Monitoring Efek Samping Batuk Kering pada Pasien yang

advertisement
Monitoring Efek Samping Batuk Kering pada Pasien yang Mendapatkan
Obat Kaptopril di RSU Universitas Kristen Indonesia Periode Maret-Mei
2014
Sania, Retnosari Andrajati, dan Romauli Tobing
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Salah satu efek samping obat antihipertensi kaptopril adalah batuk kering. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efek samping batuk kering pada pasien rawat jalan yang mendapatkan obat antihipertensi kaptopril di
Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik.
Pengambilan data dilakukan secara prospektif dengan menggunakan data sekunder dari resep pasien dan data primer
dari wawancara pasien dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan
data dilakukan dari Maret-Mei 2014 secara total sampling. Penilaian kausalitas reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTD) batuk kering menggunakan algoritma Naranjo. Total pasien yang memenuhi kriteria sebagai subyek
penelitian adalah 31 pasien dari jumlah total 128 pasien yang menggunakan obat kaptopril. Sebanyak 7 pasien
(22,6%) mengalami efek samping batuk kering. Berdasarkan analisis algoritma Naranjo, 1 dari 7 ROTD yang terjadi
dikategorikan pasti (definite) dan 6 kejadian dikategorikan besar kemungkinan (probable). Hasil analisis secara
statistik memperlihatkan bahwa usia, jenis kelamin, suku, lama penggunaan obat, dan merek obat kaptopril tidak
memiliki hubungan bermakna dengan efek samping batuk kering. Prevalensi efek samping batuk kering pada
penelitian ini tergolong tinggi.
Kata kunci: antihipertensi, algoritma Naranjo, batuk kering, efek samping, kaptopril
Monitoring of Side Effects Dry Cough in Patients Treated with Drug Captopril in
Universitas Kristen Indonesia General Hospital period of March-May 2014
Abstract
One of the side effects of antihypertensive drugs captopril is a dry cough. This study aimed to evaluate the side
effects of dry cough in outpatients receiving antihypertensive drugs captopril in RSU UKI. The method used in this
study was descriptive analytical. Data was collected prospectively using secondary data from the patient's
prescription and primary data from patient interviews using a questionnaire that had been tested for validity and
reliability. Data collection was conducted from March to May 2014 by total sampling. The causality evaluation on
the adverse drug reaction (ADR) of dry cough using Naranjo algorithm. Total patients who participated in this study
were 31 patients from a total of 128 patients using the drug captopril. As much as 7 patients (22.6%) experienced
side effect dry cough. Based on Naranjo algorithm analysis, 1 of the 7 ADR which occured was catagorized as
definite and six were catagorized as probable. Results of statistical analysis showed that age, sex, ethnicity, duration
of medication, and brand of Captopril does not have a significant correlation with the dry cough side effect. The
prevalence of dry cough side effects in this study is high.
Keywords: antihypertensive, captopril, dry cough, Naranjo algorithm, side effect
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
1. Pendahuluan
Kaptopril adalah obat Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE Inhibitor) yang
pertama kali dilaporkan pada tahun 1977 dan telah disetujui sebagai pengobatan hipetensi pada
tahun 1980. Penggunaan kaptopril sebagai obat antihipertensi berkaitan dengan sejumlah efek
samping, seperti batuk kering, angioedema, hipotensi, ruam, gangguan pengecapan, hiperkalemia,
neutropenia, dan lain-lain (Al-Youzbaki & Mahmood, 2006).
Batuk kering adalah salah satu kendala utama pengobatan menggunakan kaptopril (Amir,
Khan, &Tahir, 2005). Berdasarkan American Hospital Formulary Service (AHFS), batuk sering
diabaikan sebagai efek samping potensial dari obat ACE Inhibitor (Ikawati, Djumiani, & Putu,
2008). Seharusnya efek samping batuk tidak boleh diabaikan karena selain dapat mengganggu
kualitas hidup pasien, batuk dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan dapat menyebabkan
pembuluh darah pecah (Elan, 2011). Efek samping batuk kering dapat menyebabkan pasien
menjalani serangkaian evaluasi, tes diagnostik dan pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan
(Amir, Khan, & Tahir, 2005).
Prevalensi efek samping batuk kering pada pasien yang mendapatkan terapi kaptopril
cukup tinggi (Al-Youzbaki & Mahmood, 2006). Beberapa studi melaporkan wanita dan usia
lansia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping batuk kering. Penelitian lain
menyebutkan tidak terdapat perbedaan kemungkinan terjadinya efek samping batuk kering pada
perbedaan jenis kelamin dan usia. Selain itu, terdapat studi bahwa efek samping lebih dominan
terjadi pada ras tertentu (Salami & Katibi, 2005).
Penelitian untuk mengevaluasi efek samping batuk kering di Indonesia secara khusus
belum pernah dilakukan, maka peneliti ingin mengamati efek samping batuk kering pada pasien
ras Indonesia yang mendapat terapi obat kaptopril. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi efek samping batuk kering pada pasien yang mendapapatkan obat kaptopril di Rumah
Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia (RSU UKI). Peneliti juga akan mencoba
mengevaluasi terkait hubungan antara usia, jenis kelamin, suku pasien, lama penggunaan obat,
dan merek obat kaptopril yang diberikan dengan kejadian efek samping batuk kering.
2. Tinjauan Teoritis
Insiden terjadinya batuk kering dapat sangat bervariasi, tergantung metode dari masingmasing studi. Prevalensi efek samping batuk yang serendah mungkin terjadi pada rentang 0,2 –
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
18,6%, namun terdapat beberapa laporan prevalensi kejadian batuk kering yang tergolong tinggi
hingga mencapai 20 – 41,8% (Salami & Katibi, 2005).
Batuk yang dikarenakan efek samping ACE Inhibitor adalah batuk nonproduktif dan
persisten dengan gejala rasa gatal dan mengiritasi pada tenggorokan, serta batuk sering kali
memburuk di malam hari (nokturnal). Batuk yang dikarenakan efek samping ACE Inhibitor ini
tidak dapat disembuhkan, tidak merespon pada obat antitusif dan dengan rontgen thorax
menunjukkan hasil normal (Amir, Khan, & Tahir, 2005; Al-Youzbaki & Mahmood, 2006;
Dicpinigaitis, 2006). Batuk umumnya dapat dimulai beberapa jam sampai 6 minggu setelah onset
terapi pemakaian obat ACE Inhibitor, namun batuk dapat tertunda hingga 1 tahun pemakaian obat
ACE Inhibitor (Zamora & Parodi, 2011). Batuk biasanya mereda pada 4-7 hari setelah
penghentian obat ACE Inhibitor, atau yang paling lama selama 3-4 minggu setelah penghentian
obat ACE Inhibitor (Nishizawa, 2000).
Mekanisme aksi ACE Inhibitor yang menyebabkan beberapa pasien mengalami efek
samping batuk kering masih belum sepenuhnya jelas (Chung, Widdicombe, & Boushey, 2003;
Salami & Katibi, 2005; Dicpinigaitis, 2006; Ya Feng Li et al., 2012). Berbagai studi diyakini hal
ini terkait dengan aksi obat pada sistem kininogen-kinin, yaitu bradikinin (Salami & Katibi,
2005). Bradikinin bekerja sebagai vasodilator kuat dan menstimulus sintesis prostaglandin E2
pada endotel vaskuler lokal, yaitu pada saluran napas atau paru-paru. Selain itu, bradikinin dapat
menginduksi saraf sensori pada saluran nafas. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek
penurunan tekanan darah, tetapi juga terlibat dalam efek samping berupa batuk kering (Salami &
Katibi, 2005; Dicpinigaitis, 2006; Ya Feng Li et al., 2012). Bradikinin juga dapat merangsang
reseptor batuk pada faring, sehingga menimbulkan rasa tergelitik dan gatal (Elan, 2011).
Predisposisi genetik diperkirakan mendasari beberapa polimorfisme gen reseptor bradikinin B2
yang menyebabkan beberapa individu menjadi batuk (Mukae, Aoki, Itoh, Iwata,
Ueda, &
Katagiri, 2000).
Akumulasi prostaglandin E2 di reseptor serabut saraf aferen C, dapat menyebabkan refleks
sensitifitas batuk (Nishizawa, 2000). Refleks batuk dimediasi oleh saraf vagus melalui serabut
saraf aferen C kemudian diteruskan menuju kemosensori batuk di batang otak, yaitu melalui
nukleus traktus solitarius lalu terhubung dengan pusat pernapasan medulla oblongata (Brooks,
2011).
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
Faktor yang lebih berisiko mengalami efek samping batuk, yaitu jenis kelamin
perempuan, individual dengan genotipe ACE II, etnis kulit hitam atau etnis Asia (Dykewicz,
2004). Efek samping batuk yang terjadi tidak dapat dihubungkan dengan dosis yang diberikan.
Beberapa penelitian melaporkan tidak ada hubungan dosis obat yang diberikan dengan kejadian
batuk (Nishizawa, 2000; Salami & Katibi, 2005; Dicpinigaitis, 2006; Ya Feng Li et al., 2012.
Sekecil apapun dosis yang diberikan dan sebesar apapun dosis yang diberikan tidak
mempengaruhi kemungkinan risiko efek samping batuk. Semua dosis dapat menyebabkan
masalah yang sama pada individu tertentu. Kecenderungan jenis kelamin dan ras tertentu belum
dapat diketahui secara jelas mengenai perbedaan genetik yang menyebabkan risiko efek samping
batuk kering yang terjadi (Nishizawa, 2000).
Penghentian penggunaan obat ACE Inhibitor merupakan terapi yang paling efektif bila
batuk tersebut terbukti karena ACE inhibitor. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan terapi
pengganti ACE Inhibitor, yaitu Angiotensin Receptor Blocker (ARB) (Mukae, Aoki, Itoh, Iwata,
Ueda, & Katagiri, 2000; Amir, Khan, Tahir, 2005; Zamora & Parodi, 2011). Berdasarkan case
report dan small trial, pemberian obat NSAID dan teofilin dapat mengurangi efek samping batuk
karena ACE Inhibitor, tetapi penggunaan obat tersebut tidak secara umum dianjurkan (Tymchak,
Jutras, Akhtar, & Evans, 1997; Dycpinigaitis, 2006).
Hal penting yang harus diperhatikan untuk menentukan apakah kejadian batuk kering
merupakan akibat penggunaan obat ACE Inhibitor atau tidak, perlu dilakukan kajian yang secara
seksama agar kesimpulan yang diperoleh tidak bias. Oleh karena itu, perlu digunakan algoritma
untuk melakukan analisis kausalitas terkait efek samping batuk kering, seperti Algoritma Naranjo
(Zamora & Parodi, 2011). Algoritma Naranjo dapat digunakan untuk mengidentifikasi reaksi obat
yang tidak diinginkan (ROTD) secara lebih kuantitatif. Nilai total dari hasil pengisian algoritma
tersebut akan membantu menggolongkan ROTD ke dalam beberapa kemungkinan, yaitu pasti,
lebih mungkin, mungkin dan meragukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Skor 1-4 dengan kategori possible dalam penilaian ROTD kurang ideal untuk dikategorikan
sebagai ROTD (Doherty, 2009).
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif analitik dan pengambilan data secara
prospektif. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Farmasi RSU UKI, Jakarta. Pengambilan data
dilakukan pada periode bulan Maret-Mei 2014.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan yang mendapatkan terapi obat
antihipertensi kaptopril di RSU UKI pada periode pengambilan sampel, yaitu 4 Maret-15 April
2014. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling, dimana sampel yang diambil adalah
pasien rawat jalan yang mendapatkan terapi obat antihipertensi kaptopril yang memenuhi kriteria
inklusi dan bukan kriteria eksklusi di Instalasi Farmasi RSU UKI periode 4 Maret-15 April 2014.
Kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Pasien rawat jalan mendapatkan terapi obat antihipertensi kaptopril (maksimal 3 bulan
pemakaian obat).
2. Pasien bersedia mengikuti penelitian ini dengan menandatangani formulir pernyataan
persetujuan (Informed Consent).
Kriteria eksklusi sampel adalah:
1. Pasien dengan kondisi penyakit yang dapat menyebabkan batuk, seperti gagal jantung
kongestif dan penyakit jantung kondisi akut lainnya, kanker pada saluran nafas (kanker paru,
kanker laring), laringitis, pneumonia (radang paru), PPOK (Penyakit Paru Obstruktive
Kronik), Asma, dan TBC
2. Pasien yang merokok
3. Pasien yang memiliki riwayat alergi yang dapat menyebabkan batuk
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan bukan kriteria eksklusi akan dilakukan follow
up setiap 1 minggu selama 1 bulan. Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data
sekunder berupa resep pasien dan data primer dari wawancara pasien. Bentuk wawancara yang
digunakan pada penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin. Kuesioner yang akan
digunakan untuk wawancara pasien diuji validitas dan reliabilitasnya menggunakan data hasil
kuesioner 30 responden. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan program Statistical Package
for the Social Sciences (SPSS). Wawancara yang diberikan pada pasien dapat dilihat pada
lampiran 1.Data yang diperoleh dari resep pasien dan hasil wawancara pasien akan digunakan
untuk menganalisis kausalitas ROTD batuk kering dengan menggunakan algoritma Naranjo.
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
ROTD dikatakan „pasti‟, jika dari hasil penilaian didapatkan skor  9, ROTD dikatakan „lebih
mungkin‟ jika didapatkan skor 5-8, ROTD dikatakan „mungkin‟ jika memiliki skor 1-4, dan
ROTD dikatakan „meragukan‟ jika didapatkan skor  0. Skor yang dapat diterima sebagai ROTD
batuk kering, yaitu skor minimal 5-8. Skor < 0 dan skor 1-4 dikategorikan sebagai non ROTD.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pasien yang mendapatkan terapi obat
antihipertensi kaptopril, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah efek samping batuk
kering. Variabel perancu pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, suku pasien, lama
penggunaan obat dan merek obat kaptopril. Peneliti menganalisis secara bivariat pada variabel
bebas dan variabel terikat dengan cara analisis proporsi atau persentase. Selanjutnya peneliti
melakukan analisis bivariat secara statistik untuk mengetahui hubungan variabel perancu dengan
variabel terikat. Uji statistik yang digunakan adalah uji Kai Kuadrat (Chi-Square). Uji Kai
Kuadrat ini dinyatakan valid apabila memenuhi persyaratan tidak lebih dari 20% data yang
mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (Sabri dan Hastono, 2006). Jika tidak memenuhi
persyaratan tersebut, maka dilakukan uji mutlak Fisher.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil dari uji validitas kuesioner adalah dengan signifikansi 95% (sig=0,05), seluruh butir
pertanyaan memiliki korelasi positif dan memberikan nilai Pearson Correlation (r hitung) yang
lebih besar dari r tabel (0,361), sehingga dapat dinyatakan bahwa kuesioner valid. Hasil dari uji
reliabilitas memberikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,910 atau >0,6 sehingga dapat
dinyatakan bahwa kuesioner reliabel.
Jumlah pasien yang mendapatkan obat antihipertensi kaptopril pada periode 4 Maret-15
April 2014 sebanyak 128 pasien. Peneliti mendapatkan sebanyak 49 pasien yang menggunakan
obat kaptopril dengan maksimal lama penggunaan obat 3 bulan dan 71 pasien yang menggunakan
obat kaptopril lebih dari 3 bulan penggunaan obat. Delapan pasien tidak dapat peneliti ketahui
mengenai lama penggunaan obat kaptopril. Tiga pasien tidak bersedia sebagai subyek penelitian,
sehingga terdapat 46 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 12 pasien yang termasuk
kriteria eksklusi dan terdapat 3 pasien yang harus peneliti keluarkan sebagai sampel penelitian
(drop out) karena pasien tidak dapat dipantau kembali (follow up). Total subyek penelitian yang
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
peneliti dapatkan untuk pengamatan efek samping batuk kering, yaitu sebanyak 31 pasien. Data
rinci mengenai karakteristik pasien dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Berdasarkan hasil wawancara, pengumpulan data sekunder dari resep pasien, dan analisis
kausalitas dengan algoritma Naranjo didapatkan bahwa kejadian efek samping batuk kering pada
pasien yang menggunakan kaptopril berjumlah 7 pasien (22,6%). Sebanyak 2 pasien mengalami
batuk kering bukan karena efek samping obat kaptopril dan sebanyak 4 pasien yang mengalami
batuk yang tidak diduga berhubungan dengan obat karena pasien mengalami batuk berdahak.
Berdasarkan analisis algoritma Naranjo, 1 dari 7 kejadian efek samping batuk kering
dikategorikan pasti (definite) dan 6 kejadian efek samping batuk kering dikategorikan besar
kemungkinan (probable). Sebanyak 2 kejadian batuk kering dikategorikan mungkin (possible),
seperti terlihat pada Tabel 3.
Efek samping batuk yang dirasakan oleh pasien yang menjadi subyek penelitian dapat
dideskripsikan sebagai batuk kering dan batuk memburuk di malam hari. Hal ini sesuai dengan
pengamatan Al-Youzbaki & Mahmood (2006) pada pasien yang menggunakan obat kaptopril,
yaitu batuk yang terjadi diseskripsikan batuk kering non produktif dan memburuk di malam hari.
Prevalensi efek samping batuk kering pada pasien yang mendapatkan kaptopril di RSU
UKI periode Maret-Mei 2014, yaitu sebesar 22,6%. Besarnya prevalensi efek samping batuk
kering tersebut sesuai dengan Evidence Based Clinical Practice oleh Zamora dan Parodi (2011),
yaitu sebesar 5% hingga 40%.
Sebanyak 5 pasien (71,4%) tidak melanjutkan menggunakan obat kaptopril setelah
terjadinya efek samping batuk kering dan terdapat 2 pasien (28,6%) selama masa follow up yang
tetap menggunakan obat kaptopril walaupun terjadi efek samping batuk kering. Empat dari 5
pasien yang tidak melanjutkan pengobatan dengan kaptopril karena efek samping batuk kering,
pengobatan diganti menjadi obat antihipertensi ARB. Satu pasien lainnya yang mengalami efek
samping batuk kering dan tidak melanjutkan menggunakan obat kaptopril, pengobatan diganti
menjadi obat antihipertensi amlodipin. Pasien yang pengobatannya diganti menjadi ARB,
dikarenakan penyakit hipertensi disertai compelling indication dan pasien yang pengobatannya
diganti menjadi amlodipin, dikarenakan penyakit yang diderita hipertensi tanpa compelling
indication.
Hal ini sesuai dengan penelitian Amir, Khan, & Tahir (2005) dan Dicpinigaitis (2006),
sebagian besar pasien yang mengalami efek samping batuk kering, terapi diganti menjadi obat
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
antihipertensi ARB. Penghentian terapi dinilai sebagai pilihan efektif pada kasus terjadinya batuk
kering akibat penggunaan kaptopril. Penggantian terapi dengan ARB merupakan saran utama,
terutama jika terapi menggunakan obat kaptopril diindikasikan karena compelling indication
(Zamora & Parodi, 2011; Vegter, Boer, Dijk, Visser, Lokje, & Berg , 2013).
Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografi Pasien
Kategori
Usia
1. Bukan Lansia (di bawah 60 tahun)
2. Lansia (60 tahun ke atas)
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
Suku
1. Suku di Sumatera
2. Suku di Jawa
3. Campuran
Penyakit Penyerta Hipertensi
1. Compelling Indication
a. Diabetes
b. Penyakit Ginjal Kronik
c. Nefropati Diabetik
d. Stroke
2. Penyakit lain (Tanpa Compelling
Indication)
a. Hipertensi (tanpa disertai penyakit
lain)
b. Hiperlipidemia
c. Hiperlipidemia dan Asam Urat
d. Aterosklerosis
e. Epilepsi
f. Parkinson dan Asam Urat
Jumlah (n)
Persentase
15
16
48,4%
51,6%
17
14
54,8%
45,2%
12
11
8
38,7%
35,5%
25,8%
15
48,4%
5
7
1
2
16
51,6%
9
2
1
2
1
1
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
Tabel 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Penggunaan Obat Kaptopril
Kategori
Lama Penggunaan Obat Kaptopril (bulan)
1. 0-1
2. >1-2
3. >2-3
Merek Obat Kaptopril
1. C
2. D
Jumlah (n)
Persentase
17
5
9
54,8%
16,1%
29,1%
19
12
61,3%
38,7%
Tabel 3. Kausalitas ROTD Batuk kering
Kategori ROTD
Jumlah
%
Pasien (n)
ROTD
Non ROTD
Pasti (definite)
1
3,2%
Besar kemungkinan (probable)
6
19,4%
Mungkin (possible)
2
6,4%
Meragukan (doubtful)
0
0%
Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Suku Pasien dengan Efek Samping Batuk Kering
Berdasarkan hasil analisis proporsi dan analisis dari hasil uji statistik hubungan usia, jenis
kelamin, dan suku pasien dengan efek samping batuk kering, dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis
proporsi menggunakan uji deskriptif Crosstabs dan analisis statistik yang digunakan adalah uji
mutlak Fisher. Hasil dari uji tersebut menunjukkan probabilitas lebih besar dari 0,05 sehingga
dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, suku
pasien dengan efek samping batuk kering.
Hasil penelitian mengenai hubungan usia dan jenis kelamin dengan efek samping batuk
kering sesuai dengan hasil penelitian oleh Woo & Nicholls (1995), Salami & Katibi (2005), dan
Al-Youzbaki & Mahmood (2006), yaitu kejadian efek samping batuk kering karena penggunaan
obat kaptopril tidak ada hubungan yang bermakna dengan usia dan jenis kelamin. Hasil penelitian
mengenai hubungan suku dengan efek samping batuk kering sesuai dengan hasil penelitian Ya
Feng Li et al. (2012), yaitu tidak terdapat hubungan antara suku dengan polimorfisme gen ACE
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
I/D yang berpengaruh pada efek samping batuk kering. Oleh karena itu, hasil penelitian tersebut
menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara suku dengan efek samping batuk kering.
Tabel 4. Hubungan usia, jenis kelamin, suku pasien dengan efek samping batuk kering
Jumlah Efek samping batuk
Kategori
pasien
kering
P
(n)
n
%
Usia
1. Bukan Lansia (di
15
3
20,0%
P = 1,000
bawah 60 tahun)
2. Lansia (60 tahun
16
4
25,0%
ke atas)
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
17
3
17,6%
P = 0,671
2. Perempuan
14
4
28,6%
Suku
1. Suku di Sumatera
12
2
16,7%
P = 0,871
2. Suku di Jawa
11
3
27,3%
3. Campuran
8
2
25,0%
Hubungan Lama Penggunaan Obat dan Merek Obat Kaptopril dengan Efek Samping
Batuk Kering
Berdasarkan hasil analisis proporsi dan analisis dari hasil uji statistik hubungan lama
penggunaan obat dan merek obat kaptopril dengan efek samping batuk kering dapat dilihat pada
Tabel 5. Analisis proporsi menggunakan uji deskriptif Crosstabs dan analisis statistik yang
digunakan adalah uji mutlak Fisher. Hasil dari uji tersebut menunjukkan probabilitas lebih besar
dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama
penggunaan obat dan merek obat kaptopril dengan efek samping batuk kering.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Al-Youzbaki & Mahmood (2006), yaitu
kejadian efek samping batuk kering karena penggunaan obat kaptopril tidak terdapat hubungan
yang bermakna dengan lama penggunaan obat kaptopril. Onset terjadinya efek samping batuk
kering pada penelitian ini adalah 4 hari sampai 1,5 bulan (90 hari) dari dimulainya pengobatan
menggunakan kaptopril.
Obat kaptopril dengan merek generik berlogo “C” dan obat kaptopril bermerek “D”,
keduanya diproduksi oleh perusahaan farmasi yang sama. Kedua obat tersebut mengandung zat
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
aktif kaptopril, yang memiliki khasiat dan kemungkinan efek samping yang sama. Belum ada
penelitian yang menyatakan obat kaptopril merek tertentu dapat mengakibatkan kecenderungan
efek samping yang lebih besar terhadap pasien. Berdasarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
2012, kualitas, khasiat dan keamanan obat generik berlogo setara dengan obat bermerek dan
paten. Pasalnya, produksi obat generik juga menerapkan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB),
seperti halnya obat bermerek maupun obat paten. Pemerintah juga mempersyaratkan uji
bioavailabilitas dan bioekuivalensi obat generik untuk menyetarakan kualitas dengan obat
originatornya. Perbedaan antara obat generik berlogo dengan obat generik bermerek adalah obat
bermerek memiliki kemasan yang lebih bagus dan promosi yang gencar. Perbedaan tersebut yang
menyebabkan obat bermerek lebih mahal dari obat generik berlogo. Oleh karena itu, menurut
peneliti perbedaan merek obat kaptopril yang diberikan kepada pasien tidak berpengaruh pada
kemungkinan terjadinya efek samping batuk kering.
Tabel 5. Hubungan Lama Penggunaan Obat dan Merek Obat Kaptopril dengan Efek Samping
Batuk Kering
efek samping batuk
Jumlah
Kategori
kering
pasien
P
n
%
(n)
Lama Penggunaan Obat
Kaptopril (bulan)
1. 0-1
17
5
29,4%
P = 0,728
2. >1-2
5
1
20,0%
3. >2-3
9
1
11,1%
Merek Obat Kaptopril
1. C
19
5
26,3%
P = 0,676
2. D
12
2
16,7%
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan monitoring efek samping batuk kering pada pasien yang mendapatkan terapi
antihipertensi kaptopril di RSU UKI periode Maret-Mei 2014, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
1. Prevalensi efek samping batuk kering pada pasien yang mendapatkan kaptopril di RSU UKI
periode penelitian Maret-Mei 2014, yaitu sebesar 22,6%.
2. Efek samping batuk yang terjadi pada subyek penelitian dideskripsikan sebagai batuk kering
(non produktif) dan batuk memburuk di malam hari. Onset terjadinya batuk kering pada
penelitian ini adalah 4 hari sampai 90 hari dari dimulainya pengobatan menggunakan obat
kaptopril.
3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, suku, lama penggunaan obat
dan merek obat kaptopril dengan kejadian efek samping batuk kering.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan, yaitu :
1. Periode pengambilan sampel yang lebih panjang, sehingga didapat jumlah sampel yang lebih
besar supaya sampel menjadi bervariasi dan kesimpulan hasil penelitian lebih reliabel.
2. Periode follow up yang lebih lama, supaya lebih terdeteksi kejadian batuk kering karena efek
samping obat kaptopril.
3. Penelitian dengan pendekatan prospektif menggunakan metode studi cohort, dengan jumlah
sampel kelompok kontrol dan jumlah sampel kelompok risiko tidak berbeda jauh.
4. Data sekunder yang digunakan tidak hanya dari resep pasien tetapi dari data rekam medik
pasien sehingga identitas (data diri), data mengenai riwayat penyakit dan alergi, serta riwayat
pengobatan pasien lebih lengkap.
5. Penelitian efek samping batuk kering tidak hanya pada obat kaptopril tetapi pada obat ACE
Inhibitor lainnya karena efek samping batuk kering merupakan efek samping yang dapat
terjadi pada semua obat golongan ACE Inhibitor.
6. Daftar Referensi
Al-Youzbaki, W.B., & Mahmood, I.H.(2006). Prevalence of Captopril Induced Cough in Mosul Hypertensive.
Journal of Iraqi Medical Community, 2, 225-227.
Amir, M., Khan, B.,& Tahir, M. (2005). Incidence of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Induced Cough.
Journal of Classified Medical Specialist Combined Military Hospital Rawalpindi.
Brooks, S.M.(2011). Perspective on the human cough reflex. Journal of Public Health and Medicine University of
South Florida, 7, 10
Chung, K.F.,Widdicombe, J.G.,& Boushey, H.A.(2003).Cough: Mechanisms and Theraphy (pp.293294).Massachusetts:Blackwell Publishing
Dicpinigaitis, P.V. (2006). Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor induced Cough: ACCP Evidence Based
Clinical Practice Guidelines. Journal of American College of Chest Physicians, 129, 169-173.
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
Doherty, M., J.(2009). Algorithms for assessing the probability of an Adverse drug reaction . Journal of Medicine
CME Sciencedirect, 2, 2, 63-67.
Dykewicz, M. S., (2004). Cough and Angioedema from Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors: New Insights
Into Mechanisms and Management. Journal of Medicine National Institute of Health, 4, 4.
Elan, J.W.S. (2011). Prevalensi batuk pada penderita stroke trombotik akut dengan pengobatan kaptopril. Laporan
Penelitian Pendidikan Dokter. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Ikawati, Z., Djumiani, S., Putu, I.D. (2008).Kajian Kemananan Pemakaian Obat Anti-hipertensi di Poliklinik Usia
Lanjut Instalasi Rawat Jalan Rs Dr Sadjito. Majalah Ilmu Kefarmasian, 3, 150-169
Mukae, S., Aoki, S., Itoh S., Iwata, T., Ueda T., Katagiri, T.(2000). Bradykinin B2 Receptor Gene Polymorphism Is
Associated With Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor–Related Cough. Journal of Third Department of
Internal Medicine, Showa University School of Medicine; 1-5-8
Nishizawa, A. (2000). Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor Induced Cough Among Asians. Journal of UCLA
Healthcare - Fall, 4, 3
Sabri, L., & Hastono, S. P. (2006). Statistik Kesehatan (pp. 153). Jakarta: PT Rajagrafindo.
Salami, A.K., & Katibi, I.A. (2005). Angiotensin Converting Enzyme – Inhibitors Associated Cough. Journal of
Annals African Medicine, 4,118-121
Tymchak, Z., Jutras, M., Akhtar, R., Herman, R.,& Evans, B.(1997). ACE Inhibitor and Angiotensin II Antagonist.
The Rx Files
Vegter, S., Boer P., Dijk, K.W., Visser, S., Lokje, T.W., & Berg, J. (2013). The Effects of Antitussive Treatment of
ACE Inhibitor-Induced Cough on Therapy Compliance: A Prescription Sequence. Springer International
Publishing Switzerland 2013. 10.1007/s40264-013-0024-z.
Woo, K.S., & Nicholls, M.G. (1995). High prevalence of persistent cough with angiotensin converting enzyme
inhibitors in Chinese. British Journal of Clinical Pharmacology, 40, 141-144
Ya-Feng Li et al. (2012). Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) gene Insertion/Deletion polymorphism and ACE
Inhibitor-related cough: A meta-analysis. Journal of Plos One, 7
Zamora, S.G., & Parodi, R. (2011). Cough and Angioedema in Patients Receiving Angiotensi-Converting Enzyme
Inhibitors. Are They Always Attributable to Medication?. Argent Cardiol, 79, 157-163.
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara Pasien
1. Identitas pasien:
i) Nama
:
ii) Usia
: … th
iii) Jenis kelamin : L/P
iv) Suku
: Ibu
:
Bapak :
2. Lama Penggunaan Obat
 0 - ≤ 1 bulan
 >1 - ≤ 2 bulan
 >2 - ≤ 3 bulan
3. Penyakit lain yang diderita
 Penyakit Jantung
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
 Diabetes
 Penyakit gangguan ginjal
 Stroke
 Penyakit lainnya, . . . . . .
4. Penyakit pada saluran nafas yang diderita
 Peradangan pada tenggorokan
 Penyakit pada paru-paru
 Asma
 TBC
 Kanker pada saluran pernafasan
 Penyakit saluran nafas lainnya,. . . . . . . .
5. Riwayat merokok
 Merokok
 Tidak merokok
 Ex Perokok
6. Riwayat alergi yang dapat menyebabkan batuk
 Ada
 Tidak Ada
7. Apakah Bapak/Ibu mengalami keluhan batuk selama pengobatan menggunakan Kaptopril?
 Ya
 Tidak
(Jika pasien menjawab Ya mengalami batuk, maka pertanyaan dilanjutkan ke nomor 8-13)
8. Apa jenis batuk yang Bapak/Ibu derita?
 Batuk tidak berdahak/ batuk kering
 Batuk berdahak/ berlendir
9. Kapan batuk mulai terjadi?
 < 1 minggu  1-2 minggu
 2-3 minggu
 3-4 minggu  > 1 bulan
10. Apakah batuk memburuk di malam hari?
 Ya
 Tidak
11. Apakah batuk disertai flu/pilek?
 Ya
 Tidak
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
12. Apakah batuk disertai demam?
 Ya
13. Pernah
 Tidak
mengalami
batuk
kering
saat
menggunakan
obat
golongan
(Kaptopril/Ramipril/Lisinopril/Imidapril) pada pemaparan sebelumnya?
 Ya
 Tidak
 Tidak tahu
14. Terdapat keluhan lain selama menggunakan obat Kaptopril?
Jika “Ya”………………………………
15. Apakah dokter mengetahui kejadian batuk yang dialami?
16. Apakah batuk bertambah berat setelah dosis obat kaptopril ditingkatkan?
 Tidak tahu
17. Apakah batuk berkurang setelah dosis obat kaptopril diturunkan?
 Tidak tahu
18. Apakah batuk membaik setelah obat kaptopril dihentikan /diberikan antagonis spesifik?
 Tidak tahu
Monitoring efek..., Sania, FF, 2014
ACEI
Download