KULIAH KEDUA TEAM TEACHING Pendekatan Pengeluaran,Produksi dan Pendapatan Konvensional Kritik Konsep Konvensional Konsep Pendapatan Nasional Islam Macroeconomics answers questions like the following: ◦ Why is average income high in some countries and low in others? ◦ Why do prices rise rapidly in some time periods while they are more stable in others? ◦ Why do production and employment expand in some years and contract in others? Pendekatan produksi (production Pendekatan pendapatan (income approach ) approach) Pendekatan pengeluaran (expenditure approach) Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada, sektor industri tersebut dikelompokkan menjadi 11 sektor atas dasar ISIC (International standard Industrial Classification) , selanjutnya mengalami perubahan menjadi 9 sektor yang meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sektor produksi pertanian Sektor produksi pertambangan dan penggalian Sektor indunstri manufaktur Sektor produksi listrik, gas dan air minum Sektor produksi bangunan Sektor produksi perdagangan , hotel dan restoran 7. 8. 9. 10. 11. Sektor produksi transportasi dan komunikasi Sektor produksi bank dan lembaga keuangan lainnya Sektor produksi sewa rumah Sektor produksi pemerintahan dan pertahanan Sektor produksi jasa lainnya. THE COMPONENTS OF GNP GNP (Y) is the sum of the following: ◦ ◦ ◦ ◦ Consumption (C) Investment (I) Government Purchases (G) Net Exports (NX) Y = C + I + G + NX Consumption (C): ◦ The spending by households on goods and services, with the exception of purchases of new housing. Investment (I): ◦ The spending on capital equipment, inventories, and structures, including new housing. Government Purchases (G): ◦ The spending on goods and services by local, state, and federal governments. ◦ Does not include transfer payments because they are not made in exchange for currently produced goods or services. Net Exports (NX): ◦ Exports minus imports. Copyright©2004 South-Western Government Purchases 18% Net Exports Investment -3 % 16% Consumption 69% Berbeda dengan GNP maka NNP merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stock modal yang ada selama peiode tertentu. Penyusutan merupakan ukuran dari bagian GNP yang harus disishkan untuk menjaga kapasitas produksi dalam perekonomian. Biasanya data GNP lebih banyak digunakan dibandingkan dengan NNP karena persoalan estimasi penyusutan yang tidak tersedia dengan cepat sedangkan GNP An accurate view of the economy requires adjusting nominal to real GDP by using the GDP deflator. Copyright©2004 South-Western Copyright©2004 South-Western Copyright©2004 South-Western The GDP deflator is a measure of the price level calculated as the ratio of nominal GDP to real GDP times 100. It tells us the rise in nominal GDP that is attributable to a rise in prices rather than a rise in the quantities produced. The GDP deflator is calculated as follows: Nominal GDP GDP deflator = 100 Real GDP Converting Nominal GDP to Real GDP ◦ Nominal GDP is converted to real GDP as follows: Real GDP20XX Nominal GDP20XX 100 GDP deflator20XX Copyright©2004 South-Western Billions of 1996 Dollars $10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 Copyright © 2004 South-Western GDP is the best single measure of the economic well-being of a society. GDP per person tells us the income and expenditure of the average person in the economy. Higher GDP per person indicates a higher standard of living. GDP is not a perfect measure of the happiness or quality of life, however. Some things that contribute to well-being are not included in GDP. ◦ The value of leisure. ◦ The value of a clean environment. ◦ The value of almost all activity that takes place outside of markets, such as the value of the time parents spend with their children and the value of volunteer work. Copyright©2004 South-Western 1. 2. Umumnya hanya produk yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP. Produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri, tidak tercakup dalam GNP GNP juga tidak menghitung nilai waktu istirahat (leisure time), padahal ini sangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan. Semakin kaya seseorang akan semakin menginginkan waktu istirahat. 3. 4. Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal kejadian tersebut jelas mengurangi kesejahtearaan. Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali pabrik-pabrik yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi air maupun udara. Ini jelas akan merusak lingkungan. Islamic Perspective on National Income Accounting 31 NIA in Islamic economy should include new parameters according to Islamic teaching. ◦ Parameter of ‘Falah’: worldly and hereafter welfare, justice, freedom, moral standards, etc. ◦ Recognition of Voluntary Sectors (waqf, zakat, sadaqah) 32 ◦ Subsistence and informal sectors ◦ Islamic Policy Variables: Zakat Ratio (Zakat/GDP); Fulfillment of Basic Needs (religion services, security, food, shelter, health services, economic opportunities, and education) 33 NIA in Islamic economy must provide measure of economic and social welfare, as well as Islamic social and moral awareness in the society (Mannan, 1984). 34 GNP measures the average performance of the economic activity in an economy. It does not tell us about the actual composition and distribution of output. It does not recognize non-market transactions. 35 Islamic NIA must indicate the nature of distribution of output. Islamic NIA must emphasize a measure of dispersion on household income. A narrower measure of income is called for to find out the actual per capita household income. In Indonesia, household expenditure is surveyed through SUSENAS. Per capita expenditure is much higher than the macro GNP per capita. 36 Production of luxury goods and basic needs goods are equally weighted in conventional GDP. Islamic teaching suggests that basic needs should be prioritized, and that should be reflected in different weight in Islamic NIA. Nordhans & Tobin (1972) developed Measures of Economic Welfare (MEW): a measure of all consumption by the household that directly contributes to human welfare. 37 MEW : C – Public Expenditures – Durable Goods Consumption – loss of welfare due to pollution, urbanization and congestion + value of durables actually consumed during the year + value of non-market services + value of leisure. 38 GNP is monetary measure and does not include transfer payments. In an Islamic Society there exists a system of intra-family obligatory as well as voluntary allowances as a kind of transfer payments. An attempt to measure the value of such services can provide useful insight into the working of a built-in social security system in Muslim societies. 39 The exclusion of intra-family services from calculations of the national income affects international comparisons markedly. In many under-developed countries the concept of family is much wider than in the West; other things being the same, this means that services produced by member of the so-called extended family occupy a more important place in economic activity. (Bauer and Yamey: 1972) 40 Main characteristic of such transfer payments is the lack of correspondence between service and payment. Obligations or payments sometimes unaccompanied by the rendering of any services but often accompanied by activities not related directly to the payment 41 GREEN NATIONAL ACCOUNT MEASUREMENT FOR INDONESIA: 1990 and 1995 GDP (percent) 1990 1995 100.00 100.00 4.64 4.22 95.36 95.78 5.60 5.18 Degradation of Natural Resources (1.46) (1.85) Destruction of Ecosystem (0.55) (1.46) Depletion of Resources (3.50) (1.87) 89.76 90.59 - Depreciation of Fixed Assets NDP - Imputed Environmental Costs Eco-Domestic Product (percent of GDP) Source:ALisyahbana, Yusuf (2001) 42 LINGKARAN IBNU CHALDUN G j&g S W N 43 Sejarah umat Islam secara jelas menggambarkan hubungan yang saling mempengaruhi antara rakyat (N), syariah (S),pemerintah (G), kesejahteraan atau ekonomi (W),keadilan (j) dan pembangunan (g) dalam hal kemajuan atau kemunduran suatu masyarakat dan peradaban 44 Umat islam ternyata mampu menyajikan semua varaiabel di atas menjadi kekuatan besar . Walaupun tidak sebesar yang diinginkan tetapi paling tidak dapat merealisasikan perkembangan dan kemajuan masyarakat mereka secara cepat. 45 Namun sayangnya otoritas politik (G) kemudian mulai melupakan kewajiban – kewajibannya, gagal mengimplementasikan syariah (S), menjamin keadilan (j) dan menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh rakyat (N) untuk menyadari potensi mereka secara penuh. Konsekwensinya, baik pembangunan (g) dan kemakmuran (W) mengalami kemunduran sebagaimana yang dilakukan oleh kekuatan militer dan politik pemerintah (G). 46 Beberapa pelajaran sejarah umat islam (Chapra, 2001) dapat dijelaskan sebagai berikut : 47 Pertanyaan yang perlu diajukan adalah mengapa para penguasa (G) mengabaikan tanggung jawabnya ? jawabannya ada pada pelajaran pertama sejarah umat islam bahwa akuntabilitas (pertanggung jawaban) dihadapan rakyat adalah sesuatu yang diperlukan dalam memotivasi para penguasa (G) guna menunaikan tugas-tugasnya bagi kesejahteraan rakyat (N). Untuk tujuan itu islam melengkapi sistem khilafah dengan syara. 48 Jika kedua lembaga ini (khilafah dan syura) dapat difungsikan dengan serius dalam waktu yang panjang, maka kerangka dasar yang telah dikembangkan pada masa khulafaur Rasyidin mengenai dua sistem ini guna menciptakan efektifitas pemerintah (G) tentunya secara perlahan juga berkembang. Pada masa dinasti Ummayah otoritas politik (G) berubah secara cepat menjadi otoriter (tirani) setelah penghapusan sistem khalifah. 49 Kurangnya akuntabilitas politik perlahan akan memunculkan penyakit yang dapat merusak keadilan (j) dan pembangunan (g). Salah satu dampak dari penyakit itu adalah hilangnya kebebasan berpendapat sehingga rakyat tidak bisa lagi mengkritik Penguasa dan mendiskusikan kebijakan-kebijakan pemerintah secara terbuka. Dalam hal ini , hubungan dekat antara penguasa (G) dan rakyat (N) menjadi terganggu dan membuat para penguasa tidak begitu memperhatikan permasalahan-permasalahan rakyat. 50 Otoritas publik (G) tidak mungkin dapat memaksakan pandangan dan keinginan pribadinya kepada rakyat (N). Usaha seperti itu akan dapat menimbulkan rusaknya hubungan dan solidaritas antara rakyat (N) dan penguasa (G), kerusuhan sosial, dan tidak mnedukung atmosfir bagi aktivitas pembangunan. 51 Ketika rakyat (N) disingkirkan, pemerintah (G) mulai kehilangan dukungan grass root dan tidak mengandalkan pengawal-pengawal dari luar. Secara nyata terbukti bahwa para penguasa inipun dengan sendirinya mengalami kekalahan 52 Islam pada kenyataannya telah terus dan menjadi korban dari politik yang tidak absah, korupsi dan penindasan. Keinginan penguasa (G) dalam mengeksploitasi islam untuk kepentingan pribadinya dengan menyisiati ajaran-ajaran syariah (S) merupakan salah satu faktor penting yang membawa pada tertutupnya pintu ijtihad dan kemandegan fiqh yang mengakibatkan ketidakmampuan fiqh dalam menjawab tantangan-tantangan baru. 53