analisis pengaruh penetapan bea keluar terhadap

advertisement
ANALISIS PENGARUH PENETAPAN BEA KELUAR
TERHADAP PERMINTAAN EKSPOR RUMPUT LAUT
UNTUK OPTIMALISASI INDUSTRI KARAGINAN
MAS AYU FARADIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Penetapan Bea Keluar Terhadap Permintaan Ekspor Rumput Laut untuk
Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Mas Ayu Faradiah
NIM H14110004
ABSTRAK
MAS AYU FARADIAH. Analisis Pengaruh Penetapan Bea Keluar Terhadap
Permintaan Ekspor Rumput Laut untuk Optimalisasi Industri Pengolahan
Karaginan Dibimbing oleh SRI MULATSIH.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penghasil rumput laut
terbaik di Asia. Hal tersebut seharusnya dapat menguntungkan industri
pengolahan rumput laut Indonesia tetapi, sangat disayangkan pemanfaatan rumput
laut Indonesia untuk bahan baku industri domestik masih minim. Penelitian ini
bertujuan untuk dapat mengurangi ekspor rumput laut yang menyebabkan industri
pengolahan rumput laut domestik kekurangan bahan baku dengan cara penetapan
Bea Keluar rumput laut. Pada penelitian ini digunakan analisis data panel gravity
model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume permintaan
rumput laut dan melihat elastisitas harga ekspor rumput laut, serta analisis
elastisitas permintaan untuk mengetahui besaran Bea Keluar untuk bahan baku
rumput laut. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang memengaruhi
volume ekspor rumput laut ke negara tujuan meliputi harga ekspor berpengaruh
negatif dan signifikan, nilai tukar riil berpengaruh positif dan tidak signifikan,
GDP riil berpengaruh positif dan signifikan, dan jarak ekonomi berpengaruh
negatif dan signifikan. Penetapan Bea Keluar bahan baku rumput laut hingga 11
persen dapat mengurangi permintaan ekspor dari sepuluh besar negara importir
bahan baku rumput laut.
Kata kunci : Bea Keluar, Ekspor rumput laut, gravity model, industri karaginan
ABSTRACT
MAS AYU FARADIAH. Analysis of Customs Exit Influence to Seaweed
Demand Export for Optimizing Carrageenan Industry. Dibimbing oleh SRI
MULATSIH.
Indonesia is one of the countries that produce the best seaweed in Asia. It
should be able to benefit Indonesian seaweed processing industry, however, it is
unfortunate use of seaweed Indonesia for domestic industrial raw materials is still
minimal. This study aims to reduce the export of seaweed that causes seaweed
processing industry domestic shortage of raw materials by setting export duty
seaweed. In this study used panel data analysis gravity models to analyze the
factors that affect the volume of demand for seaweed, as well as analysis of the
elasticity of demand to determine the amount of export duty on raw materials of
seaweed. The results showed that the factors that affect the volume of exports to
the country of destination seaweed covering the export price significantly and
negatively, the real exchange rate not significant and positive, real GDP positive
and significant impact, distance significant and negative effect on the economy.
Duty Determination seaweed feedstock to 11 percent can reduce demand for
exports from the top ten importing countries of raw materials seaweed.
key words: Export Tax, seaweeds export, gravity Model, carrageenan industry
ANALISIS PENGARUH PENETAPAN BEA KELUAR
TERHADAP PERMINTAAN EKSPOR RUMPUT LAUT
UNTUK OPTIMALISASI INDUSTRI PENGOLAHAN
KARAGINAN
MAS AYU FARADIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
Analisis Pengaruh Penetapan Bea Keluar Terhadap Permintaan Ekspor Rumpur
Laut untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan. Penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih khususnya kepada:
1. Kedua oramg tua serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan
baik moril maupun materi, doa, motivasi, dan semangat yang tak hentihentinya kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Sc. Agr, selaku dosen pembimbing skripsi atas
segala perhatian, kebaikan, bantuan, motivasi dan bimbingannya selama
ini kepada penulis.
3. Ibu Widyastutik, S.E, M. Si, selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
4. Ibu Ranti Wiliasih, S.P, M. Si, selaku dosen penguji komisi pendidikan
yang memberikan banyak saran, arahan, dan kritik kepada penulis.
5. Teman-teman sebimbingan Lita R Rahman, R. Ayu Anindhia, Marsella
Pricillia dan Siska Nurwulan atas kerjasama dan segala bantuannya yang
diberikan kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat terbaik Yulian Adyprasetyo H, Grace, Indah, Anti, Sella,
Erni, Ega dan Vicha yang selalu memberikan semangat, doa dan motivasi
kepada penulis.
7. Teman-teman dari semasa kecil hingga sekarang Mega Fitri Nemara, Tiara
Wahyuni, Ismivita M, Rinta Wulandari dan Sekar Nir Handareni
8. Sahabat IE 48 Marsha, Diah, Try, Claudia, Pristi, Sari, Bunga, Maya,
Ocim, Widya, Runis, Sami, dan lain-lain yang telah memberikan kenangan
terindah masa-masa perkuliahan bagi penulis.
Bogor, November 2015
Mas Ayu Faradiah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Konsep Perdagangan Internasional
5
Teori Permintaan ekspor
7
Kebijakan Ekspor
8
Pajak Ekspor
8
Nilai Tukar Riil
9
Harga Ekspor
10
Nilai Ekspor
10
Jarak Ekonomi
10
Pengertian Rumput Laut dan Olahan Rumput Laut
11
Peneliti Terdahulu
12
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis
17
METODE
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Analisis dan Pengolahan Data
18
Estimasi Model
19
Uji Kesesuaian
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Perkembangan Ekspor Rumput Laut
22
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut
24
Bea Keluar untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan
SIMPULAN DAN SARAN
27
30
Simpulan
30
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
34
DAFTAR RIWAYAT
40
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Kebutuhan rumput laut global penghasil karaginan di Indonesia (ton
kering)
Jenis dan sumber data
Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya
Perkembangan ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan
ekspor
Pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan
Hasil estimasi volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia
menggunakan metode fixed effect dengan pembobotan cross section
(cross-section weighted)
Kapasitas produksi dan terpasang industri pengolahan rumput laut
(ton)
2
18
22
23
23
24
28
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Produksi Echeuma cotonii di Indonesia (ribu ton)
Permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut
dari tahun 2008 sampai dengan 2013 (%)
Total ekspor agar-agar dan karaginan tahun 2008 sampai dengan 2013
(Ton)
Kurva perdagangan internasional
Dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif
Alur kerangka pemikiran
Perkembangan volume permintaan ekspor rumput laut ke sepuluh
besar negara tujuan (ton)
Tingkat harga rumput laut dari mulai bahan baku hingga end product
Produksi rumput laut domestik di Indonesia (ton)
Rantai pemasaran rumput laut di Indonesia
1
3
4
6
9
16
22
26
28
30
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut 2008-2013
Hasil uji Pooled Least Squares
Uji Fixed Effect Model
Uji Chow
Uji Hausman
Uji normalitas
Uji multikolinearitas
Uji heteroskedastisitas
Pohon industri rumput laut (Eucheuma sp)
34
36
37
37
37
38
38
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut merupakan komoditi yang dapat dijadikan komoditas unggulan.
Keunggulan dari rumput laut salah satunya adalah memiliki nilai ekonomi yang
tinggi (high value commodity), tidak hanya itu rumput laut juga memiliki pohon
industri yang lengkap, spektrum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga
kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa tanam yang pendek
(hanya 45 hari) atau quick yield, dan biaya per produksi dari rumput laut relatif
sangat murah. Pengembangan industri rumput laut merupakan program yang
sangat tepat dan memiliki prospek yang sangat baik ke depannya.
Di Indonesia terdapat kurang lebih 555 jenis plasma nuftah rumput laut.
Jenis rumput laut yang terdapat di Indonesia bernilai ekonomis dan sudah menjadi
komoditi ekspor sejak lama. Eucheuma sp, Gracillia sp, Gelidium sp, Hypnea sp
dan Sargassum sp merupakan jenis-jenis rumput laut yang berguna untuk industri
makanan, minuman, kosmetik, farmasi, cat, tekstil dan industri lainnya. Jenis
rumput laut yang tengah dikembangkan di Indonesia saat ini adalah Eucheuma
cotonii sebagai penghasil kappa karaginan. Jenis rumput laut tersebut merupakan
jenis rumput laut yang permintaannya relatif besar untuk keperluan bahan baku
industri baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Budidaya rumput laut (seaweed culture) merupakan bidang budidaya
perairan (aquaculture) yang sedang berkembang saat ini, terutama untuk rumput
laut jenis Eucheuma cotonii. Bukti dari gencarnya budidaya rumput laut terutama
untuk jenis Eucheuma cotonii dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukan tren
produksi Eucheuma cotonii sp yang terus meningkat mulai dari tahun 2010 hingga
tahun 2012. Eucheuma cotonii sp merupakan bahan baku untuk membuat produk
turunan rumput laut yaitu karaginan. Karaginan biasa digunakan oleh industriindustri sebagai bahan tambahan pada makanan, farmasi dan kosmetik sebagai
bahan pembuat gel, pengental dan penstabil.
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
2010
2011
2012
Sumber: DG of Aquaculture, The Ministry of Maritime Affairs and Fishers, 2013
Gambar 1 Produksi Echeuma cotonii di Indonesia (ribu ton)
2
Kebutuhan rumput laut secara keseluruhan untuk industri penghasil
karaginan terus meningkat setiap tahunnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
jumlah rumput laut yang dibutuhkan oleh industri penghasil karaginan di
Indonesia terus meningkat dari tahun 2009 hingga 2013. Tren peningkatan
produksi rumput laut jenis Eucheuma cotonii yang dapat dilihat pada Gambar 1,
seharusnya pemenuhan bahan baku industri karaginan dapat terpenuhi secara
optimal. Produksi rumput laut dalam negeri sekitar 75 sampai dengan 80 persen
dialokasikan untuk ekspor, sedangkan pabrik dalam negeri hanya menyerap 20
persen sebagai bahan baku produksi dalam negeri dan pasar konsumsi hanya
sebesar 5 persen. Pihak asing terus berusaha keras untuk menjadikan Indonesia
hanya sebagai negara pengirim bahan baku. Padahal rumput laut merupakan
komoditi strategis yang dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan di
Indonesia. Bea Keluar rumput laut merupakan salah satu upaya untuk dapat
mengurangi ekspor rumput laut keluar negeri. Diharapkan dengan peningkatan
harga bahan baku rumput laut, dapat mengurangi permintaan ekspor dari negara
importir.
Tabel 1 Kebutuhan rumput laut global penghasil karaginan di Indonesia (ton
kering)
Produk/Tahun
RC
SRC-f
SRC-nf
Total Karaginan
Eucheuma sp .
Carrageenophytes, dll
Total
Sumber: DKP 2014
2009
30 000
27 000
8 000
65 000
256 620
25 380
412 000
2010
31 500
30 375
8 200
70 075
282 350
21 250
443 750
2011
33 860
34 930
8 610
76 600
311 410
23 440
488 850
2012
36 400
40 170
9 040
85 610
343 910
25 890
541 020
2013
39 130
46 195
9 490
94 790
380 280
28 620
598 505
Saat ini, Kementrian Perindustrian sedang membahas Rencana Perindustrian
Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) sebagai pelaksana amanat pasal 8
ayat 1, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian yang sudah
pada tahap finalisasi, industri rumput laut akan menjadi salah satu prioritas yang
menjadi andalan masa depan (Kemendagri 2014). Perlu adanya pengembangan
struktur industri end product dan produk formulasi yang dapat menciptakan nilai
tambah komoditi rumput laut. Kebijakan yang mengatur tentang peningkatan nilai
tambah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto UndangUndang Nomor Tahun 2009 Tentang Perikanan pada pasal 24 ayat 1 dan 2.
Dengan adanya nilai tambah dari komoditi rumput laut, diharapkan Indonesia
dapat mengurangi ekspor rumput laut kering ke luar negeri. Dengan berkurangnya
ekspor Indonesia ketersediaan bahan baku berupa rumput laut untuk industri
pengolahan karaginan dapat lebih optimal. Peningkatan ketersediaan bahan baku
dalam negeri dapat dilakukan melalui penetapan Bea Keluar rumput laut.
Kementrian Perdagangan bersama Kementrian Perindustrian masih melakukan
pengkajian lebih lanjut tentang penetapan Bea Keluar rumput laut tersebut.
Pemberlakuan Bea Keluar terhadap rumput laut mengacu pada Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia, Nomor : 36/M-DAG/PER/5/2012 tentang Tata
3
Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang
dikenakan Bea Keluar.
Perumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi salah satu negara
penghasil rumput laut terbaik di Asia. Hal tersebut seharusnya dapat
menguntungkan industri pengolahan rumput laut Indonesia tetapi, sangat
disayangkan pemanfaatan rumput laut Indonesia untuk bahan baku industri
domestik masih minim. Sebagian besar hasil rumput laut kering Indonesia di
ekspor keluar negeri. Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia
dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 yaitu, Cina, Filipina, Vietnam,
Republik Korea, Cili, United Kingdom , USA, Hongkong, Jerman dan Perancis.
Menurut Gambar 2 di bawah ini, Cina merupakan negara tujuan ekspor yang
memiliki permintaan ekspor paling besar. Permintaan ekspor Cina adalah sebesar
59 persen dari total permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan.
3% 3% 3% 2%
3%
5%
5%
5%
12%
59%
China
Philippines
Vietnam
Korea, Rep.
Chile
United Kingdom
United States
Hong Kong, China
Germany
France
Sumber: UNComtrade 2014 (diolah)
Gambar 2 Permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut dari
tahun 2008 sampai dengan 2013 (%)
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa impor karaginan lebih tinggi daripada
impor agar-agar. Total impor karaginan terus mengalami peningkatan dari tahun
2010 sampai dengan 2013. Impor karaginan yang terus meningkat disebabkan
oleh besarnya ekspor bahan baku rumput laut ke luar negeri, sehingga industtri
pengolahan karaginan dalam negeri mengalami kesulitan bahan baku dan sebagian
memilih untuk tidak berproduksi sama sekali.
4
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2008
2009
2010
total impor agar-agar
2011
2012
2013
total impor karaginan
Sumber : UNComtrade 2014
Gambar 3 Total impor agar-agar dan karaginan tahun 2008 sampai dengan 2013
(ribu ton)
Banyak dari Industri dalam negeri yang menggunakan olahan rumput laut
seperti karaginan sebagai bahan baku produksinya. Karena sebagian besar bahan
baku rumput laut di eskpor ke negara tujuan ekspor, banyak dari industri
pengolahan karaginan yang sulit berproduksi, bahkan menghentikan kegiatan
produksinya karena kekurangan bahan baku. Sebagai akibatnya industri dalam
negeri yang menggunakan karaginan sebagai input produksinya harus mengimpor
karaginan, hal tersebut disebabkan karena industri pengolahan karaginan domestik
tidak mampu memenuhi permintaan karaginan dari produsen dalam negeri.
Industri dalam negeri seperti nestle harus mengimpor karaginan sebesar 230
ton/tahun, nutrijel harus mengimpor karaginan sebesar 30 ton/tahun, ice cream
walls dan magnum harus mengimpor sebesar 50-60 ton/tahun, dan masih banyak
lagi industri dalam negeri yang harus mengimpor karaginan dari luar negeri
(Kemendag 2014). Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor?
2. Bagaimana pengaruh penetapan Bea Keluar rumput laut terhadap
permintaan ekspor rumput laut?
3. Berapa besar Bea Keluar rumput laut untuk dapat menyediakan bahan baku
yang diperlukan kapasitas terpasang industri pengolahan karaginan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis perkembangan ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor.
2. Menganalisis pengaruh penetapan Bea Keluar terhadap permintaan ekspor
rumput laut Indonesia.
3. Menentukan besar Bea Keluar rumput laut untuk dapat menyediakan bahan
baku yang diperlukan kapasitas terpasang industri karaginan.
5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang diharapkan dapat membantu
khalayak banyak, diantaranya adalah:
1. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam upaya pengurangan
ekspor rumput laut untuk tercapainya optimalisasi industri pengolahan
karaginan melalui penetapan Bea Keluar rumput laut.
2. Memberikan informasi strategi kepada industri pengolahan karaginan agar
dapat menurunkan idle capacity melalui penetapan bea keluar rumput laut
untuk mencapai efesiensi dan memiliki daya saing.
3. Diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan
bagi penulis.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Bea Keluar terhadap
permintaan rumput laut dan upaya pengoptimalisasian bagi industri karaginan di
Indonesia. Periode waktu yang di analisis dimulai dari tahun 2008 sampai dengan
2013. Ditetapkan sepuluh besar negara tujuan ekspor Indonesia untuk komoditi
rumput laut yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom
USA , Hongkong, Jerman dan Perancis. Komoditi rumput laut yang diteliti
berdasarkan Harmony System (HS) 1996 dengan kode Harmony System (HS)
121220 seaweeds and other algae.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional merupakan perdagangan yang dilakukan oleh
antara individu dengan individu, antara individu dengan pemerintah suatu negara
atau pemerintah suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu
negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB dari sisi
pengeluaran suatu negara (Oktaviani dan Novianti 2009).
Teori perdagangan internasional pada dasarnya merupakan sebuah teori
yang biasa digunakan untuk menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan
internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Dalam aspek ilmu
makroekonomi teori perdagangan internasional membahas tentang mekanisme
penyesuaian dalam ketidaksesuaian neraca pembayaran (defisit dan surplus).
Seperti halnya pengaruh saling ketergantungan antar negara di bawah sistem
moneter internasional yang berbeda, serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan
sebuah negara. Teori perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi
ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masing-masing negara
yang diberlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif
suatu komoditas yang diperdagangkan. Hubungan ekonomi internasional berbeda
dari hubungan ekonomi antar regional (yaitu hubungan ekonomi di antara
berbagai wilayah yang sama di suatu negara), sehingga perdagangan internasional
6
antar negara memerlukan alat yang berbeda dan menganggap ekonomi
internasional sebagai bagian yang berbeda dari ilmu ekonomi yang biasanya
(Salvatore 1997).
Adapun manfaat yang dapat diperoleh secara langsung dari perdagangan
internasional menurut Salvatore (1997) adalah sebagai berikut: (1) suatu negara
mampu memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan hasil produksi yang dipengaruhi oleh kondisi
geografis, iklim tingkat penguasaan iptek dan lain-lain; (2) negara memperoleh
keuntungan dari spesialisasi; (3) memperluas pasar dan menambah keuntungan;
(4) memungkinkan terjadinya transfer teknologi. Manfaat secara tidak langsung
yang diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain: (1) perluasan
dibidang promosi; (2) meningkatkan kemampuan suatu negara untuk
memperbaiki kualitas dan mutu produksi; (3) menciptakan iklim persaingan yang
sehat dan sarana pemasukan modal asing; (4) adanya peluang untuk meningkatkan
teknologi.
Sumber : Salvator, 1997
Gambar 4 Kurva perdagangan internasional
Keterangan :
Pa
Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional
Oqa Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor)
tanpa perdagangan internasional
X
Jumlah komoditas yang diekspor oleh negara A
Pb
Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional
Oqb Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor)
tanpa perdagangan internasional
M
Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B
P*
Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
Oq* Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana
jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
7
Gambar 4 menunjukan terjadinya keseimbangan harga relatif di pasar dunia
karena adanya perdagangan. Sumbu vertikal menunjukan harga komoditas (P)
sedangkan sumbu horizontal menggambarkan jumlah dan kuantitas komoditas
yang diminta maupun ditawarkan (Q). Ketika tidak terjadi perdagangan (autarki),
keseimbangan negara A dicapai pada Pa=Qa sedangkan keseimbangan negara B
dicapai pada saat Pb=Qb . Pada saat harga relatif negara A mengalami kelebihan
penawaran. Kelebihan penawaran ditunjukkan oleh kurva ED di pasar dunia.
Ketika kedua negara melakukan perdagangan, negara A akan mengekspor
kelebihan penawaran dan negara B akan mengimpor untuk mencukupi
permintaan di negaranya. Maka keseimbangan harga yang terjadi di pasar dunia
adalah sebesar p* dan jumlah yang diekspor akan sama dengan jumlah yang
diimpor Q* dengan asumsi yang melakukan perdagangan hanya dua negara.
Teori Permintaan ekspor
Dalam teori ekonomi dijelaskan bahwa permintaan didasarkan atas tingkat
kepuasan dalam mengonsumsi barang dan pendapatan yang dibelanjakan oleh
individu tertentu. Konsumen akan berusaha memaksimumkan kepuasaan mereka
dengan keterbatasan atau kendala pendapatan (Anindita 2008). Menurut Lipsey et
al. (1995) jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga
disebut jumlah yang diminta (quantity demand) untuk komoditi tersebut.
Banyaknya jumlah komoditi yang dibeli pada setiap rumah tangga pada periode
tertentu, akan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, yaitu:
Harga komoditi itu sendiri
1.
Hipotesis ekonomi dasar menunjukkan bahwa harga suatu komoditi dan
kuantitas dari barang tersebut akan memiliki hubungan yang negatif, dengan
faktor lain dianggap sama (ceteris paribus).
2.
Pendapatan
Setiap rumah tangga tentu saja memiliki pendapatan yang berbeda pada
periode waktu tertentu. Suatu rumah tangga yang memiliki pendapatan lebih besar,
tentu saja akan membeli komoditi tersebut dengan jumlah yang lebih banyak. Hal
tersebut akan menggeser kurva permintaan kearah kanan untuk komoditi tersebut.
Dengan catatan bahwa komoditi tersebut merupakan barang yang tergolong ke
dalam jenis barang normal.
3.
Harga barang lain
Pada kasus barang lain merupakan barang substitusi, maka kenaikan harga
barang lain akan meningkatkan jumlah yang diminta untuk barang tersebut dan
penurunan harga-harga barang lain akan menurunkan jumlah yang diminta untuk
barang tersebut. Sedangkan pada kasus barang lain merupakan barang
komplementer, maka kenaikan harga barang lain akan menurunkan jumlah yang
diminta untuk barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan
meningkatkan jumlah yang diminta untuk barang tersebut.
4.
Selera
Keinginan seseorang untuk membeli suatu barang sangat dipengaruhi oleh
selera setiap individu. Perubahan selera dapat berlangsung dalam waktu yang
8
lama atau cepat sekali. Hal tersebut dapat menyebabkan pergeseran kurva
permintaan ke kanan. Sehingga lebih banyak yang akan dibeli pada tiap tingkat
harga.
5.
Distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan dapat menyebabkan pergeseran kurva-kurva
permintaan ke kanan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh mereka yang
memperoleh tambahan pendapatan. Sebaliknya, berkurangnya pendapatan akan
menggeser kurva-kurva permintaan ke kiri untuk komoditi yang dibeli.
6.
Jumlah penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan
untuk komoditi yang dibeli ke arah kanan. Hal tersebut menunjukan bahwa akan
lebih banyak komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga.
Kebijakan Ekspor
Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor diartikan sebagai
tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan arah
transaksi serta kelancaran usaha peningkatan devisa ekspor suatu negara (Hady
2001). Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokkan
menjadi ekspor di dalam negeri dan kebijakan ekspor di luar negeri. kebijakan
ekspor di dalam negeri meliputi (Hady 2001):
1. Kebijakan perpajakan.
2. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendukung peningkatan
ekspor barang-barang tertentu.
3. Penetapan prosedur/ tata laksana ekspor yang relatif lebih mudah.
4. Pemberian subsidi ekspor
5. Pembentukan asosiasi eksportir.
6. Pembentukan kelembagaan seperti export processing zone.
7. Larangan atau pembatasan ekspor
Kebijakan ekspor di luar negeri meliputi:
1. Pembentukan Intenational Trade Center (ITPC) di berbagai negara.
2. Pemanfaatan General System Of Preferency (GSP), yaitu fasilitas
keringanan biaya masuk yang diberikan negara-negara industri untuk
barang manufaktur.
3. Menjadi anggota Commodity Association of Producer dan Commodity
Agreement between Producer and Consumer.
Pajak Ekspor
Hambatan-hambatan yang berkaitan dengan praktik dan kepentingan
perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, biasa disebut dengan
kebijakan perdagangan. Secara umum penerapan kebijakan perdagangan selalu
dikemukakan sebagai suatu alat yang diterapkan untuk meningkatkan
kesejahteraan nasional, dalam kenyataannya hal tersebut lebih memihak kepada
9
satu pihak tertentu yang memang diuntungkan dengan adanya hambatan
perdagangan yang ada.
Bentuk hambatan perdagangan yang paling sering diterapkan disetiap
negara adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu
komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek dari
komoditi berasal tarif dibagi menjadi dua yaitu, tarif impor dan tarif ekspor. Tarif
eskpor merupakan pajak yang dikenakan pada suatu komoditi yang diekspor.
P
Sx
E
J
G
A
C
H
M
N
Sf+T
B
Sf
Dx
X
Sumber: Salvatore 1997
Gambar 5 Dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif
Dx dan Sx melambangkan kurva permintaan serta penawaran komoditi X di
negara 2. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi C adalah sebesar
Px=1 dollar per unit. Negara 2 akan mengkonsumsi sebanyak AB, dan produksi
domestik sebesar AC, sedangkan besar yang harus diimpor dari negara lain adalah
sebesar CB. Jika negara 2 memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap
komoditi X, maka harga akan meningkat menjadi 2 dollar per unit. Peningkatan
harga akan ditanggung oleh konsumen negara 2, sedangkan harga bagi konsumen
dunia tidak berubah. Dampak dari kenaikan harga tersebut adalah penduduk
negara 2 akan menurunkan konsumsinya menjadi sebesar GH, serta meningkatkan
produksi domestiknya menjadi GJ, sedangkan barang yang harus diimpor dari
negara lain adalah sebesar JH. Dengan demikian pemberlakuan tarif terhadap
konsumsi domestik adalah negatif, yakni sebesar BN, sedangkan terhadap
produksi domestik bersifat positif yakni terjadi peningkatan sebesar CM. Namun
secara keseluruhan pemberlakuan tarif perdagangan akan merugikan yaitu sebesar
BN+CM, meskipun akan memberikan pemasukan pada pemerintah sebesar
MJHN.
Nilai Tukar Riil
Nilai tukar atau kurs (exchange rate) adalah harga satuan mata uang dalam
negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore 1997). Nilai tukar antara dua
10
negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan
perdagangan (Mankiw 2003). Menurut Darvas (2012) variabel nilai tukar riil
merupakan hasil kali dari nilai tukar nominal Indonesia terhadap negara tujuan
ekspor atau nilai tukar bilateral nominal antara negara yang diteliti dan mitra
dagangnya (diukur sebagai harga mata uang asing dari satu unit mata uang
domestik) dengan hasil pembagian CPI Indonesia atau indeks harga konsumen
negara yang diteliti dengan CPI negara tujuan ekspor atau indeks harga konsumen
dari mitra dagang.
π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘‘π‘’π‘˜π‘Žπ‘Ÿ π‘Ÿπ‘–π‘–π‘™ = π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘‘π‘’π‘˜π‘Žπ‘Ÿ π‘›π‘œπ‘šπ‘–π‘›π‘Žπ‘™ πΌπ‘›π‘‘π‘œπ‘›π‘’π‘ π‘–π‘Ž ×
𝐢𝑃𝐼𝑑
𝐢𝑃𝐼𝑑 (π‘“π‘œπ‘Ÿπ‘’π‘–π‘”π‘›)
Nilai tukar riil menyatakan sejauh mana kita dapat memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Apabila
nilai tukar riil mengalami peningkatan (apresiasi), maka barang-barang luar negeri
relatif murah dan barang-barang dalam negeri akan relatif mahal, sehingga ekspor
neto semakin rendah. Namun, ketika nilai tukar semakin menurun (depresiasi),
maka barang-barang luar negeri menjadi relatif mahal dan barang-barang dalam
negeri relatif murah, sehingga ekspor neto akan semakin tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa nilai tukar riil dan ekspor memiliki hubungan yang negatif.
Harga Ekspor
Salah satu variabel penting dalam perdagangan internasional adalah harga
ekspor dan impor suatu barang. Harga ekspor merupakan harga yang akan
menghadapi persaingan, berapa besarnya harga barang di luar negeri. Harga
ekspor akan ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya 2006).
Keunggulan komperatif suatu negara dicerminkan dari perbedaan relatif
harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara. Relatif harga-harga
tersebut dijadikan pijakan bagi setiap negara untuk melakukan hubungan dagang
yang saling menguntungkan (Salvatore 1997).
Nilai Ekspor
Perdagangan internasional mempunyai peran yang cukup besar dalam
kemajuan pereonomian nasional. Jika pendapatan nasional dengan pendekatan
pengeluaran (expenditure approach) adalah: GNP = C + I + G + (X-M), dimana
X merupakan nilai ekspor dan M merupakan nilai impor, maka jika nilai ekspor >
nilai impor berarti negara tersebut merupakan net export positive, dapat dikatakan
negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri surplus. Jika nilai ekspor <
nilai impor, maka berarti negara tersebut ,mengalami net exsport negative, dapat
dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri defisit.
Jarak Ekonomi
Jarak geografis antara suatu negara dengan negara yang lainnya adalah
selalu konstan atau tetap, oleh sebab itu untuk menggambarkan jarak sebagai
salah satu faktor yang memengaruhi aliran perdagangan internasional
11
digunakanlah jarak ekonomi. Li et al. (2008) mendefinisikan bahwa jarak
ekonomi merupakan suatu jarak yang mewakili biaya transportasi oleh suatu
negara dalam melakukan kegiatan perdagangan yang dirumuskan sebagai berikut:
𝐷𝐼𝑆𝑇𝑒𝑖 = 𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖 ×
Dimana:
DISTei
DISTi
GDPi
Total GDPi
𝐺𝐷𝑃𝑖
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐺𝐷𝑃𝑖
: Jarak ekonomi antara negara pengekspor dengan pengimpor
: Jarak geografis negara pengimpor
: Growth Domestic Product negara pengimpor
: Total Growth Domestic Product negara pengimpor
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dijelaskan bahwa jarak ekonomi
digunakan untuk melihat jarak sebagai faktor yang memengaruhi aliran
perdagangan internasional dengan menggunakan jarak geografis dan share GDP
yang menunjukkan pertumbuhan perekonomian suatu negara (Ayuwangi dan
Widyastutik 2013). Jarak ekonomi dapat dikatakan merupakan penghalang dalam
perdagangan. Hal tersebut dikarenakan jarak ekonomi mengindikasikan biaya
transportasi dan waktu tempuh barang atau komoditi dari produsen ke konsumen.
Semakin jauh jarak ekonomi suatu negara maka akan meningkat pula biaya
transportasinya (Wulandari dan Budiasih 2009).
Biaya transportasi merupakan seluruh biaya pemindahan barang atau
komoditi dari suatu negara ke negara yang lain. Adanya biaya transportasi dapat
memengaruhi perdagangan internasional, sehingga secara tidak langsung akan
memengaruhi aliran ekspor.
Pengertian Rumput Laut dan Olahan Rumput Laut
Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang
tergolong dalam macroalga benthic yang banyak hidup melekat di dasar perairan.
Rumput laut tergolong ke dalam gangga yang hidup di laut dan termasuk ke
dalam divisi thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmen rumput laut dapat
diklasifikasikan kedalam empat kelas yaitu, rumput laut hijau (Cholorophyta),
rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut coklat (Phaecophyta) dan rumput
laut pirang (Chrysophyta).
Rumput laut merupakan jenis tumbuhan laut yang mempunyai sifat sulit
dibedakan antara bagian akar, batang dan daun. Seluruh bagian tumbuhan
dinamakan thallus, sehingga rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah. Bentuk
thallus rumput laut beranekaragam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng,
bulat seperti kantong, rambut, dan lain sebagainya.
Rumput laut memiliki banyak manfaat, salah satu manfaat rumput laut
adalah bahan baku industri. Pada umumnya rumput laut banyak digunakan
sebagai bahan makanan bagi manusia dan sebagai bahan obat-obatan
(anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang
kolestrol, dilatory agent, dan insektisida). Perkembangan produk olahan rumput
laut semakin pesat, sekarang produk turunan rumput laut banyak diolah menjadi
12
kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain
(Indriani dan Suminarsih 1999).
Terdapat banyak jenis rumput laut yang hidup di wilayah perairan Indonesia
tetapi, beberapa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.
Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut yang dapat diolah menjadi
karaginan. Karaginan banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan,
farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental dan penstabil.
Pohon indsutri hasil laut dengan komoditi Euchema cotonii, memiliki tiga
grade sebagai cabang industrinya, yaitu farmasi grade, industrial grade, dan food
grade. Farmasi grade rumput laut banyak digunakan dalam industri bahan buatan
gigi, pasta gigi, shampoo, sabun dan farmasi. Pada industrial grade rumput laut
banyak digunakan untuk industri pakan ternak, pengeboran, cat, printing tekstil,
kertas, dan keramik. Sedangkan pada food grade rumput laut banyak digunakan
dalam industri soft drink, ice cream, susu cokelat, roti, dan jam.
Penelitian Terdahulu
Hutabarat (2008) menganalisis pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja
industri kelapa sawit. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif digunakan
untuk melihat perkembangan area luas kelapa sawit, produksi CPO, produktivitas
CPO, pajak ekspor CPO dan harga CPO domestik. Model kuantitatif yang
digunakan adalah model ekonometrika dengan metode Two Stages Square (2SLS)
untuk menganailisis pengaruh pajak ekspor terhadap perkebunan kelapa sawit.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan produksi, penurunan budidaya,
peremajaan tanaman kelapa sawit dan pemakaian pupuk merupakan masalah yang
harus diantisipasi dalam produksi CPO. Adanya pemberlakuan pajak ekspor dapat
menurunkan minat para investor dalam perdagangan internasional industri sawit.
Luas areal kelapa sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh areal kelapa sawit
tahun sebelumnya. Produktivitas CPO dipengaruhi secara nyata oleh harga CPO
domestik dan luas areal kelapa sawit. Ekspor CPO dipengaruhi secara nyata oleh
nilai tukar rupiah terhadap dollar, pajak ekspor dan produksi CPO. Harga
domestik dipengaruhi secara nyata oleh produksi CPO, sedangkan ekspor CPO
dan pajak ekspor tidak berpengaruh nyata. Dampak kebijakan ekspor hanya
berpengaruh pada harga CPO domestik. Penerapan pajak ekspor menyebabkan
harga CPO domestik menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ditiadakannya
pajak ekspor.
Sitinjak (2012) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang dan Amerika Serikat
periode 2001-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel.
Hasil penelitian menunjukkan sebesar 98.15 persen perubahan ekspor rumput laut
Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas model persamaan regresi untuk
ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat.
Variabel volume ekspor rumput laut Indonesia, harga ekspor, nilai tukar riil, GDP
per kapita negara importir memiliki nilai probabilitas yang ke semuanya bernilai
kurang dari taraf nyata lima persen yang berarti memengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Sedangkan variabel
populasi penduduk negara importir memiliki nilai probabilitas lebih besar dari
13
taraf nyata lima persen yang berarti tidak memengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia secara signifikan.
Wirawan (2008) menganalisis tentang model permintaan rumput laut
Indonesia di pasar Jepang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis regresi yang bertujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara
sistematis tentang perilaku pembelian, berdasarkan fakta empiris, dari sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Hasil dari penelitian ini adalah
permintaan rumput laut Jepang dari evaluasi yang telah dilakukan dapat dijelaskan
oleh peubah-peubah yang digunakan dalam model regresi semi log, yaitu peubah
harga rata-rata produk rumput laut Indonesia terhadap Jepang (Prij), nilai tukar
yen terhadap rupiah (Erij), ekspor rumput laut dari negara pesaing (Mij), dan
pendapatan nasional Jepang (GPD). Permintaan rumput laut dapat dijelaskan oleh
variabel dalam model sebesar 76.1 persen, sedangkan variabel di luar model dapat
menjelaskan 23.9 persen sisanya. Elastisitas permintaan terhadap seluruh variabel
bersifat elastis. Analisis regresi dengan model semi logaritmik menunjukkan
bahwa China biasa dianggap sebagai pesaing utama Indonesia sebagai eksportir
rumput laut ke Jepang. Hal ini ditunjukkan pada elastisitas koefisien negatif, yaitu
permintaan terhadap rumput laut China naik akan menyebabkan permintaan
terhadap rumput laut Indonesia turun.
Rafiana (2014) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing
hasil olahan rumput laut Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis kuantitatif yang berguna untuk menjelaskan kekuatan daya saing
ke masing-masing lima besar negara tujuan ekspor melalui metode RCA
(Revealed Comperative Advantages) serta untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing karaginan dan agar-agar, digunakan metode regresi
panel data statis. Hasil dari analisis digunakan untuk merumuskan strategi yang
dapat mendukung peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut berupa
karaginan dan agar-agar. Hasil dari penelitian ini yaitu, berdasarkan analisis
keunggulan komperatif (Revealed Comperative Advantages) daya saing hasil
olahan rumput laut di enam besar negara tujuan ekspor, Indonesia memiliki posisi
daya saing yang kuat dengan nilai RCA yang lebih dari satu pada negara Denmark,
Italia, Jerman dan United Kingdom. Sementara pada negara Jepang dan USA hasil
olahan rumput laut Indonesia baru memiliki daya saing yang kuat dengan nilai
RCA yang lebih besar dari satu pada beberapa tahun tertentu. Setelah itu juga
diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput
laut Indonesia adalah harga ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia,
produktivitas industri pengolahan rumput laut, produksi rumput laut Indonesia,
nilai ekspor negara pesaing Filipina dan dummy krisis, sedangkan faktor yang
tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia adalah
nilai tukar riil. Maka, strategi yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing
hasil olahan rumput laut berupa mengembangkan klaster industri pengolahan
rumput laut nasional sehingga dapat meningkatkan ekspor hasil olahan rumput
laut.
Pradipta (2014) menganalisis tentang posisi daya saing dan faktor-faktor
yang memengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia di dunia dan negara tujuan.
Diketahui bahwa keberhasilan dayasaing ekspor buah Indonesia di negara tujuan
ditentukan oleh keunggulan komperatif dan kompetitif serta faktor lainnya,
Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD)
14
digunakan untuk menganalisis posisi dayasaing ekspor buah-buahan Indonesia.
Pada penelitian ini digunakan analisis data panel gravity model untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran volume ekspor buah-buahan
Indonesia (mangga, Manggis, rambutan, pisang dan melon). Pada metode Export
Product Dynamic (EPD) dan Revealed Comparative Advantage (RCA)
menunjukkan bahwa buah yang memiliki keunggulan komperatif dan kompetitif
adalah buah manggis, mangga, dan jambu. Ekspor buah Indonesia yang
kehilangan kesempatan dalam bersaing di negara tujuan adalah stroberi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi aliran ekspor buah
Indonesia ke negara tujuan meliputi harga ekspor, populasi, jarak ekonomi, GDP
riil dan perkapita, nilai tukar riil, indeks harga konsumen Indonesia, dan variabel
dummy krisis yang terjadi di Eropa.
Mafizur (2013) dalam “A Panel Data Analysis of Bangladesh’s Trade: The
Gravity Model Approach”, menganalisis tentang panel data dari perdagangan
Bangladesh menggunakan pendekatan gravity model. Upaya yang dilakukan
untuk memberikan pembenaran teoritis untuk menggunakan model gravitasi
dalam analisis perdagangan bilateral dan menerapkan model gravitasi umum
untuk menganalisis perdagangan Bangladesh dengan mitra dagang utama dengan
menggunakan teknik estimasi data panel. Penelitian ini telah memperkirakan
model gravitasi perdagangan (jumlah ekspor dan impor), model gravitasi ekspor
dan model gravitasi impor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
perdagangan Bangladesh positif ditentukan oleh ukuran ekonomi, GNP per kapita
diferensial dari negara yang terlibat dan keterbukaan negara-negara perdagangan.
Faktor penentu utama dari ekspor Bangladesh adalah: nilai tukar, total permintaan
impor negara-negara mitra dan keterbukaan ekonomi Bangladesh. Ketiga faktor
yang memengaruhi ekspor Bangladesh positif. Nilai tukar, di sisi lain, tidak
berpengaruh pada impor Bangladesh; bukan impor ditentukan oleh tingkat inflasi,
perbedaan pendapatan kapita dan keterbukaan negara yang terlibat dalam
perdagangan per biaya transportasi ditemukan faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi perdagangan Bangladesh negatif. Juga impor Bangladesh
ditemukan dipengaruhi untuk sebagian besar oleh perbatasan antara India dan
Bangladesh. Efek spesifik negara menunjukkan bahwa Bangladesh akan
melakukan lebih baik dengan perdagangan lebih dengan negara-negara
tetangganya. Faktor resistensi multilateral memengaruhi perdagangan dan ekspor
Bangladesh positif.
Martinez-Zazoso (2002) dalam “Augmented Gravity Model: AN Empirical
Application to Mercosur-European Union Trade Flows”, menganalisis tentang
gravity model untuk penerapan alur perdagangan di Mercosur-European Union.
Penelitian ini menggunaan model perdagangan gravitasi untuk menilai
perdagangan Mercosur-Uni Eropa, dan potensi perdagangan menyusul
kesepakatan yang dicapai baru-baru ini antara kedua blok perdagangan. Model ini
diuji untuk sampel 20 negara, empat anggota formal Mercosur ditambah Chile dan
lima belas anggota Uni Eropa. Analisis data panel digunakan untuk mengurai
invarian efek khusus negara waktu dan untuk menangkap hubungan antara
variabel yang relevan dari waktu ke waktu. Kami menemukan bahwa model fixed
effect adalah lebih disukai untuk acak efek model gravitasi. Selain itu, sejumlah
variabel, yaitu, infrastruktur, perbedaan pendapatan dan nilai tukar ditambahkan
15
ke persamaan gravitasi standar, yang ditemukan penentu penting dari arus
perdagangan bilateral.
Dilanchiev (2012) dalam “Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern:
Gravity Model”, menjelaskan bahwa perdagangan yang terjadi antara Georgia
dengan negara lain dipengaruhi oleh GDP per kapita negara lain, FDI, nilai tukar,
jarak geografis antara Georgia dengan negara lain, populasi Georgia, populasi
negara lain, dan menggunakan dummy angota EU, sedangkan GDP per kapita
Georgia memengaruhi signifikan terhadap perdagangan Georgia. Penelitian ini
menggunakan metode analisis gravity model. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa perdagangan yang dilakukan dengan negara lain yang
memiliki GDP per kapita tinggi akan meningkatkan perdagangan Georgia.
Semakin jauh jarak geografis akan mengakibatkan penurunan perdagangan antara
Georgia, sehingga ketika investasi meningkat maka akan mengakibatkan
peningkatan perdagangan.
Li et al. (2008) dengan penelitiannya yang berjudul “Component Trade and
China’s Global Economic Integration”. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa
pertumbuhan ekonomi, peningkatan pangsa pasar, FDI, pembangunan
infrastruktur termasuk transportasi dan telekomunikasi merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan perdagangan bilateral Cina. Jarak ekonomi pada
penelitian ini memiliki pengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral Cina,
sehingga pada penelitian ini disarankan sebaiknya perlu dilakukan inovasi
teknologi khususnya bagi transportasi agar biaya transportasi dapat dikurangi.
Peningkatan perdagangan bilateral Cina dipengaruhi secara positif oleh FDI dan
GDP.
Penelitian ini memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Dari beberapa penelitian sebelumnya, belum ada penelitian yang menjawab
permasalahan bagaimana cara mengurangi permintaan ekspor bahan baku rumput
laut ke negara tujuan. Penelitian ini akan menjawab permasalahan tentang
bagaimana mengurangi permintaan ekspor rumput laut yang berlebih. Permintaan
ekspor tersebut dapat dikurangi dengan penetapan Bea Keluar rumput laut yang
bertujuan untuk optimalisasi industri karaginan di Indonesia. Pengaruh penetapan
Bea Keluar rumput laut dengan permintaan ekspor rumput laut akan dianalisis
menggunakan Gravity Model. Dengan analisis sepuluh besar negara tujuan ekspor
rumput laut yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom,
USA, Hongkong, Jerman dan Perancis.
Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor rumput laut terbesar di
Asia. Produksi rumput laut mengalami produksi yang terus meningkat setiap
tahunnya mulai dari tahun 2011 hingga 2013. Hal tersebut menyebabkan para
petani rumput laut terus menerus mengekspor rumput laut mereka. Tingginya
jumlah rumput laut yang diekspor menyebabkan banyak industri yang berbahan
baku rumput laut mengalami kesulitan untuk melakukan optimalisasi pada
produksi mereka. Sepuluh besar negara yang menjadi tujuan ekspor rumput laut
Indonesia adalah Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom ,
USA, Hongkong, Jerman dan Perancis. Untuk mengatasi permasalahan ekspor
yang berlebih terhadap komoditi bahan baku rumput laut, maka pemerintah
16
merencanakan untuk membuat kebijakan penetapan Bea Keluar terhadap rumput
laut. Analisis secara kuantitatif untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor rumput laut akan digunakan metode panel data dengan
menggunakan gravity model yang dapat digunakan untuk menganalisis apa saja
faktor-faktor yang berpengaruh nyata secara kuantitatif terhadap volume
permintaan ekspor rumput laut, sedangkan untuk mengetahui besaran Bea Keluar
yang dapat ditetapkan untuk bahan baku rumput laut digunakan analisis elastisitas
harga.
Permintaan ekspor
Rumput Laut Indonesia
Permintaan ekspor rumput laut dalam jumlah
yang besar ke sepuluh besar negara tujuan yaitu,
Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili,
United Kingdom , USA, Hongkong, Jerman dan
Perancis
Penetapan Bea Keluar untuk rumput laut
Faktor-faktor yang
memengaruhi
permintaan ekspor
rumput laut
Gravity Model
Besar Bea Keluar rumput laut untuk
penyediaan kapasitas terpasang
industri karaginan
Analisis Elastisitas
Strategi untuk mengurangi
ekspor rumput laut dan
optimalisasi industri
pengolahan karaginan.
Gambar 6 Alur kerangka pemikiran
17
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Harga ekspor rumput laut berhubungan negatif terhadap volume ekspor
rumput laut Indonesia. Peningkatan harga pada rumput laut akan
menurunkan permintaan ekspor dari negara tujuan ekspor rumput laut
Indonesia.
b. Jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan ekspor akan berpengaruh
negatif. Semakin jauh jarak ekonomi yang dimiliki Indonesia dengan
negara tujuan ekspor tersebut, akan membuat permintaan ekspor semakin
berkurang.
c. Nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap dollar diduga memiliki
pengaruh positif terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Jika
nilai tukar negara tujuan terhadap dollar mengalami peningkatan
(apresiasi), maka akan menyebabkan harga barang luar negeri menjadi
cenderung lebih murah. Hal tersebut mengakibatkan akan naiknya
permintaan ekspor rumput laut Indonesia dari negara tujuan.
d. GDP riil negara tujuan ekspor rumput laut dari Indonesia memiliki
hubungan positif terhadap volume ekspor rumput laut. Jika terjadi
peningkatan GDP riil maka akan meningkatkan volume ekspor rumput
laut Indonesia.
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yang digunakan untuk mendukung penelitian ini banyak didapatkan dari
instansi terkait yaitu, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian
Perindustrian, Worldbank, CPII, Unctadstat, UNComtrade, jurnal dan internet,
penelitian-penelitian terdahulu serta literatur dari berbagai instansi yang dapat
membantu berjalannya penelitian ini.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel. Periode
waktu analisis dimulai dari tahun 2008 sampai dengan 2013, dengan negara tujuan
ekspor yaitu, Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom,
USA, Hongkong, Jerman dan Perancis. Data yang digunakan meliputi produksi
rumput laut dalam negeri, harga ekspor rumput laut, jarak ekonomi, nilai tukar riil,
dan GDP riil negara tujuan ekspor. Adapun operasional variabel yang akan
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
18
Tabel 2 Jenis dan sumber data
Data
Sumber Data
Harga runput laut
UN Comtrade
Nilai tukar riil negara tujuan ekspor
Unctadstat
GDP rill negara tujuan ekspor
Worldbank
Jarak ekonomi
CPII
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Pada penelitian ini, untuk menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang
berpengaruh terhadap permintaan ekspor sepuluh besar negara tujuan ekspor
digunakan metode analisis regresi data panel gravity model. Hasil dari analisis
digunakan untuk merumuskan strategi pengupayaan optimalisasi pada industri
karaginan di Indonesia. Untuk mengetahui besaran Bea Keluar rumput laut
digunakan analisis elastisitas harga.
Gravity Model
Shepherd (2013) menjelaskan bahwa gravity model merupakan alat yang
cocok untuk peneliti yang tertarik menganalisis dampak dari kebijakan tertentu
yang terkait dengan perdagangan. Untuk menganalisis faktor-faktor baik faktor
ekonomi maupun non ekonomi yang dapat memengaruhi perdagangan antara dua
negara akan digunakan gravity model. Selain itu, saat ini gravity model tidak
hanya memasukkan variabel jarak dan ukuran ekonomi saja tetapi menambahkan
variabel lain seperti tarif yang dikenakan oleh suatu negara. Gravity model
didasarkan pada hukum gravitasi teori Sir Isaac Newton. Model ini dapat
digunakan untuk menganalis apakah perdagangan antar kedua negara
berhubungan lurus dengan pendapatan masing-masing negara yang saling
berhubungan tersebut, dan berhubungan terbalik dengan hambatan perdagangan
antar kedua negara yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut
Fij=
G×Mi×Mj
Dij
Dimana :
Fij
: Interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral)
Mi
: Ukuran ekonomi untuk negara eksportir
Mj
: Ukuran ekonomi untuk negara importir
Dij
: Jarak ekonomi kedua negara
G
: Konstanta
Dari persamaan di atas maka dapat dibuat model dasar gravity model
seperti yang telah dijelaskan oleh Zarzoso dan Lehman (2003),yaitu:
Xij = β0Yi β1Yj β2Ni β3Nj β4Dij β5Aij β6Uij
Dimana:
Xij
: ekspor produk negara i ke negara j
19
Yi
Yj
Dij
Aij
Uij
: GDP
eksportir
: GDP importir
: jarak antara dua negara
: faktor lainnya yang dapat memengaruhi perdagangan kedua negara
: error term
Analisis elastisitas harga
Analisis elastisitas merupakan salah satu cara untuk meringkas daya
tanggap dalam keluaran perusahaan di sebuah industri terhadap harga barang yang
lebih tinggi (Nicholson 1999). Analisis ini digunakan untuk mengetahui besar
dampak kebijakan Bea Keluar (pajak ekspor terhadap industri karaginan ke
sepuluh besar negara tujuan utama). Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kinerja industri karaginan di Indonesia dalam berproduksi,
sehingga dapat ditentukan berapa besar Bea Keluar untuk bahan baku rumput laut.
Penetapan Bea Keluar bertujuan untuk industri karaginan dapat berproduksi
secara optimal. Elastisitas mengukur presentase perubahan nilai variabel tak bebas
sebagai akibat dari perubahan presentase (%) dalam nilai dari variabel bebas
tertentu (Ceteris Paribus) (Rastykarany 2008). Persamaan elastisitas yang
digunakan yaitu:
πœ€=
πœ•π‘„ 𝑃
.
πœ•π‘ƒ 𝑄
Keterangan:
πœ€
: Elastitas permintaan bahan baku rumput laut yang didapat dari persamaan
(1)
P
: Rata-rata harga ekspor rumput laut Indonesia dunia
Q
: Rata-rata jumlah permintaan ekspor rumput laut dunia
∂Q
: Jumlah bahan baku rumput laut yang diperlukan indsutri karaginan
∂P
: Pajak yang dapat dikenakan pada bahan baku rumput laut
Estimasi Model
Dari model dasar gravity model, dilakukan transformasi model kedalam
bentuk ln (logaritma natural). Transformasi model dasar ke dalam bentuk ln
(logaritma natural) bertujuan untuk memenuhi uji asumsi klasik dan menghindari
model dari bias. Selain itu, tranformasi model dasar gravity model ke dalam
bentuk ln juga dapat mengatasi permasalahan heteroskedastisitas dan menghindari
permasalahan normalitas. Estimasi model pada penelitian ini yang sudah
ditransformasikan adalah sebagai berikut:
LnVEit = β0 + Lnβ1EPit + Lnβ2ERit + Lnβ3GDPit + Lnβ4DISTit + eit ... (1)
Dimana :
VEit
EPit
DISTit
: Volume ekspor rumput laut ke negara tujuan (Kg)
: Harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan (US$)
: Jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor (Km)
20
ERit
GDPit
eit
β0
βn
i
t
:
:
:
:
:
:
:
Nilai tukar (Negara pengekspor/rupiah)
GDP riil negara tujuan (US$)
Random error
Konstanta (intercept)
Parameter yang diduga (n = 1,2,…)
Time series
Cross section
Uji Kesesuian Model
Pemilihan model terbaik
Pada analisis gravity model pada tahapan pengolahan data akan digunakan
tiga pendekatan yaitu, Common Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model
(FEM), dan Random Effect Model (REM). Untuk mendapatkan model terbaik
harus dilakukan uji statistik yang terdapat dalam regresi data panel. Uji statistik
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Chow test
Untuk mengetahui model terbaik antara Fixed Effect Model (FEM) atau
Pooled Least Square (PLS), perlu dilakukan uji F statistik atau yang biasa disebut
dengan Chow test. Hipotesis dari uji ini yaitu:
: Pooles Least Square
Ho
H1
: Fixed Effects Model
Taraf nyata yang digunakan adalah lima persen. Jadi, apabila nilai
probabilitas pada uji ini menunjukkan nilai yang lebih kecil daripada taraf nyata
lima persen, maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga dapat
disimpulkan model terbaik berdasarkan hasil uji ini adalah Fixed Effects Model.
b. Hausmant Test
Untuk mengetahui model terbaik antara Fixed Effects Model (FEM) atau
Random Effects Model (REM), maka perlu dilakukan uji statistik yang memiliki
hipotesis sebagai berikut :
H0
: Random Effects Model
H1
: Random Effects Model
Taraf nyata yang digunakan pada uji ini adalah sebesar lima persen. Jadi,
apabila nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf nyata lima persen, maka dapat
dikatakan bahwa sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0.
Sehingga dapat disimpulkan model terbaik hasil uji ini adalah Fixed Effects Model
(FEM).
c.
Uji LM atau The Breusch Pagan
Untuk mengetahui pemilihan model terbaik antara Random Effects Model
(REM) dan Pooled Least Square (PLS), maka perlu dilakukan uji LM. Hipotesis
pada pengujian ini adalah sebagai berikut :
H0
: Pooled Least Square
H1
: Random Effects Model
21
Untuk dapat melakukan penolakan terhadap H0 pada uji ini, perlu dilakukan
perbandingan hasil hitung statistik dengan Chi squared. Jika hasil statistik pada
uji LM lebih besar daripada nilai Chi squared yang terdapat pada statistik Chi
squared, maka dapat dikatakan sudah cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga
dapat disimpulkan model terbaik dari hasil uji statistik LM adalah Random Effects
Model (REM).
Uji kriteria ekonomi
Uji kriteria ekonomi akan dilakukan pada model untuk menganalisis,
apakah model yang telah dibuat sesuai dengan kriteria ekonomi dan dugaan
hipotesis yang dibuat sebelumnya. Kesesuaian anatara kriteria ekonomi dan model
dapat dilihat berdasarkan tanda koefisien pada hasil estimasi model terbaik yang
telah didapatkan.
Evaluasi model
Ada beberapa upaya yang harus dilakukan untuk mendapatkan model yang
konsisten dan efisien. Maka, perlu dilakukan evaluasi hasil estimasi terhadap
model regresi. Evaluasi perlu dilakukan agar model terbebas dari permasalahan
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi.
1.
Multikolinearitas
Dalam model regresi hubungan multikoliniearitas sering kali muncul.
Hubungan multikolinearitas dapat terjadi jika dua atau lebih peubah (atau
kombinasi peubah) bebas berkorelasi antara peubah yang satu dengan yang
lainnya. Multikolinearitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu,
multikolinearitas tinggi, dekat dan tak sempurna.
Permasalahan multikolinearitas dapat diatasi dengan cara memanfaatkan
informasi sebelumnya, mengeluarkan peubah dengan koliniearitas tinggi,
melakukan transformasi terhadap peubah-peubah dalam model dengan bentuk
pembedaan pertama, menggunakan regresi komponen pertama, menggabungkan
data cross section dengan data time series, cek kembali asumsi pada waktu
membuat model dan penambahan data baru (Juanda 2009).
2.
Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa ragam sisaan sama
atau homogeny. Tetapi jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-I
dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka dapat dikatakan terdapat
permasalahan heteroskedastisitas pada model.
Untuk melihat apakah model telah memenuhi asumsi klasik, dapat dilihat
berdasarkan nilai sum squared resid pada hasil pengolahan menggunakan
software E-views 6. Permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi dengan
memberikan bobot Weight Least Square (WLS) melalui Generelized Least
Squared (GLS) pada model atau transformasi data kedalam bentuk logaritma
natural.
3.
Autokolerasi
Salah satu asumsi klasik pada regresi linier adalah bahwa tidak ada
autokolerasi atau kolerasi serial antara sisaan. Autokolerasi dapat terjadi karena
22
adanya inersia, kesalahan-kesalahan dalam spesifikasi model, adanya fenomena
sarang laba-laba dan manipulasi data. Adanya autokolerasi dapat dideteksi dengan
menggunakan metode grafik atau dengan menggunakan uji Durbin-Watson.
Permasalahan autokorelasi dapat diatasi dengan memberikan pembobotan
Generelized Least Square (GLS) pada model.
Tabel 3 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya
Nilai DW
4-dl < DW < 4
4-du < DW < 4-dl
du < DW < 4-du
dl < DW < du
0 < DW < dl
Keputusan
Tolak H0, ada autokorelasi positif
Tidak tentu, coba uji yang lain
Terima H0
Tidak tentu, coba uji yang lain
Tolak H0, ada autokorelasi positif
Sumber : Juanda (2009)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Ekspor Rumput Laut ke Negara Tujuan Ekspor
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil rumput laut di
Asia. Banyak negara yang mengimpor rumput laut dari Indonesia. Ekspor rumput
laut dari Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dari Gambar 7
dapat kita lihat tren perkembangan volume ekspor rumput laut ke sepuluh besar
negara tujuan terus mengalami peningkatan. Sepuluh besar negara tujuan ekspor
rumput laut Indonesia diantaranya adalah Cina, Filipina, Vietnam, Republik
Korea, Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman, dan Perancis.
Peningkatan permintaan ekspor rumput laut dari Indonesia yang terus mengalami
peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan 2013 adalah Cina. Sedangkan volume
permintaan ekspor rumput laut dari 9 besar negara lainnya berfluktuatif dari tahun
2008 sampai dengan 2013.
200000
100000
0
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
China
Philippines
Vietnam
Korea. Rep
Chile
United Kingdom
USA
Hongkong
Germany
2014
France
Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)
Gambar 7 Perkembangan volume permintaan ekspor rumput laut ke sepuluh
besar negara tujuan (ton)
23
Permintaan ekspor rumput laut ke sepuluh negara tujuan ekspor mengalami
peningkatan ekspor rata-rata sebesar 0.1 persen dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2013. Peningkatan ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2008 untuk volume
ekspor yaitu sebesar 0.6 persen, sedangkan untuk nilai ekspor peningkatan
tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0.26 persen.
Tabel 4 Perkembangan ekspor rumput laut ke sepuluh besar negara tujuan ekspor
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Nilai (US$)
9 516 288
7 559 401
12 617 065
14 855 290
12 697 076
15 634 762
Rata-rata
Perkembangan (%)
0.6
-0.3
0.4
0.2
-0.2
0.2
0.1
Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)
Volume (ton)
9 101
8 668
11 654
15 155
16 208
17 107
Rata-rata
Perkembangan (%)
0.1
0.0
0.3
0.2
0.1
0.1
0.1
Dari ke sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut Cina merupakan
negara dengan permintaan ekspor tertinggi dengan pangsa pasar sebesar 61 persen.
Filipina juga memiliki pangsa yang cukup besar untuk ekspor rumput laut dari
Indonesia yaitu sebesar 12 persen, sedangkan untuk Vietnam, Republik Korea dan
Cili memiliki pangsa sebesar 5 persen, United Kingdom sebesar 3 persen, USA,
Hongkong, Jerman, dan Perancis memiliki pangsa sebesar 2 persen. Untuk negara
importir lainnya selain kesepuluh negara terbesar importir rumput laut dari
Indonesia hanya memiliki pangsa sebesar 0.3 persen.
Tabel 5 Pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan
Negara
Volume Ekspor (ton)
74 372 211
14 628 507
6 598 852
6 006 578
5 467 734
3 677 251
2 818 258
2 111 342
2 961 050
2 523 652
332 574
Total
121 498 008
Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)
China
Philippines
Vietnam
Korea, Rep.
Chile
United Kingdom
United States
Hong Kong, China
Germany
France
Lain-lain
Pangsa Pasar (%)
61
12
5
5
5
3
2
2
2
2
0.3
100
24
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut
Setelah melakukan pengolahan regresi data panel, diperoleh hasil estimasi
model volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia yang dapat dilihat pada
Tabel 6 dengan negara tujuan ekspor Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea,
Cili, United Kingdom, USA, Hongkong, Jerman, dan Perancis yang didapatkan
melalui persamaan (1).
Tabel 6 Hasil estimasi volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia
menggunakan metode fixed effect dengan pembobotan cross section
(cross-section weighted)
Variabel dependen: LN VE
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
LNEP
-0.3386
0.0659
-5.1369
LNER
1.0739
1.7958
0.5980
LNGDP
22.8466
4.9049
4.6579
LNDIST
-18.4694
4.3962
-4.2013
C
-541.2182
119.1752
-4.5414
Weighted Statistics
R-squared
0.9788
Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.9728
S.D. dependent var
S.E. of regression
0.6948
Sum squared resid
F-statistic
163.61
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.0000
Unweighted Statistics
R-squared
0.8566
Mean dependent var
Sum squared resid
34.3583
Durbin-Watson stat
Keterangan : signifikan pada taraf nyata 5 persen (*)
Prob.
0.0000*
0.5528
0.0000*
0.0001*
0.0000
31.4977
29.1047
22.2033
1.7268
14.9842
1.3066
Tabel 6 memperlihatkan bahwa variabel harga ekspor rumput laut
Indonesia ke negara tujuan (LnEP), jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
tujuan (LnDIST), Nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap dollar (LnER), dan
GDP negara tujuan ekspor rumput laut dari Indonesia (LnGDP) merupakan
variabel faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara
tujuan ekspor.
Hasil pada uji Hausman pada model ini menunjukkan nilai probabilitas
sebesar 0.0002 yang lebih kecil daripada taraf nyata sebesar lima persen, sehingga
sudah cukup bukti untuk menolak hipotesis nol yang artinya bahwa model terbaik
yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Model hasil pengolahan
regresi data panel di atas telah memenuhi uji ekonomi karena tanda koefisien pada
masing-masing variabel bebas telah sesuai dengan hipotesis berdasarkan teori
ekonomi yang ada.
Uji asumsi klasik pada model juga telah terpenuhi. Adanya
14
multikoliniearitas
disebabkan oleh nilai R2 yang tinggi namun variabel-variabel
independennya hanya sedikit yang signifikan. Uji multikoliniearitasSeries:
dapatStandardized R esiduals
Sam ple 2008 2013
12
dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dan matrik korelasi
antar
O bservations
60
10
8
6
4
Mean
Median
Maxim um
Minim um
Std. D ev.
Skewness
Kurtosis
4.38e-16
-0.028343
1.233076
-1.749709
0.613455
-0.403457
3.314974
25
variabel. Pada model volume ekspor rumput laut Indonesia nilai R2 yaitu 0.9788
dan terdapat empat variabel bebas yang signifikan dan satu variabel yang tidak
signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari multikoliniearitas. Nilai R2
ini menunjukkan bahwa 97.88 persen keragaman variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel independen di luar model.
Hasil estimasi model volme permintaan ekspor rumput laut Indonesia
menunjukkan bahwa Sum Square Residual pada Weighted Statistic sebesar
22.2033 lebih kecil daripada Sum Squared Residual pada Unweighted Statistics
sebesar 34.3583, maka disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Nilai statistik Durbin Watson sebesar 1.7268, nilai tersebut mendekati
2.0000 sehingga berada di wilayah nonautokolerasi yang mengindikasikan tidak
terjadi autokolerasi. Nilai korelasi antar variabel bebas tidak ada yang melebihi
nilai R-squared, maka hasil estimasi tidak mengalami masalah autokolerasi
Pada panel data, perlu dilakukan uji normalitas agar dapat melihat normal
atau tidaknya error terms. Hal ini dapat dilihat dari nilai Jarque-Bera yang lebih
besar dari α, maka menyebar normal. Berdasarkan pengujian model dihasilkan
bahwa nilai Jarque-Bera lebih besar daripada α (1.8757 > 0.05) dan juga nilai
probabilitas lebih besar daripada α (0.3914 > 0.05), sehingga model volume
permintaan ekspor rumput laut Indonesia ini telah memiliki error terms yang
menyebar normal.
Harga ekspor rumput laut
Berdasarkan hasil estimasi menggunakan analisis data panel dapat
dijelaskan bahwa harga memengaruhi permintaan ekspor rumput laut secara nyata
dan negatif. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas dan koefisien harga yaitu,
probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih besar daripada taraf nyata 5 persen dan
koefisien sebesar -0.3386 yang artinya harga berpengaruh negatif terhadap
permintaan ekspor rumput laut. Dengan asumsi variabel lain konstan, peningkatan
harga ekspor rumput laut sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan
permintaan ekspor rumput laut sebesar 0.3386 persen. Harga merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi jumlah permintaan yang diminta oleh konsumen,
semakin tingginya harga yang ditetapkan maka akan mengakibatkan penurunan
terhadap jumlah permintaan (Lipsey 1997).
Rumput laut sebagai bahan baku memiliki harga yang relatif rendah
dibandingkan jika sudah diberi nilai tambah. Dari Gambar 8 dapat dilihat
perbedaan harga yang signifikan, mulai dari raw materials hingga end product
dari rumput laut. Rumput laut kering sebagai bahan baku yang belum diberi nilai
tambah hanya memiliki nilai jual sebesar Rp. 7 000 per kilogram. Untuk rumput
laut yang sudah diberi nilai tambah dalam bentuk chip memiliki nilai jual sebesar
Rp. 60 000 per kilogram, semi refined carrageenan memiliki nilai jual sebear Rp.
80 000 per kilogram, refined carrageenan memiliki nilai jual Rp. 200 000 per
kilogram untuk food grade dan Rp. 180 000 per kilogram pada industrial grade.
Dengan tingkat harga yang rendah pada rumput laut kering sebagai bahan baku,
tidak heran banyak negra lain yang mengimpor rumput laut dari Indonesia.
Rendahnya harga jual rumput laut yang belum diberi nilai tambah memicu
peningkatan ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor secara besar-besaran,
yang akan mengakibatkan indsutri dalam negeri mengalami kesulitan bahan baku.
26
Fenomena tersebut mengharuskan pemerintah untuk mengambil langkah lebih
lanjut dalam mengurangi ekspor bahan baku rumput laut. Penetapan Bea Keluar
bahan baku rumput laut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh
pemerintah untuk dapat mengurangi volume ekspor rumput laut ke negara tujuan
ekspor. Dengan adanya Bea Keluar harga bahan baku rumput laut akan
meningkat, sehingga akan menurunkan permintaan ekspor dari negara importir.
Sumber : DKP 2014
Gambar 8 Tingkat harga rumput laut dari mulai bahan baku hingga end product
GDP Riil negara tujuan ekspor rumput laut
GDP riil negara tujuan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
volume permintaan ekspor rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas GDP
riil negara tujuan yaitu sebesar 0.0000 dan koefisiennya sebesar 22.8466, sehingga
apabila GDP riil negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia mengalami
peningkatan sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan terhadap
volume permintaan rumput laut sebesar 22.8466 persen dengan asumsi cateris
paribus.
Semakin tinggi GDP suatu negara maka, akan menyebabkan daya beli
negara tersebut terhadap suatu komoditi meningkat. Selain itu, Wulandari dan
Budiasih (2009) menjelaskan bahwa semakin besar GDP riil negara tujuan ekspor
akan mengindikasikan semakin besar pula kemampuan penyerapan produk yang
diperdagangkan. Dengan kata lain, kemampuan melakukan impor negara tersebut
akan meningkat.
Jarak ekonomi
Jarak ekonomi pada model permintaan ekspor rumput laut ini memiliki
pengaruh negatif yang signifikan pada variabel dependen volume permintaan
ekspor rumput laut Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari probabilitas jarak
ekonomi yaitu sebesar 0.0000 yang signifikan pada taraf nyata lima persen dan
27
koefisiennya sebesar -18.4694 yang berarti jarak ekonomi memiliki hubungan
negatif dengan volume permintaan ekspor rumput laut Indonesia.
Jarak ekonomi antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor
rumput laut menunjukkan biaya transportasi, sehingga ketika biaya transportasi
mengalami peningkatan sebesar satu persen maka permintaan ekspor rumput laut
Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 29.6011 persen dengan asumsi
variabel lainnya cateris paribus. Hubungan negatif dari jarak dengan perdagangan
bilateral dikarenakan jarak merupakan proksi untuk biaya transportasi, jadi
semakin jauh jarak suatu negara tujuan ekspor akan ikut meningkatkan biaya
transportasi sehingga akan mengurangi perdagangan.
Nilai tukar riil
Berdasarkan hasil estimasi terhadap gravity model menggunakan analisis
panel data dapat ditunjukkan bahwa nilai tukar riil negara tujuan ekspor terhadap
dollar berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
probabilitas nilai tukar riil yaitu sebesar 0.5528 yang lebih besar daripada taraf
nyata lima persen, serta koefisien nilai tukar riil negara tujuan ekspor yaitu
sebesar 1.0739 yang berarti, jika nilai tukar riil negara tujuan ekspor terhadap
dollar mengalami peningkatan sebesar satu persen akan menyebabkan
peningkatan permintaan ekspor rumput laut Indonesia sebesar 1.0739 persen
dengan asumsi cateris paribus. Dengan probabilitas yang kurang dari taraf nyata
maka dapat dikatakan bahwa nilai tukar riil negara tujuan ekspor bukan
merupakan hal krusial yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut negara
importir ke Indonesia.
Nilai tukar bukan merupakan hal krusial yang memengaruhi permintaan
ekspor rumput laut Indonesia oleh negara importir. Kecenderungan petani untuk
menjual hasil panennya kepada pihak asing dengan cara dibayar dimuka menjadi
salah satu penyebabnya. Banyak dari pembeli asing yang langsung datang ke
pihak petani dan menawarkan untuk membeli dengan dollar yang dibayar dimuka.
Hal tersebut menyebabkan fluktuasi nilai tukar negara tujuan terhadap dollar tidak
berpengaruh pada harga bahan baku rumput laut.
Bea Keluar untuk Optimalisasi Industri Pengolahan Karaginan
Dewasa ini, rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan
budidaya perikanan. Budidaya terhadap rumput laut gencar dilakukan Kementrian
Kelautan dan Perikanan, sehingga menyebabkan peningkatan produksi rumput
laut domestik dari tahun ke tahun. Pada Gambar 9 tren peningkatan rumput laut
yang terus terjadi dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Dari tahun 2008
sampai dengan 2013 produksi rumput laut terus mengalami peningkatan, tetapi
peningkatan yang pesat terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 9.2 juta ton.
Peningkatan produksi rumput laut domestik yang terus terjadi terasa sia-sia bagi
industri pengolahan dalam negeri, karena 80 persen produksi dalam negeri
dialokasikan untuk ekspor (Kemendag 2014). Sehingga, banyak dari industri
pengolahan rumput laut seperti industri karaginan misalnya tidak dapat
mengoptimalkan industri mereka dalam berproduksi.
28
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : DKP 2014
Gambar 9 Produksi rumput laut domestik di Indonesia (ribu ton)
Industri pengolahan karaginan merupakan salah satu industri pengolahan
rumput laut yang berbahan baku rumput laut jenis Cottonii. Persaingan dalam
industri pengolahan karaginan terbilang sangat ketat. Untuk dapat bersaing
masing-masing industri harus meningkatkan efesiensi. Efesiensi dapat tercapai
secara optimal jika kapasitas menganggur dari sebuah industri karaginan sekitar 5
atau 10 persen. Tabel 7 menunjukan bahwa kapasitas menganggur industri
pengolahan di Indonesia rata-rata sebesar 26 persen dengan kapasitas produksi
24527 ton per tahun dan kapasitas terpasang sebesar 33257 ton per tahun. Untuk
mencapai optimalisasi maka industri pengolahan karaginan perlu menurunkan
kapasitas menganggurnya menjadi 10 persen. Diharapkan dengan turunnya
kapasitas menganggur menjadi 10 persen, industri pengolahan karaginan dapat
meningkatkan kapasitas produksinya menjadi sebesar 29931 ton per tahunnya.
Diperlukan tambahan bahan baku rumput laut jenis Cotonii sebesar 5404 ton
untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi industri pengolahan karaginan.
Tabel 7 Kapasitas produksi dan terpasang industri pengolahan rumput laut (ton)
Kapasitas
Astruli
Non Astruli
Total
Terpasang
23 280
9 977
33 257
Terpakai
17 169
7 358
24 527
Menganggur
6 111
2 619
8 730
Menganggur (%)
26
Sumber : Asosiasi Petani Rumput Laut Indonesia 2014 (diolah)
Pengenaan Bea Keluar pada bahan baku rumput laut merupakan salah satu
upaya untuk dapat mengurangi volume ekspor. Untuk menghitung Bea Keluar
yang dapat dikenakan untuk komoditi bahan baku rumput laut, digunakan data
rata-rata total ekspor ke dunia dari tahun 2008 hingga 2013 (Q) yaitu sebesar
136748 ton. Setelah itu digunakan data rata-rata harga dunia dari tahun 2008
29
hingga 2013 (P) untuk komoditi bahan baku rumput laut sebesar US $ 975/ton.
Dari hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor
rumput laut pada Tabel 6, diperoleh nilai elastisitas sebesar (ε) 0.33. Untuk dapat
menurunkan kapasitas menganggur industri karaginan, dibutuhkan penambahan
bahan baku rumput laut (∂Q) sebesar 5404 ton. Perhitungan Bea Keluar rumput
laut sebagai upaya mengurangi volume ekspor rumput laut ke dunia digunakan
analisis elastisitas harga sebagai berikut:
πœ€=
0.33 =
πœ•π‘„ 𝑃
.
πœ•π‘ƒ 𝑄
5404
975
.
πœ•π‘ƒ 136748
πœ•π‘ƒ = 116
πœ•π‘ƒ
. 100
𝑃
116
. 100 = 11%
975
Dari perhitungan yang menggunakan analisis elastisitas harga, maka
diketahui besar Bea keluar yang dapat dikenakan untuk bahan baku rumput laut
yaitu hingga 11 persen. Dengan penetapan Bea Keluar hingga 11 persen akan
menyebabkan harga bahan baku rumput laut meningkat di pasar internasional.
Peningkatan harga akibat pengenaan Bea Keluar bahan baku rumput laut hingga
11 persen dengan nilai elastisitas harga sebesar 0.33 dapat mengurangi volume
ekspor bahan baku rumput laut sebesar 4 persen ke dunia. Pengurangan volume
ekspor dapat menambah bahan baku rumput laut untuk industri pengolahan
rumput laut dalam negeri terutama industri pengolahan karaginan. Diharapkan
dengan penambahan bahan baku industri karaginan dapat lebih mengoptimalkan
produksinya untuk dapat mecapai efesiensi biaya, sehingga dapat bersaing dengan
produk karaginan impor. Dengan efesiensi produksi biaya industri pengolahan
karaginan dalam negeri, industri-industri yang menjadikan karaginan sebagai
input produksinya seperti nestle, nutrijel, ice cream walls, dan sebagainya tidak
perlu lagi mengimpor karaginan dari luar negeri.
30
Penerimaan
pemerintah
dari BK
Dana pembinaan
untuk petani
rumput laut
Efesiensi
produksi petani
rumput laut
Pengenaan
BK rumput
laut
Ekspor
rumput laut
berkurang
Ketersediaan
bahan baku
rumput laut
industri karaginan
meningkat
Kapasitas
produksi
optimal
Efesiensi
Peningkatan
daya saing
karaginan
Sumber: Kemendag 2014
Gambar 10 Rantai pemasaran rumput laut di Indonesia
Adanya Bea Keluar rumput laut harga bahan baku rumput laut terjadi
peningkatan ditingkat dunia. Jika harga bahan baku meningkat, maka harga
produk Semi Refined Carrageenan dan Refined Carrageenan di pasar dunia
secara otomatis akan ikut meningkat. Dalam jangka pendek adanya Bea Keluar
akan meningkatkan harga ekspor, selanjutnya menurunkan permintaan dan terjadi
kelebihan penawaran dalam negeri. Namun, dalam jangka panjang akan
mendorong pengembangan industri pengolahan dalam negeri, sehingga harga
bahan baku rumput laut akan normal kembali. Tidak hanya itu, dengan
keuntungan yang didapat pemerintah dari penetapan Bea Keluar pemerintah dapat
menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk petani rumput laut. Pelatihan
tersebut merupakan salah satu kompensasi yang diberikan pemerintah untuk
mengganti kerugian sementara petani rumput laut, akibat penetapan Bea Keluar
bahan baku rumput laut. Dengan adanya pelatihan tersebut, petani akan mampu
memproduksi rumput laut yang lebih berkualitas dan memiliki daya saing di pasar
internasional.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Permintaan ekspor rumput laut mengalami peningkatan ekspor mulai dari
tahun 2008 sampai dengan 2013 sebesar 0.1 persen. Negara tujuan ekspor rumput
laut yang memiliki pangsa paling besar adalah Cina yaitu sebesar 61 persen.
31
Sedangkan negara-negara lain selain ke sepuluh besar negara tujuan ekspor
rumput laut hanya memiliki pangsa sebesar 0.3 persen dari total ekspor rumput
laut Indonesia.
Faktor-faktor yang menegaruhi permintaan ekspor ke sepuluh besar negara
tujuan yaitu Cina, Filipina, Vietnam, Republik Korea, Cili, United Kingdom, USA,
Hongkong, Jerman dan Perancis adalah harga ekspor rumput laut, GDP negara
tujuan ekspor dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor
rumput laut, sedangkan nilai tukar riil negara tujuan terhadap dollar tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor rumput laut negara eksportir
terhadap Indonesia.
Strategi penetapan Bea Keluar bahan baku rumput laut dapat berpengaruh
terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Dengan adanya penetapan Bea
Keluar rumput laut hingga 11 persen akan menurunkan empat persen permintaan
ekspor rumput laut Indonesia. Dengan adanya penurunan permintaan ekspor
rumput laut, maka industri pengolahan karaginan dapat menambah bahan bakunya
dan melakukan optimalisasi pada industrinya.
Saran
Untuk mengurangi permintaan ekspor bahan baku rumput laut dari negara
importir pemerintah dapat menetapkan Bea Keluar pada bahan baku rumput laut
hingga 11 persen. Dengan berkurangnya jumlah bahan baku rumput laut yang
diekspor industri pengolahan karaginan dapat mengoptimalisasikan kapasitas
industrinya sehingga memiliki tingkat efisien yang lebih tinggi dan memiliki daya
saing di pasar internasional.
32
DAFTAR PUSTAKA
[CEPII] Centre d’Etudes Prospective et d’Informations Internationals. Geodesic
Distance [Internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia pada: http: //
www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip.
Dilanchiev A. 2012. Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern: Gravity
Model. Journal of Social Sciences. 1(1): 75-78. Doi: 2233-3878.
Gujarati DN. 1994. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno, penerjemah: Hutauruk
Gunawan, koordinator editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan
dari : Basic Ecometrics.
Hutabarat. 2008. Pengaruh Pajak Ekspor Terhadap Kinerja Industri Kelapa Sawit
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press.
[Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2014. Kajian Kebijakan Pengenaan Tarif
Bea Keluar Rumput Laut dan Produk Olahan. Jakarta (ID): Kemendag.
[KKP] Kementrian Perikanan dan Kelautan. 2015. Produksi Rumput Laut
Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia pada: http : //
kkp.go.id.
Li K, Song L, Zhao X (2008). Component Trade and China’s Global Economic
Integration. World Institute for Development Economics Research. 101(2):
1-25. Doi: 978-92-9230-157-6.
Lipsey R, Courant P, Purvis D, Steiner P, 1997. Pengantar Makroekonomi.
Maulana A, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Economics 10th ad. Ed ke-10.
Mankiw NG. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Liza Fitria, Nurmawan
Imam, penerjemah: Hardani Wibi, Barnadi, Devri, Saat Suryadi, editor.
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Edisi ke-6.
Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan. Wirajaya
Daniel, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Microeconomics Theory Basic Principles and Extensions.
Oktaviani, R dan Novianti, T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan
Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi FEM
IPB. Bogor Bagian I.
Pradipta A. 2014. Posisi Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor
Buah-buahan Indonesia di Dunia dan Negara Tujuan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rafiana A. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil
Olahan Rumput Laut Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rahman M. 2003. A Panel Data Analysis of Bangladesh’s Trade: The Gravity
Model Approach. Ph. D. Student and Associate Lecturer. (9): 11-13.
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah: Sumiharti,
editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: International
Economics.Ed ke-5.
33
Sitinjak AR. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor
Rumput Laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat
periode 2001-2010 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[UNCOMTRADE] United Commodity Trade Statistics Database. 2015.
www.un.comtrade.org [Febuari-Maret 2015].
[UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2015.
Nominal Exchange Rate [Internet]. [diunduh 2015 Febuari]. Tersedia
pada: http : // www. Unctad.org.
[WB] World Bank. 2015. World Development Indicators [internet]. [diunduh
2015 Febuari]. Tersedia pada: http: // data.worldbank.org.
Wirawan. 2008. Analisis Model Permintaan Rumput Laut Indonesia di Pasar
Jepang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zarzoso-Martinez. 2003. Augmented Gravity Model: An Empirical Application to
Mercosur-European Union Trade Flows. Journal of Applied Economics.
(2): 291-316.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sepuluh besar negara tujuan ekspor rumput laut 2008-2013
Negara
China
China
China
China
China
China
Philippines
Philippines
Philippines
Philippines
Philippines
Philippines
Vietnam
Vietnam
Vietnam
Vietnam
Vietnam
Vietnam
Korea. Rep
Korea. Rep
Korea. Rep
Korea. Rep
Korea. Rep
Korea. Rep
Chile
Chile
Chile
Chile
Chile
Chile
United Kingdom
United Kingdom
United Kingdom
United Kingdom
United Kingdom
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
LnVE
17.59
17.75
18.10
18.43
18.63
18.78
16.70
15.72
16.34
16.16
16.23
15.88
15.93
16.45
16.54
16.47
15.62
14.40
15.54
15.43
14.93
15.91
15.58
15.07
14.66
14.17
14.90
15.27
15.67
15.68
13.85
13.85
13.49
12.92
12.82
LnEP
0.67
1.19
0.85
1.06
0.60
0.57
0.80
1.79
1.57
1.00
0.73
1.24
0.28
1.06
0.00
0.19
3.40
2.57
0.35
0.51
1.70
1.72
1.07
1.70
1.09
1.66
2.20
0.55
0.57
0.21
1.90
1.70
2.37
2.66
1.87
LnDIST
4.69
4.78
4.89
4.99
5.07
5.16
0.79
0.80
0.89
0.93
1.01
1.09
0.32
0.38
0.45
0.52
0.58
0.65
3.57
3.58
3.65
3.70
3.73
3.78
2.67
2.66
2.73
2.79
2.86
2.91
5.27
5.23
5.26
5.29
5.30
LnER
-1.92
-1.90
-1.88
-1.81
-1.78
-1.75
-3.73
-3.76
-3.68
-3.62
-3.59
-3.58
-9.44
-9.41
-9.43
-9.39
-9.34
-9.30
-7.01
-7.13
-7.01
-6.96
-6.98
-6.95
-6.20
-6.26
-6.17
-6.11
-6.11
-6.12
0.59
0.45
0.46
0.51
0.50
LnGDP
28.79
28.88
28.98
29.07
29.14
29.21
25.51
25.53
25.60
25.64
25.70
25.77
24.97
25.02
25.08
25.14
25.20
25.25
27.66
27.66
27.73
27.76
27.78
27.81
25.67
25.66
25.72
25.77
25.83
25.87
28.56
28.52
28.54
28.55
28.56
35
United Kingdom
USA
USA
USA
USA
USA
USA
Hongkong
Hongkong
Hongkong
Hongkong
Hongkong
Hongkong
Germany
Germany
Germany
Germany
Germany
Germany
France
France
France
France
France
France
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2008
2009
2010
2011
2012
2013
12.06
14.23
14.38
14.28
14.63
14.97
14.33
15.77
14.66
15.47
15.67
15.29
15.25
13.11
12.52
13.60
14.19
9.91
5.52
14.97
14.93
14.61
14.85
14.03
14.36
4.88
1.38
2.41
1.14
1.02
-0.03
1.89
1.77
2.30
2.62
0.56
1.46
-0.19
1.46
1.99
2.06
4.67
3.53
8.29
0.55
0.65
1.28
3.83
1.34
0.72
5.34
7.29
7.26
7.30
7.32
7.36
7.39
1.50
1.49
1.56
1.62
1.64
1.69
5.38
5.33
5.38
5.42
5.44
5.46
5.17
5.14
5.17
5.20
5.22
5.23
0.50
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-2.07
-2.05
-2.05
-2.03
-2.01
-1.98
0.35
0.30
0.25
0.29
0.21
0.24
0.35
0.30
0.25
0.29
0.22
0.25
28.58
30.24
30.22
30.24
30.26
30.28
30.30
26.08
26.05
26.12
26.16
26.18
26.21
28.76
28.70
28.74
28.78
28.78
28.78
28.47
28.44
28.46
28.48
28.48
28.49
36
Lampiran 2 Hasil uji Pooled Least Squares
Dependent Variable: LNVE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2008 2013
Periods included: 6
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 60
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic Prob.
LNEP
-0.9285
0.1198
-7.7490
0.0000
LNER
-0.0966
0.0705
-1.3704
0.1761
LNGDP
1.5917
0.3941
4.0387
0.0002
LNDIST
-1.2878
0.3025
-4.257
0.0001
C
-22.8261
9.8698
-2.3127
0.0245
R-squared
0.6625
Mean dependent var
14.98417
Adjusted R-squared
0.6379
S.D. dependent var
2.014899
S.E. of regression
1.2124
Akaike info criterion
3.3028
Sum squared resid
80.8477
Schwarz criterion
3.477295
Log likelihood
-94.0830
Hannan-Quinn criter.
3.3710
F-statistic
26.9874
Durbin-Watson stat
1.3044
Prob(F-statistic)
0.0000
37
Lampiran 3 Uji Fixed Effect Model
Variable
LNEP
LNER
LNGDP
LNDIST
C
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
R-squared
Sum squared resid
Variabel dependen: LN VE
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
-0.3386
0.0659
-5.1369
1.0739
1.7958
0.5980
22.8466
4.9049
4.6579
-18.4694
4.3962
-4.2013
-541.2182
119.1752
-4.5414
Weighted Statistics
0.9788
Mean dependent var
0.9728
S.D. dependent var
0.6948
Sum squared resid
163.61
Durbin-Watson stat
0.0000
Unweighted Statistics
0.8566
Mean dependent var
34.3583
Durbin-Watson stat
Prob.
0.0000*
0.5528
0.0000*
0.0001*
0.0000
31.4977
29.1047
22.2033
1.7268
14.9842
1.3066
Lampiran 4 Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
9.1706
61.6536
d.f.
(9,46)
9
Prob.
0.0000
0.0000
Lampiran 5 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f.
14 random
Cross-section
22.3596
4
12
10
8
6
4
2
0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Prob.
0.0002
Series: Standardized R esid
Sam ple 2008 2013
O bservations 60
Mean
Median
Maxim um
Minim um
Std. D ev.
Skewness
Kurtosis
4.38e-16
-0.028343
1.233076
-1.749709
0.613455
-0.403457
3.314974
Jarque-Bera
Probability
1.875797
0.391450
38
Lampiran 6 Uji normalitas
14
Series: Standardized Residuals
Sample 2008 2013
Observations 60
12
10
8
6
4
2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4.38e-16
-0.028343
1.233076
-1.749709
0.613455
-0.403457
3.314974
Jarque-Bera
Probability
1.875797
0.391450
0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Lampiran 7 Uji multikolinearitas
LNVE
LNVE
LNEP
LNER
LNGDP
LNDIST
LNEP
1
-0.7229
-0.3728
-0.2450
-0.3381
-0.7229
1
0.2919
0.1839
0.2044
LNER
LNGDP LNDIST
-0.3728 -0.2450 -0.3381
0.2919
0.1839
0.2044
1
0.7303
0.7212
0.7303
1
0.9698
0.7212
0.9698
1
Lampiran 8 Uji heteroskedastisitas
3
2
1
0
-1
-2
-3
-4
5
10
15
20
25
30
35
40
LNVE Residuals
45
50
55
60
39
Lampiran 9 Pohon industri rumput laut (Eucheuma sp)
RC
SRC
ATC
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 20 Oktober 1993.
Penulis merupakan anak pertama dari orang tua Ayah Masagus Najib dan Ibu
Meri Juwita. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun
2005 di SDN 1 Kedaton, Bandarlampung. Penulis menyelesaikan pendidikan pada
jenjang Sekolah Pertama (SMP) pada tahun 2008 di SMPN 10 Bandarlampung.
Kemudian Penulis menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMA pada tahun 2011
dan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui SNMPTN
Undangan. Penulis di terima IPB pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen
departemen Ilmu Ekonomi.
Download