Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pemasaran
2.1.1
Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kegitan atau aktivitas penting yang
dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk bertahan, berkembang dan
tentunya untuk mendapatkan laba. Salah satu kegiatan pemasaran adalah
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta berusaha bagaimana untuk
memuaskan mereka.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pemasaran,
berikut adalah pengertian pemasaran dari beberapa pakar pemasaran :
Menurut Kotler –Keller (2009;5) mendefinisikan pemasaran adalah :
“ Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu
dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain.”
Sedangkan pengertian pemasaran menurut Kotler & Keller (2009;5)
adalah sebagai berikut :
“Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses
untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai
kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan
cara
yang
menguntungkan
organisasi
dan
pemangku
kepentingannya.”
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa pemasaran
adalah usaha perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan
menciptakan produk barang dan jasa untuk kemudian disampaikan kepada
konsumen sehingga terjadi proses pertukaran dengan konsumen.
Di dalam melaksanakan pemasaran dibutuhkan suatu manajemen guna
mendukung pelaksanaan pemasaran tersebut. Manajemen pemasaran tersebut
dilaksanakan guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas dan kegiatan pemasaran
yang dilaksanakan sehingga mampu mewujudkan apa yang menjadi tujuan utama
perusahaan.
2.1.2
Pengertian Marketing Mix
Marketing mix merupakan salah satu bagian dari aktivitas pemasaran yang
mempunyai peranan yang cukup penting dalam usaha perusahaan menghantarkan
nilai kepada pelanggan. Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi marketing
mix menurut beberapa ahli:
Menurut Buchari Alma (2007;205) menjelaskan bauran pemasaran adalah
sebagai berikut:
“ marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan
marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan
hasil paling memuaskan “
Sedangkan menurut Rambat dan Hamdani (2006:70) menyatakan bauran
pemasaran adalah sebagai berikut :
“ Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah alat bagi pemasar yang
terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu
dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan
positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.”
Dari pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa bauran
pemasaran tersebut adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk mempengaruhi saluran perdagangan mereka dan juga konsumen akhir
mereka. Perangkat tersebut dapat menentukan tingkat keberhasilan pemasaran
bagi perusahaan, dan ditunjukan untuk dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen.
Elemen dari bauran pemasaran menurut Kotler & Keller (2009;55)
diklasifikasikan menjadi 4P yaitu Product, Price, Place, Promotion. Adapun
pengertian dari masing-masing bauran pemasaran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Produk (Product)
Produk adalah keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan
sejumlah nilai manfaat kepada konsumen. Mengelola unsur produk
termasuk perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang tepat
untuk dipasarkan oleh perusahaan. Strategi dibutuhkan untuk mengubah
produk yang ada, menambah baru dan mengambil tindakan-tindakan yang
mempengaruhi berbagai macam produk.
2. Harga (Price)
Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang dinyatakan dengan uang.
Dalam menentukan harga, manajemen harus menentukan harga dasar yang
tepat bagi produknya. Manajemen harus menentukan strategi yang
menyangkut potongan harga, pembayaran ongkos angkut dan berbagai
variabel yang bersangkutan.
3. Promosi (Promotion)
Promosi adalah unsur yang didayagunakan untuk memberitahukan dan
membujuk pasar tentang produk baru perusahaan, periklanan, penjualan
pribadi, promosi penjualan, publisitas, dan hubungan masyarakat,
merupakan bagian dari promosi.
4. Distribusi (Distribution)
Distribusi adalah alat pemasaran untuk segala produknya agar mudah
dijangkau dan tersedia bagi pelanggan sasaran. Meskipun perantara
pemasaran pada dasarnya merupakan faktor lingkungan yang berada di
luar
jangkauan
perusahaan,
seorang
eksekutif
perusahaan
tetap
mempunyai ruang gerak yang besar sekali pada saat ia berhubungan
dengan mereka. Tanggung jawab perusahaan adalah : 1. Memilih dan
mengelola saluran perdagangan mana yang dipakai menyalurkan produk
agar dapat mencapai pasar yang tepat dalam waktu yang tepat, 2.
Mengembangkan sistem distribusi untuk pengiriman dan penanganan
produk secara fisik melalui saluran ini.
Menurut Kotler & Keller (2009;43), empat elemen bauran pemasaran
juga penting di dalam pemasaran jasa. Akan tetapi, dalam pemasaran jasa terdapat
elemen-elemen lain yang dapat dikontrol dan dikoordinasikan untuk keperluan
komunikasi memuaskan konsumen jasa, elemen-elemen tersebut adalah:
1. Orang (People or Participants)
Yaitu semua pelaku yang menawarkan sebagian penyajian jasa dan
karenanya mempengaruhi persepsi pembeli.
2. Bukti Fisik (Physical Evidence)
Yaitu lingkungan fisik dimana jasa tersebut disampaikan, dan dimana
perusahaan dan konsumennya berinteraksi dan setiap komponen tangible
memfasilitasi atau komunikasi jasa tersebut.
3. Proses(Process)
Yaitu semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas dimana jasa
yang disampaikan merupakan sistem penyajian atau operasi jasa.
Dengan demikian 4P yang mulanya menjadi bauran pemasaran jasa,
kemudian menjadi 7P. Adapun 7P tersebut produk (product) yaitu kombinasi
barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran, harga (price)
yaitu sejumlah uang yang harus dibayar pelanggan untuk mendapatkan produk,
distribusi (place) yaitu kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi
konsumen
sasaran,
promosi
(promotion)
yaitu
semua
kegiatan
yang
mengkonsumsi jasa produk dan menganjurkan pelanggan sasaran untuk
membelinya, orang atau partisipasi (people or participants) yaitu semua pelaku
yang menawarkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi
pembeli, bukti fisik (Physical evidence) yaitu lingkungan fisik dimana jasa
disampaikan dan dimana konsumennya berinteraksi dan setian komponen tangible
memfasilitasi atau komunikasi jasa tersebut, proses (process) yaitu semua
prosedur aktual mekanisme dan aliran aktivitas dimana jasa disampaikan yang
merupakan sistem penyajian atau operasi jasa.
2.2
Jasa
2.2.1
Pengertian Jasa
Pertumbuhan jasa yang luar biasa mendorong timbulnya perhatian yang
lebih pada industri jasa, disamping penjualan produk fisik yang lebih dahulu
berkembang. Beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
Menurut Kottler dan Keller (2009;36) menyatakan bahwa :
“Jasa/service adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat
ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak
berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun.”
Dari pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa jasa
adalah merupakan aktivitas yang dapat mengakibatkan pertukaran, tanpa adanya
perpindahan akan kepemilikan yang dalam pelaksanaannya didukung oleh produk
fisik.
Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner (2007;243) :
“Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk
dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat)
bersifat tidak berwujud”
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jasa adalah kegiatan
ekonomi yang outputnya bukan produk, konsumsi berbarengan dengan waktu
produksi, memberikan nilai ambah dan tidak berwujud.
Dari definisi-definisi diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa adalah
kegiatan yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak lain, yang pada intinya
dilakukan untuk dapat memuaskan kebutuhan tertentu.
2.2.2
Karakteristik Jasa
Jasa memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan produk
yang berupa barang dan karakteristik tersebut sangat mempengaruhi desain
program pemasaran.
Menurut Kotler & Kottler (2009-39) jasa mempunyai empat karakteristik
berbeda yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu:
1. Tak Berwujud (Intangibility)
Tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba,
didengar, atau dibaui sebelum jasa itu dibeli. Seseorang yang mengalami
bedah kosmetik tidak dapat melihat hasilnya sebelum membeli, dan pasien
di kantor psikiater tidak dapat mengetahui hasil pasti perawatannya.
Perusahaan jasa dapat berusaha mendemonstrasikan kualitas jasa mereka
melalui
bukti
fisik
dan
presentasi.
Pemasar
jasa
harus
dapat
mentransformasikan jasa tak berwujud kedalam manfaat konkret dan
pengalaman yang terdefinisi baik.
2. Tak Terpisahkan (Inseparability)
Sementara
barang
fisik
dibuat,
dimasukan
dalam
persediaan,
didistribusikan melalui berbagai perantara, dan dikonsumsi kemudian, jasa
pada umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. Seorang tukang
cukur tidak dapat memotong rambut tanpa hadir di tempat. Jika seseorang
memberikan jasa, maka penyedia menjadi bagian dari jasa itu.
3. Bervariasi (Variability)
Karena kualitas jasa tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan
dan dimana, dan kepada siapa, jasa sangat bervariasi. Untuk meyakinkan
pelanggan, beberapa perusahaan menawarkan garansi jasa yang dapat
mengurangi persepsi konsumen tentang resiko. Berikut tiga langkah yang
dapat diambil perusahaan jasa untuk meningkatkan kendali kualitas.
a. Berinvestasi dalam prosedur ketenagakerjaan dan pelatihan yang baik.
b. Menstandarisasikan proses kinerja jasa diseluruh organisasi.
c. Mengamati kepuasan pelanggan.
4. Dapat Musnah (perishability)
Jasa tidak dapat disimpan, jadi dapat musnahnya jasa bisa menjadi
masalah ketika permintaan berfluktuasi. Misalnya, perusahaan transportasi
publik harus memiliki peralatan yang jauh lebih banyak karena permintaan
pada jam sibuk dan bukan untuk permintaan yang merata sepanjang hari.
2.2.3
Klasifikasi Jasa
Implikasi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang dan
jasa adalah sulit menggeneralisasikan jasa tanpa melakukan pembedaan lebih
lanjut. Sejauh ini telah banyak pakar yang mengemukakan skema klasifikasi jasa,
dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan
dengan sudut pandanganya sendiri-sendiri.
Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh
kriteria pokok menurut Fandy Tjiptono (2007;13), yaitu:
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang
ditunjukan pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, katering,
jasa tabungan, dan pendidikan) dan jasa bagi konsumen organisasional
(misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa
konsultasi manajemen). Persamaan diantara kedua segmen pasar tersebut
dalam pembelian jasa, baik konsumen akhir maupun konsumen
organisasional sama-sama
melalui proses pengambilan keputusan,
meskipun faktor-faktor determinannya berbeda. Sedangkan perbedaan
utama diantara kedua segmen tersebut terletak pada alasan dan kriteria
spesifik dalam memilih jasa dan penyedia jasa, kuantitas jasa yang
dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa yang diperlukan.
2. Tingkat Keberwujudan
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
a. Rented-goods services
Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu
berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik.
Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena
kepemilikannya
tetap
ditangan
menyewakannya.
Contohnya:
pihak
penyewaan
perusahaan
mobil,
yang
videogames,
VCD/DVD, OHP (overhead projector), komputer, villa, dan
apartemen.
b. Owned-goods services
Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi,
dikembangkan
atau
ditingkatkan
untuk
kerjanya,
atau
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa seperti ini juga
mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen.
Contohnya: jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda motor, komputer,
kulkas, AC, dan lain-lain), pencucian mobil, perawatan rumput padang
golf, perawatan taman, pencucian pakaian (laundry & dry cleaning),
dan sebagainya.
c. Non-goods services
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para
palanggan. Contoh penyedia jasa tipe ini antara lain supir, dosen,
penata rias, baby-sitter, pemandu wisata, penerjemah lisan, ahli
kecantikan, pelatih senam, dan lain-lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok
jasa. Pertama, professional services (seperti dosen, konsultan manajemen,
konsultan hukum, pengacara, konsultan perpajakan, konsultan sistem
informasi, dokter, perawat) dan kedua, non professional services (seperti
jasa supir taksi, tukang parkir, pengantar surat)
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi
commercial services atau profit services (misalnya jasa penerbangan,
bank, penyewaan mobil, biro iklan, dan hotel) dan non-profit services
(seperti sekolah, yayasan dana bantuan, panti asuhan)
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated services (misalnya
jasa pialang, angkutan umum, media massa, dan perbankan) dan nonregulated services (seperti jasa makelar, katering, kost dan asrama, kantin
sekolah)
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa
dapat dikelompokan menjadi dua macam: equipment-based services
(seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon interlokal dan
internasional, mesin ATM) dan people-based services (seperti pelatih
sepakbola, satpam, akuntan, konsultan hukum)
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dikelompokan
menjadi high-contact services (seperti universitas, bank, doktor, penata
rambut) dan low-contact services (misalnya bioskop, jasa PLN, jasa
telekomunikasi, dan jasa layanan pos).
Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa
jenis jasa. Dimana komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil ataupun
bagian utama dari keseluruhan penawaran. Pada kenyataannya, suatu penawaran
dapat bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang dan yang
lainnya jasa murni.
Menurut Kotler & Keller (2009 ; 43), penawaran suatu perusahaan
dibedakan menjadi lima yaitu :
1. Produk Fisik Murni
Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun
mandi, pasta gigi, dan sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang
menyertai produk tersebut.
2. Produk Fisik Dengan Jasa Pendukung
Penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan sedikit jasa
untuk meningkatkan daya tarik pada konsumen.
3. Hybrid
Hybrid merupakan gabungan dari barang dan jasa. Dimana penawaran
terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya. Misalnya restoran
didukung oleh makanan dan pelayanannya.
4. Jasa Utama yang Didukung Dengan Barang dan Jasa Minor
Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa
tambahan (pelengkap) atau barang-barang pendukung.
5. Jasa Murni
Merupakan penawaran yang hampir seluruhnya jasa, dalam hal ini dapat
dikatakan jasa murni dalam penyampaiannya hampir tidak melibatkan
produk fisik.
2.2.4
Strategi Pemasaran Jasa
Di masa lalu, perusahaan jasa tertinggal dibelakang perusahaan
manufaktur di bidang penggunaan pemasaran karena perusahaan jasa itu kecil,
atau merupakan bisnis profesional yang tidak menggunakan pemasaran, akan
tetapi saat ini perusahaan jasa sudah bersaing dengan perusahaan manufaktur.
Menurut Kotler & Keller (2009-48) menyatakan bahwa pemasaran jasa
membutuhkan pemasaran eksternal, internal dan interaktif yang terdiri dari tiga
aspek:
1. Pemasaran Eksternal
Menggambarkan pekerjaan persiapan, penetapan harga, distribusi, dan
promosi normal sebuah jasa kepada pelanggan
2. Pemasaran Internal
Menggambarkan pelatihan dan pemotivasian karyawan untuk melayani
pelanggan dengan baik. Kontribusi terbaik yang dapat dilakukan
departemen pemasaran tentunya adalah “ sangat pandai membuat orang
lain dalam organisasi mempraktikan pemasaran”
3. Pemasaran Interaktif
Menggambarkan keahlian karyawan dalam melayani klien. Klien menilai
jasa tidak hanya berdasarkan kualitas teknisnya (apakah pembedahan itu
berhasil) tetapi juga berdasarkan kualitas fungsionalitasnya (apakah ahli
bedah memperlihatkan perhatian dan membangkitkan keyakinan).
Gambar 2.1
Tiga Jenis Pemasaran Dalam Industri Jasa
Perusahaan
Pemasaran
Industri
restoran
Internal
Pemasaran
Eksternal
Jasa
pembersihan/
pemeliharaan
Karyawan
Jasa
Keuangan
/perbankan
Pemasaran
Pelanggan
Interaktif
Sumber : Koter & Keller (2009-49)
Pada gambar diatas diperhatikan tiga pihak yang dapat membuat suatu
perusahaan jasa bisa sukses dalam menjual jasa, yaitu : perusahaan, pegawai, dan
pelanggan sendiri.
2.3
Kualitas Jasa
2.3.1
Pengertian Kualitas Jasa
Sebenarnya tidaklah mudah untuk mendefinisikan kualitas jasa secara
akurat. Inti dari definisi kualitas jasa berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan. Adapun definisi kualitas jasa menurut beberapa ahli,
diantaranya adalah :
Definisi kualitas jasa menurut Tjiptono & Chandra (2007;121) adalah :
“ Kualitas jasa adalah ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang
diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi (harapan) pelanggan.”
Sedangkan menurut Lovelock & Wright (2007;96) yaitu sebagai berikut:
“ Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan
terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan.”
Kualitas jasa yang baik dapat menciptakan kepuasan bagi pelanggannya.
Kualitas jasa yang baik akan mempertahankan pelanggan yang ada, menambah
pelanggan baru, dan berdampak pada peningkatan penjualan dan peningkatan
laba. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu jasa yang
diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan atau dipersepsikan
(perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service,
maka kualitas jasa bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika
perceived service melebihi expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan
sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek
dibandingkan ecpected service, maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau
buruk. Oleh karena itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenhi harapan pelanggan secara konsisten.
2.3.2
Model Kualitas Jasa
Model kualitas jasa yaitu suatu model yang menyoroti kebutuhan utama
untuk menghantarkan kualitas jasa yang tinggi. Fandy Tjiptono (2007;147)
mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa.
Kelima gap tersebut adalah :
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara
tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa
seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang
diinginkan konsumen. Contohnya pengelola katering mungkin mengira
para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran
makanannya,
padahal
para
pelanggan
tersebut
mungkin
lebih
memperhatikan variasi menu yang disajikan.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifiksi kualitas jasa
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang
diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar
kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak
adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan
sumberdaya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh,
manajemen suatu bank meminta para stafnya agar memberikan pelayanan
secara „cepat‟ tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan
yang dapat dikategorikan cepat.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
Ada beberapa penyebab terjadinyagap ini, misalnya karyawan kurang
terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melebihi batas, tidak
dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar
kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan
pada standar-standar yang kadang kala saling bertentangan satu sama lain,
misalnya para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk
mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi disisi lain mereka juga
harus melayani para pasien dengan cepat.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau
janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah
apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya brosur
suatu lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan
yang terbaik; memiliki sarana kuliah; praktikum dan perpustakaan
lengkap; dan staf pengajarnya profesional. Akan tetapi saat pelanggan
datang
dan
merasakan
bahwa
ternyata
fasilitas
praktikum dan
perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya memiliki beberapa ruang kuliah;
jumlah komputer relatif sedikit;judul dan eksemplar buku terbatas), maka
sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan lembaga pendidikan
tersebut telah mendistorsi harapan konsumen dan menyebabkan terjadinya
persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga tersebut.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan
dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas
jasa tersebut. Misalnya seorang dokter bisa saja terus mengunjungi
pasiennya untuk menunjukan perhatiannya. Akan tetapi pasien dapat
menginterpretasikannya sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres
berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.
Secara visual kelima gap dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Model Kualitas Jasa
KONSUMEN
Komunikasi Dari
Mulut ke Mulut
Kebutuhan
Personal
Pengalaman Yang
Lalu
Jasa Yang
Diharapkan
GAP 5
Jasa Yang
Dirasakan
PEMASAR
Penyampaian
Jasa GAP 4
GAP 1
GAP 3
Penjabaran
Spesifikasi
GAP 2
Persepsi
Manajemen
Sumber : Tjiptono (2007;147)
Komunikasi
Eksternal
2.3.3
Prinsip-prinsip Kualitas Jasa
Dalam rangka menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang
kondusif bagi organisasi jasa untuk menyempurnakan kualitas, organisasi
bersangkutan harus mampu mengimplementasikan enam prinsip utama yang
berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun organisasi jasa. Keenam prinsip
ini sangat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang
tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan
dengan didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan.
Adapun keenam prinsip tersebut menurut Fandy Tjiptono (2007;137)
adalah:
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen
puncak.
Manajemen
puncak
harus
memimpin
dan
mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas.
Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan
kualitas hanya akan berdampak kecil.
2. Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajemen puncak sampai
karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas.
Aspek-aspek yang perlu mendapat penekanan dalam pendidikan tersebut
antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik
implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi
strategi kualitas.
3. Perencanaan Strategik
Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan
kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai
visi dan misinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk
mengubah perilaku organisasional.
Proses
ini
menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terusmenerus terhadap upaya mewujudkan sasaran-sasaran kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun
stakeholder lainnya (seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah,
masyarakat sekitas, dan lain-lain)
6. Total Human Reward
Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi
strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan
prestasinya harus diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat
kerja, rasa bangga, dan rasa memiliki (sense of belonging) setiap anggota
organisasi dapat meningkat, yang pada gilirannya berkontribusi pada
peningkatan produktivitas dan profitabilitas bagi perusahaan, serta
kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.3.4
Faktor-Faktor yang Menentukan Penilaian Kualitas Jasa
Banyak peneliti melakukan riset khusus untuk merumuskan dimensi
kualitas jasa, salah satunya adalah seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (1988) yang dikutip oleh Tjiptono & Chandra dalam bukunya
Service, Quality & Satisfaction (2007;133) bahwa kualitas jasa memiliki lima
dimensi pokok, yaitu :
1. Keandalan (reliability)
Yaitu berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun
dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya Tanggap (responsiveness)
Yaitu berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan
jasa secara cepat.
3. Jaminan (assurance)
Yaitu perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa
aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan
selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati (empathy)
Yaitu perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada
para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti Fisik (tangibles)
Yaitu berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan
material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
2.3.5
Faktor-Faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk
Setiap perusahaan harus benar-benar memahami sejumlah faktor potensial
yang bisa menyebabkan buruknya kualitas jasa. Menurut Fandy Tjiptono
(2007;175-176) mengemukakan beberapa faktor, diantaranya :
1. Produksi dan konsumsi terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa di
produksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Hal ini kerap kali
menimbulkan kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses
penyampaian
jasa.
Konsekuensinya,
berbagai
macam
persoalan
sehubungan dengan interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan jasa bisa
saja terjadi. Beberapa kelemahan yang mungkin ada pada karyawan jasa
dan mungkin berdampak negatif terhadap persepsi kualitas meliputi:

Tidak terampil dalam melayani pelanggan.

Cara berpakaian karyawan kurang sesuai dengan konteks.

Tutur kata karyawan kurang sopan atau bahkan menyebalkan.

Bau badan karyawan mengganggu kenyamanan pelanggan.

Karyawan selalu cemberut atau pasang tampang “angker”.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi
Keterlibatan karyawan secar intensif dalam penyampaian jasa dapat pula
menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa
yang dihasilkan. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhinya antara lain:
upah rendah (umumnya karyawan yang melayani atau berinteraksi
langsung dengan pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang
paling rendah dalam sebuah perusahaan), pelatihan yang kurang memadai
atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, tingkat perputaran
karyawan terlalu tinggi, dan lain-lain.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai
Karyawan front-line merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa.
Agar mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan
dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran,
keuangan, dan SDM). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan, pelatihan
keterampilan, maupun informasi. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya
adalah unsur pemberdayaan (empowerment), baik menyangkut karyawan
front-line maupun manajer.
4. Gap komunikasi
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial
dalam menjalin kontak dan relati dengan pelanggan. Bila terjadi gap
komunikasi, maka bisa timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap
kualitas jasa. Gap-gap komunikasi bisa berupa:

Penyedia jasa memberikan janji berlebihan, sehingga tidak mampu
memenuhinya.

Penyedia jasa tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru
kepada para pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan
prosedur/aturan, perubahan susunan barang di rak panjang pasar
swalayan, dan lain-lain.

Pesan komunikasi penyedia jasa tidak dipahami pelanggan.

Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi
keluhan dan atau saran pelanggan.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama
Pelanggan merupakan individu unik dengan preferensi, perasaan, dan
emosi masing-masing. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak
semua pelanggan bersedia menerima jasa yang seragam (standadized
services). Sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan
menuntut jasa yang sifatnya personal dan berbeda dengan pelanggan lain.
Hal ini memunculkan tantangan bagi penyedia jasa dalam hal kemampuan
memahami kebutuhan spesifik pelanggan individual dan memahami
perasaan pelanggan terhadap penyedia jasa dan layanan yang mereka
terima.
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan
Disatu sisi, mengintroduksi jasa baru atau menyempurnakan jasa lama
dapat meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis dan menghindari
terjadinya layanan yang buruk. Disisi lain, bila terlampau banyak jasa baru
dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapat belum
tentu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah
seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga bisa bingung
membedakan variasi penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan,
maupun tingkat kualitasnya.
7. Visi bisnis jangka pendek
Visi jangka pendek (misalnya, orientasi pada pencapaian target penjualan
dan laba tahunan, penghematan biaya sebesar-besarnya, peningkatan
produktivitas tahunan, penghematan sebesar-besarnya, dan lain-lain) bisa
merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai
contoh, kebijakan sebuah bank untuk menekan biaya dengan cara menutup
sebagian kantor cabangnya akan mengurangi akses bagi para nasabahnya,
yang pada gilirannya bisa menimbulkan ketidakpuasan pelanggan dan
persepsi negatif terhadap kualitas jasa bank bersangkutan.
2.3.6
Strategi Peningkatan Kualitas Jasa
Demi kepuasan konsumen, diperlukan suatu pengembangan strategi yang
diarahkan kepada konsumen. Meningkatkan pelayanan jasa tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan atau menekan saklar lampu. Banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan. Fandy Tjiptono (2007 ; 88) mengemukakan beberapa
cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu :
1. Mengidentifikasi Determinan Utama Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik
kepada konsumennya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama
kualitas jasa dari sudut pandang konsumen. Oleh karena itu langkah
pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk mengidentifikasi
determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah
berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran
terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan
tersebut.
2. Mengelola Harapan Pelanggan
Semakin banyak janji yang diberikan perusahaan, maka semakin besar
pula harapan konsumen (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis)
yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya
harapan konsumen oleh perusahaan. Untuk itu ada suatu hal yang dapat
dijadikan pedoman, yaitu : “Jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan,
tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan.”
3. Mengelola Bukti (evidence) Kualitas Jasa
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi
konsumen selama dan sesudah jasa diberikan.
4. Mendidik Konsumen Tentang Jasa
Membantu konsumen dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang
sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang
lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.
5. Mengembangkan Budaya Kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukkan dan penyempurnaan
kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi,
keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang
meningkatkan kualitas. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik,
dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan Automating Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang
disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun
demikian, sebelum memutuskan akan melakukan otomatis, perusahaan
perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang
membutuhkan
sentuhan
manusia
dan
bagian
yang
memerlukan
otomatisasi.
7. Menindaklanjuti Jasa
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang
perlu
ditingkatkan.
Perusahaan
perlu
mengambil
inisiatif
untuk
menghubungi sebagian atau semua konsumen untuk mengetahui tingkat
kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan
dapat pula
memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk
berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan
berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan
dan menyebarluaskan informasi dan kualitas jasa guna mendukung
pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala
aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal
dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan konsumen.
2.4
Kepuasan Konsumen
2.4.1
Pengertian Kepuasan Konsumen
Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para
pelanggan yang merasa puas. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang
sederhana maupun kompleks. Dalam hal ini, peranan setiap individu dalam suatu
jasa sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk.
Terdapat banyak pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya
adalah:
Menurut Kotler & Keller (2009;138), yaitu:
“ Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang
dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka.
Sedangkan menurut Lovelock-Wright (2007;102), mengemukakan
bahwa:
“ Kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian
mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,
netralitas, kegembiraan, atau kesenangan.”
Adapun menurut Fandy Tjiptono (2007-24) mengemukakan bahwa:
“ kepuasan atau ketidak puasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja
aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.”
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan mencakup kesesuaian antara harapan
pelanggan dengan kinerja yang dirasakan setalah mengkonsumsi. Harapan
pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang
diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa).
Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia
terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli
Gambar 2.3
Konsep Kepuasan Konsumen
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan
Konsumen
Produk
Harapan Konsumen
Nilai Produk Bagi
Konsumen
Tingkat Kepuasan
Sumber : Fandy Tjiptono (2007;24)
Harapan konsumen dibentuk berdasarkan pengalaman pribadi, temanteman, dan juga dari komunikasi yang disampaikan lewat iklan, brosur atau
dengan cara lain. Apabila mereka membeli jasa tersebut, mereka membandingkan
dengan harapan mereka. Apabila jasa yang mereka rasakan jauh berada dibawah
jasa yang mereka harapkan, diasumsikan bahwa konsumen belum terpuaskan.
Untuk itu perusahaan harus memberikan jasa melebihi harapan mereka (mutu
jasa) agar perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang unggul dibandingkan
para pesaing.
Perusahaan berfikir bahwa mendapatkan konsumen adalah tugas bagian
pemasaran atau penjualan, jika bagian tersebut tidak dapat mendapatkan
konsumen bahwa perusahaan menyimpulkan kinerja penjualan atau pemasaran
kurang baik. Akan tetapi kenyataannya adalah pelayanan perusahaan itu sendiri
yang dapat menarik konsumen dan mempertahankan konsumen sehingga tercipta
kepuasan konsumen, karena kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan
atas kinerja dan harapan, dengan begitu bila kinerja tidak memenuhi harapan
sangat berpengaruh dengan kepuasan konsumen.
2.4.2
Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen
Setiap orang melakukan pembelian dengan harapan tertentu mengenai apa
yang akan dilakukan oleh produk atau jasa yang bersangkutan ketika digunakan,
dan kepuasan merupakan hasil yang diharapkan.
Menurut Fandy Tjiptono (2007 ; 210) mengidentifikasikan empat metode
untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu :
1. Sistem Keluhan dan Saran
Organisasi
yang
berpusat
pada
pelanggan
mempermudah
para
pelanggannya guna memuaskan saran dan keluhan. Sejumlah perusahaan
yang berpusat pada pelanggan menyediakan nomer telepon bebas pulsa hot
lines.
2. Survey Kepuasan Pelanggan
Sejumlah penelitian menunjukan bahwa para pelanggan kecewa pada satu
dari setiap empat pembelian, kurang dari 5% yang akan mengadukan
keluhan. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau
berpindah pemasok. Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan
pelanggan secara langsung dengan melakukan survey secara berkala.
Sambil mengumpulkan data pelanggan perusahaan tersebut juga perlu
bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang dan mengukur
kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek
kepada orang lain.
3. Belanja Siluman (Ghost Shopping)
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli
guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli
produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja misterius itu bahkan dapat
menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu menangani berbagai
situasi. Para manajer itu sendiri harus keluar dari kantor dari waktu ke
waktu, masuk ke situasi penjualan di perusahaannya dan di para
pesaingnya dengan cara menyamarkan dan merasakan sendiri perlakuan
yang mereka terima. Cara yang mirip dengan itu adalah para manajer
menelpon perusahaan mereka sendiri guna mengajukan pertanyaan dan
keluhan dalam rangka melhat cara menangani telepon.
4. Analisis Pelangga yang Hilang (Lost Customer Analysis)
Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli
atau yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian
itu. Yang penting dilakukan bukan hanya melakukan wawancara terhadap
pelanggan yang keluar segera setelah berhenti membeli yang juga penting
adalah memantau tingkat kehilangan pelanggan.
2.5
Pengaruh Kualitas Jasa Terhadap kepuasan Pelanggan
Suatu kepuasan akan dirasakan oleh konsumen bila mereka menerima
produk atau jasa sekurang-kurangnya sama atau sesuai dengan yang diharapkan.
Dan apabila produk atau jasa berada di bawah harapan konsumen maka akan
terjadi suatu ketidakpuasan.
Menurut Kotler-Keller (2009;66) salah satu dari nilai utama yang
diharapkan oleh pelanggan dari perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang
tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak lagi bersedia menerima atau mentoleransi
kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan terdapat hubungan
yang erat antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan.
Jasa memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen. Jasa yang baik
memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan
yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang hubungan ini dapat
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan konsumen
serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meminimumkan atau
meniadakan pengalaman konsumen yang kurang menyenangkan. Sehingga
kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada
perusahaan yang telah memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan.
Kualitas jasa pada dasarnya merupakan suatu kelengkapan organ yang
mutlak dan harus ada pada setiap perusahaan, untuk itu banyak perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa berlomba untuk melakukan inovasi dan koreksi
terhadap
kinerja
atau
hasil
yang
dicapai
tersebut,
karena
gunanya
mempertahankan konsumen agar tidak jatuh ketangan para pesaing. Maka
perusahaan harus berfikir maju beberapa langkah dalam memperhatikan atas apa
yang sebenarnya diharapkan oleh para pelanggan atau konsumen (pengguna jasa)
dari mulai hal kecil sampai dengan hal yang besar.
Hubungan pelanggan dengan sebuah perusahaan menjadi kuat ketika
pelanggan memberikan penilaian yang baik tentang kualitas jasa dan menjadi
kelemahan ketika konsumen memberikan citra yang negatif, penilaian yang baik
dengan kualitas pelayanan akan membuat perusahaan mendapatkan kepercayaan
dari konsumen.
Dalam sebuah perusahaan, peranan kualitas jasa sangat vital karena
berhubungan dengan minat dan kepuasan konsumen atau pelanggan. Konsumen
selalu
menuntut
jawaban
yang
memuaskan
terhadap
petanyaan
yang
dikemukakannya, sehingga kualitas jasa dalam perusahaan dituntut dapat
memuaskan konsumen dengan berbagai cara, seperti bukti langsung, keandalan,
daya tanggap, jaminan, empati dan lain-lain sehingga tercipta kepuasan
konsumen. Saat ini perusahaan berfokus pada pengukuran kepuasan konsumen,
hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kualitas jasa dari perusahaan untuk
meningkatkan kepuasan konsumen.
Download