BAB I - Digital Library UWP

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam upaya menjaga sumber daya manusia agar tetap loyal
pada organisasi tidaklah mudah di era globalisasi seperti saat ini,
tidak hanya dituntut untuk bekerja dan bekerja lagi untuk mengejar
target atau tujuan organisasi semata. Namun ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan diantaranya seperti penelitian yang dilakukan
dalam Skripsi ini adalah seberapa jauh Pengaruh Motivasi dan
Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai
pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
Distrik Navigasi Kelas I Surabaya sebagai instansi pemerintah
yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan keamanan dan
keselamatan pelayaran di Alur Barat Surabaya tidak lepas dari
keberadaan sumber daya manusia yang handal, sedangkan resiko
pekerjaan amat tinggi oleh karena itu sudah pantaslah kalau pegawai
diberikan penghargaan atau Reward yang setimpal.
Dalam rangka menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepada
setiap pegawai sesuai dengan tugas pokoknya tentunya perlu adanya
Motivasi positif yang selalu diberikan untuk menambah semangat
dalam menjalankan tugas-tugasnya, juga di dukung komunikasi yang
baik di antara sesama pegawai ataupun pimpinan dengan staf dalam
2
rangka meningkatkan kepuasan kerja Pegawai, mengingat dalam tugas,
pokok dan fungsinya setiap personel dihadapkan pada situasi dan
kondisi untuk cepat beradaptasi dengan penyelesaian pekerjaannya
yang tepat mutu dan tepat waktu sesuai jadwal yang diprogamkan
sehingga pegawai akan merasa puas atas pekerjaan yang dikerjakannya
dengan baik.
Masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik
dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya karena kepuasan
mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Bahwa kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif
maupun bersifat negatif tentang
pekerjaannya. Karena tidak
sederhana , banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam
menganalisis kepuasan kerja seseorang. Misalnya sifat pekerjaan
seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya.
Berbagai penelitian telah membuktikan
bahwa apabila dalam
pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak,
terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan
organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil
pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan merasa puas. Bentuk
program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya
seseorang sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi secara
ikhlas dan terhormat juga pada umumnya berakibat pada tingkat
3
kepuasan kerja yang tinggi. Situasi lingkungan pun turut berpengaruh
pada tingkat kepuasan kerja sesorang. Pengkondisian dan penciptaan
suasana kerja agar lebih kondusif dengan pencapaian setiap unit kerja
lebih tepat guna dan tepat sasaran sesuai target yang ditetapkan
misalnya saja dengan memberikan penghargaan yang wajar pada saat
sebuah unit kerja menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Oleh karena itu diperlukan penghargaan – penghargaan untuk
memotivasi pegawai, sehingga tersedia sumber daya manusia yang
semakin berkualitas, berdaya saing tinggi dan mampu menghadapi era
globalisasi. Menyikapi pentingnya reward tersebut pemerintah secara
bertahap telah mengupayakan berbagai instrumen untuk menata
kehidupan yang layak bagi kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil
misalnya berupa gaji, uang lauk pauk, uang jasa rambu, tunjangan
keselamatan pelayaran dan lain – lain. Namun ada beberapa kendala
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan tersebut salah satunya
adalah dalam pemberian Tunjangan Keselamatan Pelayaran yang
ironisnya sejak tahun 1985 sampai dengan sekarang belum pernah
mengalami perubahan atau peningkatan secara nominal. Oleh karena
itu perlu adanya peninjauan kembali tentang Keputusan Presiden
tahun 1985 tentang Tunjangan Keselamatan Pelayaran untuk
meningkatkan motivasi kerja.
4
Untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia pemerintah
juga terus berupaya meningkatkan program pendidikan dan pelatihan
untuk Pegawai Negeri Sipil, dari tahun ke tahun program pelatihan
terus di evaluasi untuk seterusnya jika ada program pelatihan yang
belum ada akan ditambahkan sesuai dengan kualifikasi pendidikan
dan
kompetensi
pegawai.
sehingga
setiap
pegawai
dapat
meningkatkan karier dan kemampuannya dalam bekerja sesuai dengan
Tugas Pokok dan Fungsi. Namun ada beberapa kendala juga dalam
upaya mengembangkan Sumber Daya Manusia tersebut, salah satunya
adalah masalah pemberian uang makan / lauk pauk sesuai Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.0/2010 tentang Pemberian Dan
Tata Cara Pembayaran Uang Makan Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pada Bab II Pasal 3 berbunyi Uang makan tidak diberikan kepada
PNS
dengan
ketentuan
sebagai
berikut
:
a. tidak hadir kerja;
b. sedang menjalankan perjalanan dinas;
c. sedang menjalani cuti;
d. sedang menjalani tugas belajar; dan/atau
e. sebab-sebab lain yang mengakibatkan PNS tidak diberikan Uang
Makan.
Ketentuan tersebut membuat beberapa Pegawai akhirnya
memilih untuk tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan dengan
5
alasan jika mengikuti Pendidikan dan Pelatihan haknya mendapatkan
Uang Makan akan dipotong. Akhirnya Sumber Daya Manusia tidak
bisa berkembang dan akan berpengaruh besar terhadap kemajuan
organisasi.
Oleh karena itu untuk permasalahan ini juga perlu adanya peninjauan
kembali
tentang
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
110/PMK.0/2010 tentang Pemberian Dan Tata Cara Pembayaran
Uang Makan Bagi Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan Motivasi
kerja dan mengembangkan Sumber Daya Manusia.
Upaya ini sangat beralasan, karena tersedianya sumber daya
pegawai yang berkualitas merupakan langkah penting dalam rangka
meningkatkan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan
tugas-tugas
umum
pemerintahan
dan
pembangunan
menuju
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good
government dan clean government).
Manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang potensial
dan strategis perannya dalam setiap bentuk organisasi. “Unsur manusia
dalam organisasi mempunyai kedudukan yang strategis, karena
manusialah yang mengetahui input-input yang dapat diambil dari
lingkungan dan apa yang dianggap tepat untuk mengolah atau
mentransformasikan input menjadi output yang memenuhi publik”
(Mamduh, 2000)
6
Betapapun
majunya
teknologi,
perkembangan
informasi,
tesedianya modal serta memadainya bahan, jika tanpa sumberdaya
manusia maka sulitlah organisasi dapat mencapai tujuannya. Betapapun
baiknya perumusan tujuan dan rencana organisasi, agaknya menjadi
sia-sia belaka, jika unsur manusia tidak diperhatikan. Sehingga masalah
mengelola sumber daya manusia merupakan masalah yang perlu
mempeoleh perhatian utama.
Makin luas pandangan dan wawasannya semakin banyak
kebutuhannya, mereka cenderung mempunyai kebutuhan yang tak
terhingga, selalu bertambah dari waktu ke waktu dan akan selalu
berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
tersebut.
Sumber daya manusia yang merupakan aset yang terus
dapat dikembangkan oleh organisasi, dapat menjadi sumber daya
yang potensial untuk pengembangan dan peningkatan kinerja
organisasi. Peranan pegawai sebagai sumber daya organisasi ,
hanya akan terwujud dengan baik jika didukung adanya situasi
dan kondisi organisasi yang kondusif (Tampubolon,2004).
Pegawai sebagai salah satu unsur manajemen yang
memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan organisasi,
Hariandja (2002).
Konsep-konsep manajemen sekarang ini
menempatkan pegawai sebagai mitra kerja pimpinan organisasi
7
secara proporsional dalam memanfaatkan sumber daya yang
ada.Dengan demikian pegawai akan menjadi subjek yang ikut
bertanggung jawab kelangsungan hidup organisasinya.
Peranan pegawai dalam upaya untuk mencapai tujuan
organisasi sangat penting artinya bagi organisasi.Oleh karena itu
sudah
selayaknya
apabila
organisasi
tersebut
memberikan
perhatian kepada pegawainya agar mampu memberikan yang
terbaik bagi organisasinya agar pegawai bersedia untuk bekerja
dengan lebih baik maka pegawai tersebut harus memperoleh
kepuasan kerja terlebih dahulu. Dimana kepuasan kerja tersebut
akan memacu pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Kepuasan kerja ( Jobsatisvaction) pegawai merupakan
faktor yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen sebagai
upaya memelihara tingkat kinerja pegawai yang diinginkan (
Handoko 2005 )
Sedangkan Wixley dan Yuki dalam ( Mangunegoro, 2000)
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang
mendukung atau tidak mendukung diri pegawai yang berhubungan
dengan pekerjaannya, atau merasa puas apabila aspek-aspek
pekerjaan dan aspek-aspek dirinya mendukung dan sebaliknya.
Pembangunan dibidang sumber daya manusia tidak hanya
bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
8
Indonesia, tetapi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas
pegawai pemerintahan. Pengembangan sumber daya manusia
diarahkan
untuk
meningkatkan
kualitas
pegawai
sebagai
administrasi pembangunan yang memiliki sikap dan perilaku yang
berintikan pengabdian, kejujuran, tanggung jawab, berdisiplin dan
memiliki motivasi tinggi sehingga dapat memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat.
Dinamika organisasi dalam pemerintahan maupun sektor jasa lainnya
ditentukan juga oleh suasana dalam organisasi yang diciptakan oleh
tata hubungan/komunikasi antar pribadi (interpersonal relationships)
yang berlaku di lingkungan organisasi tersebut. Tata hubungan antar
pribadi dapat bersumber dari komunikasi yang baik antara seorang
pemimpin dengan staf dalam melaksanakan fungsinya. Komunikasi
yang baik mempengaruhi tata hubungan dalam organisasi tersebut
pada akhirnya akan berpengaruh pula pada kepuasan kerja pegawai .
Mengingat bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang
terpenting, pemeliharaan hubungan yang kontinue dan serasi dengan
para karyawan dalam setiap organisai menjadi sangat penting. Teori
manajemen sumber daya manusia memberi petunjuk bahwa hal – hal
yang penting diperhatikan pemeliharaan hubungan tersebut antara
lain menyangkut motivasi dan kepuasan kerja, penanggulangan stres,
konseling dan pengenaan sanksi disipliner, sistem komunikasi,
9
perubahan dan pengembangan organisasi serta peningkatan mutu
hidup kekaryaan para pekerja. Kepuasan kerja dapat diukur dari
tingkat kemangkiran, keinginan pindah, prestasi kerja, usia, tingkat
jabatan, besar kecilnya organisasi.
Untuk mewujudkan
antara tujuan individu dengan tujuan
organisasi maka diupayakan berbagai macam cara pendekatan yaitu
memberikan dukungan reward yang pantas, dukungan budaya
organisasi yang baik dan dukungan komunikasi antar pegawai maupun
pimpinan dengan staf dalam memberikan perintah agar pegawai tidak
tersinggung, saling menjaga perasaan agar kepuasan kerja pegawai
tercapai dengan baik pula
Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin melakukan
penelitian dengan judul : “Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber
Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai pada Kantor
Distrik Navigasi Kelas I Surabaya”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian pada pokok permasalahan diatas, maka
rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
secara Simultan terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Kantor
Distrik Navigasi Kelas I Surabaya ?
10
2. Apakah Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia
secara Parsial terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Kantor
Distrik Navigasi Kelas I Surabaya ?
3. Variabel manakah diantara Motivasi dan Kualitas Sumber Daya
Manusia yang berpengaruh dominan terhadap Kepuasan Kerja
pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh Motivasi dan kualitas Sumber Daya
Manusia secara Simultan terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada
Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya
2. Untuk mengetahui Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya
Manusia secara Parsial terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada
Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
3. Untuk mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh dominan
terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I
Surabaya.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Secara teoritis akan memberikan gambaran yang lebih konkrit
dan dapat dijadikan pijakan dalam menentukan kebijakan
11
2. Bagi Distrik Navigasi Kelas I Surabaya, hasil penelitian ini bisa
dijadikan
sebagai
bahan
masukan/input
meningkatkan Kepuasan Kerja pegawai.
dalam
upaya
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan motivasi kerja
dan Kepuasan Kerja pegawai antara lain:
1. Hasil penelitian Ma’rifah(2005) yang berjudul “Pengaruh Motivasi
Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial
pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur”,
mengemukakan bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja
pekerja sosial dimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
pekerja sosial adalah positif. Ini berarti semakin besar motivasi
kerja pekerja sosial maka kinerjanya akan semakin baik.
2. Sari (2010) juga meneliti tentang “Pengaruh Motivasi Kerja dan
Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja pada PDAM Delta Tirta
Sidoarjo”. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa
variabel
motivasi
kerja
dan
komitmen
organisasi
berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
3. Surya Reski (2009) meneliti tentang “Perencanaan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi
Pelayanan Publik”. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Teknis dibutuhkan
13
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan dari
pendidikan dan pelatihan tersebut menjadikan pegawai dapat
bekerja dengan baik sesuai dengan bidang tugasnya.
2.4.
Landasan Teori
Pada bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka, kajian teori,
kerangka pemikiran, dan perumusan hipotesis. Tinjauan pustaka
merupakan sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah
dilakukan. Kajian teori yang dipaparkan adalah teori-teori yang
berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yang akan dibahas beserta
indikator-indikatornya. Kerangka berfikir akan membahas tentang
landasan teori dan hipotesis akan berhubungan antar semua variabel
dalam penelitian. Hipotesis tindakan akan mengulas tentang jawaban
sementara melalui tindakan-tindakan yang dilakukan dengan hasil yang
diharapkan.
2.2.1. Pengertian Motivasi
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai
proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk
mencapai suatu tujuan. Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi
sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang
sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya.
14
Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti
tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.
Lebih lanjut Menurut Sukanto dan Handoko (2000) motivasi,
yaitu keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
suatu tujuan (Yuli 2005).
2.2.1.1. Teori Motivasi
Secara garis besar teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok yaitu; (1) pendekatan isi/kepuasan (content theory), (2) teori
motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan (3) teori
motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory).
a. Teori Dua Faktor Herzberg
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari
keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal
dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik
(konteks pekerjaan) meliputi: (1) Kompensasi (pay and benefit), (2)
kebijakan
dan
adimistrasi
organisasi
(company
policy
and
administration), (3) hubungan dengan rekan sejawat (relationship with
co-worker), (4) mutu penyeliaan (supervision), (5) status, (6) keamanan
dan keselamatan kerja (job security), (7) kondisi kerja (working
conditions), (8) kehidupan pribadi (personal life). Keberadaan kondisi-
15
kondisi ini terhadap kepuasan pegawai tidak selalu memotivasi mereka.
Tetapi
ketidakberadaannya
menyebabkan
ketidakpuasan
bagi
karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu
tingkat
”tidak
ada
kepuasan”,
kondisi
ekstrinsik
disebut
ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Adapun faktor intrinsik (motivation
factors) meliputi: (1) pencapaian prestasi (achievement), (2) pengakuan
orang lain (recognition), (3) kepuasan itu sendiri (the work itself), (4)
tanggung jawab (responsibility), (5) peluang karier (promotion), (6)
kemungkinan pekembangan ke depan (the posibility of growth).
2.2.1.2. Jenis – Jenis Motivasi
Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi
tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Motivasi atau dorongan
kepada pegawai untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan
bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi positif
Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi
orang lain agar menjalankan sesuatu yang dinginkan dengan cara
memberikan kemungkinan untuk mendapatkan imbalan, misalnya:
hadiah.
2. Motivasi negatif
16
Motivasi negatif adalah suatu proses untuk mempengaruhi
seseorang agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan, tetapi teknik
dasar yang digunakan adalah melaui kekuatan-kekuatan ataupun
berbagai ancaman.
2.2.2. Pengertian Kualitas
Menurut Cateora dan Graham (2007: 39), Kualitas (quality)
dibedakan ke dalam dua dimensi : kualitas dari perspektif pasar dan
kualitas kinerja. Keduanya merupakan konsep penting, namun
pandangan konsumen atas kualitas produk lebih banyak berhubungan
dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas
hasil.
2.2.2.1. Pengertian Sumber Daya Manusia
Menurut Sayuti Hasibuan (2000, p3), sumber daya manusia
adalah semua manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi dalam
mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Nawawi (2003,
p37) membagi pengertian SDM menjadi dua, yaitu pengertian secara
makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua
manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam
batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik
yang sudah maupun belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja).
Pengertian SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia
atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang
17
disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dll. Jadi,
sumber daya manusia (SDM) adalah semua orang yang terlibat yang
bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu
persyaratan utama. Kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua
aspek yakni aspek fisik dan non fisik yang menyangkut kemampuan
bekerja dan ketrampilan-ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini juga dapat diarahkan
kepada kedua aspek tersebut. Untuk meningkatkan kualitas fisik dapat
diupayakan melalui program - program kesehatan dan gizi. Sedangkan
untuk kualitas atau kemampuan - kemampuan nonfisik tersebut, maka
upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya
inilah dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya manusia.
2.2.2.2. Pengertian Mengembangkan Sumber Daya Manusia
Dalam era globalisasi sekarang ini pengembangan sumber daya
manusia tidak saja penting dilakukan untuk mewujudkan suatu
organisasi yang memiliki kerangka kuat dan mampu menghadapi
semua tantangan dan persaingan yang tidak dapat dihindari. Namun
pengembangan sumber daya manusia penting dilakukan dengan
sejumlah pertimbangan, yaitu :
18
a. Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam organisasi
semakin beragam dan beraneka pilihannya, sehingga mau tidak
mau, mampu tidak mampu organisasi harus mengambil alternatif
pilihan untuk mengembangkan sumber daya manusia agar dapat
menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut ke dalam organisasi
b. Untuk mewujudkan efektifitas organisasi, kemampuan yang baik
dari sumber daya manusia adalah syarat mutlak sehingga untuk
meningkatkan kemampuannya, sumber daya manusia harus
dikembangkan sesuai kebutuhan organisasi.
Untuk itu sumber daya manusia yang ada dalam organisasi
harus dikembangkan agar dapat memberikan peran yang maksimal
dalam pencapaian tujuan organisasi. Bagaimana cara mengembangkan
sumber daya manusia, di bawah ini beberapa pendapat para ahli tentang
pengembangan sumber daya manusia.
Menurut Saydam (2000 : 63) mengemukakan pengertian
pengembangan sumber daya manusia adalah sebagai berikut :
Pengembangan pegawai (Sumber Daya Manusia), merupakan kegiatan
yang
harus
dilaksanakan
oleh
organisasi,
agar
pengetahuan
(knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka
sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan.
19
2.2.2.3. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia
a.
Pendidikan
Setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya
dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif
dan efisien. Efektif maupun efektifitas organisasi sangat tergantung
pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia atau
anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia
yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan
latihan dan pendidikan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna
mungkin.
Pendidikan pegawai sangat perlu untuk diperhatikan agar prinsip
the righ man on the right place dapat diterapkan dalam kehidupan suatu
organisasinya. Pada umumnya para pegawai tentunya mengaharapkaan
agar mereka ditempatkan sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan
yang diikutinya. Menurut Siagian (1994:173), ”ini merupakan prinsip
yang sangat mendasar dalam manajemen sumber daya manusia, apabila
tidak diterapkan akan berakibat pada rendahnya produktivitas dan mutu
kerja, tingkat kemungkinan yang cukup tinggi, keinginan yang besar
dibarengi oleh kepuasan kerja yang rendah”. Ketepatan dalam
penempatan tersebut dapat Siagian (1997:57) lebih lanjut menyatakan
bahwa :
20
Pendidikan dapat bersifat formal, akan tetapi dapat pula bersifat
non formal. Pendidikan yang sifatnya formal ditempuh melalui
tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah taman kanak-kanak
hingga, bagi sebagian orang. Pendidikan di lembaga pendidikan
tinggi, terjadi di ruang kelas dengan program yang ada pada
umumya “structured”. Dipihak lain, pendidikan yang sifatnya non
formal dapat terjadi di mana saja kerana sifatnya yang
“unstructured”.
Pendapat diatas menyatakan bahwa pendidikan formal dimulai
dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, sedangkan non
formal adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar pendidikan
formal, dapat melalui pelatihan, kursus-kursus.
Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan
calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi.
Notoatmodjo (2002) mengemukakan bahwa “pendidikan formal di
dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan
kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan”.
Adapun tujuan pendidikan menurut Kaho (2002:71-72) sebagai
berikut :
1.
Dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam tentang
bidang yang dipilh atau dipelajari seseorang;
21
2.
Melatih manusia untuk berpikir secara rasional dan menggunakan
kecerdasan kearah yang tepat, melatih manusia menggunakan
akalnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berpikir,
menyatakan pendapat maupun bertindak.
3.
Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada manusia untuk
merumuskan pikiran, pendapat yang hendak disampaikan kepada
orang lain secara logis dan sistematis sehingga mudah dimengerti.
Untuk itu, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu usaha
untuk
meningkatkan
pengetahuan
seseorang,
terutama
yang
menyangkut penguasaan teori untuk memutuskan persoalan-persoalan
berkaitan dengan kegiatan pencapaian tujuan organisasi.
a.
Pendidikan
Pelatihan diberikan kepada pegawai dengan upaya peningkatan
keterampilannya. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang
untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman,
ataupun perubahan sikap seorang individu (Sinamora, 2004). Dengan
adanya pelatihan sebagai bagian pengembangan pegawai, maka
organisasi dapat meningkatkan hasil-hasil kerja karyawan (kinerja)
guna peningkatan produktivitas karyawan. Diklat terkait dengan
peningkatan keterampilan pegawai.
22
Secara umum keterampilan dapat dibagi menjadi tiga bagian
pokok menurut Robert R. Katz dalam Hasibuan (1996:34) yaitu
“technical skill, conceptual skill and human skill”. Technical skill atau
kemampuan manusia yang diperoleh dari kursus-kursus dari lembaga
pendidikan dan latihan. Stoner (1989:21) menguraikan bahwa :
“Technical skill adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat,
prosedur, dan teknik suatu bidang yang khusus”. Dalam melakukan
tugasnya, aparat membutuhkan keterampilan teknis yang cukup.
Selanjutnya Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “keterampilan
konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasi dan
memadukan semua kepentingan dan kegiatan organisasi”. Kemampuan
ini mendukung aparat untuk mampu memandang organisasi secara
keseluruhan
dan
memahami
masalah
yang dihadapi.
Dengan
kemampuan ini, aparat dapat melakukan perencanaan kerja dengan
memperhitungkan kemampuan-kemampuan organisasi serta tujuan
hendak dicapai. Hubungan sosial aparat sangat mendukung kondisi
kerja suatu organisasi.
Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “keterampilan manusiawi
atau human skill adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain,
memahami orang lain dan mendorong orang lain, baik sebagai
perorangan
maupun
sebagai
kelompok”.
Dengan
kemampuan
kerjasama yang baik, aparat mampu menciptakan suasana kerja yang
23
baik dalam pencapaian tujuan organisasi. Sesuai uraian Marsono
(2002:219) bahwa : Diklat aparatur mengarah pada upaya peningkatan :
(1) sikap dan semangat, pengabdian yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat, bangsa, negara dan tanah air, (2) Kompetensi teknik
manajerial, dan/atau kepemimpinannya (3) efisiensi, efektivitas dan
kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat dan
tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya.
Menurut siagian (1997), ada beberapa manfaat yang dapat diambil
dari penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan yakni:
1. Peningkatan prodiktivitas kerja organisasi keseluruhan
2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan
3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat
4. Meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan dalam organisasi
dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.
5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya
manajerial yang pertisipatif
6. Memperlancar jalannya komunikasi yang
efektif
yang
pada
gilirannya memperlancar perumusan kebijaksanaan organsasi dan
operasionalnya
7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya tumbuh
suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan dikalangan para
anggota organisasi.
24
Dari pengertian yang dikemukakan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa pendidikan lebih berorientasi teoritis dan lebih
banyak ditujukan terhadap usaha pembinaan mental dan kejiwaan
(sikap, tingkah laku, kedewasaan berpikir dan kepribadian). Sedangkan
latihan lebih berorientasi pada praktek dan lebih banyak ditujukan pada
kecekatan, kecakapan, dan keterampilan menggunakan anggota badan
atau alat kerja. Berdasarkan uraian tersebut, pengembangan pegawai
ada kaitannya dengan tujuan atau sasaran diklat yaitu :
a. Perbaikan sikap dan kepribadian pegawai serta dedikasinya sesuai
tuntutan tugas dan jabatannyan.
b. Dasar sistem penghargaan menurut prestasi kerja dan pengembangan
karier.
c. Membina kesatuan berpikir dan bahasa dalam rangka terwujudnya
kesatuan gerak/kerjasama
d. Meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
sesuai tugas
dan jabatannya
e. Mengembangkan kemampuan dan dedikasi serta motivasi dalam
pelaksanaan pembangunan
Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang merupakan bagian yang
integral dari administrasi kepegawaian, yang selanjutnya adalah bagian
dari administrasi negara, berorientasi pada pelaksanaan tugas pokok,
25
peningkatan produktivitas, dan peningkatan kemampuan serta dedikasi
pegawai negeri.
Dengan
demikian
tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum
adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk
dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan
dilandasi oleh kepribadian dan etika pegawai sesuai kebutuhan
instansi,
b. Menciptakan
pegawai
yang
mampu
berperan
sebagai
pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa,
c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi
pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat,
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam
melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dan
terwujudnya pemerintahan yang baik.
Sedangkan secara khusus, pendidikan dan pelatihan mengarah pada :
a) Meningkatkan kepribadian dan semangat
pengabdian
kepada
masyarakat,
b) Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi
maupun kepemimpinannya,
c) Dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat kerjasama dan
tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya
26
(Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana terakhir telah
diubah dengan undang-undang nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok
– Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 nomor 169
Tambahan Lembaran Negara nomor. 3860)).
Dalam aturan pokok kepegawaian di Indonesia sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana
terakhir telah diubah dengan undang-undang nomor 43 Tahun 1999
tentang Pokok – Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999
nomor 169 Tambahan Lembaran Negara nomor. 3860), yang membagi
pendidikan dan pelatihan terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Pendidikan dan pelatian Prajabatan (Pre Service Training),
2. Pendidikan dan pelatian dalam jabatan (In Service Training)
Pendidikan dan latihan Prajabatan adalah suatu pelatihan yang
diberikan kepada calon pegawai negeri sipil, dengan tujuan agar ia
dapat terampil dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan
kepadanya, sedangkan pendidikan dan latihan dalam jabatan adalah
suatu kegiatan kepegawaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
keahlian, kemampuan, dan keterampilan.
Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan sebagaimana yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1994 meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan Struktural
2. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
27
3. Pendidikan dan Pelatihan Teknis
Pendidikan dan pelatihan struktural merupakan persyaratan bagi
pegawai negeri sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural.
Marsono
(2002:37)
menyebutkan
jenis
diklat
struktural/penjenjangan dalam rangka upaya pembinaan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) secara menyeluruh, yaitu :
a. Diklat kepemimpinan Tingkat IV adalah diklat kepemimpinan untuk
jabatan struktural eselon IV
b. Diklat kepemimpinan tingkat III adalah diklat kepemimpinan untuk
jabatan struktural eselon III
c. Diklat kepemimpinan tingkat II adalah diklat kepemimpinan untuk
jabatan struktural eselon II
d. Diklat kepemimpinan tingkat I adalah diklat kepemimpinan untuk
jabatan struktural eselon I.
Kemudian pendidikan dan pelatihan fungsional merupakan
prasyaratan bagi pegawai negeri sipil yang akan menduduki jabatan
fungsional dan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat
jabatan fungsional, serta pendidikan dan pelatihan teknis merupakan
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan untuk memberikan
keterampilan dan penguasaan pengetahuan dibidang teknis tertentu
kepada pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
28
Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah semata-mata bagi
pegawai yang bersangkutan, tetapi juga bagi organisasi. Karena dengan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pegawai juga
meningkatkan produktivitas kerja. Produktivitas kerja para pegawai
meningkatkan organisasi
yang bersangkutan akan memperoleh
keuntungan.
2.2.3. Kepuasan Kerja dan Permasalahannya
Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan
penting, karena telah terbukti banyak memberikan manfaat baik bagi
individu, organisasi maupun masyarakat. Bagi individu, penelitian
tentang
sebab-sebab
dan
sumber-sumber
kepuasan
kerja
memungkinkan adanya usaha ke arah kebahagiaan hidup. Bagi
organisasi, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam usaha
peningkatan produksi dan penurunan biaya melalui perbaikan sikap dan
tingkah laku pegawainya. Selanjutnya bagi masyarakat, akan
menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta naiknya nilai
manusia dalam konteks pekerjaan (As’ad, 2000).
Sondang
(2001)
memberikan
definisi
“Kepuasan
kerja
merupakan suatu cara pandang seorang, baik yang bersifat positif
maupun yang bersifat negatif tentang pekerjaannya”. Kepuasan
seseorang terdorong untuk bekerja adalah untuk memuaskan
29
kebutuhan-kebutuhannya. Apabila hasil kerja yang di hasilkan
diberikan imbalan yang sesuai, maka yang bersangkutan akan puas
terhadap pekerjaannya. Jika imbalan yang diterima tidak sesuai dengan
beban dan hasil kerjanya, maka akan muncul ketidakpuasan. Para
pegawai
yang
tidak
puas
menunjukkan
bahwa
kebutuhan-
kebutuhannya belum terpenuhi.
Kepuasan kerja adalah dambaan setiap individu yang sudah
bekerja, masing-masing pegawai memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda sesuai dengan nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspekaspek dalam promosi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
pegawai tersebut, maka semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan,
demikian pula sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga
dimensi kepuasan kerja yaitu :
1) Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional terhadap
situasi kerja.
2) Kepuasan kerja sering kali menentukan seberapa besar hasil kerja
yang akan dicapai atau harapan-harapan yang akan dilampaui.
3) Kepuasan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan
promosi itu sendiri.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seorang terhadap
promosi mereka, biasanya nampak dalam sikap positif para pegawai
terhadap promosi dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
30
kerjanya. Kepuasan kerja sebagai rasa senang atau tidak senang dengan
mana seseorang pegawai memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja
terjadi bilamana antara harapan seseorang tentang pekerjaannya dan
imbalan yang diberikan atas promosi tersebut.
Kepuasan kerja menurut Sondang (2001) :
“Kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif
maupun yang bersifat negatif, tentang pekerjaannya”.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang
baik.
Pada dasarnya banyak para ahli mendefinisikan kepuasan kerja,
namun secara umum tidak banyak perbedaan yang ditekankan tentang
kepuasan kerja. Umumnya kepuasan didefinisikan sebagai sikap umum
seorang individu terhadap
pekerjaannya. Setiap pegawai memiliki
perasaan puas dan tidak puas terhadap suatu pekerjaannya. Kepuasan
atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek promosi tergantung selisih
(discrepency) antara apa yang telah dianggap didapat dengan apa yang
diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakteristik promosi
didefinisikan sebagai jumlah minimal yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak
ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-
31
kondisi actual. Jika terdapat lebih banyak faktor promosi yang dapat
diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya
upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang yang bersangkutan akan
sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.
Sehubungan
dengan
kepuasan
tersebut
Sondang
(2001)
“Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud
apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja,
tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerjaan, tingkat Jabatan
dan besar kecilnya organisasi”. Berbeda dengan Anwar (2001) “ ada
tiga aspek yang sangat penting dalam partisipasi kerja, yaitu
keterlibatan
emosi
dalam
mental
pegawai,
motivasi
untuk
menyumbang (kontribusi), dan penerimaan tanggung jawab.”
2.2.3.1 Tolok Ukur Kepuasan Kerja
Anwar
(2001),
mengatakan
bahwa
“Kepuasan
kerja
berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi,
umur, tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi”
Pada sebuah perusahaan kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan
dengan turnover pegawai yang rendah, sedangkan pegawai-pegawai
yang kurang puas biasanya menginginkan pindah perusahaanan.
Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja, pegawai-pegawai yang kurang
puas cendrung tingkat ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering
tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subjektif. Ada
32
kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai
yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang
tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan
pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya harapan yang ideal
dengan dunia pegawai, sehingga apabila antara harapannya dengan
realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat
menyebabkan mereka tidak puas.
Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih
tinggi cendrung lebih puas dari pada pegawai yang menduduki tingkat
pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai yang tingkat pekerjaan yang
lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam
mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.
Besar kecilnya ukuran sebuah perusahaan dapat mempengaruhi
kepuasan pegawai. Hal ini karena besar kecilnya suatu perusahaanan
berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi
pegawai dalam aktivitas sebuah kantor.
Kepuasan kerja dapat diketahui melalui kedisiplinan, moral
kerja, turn over kecil, maka secara relatif kepuasan kerja pegawai dapat
digolongkan baik. Tetapi sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja dan
turn overnya tinggi maka kepuasan kerja pegawai dapat digolongkan
rendah.
33
Berikut ini diuraikan Teori tentang Kepuasan Kerja
2.2.3.2. Teori Kepuasan Kerja
1) Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari
teori-teori ini adalah input, out come, comparison person, dan equity,
inequity.
Input adalah semua nilai yang dierima pegawai yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja (Anwar, 2001). Misalnya, pendidikan,
pengamatan, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Out
come adalah semua
nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai.
Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan
kembali, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
Comparison person adalah seorang pegawai dalam perusahaan yang
sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya
sendiri dalam pekerjaan sebelumnya”.
Puas tidaknya pegawai dalam teori ini merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcom dirinya dengan perbandingan
input-out put pegawai lain. Jadi jika perbandingan tersebur dirasakan
sudah seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas.
Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan
dua kemungkinan yaitu ketidak seimbangan yang tidak menguntungkan
34
dirinya dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan
pegawai lain yang menjadi perbandingan atau comparison person.
2) Teori Perbedaan Atau Discrepancy.
Dalam teori ini mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan
cara menghitung selisih antara apa yang sebenarnya dengan kenyataan
yang dirasakan pagawai. Porter dalam Anwar (2001) .
Locke dalam
Anwar (2001) “mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai
tergantung pada perbedaan antara apa yang di dapat dan apa yang
diharapkan oleh pegawai”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada teori menekankan apa
yang didapat oleh pegawai lebih besar dari apa yang diharapkan, maka
pegawai tersebut menjadi puas. Dan apabila apa yang didapatkan lebih
kecil dari apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi tidak
puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan.
Pada teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas
apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Makin besar kebutuhan
pegawai terpenuhi maka semakin puas pegawai tersebut. Apabila
kebutuhan pegawai tersebut tidak dapat terpenuhi maka pegawai
tersebut tidak merasa puas.
35
Atas dasar asumsi di atas, hirarki kebutuhan manusia tersusun dalam
suatu jenjang yakni : (Dessler, 1997) antara lain:
(1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu
kebutuhan
untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan
ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara dan lain
sebagainya.
Keinginan
untuk
memenuhi
kebutuhan
ini
merangsang seorang berperilaku atau bekerja lebih giat.
(2) Kebutuhan rasa aman (security needs) meliputi keamanan akan
perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan
kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada
saat mereka tidak lagi bekerja.
(3) Kebutuhan sosial (sosial needs) yaitu kebutuhan persahabatan,
afiliasi dan interaksi yang lebih erat dari orang lain. Dalam
organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kerja
yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan lain
sebagainya.
(4) Kebutuhan penghargaan meliputi kebutuhan keinginan untuk
dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas
kemampuan dan keahlian seseorang serta efektivitas kerja
seseorang.
(5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) merupakan
hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. aktualisasi
36
diri berkaitan dengan proses pengembangan akan potensi yang
sesungguhnya
dari
seseorang.
Kebutuhan
menunjukkan
kemampuan keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang.
4) Teori Dua Faktor Dari Herzberg.
Frederick Herzberg menggunakan teori Abraham Maslow
sebagai titik acuannya. Pada teori ini mengatakan “dua faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut
Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenace factor) dan faktor
pemotivision (motivational factor) (Anwar 2001).
Faktor motivational dalam teori Herzberg adalah hal-hal
pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber
dari dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor
higience atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari
organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan kekayaanya.
Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan kebijakan
perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas,
hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja,
dan status. Sedangkan faktor pemotivasi adalah dorongan bermotivasi
pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang dan bertanggung
jawab” (Anwar 2001 : halaman 122).
37
2.2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Berdasarkan uraian diatas, maka faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja pegawai di perusahaan adalah faktor yang ada pada diri
pegawai dan faktor pekerjaannya
Faktor yang ada pada diri pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan
khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman
kerja, masa kerja, kepribadian emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap
kerja. Sedangkan faktor pekerjaannya, adalah jenis pekerjaan, struktur
organisasi , pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan,
jaminan finansial, kesempatan promosi Jabatan, interaksi sosial dan
hubungan kerja.
Hullin dalam As’ad (2000) mengemukakan bahwa faktor utama
pembentuk kepuasan kerja adalah gaji. Pendapat ini memang tidak
seluruhnya salah, karena dengan gaji orang dapat melangsungkan
kehidupan sehari-hari, tetapi tidak selalu gaji merupakan faktor utama.
Karena banyak perusahaan yang telah memberikan gaji yang tinggi,
tetapi pegawai merasa tidak puas dan tidak senang terhadap
pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara, karena
kepuasan terhadap gaji dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang
yang bersangkutan.
38
2.4.
Kerangka Konseptual
Untuk memperjelas hipotesis dalam penelitian ini terlebih
dahulu akan disusun sebuah diagram yang menggambarkan hubunganhubungan diantara variabel penelitian yang dinamakan kerangka pikir
penelitian.
Berdasarkan beberapa kajian teori diatas, maka kerangka pikir
penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Kerangka konseptual Hipotesis
MOTIVASI
(X1)
Kepuasan Kerja
Pegawai (Y)
Kualitas
Sumber Daya
Manusia (X2)
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir penelitian
sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka hipotesis sementara untuk
Rumusan Masalah adalah :
39
1.
Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara
simultan mempunyai pengaruh positif dan signifkan terhadap
Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
2.
Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara
parsial mempunyai pengaruh positif dan signifkan terhadap
Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
3.
Motivasi dan Sumber Daya Manusia mempunyai pengaruh
dominan terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas
I Surabaya.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Dalam penelitian kali ini peneliti mencoba menggunakan jenis
penelitian Kuantitatif.
3.2
Lokasi Penelitian
Obyek dalam Penelitian ini adalah Kantor Navigasi Surabaya.
Alasan utama pemilihan lokasi tersebut adalah karena instansi ini
merupakan tempat kerja penulis, sehingga hasil penelitian ini
diharapkan bisa memberikan andil dan manfaat dalam mengetahui
pengaruh motivasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap
kepuasan kerja pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I
Surabaya.
3.3.
Definisi Variabel
Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel dependent
adalah variabel yang nilainya tergantung dan dipengaruhi oleh variabel
bebas (independent variabel) yang biasanya diberi notasi. Dalam
penelitian ini yang dimaksud variabel dependent adalah Kepuasan
Kerja Pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
41
Variabel independent dalam penelitian ini adalah aspek-aspek
Kepuasan Kerja yang terdiri dari dua variabel yaitu variabel Motivasi
(X1) dan Variabel Kualitas Sumber Daya Manusia (X2)
3.3.1.
Definisi Operasionalisasi Variabel
1) Variabel Motivasi (X1)
Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya
dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar
mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan
pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula
tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.
Motivasi dapat dilihat dari persepsi pegawai Distrik Navigasi Kelas I
Surabaya diwakili oleh indikator – indikator sebagai berikut :
1. Peraturan – peraturan instansi;
2. Bonus dan Penghargaan – penghargaan lain di luar gaji;
3. Kedisplinan dan ketepatan waktu masuk kerja;
4. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan;
5. Sikap menghargain pekerjaan orang lain seperti menghargai
pekerjaan sendiri;
6. Meningkatkan kualitas kerja;
7. Berusaha bekerja lebih baik agar tidak mendapat teguran dari
atasan.
42
2) Variabel Kualitas Sumber Daya Manusia (X2)
Menurut Sayuti Hasibuan (2000, p3), sumber daya manusia
adalah semua manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi
dalam mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut.
Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia pada penelitian ini
sebagai berikut:
1) Kepercayaan diri dalam menyelesaikan Tugas, Pokok dan
Fungsi;
2) Mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan;
3) Mengimplementasikan hasil dari program Pendidikan dan
Pelatihan;
4) Hubungan / Kerjasama antar rekan kerja;
5) Hubungan antara pendidikan dan pelatihan terhadap beban
kerja.
3) Variabel Kepuasan Kerja (Y)
Kepuasan kerja adalah terpenuhinya harapan pegawai selama
proses pekerjaan dan hasil yang dicapai. Kepuasan kerja menurut
Sondang (2001) : “Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang
seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif,
tentang pekerjaannya”
43
Indikator kepuasan kerja pada penelitian ini sebagai berikut:
1) Puas atas kemampuan menyelesaikan pekerjaan;
2) Puas atas gaji dan tunjangan yang diterima;
3) Puas atas kepemimpinan atasan;
4) Puas atas ketersediaan fasilitas kerja;
5) Puas atas hubungan dengan rekan kerja.
3.4.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penulisan Skripsi ini penulis melakukan penelitian di
Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya Direktorat Jenderal
Perhubungan laut Kementerian Perhubungan yang berlokasi di Jln.
Perak Barat No. 435 A, Surabaya. Instansi ini adalah instansi pemerintah
yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan keamanan dan
keselamatan pelayaran di Alur Barat Surabaya.
Rencana penelitian akan dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2014.
3.5. Populasi dan Sampel
Keberhasilan suatu penelitian akan sangat tergantung pada
teknik-teknik pengumpulan data dari obyek penelitian yang akan
dilakukan. lnstrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Kuesioner,
disamping itu juga dilakukan observasi untuk mencari data sekunder
tentang pegawai serta tulisan-tulisan terdahulu mengenai topik sejenis,
literatur dan sebagainya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
44
Pegawai Navigasi Surabaya. Besarnya populasi dalam penelitian ini
adalah 311 orang.
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan simple
random sampling, dari keseluruhan populasi Pegawai diambil sebanyak
20 % termasuk Pejabat Struktural sebanyak 9 Orang, sehingga
ditemukan sampel sebanyak 56 orang. Sampel tiap-tiap bagian dapat
dilihat pada tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.1
Besarnya Sampel pada setiap Bagian/Unit
Bagian / Bidang
Jumlah
Proporsi
Sampel
Tata Usaha
22
22/311 x 100% = 0,08
0,08 x 56 = 5
Bidang Operasi
18
18/311 x 100% = 0,06
0,06 x 56 = 3
Bidang Logistik
13
13/311 x 100% = 0,04
0,04 x 56 = 2
Instalasi Bengkel
21
21/311 x 100% = 0,07
0,07 x 56 = 4
Instalasi SBNP
57
57/311 x 100% = 0,18
0,18 x 56 = 10
Instalasi Kapal
Negara
100
100/311 x 100% = 0,32
0,32 x 56 = 18
Instalasi ETP
73
73/311 x 100% = 0,23
0,23 x 56 = 13
Instalasi
Pengamatan Laut
7
7/311 x 100% = 0,02
0,02 x 56 = 1
311
Sumber Data Primer : Juli 2014
56
45
Dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan angket yang
berisi pertanyaan dan pertanyaan kepada responden. Angket pada
dasarnya berarti sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara
tertulis pula oleh responden. Angket biasanya dibedakan antara angket
berstruktur dan angket tidak berstruktur. Angket tidak berstruktur
dimaksudkan adalah sejumlah pertanyaan yang tidak diiringi alternatif
jawaban untuk dipilih responden. Dalam menjawab responden bebas
mengungkapkan sesuatu jawaban secara tertulis. Berbeda dengan
angket berstruktur yang dibedakan antara angket berstruktur dengan
pertanyaan tertutup dan angket berstruktur dengan pertanyaan terbuka.
Angket berstruktur dengan pertanyaaan tertutup bentuknya
berupa disediakanmya sejumlah alternatif jawaban untuk setiap
pertanyaan. Adapun angket berstruktur dengan pertanyaan terbuka,
maka setiap pertanyaan diiringi dengan sejumlah jawaban sebagai
alternatif untuk dipilih yang paling tepat. Disamping itu, terdapat satu
alternatif lain yang dikosongkan untuk menulis jawaban lain secara
singkat, seandainya dari alternatif jawaban yang disediakan menurut
responden tidak ada yang tepat (Nawawi, 2008) penelitian ini
menggunakan data primer yaitu, data yang dikumpulkan atau diambil
langsung dari responden. Alat pengumpul data yang digunakan adalah
kuisioner, yaitu suatu daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya yang dianggap perlu dan dapat mendukung penelitian ini.
46
Sebelum hasil kuesioner ini digunakan dalam penelitian, terlebih
dahulu di uji validitas dan relibilitasnya.
3.7. Pengujian Instrumen Penelitian
3.7.1. Uji Validitas
Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk
mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukurun yang
dilakukan dengan instrumen tersebut (Sutrisno Hadi, 1991). Suatu
instrumen dikatakan valid jika instrumen ini mampu mengukur apa saja
yang hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa saja yang ingin
diungkapkan sedangkan realibilitas menunjukkan sejauh mana suatu
instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten, apabila
pengukuran dilakukan berulang-ulang
Pengajian
dilakukan
selain
untuk
mengetahui
dan
mengungkapkan data dengan tepat juga harus memberikan gambaran
yang cermat mengenai data tersebut. Uji validitas dimaksud untuk
melihat konsistensi variabel independent dengan apa yang akan diukur,
selain itu untuk mengetahui seberapa jauh alat pengukur dapat
memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti sehingga
menunjukkan dengan sebenarnya obyek yang akan diukur, dengan
demikian diharapkan kuesioner yang digunakan dapat berfungsi sebagai
alat pengumpul data yang akurat dan dapat dipercaya, tipe validitas
47
yang dipergunakan dalam uji validitas ini adalah validitas konstruk,
tipe ini mengkorelasikan nilai item dengan nilai total.
Pengujian validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan
mengkorelasikan skor pada masing-masing item dengan skor
totalnya. Teknik korelasi seperti ini dikenal dengan teknik korelasi
Product Moment, yang rumusnya sebagai berikut : (Husein Umar
2002) Untuk mengetahui apakah nilai korelasinya signifkan atau
tidak, maka diperlukan tabel signifikan
Product Moment yang
dapat dilihat dalam tabel statistik. Pengoperasian uji validitas
dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS Release
17.0.
3.7.2. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan
sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila
pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Misalkan seorang
mengukur panjang jarak dua buah bangunan dengan dua jenis alat
ukur, yang satu adalah meteran yang terbuat dari logam, sedangkan
yang lainnya adalah dengan menggunakan jumlah langkah kaki.
Setiap alat pengukur digunakan sebanyak dua kali untuk mengukur
jarak yang sama. Besar sekali kemungkinan hasil pengukuran yang
diperoleh dengan pengukur tersebut akan berbeda. Pengukuran yang
48
dilakukan dengan langkah, besar sekali kemungkinan akan tidak tidak
sama karena besar langkah antara pengukuran yang pertama dengan
pengukuran yang kedua mungkin berlainan. Dari contoh diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa meteran adalah alat pengukur yang realibel,
sedangkan langkah kaki adalah alat pengukur yang kurang realibel.
Dikemukakan oleh Nunnally (dalam Ghozali, 2001), apabila
penskoran butir lebih dari 2 (dua) kategori, maka besarnya reliabilitas
dapat digunakan koefisien alpha. Berdasarkan pendapat diatas, maka
untuk menguji reliabilitas masing-masing instrumen dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. (Husein
Umar. 2002)
Dalam pengujian ini dilakukan dengan cara one shot atau
pengukuran sekali saja. Program SPSS memberikan fasilitas untuk
reabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu variabel
dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha (a) > 0,60
(Nunally, dalam Ghozali :2001).
3.7.3.
Uji Asumsi Klasik
3.7.3.1. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel – variabel bebas
(Ghozali,2001). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
49
korelasi diantara variabel independent. Jika variabel bebas saling
berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal
adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel
bebas sama dengan nol.
Dalam penelitian ini teknik untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolinieritas didalam model regresi adalah melihat
dari nilai Varianve Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance.
Apabila nilai Tolerance mendekati 1 maka nilai VIF disekitar angka
1 serta tidak lebih dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinieritas antara variabel bebas dalam model regresi
(Santoso,2000).
3.7.3.2. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data
statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal
(Ghozali,2001).
Pengujian normalitas dalam penelitian ini dengan melihat
normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif
dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data
50
normal. Sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji
normalitas dasar adalah (Ghozali,2001) :
a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
3.7.3.3. Uji Hesteroskedastisitas
Uji Hesteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari satu
pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali,2001). Cara
mendeteksinya adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu
Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (Y
prediksi
–
Y
sesungguhnya)
yang
telah
di-standardized
(Ghozali,2001).
Sedangkan
dasar
pengambilan
heteroskadastisitas adalah (Ghozali,2001) :
keputusan
untuk
uji
51
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola
tertentu teratur (bergelombang, melebur kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3.7.4.
Analisis Regresi Linier Berganda
Dalam upaya menjawab permasalahan dalam penelitian ini
maka
digunakan
analisis
regresi
linier
berganda
(Multiple
Regression). Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai
ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih
variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk
mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilainilai variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang
diketahui (Ghozali.2005).
Untuk regresi yang variabel independennya terdiri atas dua
atau lebih, regresinya disebut juga regresi berganda. Oleh karena
variabel independen diatas mempunyai variabel yang lebih dari
dua, maka regresi dalam penelitian ini disebut regresi berganda.
Persamaan Regresi dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen atau
52
bebas yaitu Motivasi (X1), Sumber Daya Manusia (X2), Kepuasan
Kerja Pegawai (Y).
Rumus matematis dari regresi berganda yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
Y = a + bı X1 + b2 X2 + e
Keterangan :
Y = Kepuasan Kerja Pegawai
a
= Constanta
b1 = Koefisien Regresi antara Motivasi dengan Kepuasan
Kerja Pegawai
b2 = Koefisien Regresi antara Sumber Daya Manusia
dengan Kepuasan Kerja Pegawai
X1 = Variabel Motivasi
X2 = Variabel Sumber Daya Manusia
3.7.5.
Uji Goodness of Fit
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai
aktual dapat dinilai dengan Goodness of Fit-nya. Secara statistik
setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai
statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut
signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak), sebaliknya disebut tidak
53
signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho
diterima (Ghozali,2001).
3.7.5.1. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa
koefisien determinasi majemuk dalam populasi, R², sama dengan
nol. Uji signifikansi meliputi pengujian signifikansi pertanyaan
persamaan regresi secara keseluruhan serta koefisien regresi parsial
spesifik. Uji keseluruhan dapat dilakukan dengan menggunakan
statistik F.
Statistik uji ini mengikuti distribusi F dengan derajat
kebebasan k dan (nk-1) (malhotra, 2001). Jika hipotesis nol
keseluruhan ditolak, satu atau lebih koefisien regresi majemuk
populasi mempunyai nilai tak sama dengan 0.
Uji F parsial meliputi penguraian jumlah total kuadrat
regresi SSreg menjadi komponen yang terkait dengan masingmasing variabel independen. Dalam pendekatan yang standar, hal
ini dilakukan dengan mengasumsikan bahwa setiap variabel
independen ditambahkan kedalam persamaan regresi setelah
seluruh variabel independen lainnya telah disertakan. kenaikan dari
jumlah kuadrat yang dijelaskan, yang disebabkan oleh penambahan
sebuah variabel independen Xi, merupakan komponen variasi yang
disebabkan variabel tersebut dan disimbolkan dengan SSxi.
54
Signifikan koefisien regresi parsial untuk variabel, diuji dengan
menggunakan sebuah statistik F inkremental (Malhotra, 2006).
3.7.5.2. Uji Parsial (Uji t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel independen (Ghozali, 2001).
Langkah – langkah uji hipotesis untuk koefisien regresi adalah :
1. Perumusan Hipotesis Nihil (Hₒ) dan Hipotesis alternatif (Hı)
Hₒ : βı = 0
Tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing
variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel terikat (Y).
Hı : βₒ ≠ 0
Ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel
bebas (X1, X2) terhadap variabel bebas (Y).
2. Penentuan harga t tabel berdasarkan taraf signifikansi dan taraf
derajat kebebasan
 Taraf Signifikansi = 5% (0,05)
 Derajat kebebasan = (n-1-k)
3.7.5.3. Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien
Determinasi
(R²)
pada
intinya
mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
55
dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel independen sangat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi informasi variasi variabel dependen (Ghozali,
2001).
Download