CASE REPORT SESION SEORANG LAKI-LAKI 24 TAHUN DENGAN KELUHAN NYERI PERUT KANAN Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Tugurejo Semarang Disusun Oleh : ARYA BOGI KUSMO H2A009004 Pembimbing : dr. ZULFACHMI WAHAB Sp.Pd FINASIM KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TUGUREJO SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014 1|Page HALAMAN PENGESAHAN NAMA : ARYA BOGI KUSUMO NIM : H2A009004 FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG BIDANG PENDIDIKAN : ILMU PENYAKIT DALAM PEMBIMBING : dr.ZULFACHMI WAHAB Sp.Pd FINASIM Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Juni 2014 Pembimbing dr.ZULFACHMI WAHAB Sp.Pd FINASIM 2|Page Daftar Masalah No. 1. 2. 3. Tanggal 30/4/2014 30/4/2014 30/4/2014 No. 1. Tanggal Masalah Pasif 25/4/2014 Kebiasaan gonta-ganti pasangan 3|Page Masalah aktif HEPATITIS B HEPATITIS C CHOLESISTITIS KASUS 1. Identitas Pasien Nama : Tn. M Umur : 53 tahun Agama : Islam Pekerjaan : supir truck Status : Menikah No.RM :- Tanggal masuk : 28/05/2014 2. Anamnesis Anamnesa dilakukan di bangsal anggrek tanggal 30/05/2014 pukul 14.30 WIB secara autoanamnesis. a. Keluhan utama: perut membesar b. Riwayat Perjalanan Penyakit: 8 bulan yang lalu pasien pertama kali merasakan perut mulai membesar, mual/muntah (+), pasien mengaku lupa akan keluhan demam atau tidak. 5 bulan yang lalu pasien merasakan perut semakin membesar dibandingkan 8 bulan sebelumnya, mual/ muntah(+), pusing (+), demam (+). 2 bulan yang lalu pasien dirawat inap di RS.Permata medika dan didiagnosa menderita penyakit liver, dirawat selama 1 minggu, setelah keluar dari RS pasien tidak melakukan kontrol lanjutan. Saat masuk RSUD TUGUREJO pasien dengan perut membesar, perut kanan bawah terasa nyeri (+), perut membesar ini dirasa menganggu aktivitas. nafsu makan menurun (+), mual muntah dengan frekuensi sering (+), nyeri ulu hati (+), BAB lancar, BAK lancar dengan warna urin kuning kecoklatan seperti teh, demam 4|Page (+), pusing (+), sesak nafas (-), berat badan menurun, memakai bantal terasa nyaman (-), secara terus menerus, batuk (-), dahak (-), mual/muntah (-), pusing (-), keringat dingin (-) c. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat Hepatitis : (+) Riwayat TBC : disangkal Riwayat Hipertensi : disangkal Riwayat Penyakit Jantung : disangkal Riwayat DM : disangkal Riwayat Alergi Makanan : disangkal Riwayat Alergi Obat : disangkal Riwayat pemakaian jarum suntik : disangkal Riwayat gonta-ganti pasangan : diakui d. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat Hepatitis : (-) Riwayat Hipertensi : disangkal Riwayat Penyakit Jantung : disangkal Riwayat DM : disangkal Riwayat Alergi Makanan : disangkal Riwayat Alergi Obat : disangkal e. Riwayat Pribadi : Pasien sering gonta-ganti pasangan saat sedang bekerja. Karena jauh dari istri. f. Riwayat Sosial Ekonomi: Jumlah anggota keluarga 4 orang terdiri dari pasien, istri dan 2 anak yang masih sekolah. Dan yang bekerja 1 orang yaitu pasien sendiri. Biaya pengobatan BPJS NON PBI Kesan sosial ekonomi kurang. 5|Page a) Anamnesis Sistem Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-). Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-) Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun (+), BB turun (+). Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-). Sistem genitourinaria : Sering kencing(-),nyeri saat kencing(-), keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih, anyang-anyangan(-) , berwarna seperti teh (+). Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-) Sistem Integumentum bercak : Kulit kuning (+), pucat (+), gatal (-), bercak merah kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-). 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Mei 2014 WIB Keadaan umum : tampak lemah Kesadaran : compos mentis Vital sign TD : 120/80 mmHg Nadi : 92 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup) RR : 22 x/menit (reguler) Suhu : 37,8 C (axilla) 6|Page BB : 80 kg TB : 172cm BMI : 27,11 kg/m2(kesan: obese) Skala nyeri :2 Resiko jatuh : sedang WHO Asia-Pacific guideline for Asian adults underweight (BMI <18.5) normal weight (BMI = 18.5-22.9) overweight (BMI = 23.0-24.9) obese (BMI >25.0) a) Status Internus a. Kepala : kesan mesocephal b. Mata : konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (+/+) pupil isokor (+/+) reflek pupil (+/+) c. Hidung : napas cuping hidung (-) nyeri tekan (-) krepitasi (-) Sekret (-) septum deviasi (-) konka: hiperemis (-) dan deformitas (-) d. Mulut : sianosis (-) 7|Page Pursed lips-breathing (-) lidah kotor (-) uvula simetris tonsil (T1/T1), hiperemis (-),kripte melebar (-) gigi karies (-) e. Telinga : Sekret (-/-) Serumen (+/+) Laserasi (-/-). f. Leher : nyeri tekan trakea (-) pembesaran limfonodi (-/-) Pembesaran tiroid (-/-) Pergerakan otot bantu pernafasan (-) Peningkatan JVP (-) g. Thoraks JANTUNG Inspeksi : ictus cordis tidak tampak , Palpasi : ictus cordis teraba kuat angkat (+) Perkusi : batas atas : ICS II lin.parasternal sin. batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra; kiri bawah : ICS V 1-2 cm lateral linea midclavicula sinistra pinggang jantung : ICS III parasternal kiri configurasi jantung (dalam batas normal) Auskultasi : reguler Suara jantung murni: I,II Suara jantung tambahan (-) PARU Dextra 8|Page Sinistra Depan 1. Inspeksi Bentuk dada dalam batas normal dalam batas normal Hemitorak Simetris Simetris Stem fremitus Dex=sin Dex = sin Nyeri tekan (-) (-) Pelebaran ICS (-) (-) Pekak di seluruh lapang Pekak diseluruh paru lapang paru 2. Palpasi 3. Perkusi Peranjakan paru 5 cm (N) 4. Auskultasi Suara dasar Vasikuler Vasikuler Suara tambahan (-) (-) Bentuk dada Dbn Dbn Hemitorak Simetris Simetris Stem fremitus Dex=sin Dex=sin Nyeri tekan (-) (-) Pelebaran ICS (-) (-) Pekak di seluruh lapang Pekak di seluruh paru lapang paru Suara dasar Vesikuler Vesikuler Suara tambahan (-) (-) Belakang 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi 4. Auskultasi 9|Page h. Abdomen Inspeksi: Bentuk : sedikit mencembung/membesar Warna : sama dengan kulit sekitar Venektasi : tidak ditemukan Auskultasi: bising usus menurun hingga tidak terdengar Palpasi: Nyeri tekan : (+) Defance muscular : (-) Hepar : normal Lien : tidak teraba pembesaran Ginjal : tidak teraba pembesaran Perkusi : Timphani di seluruh kuadran Pekak hati (+) Pekak sisi (+) normal Pekak alih (+) i. Ekstremitas Akral dingin Oedem Sianosis Gerak Tremor 10 | P a g e Superior -/-/-/Dalam batas normal 5/5 5/5 -/- Inferior -/+/+ -/Dalam batas normal 5/5 5/5 -/- 4. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Darah rutin pada tanggal 29/5/2014 Tes Hasil Satuan Nilai Normal 14,40 g/dl 13,20 - 17,30 39,60(↓) % 40,00 - 52,00 Eritrosit 4,75 10^6/µl 4,40 - 5,90 Leukosit 6,55 10^3/µl 3,80 - 10,60 Basofil - % 0–1 Eosinofil - % 1–3 Band neutrofil - % 2–6 Segmen neutrofil - % 50 – 70 Limfosit 24(↓) % 25 – 40 Monosit 11,10(↑) % 2–8 Trombosit 202,000 10^3/µl 150,000 - 440,000 Darah Lengkap Hemoglobin Hematokrit Hitung jenis Biokimia SGOT (AST) 185(↑) u/l 5-34 SGPT (ALT) 355(↑) u/l 0-55 Alkaline Phosphatase - u/l 40-150 Gamma GT - u/l 9-36 Total bilirubin 17,95(↑) mg/dl 0,2-1,2 Direct bilirubin 14,22(↑) mg/dl 0-0,30 Indirect bilirubin 3,73(↑) mg/dl 0-0,70 Ureum - mg/dl < 50 Creatinine - mg/dl 0,70-1,30 Uric acid - mg/dl 3,50-7,20 Fungsi Ginjal 11 | P a g e 133(↑) mg/dl <200 Sodium (Na) - mmol/l 137-145 Potassium (K) - mmol/l 3,6-5 Chloride (Cl) - mmol/l 98-107 Total Protein - g/dl 6,40-8,30 Albumin - g/dl 3,50-5,00 Globulin - g/dl 2,0-3,5 Ratio A/G - Gula darah sewaktu Elektrolit Protein 1,2-2,2 Amilase-Lipase Amilase Pancreatic - u/l 13-53 Lipase - u/l 13-60 HbSAg REAKTIF(+) <1,00 : non-reactive ≥ 1,00 : reactive Test method: CMIA Anti HCV total POSITIF LEMAH <1,00 : non-reactive ≥ 1,00 : reactive Test method: CMIA Anti HAV IgM - non-reactive : < 0,8 grey zone : 0,8-1,2 reactive : > 1,2 CRP-Hs 12 | P a g e - 0-3 2. USG Pada tanggal 29/5/2014 13 | P a g e Kesan: Cholesistitis 5. Daftar Abnormalitas Anamnesis 1) Perut membesar 2) Mual 3) Muntah 4) Pusing 5) Demam 6) Nyeri ulu hati 7) Nafsu makan menurun 8) BB turun 9) BAK seperti teh 10) RPD hepatitis 11) RPD riw.gonta-ganti pasangan Pemeriksaan fisik 12) Konjungtiva Anemis (+/+) 14 | P a g e 13) Sklera ikterik (+/+) 14) Suhu 37,8 derajat celcius Pemeriksaan penunjang 15) Hematokrit (L) 16) MCHC (H) 17) RDW (H) 18) Limfosit (L) 19) Monosit (H) 20) SGOT (H) 21) SGPT (H) 22) GDS (H) 23) Billirubin total (H) 24) Billirubin direk (H) 25) Billirubin indirek (H) 26) HbsAg (reaktif +) 27) Anti Hcv (positif lemah) 28) USG abdomen (kesan cholesistitis) 6. Analisis Masalah 1. Hepatitis B : 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,23,24,25,26 2. Hepatitis C : 2,3,5,7,8,10,11,12,13,14,20,21,23,25,27 3. cholesistitis : 2,3,5,6,14,22,28 7. Rencana Pemecahan Masalah Assesment (Initial Plan) 1. Problem : HEPATITIS B a. Ass. Faktor resiko : Transfusi darah Sex bebas Faktor genetik 15 | P a g e Adanya strain mutan Transmisi vertikal Lamanya infeksi singkat Nilai transaminase basal Level HBV-DNA rendah Nilai alanin aminotransferase basal tinggi Didapat pada dewasa Imunokompeten Tipe wild (HBeAg positif) Penyakit hati kompensasi b. Ass. Faktor komplikasi : Sirosis hati Kanker hati primer Gagal hati Infeksi virus hepatitis D Initial Plan a. Ip Dx : S : O : - Laboratotium (evaluasi) b. - USG HATI - BIOPSI HATI Ip Tx : Non medikamentosa: Menjaga higienitas makanan, kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Medikamentosa : Interferon (IFN) untuk menghambat replikasi virus dengan dosis sedang 510 MU/m2/hari selama 3-6 bulan. Lamivudin 30 mg 3x1 c. 16 | P a g e Ip Mx : d. 2. Monitoring tanda vital Monitoring laboratotium Monitoring konsumsi makanan dan obat Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya Menghindari faktor pencetus Problem : Hepatitis C a. Ass. Komplikasi - Sirosis hati - Kanker hati primer - Gagal hati - Infeksi virus hepatitis D b. Ass. Faktor resiko - Penggunaan jarum suntik - Hubungan sex bebas Initial Plan a. Ip Dx: S : O : Laboratorium darah. Ip Tx: Interferon (IFN) untuk menghambat replikasi virus dengan dosis sedang 510 MU/m2/hari selama 3-6 bulan. 17 | P a g e b. c. Ip Mx: - Vital sign - Kondisi umum - d. Pemeriksaan laboratorium Ip EX: - Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita pasien - Memberitahukan kepada pasien, apabila terjadi gejala berulang untuk segera berobat ke dokter. - Memberitahu tentang hal-hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya gejala penyakit yang lebih berat. - Memberitahu cara hidup yang sehat agar mempunyai kualitas hidup yang baik 3. Problem : Cholisistitis a. Ass. Faktor Resiko - b. Riwayat cholisistitis akut sebelumnya Ass. Komplikasi - Demam tinggi, peningkatan leukosit, jaundice, pankreatitis Initial Plan a. Ip Dx = S O:USG (evaluasi) b. Ip Tx - Laparoskopi - Kolesistektomi c. Ip Mx - Keadaan Umum, d. 18 | P a g e Ip Ex - Menerangkan kepada pasien tentang penyakit, komplikasi dan pengelolaannya. - Latihan fisik yang ringan dan teratur - Kurangi makanan berlemak dan turunkan berat badan 8. Progres Note HEPATITIS B Tanggal 30 mei 2014 Follow Up S : - mata kuning - perut membesar O: KU : CM, baik TD : 120/180mmHg RR : 22 x/menit HR : 92 x/menit Suhu : 37,80C Kepala : mesochepal Mata : CPA +/-, SI -/Telinga : dbn Hidung : dbn 19 | P a g e Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular SD Vesikuler +/+ RBH +/+ Abdomen: Nyeri Tekan Epigastrium (-) , Bising usus (-) Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : USG,laboratorium A : hepatitis B P : Interferon (IFN) dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan. Lamivudin 30 mg 3x1 Pct 3 x 1 2 juni 2014 S : - mata kuning - perut membesar O: KU : CM, baik TD : 120/180mmHg RR : 22 x/menit HR : 92 x/menit Suhu : 37,40C Kepala : mesochepal Mata : CPA +/-, SI -/Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular SD Vesikuler +/+ RBH +/+ Abdomen: Nyeri Tekan Epigastrium (-) , Bising usus (-) Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : USG,laboratorium A : hepatitis B P : Interferon (IFN) dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan. Lamivudin 30 mg 3x1 4 juni 2014 20 | P a g e Pct 3 x 1 S : - mata kuning - perut membesar O: KU : CM, baik TD : 120/180mmHg RR : 20 x/menit HR : 90 x/menit Suhu : 36,80C Kepala : mesochepal Mata : CPA +/-, SI -/Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular SD Vesikuler +/+ RBH +/+ Abdomen: Nyeri Tekan Epigastrium (-) , Bising usus (+) Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : USG,laboratorium A : hepatitis B P : Interferon (IFN) dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan. Lamivudin 30 mg 3x1 9. Alur Pikir Suka bergonta-ganti pasangan Virus hepatitis B masuk Menyebabkan inflamasi hepar Inflamasi terus menerus mengakibatkan rusaknya sel hati dan meningkatnya bilirubin Terjadi ikterus pada kulit dan sklera 21 | P a g e Anamnesis Pemeriksaan penunjang 1) Perut membesar 15) Hematokrit (L) 2) Mual 16) MCHC (H) 3) Muntah 17) RDW (H) 4) Pusing 18) Limfosit (L) 5) Demam 19) Monosit (H) 6) Nyeri ulu hati 20) SGOT (H) 7) Nafsu makan menurun 21) SGPT (H) 8) BB turun 22) GDS (H) 9) BAK seperti teh 23) Billirubin total (H) 10) RPD hepatitis 24) Billirubin direk (H) 11) RPP makan di sembarang tempat 25) Billirubin indirek (H) Pemeriksaan fisik 26) HbsAg (reaktif +) 12) Konjungtiva Anemis (+/+) 27) Anti Hcv (positif lemah) 13) Sklera ikterik (+/+) 28) USG abdomen (kesan 14) Suhu 37,8 derajat celcius HEPATITIS B HEPATITIS C CHOLESISTITIS TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk negara endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi HBV yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting untuk penularan. 22 | P a g e Walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun HbeAg negatif, maka daya tularnya rendah. 1 Prevalensi anti HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan angka di antara 0.5-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5-46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A akut (39,8-68,3%) sedang urutan ketiga hepatitis B (6,4-25,9%).1 HEPATITIS B DEFINISI Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B.1,2,3,4,5 Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis :1 Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus berubah menjadi hepatitis fulminan. 23 | P a g e Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi carier virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Di area dengan prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari setengah populasi pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B pada satu saat dalam kehidupan mereka, dan lebih dari 8% populasi merupakan pengidap kronik virus ini. Keadaan ini merupakan akibat infeksi VHB yang terjadi pada usia dini.1,2,4,5 Infeksi VHB yang terjadi pada masa bayi dan anak umumnya tidak memberikan gejala klinis (asimtomatik), sehingga sering kali tidak diketahui. Dengan demikian dapat dimengerti bila angka laporan mengenai jumlah pengidap jauh di bawah angka yang sebenarnya.1,2,3,4,5 Pada bayi dan anak terdapat masalah hepatitis B yang serius karena risiko untuk terjadinya infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan usia saat terjadinya infeksi. Data-data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum usia 1 tahun mempunyai resiko kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi VHB terjadi pada usia antara 2- 5 tahun risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak berusia di atas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk terjadinya kronisitas.1,2,5, Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%, dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat tinggi sehingga diperlukan suatu cara untuk menurunkannya. Pengobatan untuk menghilangkan virus hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan dan hanya dapat dipertimbangkan pada pasien dengan criteria yang sangat selektif serta menelan biaya yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B secara universal. Berdasarkan data di atas, menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam 24 | P a g e Negara dengan prevalens infeksi VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi sedini mungkin.1,2,3.4 Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini. Tingginya angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu hamil pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).1,2,4, Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari) Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati. HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain Cara transmisi : - Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah - Transmisi seksual - Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan ulang alat medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur, tato, akupuntur, penggunaan sikat gigi bersama - Transmisi maternal neonatal - Tak ada bukti penyebaran fecal-oral 25 | P a g e ETIOLOGI Gambar 1. Virus Hepatitis B Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam family Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking, dan bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik.1,2,5 Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid di bagian dalam. 26 | P a g e Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda (partially double stranded) dengan bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola atau filament. 1 Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah diketahui adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya berhimpitan. Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/ permukaan), C untuk gen C (core), X untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF lainnya (ORF5 dan ORF6) telah dideskripsikan tetapi masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.1 Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri dari 87 nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C mengkode 212 asam amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian pre-S2, pre-S2, dan S, mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226 asam amino. 1,2,3,4 Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen ini juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang bekerja sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi membantu replikasi 27 | P a g e virus. Gen ini merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan protein X VHB (HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga berperan pada pathogenesis karsinoma hepatoselualar (KHS).1,2,3 Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai aktivitas replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode hibridisasi atau dengan metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-chain-reaction (PRC). DNA-VHB kuantitatif sangat bermanfaat untuk memperkirakan respons penyakit terhadap terapi.1.8,9 Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu dari beberapa non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan sebagai sebuah bagian dari proses replikasinya. Virus meningkatkan masukan ke sel dengan cara membuat suatu sel peka rangsangan terhadap permukaan dari sel dan masuk ke sel tersebut dengan endocytosis. Secara parsial lilitan ganda DNA virus kemudian membuat secara penuh lilitan ganda serta mentransformasikan ke dalam covalently menutup DNA melingkar (cccDNA) yang bertindak sebagai satu cetakan (template) untuk penyalinan empat mRNA virus. MRNA paling besar, (adalah lebih panjang dari genom virus), digunakan untuk membuat copy baru dari genom dan untuk membuat inti capsid protein serta DNA virus polymerase. Empat catatan virus Ini mengalami pemrosesan tambahan dan meneruskan untuk membentuk keturunan virions yang bebas dari sel atau kembali ke nukleus serta re-cycled untuk menghasilkan lebih lagi mengcopy. MRNA lama kemudian mengangkut kembali ke cytoplasm dimana virion P protein mensintesa DNA melalui nya kebalikan aktivitas transcriptase. 2 28 | P a g e CARA TRANSMISI Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral) yang terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat antar keluarga / individu. Transmisi perinatal dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B (VHB) ke bayi adalah salah stu cara transmisi yang paling serius karena bayi lahir akan memiliki risiko tertinggi untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi intrauterine (pranatal), saat lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi intrauterine sangat jarang, hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian transmisi perinatal. Besarnya risiko transmisi vertical ini sangat ditentukan oleh status serologi ibu. Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif, risiko transmisi vertical sangat tinggi yaitu sebanyak 70-90%, sementara bila hanya HBsAg yang positif, risiko transmisi vertical tersebut lebih rendah yaitu 10-67%. Bila anti HBe ibu positif, berpotensi untuk menimbulkan hepatitis fulminan pada bayi, walaupun jarang terjadi. 1,2,4, PATOGENESIS Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5 Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein 29 | P a g e MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup.1,4,5 Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia, dan sindrom Guillan Barre yang terkait.1,2 Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan kegagalan mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat. 1,2 Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme system imun diaktivasi untuk mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan serum transaminase, dan terbentuk antibody spesifik terhadap protein HBV, yang terpenting adalah anti-HBs.1 Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun non-spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus terjadi mekanisme efektor system imun non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon. Interferon ini men ingkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung pada adanya sitokin yang mempengaruhinya. 1 30 | P a g e Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN γ, sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosit yang terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel.1 Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon. Walaupun peran sel NK yang jelas belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting untuk terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.1 Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :1 1. Stadium I Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-4 minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun serum ALT hanya sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak menimbulkan gejala klinis. 2. Stadium II Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan stimulasi sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi proses inflamasi. Pada stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNAVHB menurun jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B akut, stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya berlangsung selama 3-4 minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini dapat berlangsung selama 10 tahun atau lebih, yang kemudian akan melanjut sitosis dan komplikasinya. 31 | P a g e 3. Stadium III Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi HBeAg dan kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah DNA virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-VHB pasien tetap positif. 4. Stadium IV HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs). 1 Petanda Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV HbsAg + + + _ Anti-HBs _ _ _ + DNA-VHB + kuat + _ _ Anti HBc + + + + HbeAg + + _ _ Anti Hbe _ _ + + AST & ALT N meningkat N N Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1 1. Predisposisi genetic (Ras Asia) 2. Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C) 3. Pengobatan menggunakan imunosupresif 4. Jenis kelamin (lelaki lebih buruk dibanding perempuan) 5. Timbul HBV mutan Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh HBV mempunyai predisposisi untuk mengalami infeksi HBV kronis, karena :1 1. Pada neonatus system imunnya belum sempurna 2. Diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini menyebabkan sel T helper tidak responsive terhadap HBcAg 32 | P a g e 3. HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif 4. Adanya IgG anti HBc ibu yang secara pasif masuk dalam sirkulasi bayi akan menutupi ekspresi HBcAg di permukaasn hepatosit bayi, sehingga akan mengganggu pengenalan dan penghancuran hepatosit oleh sel T sitotoksik. GEJALA KLINIS Hepatitis B biasanya asimtomatik atau dengan gejala yang ringan saja. Walaupun demikian infeksi HBV yang terjadi pada masa anak-anak mempunyai risiko untuk menjadi kronis. Kronisitas terutama terjadi pada anak yang mendapat infeksi perinatal. Meskipun asimtomatik, sebetulnya tingkat replikasi DNA-VHB tinggi. Tetapi hal ini tidak berarti infeksi hepatitis B kronis selalu ringan pada anak-anak karena dapat langsung terjadi KHS. 1,2, Pada pemeriksaan fisik, hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan yang ditemukan. 1 Infeksi hepatitis B kronis pada anak yang melanjut sampai dewasa berhubungan dengan tingginya angka kejadian sirosis dan KHS. Karsinoma hepatoseluler akibat hepatitis B walaupun jarang ditemukan telah diketahui dapat terjadi pada anak pengidap hepatitis B kronis. Risiko pengidap VHB untuk berkembang menjadi KHS 230 x lebih besar dibandingkan populasi umum. Frekuensi tertinggi terjadinya KHS ditemukan pengidap hepatitis B berjenis kelamin lelaki dengan sirosis. Hubungan KHS dengan VHB pada anak telah dilaporkan. Walaupun hampir semua kasus KHS yang dilaporkan terjadi pada anak didahului terjadinya sirosis, tetapi adanya kasus yang tanpa sirosis mengarah pada kesimpulan bahwa integrasi genom VHB mungkin bersifat onkogenik.3,4,5 Walaupun umumnya infeksi hepatitis B bersifat asimtomatik, tetapi pada sebagian kecil kasus (kurang dari 1%) dapat terjadi hepatitis fulminan. Bila sudah hepatitis fulminan, umumnya bersifat fatal. Hepatitis fulminan pada bayi berhubungan erat dengan ibu pengidap dengan HBeAg negative dan anti-HBe positif. Selain itu terdapat hubungan adanya mutan pre-core dengan gejala infeksi hepatitiS B yang berat, termasuk hepatitis fulminan.1,2 33 | P a g e Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi kronis Diperkirakan akibat ketidakhadiran HBeAg di dalam serum menyebabkan virus tidak mampu membuat respons imun untuk toleran terhadap VHB. Mutasi pada daerah pre-core merupakan cara virus untuk melepaskan diri terhadap tekanan respons imun. Adanya antibody terhadap HBeAg (anti-HBe) mendahului timbulnya stop codon pre-core, sehingga tidak mengherankan bahwa sekuens precore tipe wild dapat ditemukan bila terdapat anti-HBe.1,2 Gejala berkembang dan muncul antara 30-180 hari setelah terpapar virus. Awalnya gejala seperti flu biasa. Gejala-gejala yang muncul antara lain : - Kehilangan nafsu makan - Cepat lelah - Mual dan muntah - Gatal seluruh tubuh - Nyeri abdomen kanan atas - Kuning, kulit dan atau sklera - Warna urin seperti teh atau cola - Warna feses lebih pucat Hepatitis fulminan adalah perkembangan yang lebih berat dari bentuk akut. Gejalanya: - Ketidakseimbangan mental seperti : bingung, lethargy, halusinasi (hepatic encephalopati) - Kolaps mendadak disertai keadaan sangat lemah 34 | P a g e - Jaundice - Pembengkakan abdomen Gagal hati, gejalanya : - Asites - Jaundice yang persisten - Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan - Muntah disertai darah - Perdarahan pada hidung, mulut, anus, atau keluar bersama feses DIAGNOSIS Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya 2 pertanda serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang muncul dan terdapat pada hampir semua orang yang terinfeksi; kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala. HBeAg sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat infeksius. Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik awal pasca infeksi dan menetap selama beberapa bulan sebelum diganti dengan IgG anti-HBcAg, yang menetap selama beberapa tahun. IgM anti-HBcAg biasanya tidak ada pada infeksi HBV perinatal. Anti-HBcAg adalah satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling berharga karena ia muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan penyakit bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orang-orang yang diimunisasi dengan vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan anti-HBcAg terdeteksi pada orang dengan infeksi yang sembuh.1,2,3,4 PENATALAKSANAAN Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode simptomatis. Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak efektif. 35 | P a g e Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB. 1,2,3,4,5 Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi dengan menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus dengan terjadinya serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila respons terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga sirosis serta karsinoma hepatoseluler dapat dicegah. Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of the Liver), anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6 bulan, terdapat replikasi aktif (HBeAg dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah disetujui untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya memakai interferon (dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan selama 4-6 bulan, sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri diberikan paling sedikit selama 1 tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HBeAg menjadi anti HBe. 1,2,3,4,5 Factor yang berpengaruh pada respon pengobatan adalah : 1. Faktor genetik 2. Adanya strain mutan 3. Transmisi vertikal 4. Lamanya infeksi singkat 5. Nilai transaminase basal 6. Level HBV-DNA rendah 7. Nilai alanin aminotransferase basal tinggi 8. Didapat pada dewasa 9. Imunokompeten 10. Tipe wild (HBeAg positif) 11. Penyakit hati kompensasi 36 | P a g e DIAGNOSA BANDING Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α1antitrypsin, tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino atau gangguan metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak. Penyebab lain dari hepatitis kronis pada anak termasuk penyakit Wilson’s, hepatitis autoimun, dan pengobatan yang hepatotoksik. 1,4 KOMPLIKASI Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain. 1,2,5 Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HBeAg pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang. 1,2,5 PENCEGAHAN Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan. 1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan a. Vaksin rekombinan ragi o Mengandung HbsAg sebagai imunogen 37 | P a g e o Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg pada > 95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis o Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV o Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal o Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer dibawah 10mU/mL b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian c. Indikasi o Imunisasi universal untuk bayi baru lahir o Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun, bila belum divaksinasi o Grup resiko tinggi : Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B 2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan( vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG).) Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian. Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif : o 0,5 ml HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.1,2 Vaksin Kombinasi Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua infeksi virus hepatitis A dan B.1 38 | P a g e Twinrix untuk hepatitis A dan B usia 2-15 tahun hanya membutuhkan 2 kali vaksinasi dengan interval bulan ke 0 dan ke 6. orang dewasa diatas usia 15 tahun membutuhkan 3 dosis penyuntikan vaksin ini dengan interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan kemudian Imunisasi Pada Bayi Imunisasi bayi universal dengan vaksin hepatitis B sekarang dianjurkan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat AS karena strategi selektif telah gagal untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat infeksi VHB. Masa neonatus telah dijadikan sasaran karena lebih dari 90% bayi yang mendapat infeksi perinatal akan menjadi pengidap kronis. Risiko mendapat status pengidap kronis berkurang menurut umur; 50% anak yang lebih tua dan 10% orang dewasa yang menjadi pengidap kronis. Dua vaksinDNA rekombinan tersedia di Amerika Serikat; keduanya telah terbukti sangat imunogenik pada anak. Vaksin yang berasal dari plasma asli sama imunogeniknya tetapi tidak dibuat lagi di AS.4 Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin pada saat lahir, umur 1 bulan dan 6 bulan. Dosis pertama harus diseertai dengan pemberian 0,5 ml immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin sesudah lahir karena efektivitasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya waktu sesudah lahir. AAP merekomendasikan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg negative mendapat dosis vaksin pertama pada saat lahir, kedua pada umur 1-2 bulan, dan ketiga Pada tahun 1991, EPI (Expanded Program on Immunization) menetapkan target untuk memasukkan vaksin HB ke dalam program imunisasi nasional. Pada tahun 1992, World Health AssemblyI menyetujui masuknya vaksi HB ini dalam program nasional di semua Negara dengan prevalensi pengidap HBsAg ≥8%. Sejak tahun 1997 disetujui untuk dilaksanakan di semua Negara. Saat ini kira-kira 100 negara telah memasukkan vaksin HB ke dalam program imunisasi nasional 39 | P a g e mereka. Kelompok sasaran dan strategi imunisasi mungkin saja berbeda tergantung dari situasi epidemiologi setempat. Sasaran WHO adalah penurunan 80% insidens pengidap baru anak-anak pada tahun 2001.3 Vaksin HB bila diberikan sebelum infeksi dapat mencegah penyakit dan mencegah munculnya pengidap hampir semua penerima vaksin. Vaksin HB telah dipakai oleh lebih dari 500 juta orang dan terbukti merupakan salah satu vaksin teraman, imunogenik dan efektif. Walaupun vaksin ini dapat dipakai untuk semua umur, namun vaksin ini paling efektif apabila digunakan sebagai bagian dari skema imunisasi bayi.3 Pada waktu vaksin tersedia than 1982, para ahli menganjurkan imunisasi bayi pada area dengan tingkat endemisitas sedang sampai tinggi, dan imunisasi kelompok risiko tinggi pada daerah endemisitas rendah. Walaupun vaksinasi HB bermanfaat bagi kelompok risiko tinggi, saat ini telah dicapai kesepakatan baik dari sudut pandang epidemiologi maupun praktisi bahwa strategi “kelompok risiko tinggi” ini tidak akan menurunkan insiden infeksi HBV secara bermakna baik dalam skala nasional maupun internasional. Sebagian besar ahli percaya bahwa imunisasi bayi secara universal dan imunisasi anak besar merupakan strategi yang tepat untuk mengendalikan ingeksi HB dalam jangka panjang.4 Indonesia adalah Negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 520% termasuk Negara dengan endemisitas sedang sampai dengan tinggi, dengan transmisi verikal 48%. Oleh jarena itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia adalah vaksinasi bayi secepat mungkin setelah dilahirkan. Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan kekebalan seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara, maka kekebalan aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan berinteraksi dengan system imun dan umumnya menghasilkan respons imun yang sama dengan yang dihasilkan oleh infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak menjadi sakit atau terserang komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic memory yang serupa dengan yang didapat dari infeksi alami.4 40 | P a g e Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi, antara lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara pemberian dan adanya adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh antara lain, umur, status nutrisi, genetik, dan penyakit yang sedang diderita.3,4 Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari bagian dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu, vaksin HB tidak menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan penyakit. Ia juga tidak dapat bermutasi kea rah lebih pathogen. Vaksin HB merupakan HBsAg murni yang terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah glikoprotein yang membentuk selubung (envelope) luar dari virus HB. HBsAg bisa berasal dari proses pemurnian plasma pengidap (plasma derived vaccine) atau diproduksi dalam yeast atau sel mamalia menggunakan teknologi rekombinan (recombinant vaccine).3,4 Plasma derived vaccine5 Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan memproduksi HBsAg secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membungkus partikel virus. Kelebihan HBsAg ini adalah kemampuan untuk membentuk partikel sferis dan tubular berukuran 22mm. vaksin HB dibuat dengan memurnikan partikel HBsAg yang berasal dari plasma pengidap. Bahan vaksin diinaktivasi untuk menjamin tidak ada lagi virus maupun mikro-organisme lain yang infeksius. Vaksin HB asal plasma telah diberikan pada lebih dari 70 juta orang dengan kemanan dan efektivitas yang luar biasa. Program imunisasi nasional Indonesia menggunakan vaksin jenis ini yang diproduksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC (Koren Green Cross Corporation) sejak 1991 sampai dengan 1998. Vaksin HB asal plasma ini memiliki beberapa keterbatasan bila digunakan dalam program universal : 1. Terbatasnya darah pengidap HB yang sehat 2. Perlu ketelitian dalam proses pemurnian dan inaktivasi 3. Kekhawatiran akan kontaminasi pathogen yang berasal dari darah. 41 | P a g e Keterbatasan ini menyebabkan harga vaksin asal plasma ini terlalu mahal untuk Negara berkembang, sehingga para ahli mengembangkan vaksin dengan teknologi rekombinan. Rekombinan vaksin HB5 Vaksin HB ini dibuat dari yeast atau sel mamalia, sel-sel ini berisi plasmid yang sudah disisipi gen HBsAg, sehingga dengan replikasi yeast maka plasmid turut ber-replikasi dan menghasilkan HBsAg dalam jumlah banyak. Bentuk HBsAg sferis yang dihasilkan serupa dengan partikel sferis 22 nm alami, baik dalam hal komposisi kimia maupun imunogenisitasnya. Vaksin HB ini dapat diproduksi dalam jumlah tidak terbatas di dalam fermentor, sehingga tak ada lagi kekhawatiran akan habisnya bahan asal antigen sebagaimana halnya dengan pemakaian vaksin asal plasma. Sejak tahun 1998 program nasional telah menggunakan vaksin rekombinan produksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC. Yeast yang digunakan bukan Saccharomyces cerevisiae tetapi Hansenula polymorpha yang memiliki banyak keunggulan antara lain plasmid yang stabil dan produktivitas yang tinggi. Efikasi vaksin HB rekombinan5 Setelah 3 x suntikan IM, lebih dari 90 % orang dewasa sehat dan lebih dari 95 % bayi dan anak usia kurang dari 19 tahun akan memberikan repons imun yang cukup. Walaupun terjadi penurunan imunogenisitas yang tergantung dari factor umur (setelah umur 40 tahun). Sejumlah 90 % penerima vaksin masih memperlihatkan respons imun yang adekuat. Namun demikian, mendekati umur 60 tahun hanya 70 % yang menunjukkan respons imun. Dosis vaksin yang direkomendasikan dapat berbeda tergantung dari umur penerima vaksin, kondisi tertentu, dan tipe vaksin5 42 | P a g e Kelompok Vaksin Recombivax Engerix-B Bio HB Dosis (ml) Farma/KGCC Dosis (ml) Bayi + anak < 11 5 µg (0,5) Dosis (ml) 10 µg (0,5) 10 µg (0,5) tahun Anak 11-19 tahun 5 µg (0,5) 10 µg (0,5) 20 µg (1,0) Dewasa > 20 tahun 10 µg (1,0) 20 µg (1,0) 20 µg (1,0) Penyuntikan yang dianjurkan adalah intramuscular pada musculus deltoideus untuk anak besar dan orang dewasa, sedangkan pada bayi sebaiknya pada bagian anterolateral paha. Penyuntikan orang dewasa di bokong akan mengurangi imunogenisitas vaksin. Antibody yang ditimbulkan karena vaksinasi akan menurun dengan waktu, tetapi immune memory akan menetap sampai kira-kira 13 tahun setelah imunisasi, sehingga baik anak maupun dewasa denagn antibody yang menurun ini masih terlindung terhadap infeksi HBV yang serius (klinis, antigenemia, kelainan fungsi HB). Paparan dengan HBV akan menimbulkan respons anamnestik anti-HBs yang akan mencegah timbulnya gejala klinis infeksi. Vaksin HB dalam kemasan uniject4 Uniject adalah alat suntik terbuat dari plastic yang disposable, pre-filled dengan obat dosis tunggal. Obatnya tertutup rapat dalam blister, dengan jarum yang terpasang permanent. Uniject ini dirancang untuk mencegah penggunaan ulang alat suntik, sehingga menjamin safe infection, tidak ada risiko tertular penyakit lain melalui suntik bekas yang terkontaminasi. Di samping itu mengingat sifat vaksin HB yang relative stabil terhadap perubahan suhu, yaitu hanya sedikit kehilangan potensi setelah penyimpanan pada 37ºc selama 6 bulan, maka WHO menganggap vaksin HB adalah calon vaksin 43 | P a g e yang dalam kondisi tertentu dapat dipakai di luar rantai dingin.hal ini bertujuan agar dapat memperluas cakupan imunisasi universal pada bayi. Upaya pencegahan umum terhadap HBV yang seyogianya dilakukan pula adalah :5 1. Uji tapis donor darah terhadap HBV 2. Sterilisasi alat operasi, alat suntik, peralatan gigi 3. Penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis 4. Mencegah kemungkinan terjadinya mikrolesi yang dapat menjadi tempat masuknya virus, seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukur rambut pribadi 5. Untuk mencegah transmisi vertical, semua ibu hamil terutama yang berisiko terinfeksi HBV sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa terhadap HBV. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada awal dan trisemester ketiga kehamilan. DAFTAR PUSTAKA 1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrison’s : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2005. 2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD, Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition. Saunders Elsevier. Canada. 2006 44 | P a g e 3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak – Tinjauan Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000 4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000 5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus – Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta. 2007 6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology of hepatitis A". Am. J. Med. 118 Suppl 10A: 46S–49S. doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016. PMID 16271541. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1. Diakses tanggal 11 Januari 2010 7. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_a/page2_em.htm. Diakses tanggal 11 Januari 2010 8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus infection: Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal and Liver Diseases : JGLD 15 (3): 249–56. PMID 17013450. http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 17 Januari 2010. 45 | P a g e