1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya menjaga sumber daya manusia agar tetap loyal pada organisasi tidaklah mudah di era globalisasi seperti saat ini, tidak hanya dituntut untuk bekerja dan bekerja lagi untuk mengejar target atau tujuan organisasi semata. Namun ada beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya seperti penelitian yang dilakukan dalam Skripsi ini adalah seberapa jauh Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. Distrik Navigasi Kelas I Surabaya sebagai instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan keamanan dan keselamatan pelayaran di Alur Barat Surabaya tidak lepas dari keberadaan sumber daya manusia yang handal, sedangkan resiko pekerjaan amat tinggi oleh karena itu sudah pantaslah kalau pegawai diberikan penghargaan atau Reward yang setimpal. Dalam rangka menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepada setiap pegawai sesuai dengan tugas pokoknya tentunya perlu adanya Motivasi positif yang selalu diberikan untuk menambah semangat dalam menjalankan tugas-tugasnya, juga di dukung komunikasi yang baik di antara sesama pegawai ataupun pimpinan dengan staf dalam 2 rangka meningkatkan kepuasan kerja Pegawai, mengingat dalam tugas, pokok dan fungsinya setiap personel dihadapkan pada situasi dan kondisi untuk cepat beradaptasi dengan penyelesaian pekerjaannya yang tepat mutu dan tepat waktu sesuai jadwal yang diprogamkan sehingga pegawai akan merasa puas atas pekerjaan yang dikerjakannya dengan baik. Masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Karena tidak sederhana , banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Misalnya sifat pekerjaan seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan merasa puas. Bentuk program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi secara ikhlas dan terhormat juga pada umumnya berakibat pada tingkat 3 kepuasan kerja yang tinggi. Situasi lingkungan pun turut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja sesorang. Pengkondisian dan penciptaan suasana kerja agar lebih kondusif dengan pencapaian setiap unit kerja lebih tepat guna dan tepat sasaran sesuai target yang ditetapkan misalnya saja dengan memberikan penghargaan yang wajar pada saat sebuah unit kerja menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Oleh karena itu diperlukan penghargaan – penghargaan untuk memotivasi pegawai, sehingga tersedia sumber daya manusia yang semakin berkualitas, berdaya saing tinggi dan mampu menghadapi era globalisasi. Menyikapi pentingnya reward tersebut pemerintah secara bertahap telah mengupayakan berbagai instrumen untuk menata kehidupan yang layak bagi kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil misalnya berupa gaji, uang lauk pauk, uang jasa rambu, tunjangan keselamatan pelayaran dan lain – lain. Namun ada beberapa kendala dalam upaya meningkatkan kesejahteraan tersebut salah satunya adalah dalam pemberian Tunjangan Keselamatan Pelayaran yang ironisnya sejak tahun 1985 sampai dengan sekarang belum pernah mengalami perubahan atau peningkatan secara nominal. Oleh karena itu perlu adanya peninjauan kembali tentang Keputusan Presiden tahun 1985 tentang Tunjangan Keselamatan Pelayaran untuk meningkatkan motivasi kerja. 4 Untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia pemerintah juga terus berupaya meningkatkan program pendidikan dan pelatihan untuk Pegawai Negeri Sipil, dari tahun ke tahun program pelatihan terus di evaluasi untuk seterusnya jika ada program pelatihan yang belum ada akan ditambahkan sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi pegawai. sehingga setiap pegawai dapat meningkatkan karier dan kemampuannya dalam bekerja sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi. Namun ada beberapa kendala juga dalam upaya mengembangkan Sumber Daya Manusia tersebut, salah satunya adalah masalah pemberian uang makan / lauk pauk sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.0/2010 tentang Pemberian Dan Tata Cara Pembayaran Uang Makan Bagi Pegawai Negeri Sipil. Pada Bab II Pasal 3 berbunyi Uang makan tidak diberikan kepada PNS dengan ketentuan sebagai berikut : a. tidak hadir kerja; b. sedang menjalankan perjalanan dinas; c. sedang menjalani cuti; d. sedang menjalani tugas belajar; dan/atau e. sebab-sebab lain yang mengakibatkan PNS tidak diberikan Uang Makan. Ketentuan tersebut membuat beberapa Pegawai akhirnya memilih untuk tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan dengan 5 alasan jika mengikuti Pendidikan dan Pelatihan haknya mendapatkan Uang Makan akan dipotong. Akhirnya Sumber Daya Manusia tidak bisa berkembang dan akan berpengaruh besar terhadap kemajuan organisasi. Oleh karena itu untuk permasalahan ini juga perlu adanya peninjauan kembali tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.0/2010 tentang Pemberian Dan Tata Cara Pembayaran Uang Makan Bagi Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan Motivasi kerja dan mengembangkan Sumber Daya Manusia. Upaya ini sangat beralasan, karena tersedianya sumber daya pegawai yang berkualitas merupakan langkah penting dalam rangka meningkatkan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good government dan clean government). Manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang potensial dan strategis perannya dalam setiap bentuk organisasi. “Unsur manusia dalam organisasi mempunyai kedudukan yang strategis, karena manusialah yang mengetahui input-input yang dapat diambil dari lingkungan dan apa yang dianggap tepat untuk mengolah atau mentransformasikan input menjadi output yang memenuhi publik” (Mamduh, 2000) 6 Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tesedianya modal serta memadainya bahan, jika tanpa sumberdaya manusia maka sulitlah organisasi dapat mencapai tujuannya. Betapapun baiknya perumusan tujuan dan rencana organisasi, agaknya menjadi sia-sia belaka, jika unsur manusia tidak diperhatikan. Sehingga masalah mengelola sumber daya manusia merupakan masalah yang perlu mempeoleh perhatian utama. Makin luas pandangan dan wawasannya semakin banyak kebutuhannya, mereka cenderung mempunyai kebutuhan yang tak terhingga, selalu bertambah dari waktu ke waktu dan akan selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Sumber daya manusia yang merupakan aset yang terus dapat dikembangkan oleh organisasi, dapat menjadi sumber daya yang potensial untuk pengembangan dan peningkatan kinerja organisasi. Peranan pegawai sebagai sumber daya organisasi , hanya akan terwujud dengan baik jika didukung adanya situasi dan kondisi organisasi yang kondusif (Tampubolon,2004). Pegawai sebagai salah satu unsur manajemen yang memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan organisasi, Hariandja (2002). Konsep-konsep manajemen sekarang ini menempatkan pegawai sebagai mitra kerja pimpinan organisasi 7 secara proporsional dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.Dengan demikian pegawai akan menjadi subjek yang ikut bertanggung jawab kelangsungan hidup organisasinya. Peranan pegawai dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi sangat penting artinya bagi organisasi.Oleh karena itu sudah selayaknya apabila organisasi tersebut memberikan perhatian kepada pegawainya agar mampu memberikan yang terbaik bagi organisasinya agar pegawai bersedia untuk bekerja dengan lebih baik maka pegawai tersebut harus memperoleh kepuasan kerja terlebih dahulu. Dimana kepuasan kerja tersebut akan memacu pegawai untuk meningkatkan kinerjanya. Kepuasan kerja ( Jobsatisvaction) pegawai merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen sebagai upaya memelihara tingkat kinerja pegawai yang diinginkan ( Handoko 2005 ) Sedangkan Wixley dan Yuki dalam ( Mangunegoro, 2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang mendukung atau tidak mendukung diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya, atau merasa puas apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya mendukung dan sebaliknya. Pembangunan dibidang sumber daya manusia tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia 8 Indonesia, tetapi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas pegawai pemerintahan. Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan kualitas pegawai sebagai administrasi pembangunan yang memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggung jawab, berdisiplin dan memiliki motivasi tinggi sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dinamika organisasi dalam pemerintahan maupun sektor jasa lainnya ditentukan juga oleh suasana dalam organisasi yang diciptakan oleh tata hubungan/komunikasi antar pribadi (interpersonal relationships) yang berlaku di lingkungan organisasi tersebut. Tata hubungan antar pribadi dapat bersumber dari komunikasi yang baik antara seorang pemimpin dengan staf dalam melaksanakan fungsinya. Komunikasi yang baik mempengaruhi tata hubungan dalam organisasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pula pada kepuasan kerja pegawai . Mengingat bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang terpenting, pemeliharaan hubungan yang kontinue dan serasi dengan para karyawan dalam setiap organisai menjadi sangat penting. Teori manajemen sumber daya manusia memberi petunjuk bahwa hal – hal yang penting diperhatikan pemeliharaan hubungan tersebut antara lain menyangkut motivasi dan kepuasan kerja, penanggulangan stres, konseling dan pengenaan sanksi disipliner, sistem komunikasi, 9 perubahan dan pengembangan organisasi serta peningkatan mutu hidup kekaryaan para pekerja. Kepuasan kerja dapat diukur dari tingkat kemangkiran, keinginan pindah, prestasi kerja, usia, tingkat jabatan, besar kecilnya organisasi. Untuk mewujudkan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi maka diupayakan berbagai macam cara pendekatan yaitu memberikan dukungan reward yang pantas, dukungan budaya organisasi yang baik dan dukungan komunikasi antar pegawai maupun pimpinan dengan staf dalam memberikan perintah agar pegawai tidak tersinggung, saling menjaga perasaan agar kepuasan kerja pegawai tercapai dengan baik pula Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian pada pokok permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara Simultan terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya ? 10 2. Apakah Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara Parsial terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya ? 3. Variabel manakah diantara Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia yang berpengaruh dominan terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya ? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh Motivasi dan kualitas Sumber Daya Manusia secara Simultan terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya 2. Untuk mengetahui Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara Parsial terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 3. Untuk mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Secara teoritis akan memberikan gambaran yang lebih konkrit dan dapat dijadikan pijakan dalam menentukan kebijakan 11 2. Bagi Distrik Navigasi Kelas I Surabaya, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan/input meningkatkan Kepuasan Kerja pegawai. dalam upaya 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan motivasi kerja dan Kepuasan Kerja pegawai antara lain: 1. Hasil penelitian Ma’rifah(2005) yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur”, mengemukakan bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja pekerja sosial dimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pekerja sosial adalah positif. Ini berarti semakin besar motivasi kerja pekerja sosial maka kinerjanya akan semakin baik. 2. Sari (2010) juga meneliti tentang “Pengaruh Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja pada PDAM Delta Tirta Sidoarjo”. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi kerja dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial. 3. Surya Reski (2009) meneliti tentang “Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Teknis dibutuhkan 13 untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan dari pendidikan dan pelatihan tersebut menjadikan pegawai dapat bekerja dengan baik sesuai dengan bidang tugasnya. 2.4. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka, kajian teori, kerangka pemikiran, dan perumusan hipotesis. Tinjauan pustaka merupakan sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Kajian teori yang dipaparkan adalah teori-teori yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yang akan dibahas beserta indikator-indikatornya. Kerangka berfikir akan membahas tentang landasan teori dan hipotesis akan berhubungan antar semua variabel dalam penelitian. Hipotesis tindakan akan mengulas tentang jawaban sementara melalui tindakan-tindakan yang dilakukan dengan hasil yang diharapkan. 2.2.1. Pengertian Motivasi Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. 14 Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Lebih lanjut Menurut Sukanto dan Handoko (2000) motivasi, yaitu keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Yuli 2005). 2.2.1.1. Teori Motivasi Secara garis besar teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu; (1) pendekatan isi/kepuasan (content theory), (2) teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan (3) teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory). a. Teori Dua Faktor Herzberg Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi: (1) Kompensasi (pay and benefit), (2) kebijakan dan adimistrasi organisasi (company policy and administration), (3) hubungan dengan rekan sejawat (relationship with co-worker), (4) mutu penyeliaan (supervision), (5) status, (6) keamanan dan keselamatan kerja (job security), (7) kondisi kerja (working conditions), (8) kehidupan pribadi (personal life). Keberadaan kondisi- 15 kondisi ini terhadap kepuasan pegawai tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Adapun faktor intrinsik (motivation factors) meliputi: (1) pencapaian prestasi (achievement), (2) pengakuan orang lain (recognition), (3) kepuasan itu sendiri (the work itself), (4) tanggung jawab (responsibility), (5) peluang karier (promotion), (6) kemungkinan pekembangan ke depan (the posibility of growth). 2.2.1.2. Jenis – Jenis Motivasi Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Motivasi atau dorongan kepada pegawai untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu: 1. Motivasi positif Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang dinginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan imbalan, misalnya: hadiah. 2. Motivasi negatif 16 Motivasi negatif adalah suatu proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah melaui kekuatan-kekuatan ataupun berbagai ancaman. 2.2.2. Pengertian Kualitas Menurut Cateora dan Graham (2007: 39), Kualitas (quality) dibedakan ke dalam dua dimensi : kualitas dari perspektif pasar dan kualitas kinerja. Keduanya merupakan konsep penting, namun pandangan konsumen atas kualitas produk lebih banyak berhubungan dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas hasil. 2.2.2.1. Pengertian Sumber Daya Manusia Menurut Sayuti Hasibuan (2000, p3), sumber daya manusia adalah semua manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi dalam mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Nawawi (2003, p37) membagi pengertian SDM menjadi dua, yaitu pengertian secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Pengertian SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang 17 disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dll. Jadi, sumber daya manusia (SDM) adalah semua orang yang terlibat yang bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu persyaratan utama. Kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek yakni aspek fisik dan non fisik yang menyangkut kemampuan bekerja dan ketrampilan-ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini juga dapat diarahkan kepada kedua aspek tersebut. Untuk meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program - program kesehatan dan gizi. Sedangkan untuk kualitas atau kemampuan - kemampuan nonfisik tersebut, maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya inilah dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya manusia. 2.2.2.2. Pengertian Mengembangkan Sumber Daya Manusia Dalam era globalisasi sekarang ini pengembangan sumber daya manusia tidak saja penting dilakukan untuk mewujudkan suatu organisasi yang memiliki kerangka kuat dan mampu menghadapi semua tantangan dan persaingan yang tidak dapat dihindari. Namun pengembangan sumber daya manusia penting dilakukan dengan sejumlah pertimbangan, yaitu : 18 a. Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam organisasi semakin beragam dan beraneka pilihannya, sehingga mau tidak mau, mampu tidak mampu organisasi harus mengambil alternatif pilihan untuk mengembangkan sumber daya manusia agar dapat menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut ke dalam organisasi b. Untuk mewujudkan efektifitas organisasi, kemampuan yang baik dari sumber daya manusia adalah syarat mutlak sehingga untuk meningkatkan kemampuannya, sumber daya manusia harus dikembangkan sesuai kebutuhan organisasi. Untuk itu sumber daya manusia yang ada dalam organisasi harus dikembangkan agar dapat memberikan peran yang maksimal dalam pencapaian tujuan organisasi. Bagaimana cara mengembangkan sumber daya manusia, di bawah ini beberapa pendapat para ahli tentang pengembangan sumber daya manusia. Menurut Saydam (2000 : 63) mengemukakan pengertian pengembangan sumber daya manusia adalah sebagai berikut : Pengembangan pegawai (Sumber Daya Manusia), merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh organisasi, agar pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. 19 2.2.2.3. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia a. Pendidikan Setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien. Efektif maupun efektifitas organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia atau anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan latihan dan pendidikan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin. Pendidikan pegawai sangat perlu untuk diperhatikan agar prinsip the righ man on the right place dapat diterapkan dalam kehidupan suatu organisasinya. Pada umumnya para pegawai tentunya mengaharapkaan agar mereka ditempatkan sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang diikutinya. Menurut Siagian (1994:173), ”ini merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam manajemen sumber daya manusia, apabila tidak diterapkan akan berakibat pada rendahnya produktivitas dan mutu kerja, tingkat kemungkinan yang cukup tinggi, keinginan yang besar dibarengi oleh kepuasan kerja yang rendah”. Ketepatan dalam penempatan tersebut dapat Siagian (1997:57) lebih lanjut menyatakan bahwa : 20 Pendidikan dapat bersifat formal, akan tetapi dapat pula bersifat non formal. Pendidikan yang sifatnya formal ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah taman kanak-kanak hingga, bagi sebagian orang. Pendidikan di lembaga pendidikan tinggi, terjadi di ruang kelas dengan program yang ada pada umumya “structured”. Dipihak lain, pendidikan yang sifatnya non formal dapat terjadi di mana saja kerana sifatnya yang “unstructured”. Pendapat diatas menyatakan bahwa pendidikan formal dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, sedangkan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar pendidikan formal, dapat melalui pelatihan, kursus-kursus. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi. Notoatmodjo (2002) mengemukakan bahwa “pendidikan formal di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan”. Adapun tujuan pendidikan menurut Kaho (2002:71-72) sebagai berikut : 1. Dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam tentang bidang yang dipilh atau dipelajari seseorang; 21 2. Melatih manusia untuk berpikir secara rasional dan menggunakan kecerdasan kearah yang tepat, melatih manusia menggunakan akalnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berpikir, menyatakan pendapat maupun bertindak. 3. Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada manusia untuk merumuskan pikiran, pendapat yang hendak disampaikan kepada orang lain secara logis dan sistematis sehingga mudah dimengerti. Untuk itu, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pengetahuan seseorang, terutama yang menyangkut penguasaan teori untuk memutuskan persoalan-persoalan berkaitan dengan kegiatan pencapaian tujuan organisasi. a. Pendidikan Pelatihan diberikan kepada pegawai dengan upaya peningkatan keterampilannya. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu (Sinamora, 2004). Dengan adanya pelatihan sebagai bagian pengembangan pegawai, maka organisasi dapat meningkatkan hasil-hasil kerja karyawan (kinerja) guna peningkatan produktivitas karyawan. Diklat terkait dengan peningkatan keterampilan pegawai. 22 Secara umum keterampilan dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok menurut Robert R. Katz dalam Hasibuan (1996:34) yaitu “technical skill, conceptual skill and human skill”. Technical skill atau kemampuan manusia yang diperoleh dari kursus-kursus dari lembaga pendidikan dan latihan. Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “Technical skill adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur, dan teknik suatu bidang yang khusus”. Dalam melakukan tugasnya, aparat membutuhkan keterampilan teknis yang cukup. Selanjutnya Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasi dan memadukan semua kepentingan dan kegiatan organisasi”. Kemampuan ini mendukung aparat untuk mampu memandang organisasi secara keseluruhan dan memahami masalah yang dihadapi. Dengan kemampuan ini, aparat dapat melakukan perencanaan kerja dengan memperhitungkan kemampuan-kemampuan organisasi serta tujuan hendak dicapai. Hubungan sosial aparat sangat mendukung kondisi kerja suatu organisasi. Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “keterampilan manusiawi atau human skill adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami orang lain dan mendorong orang lain, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok”. Dengan kemampuan kerjasama yang baik, aparat mampu menciptakan suasana kerja yang 23 baik dalam pencapaian tujuan organisasi. Sesuai uraian Marsono (2002:219) bahwa : Diklat aparatur mengarah pada upaya peningkatan : (1) sikap dan semangat, pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, negara dan tanah air, (2) Kompetensi teknik manajerial, dan/atau kepemimpinannya (3) efisiensi, efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya. Menurut siagian (1997), ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan yakni: 1. Peningkatan prodiktivitas kerja organisasi keseluruhan 2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan 3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat 4. Meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi. 5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang pertisipatif 6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang pada gilirannya memperlancar perumusan kebijaksanaan organsasi dan operasionalnya 7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan dikalangan para anggota organisasi. 24 Dari pengertian yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan lebih berorientasi teoritis dan lebih banyak ditujukan terhadap usaha pembinaan mental dan kejiwaan (sikap, tingkah laku, kedewasaan berpikir dan kepribadian). Sedangkan latihan lebih berorientasi pada praktek dan lebih banyak ditujukan pada kecekatan, kecakapan, dan keterampilan menggunakan anggota badan atau alat kerja. Berdasarkan uraian tersebut, pengembangan pegawai ada kaitannya dengan tujuan atau sasaran diklat yaitu : a. Perbaikan sikap dan kepribadian pegawai serta dedikasinya sesuai tuntutan tugas dan jabatannyan. b. Dasar sistem penghargaan menurut prestasi kerja dan pengembangan karier. c. Membina kesatuan berpikir dan bahasa dalam rangka terwujudnya kesatuan gerak/kerjasama d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai tugas dan jabatannya e. Mengembangkan kemampuan dan dedikasi serta motivasi dalam pelaksanaan pembangunan Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang merupakan bagian yang integral dari administrasi kepegawaian, yang selanjutnya adalah bagian dari administrasi negara, berorientasi pada pelaksanaan tugas pokok, 25 peningkatan produktivitas, dan peningkatan kemampuan serta dedikasi pegawai negeri. Dengan demikian tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum adalah : a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi oleh kepribadian dan etika pegawai sesuai kebutuhan instansi, b. Menciptakan pegawai yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa, c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat, d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dan terwujudnya pemerintahan yang baik. Sedangkan secara khusus, pendidikan dan pelatihan mengarah pada : a) Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada masyarakat, b) Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi maupun kepemimpinannya, c) Dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya 26 (Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-undang nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 nomor 169 Tambahan Lembaran Negara nomor. 3860)). Dalam aturan pokok kepegawaian di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-undang nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 nomor 169 Tambahan Lembaran Negara nomor. 3860), yang membagi pendidikan dan pelatihan terdiri dari dua bagian, yaitu : 1. Pendidikan dan pelatian Prajabatan (Pre Service Training), 2. Pendidikan dan pelatian dalam jabatan (In Service Training) Pendidikan dan latihan Prajabatan adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada calon pegawai negeri sipil, dengan tujuan agar ia dapat terampil dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya, sedangkan pendidikan dan latihan dalam jabatan adalah suatu kegiatan kepegawaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu keahlian, kemampuan, dan keterampilan. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1994 meliputi : 1. Pendidikan dan Pelatihan Struktural 2. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional 27 3. Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pendidikan dan pelatihan struktural merupakan persyaratan bagi pegawai negeri sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Marsono (2002:37) menyebutkan jenis diklat struktural/penjenjangan dalam rangka upaya pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara menyeluruh, yaitu : a. Diklat kepemimpinan Tingkat IV adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon IV b. Diklat kepemimpinan tingkat III adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon III c. Diklat kepemimpinan tingkat II adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon II d. Diklat kepemimpinan tingkat I adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon I. Kemudian pendidikan dan pelatihan fungsional merupakan prasyaratan bagi pegawai negeri sipil yang akan menduduki jabatan fungsional dan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional, serta pendidikan dan pelatihan teknis merupakan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan untuk memberikan keterampilan dan penguasaan pengetahuan dibidang teknis tertentu kepada pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya. 28 Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan, tetapi juga bagi organisasi. Karena dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pegawai juga meningkatkan produktivitas kerja. Produktivitas kerja para pegawai meningkatkan organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan. 2.2.3. Kepuasan Kerja dan Permasalahannya Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena telah terbukti banyak memberikan manfaat baik bagi individu, organisasi maupun masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan adanya usaha ke arah kebahagiaan hidup. Bagi organisasi, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam usaha peningkatan produksi dan penurunan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku pegawainya. Selanjutnya bagi masyarakat, akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta naiknya nilai manusia dalam konteks pekerjaan (As’ad, 2000). Sondang (2001) memberikan definisi “Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seorang, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang pekerjaannya”. Kepuasan seseorang terdorong untuk bekerja adalah untuk memuaskan 29 kebutuhan-kebutuhannya. Apabila hasil kerja yang di hasilkan diberikan imbalan yang sesuai, maka yang bersangkutan akan puas terhadap pekerjaannya. Jika imbalan yang diterima tidak sesuai dengan beban dan hasil kerjanya, maka akan muncul ketidakpuasan. Para pegawai yang tidak puas menunjukkan bahwa kebutuhan- kebutuhannya belum terpenuhi. Kepuasan kerja adalah dambaan setiap individu yang sudah bekerja, masing-masing pegawai memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspekaspek dalam promosi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pegawai tersebut, maka semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga dimensi kepuasan kerja yaitu : 1) Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional terhadap situasi kerja. 2) Kepuasan kerja sering kali menentukan seberapa besar hasil kerja yang akan dicapai atau harapan-harapan yang akan dilampaui. 3) Kepuasan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan promosi itu sendiri. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seorang terhadap promosi mereka, biasanya nampak dalam sikap positif para pegawai terhadap promosi dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan 30 kerjanya. Kepuasan kerja sebagai rasa senang atau tidak senang dengan mana seseorang pegawai memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja terjadi bilamana antara harapan seseorang tentang pekerjaannya dan imbalan yang diberikan atas promosi tersebut. Kepuasan kerja menurut Sondang (2001) : “Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, tentang pekerjaannya”. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Pada dasarnya banyak para ahli mendefinisikan kepuasan kerja, namun secara umum tidak banyak perbedaan yang ditekankan tentang kepuasan kerja. Umumnya kepuasan didefinisikan sebagai sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Setiap pegawai memiliki perasaan puas dan tidak puas terhadap suatu pekerjaannya. Kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek promosi tergantung selisih (discrepency) antara apa yang telah dianggap didapat dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakteristik promosi didefinisikan sebagai jumlah minimal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi- 31 kondisi actual. Jika terdapat lebih banyak faktor promosi yang dapat diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan. Sehubungan dengan kepuasan tersebut Sondang (2001) “Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerjaan, tingkat Jabatan dan besar kecilnya organisasi”. Berbeda dengan Anwar (2001) “ ada tiga aspek yang sangat penting dalam partisipasi kerja, yaitu keterlibatan emosi dalam mental pegawai, motivasi untuk menyumbang (kontribusi), dan penerimaan tanggung jawab.” 2.2.3.1 Tolok Ukur Kepuasan Kerja Anwar (2001), mengatakan bahwa “Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi” Pada sebuah perusahaan kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah, sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya menginginkan pindah perusahaanan. Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja, pegawai-pegawai yang kurang puas cendrung tingkat ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subjektif. Ada 32 kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya harapan yang ideal dengan dunia pegawai, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka tidak puas. Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cendrung lebih puas dari pada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai yang tingkat pekerjaan yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja. Besar kecilnya ukuran sebuah perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Hal ini karena besar kecilnya suatu perusahaanan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi pegawai dalam aktivitas sebuah kantor. Kepuasan kerja dapat diketahui melalui kedisiplinan, moral kerja, turn over kecil, maka secara relatif kepuasan kerja pegawai dapat digolongkan baik. Tetapi sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja dan turn overnya tinggi maka kepuasan kerja pegawai dapat digolongkan rendah. 33 Berikut ini diuraikan Teori tentang Kepuasan Kerja 2.2.3.2. Teori Kepuasan Kerja 1) Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori-teori ini adalah input, out come, comparison person, dan equity, inequity. Input adalah semua nilai yang dierima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja (Anwar, 2001). Misalnya, pendidikan, pengamatan, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Out come adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Comparison person adalah seorang pegawai dalam perusahaan yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya”. Puas tidaknya pegawai dalam teori ini merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcom dirinya dengan perbandingan input-out put pegawai lain. Jadi jika perbandingan tersebur dirasakan sudah seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan yaitu ketidak seimbangan yang tidak menguntungkan 34 dirinya dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi perbandingan atau comparison person. 2) Teori Perbedaan Atau Discrepancy. Dalam teori ini mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang sebenarnya dengan kenyataan yang dirasakan pagawai. Porter dalam Anwar (2001) . Locke dalam Anwar (2001) “mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai tergantung pada perbedaan antara apa yang di dapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada teori menekankan apa yang didapat oleh pegawai lebih besar dari apa yang diharapkan, maka pegawai tersebut menjadi puas. Dan apabila apa yang didapatkan lebih kecil dari apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi tidak puas. 3) Teori Pemenuhan Kebutuhan. Pada teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi maka semakin puas pegawai tersebut. Apabila kebutuhan pegawai tersebut tidak dapat terpenuhi maka pegawai tersebut tidak merasa puas. 35 Atas dasar asumsi di atas, hirarki kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang yakni : (Dessler, 1997) antara lain: (1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seorang berperilaku atau bekerja lebih giat. (2) Kebutuhan rasa aman (security needs) meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja. (3) Kebutuhan sosial (sosial needs) yaitu kebutuhan persahabatan, afiliasi dan interaksi yang lebih erat dari orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan lain sebagainya. (4) Kebutuhan penghargaan meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektivitas kerja seseorang. (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. aktualisasi 36 diri berkaitan dengan proses pengembangan akan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan menunjukkan kemampuan keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. 4) Teori Dua Faktor Dari Herzberg. Frederick Herzberg menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Pada teori ini mengatakan “dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenace factor) dan faktor pemotivision (motivational factor) (Anwar 2001). Faktor motivational dalam teori Herzberg adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor higience atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekayaanya. Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasi adalah dorongan bermotivasi pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang dan bertanggung jawab” (Anwar 2001 : halaman 122). 37 2.2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Berdasarkan uraian diatas, maka faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai di perusahaan adalah faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya Faktor yang ada pada diri pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja. Sedangkan faktor pekerjaannya, adalah jenis pekerjaan, struktur organisasi , pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi Jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja. Hullin dalam As’ad (2000) mengemukakan bahwa faktor utama pembentuk kepuasan kerja adalah gaji. Pendapat ini memang tidak seluruhnya salah, karena dengan gaji orang dapat melangsungkan kehidupan sehari-hari, tetapi tidak selalu gaji merupakan faktor utama. Karena banyak perusahaan yang telah memberikan gaji yang tinggi, tetapi pegawai merasa tidak puas dan tidak senang terhadap pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara, karena kepuasan terhadap gaji dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan. 38 2.4. Kerangka Konseptual Untuk memperjelas hipotesis dalam penelitian ini terlebih dahulu akan disusun sebuah diagram yang menggambarkan hubunganhubungan diantara variabel penelitian yang dinamakan kerangka pikir penelitian. Berdasarkan beberapa kajian teori diatas, maka kerangka pikir penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 : Kerangka konseptual Hipotesis MOTIVASI (X1) Kepuasan Kerja Pegawai (Y) Kualitas Sumber Daya Manusia (X2) 2.4. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir penelitian sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka hipotesis sementara untuk Rumusan Masalah adalah : 39 1. Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara simultan mempunyai pengaruh positif dan signifkan terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 2. Pengaruh Motivasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia secara parsial mempunyai pengaruh positif dan signifkan terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 3. Motivasi dan Sumber Daya Manusia mempunyai pengaruh dominan terhadap Kepuasan Kerja pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Dalam penelitian kali ini peneliti mencoba menggunakan jenis penelitian Kuantitatif. 3.2 Lokasi Penelitian Obyek dalam Penelitian ini adalah Kantor Navigasi Surabaya. Alasan utama pemilihan lokasi tersebut adalah karena instansi ini merupakan tempat kerja penulis, sehingga hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan andil dan manfaat dalam mengetahui pengaruh motivasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap kepuasan kerja pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 3.3. Definisi Variabel Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel dependent adalah variabel yang nilainya tergantung dan dipengaruhi oleh variabel bebas (independent variabel) yang biasanya diberi notasi. Dalam penelitian ini yang dimaksud variabel dependent adalah Kepuasan Kerja Pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya. 41 Variabel independent dalam penelitian ini adalah aspek-aspek Kepuasan Kerja yang terdiri dari dua variabel yaitu variabel Motivasi (X1) dan Variabel Kualitas Sumber Daya Manusia (X2) 3.3.1. Definisi Operasionalisasi Variabel 1) Variabel Motivasi (X1) Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Motivasi dapat dilihat dari persepsi pegawai Distrik Navigasi Kelas I Surabaya diwakili oleh indikator – indikator sebagai berikut : 1. Peraturan – peraturan instansi; 2. Bonus dan Penghargaan – penghargaan lain di luar gaji; 3. Kedisplinan dan ketepatan waktu masuk kerja; 4. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan; 5. Sikap menghargain pekerjaan orang lain seperti menghargai pekerjaan sendiri; 6. Meningkatkan kualitas kerja; 7. Berusaha bekerja lebih baik agar tidak mendapat teguran dari atasan. 42 2) Variabel Kualitas Sumber Daya Manusia (X2) Menurut Sayuti Hasibuan (2000, p3), sumber daya manusia adalah semua manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi dalam mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia pada penelitian ini sebagai berikut: 1) Kepercayaan diri dalam menyelesaikan Tugas, Pokok dan Fungsi; 2) Mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan; 3) Mengimplementasikan hasil dari program Pendidikan dan Pelatihan; 4) Hubungan / Kerjasama antar rekan kerja; 5) Hubungan antara pendidikan dan pelatihan terhadap beban kerja. 3) Variabel Kepuasan Kerja (Y) Kepuasan kerja adalah terpenuhinya harapan pegawai selama proses pekerjaan dan hasil yang dicapai. Kepuasan kerja menurut Sondang (2001) : “Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, tentang pekerjaannya” 43 Indikator kepuasan kerja pada penelitian ini sebagai berikut: 1) Puas atas kemampuan menyelesaikan pekerjaan; 2) Puas atas gaji dan tunjangan yang diterima; 3) Puas atas kepemimpinan atasan; 4) Puas atas ketersediaan fasilitas kerja; 5) Puas atas hubungan dengan rekan kerja. 3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penulisan Skripsi ini penulis melakukan penelitian di Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya Direktorat Jenderal Perhubungan laut Kementerian Perhubungan yang berlokasi di Jln. Perak Barat No. 435 A, Surabaya. Instansi ini adalah instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan keamanan dan keselamatan pelayaran di Alur Barat Surabaya. Rencana penelitian akan dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2014. 3.5. Populasi dan Sampel Keberhasilan suatu penelitian akan sangat tergantung pada teknik-teknik pengumpulan data dari obyek penelitian yang akan dilakukan. lnstrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Kuesioner, disamping itu juga dilakukan observasi untuk mencari data sekunder tentang pegawai serta tulisan-tulisan terdahulu mengenai topik sejenis, literatur dan sebagainya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh 44 Pegawai Navigasi Surabaya. Besarnya populasi dalam penelitian ini adalah 311 orang. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan simple random sampling, dari keseluruhan populasi Pegawai diambil sebanyak 20 % termasuk Pejabat Struktural sebanyak 9 Orang, sehingga ditemukan sampel sebanyak 56 orang. Sampel tiap-tiap bagian dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut : Tabel 3.1 Besarnya Sampel pada setiap Bagian/Unit Bagian / Bidang Jumlah Proporsi Sampel Tata Usaha 22 22/311 x 100% = 0,08 0,08 x 56 = 5 Bidang Operasi 18 18/311 x 100% = 0,06 0,06 x 56 = 3 Bidang Logistik 13 13/311 x 100% = 0,04 0,04 x 56 = 2 Instalasi Bengkel 21 21/311 x 100% = 0,07 0,07 x 56 = 4 Instalasi SBNP 57 57/311 x 100% = 0,18 0,18 x 56 = 10 Instalasi Kapal Negara 100 100/311 x 100% = 0,32 0,32 x 56 = 18 Instalasi ETP 73 73/311 x 100% = 0,23 0,23 x 56 = 13 Instalasi Pengamatan Laut 7 7/311 x 100% = 0,02 0,02 x 56 = 1 311 Sumber Data Primer : Juli 2014 56 45 Dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan angket yang berisi pertanyaan dan pertanyaan kepada responden. Angket pada dasarnya berarti sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden. Angket biasanya dibedakan antara angket berstruktur dan angket tidak berstruktur. Angket tidak berstruktur dimaksudkan adalah sejumlah pertanyaan yang tidak diiringi alternatif jawaban untuk dipilih responden. Dalam menjawab responden bebas mengungkapkan sesuatu jawaban secara tertulis. Berbeda dengan angket berstruktur yang dibedakan antara angket berstruktur dengan pertanyaan tertutup dan angket berstruktur dengan pertanyaan terbuka. Angket berstruktur dengan pertanyaaan tertutup bentuknya berupa disediakanmya sejumlah alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan. Adapun angket berstruktur dengan pertanyaan terbuka, maka setiap pertanyaan diiringi dengan sejumlah jawaban sebagai alternatif untuk dipilih yang paling tepat. Disamping itu, terdapat satu alternatif lain yang dikosongkan untuk menulis jawaban lain secara singkat, seandainya dari alternatif jawaban yang disediakan menurut responden tidak ada yang tepat (Nawawi, 2008) penelitian ini menggunakan data primer yaitu, data yang dikumpulkan atau diambil langsung dari responden. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuisioner, yaitu suatu daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya yang dianggap perlu dan dapat mendukung penelitian ini. 46 Sebelum hasil kuesioner ini digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu di uji validitas dan relibilitasnya. 3.7. Pengujian Instrumen Penelitian 3.7.1. Uji Validitas Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukurun yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Sutrisno Hadi, 1991). Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen ini mampu mengukur apa saja yang hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa saja yang ingin diungkapkan sedangkan realibilitas menunjukkan sejauh mana suatu instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten, apabila pengukuran dilakukan berulang-ulang Pengajian dilakukan selain untuk mengetahui dan mengungkapkan data dengan tepat juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Uji validitas dimaksud untuk melihat konsistensi variabel independent dengan apa yang akan diukur, selain itu untuk mengetahui seberapa jauh alat pengukur dapat memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti sehingga menunjukkan dengan sebenarnya obyek yang akan diukur, dengan demikian diharapkan kuesioner yang digunakan dapat berfungsi sebagai alat pengumpul data yang akurat dan dapat dipercaya, tipe validitas 47 yang dipergunakan dalam uji validitas ini adalah validitas konstruk, tipe ini mengkorelasikan nilai item dengan nilai total. Pengujian validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan mengkorelasikan skor pada masing-masing item dengan skor totalnya. Teknik korelasi seperti ini dikenal dengan teknik korelasi Product Moment, yang rumusnya sebagai berikut : (Husein Umar 2002) Untuk mengetahui apakah nilai korelasinya signifkan atau tidak, maka diperlukan tabel signifikan Product Moment yang dapat dilihat dalam tabel statistik. Pengoperasian uji validitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS Release 17.0. 3.7.2. Uji Reabilitas Reabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Misalkan seorang mengukur panjang jarak dua buah bangunan dengan dua jenis alat ukur, yang satu adalah meteran yang terbuat dari logam, sedangkan yang lainnya adalah dengan menggunakan jumlah langkah kaki. Setiap alat pengukur digunakan sebanyak dua kali untuk mengukur jarak yang sama. Besar sekali kemungkinan hasil pengukuran yang diperoleh dengan pengukur tersebut akan berbeda. Pengukuran yang 48 dilakukan dengan langkah, besar sekali kemungkinan akan tidak tidak sama karena besar langkah antara pengukuran yang pertama dengan pengukuran yang kedua mungkin berlainan. Dari contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa meteran adalah alat pengukur yang realibel, sedangkan langkah kaki adalah alat pengukur yang kurang realibel. Dikemukakan oleh Nunnally (dalam Ghozali, 2001), apabila penskoran butir lebih dari 2 (dua) kategori, maka besarnya reliabilitas dapat digunakan koefisien alpha. Berdasarkan pendapat diatas, maka untuk menguji reliabilitas masing-masing instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. (Husein Umar. 2002) Dalam pengujian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Program SPSS memberikan fasilitas untuk reabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha (a) > 0,60 (Nunally, dalam Ghozali :2001). 3.7.3. Uji Asumsi Klasik 3.7.3.1. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel – variabel bebas (Ghozali,2001). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi 49 korelasi diantara variabel independent. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Dalam penelitian ini teknik untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi adalah melihat dari nilai Varianve Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance. Apabila nilai Tolerance mendekati 1 maka nilai VIF disekitar angka 1 serta tidak lebih dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas dalam model regresi (Santoso,2000). 3.7.3.2. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal (Ghozali,2001). Pengujian normalitas dalam penelitian ini dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data 50 normal. Sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas dasar adalah (Ghozali,2001) : a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 3.7.3.3. Uji Hesteroskedastisitas Uji Hesteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali,2001). Cara mendeteksinya adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-standardized (Ghozali,2001). Sedangkan dasar pengambilan heteroskadastisitas adalah (Ghozali,2001) : keputusan untuk uji 51 a) Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu teratur (bergelombang, melebur kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 3.7.4. Analisis Regresi Linier Berganda Dalam upaya menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka digunakan analisis regresi linier berganda (Multiple Regression). Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilainilai variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali.2005). Untuk regresi yang variabel independennya terdiri atas dua atau lebih, regresinya disebut juga regresi berganda. Oleh karena variabel independen diatas mempunyai variabel yang lebih dari dua, maka regresi dalam penelitian ini disebut regresi berganda. Persamaan Regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen atau 52 bebas yaitu Motivasi (X1), Sumber Daya Manusia (X2), Kepuasan Kerja Pegawai (Y). Rumus matematis dari regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y = a + bı X1 + b2 X2 + e Keterangan : Y = Kepuasan Kerja Pegawai a = Constanta b1 = Koefisien Regresi antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai b2 = Koefisien Regresi antara Sumber Daya Manusia dengan Kepuasan Kerja Pegawai X1 = Variabel Motivasi X2 = Variabel Sumber Daya Manusia 3.7.5. Uji Goodness of Fit Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat dinilai dengan Goodness of Fit-nya. Secara statistik setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak), sebaliknya disebut tidak 53 signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali,2001). 3.7.5.1. Uji F Uji F digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa koefisien determinasi majemuk dalam populasi, R², sama dengan nol. Uji signifikansi meliputi pengujian signifikansi pertanyaan persamaan regresi secara keseluruhan serta koefisien regresi parsial spesifik. Uji keseluruhan dapat dilakukan dengan menggunakan statistik F. Statistik uji ini mengikuti distribusi F dengan derajat kebebasan k dan (nk-1) (malhotra, 2001). Jika hipotesis nol keseluruhan ditolak, satu atau lebih koefisien regresi majemuk populasi mempunyai nilai tak sama dengan 0. Uji F parsial meliputi penguraian jumlah total kuadrat regresi SSreg menjadi komponen yang terkait dengan masingmasing variabel independen. Dalam pendekatan yang standar, hal ini dilakukan dengan mengasumsikan bahwa setiap variabel independen ditambahkan kedalam persamaan regresi setelah seluruh variabel independen lainnya telah disertakan. kenaikan dari jumlah kuadrat yang dijelaskan, yang disebabkan oleh penambahan sebuah variabel independen Xi, merupakan komponen variasi yang disebabkan variabel tersebut dan disimbolkan dengan SSxi. 54 Signifikan koefisien regresi parsial untuk variabel, diuji dengan menggunakan sebuah statistik F inkremental (Malhotra, 2006). 3.7.5.2. Uji Parsial (Uji t) Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2001). Langkah – langkah uji hipotesis untuk koefisien regresi adalah : 1. Perumusan Hipotesis Nihil (Hₒ) dan Hipotesis alternatif (Hı) Hₒ : βı = 0 Tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel terikat (Y). Hı : βₒ ≠ 0 Ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel bebas (Y). 2. Penentuan harga t tabel berdasarkan taraf signifikansi dan taraf derajat kebebasan Taraf Signifikansi = 5% (0,05) Derajat kebebasan = (n-1-k) 3.7.5.3. Koefisien Determinasi (R²) Koefisien Determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol 55 dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel independen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi informasi variasi variabel dependen (Ghozali, 2001).