik di kepala dan leher, yang menjembatani vasomotor pupil
dilator, fungsi sekretori dan pilomotor, berasal dari tiga pasang ganglion simpatetik
servikal.
Saraf simpatetik menyuplai udara dari superior, medial dan inferior ganglion servikal.
Sangat penting untuk menyadari bahwa serabut simpatetik tidak memerlukan sinaps
di ganglion tempat mereka berasal tetapi berjalan ke atas dan bawah ipsilateral ganglion
dari medulla spinalis. Selanjutnya respon simpatetik tidak terbatas pada segmen di mana
stimulus berasal. Pola penyebaran ini mengikuti respon yang tidak dapat dibayangkan
sesuai dengan penyebaran keluarnya respon pada sistem simpatetik antara lain:
•
Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal superior yang berasal
dari sel-sel anterolateral C7-T2/T3
•
Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal medial
•
yang berasal dari T1-T2+T4
•
Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal inferior yang berasl
dari T1-T5
2.2.3
Fisiologi reseptor-β
Katekolamin menghasilkan aksinya melalui gabungan langsung reseptor yang
terdapat pada permukaan membrane sel. Reseptor adrenergic terletak di permukaan sel.
Sebagai pedoman umum, reseptor beta adrenergic (1 dan 2) melalui perangsangan
protein G menghasilkan enzim membran plasma, adenil siklase. Hal ini menimbulkan
peningkatan adar siklik AMP intrasel. cAMP berperan di dalam sel perubahan fungsi
seluler melalui perangsangan terhadap protein kinase. Protein kinase menimbulkan
fosforilasi sejumlah enzim protein tertentu, mengakibatkan aktivasi sejumlah efek yang
berperan pada perangsangan reseptor β.
11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2-1. β reseptor, target jaringan, respon, agonis dan antagonis
Reseptor
β1
Jaringan
Jantung
Respon
Peningkatan
kecepatan
kontraktilitas
konduksi
Molekular
Aktivasi
adenil
siklase dan
Agonis
Epinefrin
Norepinefrin
Isoproterenol
Dobutamin
β2
Jaringan
Lemk
Lipolisis
Aktivasi
adenil
siklase
Epinefrin
Isoproterenol
Salbutamol
Metaprotenol
Terutalin
soretrenol
Antagonis
Practolol
Metoprolol
Atenolol
Propanolol
Alprenolol
Esmolol
Propanolol
Butoxamine
Alprenolol
Hepar
Glikogenesis
Glukogenesis
Otot
Pelepasan
Rangka
laktat
Glikogenolisis
Otot polos Relaksasi
bronkus,
uterus,
detrusor GI
limpa,
kapsul
endokrin,
dan kelenjar
saliva
2.2.4
Efek dari blokade Reseptor Beta
Obat-obat ini tidak menghasilkan efek yang nyata pada jantung normal dalam
keadaan istirahat. Bagaimanapun saat terjadi peningkatan tonus simpatetik, blokade
reseptor β di jantung mencegah peningkatan denyut jantung, cardiac output dan stroke
volume. Otomatisasi tertekan dan konduksi atrioventrikular (AV) melambat. Respon
12
Universitas Sumatera Utara
pembebanan jantung dan situasi lain di mana tonus simpatetik meningkat menjadi
menurun. Obat ini biasanya menghasilkan penurunan oksigen miokardium dan
meningkatkan toleransi latihan pembebanan pada pasien dengan angina.
Penghambat β
mungkin menurunkan tekanan darah melalui aksinya pada
jantung dan penurunan cardiac output. Mereka menurunkan aktivitas renin plasma dan
memiliki aksi hipotensi sentral.
Penghambat reseptor β menempati bronkus dan bronkiolus menimbulkan
peningkatan ketika digunakan stahanan aliran udara, yang akan berbahaya pada pasien
asma. Efek lainnya meliputi pencegahan dari adrenalin perangsang glikogenolisis pada
otot rangka dan menghambat pelepasan asam lemak dari jaringan lemak.
2.2.5
Aksi Stabilisasi Membran
Propanolol dan beberapa penghambat β memiliki efek depresi langsung seperti
efek quinidin pada jantung.
2.2.6
Aksi Simpatomimetik Intinsik
Beberapa penghambat β memiliki aktivitas perangsangan reseptor ( sifat agonis
parsial ). Pindolol dan oxprenolol memiliki aktivitas agonis parsial.
2.2.7
Efek pada Sistem Saraf Pusat
Propanolol larut lipofilik bersiap melewati blood brain barrier. Hal ini
menimbulkan perubahan emosional. Sejumlah blockade-S berbeda kemampuan
melewati blood brain barrier dan efeknya pada SSP.
2.2.8
Efek Metabolik
Blokade mampu mengubah metabolism karbohidrat dan lemak.
13
Universitas Sumatera Utara
2.2.9
Tekanan Intra Okular
Penghambat-β ketika digunakan secara topikal atau per-oral diketahui mampu
menurunkan tekanan intra ocular.
2.3
LIDOKAIN
Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amide. Di sintesa pertama
sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya
Bengt Lundqvist melakukan ekperimen pertama sekali tahun 1948. Lidokain terdiri
dari satu gugus lipofilik
( biasanya merupakan suatu cincin aromatik ) yang
dihubungkan suatu rantai perantara ( jenis amida ) dengan suatu gugus yang mudah
mengion ( amine tersier ). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam penerapan
terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut
dan stabil. Di dalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau
sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa
nya dan Ph cairan tubuh, sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch.26
2.3.1
Rumus Bangun Lidokain
Gambar 2.3-1. Rumus bangun Lidokain
2.3.2
Famakokinetik
Lidokain efektif bila diberikan secara intra vena. Pada pemberian intra vena
mula kerja 45-90 detik. Kadar Puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dan waktu
14
Universitas Sumatera Utara
paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme dihepar menjadi
monoethylglcinexcylidide melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan
hydrolysis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80
% dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas
antidisritmia 10 %. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75 % dalam bentuk 4-hydroxy2,6-dimethylaniline. Lidokain dalam plasma 50 % terikat oleh albumin.
Ada dua pendapat kerja lidokain sebagai analgesi, meskipun efek analgesi ini
tidak jelas. Mekanisme lidokain sebagai analgesik menghambat suatu enzyme yang
mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor. lokal secara langsung. Penghambatan
saluran ion natrium dan blokade yang bersifat reversible sepanjang konduksi axon
peripheral dari serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton 1997 dengan tujuan
target analgesik pada spinal cord dorsal horn27.
Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara
mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion
natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf ( blockade konduksi )
dengan menghambat perjalanan ion sodium ( Na+ ) melalui saluran ion selektif
Na+dalam membran saraf ( butterworth dan stricharrtz 1990 ). Saluran Na sendiri
merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal. Kemacetan pembukaan
saluran Na oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruhan
permeabilitas Na+. Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na+, memperlambat
peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan
dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan.
Saluran Na+ ada dalam keadaan diaktivasi-terbuka, tidak diaktivasi tertutup dan
istirahat- tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat,
saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan
tidak diaktivasi-tertutup. Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam
keadaan tidak diaktivasi-tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam
15
Universitas Sumatera Utara
konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahattertutup dan diaktivasi-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam
keadaan tidak diaktivasi-tertutup tidak permeable terhadap Na+ sehingga konduksi
impuls saraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini
diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada
bagian sebelah dalam saluran Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan
eksternalnya mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup27-28.
2.3.3
MEKANISME KERJA ANESTESI LOKAL
Bila
konsentrasi
yang
meningkat
dari suatu anestesi lokal diterapkan pada suatu
Gambar
2.3-2.
Mekanisme
kerja
anestesi lokal
serabut saraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat,
kecepatan peningkatan potensial aksi menurun , amplitude potensial berkurang, dan
akhirnya kemampuan untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang.
Efek progresif ini diakibatkan oleh adanya ikatan antara anestetik lokal dengan
saluran ion natrium yang semangkin menigkat. Pada setiap saluran ion, ikatan
menghasilkan penghambatan arus ion Na. Apabila arus ion Na dihambat disepanjang
serabut saraf maka impuls yang melewati daerah yang dihambat tidak terjadi. Pada
16
Universitas Sumatera Utara
dosis minimum yang diperlukam untuk menghambat impuls, potensial aksi tidak
dipengaruhi secara berarti.
2.3.4
Toksisitas Lidokain
2.3.4.1 Efek terhadap Jantung
Pada kardiovaskular lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter
efektif dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara
bermakna, tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik
jaringan aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga
lidokain sangat efektif
untuk
menekan aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap
aritmia yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium).
Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma+
obat anestesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na jantung.
Pada konsentrasi rendah obat anestesi lokal, efek pada saluran Na+ ini mungkin
memperbesar
sifat antidisritmia jantung dari obat-obat anestesi ini. Tetapi jika
konsentrasi plasma obat anestesi lokal berlebihan, saluran Na+ jantung cukup dihambat
sehingga
konduksi
Memperlambatnya
dan
impuls
automatisasi
kardiak
menjadi
melalui
di
depresi
jantung
yang
dan
merugikan.
ditunjukan
dengan
pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada
jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas,
automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung .26-30
Dosis intra vena 2-4 mg/kgbb terhadap kontraktilitas jantung pada manusia
minimal.
2.3.4.2 Efek terhadap SSP
Gejala awal dari komplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi,
disorientasi, euphoria, pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain
menembus sawar darah otak timbul gejala seperti vertigo, tinnitus, twictching otot dan
17
Universitas Sumatera Utara
jika konsentrasi plasma melebihi dari >5µgr/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang
biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat penting
untuk mencegah hypoxemia
Gambar 2.3-3. Hubungan tanda dan gejala anestesi lokal dengan konsentrasi plasma
lidokain
Dalam mencegah nyeri Lidokain mempunyai dua mekanisme di peripheral dan
sentral nervus system. Di peripheral Lidokain menginhibisi transduksi neural, inhibisi
migrasi leukosit, menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan menekan albumin
extravassasi, sementara di sentral memblok aktivasi neural di dorsal horn, kemudian
memodulasi pelepasan neurotransmitter excitatory. Lidokain sebagai analgetik selain
inhibisi sodium chanel juga blok N-Methyl-D-Aspartat (NMDA).31
2.4
FENTANIL
Fentanil adalah sebuah phenylpiperidine yang merupakan sebuah derifat opioid
agonis sintetik yang strukturnya sesuai dengan meperidine. Sebagai analgesik, fentanil
lebih poten 75-125 kali dari morfin.
Opioid agonis menghasilkan analgesia melalui ikatannya dengan reseptor
spesifik yang terdapat di otak dan medulla spinalis dan terlibat dalam transmisi dan
modulasi nyeri. Terdapat beberapa kategori reseptor opioid antara lain reseptor mu (µ),
delta (δ), dan kappa (κ) 32-33
18
Gambar 2.4-1. Agonis Opioid Sintetik
Universitas Sumatera Utara
2.4.1
Farmakokinetik
Fentanil yang diberikan dosis tunggal intravena memiliki onset yang lebih cepat
dan masa kerja obat yang lebih pendek dari pada morfin. Meskipun secara klinis
fentanil mempunyai onset yang cepat, terdapat perbedaan waktu antara puncak
konsentrasi fentanil di plasma dan puncak penurunan gelombang pada EEG. Efek
fentanil yang diberikan via darah terhadap otak membutuhkan waktu sekitar 6,4 menit.
Potensi yang lebih besar dan onset yang lebih cepat merupakan wujud kelarutan lemak
yang lebih besar dari fentanil terhadap morfin, dalam hal fasilitasi hantaran obat
melewati barier sawar darah otak. Demikian juga, lama kerja obat yang singkat dari
pemberian fentanil dosis tunggal merefleksikan redistribusi yang cepat pada jaringan
tempat obat ini tidak aktif seperti pada jaringan lemak dan otot-otot rangka. Hal ini
berhubungan dengan penurunan konsentrasi obat di plasma.
Pada paru juga merupakan tempat penyimpanan obat inaktif sekitar 75% dari
fentanil yang diberikan, sebagai akibat ambilan first fast jaringan paru.
Ketika pemberian fentanil intravena secara multiple atau saat pemberian obat
melalui infus kontiniu dapat terjadi penurunan konsentrasi obat inaktif pada jaringan
paru. Singkatnya, konsentrasi fentanil di plasma tidak akan menurun dengan cepat dan
kerjanya sebagai analgetik sama halnya dengan depresi dari ventilasi yang dapat terjadi
lebih lama. Pada operasi bypass jantung dapat menyebabkan efek fentanil yang
menurun yang disebabkan oleh hemodilusi, hipotermi dan aliran darah yang tidak
fisiologis, serta respon inflamasi sistemik akibat operasi bypass jantung yang dilakukan.
19
Universitas Sumatera Utara
Tanggapan kardiovaskular diatur oleh batang otak di daerah nucleus solitaries, nucleus
dorsal vagal, nucleus ambigus, dan nucleus parabrachial. Reseptor opioid banyak
terdapat di daerah nucleus solitaries dan parabrachial, terutama reseptor u, sehingga bila
diberikan agonis akan menyebabkan hipotensi dan bradikardi. Selain itu juga terdapat
mekanisme analgesia yang dimiliki oleh daerah ventrolateral periaqueductal gray.
Reseptor yang terdapat pada jalur hipotalamus-pituitary-adrenal- yang dimodulasi oleh
opioid juga berperan pada stress response.34
2.4.2
Metabolisme
Fentanil kebanyakan di metabolisme oleh N-demethylation yang menghasilkan
norfentanil, hidroxyproprionil-fentanil dan hidroxyproprionil-norfentanil. Norfentanil
secara struktur sama dengan normoferidine dan prinsip metaboliknya sama pada
manusia. Fentanil diekskresikan oleh ginjal dan didapati pada urin dalam waktu 72 jam
setelah pemberian fentanil intravena dosis tunggal. Sekitar 10% fentanil yang tidak
termetabolisme diekskresikan melalui urin. Fentanil berikatan dengan enzim hati P-450
dan interaksi obat yang terjadi berhubungan dengan aktivitas enzim ini.
2.4.3
Waktu Paruh ( Elimination Half-Time )
Meskipun masa kerja fentanil singkat, waktu paruhnya lebih lama dari morfin.
Waktu paruh yang lebih lama ini menunjukkan volume distribusi fentanil lebih besar.
Besarnya volume ditribusi ini berhubungan dengan besarnya kelarutannya dalam lemak.
Setelah pemberian bolus intravena, fentanil akan terdistribusi dengan cepat dari plasma
ke jaringan-jaringan yang kaya akan pembuluh darah, seperti: otak, jantung dan paru.
Lebih dari 80% obat yang masuk ke intravaskular akan tinggal di plasma dalam kurang
dari 5 menit. Konsentrasi plasma dari fentanil akan dipertahankan oleh ambilan obat
dari jaringan inaktif secara perlahan dimana jumlah efek obat yang menetap sesuai
dengan perpanjangan waktu paruh.
Lamanya waktu paruh pada orang tua berhubungan dengan clearance dari
opioid. Hal ini disebabkan oleh volume distribusi obat ini tidak berubah dibandingkan
20
Universitas Sumatera Utara
dengan golongan dewasa muda. Perubahan ini juga menunjukkan faktor umur dapat
menurunkan aliran darah hepatik, aktivitas enzim mikrosomal ataupun produksi
albumin, sementara fentanil berikatan kuat pada protein sekitar 79-87%.
2.4.4
Penggunaan Klinis
Fentanil secara klinis dapat digunakan dengan rentang dosis yang besar, sebagai
contoh pemberian fentanil dosis rendah 1-2 ug/Kg BB intravena memberi efek
analgetik. Fentanil dosis 2-20 ug/kgBB intravena akan dapat menumpulkan respon
simpatetik, contohnya pada tindakan laringoskopi untuk intubasi trakea ataupun pada
stimulasi akibat pembedahan. Waktu yang dibutuhkan oleh penyuntikan fentanil
intravena dan pencegahan berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan saat tercapainya
obat ke target organ hingga memberi efek. Penyuntikkan fentanyl sebelum adanya
stimulasi nyeri akibat pembedahan akan menurunkan jumlah opioid yang dibutuhkan
sebagai analgetik postoperasi. Pemberian fentanil 1,5-3 ug/kgBB intravena 5 menit
sebelum induksi anestesi akan menurunkan kebutuhan gas inhalasi anestesi serta respon
simpatetik akibat stimulasi pembedahan. Pemberian dosis besar fentanil 50-150 u/kgBB
intravena dapat digunakan secara tunggal untuk anestesia pembedahan. Keuntungan
pemberian dosis besar fentanil bagi anestesi, antara lain: efek depresi miokard yang
langsung lebih sedikit, pengeluaran histamin tidak dijumpai dan stress respon
pembedahan dapat ditekan. Kerugian penggunaan fentanil sebagai anestesi tunggal,
antara lain: kegagalan pencegahan respon simpatetik terhadap stimulasi pembedahan,
khususnya pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang baik kemungkinan pasien
bangun dan penurunan fungsi ventilasi post operatif.
2.4.5
Efek Samping
Efek samping fentanil menyerupai opioid morfin. Depresi ventilasi yang
menetap atau berulang merupakan masalah postoperatif yang potensial. Konsentrasi
puncak sekunder fentanil di plasma dapat berhungungan dengan sisa fentanil yang ada
pada cairan asam lambung ( ion trapping ). Sisa fentanil akan diabsorbsi pada suasana
21
Universitas Sumatera Utara
usus halus yang lebih basa yang akan kembali ke sirkulasi sehingga konsentrasi opioid
di plasma akan meningkat. Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan fungsi
ventilasi. Perbandingan morfin dengan fentanil pada dosis besar adalah tidak terjadinya
pengeluaran histamine. Hipotensi yang diakibatkan oleh dilatasi dari venous capacitant
akibat pemberian morfin tidak terjadi pada pemberian fentanil. Fentanil yang diberikan
10 ug/kgBB intravena pada neonatus akan menyebabkan terangsangnya reflek
baroreseptor di sinus carotid yang dapat secara nyata menurunkan laju jantung.
Bradikardi adalah efek fentanil yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah dan
cardiac output. Reaksi alergi sangat jarang terjadi pada pemberian fentanil.
2.4.6
Tekanan Intrakranial
Pemberian fentanil pada pasien trauma kepala akan meningkatkan tekanan
intrakranial 6-9 mmHg dan tidak terdapat perubahan PaCO2. Peningkatan tekanan
intracranial biasanya berhubungan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP)
serta tekanan perfusi otak ( CPP ). Peningkatan tekanan intrakranial yang dipicu oleh
pemakaian opioid dapat mengganggu autoregulasi serebral biasanya akibat terjadinya
vasodilatasi.33-34
22
Universitas Sumatera Utara
KERANGKA
KA KONSEP
Perifer :
Ikatan reseptor di
otak dan medulla
spinalis Æ
Inhibisi transmisi
dan modulasi
• Inhibisi transduksi
neural.
General Anestesi
• Menurunkan mediator
inflamasi.
Intubasi
• Inhibisi migrasi leukosit
Ekstubasi
Fentanyl
Lidocain
Induksi Nyeri ↓
Sentral :
Stimulasi Simpatis ↓
dan simpato adrenal
• Konsentrasi Adrenalin
↓.
• Blokade aktifasi neural di
dorsal horn.
• Modulasi neurotransmitter
excitatory.
• Inhibisi Na+ channel.
• Blokade NMDA
Respon Hemodinamik
-Tekanan Darah Sistolik
-Tekanan Darah Diastolik
-Tekanan Arteri Rerata
-Laju Nadi
23
Stabil
Universitas Sumatera Utara
Download