ANALISIS PENGARUH PENETAPAN BEA KELUAR TERHADAP PERMINTAAN EKSPOR RUMPUT LAUT UNTUK OPTIMALISASI INDUSTRI KARAGINAN MAS AYU FARADIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Penetapan Bea Keluar Terhadap Permintaan Ekspor Rumput Laut untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Mas Ayu Faradiah NIM H14110004 ABSTRAK MAS AYU FARADIAH. Analisis Pengaruh Penetapan Bea Keluar Terhadap Permintaan Ekspor Rumput Laut untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan Dibimbing oleh SRI MULATSIH. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penghasil rumput laut terbaik di Asia. Hal tersebut seharusnya dapat menguntungkan industri pengolahan rumput laut Indonesia tetapi, sangat disayangkan pemanfaatan rumput laut Indonesia untuk bahan baku industri domestik masih minim. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengurangi ekspor rumput laut yang menyebabkan industri pengolahan rumput laut domestik kekurangan bahan baku dengan cara penetapan Bea Keluar rumput laut. Pada penelitian ini digunakan analisis data panel gravity model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume permintaan rumput laut dan melihat elastisitas harga ekspor rumput laut, serta analisis elastisitas permintaan untuk mengetahui besaran Bea Keluar untuk bahan baku rumput laut. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang memengaruhi volume ekspor rumput laut ke negara tujuan meliputi harga ekspor berpengaruh negatif dan signifikan, nilai tukar riil berpengaruh positif dan tidak signifikan, GDP riil berpengaruh positif dan signifikan, dan jarak ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan. Penetapan Bea Keluar bahan baku rumput laut hingga 11 persen dapat mengurangi permintaan ekspor dari sepuluh besar negara importir bahan baku rumput laut. Kata kunci : Bea Keluar, Ekspor rumput laut, gravity model, industri karaginan ABSTRACT MAS AYU FARADIAH. Analysis of Customs Exit Influence to Seaweed Demand Export for Optimizing Carrageenan Industry. Dibimbing oleh SRI MULATSIH. Indonesia is one of the countries that produce the best seaweed in Asia. It should be able to benefit Indonesian seaweed processing industry, however, it is unfortunate use of seaweed Indonesia for domestic industrial raw materials is still minimal. This study aims to reduce the export of seaweed that causes seaweed processing industry domestic shortage of raw materials by setting export duty seaweed. In this study used panel data analysis gravity models to analyze the factors that affect the volume of demand for seaweed, as well as analysis of the elasticity of demand to determine the amount of export duty on raw materials of seaweed. The results showed that the factors that affect the volume of exports to the country of destination seaweed covering the export price significantly and negatively, the real exchange rate not significant and positive, real GDP positive and significant impact, distance significant and negative effect on the economy. Duty Determination seaweed feedstock to 11 percent can reduce demand for exports from the top ten importing countries of raw materials seaweed. key words: Export Tax, seaweeds export, gravity Model, carrageenan industry ANALISIS PENGARUH PENETAPAN BEA KELUAR TERHADAP PERMINTAAN EKSPOR RUMPUT LAUT UNTUK OPTIMALISASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARAGINAN MAS AYU FARADIAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Analisis Pengaruh Penetapan Bea Keluar Terhadap Permintaan Ekspor Rumpur Laut untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan. Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih khususnya kepada: 1. Kedua oramg tua serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi, doa, motivasi, dan semangat yang tak hentihentinya kepada penulis. 2. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Sc. Agr, selaku dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kebaikan, bantuan, motivasi dan bimbingannya selama ini kepada penulis. 3. Ibu Widyastutik, S.E, M. Si, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis. 4. Ibu Ranti Wiliasih, S.P, M. Si, selaku dosen penguji komisi pendidikan yang memberikan banyak saran, arahan, dan kritik kepada penulis. 5. Teman-teman sebimbingan Lita R Rahman, R. Ayu Anindhia, Marsella Pricillia dan Siska Nurwulan atas kerjasama dan segala bantuannya yang diberikan kepada penulis. 6. Sahabat-sahabat terbaik Yulian Adyprasetyo H, Grace, Indah, Anti, Sella, Erni, Ega dan Vicha yang selalu memberikan semangat, doa dan motivasi kepada penulis. 7. Teman-teman dari semasa kecil hingga sekarang Mega Fitri Nemara, Tiara Wahyuni, Ismivita M, Rinta Wulandari dan Sekar Nir Handareni 8. Sahabat IE 48 Marsha, Diah, Try, Claudia, Pristi, Sari, Bunga, Maya, Ocim, Widya, Runis, Sami, dan lain-lain yang telah memberikan kenangan terindah masa-masa perkuliahan bagi penulis. Bogor, November 2015 Mas Ayu Faradiah DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5 Konsep Perdagangan Internasional 5 Teori Permintaan ekspor 7 Kebijakan Ekspor 8 Pajak Ekspor 8 Nilai Tukar Riil 9 Harga Ekspor 10 Nilai Ekspor 10 Jarak Ekonomi 10 Pengertian Rumput Laut dan Olahan Rumput Laut 11 Peneliti Terdahulu 12 Kerangka Pemikiran 15 Hipotesis 17 METODE 17 Jenis dan Sumber Data 17 Metode Analisis dan Pengolahan Data 18 Estimasi Model 19 Uji Kesesuaian 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 22 Perkembangan Ekspor Rumput Laut 22 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut 24 Bea Keluar untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan SIMPULAN DAN SARAN 27 30 Simpulan 30 Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 34 DAFTAR RIWAYAT 40 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 Kebutuhan rumput laut global penghasil karaginan di Indonesia (ton kering) Jenis dan sumber data Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya Perkembangan ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan ekspor Pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan Hasil estimasi volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia menggunakan metode fixed effect dengan pembobotan cross section (cross-section weighted) Kapasitas produksi dan terpasang industri pengolahan rumput laut (ton) 2 18 22 23 23 24 28 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Produksi Echeuma cotonii di Indonesia (ribu ton) Permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut dari tahun 2008 sampai dengan 2013 (%) Total ekspor agar-agar dan karaginan tahun 2008 sampai dengan 2013 (Ton) Kurva perdagangan internasional Dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif Alur kerangka pemikiran Perkembangan volume permintaan ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan (ton) Tingkat harga rumput laut dari mulai bahan baku hingga end product Produksi rumput laut domestik di Indonesia (ton) Rantai pemasaran rumput laut di Indonesia 1 3 4 6 9 16 22 26 28 30 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut 2008-2013 Hasil uji Pooled Least Squares Uji Fixed Effect Model Uji Chow Uji Hausman Uji normalitas Uji multikolinearitas Uji heteroskedastisitas Pohon industri rumput laut (Eucheuma sp) 34 36 37 37 37 38 38 38 39 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan komoditi yang dapat dijadikan komoditas unggulan. Keunggulan dari rumput laut salah satunya adalah memiliki nilai ekonomi yang tinggi (high value commodity), tidak hanya itu rumput laut juga memiliki pohon industri yang lengkap, spektrum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa tanam yang pendek (hanya 45 hari) atau quick yield, dan biaya per produksi dari rumput laut relatif sangat murah. Pengembangan industri rumput laut merupakan program yang sangat tepat dan memiliki prospek yang sangat baik ke depannya. Di Indonesia terdapat kurang lebih 555 jenis plasma nuftah rumput laut. Jenis rumput laut yang terdapat di Indonesia bernilai ekonomis dan sudah menjadi komoditi ekspor sejak lama. Eucheuma sp, Gracillia sp, Gelidium sp, Hypnea sp dan Sargassum sp merupakan jenis-jenis rumput laut yang berguna untuk industri makanan, minuman, kosmetik, farmasi, cat, tekstil dan industri lainnya. Jenis rumput laut yang tengah dikembangkan di Indonesia saat ini adalah Eucheuma cotonii sebagai penghasil kappa karaginan. Jenis rumput laut tersebut merupakan jenis rumput laut yang permintaannya relatif besar untuk keperluan bahan baku industri baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Budidaya rumput laut (seaweed culture) merupakan bidang budidaya perairan (aquaculture) yang sedang berkembang saat ini, terutama untuk rumput laut jenis Eucheuma cotonii. Bukti dari gencarnya budidaya rumput laut terutama untuk jenis Eucheuma cotonii dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukan tren produksi Eucheuma cotonii sp yang terus meningkat mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Eucheuma cotonii sp merupakan bahan baku untuk membuat produk turunan rumput laut yaitu karaginan. Karaginan biasa digunakan oleh industriindustri sebagai bahan tambahan pada makanan, farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental dan penstabil. 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 2010 2011 2012 Sumber: DG of Aquaculture, The Ministry of Maritime Affairs and Fishers, 2013 Gambar 1 Produksi Echeuma cotonii di Indonesia (ribu ton) 2 Kebutuhan rumput laut secara keseluruhan untuk industri penghasil karaginan terus meningkat setiap tahunnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah rumput laut yang dibutuhkan oleh industri penghasil karaginan di Indonesia terus meningkat dari tahun 2009 hingga 2013. Tren peningkatan produksi rumput laut jenis Eucheuma cotonii yang dapat dilihat pada Gambar 1, seharusnya pemenuhan bahan baku industri karaginan dapat terpenuhi secara optimal. Produksi rumput laut dalam negeri sekitar 75 sampai dengan 80 persen dialokasikan untuk ekspor, sedangkan pabrik dalam negeri hanya menyerap 20 persen sebagai bahan baku produksi dalam negeri dan pasar konsumsi hanya sebesar 5 persen. Pihak asing terus berusaha keras untuk menjadikan Indonesia hanya sebagai negara pengirim bahan baku. Padahal rumput laut merupakan komoditi strategis yang dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Bea Keluar rumput laut merupakan salah satu upaya untuk dapat mengurangi ekspor rumput laut keluar negeri. Diharapkan dengan peningkatan harga bahan baku rumput laut, dapat mengurangi permintaan ekspor dari negara importir. Tabel 1 Kebutuhan rumput laut global penghasil karaginan di Indonesia (ton kering) Produk/Tahun RC SRC-f SRC-nf Total Karaginan Eucheuma sp . Carrageenophytes, dll Total Sumber: DKP 2014 2009 30 000 27 000 8 000 65 000 256 620 25 380 412 000 2010 31 500 30 375 8 200 70 075 282 350 21 250 443 750 2011 33 860 34 930 8 610 76 600 311 410 23 440 488 850 2012 36 400 40 170 9 040 85 610 343 910 25 890 541 020 2013 39 130 46 195 9 490 94 790 380 280 28 620 598 505 Saat ini, Kementrian Perindustrian sedang membahas Rencana Perindustrian Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) sebagai pelaksana amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian yang sudah pada tahap finalisasi, industri rumput laut akan menjadi salah satu prioritas yang menjadi andalan masa depan (Kemendagri 2014). Perlu adanya pengembangan struktur industri end product dan produk formulasi yang dapat menciptakan nilai tambah komoditi rumput laut. Kebijakan yang mengatur tentang peningkatan nilai tambah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto UndangUndang Nomor Tahun 2009 Tentang Perikanan pada pasal 24 ayat 1 dan 2. Dengan adanya nilai tambah dari komoditi rumput laut, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ekspor rumput laut kering ke luar negeri. Dengan berkurangnya ekspor Indonesia ketersediaan bahan baku berupa rumput laut untuk industri pengolahan karaginan dapat lebih optimal. Peningkatan ketersediaan bahan baku dalam negeri dapat dilakukan melalui penetapan Bea Keluar rumput laut. Kementrian Perdagangan bersama Kementrian Perindustrian masih melakukan pengkajian lebih lanjut tentang penetapan Bea Keluar rumput laut tersebut. Pemberlakuan Bea Keluar terhadap rumput laut mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Nomor : 36/M-DAG/PER/5/2012 tentang Tata 3 Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang dikenakan Bea Keluar. Perumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi salah satu negara penghasil rumput laut terbaik di Asia. Hal tersebut seharusnya dapat menguntungkan industri pengolahan rumput laut Indonesia tetapi, sangat disayangkan pemanfaatan rumput laut Indonesia untuk bahan baku industri domestik masih minim. Sebagian besar hasil rumput laut kering Indonesia di ekspor keluar negeri. Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom , USA, Hongkong, Jerman dan Perancis. Menurut Gambar 2 di bawah ini, Cina merupakan negara tujuan ekspor yang memiliki permintaan ekspor paling besar. Permintaan ekspor Cina adalah sebesar 59 persen dari total permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan. 3% 3% 3% 2% 3% 5% 5% 5% 12% 59% China Philippines Vietnam Korea, Rep. Chile United Kingdom United States Hong Kong, China Germany France Sumber: UNComtrade 2014 (diolah) Gambar 2 Permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut dari tahun 2008 sampai dengan 2013 (%) Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa impor karaginan lebih tinggi daripada impor agar-agar. Total impor karaginan terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan 2013. Impor karaginan yang terus meningkat disebabkan oleh besarnya ekspor bahan baku rumput laut ke luar negeri, sehingga industtri pengolahan karaginan dalam negeri mengalami kesulitan bahan baku dan sebagian memilih untuk tidak berproduksi sama sekali. 4 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2008 2009 2010 total impor agar-agar 2011 2012 2013 total impor karaginan Sumber : UNComtrade 2014 Gambar 3 Total impor agar-agar dan karaginan tahun 2008 sampai dengan 2013 (ribu ton) Banyak dari Industri dalam negeri yang menggunakan olahan rumput laut seperti karaginan sebagai bahan baku produksinya. Karena sebagian besar bahan baku rumput laut di eskpor ke negara tujuan ekspor, banyak dari industri pengolahan karaginan yang sulit berproduksi, bahkan menghentikan kegiatan produksinya karena kekurangan bahan baku. Sebagai akibatnya industri dalam negeri yang menggunakan karaginan sebagai input produksinya harus mengimpor karaginan, hal tersebut disebabkan karena industri pengolahan karaginan domestik tidak mampu memenuhi permintaan karaginan dari produsen dalam negeri. Industri dalam negeri seperti nestle harus mengimpor karaginan sebesar 230 ton/tahun, nutrijel harus mengimpor karaginan sebesar 30 ton/tahun, ice cream walls dan magnum harus mengimpor sebesar 50-60 ton/tahun, dan masih banyak lagi industri dalam negeri yang harus mengimpor karaginan dari luar negeri (Kemendag 2014). Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor? 2. Bagaimana pengaruh penetapan Bea Keluar rumput laut terhadap permintaan ekspor rumput laut? 3. Berapa besar Bea Keluar rumput laut untuk dapat menyediakan bahan baku yang diperlukan kapasitas terpasang industri pengolahan karaginan? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis perkembangan ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor. 2. Menganalisis pengaruh penetapan Bea Keluar terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. 3. Menentukan besar Bea Keluar rumput laut untuk dapat menyediakan bahan baku yang diperlukan kapasitas terpasang industri karaginan. 5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang diharapkan dapat membantu khalayak banyak, diantaranya adalah: 1. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam upaya pengurangan ekspor rumput laut untuk tercapainya optimalisasi industri pengolahan karaginan melalui penetapan Bea Keluar rumput laut. 2. Memberikan informasi strategi kepada industri pengolahan karaginan agar dapat menurunkan idle capacity melalui penetapan bea keluar rumput laut untuk mencapai efesiensi dan memiliki daya saing. 3. Diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan bagi penulis. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Bea Keluar terhadap permintaan rumput laut dan upaya pengoptimalisasian bagi industri karaginan di Indonesia. Periode waktu yang di analisis dimulai dari tahun 2008 sampai dengan 2013. Ditetapkan sepuluh besar negara tujuan ekspor Indonesia untuk komoditi rumput laut yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom USA , Hongkong, Jerman dan Perancis. Komoditi rumput laut yang diteliti berdasarkan Harmony System (HS) 1996 dengan kode Harmony System (HS) 121220 seaweeds and other algae. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional merupakan perdagangan yang dilakukan oleh antara individu dengan individu, antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB dari sisi pengeluaran suatu negara (Oktaviani dan Novianti 2009). Teori perdagangan internasional pada dasarnya merupakan sebuah teori yang biasa digunakan untuk menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Dalam aspek ilmu makroekonomi teori perdagangan internasional membahas tentang mekanisme penyesuaian dalam ketidaksesuaian neraca pembayaran (defisit dan surplus). Seperti halnya pengaruh saling ketergantungan antar negara di bawah sistem moneter internasional yang berbeda, serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan sebuah negara. Teori perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masing-masing negara yang diberlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditas yang diperdagangkan. Hubungan ekonomi internasional berbeda dari hubungan ekonomi antar regional (yaitu hubungan ekonomi di antara berbagai wilayah yang sama di suatu negara), sehingga perdagangan internasional 6 antar negara memerlukan alat yang berbeda dan menganggap ekonomi internasional sebagai bagian yang berbeda dari ilmu ekonomi yang biasanya (Salvatore 1997). Adapun manfaat yang dapat diperoleh secara langsung dari perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) adalah sebagai berikut: (1) suatu negara mampu memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan hasil produksi yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim tingkat penguasaan iptek dan lain-lain; (2) negara memperoleh keuntungan dari spesialisasi; (3) memperluas pasar dan menambah keuntungan; (4) memungkinkan terjadinya transfer teknologi. Manfaat secara tidak langsung yang diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain: (1) perluasan dibidang promosi; (2) meningkatkan kemampuan suatu negara untuk memperbaiki kualitas dan mutu produksi; (3) menciptakan iklim persaingan yang sehat dan sarana pemasukan modal asing; (4) adanya peluang untuk meningkatkan teknologi. Sumber : Salvator, 1997 Gambar 4 Kurva perdagangan internasional Keterangan : Pa Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional Oqa Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional X Jumlah komoditas yang diekspor oleh negara A Pb Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional Oqb Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional M Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B P* Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional Oq* Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor 7 Gambar 4 menunjukan terjadinya keseimbangan harga relatif di pasar dunia karena adanya perdagangan. Sumbu vertikal menunjukan harga komoditas (P) sedangkan sumbu horizontal menggambarkan jumlah dan kuantitas komoditas yang diminta maupun ditawarkan (Q). Ketika tidak terjadi perdagangan (autarki), keseimbangan negara A dicapai pada Pa=Qa sedangkan keseimbangan negara B dicapai pada saat Pb=Qb . Pada saat harga relatif negara A mengalami kelebihan penawaran. Kelebihan penawaran ditunjukkan oleh kurva ED di pasar dunia. Ketika kedua negara melakukan perdagangan, negara A akan mengekspor kelebihan penawaran dan negara B akan mengimpor untuk mencukupi permintaan di negaranya. Maka keseimbangan harga yang terjadi di pasar dunia adalah sebesar p* dan jumlah yang diekspor akan sama dengan jumlah yang diimpor Q* dengan asumsi yang melakukan perdagangan hanya dua negara. Teori Permintaan ekspor Dalam teori ekonomi dijelaskan bahwa permintaan didasarkan atas tingkat kepuasan dalam mengonsumsi barang dan pendapatan yang dibelanjakan oleh individu tertentu. Konsumen akan berusaha memaksimumkan kepuasaan mereka dengan keterbatasan atau kendala pendapatan (Anindita 2008). Menurut Lipsey et al. (1995) jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demand) untuk komoditi tersebut. Banyaknya jumlah komoditi yang dibeli pada setiap rumah tangga pada periode tertentu, akan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, yaitu: Harga komoditi itu sendiri 1. Hipotesis ekonomi dasar menunjukkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas dari barang tersebut akan memiliki hubungan yang negatif, dengan faktor lain dianggap sama (ceteris paribus). 2. Pendapatan Setiap rumah tangga tentu saja memiliki pendapatan yang berbeda pada periode waktu tertentu. Suatu rumah tangga yang memiliki pendapatan lebih besar, tentu saja akan membeli komoditi tersebut dengan jumlah yang lebih banyak. Hal tersebut akan menggeser kurva permintaan kearah kanan untuk komoditi tersebut. Dengan catatan bahwa komoditi tersebut merupakan barang yang tergolong ke dalam jenis barang normal. 3. Harga barang lain Pada kasus barang lain merupakan barang substitusi, maka kenaikan harga barang lain akan meningkatkan jumlah yang diminta untuk barang tersebut dan penurunan harga-harga barang lain akan menurunkan jumlah yang diminta untuk barang tersebut. Sedangkan pada kasus barang lain merupakan barang komplementer, maka kenaikan harga barang lain akan menurunkan jumlah yang diminta untuk barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan meningkatkan jumlah yang diminta untuk barang tersebut. 4. Selera Keinginan seseorang untuk membeli suatu barang sangat dipengaruhi oleh selera setiap individu. Perubahan selera dapat berlangsung dalam waktu yang 8 lama atau cepat sekali. Hal tersebut dapat menyebabkan pergeseran kurva permintaan ke kanan. Sehingga lebih banyak yang akan dibeli pada tiap tingkat harga. 5. Distribusi pendapatan Distribusi pendapatan dapat menyebabkan pergeseran kurva-kurva permintaan ke kanan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh mereka yang memperoleh tambahan pendapatan. Sebaliknya, berkurangnya pendapatan akan menggeser kurva-kurva permintaan ke kiri untuk komoditi yang dibeli. 6. Jumlah penduduk Meningkatnya jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditi yang dibeli ke arah kanan. Hal tersebut menunjukan bahwa akan lebih banyak komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga. Kebijakan Ekspor Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha peningkatan devisa ekspor suatu negara (Hady 2001). Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokkan menjadi ekspor di dalam negeri dan kebijakan ekspor di luar negeri. kebijakan ekspor di dalam negeri meliputi (Hady 2001): 1. Kebijakan perpajakan. 2. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendukung peningkatan ekspor barang-barang tertentu. 3. Penetapan prosedur/ tata laksana ekspor yang relatif lebih mudah. 4. Pemberian subsidi ekspor 5. Pembentukan asosiasi eksportir. 6. Pembentukan kelembagaan seperti export processing zone. 7. Larangan atau pembatasan ekspor Kebijakan ekspor di luar negeri meliputi: 1. Pembentukan Intenational Trade Center (ITPC) di berbagai negara. 2. Pemanfaatan General System Of Preferency (GSP), yaitu fasilitas keringanan biaya masuk yang diberikan negara-negara industri untuk barang manufaktur. 3. Menjadi anggota Commodity Association of Producer dan Commodity Agreement between Producer and Consumer. Pajak Ekspor Hambatan-hambatan yang berkaitan dengan praktik dan kepentingan perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, biasa disebut dengan kebijakan perdagangan. Secara umum penerapan kebijakan perdagangan selalu dikemukakan sebagai suatu alat yang diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional, dalam kenyataannya hal tersebut lebih memihak kepada 9 satu pihak tertentu yang memang diuntungkan dengan adanya hambatan perdagangan yang ada. Bentuk hambatan perdagangan yang paling sering diterapkan disetiap negara adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek dari komoditi berasal tarif dibagi menjadi dua yaitu, tarif impor dan tarif ekspor. Tarif eskpor merupakan pajak yang dikenakan pada suatu komoditi yang diekspor. P Sx E J G A C H M N Sf+T B Sf Dx X Sumber: Salvatore 1997 Gambar 5 Dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif Dx dan Sx melambangkan kurva permintaan serta penawaran komoditi X di negara 2. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi C adalah sebesar Px=1 dollar per unit. Negara 2 akan mengkonsumsi sebanyak AB, dan produksi domestik sebesar AC, sedangkan besar yang harus diimpor dari negara lain adalah sebesar CB. Jika negara 2 memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap komoditi X, maka harga akan meningkat menjadi 2 dollar per unit. Peningkatan harga akan ditanggung oleh konsumen negara 2, sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Dampak dari kenaikan harga tersebut adalah penduduk negara 2 akan menurunkan konsumsinya menjadi sebesar GH, serta meningkatkan produksi domestiknya menjadi GJ, sedangkan barang yang harus diimpor dari negara lain adalah sebesar JH. Dengan demikian pemberlakuan tarif terhadap konsumsi domestik adalah negatif, yakni sebesar BN, sedangkan terhadap produksi domestik bersifat positif yakni terjadi peningkatan sebesar CM. Namun secara keseluruhan pemberlakuan tarif perdagangan akan merugikan yaitu sebesar BN+CM, meskipun akan memberikan pemasukan pada pemerintah sebesar MJHN. Nilai Tukar Riil Nilai tukar atau kurs (exchange rate) adalah harga satuan mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore 1997). Nilai tukar antara dua 10 negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan (Mankiw 2003). Menurut Darvas (2012) variabel nilai tukar riil merupakan hasil kali dari nilai tukar nominal Indonesia terhadap negara tujuan ekspor atau nilai tukar bilateral nominal antara negara yang diteliti dan mitra dagangnya (diukur sebagai harga mata uang asing dari satu unit mata uang domestik) dengan hasil pembagian CPI Indonesia atau indeks harga konsumen negara yang diteliti dengan CPI negara tujuan ekspor atau indeks harga konsumen dari mitra dagang. πππππ π‘π’πππ ππππ = πππππ π‘π’πππ πππππππ πΌππππππ ππ × πΆππΌπ‘ πΆππΌπ‘ (πππππππ) Nilai tukar riil menyatakan sejauh mana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Apabila nilai tukar riil mengalami peningkatan (apresiasi), maka barang-barang luar negeri relatif murah dan barang-barang dalam negeri akan relatif mahal, sehingga ekspor neto semakin rendah. Namun, ketika nilai tukar semakin menurun (depresiasi), maka barang-barang luar negeri menjadi relatif mahal dan barang-barang dalam negeri relatif murah, sehingga ekspor neto akan semakin tinggi. Dapat disimpulkan bahwa nilai tukar riil dan ekspor memiliki hubungan yang negatif. Harga Ekspor Salah satu variabel penting dalam perdagangan internasional adalah harga ekspor dan impor suatu barang. Harga ekspor merupakan harga yang akan menghadapi persaingan, berapa besarnya harga barang di luar negeri. Harga ekspor akan ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya 2006). Keunggulan komperatif suatu negara dicerminkan dari perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara. Relatif harga-harga tersebut dijadikan pijakan bagi setiap negara untuk melakukan hubungan dagang yang saling menguntungkan (Salvatore 1997). Nilai Ekspor Perdagangan internasional mempunyai peran yang cukup besar dalam kemajuan pereonomian nasional. Jika pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (expenditure approach) adalah: GNP = C + I + G + (X-M), dimana X merupakan nilai ekspor dan M merupakan nilai impor, maka jika nilai ekspor > nilai impor berarti negara tersebut merupakan net export positive, dapat dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri surplus. Jika nilai ekspor < nilai impor, maka berarti negara tersebut ,mengalami net exsport negative, dapat dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri defisit. Jarak Ekonomi Jarak geografis antara suatu negara dengan negara yang lainnya adalah selalu konstan atau tetap, oleh sebab itu untuk menggambarkan jarak sebagai salah satu faktor yang memengaruhi aliran perdagangan internasional 11 digunakanlah jarak ekonomi. Li et al. (2008) mendefinisikan bahwa jarak ekonomi merupakan suatu jarak yang mewakili biaya transportasi oleh suatu negara dalam melakukan kegiatan perdagangan yang dirumuskan sebagai berikut: π·πΌππππ = π·πΌπππ × Dimana: DISTei DISTi GDPi Total GDPi πΊπ·ππ πππ‘ππ πΊπ·ππ : Jarak ekonomi antara negara pengekspor dengan pengimpor : Jarak geografis negara pengimpor : Growth Domestic Product negara pengimpor : Total Growth Domestic Product negara pengimpor Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dijelaskan bahwa jarak ekonomi digunakan untuk melihat jarak sebagai faktor yang memengaruhi aliran perdagangan internasional dengan menggunakan jarak geografis dan share GDP yang menunjukkan pertumbuhan perekonomian suatu negara (Ayuwangi dan Widyastutik 2013). Jarak ekonomi dapat dikatakan merupakan penghalang dalam perdagangan. Hal tersebut dikarenakan jarak ekonomi mengindikasikan biaya transportasi dan waktu tempuh barang atau komoditi dari produsen ke konsumen. Semakin jauh jarak ekonomi suatu negara maka akan meningkat pula biaya transportasinya (Wulandari dan Budiasih 2009). Biaya transportasi merupakan seluruh biaya pemindahan barang atau komoditi dari suatu negara ke negara yang lain. Adanya biaya transportasi dapat memengaruhi perdagangan internasional, sehingga secara tidak langsung akan memengaruhi aliran ekspor. Pengertian Rumput Laut dan Olahan Rumput Laut Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang tergolong dalam macroalga benthic yang banyak hidup melekat di dasar perairan. Rumput laut tergolong ke dalam gangga yang hidup di laut dan termasuk ke dalam divisi thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmen rumput laut dapat diklasifikasikan kedalam empat kelas yaitu, rumput laut hijau (Cholorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut coklat (Phaecophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta). Rumput laut merupakan jenis tumbuhan laut yang mempunyai sifat sulit dibedakan antara bagian akar, batang dan daun. Seluruh bagian tumbuhan dinamakan thallus, sehingga rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah. Bentuk thallus rumput laut beranekaragam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut, dan lain sebagainya. Rumput laut memiliki banyak manfaat, salah satu manfaat rumput laut adalah bahan baku industri. Pada umumnya rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi manusia dan sebagai bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolestrol, dilatory agent, dan insektisida). Perkembangan produk olahan rumput laut semakin pesat, sekarang produk turunan rumput laut banyak diolah menjadi 12 kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain (Indriani dan Suminarsih 1999). Terdapat banyak jenis rumput laut yang hidup di wilayah perairan Indonesia tetapi, beberapa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut yang dapat diolah menjadi karaginan. Karaginan banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan, farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental dan penstabil. Pohon indsutri hasil laut dengan komoditi Euchema cotonii, memiliki tiga grade sebagai cabang industrinya, yaitu farmasi grade, industrial grade, dan food grade. Farmasi grade rumput laut banyak digunakan dalam industri bahan buatan gigi, pasta gigi, shampoo, sabun dan farmasi. Pada industrial grade rumput laut banyak digunakan untuk industri pakan ternak, pengeboran, cat, printing tekstil, kertas, dan keramik. Sedangkan pada food grade rumput laut banyak digunakan dalam industri soft drink, ice cream, susu cokelat, roti, dan jam. Penelitian Terdahulu Hutabarat (2008) menganalisis pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja industri kelapa sawit. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan area luas kelapa sawit, produksi CPO, produktivitas CPO, pajak ekspor CPO dan harga CPO domestik. Model kuantitatif yang digunakan adalah model ekonometrika dengan metode Two Stages Square (2SLS) untuk menganailisis pengaruh pajak ekspor terhadap perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian menunjukkan penurunan produksi, penurunan budidaya, peremajaan tanaman kelapa sawit dan pemakaian pupuk merupakan masalah yang harus diantisipasi dalam produksi CPO. Adanya pemberlakuan pajak ekspor dapat menurunkan minat para investor dalam perdagangan internasional industri sawit. Luas areal kelapa sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh areal kelapa sawit tahun sebelumnya. Produktivitas CPO dipengaruhi secara nyata oleh harga CPO domestik dan luas areal kelapa sawit. Ekspor CPO dipengaruhi secara nyata oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar, pajak ekspor dan produksi CPO. Harga domestik dipengaruhi secara nyata oleh produksi CPO, sedangkan ekspor CPO dan pajak ekspor tidak berpengaruh nyata. Dampak kebijakan ekspor hanya berpengaruh pada harga CPO domestik. Penerapan pajak ekspor menyebabkan harga CPO domestik menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ditiadakannya pajak ekspor. Sitinjak (2012) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang dan Amerika Serikat periode 2001-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 98.15 persen perubahan ekspor rumput laut Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas model persamaan regresi untuk ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Variabel volume ekspor rumput laut Indonesia, harga ekspor, nilai tukar riil, GDP per kapita negara importir memiliki nilai probabilitas yang ke semuanya bernilai kurang dari taraf nyata lima persen yang berarti memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Sedangkan variabel populasi penduduk negara importir memiliki nilai probabilitas lebih besar dari 13 taraf nyata lima persen yang berarti tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan. Wirawan (2008) menganalisis tentang model permintaan rumput laut Indonesia di pasar Jepang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi yang bertujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis tentang perilaku pembelian, berdasarkan fakta empiris, dari sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Hasil dari penelitian ini adalah permintaan rumput laut Jepang dari evaluasi yang telah dilakukan dapat dijelaskan oleh peubah-peubah yang digunakan dalam model regresi semi log, yaitu peubah harga rata-rata produk rumput laut Indonesia terhadap Jepang (Prij), nilai tukar yen terhadap rupiah (Erij), ekspor rumput laut dari negara pesaing (Mij), dan pendapatan nasional Jepang (GPD). Permintaan rumput laut dapat dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 76.1 persen, sedangkan variabel di luar model dapat menjelaskan 23.9 persen sisanya. Elastisitas permintaan terhadap seluruh variabel bersifat elastis. Analisis regresi dengan model semi logaritmik menunjukkan bahwa China biasa dianggap sebagai pesaing utama Indonesia sebagai eksportir rumput laut ke Jepang. Hal ini ditunjukkan pada elastisitas koefisien negatif, yaitu permintaan terhadap rumput laut China naik akan menyebabkan permintaan terhadap rumput laut Indonesia turun. Rafiana (2014) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang berguna untuk menjelaskan kekuatan daya saing ke masing-masing lima besar negara tujuan ekspor melalui metode RCA (Revealed Comperative Advantages) serta untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karaginan dan agar-agar, digunakan metode regresi panel data statis. Hasil dari analisis digunakan untuk merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut berupa karaginan dan agar-agar. Hasil dari penelitian ini yaitu, berdasarkan analisis keunggulan komperatif (Revealed Comperative Advantages) daya saing hasil olahan rumput laut di enam besar negara tujuan ekspor, Indonesia memiliki posisi daya saing yang kuat dengan nilai RCA yang lebih dari satu pada negara Denmark, Italia, Jerman dan United Kingdom. Sementara pada negara Jepang dan USA hasil olahan rumput laut Indonesia baru memiliki daya saing yang kuat dengan nilai RCA yang lebih besar dari satu pada beberapa tahun tertentu. Setelah itu juga diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia adalah harga ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia, produktivitas industri pengolahan rumput laut, produksi rumput laut Indonesia, nilai ekspor negara pesaing Filipina dan dummy krisis, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia adalah nilai tukar riil. Maka, strategi yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut berupa mengembangkan klaster industri pengolahan rumput laut nasional sehingga dapat meningkatkan ekspor hasil olahan rumput laut. Pradipta (2014) menganalisis tentang posisi daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia di dunia dan negara tujuan. Diketahui bahwa keberhasilan dayasaing ekspor buah Indonesia di negara tujuan ditentukan oleh keunggulan komperatif dan kompetitif serta faktor lainnya, Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) 14 digunakan untuk menganalisis posisi dayasaing ekspor buah-buahan Indonesia. Pada penelitian ini digunakan analisis data panel gravity model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran volume ekspor buah-buahan Indonesia (mangga, Manggis, rambutan, pisang dan melon). Pada metode Export Product Dynamic (EPD) dan Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa buah yang memiliki keunggulan komperatif dan kompetitif adalah buah manggis, mangga, dan jambu. Ekspor buah Indonesia yang kehilangan kesempatan dalam bersaing di negara tujuan adalah stroberi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi aliran ekspor buah Indonesia ke negara tujuan meliputi harga ekspor, populasi, jarak ekonomi, GDP riil dan perkapita, nilai tukar riil, indeks harga konsumen Indonesia, dan variabel dummy krisis yang terjadi di Eropa. Mafizur (2013) dalam “A Panel Data Analysis of Bangladesh’s Trade: The Gravity Model Approach”, menganalisis tentang panel data dari perdagangan Bangladesh menggunakan pendekatan gravity model. Upaya yang dilakukan untuk memberikan pembenaran teoritis untuk menggunakan model gravitasi dalam analisis perdagangan bilateral dan menerapkan model gravitasi umum untuk menganalisis perdagangan Bangladesh dengan mitra dagang utama dengan menggunakan teknik estimasi data panel. Penelitian ini telah memperkirakan model gravitasi perdagangan (jumlah ekspor dan impor), model gravitasi ekspor dan model gravitasi impor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan Bangladesh positif ditentukan oleh ukuran ekonomi, GNP per kapita diferensial dari negara yang terlibat dan keterbukaan negara-negara perdagangan. Faktor penentu utama dari ekspor Bangladesh adalah: nilai tukar, total permintaan impor negara-negara mitra dan keterbukaan ekonomi Bangladesh. Ketiga faktor yang memengaruhi ekspor Bangladesh positif. Nilai tukar, di sisi lain, tidak berpengaruh pada impor Bangladesh; bukan impor ditentukan oleh tingkat inflasi, perbedaan pendapatan kapita dan keterbukaan negara yang terlibat dalam perdagangan per biaya transportasi ditemukan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi perdagangan Bangladesh negatif. Juga impor Bangladesh ditemukan dipengaruhi untuk sebagian besar oleh perbatasan antara India dan Bangladesh. Efek spesifik negara menunjukkan bahwa Bangladesh akan melakukan lebih baik dengan perdagangan lebih dengan negara-negara tetangganya. Faktor resistensi multilateral memengaruhi perdagangan dan ekspor Bangladesh positif. Martinez-Zazoso (2002) dalam “Augmented Gravity Model: AN Empirical Application to Mercosur-European Union Trade Flows”, menganalisis tentang gravity model untuk penerapan alur perdagangan di Mercosur-European Union. Penelitian ini menggunaan model perdagangan gravitasi untuk menilai perdagangan Mercosur-Uni Eropa, dan potensi perdagangan menyusul kesepakatan yang dicapai baru-baru ini antara kedua blok perdagangan. Model ini diuji untuk sampel 20 negara, empat anggota formal Mercosur ditambah Chile dan lima belas anggota Uni Eropa. Analisis data panel digunakan untuk mengurai invarian efek khusus negara waktu dan untuk menangkap hubungan antara variabel yang relevan dari waktu ke waktu. Kami menemukan bahwa model fixed effect adalah lebih disukai untuk acak efek model gravitasi. Selain itu, sejumlah variabel, yaitu, infrastruktur, perbedaan pendapatan dan nilai tukar ditambahkan 15 ke persamaan gravitasi standar, yang ditemukan penentu penting dari arus perdagangan bilateral. Dilanchiev (2012) dalam “Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern: Gravity Model”, menjelaskan bahwa perdagangan yang terjadi antara Georgia dengan negara lain dipengaruhi oleh GDP per kapita negara lain, FDI, nilai tukar, jarak geografis antara Georgia dengan negara lain, populasi Georgia, populasi negara lain, dan menggunakan dummy angota EU, sedangkan GDP per kapita Georgia memengaruhi signifikan terhadap perdagangan Georgia. Penelitian ini menggunakan metode analisis gravity model. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan yang dilakukan dengan negara lain yang memiliki GDP per kapita tinggi akan meningkatkan perdagangan Georgia. Semakin jauh jarak geografis akan mengakibatkan penurunan perdagangan antara Georgia, sehingga ketika investasi meningkat maka akan mengakibatkan peningkatan perdagangan. Li et al. (2008) dengan penelitiannya yang berjudul “Component Trade and China’s Global Economic Integration”. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi, peningkatan pangsa pasar, FDI, pembangunan infrastruktur termasuk transportasi dan telekomunikasi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan perdagangan bilateral Cina. Jarak ekonomi pada penelitian ini memiliki pengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral Cina, sehingga pada penelitian ini disarankan sebaiknya perlu dilakukan inovasi teknologi khususnya bagi transportasi agar biaya transportasi dapat dikurangi. Peningkatan perdagangan bilateral Cina dipengaruhi secara positif oleh FDI dan GDP. Penelitian ini memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Dari beberapa penelitian sebelumnya, belum ada penelitian yang menjawab permasalahan bagaimana cara mengurangi permintaan ekspor bahan baku rumput laut ke negara tujuan. Penelitian ini akan menjawab permasalahan tentang bagaimana mengurangi permintaan ekspor rumput laut yang berlebih. Permintaan ekspor tersebut dapat dikurangi dengan penetapan Bea Keluar rumput laut yang bertujuan untuk optimalisasi industri karaginan di Indonesia. Pengaruh penetapan Bea Keluar rumput laut dengan permintaan ekspor rumput laut akan dianalisis menggunakan Gravity Model. Dengan analisis sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman dan Perancis. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor rumput laut terbesar di Asia. Produksi rumput laut mengalami produksi yang terus meningkat setiap tahunnya mulai dari tahun 2011 hingga 2013. Hal tersebut menyebabkan para petani rumput laut terus menerus mengekspor rumput laut mereka. Tingginya jumlah rumput laut yang diekspor menyebabkan banyak industri yang berbahan baku rumput laut mengalami kesulitan untuk melakukan optimalisasi pada produksi mereka. Sepuluh besar negara yang menjadi tujuan ekspor rumput laut Indonesia adalah Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom , USA, Hongkong, Jerman dan Perancis. Untuk mengatasi permasalahan ekspor yang berlebih terhadap komoditi bahan baku rumput laut, maka pemerintah 16 merencanakan untuk membuat kebijakan penetapan Bea Keluar terhadap rumput laut. Analisis secara kuantitatif untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut akan digunakan metode panel data dengan menggunakan gravity model yang dapat digunakan untuk menganalisis apa saja faktor-faktor yang berpengaruh nyata secara kuantitatif terhadap volume permintaan ekspor rumput laut, sedangkan untuk mengetahui besaran Bea Keluar yang dapat ditetapkan untuk bahan baku rumput laut digunakan analisis elastisitas harga. Permintaan ekspor Rumput Laut Indonesia Permintaan ekspor rumput laut dalam jumlah yang besar ke sepuluh besar negara tujuan yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom , USA, Hongkong, Jerman dan Perancis Penetapan Bea Keluar untuk rumput laut Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut Gravity Model Besar Bea Keluar rumput laut untuk penyediaan kapasitas terpasang industri karaginan Analisis Elastisitas Strategi untuk mengurangi ekspor rumput laut dan optimalisasi industri pengolahan karaginan. Gambar 6 Alur kerangka pemikiran 17 Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Harga ekspor rumput laut berhubungan negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia. Peningkatan harga pada rumput laut akan menurunkan permintaan ekspor dari negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia. b. Jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan ekspor akan berpengaruh negatif. Semakin jauh jarak ekonomi yang dimiliki Indonesia dengan negara tujuan ekspor tersebut, akan membuat permintaan ekspor semakin berkurang. c. Nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap dollar diduga memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Jika nilai tukar negara tujuan terhadap dollar mengalami peningkatan (apresiasi), maka akan menyebabkan harga barang luar negeri menjadi cenderung lebih murah. Hal tersebut mengakibatkan akan naiknya permintaan ekspor rumput laut Indonesia dari negara tujuan. d. GDP riil negara tujuan ekspor rumput laut dari Indonesia memiliki hubungan positif terhadap volume ekspor rumput laut. Jika terjadi peningkatan GDP riil maka akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia. METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan untuk mendukung penelitian ini banyak didapatkan dari instansi terkait yaitu, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Perindustrian, Worldbank, CPII, Unctadstat, UNComtrade, jurnal dan internet, penelitian-penelitian terdahulu serta literatur dari berbagai instansi yang dapat membantu berjalannya penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel. Periode waktu analisis dimulai dari tahun 2008 sampai dengan 2013, dengan negara tujuan ekspor yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman dan Perancis. Data yang digunakan meliputi produksi rumput laut dalam negeri, harga ekspor rumput laut, jarak ekonomi, nilai tukar riil, dan GDP riil negara tujuan ekspor. Adapun operasional variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. 18 Tabel 2 Jenis dan sumber data Data Sumber Data Harga runput laut UN Comtrade Nilai tukar riil negara tujuan ekspor Unctadstat GDP rill negara tujuan ekspor Worldbank Jarak ekonomi CPII Metode Analisis dan Pengolahan Data Pada penelitian ini, untuk menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan ekspor digunakan metode analisis regresi data panel gravity model. Hasil dari analisis digunakan untuk merumuskan strategi pengupayaan optimalisasi pada industri karaginan di Indonesia. Untuk mengetahui besaran Bea Keluar rumput laut digunakan analisis elastisitas harga. Gravity Model Shepherd (2013) menjelaskan bahwa gravity model merupakan alat yang cocok untuk peneliti yang tertarik menganalisis dampak dari kebijakan tertentu yang terkait dengan perdagangan. Untuk menganalisis faktor-faktor baik faktor ekonomi maupun non ekonomi yang dapat memengaruhi perdagangan antara dua negara akan digunakan gravity model. Selain itu, saat ini gravity model tidak hanya memasukkan variabel jarak dan ukuran ekonomi saja tetapi menambahkan variabel lain seperti tarif yang dikenakan oleh suatu negara. Gravity model didasarkan pada hukum gravitasi teori Sir Isaac Newton. Model ini dapat digunakan untuk menganalis apakah perdagangan antar kedua negara berhubungan lurus dengan pendapatan masing-masing negara yang saling berhubungan tersebut, dan berhubungan terbalik dengan hambatan perdagangan antar kedua negara yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut Fij= G×Mi×Mj Dij Dimana : Fij : Interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral) Mi : Ukuran ekonomi untuk negara eksportir Mj : Ukuran ekonomi untuk negara importir Dij : Jarak ekonomi kedua negara G : Konstanta Dari persamaan di atas maka dapat dibuat model dasar gravity model seperti yang telah dijelaskan oleh Zarzoso dan Lehman (2003),yaitu: Xij = β0Yi β1Yj β2Ni β3Nj β4Dij β5Aij β6Uij Dimana: Xij : ekspor produk negara i ke negara j 19 Yi Yj Dij Aij Uij : GDP eksportir : GDP importir : jarak antara dua negara : faktor lainnya yang dapat memengaruhi perdagangan kedua negara : error term Analisis elastisitas harga Analisis elastisitas merupakan salah satu cara untuk meringkas daya tanggap dalam keluaran perusahaan di sebuah industri terhadap harga barang yang lebih tinggi (Nicholson 1999). Analisis ini digunakan untuk mengetahui besar dampak kebijakan Bea Keluar (pajak ekspor terhadap industri karaginan ke sepuluh besar negara tujuan utama). Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui seberapa besar kinerja industri karaginan di Indonesia dalam berproduksi, sehingga dapat ditentukan berapa besar Bea Keluar untuk bahan baku rumput laut. Penetapan Bea Keluar bertujuan untuk industri karaginan dapat berproduksi secara optimal. Elastisitas mengukur presentase perubahan nilai variabel tak bebas sebagai akibat dari perubahan presentase (%) dalam nilai dari variabel bebas tertentu (Ceteris Paribus) (Rastykarany 2008). Persamaan elastisitas yang digunakan yaitu: π= ππ π . ππ π Keterangan: π : Elastitas permintaan bahan baku rumput laut yang didapat dari persamaan (1) P : Rata-rata harga ekspor rumput laut Indonesia dunia Q : Rata-rata jumlah permintaan ekspor rumput laut dunia ∂Q : Jumlah bahan baku rumput laut yang diperlukan indsutri karaginan ∂P : Pajak yang dapat dikenakan pada bahan baku rumput laut Estimasi Model Dari model dasar gravity model, dilakukan transformasi model kedalam bentuk ln (logaritma natural). Transformasi model dasar ke dalam bentuk ln (logaritma natural) bertujuan untuk memenuhi uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias. Selain itu, tranformasi model dasar gravity model ke dalam bentuk ln juga dapat mengatasi permasalahan heteroskedastisitas dan menghindari permasalahan normalitas. Estimasi model pada penelitian ini yang sudah ditransformasikan adalah sebagai berikut: LnVEit = β0 + Lnβ1EPit + Lnβ2ERit + Lnβ3GDPit + Lnβ4DISTit + eit ... (1) Dimana : VEit EPit DISTit : Volume ekspor rumput laut ke negara tujuan (Kg) : Harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan (US$) : Jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor (Km) 20 ERit GDPit eit β0 βn i t : : : : : : : Nilai tukar (Negara pengekspor/rupiah) GDP riil negara tujuan (US$) Random error Konstanta (intercept) Parameter yang diduga (n = 1,2,…) Time series Cross section Uji Kesesuian Model Pemilihan model terbaik Pada analisis gravity model pada tahapan pengolahan data akan digunakan tiga pendekatan yaitu, Common Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Untuk mendapatkan model terbaik harus dilakukan uji statistik yang terdapat dalam regresi data panel. Uji statistik yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Chow test Untuk mengetahui model terbaik antara Fixed Effect Model (FEM) atau Pooled Least Square (PLS), perlu dilakukan uji F statistik atau yang biasa disebut dengan Chow test. Hipotesis dari uji ini yaitu: : Pooles Least Square Ho H1 : Fixed Effects Model Taraf nyata yang digunakan adalah lima persen. Jadi, apabila nilai probabilitas pada uji ini menunjukkan nilai yang lebih kecil daripada taraf nyata lima persen, maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga dapat disimpulkan model terbaik berdasarkan hasil uji ini adalah Fixed Effects Model. b. Hausmant Test Untuk mengetahui model terbaik antara Fixed Effects Model (FEM) atau Random Effects Model (REM), maka perlu dilakukan uji statistik yang memiliki hipotesis sebagai berikut : H0 : Random Effects Model H1 : Random Effects Model Taraf nyata yang digunakan pada uji ini adalah sebesar lima persen. Jadi, apabila nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf nyata lima persen, maka dapat dikatakan bahwa sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0. Sehingga dapat disimpulkan model terbaik hasil uji ini adalah Fixed Effects Model (FEM). c. Uji LM atau The Breusch Pagan Untuk mengetahui pemilihan model terbaik antara Random Effects Model (REM) dan Pooled Least Square (PLS), maka perlu dilakukan uji LM. Hipotesis pada pengujian ini adalah sebagai berikut : H0 : Pooled Least Square H1 : Random Effects Model 21 Untuk dapat melakukan penolakan terhadap H0 pada uji ini, perlu dilakukan perbandingan hasil hitung statistik dengan Chi squared. Jika hasil statistik pada uji LM lebih besar daripada nilai Chi squared yang terdapat pada statistik Chi squared, maka dapat dikatakan sudah cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga dapat disimpulkan model terbaik dari hasil uji statistik LM adalah Random Effects Model (REM). Uji kriteria ekonomi Uji kriteria ekonomi akan dilakukan pada model untuk menganalisis, apakah model yang telah dibuat sesuai dengan kriteria ekonomi dan dugaan hipotesis yang dibuat sebelumnya. Kesesuaian anatara kriteria ekonomi dan model dapat dilihat berdasarkan tanda koefisien pada hasil estimasi model terbaik yang telah didapatkan. Evaluasi model Ada beberapa upaya yang harus dilakukan untuk mendapatkan model yang konsisten dan efisien. Maka, perlu dilakukan evaluasi hasil estimasi terhadap model regresi. Evaluasi perlu dilakukan agar model terbebas dari permasalahan multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi. 1. Multikolinearitas Dalam model regresi hubungan multikoliniearitas sering kali muncul. Hubungan multikolinearitas dapat terjadi jika dua atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) bebas berkorelasi antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Multikolinearitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, multikolinearitas tinggi, dekat dan tak sempurna. Permasalahan multikolinearitas dapat diatasi dengan cara memanfaatkan informasi sebelumnya, mengeluarkan peubah dengan koliniearitas tinggi, melakukan transformasi terhadap peubah-peubah dalam model dengan bentuk pembedaan pertama, menggunakan regresi komponen pertama, menggabungkan data cross section dengan data time series, cek kembali asumsi pada waktu membuat model dan penambahan data baru (Juanda 2009). 2. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa ragam sisaan sama atau homogeny. Tetapi jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-I dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka dapat dikatakan terdapat permasalahan heteroskedastisitas pada model. Untuk melihat apakah model telah memenuhi asumsi klasik, dapat dilihat berdasarkan nilai sum squared resid pada hasil pengolahan menggunakan software E-views 6. Permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi dengan memberikan bobot Weight Least Square (WLS) melalui Generelized Least Squared (GLS) pada model atau transformasi data kedalam bentuk logaritma natural. 3. Autokolerasi Salah satu asumsi klasik pada regresi linier adalah bahwa tidak ada autokolerasi atau kolerasi serial antara sisaan. Autokolerasi dapat terjadi karena 22 adanya inersia, kesalahan-kesalahan dalam spesifikasi model, adanya fenomena sarang laba-laba dan manipulasi data. Adanya autokolerasi dapat dideteksi dengan menggunakan metode grafik atau dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Permasalahan autokorelasi dapat diatasi dengan memberikan pembobotan Generelized Least Square (GLS) pada model. Tabel 3 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya Nilai DW 4-dl < DW < 4 4-du < DW < 4-dl du < DW < 4-du dl < DW < du 0 < DW < dl Keputusan Tolak H0, ada autokorelasi positif Tidak tentu, coba uji yang lain Terima H0 Tidak tentu, coba uji yang lain Tolak H0, ada autokorelasi positif Sumber : Juanda (2009) HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Ekspor Rumput Laut ke Negara Tujuan Ekspor Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil rumput laut di Asia. Banyak negara yang mengimpor rumput laut dari Indonesia. Ekspor rumput laut dari Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dari Gambar 7 dapat kita lihat tren perkembangan volume ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan terus mengalami peningkatan. Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia diantaranya adalah Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman, dan Perancis. Peningkatan permintaan ekspor rumput laut dari Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan 2013 adalah Cina. Sedangkan volume permintaan ekspor rumput laut dari 9 besar negara lainnya berfluktuatif dari tahun 2008 sampai dengan 2013. 200000 100000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 China Philippines Vietnam Korea. Rep Chile United Kingdom USA Hongkong Germany 2014 France Sumber : UNComtrade 2014 (diolah) Gambar 7 Perkembangan volume permintaan ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan (ton) 23 Permintaan ekspor rumput laut ke sepuluh negara tujuan ekspor mengalami peningkatan ekspor rata-rata sebesar 0.1 persen dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Peningkatan ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2008 untuk volume ekspor yaitu sebesar 0.6 persen, sedangkan untuk nilai ekspor peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0.26 persen. Tabel 4 Perkembangan ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan ekspor Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Nilai (US$) 9 516 288 7 559 401 12 617 065 14 855 290 12 697 076 15 634 762 Rata-rata Perkembangan (%) 0.6 -0.3 0.4 0.2 -0.2 0.2 0.1 Sumber : UNComtrade 2014 (diolah) Volume (ton) 9 101 8 668 11 654 15 155 16 208 17 107 Rata-rata Perkembangan (%) 0.1 0.0 0.3 0.2 0.1 0.1 0.1 Dari ke sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut Cina merupakan negara dengan permintaan ekspor tertinggi dengan pangsa pasar sebesar 61 persen. Filipina juga memiliki pangsa yang cukup besar untuk ekspor rumput laut dari Indonesia yaitu sebesar 12 persen, sedangkan untuk Vietnam, Republik Korea dan Cili memiliki pangsa sebesar 5 persen, United Kingdom sebesar 3 persen, USA, Hongkong, Jerman, dan Perancis memiliki pangsa sebesar 2 persen. Untuk negara importir lainnya selain kesepuluh negara terbesar importir rumput laut dari Indonesia hanya memiliki pangsa sebesar 0.3 persen. Tabel 5 Pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan Negara Volume Ekspor (ton) 74 372 211 14 628 507 6 598 852 6 006 578 5 467 734 3 677 251 2 818 258 2 111 342 2 961 050 2 523 652 332 574 Total 121 498 008 Sumber : UNComtrade 2014 (diolah) China Philippines Vietnam Korea, Rep. Chile United Kingdom United States Hong Kong, China Germany France Lain-lain Pangsa Pasar (%) 61 12 5 5 5 3 2 2 2 2 0.3 100 24 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Setelah melakukan pengolahan regresi data panel, diperoleh hasil estimasi model volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 6 dengan negara tujuan ekspor Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman, dan Perancis yang didapatkan melalui persamaan (1). Tabel 6 Hasil estimasi volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia menggunakan metode fixed effect dengan pembobotan cross section (cross-section weighted) Variabel dependen: LN VE Variable Coefficient Std. Error t-Statistic LNEP -0.3386 0.0659 -5.1369 LNER 1.0739 1.7958 0.5980 LNGDP 22.8466 4.9049 4.6579 LNDIST -18.4694 4.3962 -4.2013 C -541.2182 119.1752 -4.5414 Weighted Statistics R-squared 0.9788 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.9728 S.D. dependent var S.E. of regression 0.6948 Sum squared resid F-statistic 163.61 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.0000 Unweighted Statistics R-squared 0.8566 Mean dependent var Sum squared resid 34.3583 Durbin-Watson stat Keterangan : signifikan pada taraf nyata 5 persen (*) Prob. 0.0000* 0.5528 0.0000* 0.0001* 0.0000 31.4977 29.1047 22.2033 1.7268 14.9842 1.3066 Tabel 6 memperlihatkan bahwa variabel harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan (LnEP), jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan (LnDIST), Nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap dollar (LnER), dan GDP negara tujuan ekspor rumput laut dari Indonesia (LnGDP) merupakan variabel faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor. Hasil pada uji Hausman pada model ini menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0002 yang lebih kecil daripada taraf nyata sebesar lima persen, sehingga sudah cukup bukti untuk menolak hipotesis nol yang artinya bahwa model terbaik yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Model hasil pengolahan regresi data panel di atas telah memenuhi uji ekonomi karena tanda koefisien pada masing-masing variabel bebas telah sesuai dengan hipotesis berdasarkan teori ekonomi yang ada. Uji asumsi klasik pada model juga telah terpenuhi. Adanya 14 multikoliniearitas disebabkan oleh nilai R2 yang tinggi namun variabel-variabel independennya hanya sedikit yang signifikan. Uji multikoliniearitasSeries: dapatStandardized R esiduals Sam ple 2008 2013 12 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dan matrik korelasi antar O bservations 60 10 8 6 4 Mean Median Maxim um Minim um Std. D ev. Skewness Kurtosis 4.38e-16 -0.028343 1.233076 -1.749709 0.613455 -0.403457 3.314974 25 variabel. Pada model volume ekspor rumput laut Indonesia nilai R2 yaitu 0.9788 dan terdapat empat variabel bebas yang signifikan dan satu variabel yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari multikoliniearitas. Nilai R2 ini menunjukkan bahwa 97.88 persen keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen di luar model. Hasil estimasi model volme permintaan ekspor rumput laut Indonesia menunjukkan bahwa Sum Square Residual pada Weighted Statistic sebesar 22.2033 lebih kecil daripada Sum Squared Residual pada Unweighted Statistics sebesar 34.3583, maka disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Nilai statistik Durbin Watson sebesar 1.7268, nilai tersebut mendekati 2.0000 sehingga berada di wilayah nonautokolerasi yang mengindikasikan tidak terjadi autokolerasi. Nilai korelasi antar variabel bebas tidak ada yang melebihi nilai R-squared, maka hasil estimasi tidak mengalami masalah autokolerasi Pada panel data, perlu dilakukan uji normalitas agar dapat melihat normal atau tidaknya error terms. Hal ini dapat dilihat dari nilai Jarque-Bera yang lebih besar dari α, maka menyebar normal. Berdasarkan pengujian model dihasilkan bahwa nilai Jarque-Bera lebih besar daripada α (1.8757 > 0.05) dan juga nilai probabilitas lebih besar daripada α (0.3914 > 0.05), sehingga model volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia ini telah memiliki error terms yang menyebar normal. Harga ekspor rumput laut Berdasarkan hasil estimasi menggunakan analisis data panel dapat dijelaskan bahwa harga memengaruhi permintaan ekspor rumput laut secara nyata dan negatif. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas dan koefisien harga yaitu, probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih besar daripada taraf nyata 5 persen dan koefisien sebesar -0.3386 yang artinya harga berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor rumput laut. Dengan asumsi variabel lain konstan, peningkatan harga ekspor rumput laut sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan permintaan ekspor rumput laut sebesar 0.3386 persen. Harga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi jumlah permintaan yang diminta oleh konsumen, semakin tingginya harga yang ditetapkan maka akan mengakibatkan penurunan terhadap jumlah permintaan (Lipsey 1997). Rumput laut sebagai bahan baku memiliki harga yang relatif rendah dibandingkan jika sudah diberi nilai tambah. Dari Gambar 8 dapat dilihat perbedaan harga yang signifikan, mulai dari raw materials hingga end product dari rumput laut. Rumput laut kering sebagai bahan baku yang belum diberi nilai tambah hanya memiliki nilai jual sebesar Rp. 7 000 per kilogram. Untuk rumput laut yang sudah diberi nilai tambah dalam bentuk chip memiliki nilai jual sebesar Rp. 60 000 per kilogram, semi refined carrageenan memiliki nilai jual sebear Rp. 80 000 per kilogram, refined carrageenan memiliki nilai jual Rp. 200 000 per kilogram untuk food grade dan Rp. 180 000 per kilogram pada industrial grade. Dengan tingkat harga yang rendah pada rumput laut kering sebagai bahan baku, tidak heran banyak negra lain yang mengimpor rumput laut dari Indonesia. Rendahnya harga jual rumput laut yang belum diberi nilai tambah memicu peningkatan ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor secara besar-besaran, yang akan mengakibatkan indsutri dalam negeri mengalami kesulitan bahan baku. 26 Fenomena tersebut mengharuskan pemerintah untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam mengurangi ekspor bahan baku rumput laut. Penetapan Bea Keluar bahan baku rumput laut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk dapat mengurangi volume ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor. Dengan adanya Bea Keluar harga bahan baku rumput laut akan meningkat, sehingga akan menurunkan permintaan ekspor dari negara importir. Sumber : DKP 2014 Gambar 8 Tingkat harga rumput laut dari mulai bahan baku hingga end product GDP Riil negara tujuan ekspor rumput laut GDP riil negara tujuan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap volume permintaan ekspor rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas GDP riil negara tujuan yaitu sebesar 0.0000 dan koefisiennya sebesar 22.8466, sehingga apabila GDP riil negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia mengalami peningkatan sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan terhadap volume permintaan rumput laut sebesar 22.8466 persen dengan asumsi cateris paribus. Semakin tinggi GDP suatu negara maka, akan menyebabkan daya beli negara tersebut terhadap suatu komoditi meningkat. Selain itu, Wulandari dan Budiasih (2009) menjelaskan bahwa semakin besar GDP riil negara tujuan ekspor akan mengindikasikan semakin besar pula kemampuan penyerapan produk yang diperdagangkan. Dengan kata lain, kemampuan melakukan impor negara tersebut akan meningkat. Jarak ekonomi Jarak ekonomi pada model permintaan ekspor rumput laut ini memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada variabel dependen volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari probabilitas jarak ekonomi yaitu sebesar 0.0000 yang signifikan pada taraf nyata lima persen dan 27 koefisiennya sebesar -18.4694 yang berarti jarak ekonomi memiliki hubungan negatif dengan volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Jarak ekonomi antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor rumput laut menunjukkan biaya transportasi, sehingga ketika biaya transportasi mengalami peningkatan sebesar satu persen maka permintaan ekspor rumput laut Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 29.6011 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Hubungan negatif dari jarak dengan perdagangan bilateral dikarenakan jarak merupakan proksi untuk biaya transportasi, jadi semakin jauh jarak suatu negara tujuan ekspor akan ikut meningkatkan biaya transportasi sehingga akan mengurangi perdagangan. Nilai tukar riil Berdasarkan hasil estimasi terhadap gravity model menggunakan analisis panel data dapat ditunjukkan bahwa nilai tukar riil negara tujuan ekspor terhadap dollar berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas nilai tukar riil yaitu sebesar 0.5528 yang lebih besar daripada taraf nyata lima persen, serta koefisien nilai tukar riil negara tujuan ekspor yaitu sebesar 1.0739 yang berarti, jika nilai tukar riil negara tujuan ekspor terhadap dollar mengalami peningkatan sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan permintaan ekspor rumput laut Indonesia sebesar 1.0739 persen dengan asumsi cateris paribus. Dengan probabilitas yang kurang dari taraf nyata maka dapat dikatakan bahwa nilai tukar riil negara tujuan ekspor bukan merupakan hal krusial yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut negara importir ke Indonesia. Nilai tukar bukan merupakan hal krusial yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia oleh negara importir. Kecenderungan petani untuk menjual hasil panennya kepada pihak asing dengan cara dibayar dimuka menjadi salah satu penyebabnya. Banyak dari pembeli asing yang langsung datang ke pihak petani dan menawarkan untuk membeli dengan dollar yang dibayar dimuka. Hal tersebut menyebabkan fluktuasi nilai tukar negara tujuan terhadap dollar tidak berpengaruh pada harga bahan baku rumput laut. Bea Keluar untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan Dewasa ini, rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan budidaya perikanan. Budidaya terhadap rumput laut gencar dilakukan Kementrian Kelautan dan Perikanan, sehingga menyebabkan peningkatan produksi rumput laut domestik dari tahun ke tahun. Pada Gambar 9 tren peningkatan rumput laut yang terus terjadi dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Dari tahun 2008 sampai dengan 2013 produksi rumput laut terus mengalami peningkatan, tetapi peningkatan yang pesat terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 9.2 juta ton. Peningkatan produksi rumput laut domestik yang terus terjadi terasa sia-sia bagi industri pengolahan dalam negeri, karena 80 persen produksi dalam negeri dialokasikan untuk ekspor (Kemendag 2014). Sehingga, banyak dari industri pengolahan rumput laut seperti industri karaginan misalnya tidak dapat mengoptimalkan industri mereka dalam berproduksi. 28 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : DKP 2014 Gambar 9 Produksi rumput laut domestik di Indonesia (ribu ton) Industri pengolahan karaginan merupakan salah satu industri pengolahan rumput laut yang berbahan baku rumput laut jenis Cottonii. Persaingan dalam industri pengolahan karaginan terbilang sangat ketat. Untuk dapat bersaing masing-masing industri harus meningkatkan efesiensi. Efesiensi dapat tercapai secara optimal jika kapasitas menganggur dari sebuah industri karaginan sekitar 5 atau 10 persen. Tabel 7 menunjukan bahwa kapasitas menganggur industri pengolahan di Indonesia rata-rata sebesar 26 persen dengan kapasitas produksi 24527 ton per tahun dan kapasitas terpasang sebesar 33257 ton per tahun. Untuk mencapai optimalisasi maka industri pengolahan karaginan perlu menurunkan kapasitas menganggurnya menjadi 10 persen. Diharapkan dengan turunnya kapasitas menganggur menjadi 10 persen, industri pengolahan karaginan dapat meningkatkan kapasitas produksinya menjadi sebesar 29931 ton per tahunnya. Diperlukan tambahan bahan baku rumput laut jenis Cotonii sebesar 5404 ton untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi industri pengolahan karaginan. Tabel 7 Kapasitas produksi dan terpasang industri pengolahan rumput laut (ton) Kapasitas Astruli Non Astruli Total Terpasang 23 280 9 977 33 257 Terpakai 17 169 7 358 24 527 Menganggur 6 111 2 619 8 730 Menganggur (%) 26 Sumber : Asosiasi Petani Rumput Laut Indonesia 2014 (diolah) Pengenaan Bea Keluar pada bahan baku rumput laut merupakan salah satu upaya untuk dapat mengurangi volume ekspor. Untuk menghitung Bea Keluar yang dapat dikenakan untuk komoditi bahan baku rumput laut, digunakan data rata-rata total ekspor ke dunia dari tahun 2008 hingga 2013 (Q) yaitu sebesar 136748 ton. Setelah itu digunakan data rata-rata harga dunia dari tahun 2008 29 hingga 2013 (P) untuk komoditi bahan baku rumput laut sebesar US $ 975/ton. Dari hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut pada Tabel 6, diperoleh nilai elastisitas sebesar (ε) 0.33. Untuk dapat menurunkan kapasitas menganggur industri karaginan, dibutuhkan penambahan bahan baku rumput laut (∂Q) sebesar 5404 ton. Perhitungan Bea Keluar rumput laut sebagai upaya mengurangi volume ekspor rumput laut ke dunia digunakan analisis elastisitas harga sebagai berikut: π= 0.33 = ππ π . ππ π 5404 975 . ππ 136748 ππ = 116 ππ . 100 π 116 . 100 = 11% 975 Dari perhitungan yang menggunakan analisis elastisitas harga, maka diketahui besar Bea keluar yang dapat dikenakan untuk bahan baku rumput laut yaitu hingga 11 persen. Dengan penetapan Bea Keluar hingga 11 persen akan menyebabkan harga bahan baku rumput laut meningkat di pasar internasional. Peningkatan harga akibat pengenaan Bea Keluar bahan baku rumput laut hingga 11 persen dengan nilai elastisitas harga sebesar 0.33 dapat mengurangi volume ekspor bahan baku rumput laut sebesar 4 persen ke dunia. Pengurangan volume ekspor dapat menambah bahan baku rumput laut untuk industri pengolahan rumput laut dalam negeri terutama industri pengolahan karaginan. Diharapkan dengan penambahan bahan baku industri karaginan dapat lebih mengoptimalkan produksinya untuk dapat mecapai efesiensi biaya, sehingga dapat bersaing dengan produk karaginan impor. Dengan efesiensi produksi biaya industri pengolahan karaginan dalam negeri, industri-industri yang menjadikan karaginan sebagai input produksinya seperti nestle, nutrijel, ice cream walls, dan sebagainya tidak perlu lagi mengimpor karaginan dari luar negeri. 30 Penerimaan pemerintah dari BK Dana pembinaan untuk petani rumput laut Efesiensi produksi petani rumput laut Pengenaan BK rumput laut Ekspor rumput laut berkurang Ketersediaan bahan baku rumput laut industri karaginan meningkat Kapasitas produksi optimal Efesiensi Peningkatan daya saing karaginan Sumber: Kemendag 2014 Gambar 10 Rantai pemasaran rumput laut di Indonesia Adanya Bea Keluar rumput laut harga bahan baku rumput laut terjadi peningkatan ditingkat dunia. Jika harga bahan baku meningkat, maka harga produk Semi Refined Carrageenan dan Refined Carrageenan di pasar dunia secara otomatis akan ikut meningkat. Dalam jangka pendek adanya Bea Keluar akan meningkatkan harga ekspor, selanjutnya menurunkan permintaan dan terjadi kelebihan penawaran dalam negeri. Namun, dalam jangka panjang akan mendorong pengembangan industri pengolahan dalam negeri, sehingga harga bahan baku rumput laut akan normal kembali. Tidak hanya itu, dengan keuntungan yang didapat pemerintah dari penetapan Bea Keluar pemerintah dapat menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk petani rumput laut. Pelatihan tersebut merupakan salah satu kompensasi yang diberikan pemerintah untuk mengganti kerugian sementara petani rumput laut, akibat penetapan Bea Keluar bahan baku rumput laut. Dengan adanya pelatihan tersebut, petani akan mampu memproduksi rumput laut yang lebih berkualitas dan memiliki daya saing di pasar internasional. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Permintaan ekspor rumput laut mengalami peningkatan ekspor mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2013 sebesar 0.1 persen. Negara tujuan ekspor rumput laut yang memiliki pangsa paling besar adalah Cina yaitu sebesar 61 persen. 31 Sedangkan negara-negara lain selain ke sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut hanya memiliki pangsa sebesar 0.3 persen dari total ekspor rumput laut Indonesia. Faktor-faktor yang menegaruhi permintaan ekspor ke sepuluh besar negara tujuan yaitu Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman dan Perancis adalah harga ekspor rumput laut, GDP negara tujuan ekspor dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor rumput laut, sedangkan nilai tukar riil negara tujuan terhadap dollar tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor rumput laut negara eksportir terhadap Indonesia. Strategi penetapan Bea Keluar bahan baku rumput laut dapat berpengaruh terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Dengan adanya penetapan Bea Keluar rumput laut hingga 11 persen akan menurunkan empat persen permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Dengan adanya penurunan permintaan ekspor rumput laut, maka industri pengolahan karaginan dapat menambah bahan bakunya dan melakukan optimalisasi pada industrinya. Saran Untuk mengurangi permintaan ekspor bahan baku rumput laut dari negara importir pemerintah dapat menetapkan Bea Keluar pada bahan baku rumput laut hingga 11 persen. Dengan berkurangnya jumlah bahan baku rumput laut yang diekspor industri pengolahan karaginan dapat mengoptimalisasikan kapasitas industrinya sehingga memiliki tingkat efisien yang lebih tinggi dan memiliki daya saing di pasar internasional. 32 DAFTAR PUSTAKA [CEPII] Centre d’Etudes Prospective et d’Informations Internationals. Geodesic Distance [Internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia pada: http: // www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip. Dilanchiev A. 2012. Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern: Gravity Model. Journal of Social Sciences. 1(1): 75-78. Doi: 2233-3878. Gujarati DN. 1994. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno, penerjemah: Hutauruk Gunawan, koordinator editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Basic Ecometrics. Hutabarat. 2008. Pengaruh Pajak Ekspor Terhadap Kinerja Industri Kelapa Sawit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. [Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2014. Kajian Kebijakan Pengenaan Tarif Bea Keluar Rumput Laut dan Produk Olahan. Jakarta (ID): Kemendag. [KKP] Kementrian Perikanan dan Kelautan. 2015. Produksi Rumput Laut Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia pada: http : // kkp.go.id. Li K, Song L, Zhao X (2008). Component Trade and China’s Global Economic Integration. World Institute for Development Economics Research. 101(2): 1-25. Doi: 978-92-9230-157-6. Lipsey R, Courant P, Purvis D, Steiner P, 1997. Pengantar Makroekonomi. Maulana A, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th ad. Ed ke-10. Mankiw NG. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Liza Fitria, Nurmawan Imam, penerjemah: Hardani Wibi, Barnadi, Devri, Saat Suryadi, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Edisi ke-6. Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan. Wirajaya Daniel, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Microeconomics Theory Basic Principles and Extensions. Oktaviani, R dan Novianti, T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. Bogor Bagian I. Pradipta A. 2014. Posisi Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-buahan Indonesia di Dunia dan Negara Tujuan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rafiana A. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahman M. 2003. A Panel Data Analysis of Bangladesh’s Trade: The Gravity Model Approach. Ph. D. Student and Associate Lecturer. (9): 11-13. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah: Sumiharti, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: International Economics.Ed ke-5. 33 Sitinjak AR. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat periode 2001-2010 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [UNCOMTRADE] United Commodity Trade Statistics Database. 2015. www.un.comtrade.org [Febuari-Maret 2015]. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2015. Nominal Exchange Rate [Internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia pada: http : // www. Unctad.org. [WB] World Bank. 2015. World Development Indicators [internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia pada: http: // data.worldbank.org. Wirawan. 2008. Analisis Model Permintaan Rumput Laut Indonesia di Pasar Jepang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zarzoso-Martinez. 2003. Augmented Gravity Model: An Empirical Application to Mercosur-European Union Trade Flows. Journal of Applied Economics. (2): 291-316. 34 LAMPIRAN Lampiran 1 Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut 2008-2013 Negara China China China China China China Philippines Philippines Philippines Philippines Philippines Philippines Vietnam Vietnam Vietnam Vietnam Vietnam Vietnam Korea. Rep Korea. Rep Korea. Rep Korea. Rep Korea. Rep Korea. Rep Chile Chile Chile Chile Chile Chile United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 LnVE 17.59 17.75 18.10 18.43 18.63 18.78 16.70 15.72 16.34 16.16 16.23 15.88 15.93 16.45 16.54 16.47 15.62 14.40 15.54 15.43 14.93 15.91 15.58 15.07 14.66 14.17 14.90 15.27 15.67 15.68 13.85 13.85 13.49 12.92 12.82 LnEP 0.67 1.19 0.85 1.06 0.60 0.57 0.80 1.79 1.57 1.00 0.73 1.24 0.28 1.06 0.00 0.19 3.40 2.57 0.35 0.51 1.70 1.72 1.07 1.70 1.09 1.66 2.20 0.55 0.57 0.21 1.90 1.70 2.37 2.66 1.87 LnDIST 4.69 4.78 4.89 4.99 5.07 5.16 0.79 0.80 0.89 0.93 1.01 1.09 0.32 0.38 0.45 0.52 0.58 0.65 3.57 3.58 3.65 3.70 3.73 3.78 2.67 2.66 2.73 2.79 2.86 2.91 5.27 5.23 5.26 5.29 5.30 LnER -1.92 -1.90 -1.88 -1.81 -1.78 -1.75 -3.73 -3.76 -3.68 -3.62 -3.59 -3.58 -9.44 -9.41 -9.43 -9.39 -9.34 -9.30 -7.01 -7.13 -7.01 -6.96 -6.98 -6.95 -6.20 -6.26 -6.17 -6.11 -6.11 -6.12 0.59 0.45 0.46 0.51 0.50 LnGDP 28.79 28.88 28.98 29.07 29.14 29.21 25.51 25.53 25.60 25.64 25.70 25.77 24.97 25.02 25.08 25.14 25.20 25.25 27.66 27.66 27.73 27.76 27.78 27.81 25.67 25.66 25.72 25.77 25.83 25.87 28.56 28.52 28.54 28.55 28.56 35 United Kingdom USA USA USA USA USA USA Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Germany Germany Germany Germany Germany Germany France France France France France France 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 12.06 14.23 14.38 14.28 14.63 14.97 14.33 15.77 14.66 15.47 15.67 15.29 15.25 13.11 12.52 13.60 14.19 9.91 5.52 14.97 14.93 14.61 14.85 14.03 14.36 4.88 1.38 2.41 1.14 1.02 -0.03 1.89 1.77 2.30 2.62 0.56 1.46 -0.19 1.46 1.99 2.06 4.67 3.53 8.29 0.55 0.65 1.28 3.83 1.34 0.72 5.34 7.29 7.26 7.30 7.32 7.36 7.39 1.50 1.49 1.56 1.62 1.64 1.69 5.38 5.33 5.38 5.42 5.44 5.46 5.17 5.14 5.17 5.20 5.22 5.23 0.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -2.07 -2.05 -2.05 -2.03 -2.01 -1.98 0.35 0.30 0.25 0.29 0.21 0.24 0.35 0.30 0.25 0.29 0.22 0.25 28.58 30.24 30.22 30.24 30.26 30.28 30.30 26.08 26.05 26.12 26.16 26.18 26.21 28.76 28.70 28.74 28.78 28.78 28.78 28.47 28.44 28.46 28.48 28.48 28.49 36 Lampiran 2 Hasil uji Pooled Least Squares Dependent Variable: LNVE Method: Panel Least Squares Sample: 2008 2013 Periods included: 6 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 60 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNEP -0.9285 0.1198 -7.7490 0.0000 LNER -0.0966 0.0705 -1.3704 0.1761 LNGDP 1.5917 0.3941 4.0387 0.0002 LNDIST -1.2878 0.3025 -4.257 0.0001 C -22.8261 9.8698 -2.3127 0.0245 R-squared 0.6625 Mean dependent var 14.98417 Adjusted R-squared 0.6379 S.D. dependent var 2.014899 S.E. of regression 1.2124 Akaike info criterion 3.3028 Sum squared resid 80.8477 Schwarz criterion 3.477295 Log likelihood -94.0830 Hannan-Quinn criter. 3.3710 F-statistic 26.9874 Durbin-Watson stat 1.3044 Prob(F-statistic) 0.0000 37 Lampiran 3 Uji Fixed Effect Model Variable LNEP LNER LNGDP LNDIST C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) R-squared Sum squared resid Variabel dependen: LN VE Coefficient Std. Error t-Statistic -0.3386 0.0659 -5.1369 1.0739 1.7958 0.5980 22.8466 4.9049 4.6579 -18.4694 4.3962 -4.2013 -541.2182 119.1752 -4.5414 Weighted Statistics 0.9788 Mean dependent var 0.9728 S.D. dependent var 0.6948 Sum squared resid 163.61 Durbin-Watson stat 0.0000 Unweighted Statistics 0.8566 Mean dependent var 34.3583 Durbin-Watson stat Prob. 0.0000* 0.5528 0.0000* 0.0001* 0.0000 31.4977 29.1047 22.2033 1.7268 14.9842 1.3066 Lampiran 4 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square Statistic 9.1706 61.6536 d.f. (9,46) 9 Prob. 0.0000 0.0000 Lampiran 5 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 14 random Cross-section 22.3596 4 12 10 8 6 4 2 0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Prob. 0.0002 Series: Standardized R esid Sam ple 2008 2013 O bservations 60 Mean Median Maxim um Minim um Std. D ev. Skewness Kurtosis 4.38e-16 -0.028343 1.233076 -1.749709 0.613455 -0.403457 3.314974 Jarque-Bera Probability 1.875797 0.391450 38 Lampiran 6 Uji normalitas 14 Series: Standardized Residuals Sample 2008 2013 Observations 60 12 10 8 6 4 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 4.38e-16 -0.028343 1.233076 -1.749709 0.613455 -0.403457 3.314974 Jarque-Bera Probability 1.875797 0.391450 0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Lampiran 7 Uji multikolinearitas LNVE LNVE LNEP LNER LNGDP LNDIST LNEP 1 -0.7229 -0.3728 -0.2450 -0.3381 -0.7229 1 0.2919 0.1839 0.2044 LNER LNGDP LNDIST -0.3728 -0.2450 -0.3381 0.2919 0.1839 0.2044 1 0.7303 0.7212 0.7303 1 0.9698 0.7212 0.9698 1 Lampiran 8 Uji heteroskedastisitas 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 5 10 15 20 25 30 35 40 LNVE Residuals 45 50 55 60 39 Lampiran 9 Pohon industri rumput laut (Eucheuma sp) RC SRC ATC 40 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 20 Oktober 1993. Penulis merupakan anak pertama dari orang tua Ayah Masagus Najib dan Ibu Meri Juwita. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2005 di SDN 1 Kedaton, Bandarlampung. Penulis menyelesaikan pendidikan pada jenjang Sekolah Pertama (SMP) pada tahun 2008 di SMPN 10 Bandarlampung. Kemudian Penulis menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMA pada tahun 2011 dan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui SNMPTN Undangan. Penulis di terima IPB pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen departemen Ilmu Ekonomi.