BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hari Jumat 17

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hari Jumat 17 Juli 2015 lalu, merupakan hari yang besar bagi umat
muslim di Indonesia. Setelah 30 hari menjalankan ibadah puasa di bulan
Ramadhan, umat muslim merayakan hari Idul Fitri. Hari yang merupakan hari
kemenangan. Suka cita, senyum yang lebar menjadi sebuah hal yang biasa terjadi
pada saat hari raya Idul Fitri ini datang. Namun hal tersebut berbeda adanya pada
perayaan Idul Fitri di Kabupaten Tolikara, Papua, tanggal 17 Juli 2015 lalu.
Sebuah peristiwa yang tidak diinginkan semua pihak terjadi. Insiden kebakaran
terjadi di sebuah pasar yang berada di Kabupaten Tolikara, Papua, yang
mengakibatkan hancurnya puluhan bangunan, termasuk masjid Baitul Muttaqin.
Karena peristiwa tersebut, Indonesia dibuat geger. Peristiwa terbakarnya
masjid Baitul Muttaqin di Tolikara adalah suatu hal yang sangat menyedihkan.
Banyak sekali pemberitaan yang muncul di media mengenai kejadian ini yang
sendirinya kemudian menimbulkan tanggapan dan kasak kusuk, bahkan tumbuh
juga perasaan sentimen terhadap agama lain. Para netizen di dunia maya pun,
khususnya di media sosial, seperti di Twitter dan Facebook turut merespon
kejadian dengan komentar-komentar yang cenderung memprovokasi dan
memperkeruh suasana. Peristiwa terbakarnya masjid ini tak ayal menjadi lahan
untuk saling menuduh dan menjelek-jelekan kalangan dari agama lain.
1
2
Sentimen, saling menuduh, tanggapan, atau kicauan di dunia maya dapat
dengan mudah kita temukan, seperti kicauan dari twitter dibawah ini,
Gambar 1.1 Twitter Negatif mengenai tolikara. Sumber: twitter.com
Dua twitter tadi hanya beberapa dari sekian banyak kicauan yang muncul
ketika terbakarnya masjid di Tolikara. Selain kicauan negatif, muncul pula
kicauan yang bernada provokatif yang muncul bukan dari akun-akun personal,
namun juga dari akun lembaga seperti Front Pembela Islam (FPI)
Gambar 1.2 Twitter FPI tentang Tolikara. Sumber: akun twitter @DPP_FPI
Namun demikian, ada perkembangan yang positif berupa munculnya
upaya untuk kemudian membangun kembali masjid tersebut secara swadana.
Akun Twitter yang justru memulai aksi nyatanya dalam kasus ini adalah seorang
entertainer, Pandji Pragiwaksono. Lewat akun twitternya @pandji, ia membuat
sebuah proyek melalui website kitabisa.com untuk membangun kembali masjid
yang terbakar tersebut.
3
Pandji memulai gerakan membangun kembali masjid di Tolikara, dengan
menuliskan ungkapan kekesalannya terhadap respon orang-orang yang ia nilai
tidak bijak. Tulisan tersebut diunggah di website pribadinya, www.pandji.com,
dan kemudian langsung direspon oleh salah satu CEO dari Kitabisa. Pandji dan
Kitabisa setuju bahwa lini masa (timeline) sosial media sudah sangat tidak bagus,
dan akhirnya mereka berdua sepakat untuk membuat sebuah proyek membangun
kembali masjid di Tolikara. Setelah adanya kerja sama tersebut, Pandji
mencantumkan tautan yang merujuk ke website kitabisa.com pada artikel yang
berjudul Mari Menangkan itu. Artikel tersebut kemudian dibagikan oleh pembaca
website pandji.com lewat Twitter sebanyak 247 kali.
Gambar 1.3 Tulisan Pandji mengenai pembakaran masjid Tolikara di websitenya
Sumber: www.pandji.com
4
Gambar di atas merupakan artikel Mari Menangkan yang ditulis Pandji
untuk mengajak masyarakat, khususnya netizen, melakukan penggalangan dana
demi membangun kembali masjid di Tolikara. Secara umum, isi tulisan dari
artikel ini adalah berupa ajakan Pandji untuk berhenti saling menyalahkan satu
sama lain dan mengajak untuk melakukan hal yang lebih positif, misalnya
berdonasi dalam gerakan yang dibuat oleh Pandji. Untuk menyebarluaskan proyek
ini, Pandji juga menggunakan akun Twitter pribadinya sebagai upaya
memberitahukan kepada followers mengenai proyek yang sedang digagasnya.
Berikut adalah tweet Pandji terkait tulisannya mengenai Tolikara.
Gambar 1.4 Twitter @pandji tanggal 17 Juli 2015 yang mengajak
untuk membaca artikel di website pandji.com
Sumber: Akun Twitter Pandji Pragiwaksono
Gambar di atas merupakan gambar dari tweet pertama akun @pandji
dalam menyebarkan kampanyenya di Twitter. Posting-an pertama ini mendapat
134 retweet dan 42 kali favorit. Pada hari berikutnya, tanggal 18 Juli 2015 akun
@pandji juga kembali mem-posting beberapa tweet tentang proyeknya
membangun Tolikara, di hari tersebut tweet yang dibuat dalam waktu yang
berdekatan.
Beberapa tweet yang diunggah @pandji di-Retweet oleh banyak akun,
bahkan salah satu tweet yang @pandji untuk “bantu RT” berhasil medapatkan
5
lebih dari 700 retweet. Banyaknya info yang tersebar dari Twitter @pandji, lalu
artikel di website pandji.com, dan langsung dari website kitabisa.com tentunya
mempengaruhi jumlah donasi. Di sisi lain jumlah followers Twitter pada akun
@pandji saat ini adalah 717.832.
Gambar 1.5 Twitter @pandji tanggal 18 Juli 2015 tentang Tolikara
Sumber: Akun Twitter Pandji Pragiwaksono
Selain itu website kitabisa.com sendiri sebagai platform atau wadah dari
penggalangan dana, juga turut menyebarluaskan proyek ini melalui media sosial
mereka seperti Facebook, Twitter dan Google Plus. Jumlah tweet, atau unggahan
6
di Facebook dan Google Plus, tidak terlalu banyak. Bahkan di Twitter tercatat
Kitabisa hanya melalukan 3 kali tweet tentang Masjid Tolikara.
Gambar 1.6 Posting-an melalui Facebook, Google Plus, dan Twitter dari
kitabisa.com mengenai proyek masjid Tolikara
Sumber: Akun kitabisa.com
Website kitabisa.com sendiri adalah website untuk menggalang dana
secara online untuk berbagai macam kebutuhan. Beragam kebutuhan tersebut
mulai dari progam yayasan/NGO (Non Govermental Organization), inisiatif
7
komunitas, gagasan mahasiswa, bantuan bencana alam, hingga patungan untuk
pribadi yang membutuhkan. Dalam halaman website resmi www.kitabisa.com,
secara kesuluruhan organisasi telah mengumpulkan dana lebih dari 6,78 miliar
rupiah, dan telah menjalankan 533 inisiasi proyek. Kitabisa telah berhasil
memberikan wadah bagi masyarakat terutama netizen untuk membantu mengatasi
masalah-masalah melalui sebuah online fundraising atau penggalangan dana
secara online.
Istilah penggalangan dana sebenarnya sangat erat dengan kehidupan
masyarakat Indonesia. Patungan, sokongan, atau urunan, adalah kata yang
seringkali terucap saat masyarakat mengumpulkan dana untuk sesuatu hal.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini, telah melahirkan revolusi
penggalangan dana dari yang sebelumnya dilakukan secara konvensional kini
beralih ke dunia digital. Di luar Indonesia, salah satu penggalangan dana yang
cukup dikenal, adalah penggalangan dana untuk Pebble melalui website
Kickstarter. Pebble adalah sebuah jam tangan pintar pertama, yang muncul jauh
sebelum Samsung atau Apple mengeluarkan smartwatch-nya. Pebble berhasil
menggalang dana sebanyak 10 Juta US dollar dalam kurun waktu kurang dari 3
bulan. (Ijas,2014)
Di Indonesia sendiri, salah satu online fundraising yang sempat ramai
diperbicangkan adalah pembuatan video games, Dreadout, yang berhasil didanai
lewat penggalangan dana secara online di website Indiegogo (Wibowo, 2015).
Digital Happines yang sekaligus pembuat games Dreadout, merupakan developer
game Indonesia pertama yang menerima dana dari layanan Crowdfunding
8
Internasional. (Yuliani, 2014). Lewat halaman resminya, Dreadout menuliskan
bahwa mereka berhasil didanai sebesar 29.000 US Dollar dari target 25.000 US
Dollar. (Dreadout.com, 2013)
Berkat proyek fundraising yang digagas oleh Pandji ini, respon-respon
negatif di dunia maya berkurang dan berganti dengan respon positif ataupun
menyebarkan proyek yang digagas Pandji. Hashtag #masjidtolikara, hashtag
#Tolikara dan kampanye membangun masjid itu sendiri kemudian menjadi ramai
dan akhirnya hanya dalam waktu 3 hari donasi sebanyak 308 juta rupiah berhasil
dikumpulkan. Dana tersebut berasal dari 1.186 donatur dan 23 penggalang dana.
Donatur adalah sebutan bagi orang-orang yang berdonasi secara langsung,
sedangkan penggalang dana adalah orang-orang yang mengajak orang lain untuk
ikut berdonasi. Hal ini jauh melebihi apa yang ditargetkan oleh Pandji dan
Kitabisa yang awalnya hanya menargetkan 200 juta rupiah dalam waktu 30 hari.
Kemenangan Pandji melalui website kitabisa.com ini tidak lepas dari penggunaan
jejaring media sosial, seperti Facebook dan Twitter, dalam menyebarluaskan
proyek pembangunan masjid di Tolikara itu sendiri. Proyek #MasjidTolikara telah
disebarluaskan di Facebook sebanyak 14.978 kali, di Twitter sebanyak 3.379 kali
dan di Google Plus sebanyak 63 kali. Hal tersebut secara langsung memberikan
sebuah semangat positif dimana new media sekarang ini dapat digunakan lebih
dari sekadar berinteraksi. Namun juga dapat menjadi sebuah gerakan yang mampu
memobilisasi lewat sebuah jejaring sosial media.
Seiring berkembangnya teknologi dan inovasi dalam dunia maya, berbagai
macam aplikasi digital muncul dan menghiasi hidup. Mulai dari menjadi tempat
9
berinteraksi, tempat jual beli, hingga menjadi tempat untuk ajang pamer selfie.
Tak sulit untuk mencari berbagai remaja Indonesia menenteng berbagai gadget,
mulai dari smartphone hingga komputer jinjingnya dimanapun berada.
Begitu pula dengan media sosial, hampir seluruh orang Indonesia memiliki
akun Facebook, Twitter, dan berbagai media sosial lain. Saat ini jejaring sosial
memilki pengguna yang jumlahnya luar biasa. Terbukti dari data pengguna
Facebook yang dihimpun oleh eMarketer, pengguna Facebook di Indonesia yang
hampir mencapai 62,6 Juta pengguna (Noviandari, 2015). Sedangkan jumlah
pengguna twitter di Indonesia, menurut CEO Twitter, Dick Castolo, adalah 50 juta
pengguna. Dick juga memprediksi jumlah tersebut akan terus bertambah
(Hasibuan, 2015).
Jumlah pengguna yang luar biasa tersebut, menyebabkan Indonesia
memiliki Online Social Networking yang sangat luas dan kuat. Hal ini
diungkapkan oleh reporter dari CNN, Sara Sidner, yang dikutip oleh Merlyana
Lim, dalam jurnalnya yang berjudul Many Clicks but Little Sticks: Social Media
Activism in Indonesia. Sidner menjelaskan bahwa aktivitas media sosial di
Indonesia seperti tweet, texting, dan typing tidak hanya digunakan untuk sesuatu
yang menyenangkan. Namun juga dapat digunakan sebagai alat untuk perubahan
(Lim, 2013, 636). Lebih lanjut Lim menjelaskan bahwa aktivisme media sosial
memiliki kemampuan dalam kecepatan, sederhana, dan banyak dari segi jumlah.
Proyek #MasjidTolikara oleh Pandji Pragiwaksono yang dibuat di website
kitabisa.com merupakan salah satu bentuk contoh, dimana saat ini gerakan sosial
10
yang berkembang di Indonesia sudah dapat dihimpun dengan sebuah media
online.
Dalam sebuah data yang dikeluarkan oleh We Are Social, sebuah agensi
marketing sosial, di tahun 2015, Indonesia memiliki 72,7 juta pengguna Internet
aktif dari total populasi penduduk indonesia yang berjumlah 255,5 juta (Wija ya,
2015). Dari data tersebut, maka 1 dari 3 orang Indonesia merupakan pengguna
intenet aktif. Pengguna internet di Indonesia ini akan lebih berkembang lagi
dengan berbagai peningkatan-peningkatan teknologi sendiri yang terjadi di
Indonesia.
Dengan banyaknya pengguna internet yang aktif, Internet menjadi sebuah
roda dalam pergerakan sosial baru di Indonesia. Norris dalam Ibrahim (2011:97)
mengungkapkan bagi para penggunanya, internet mampu menyediakan sebuah
bentuk baru dari komunikasi horizontal dan vertikal yang mampu memfasilitasi
dan memperbanyak sebuah pertimbangan dalam lingkungan masyarakat.
Pernyataan milik Norris diperkuat dengan pendapat yang dikemukan Sassi dalam
Ibrahim (2001:98) yang mengungkapkan bila internet juga mampu meningkatkan
keterlibatan warga dalam kehidupan politik.
Proyek yang digalakkan oleh Pandji Pragiwaksono dalam website
kitabisa.com yang lalu tersebar melalui Facebook dan Twitter memang bukan
sebuah kehidupan politik, namun hal tersebut menjadi sebuah harapan bahwa
perubahan positif kini dapat dilakukan dari depan layar. Donasi yang telah
dilakukan bukanlah sebuah “proyek” biasa yang hanya membutuhkan tanda
11
tangan online untuk melakukan perubahan. Namun proyek yang Pandji dan
Kitabisa.com lakukan adalah mengajak orang untuk mengeluarkan sejumlah uang
dan melakukan perubahan sebenarnya. Memikirkan perubahan bisa dilakukan
sambil duduk, namun untuk menciptakan perubahan harus mengambil tindakan.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang dituliskan di atas, maka
penelitian ini berfokus pada rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penyebarluasan informasi atau ajakan kepada masyarkat
melalui Facebook dan Twitter oleh akun Pandji dan Kitabisa untuk
mendukung project pembangunan masjid di Tolikara?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap keberhasilan project
pembangunan masjid di Tolikara?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peran Twitter dan Facebook sebagai media komunikasi dalam
menggerakkan masyarakat untuk mendukung dan berpartisipasi dalam
gerakan sosial #MasjidTolikara di website kitabisa.com.
2. Mengetahui yang menjadi faktor penentu keberhasilan kampanye Twitter
dan Facebook yang dapat menggerakkan masyarakat untuk mendukung
12
dan berpartisipasi dalam gerakan sosial #MasjidTolikara di website
kitabisa.com.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi
tambahan dan sebagai bahan pembelajaran dalam bidang ilmu komunikasi,
khususnya yang membahas tentang peran new media terutama dalam
gerakan yang bersifat sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang aktifitas gerakan
sosial dalam media sosial pada masyarakat untuk mendukung dan
berpartisipasi dalam gerakan sosial #MasjidTolikara di website
kitabisa.com.
b. Mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan sebuah
kampanye gerakan sosial di Twitter.
c. Memberi masukkan kepada pengelola situs www.kitabisa.com
tmengenai faktor-faktor dari penemuan penelitian ini sehingga dapat
digunakan pada proyek selanjutnya.
13
E. Tinjauan Pustaka
Berbagai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Komunikasi
Komunikasi adalah sebuah kebutuhan yang muncul secara alamiah
pada manusia. Manusia yang juga dikenal sebagai Homo Socius (Makhluk
Sosial). Komunikasi membuat setiap manusia untuk hidup saling
berdampingan, bersosialisasi, hingga membentuk sebuah ikatan. Everett
M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses di mana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud
mengubah tingkah laku mereka. (Cangara, 2010:20). Di Tahun 1949,
Shannon dan Weaver menjelaskan bahwa komunikasi adalah bentuk
interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau
tidak disengaja dan tidak terbatas pada komunikasi verbal, tetapi juga
dalam hal ekspresi muka, lukisan seni dan teknologi (Wiryanto, 2004:7).
Teori yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver adalah teori yang
memandang komunikasi sebagai transmisi pesan (Fiske, 2014:9).
Selain dua definisi yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver,
serta Rogers. Definisi komunikasi lain juga disebutkan oleh kelompok
sarjana komunikasi yang dijelaskan oleh Cassandra L Book, dalam
bukunya Human Communication, dimana disebutkan bahwa komunikasi
adalah suatu transaski, proses simbolik yang menghendaki orang-orang
14
mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama
manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap
dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan
tingkah laku itu (Cangara, 2010:20). Atau definisi yang disebutkan jauh
ditahun 1948 oleh Carl Hoveland dimana Hoveland mendefinisikan
komunikasi adalah proses dimana individu mentrasmisikan stimulus untuk
mengubah perilaku individu yang lain. (Wiryanto, 2004:6).
Dari beberapa definsisi diatas, ada sebuah titik temu dimana
adanya transmisi pesan untuk mempengaruhi satu sama lainnya. Pesan
tersebut merupakan stimulus yang akan ditujukan kepada orang lain,
sehingga orang lain tersebut terpengaruh.
Lebih lanjut, Joseph Dominick menjelaskan bahwa setiap peristiwa
komunikasi melibatkan delapan elemen komunikasi yang meliputi sumber,
encoding, pesan, saluran, decoding, penerima, umpan balik, dan gangguan.
(Morissan, 2015: 17). Penelitian ini sendiri menitik beratkan pada elemen
komunikasi yaitu saluran. Namun Cangara megungkapkan bahwa
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan,
media, penerima, dan efek. (Cangara, 2010:22). Sehingga meski berfokus
pada Saluran (media), penelitian juga akan membahas unsur-unsur lainnya
seperti sumber (komunikator) dan pesan.
Dalam buku Human Communication yang ditulis oleh kelompok
sarjana komunikasi Amerika, komunikasi dibagi atas beberapa tipe, yakni
15
komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi
organisasi, komunikasi massa, dan komunikasi publik. (Cangara, 2010:
29). Sedangkan Morissan lebih sederhana mengklasifikasikan komunikasi
dengan menggunakan level mulai dari komunikasi interpersonal,
komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
(Morissan,2013:14). Dengan pengklasifikasian ini, penelitian yang dibuat
oleh peeneliti berada pada tingkata komunikasi massa.
2. Komunikasi Massa
Nurrudin (2013:3) mengungkapkan dari berbagai macam definisi
komunikasi massa, namun pada dasarnya komunikasi massa adalah
komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Pengertian lebih
sederhana lain dikemukakan oleh Bittner bahwa komunikasi massa adalah
pesan yang dikomunikasikan melalui media masa pada sejumlah besar
orang (Ardianto, dkk, 2009:3).
Dengan dua definisi di atas ada sebuah kesamaan yaitu
penyampaian pesan pada komunikasi massa harus menggunakan media
massa. Maka walaupun komunikator menyampaikan pesan didepan
khalayak banyak selagi komunikator tidak mengunakan media massa,
maka hal tersebut bukanlah komunikasi masa. Definisi lain mengenai
komunikasi massa juga diungkapkan oleh Gerbner. Menurut Gerbner,
komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan
16
teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas
dimiliki orang dalam masyarakat industri (Ardianto, dkk. 2009:3).
Komunikasi massa memiliki proses dan beberapa karakteristik.
Dennis McQuail menjelaskan proses komunikasi massa yang sekaligus
menjelaskan ciri atau karakterisktik komunikasi massa (Morissan, 2010:
14), yaitu:
a. Media masa adalah institusi yang dirancang untuk dapat menjangkau
masyarakat luas. Audien adalah kumpulan orang dalam jumlah besar
yang tidak saling mengenal. Begitu pula hubungan antara pengirim
pesan dan penerima pesan.
b. Pengirim pesan adalah organisasi media massa atau komunikator
profesional.
c. Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu pihak (onesided) dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu saja
(impersonal) dan terdapat jarak sosial dan jarak fisik yang memisahkan
kedudukan pengirim dan penerima pesan.
d. Hubungan antara pengirim dan penerima pesan tidak saja bersifat
asimetris, namun juga kalkulatif dan manipulatif.
e. Pengirim pesan biasanya memiliki lebih banyak otoritas, keahlian dan
juga gengsi dibanding penerima pesan.
f. Pesan komunikasi massa dirancang dengan standar yang sudah
distandarkan dan kemudian diproduksi dalam jumlah banyak.
17
g. Audien media massa terdiri atas kumpulan besar orang yang terletak,
tersebar, dan bersifat pasif karena tidak memiliki kesempatan untuk
memberikan repons, atau berpartisipasi dalam proses komunikasi
dengan cara yang alami.
h. Audien media massa pada umumnya menyadari bahwa mereka adalah
bagian dari audien yang lebih besar, namun mereka memiliki
hubungan atau pengetahuan yang terbatas dengan audien lainnya.
i.
Audien yang bersifat massa itu terbentuk untuk sementara waktu
karena adanya hubungan yang bersifat serentak dengan pengirim
(sumber), sedangkan eksistensi audien itu sendiri tidak pernah ada
kecuali dalam catatan industri media.
McQuail (2011:4) dalam bukunya Teori Komunikasi Massa
menjelaskan bahwa komunikasi massa merupakan konsep satu arah yang
terus berkuasa, namun kini hanya tidak hanya dimiliki oleh milik media
massa, melainkan ini media ini juga dilengkapi oleh media baru. Lebih
lanjut McQuail mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang utama
dalam media massa dan media baru yaitu jangkauan yang lebih luas dan
bersifat interaktif.
Lebih lanjut, seperti yang diungkapkan pada bagian komunikasi,
bahwa sebuah komunikasi terdapat elemen atau unsur-unsur yang
mendukung untuk terjadinya komunikasi, maka begitu pula dengan
komunikasi massa. Nuruddin (2013: 95) mengungkapkan bahwa elemen
komunikasi pada komunikasi berlaku pula dalam komunikasi massa.
18
Dimana terdapat komunikator mengirimkan pesan melalui saluran kepada
komunikan. Perbedaan komunikasi massa dan komunikasi adalah jumlah
pesan yang berlipat-lipat.
2.1 Komunikator (Pengirim Pesan)
Sebuah proses komunikasi dimulai oleh komunikator sebagai sang
pengirim pesan. Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber
(source) atau pengirim pesan yaitu dimana gagasan, ide atau pikiran
berasal yang kemudian disampaikan kepada pihak lainnya yaitu
penerima pesan. Sumber tadi sering pula disebut komunikator.
(Morissan, 2013:17). Sumber atau komunikator bisa jadi individu,
lembaga, atau mungkin kelompok.
Aristoteles menyebutkan komunikator yang baik memiliki karakter
sebagai ethos. Ethos komunikator terdiri dari good will (maksud yang
baik), good sense (pikiran yang baik), dan good moral character
(karakter yang baik). Secara sederhana Ethos merupakan konsep
Kredibilitas dari komunikator (Fisher, 1986: 19). Ethos ditujukan
untuk proses komunikasi persuasi, dimana efek dari komunikasi itu
adalah untuk mengubah perilaku. (Ardianto, dkk. 2009:33).
Hovland menjelaskan bahwa karakteristik sumber berperan dalam
memengaruhi penerimaan awal pada pihak penerima pesan namun
memiliki efek minimal dalam jangka panjang (Morissan, 2013: 17-18).
Pada penelitian ini berfokus pada sumber (penggagas patungan atau
19
sumbangan) menjadi berpengaruh terhadap komunikan. Morissan
secara sederhana menjelaskan melalui sebuah teori kredibilitas dan
daya tarik sumber. Dimana status, keandalan, dan keahlian sumber
menambah bobot kualitas pesan. (Morissan, 2013: 18). Atau seperti
yang disebutkan oleh Cangara, bahwa seotrang komunikator harus
memiliki kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive), dan
kekuatan (power) (Cangara, 2009: 91)
2.2 Pesan
Secara sederhana, Cangara mendefinisikan pesan sebagai sesuatu
yang disampaikan pengirim kepada penerima (Cangara, 2009: 24).
Lalu Domick medefinisikan pesan sebagai produk fisik aktual yang
telah dienkoding sumber (Morissan, 2013:19). Dua definisi tersebut
menyebutkan bahwa pesan merupakan sesuatu yang dikirim oleh
komunikator. Pesan tersebut dapa diterima dengan baik, apabila apa
yang dibuat oleh sumber dapat dimengerti oleh penerima.
Aubrey
Fisher
dalam
bukunya
“Teori-Teori
Komunikasi:
Perspektif Mekanistis, Psikologis Interaksional, dan Pragmatis”
mengungkapkan bahwa pesan sendiri memiliki keragaman konsep.
Pesan memiliki konsep-konsep, yaitu berupa, sebagai isyarat yang
disampaikan, sebagai bentuk struktural, sebagai pengaruh sosial,
sebagai refleksi diri, dan sebagai kebersamaan. (Fisher, 1986: 364 –
20
377). Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada pesan yang
memiliki konsep sebagai pengaruh sosial.
Dalam penyusunan pesan, Cassadra membagi menjadi dua model.
Pertama penyusunan pesan yang bersifat informatif, dan penyusunan
yang bersifat persuasif. Pada penelitian mengenai bagaimana facebook
dan twitter mampu mempengaruhi, maka pola penyusunan pesan yang
digunakan adalah pola yang bersifat persuasif. Dimana Cangara
berpendapat bahwa pola penyusunan pesan yang bersifat persuasive
memiliki tujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan pendapat
khalayak. Penyusunan pesan melalui teknik persuasi menjadi lima
yaitu, Fear Appeal, Emotional Appeal, Reward Appeal, Motivational
Appeal, Humorius Appeal. (Cangara, 2009: 116-117)
2.3 Medium (Saluran)
Fiske mendefinisikan saluran sebagai alat-alat yang secara fisik
menjadi tempat dimana sinyal ditransmisilkan. Sedangkan medium
adalah alat-alat yang bersifat teknis atau fisik yang mengubah pesan
menjadi sinyal sehingga memungkinkan untuk ditransmisikan pada
saluran. (Fiske, 2014:29). Cangara juga mendefinisikan dengan
menggunakan kata lain yaitu, media. Dimana Cangara mendefinisikan
media sebagai alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima (Cangara, 2009:25).
21
Media yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk dari
media baru. Beberapa buku komunikasi, juga menyebutnya sebagan
second media age. Subbab mengenai media baru, yang kemudian akan
spesifik kedalam Media sosial akan dibahas pada subbab selanjutmya.
3. Proses Penyebaran Informasi
Komunikasi adalah sebuah proses (Fisher, 1984: 409), begitulah
ungkapan dari Aubrey Fisher dalam bukunya “Teori-Teori Komunikasi”.
Menurut West dan Turner, proses sendiri adalah suatu kejadian yang
berkesinambungan, dinamis, dan tidak memliki akhir (West dan Turner,
2008:6). Wilbur Schramm mengatakan bahwa untuk terjadinya proses
komunikasi paling sedikit harus memiliki 3 unsur komunikasi, yaitu
komunikator, pesan, dan komunikan (Suprapto, 2009: 9).
Berdasarkan definsi diatas, proses penyebaran informasi sejatinya
adalah bagaimana sebuah kejadian yang dimulai dari komunikator, lalu
menyampaikan pesan dan kemudian diterima oleh komunikan.
Untuk
mengetahui bagaimana proses tersebut, maka dibentuklah model-model
komunikasi.
Model
komunikasi
dimaksudkan
untuk
mengetahui
bagaimana proses itu bekerja, apa dan siapa unsur-unsurnya dan
bagaimana kaitan di antara mereka (Nuruddn, 2013: 139).
Dari sekian banyak model komunikasi, dalam penelitian ini
menggunakan model aliran banyak tahap. Model aliran banyak tahap
menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik dari media ke khalayak
22
(yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali ke media, kemudian
kembali lagi ke khalayak, dan seterusnya. (Nurudin, 2013: 144). Dalam
model komunikasi banyak tahap laju komunikasi dari komunikator kepada
komunikan terdapat sejumlah saluran yang berganti-ganti (Ardianto, dkk,
2009:73)
Gupta menjelaskan bahwa Model alir banyak tahap adalah
pengembangan dari model dua arah. (Gupta, 2001:34). Banyaknya studi
yang menunjukkan bahwa model komunikasi dua tahap cenderung
kemudian menjadi model banyak tahap dimana banyaknya arah aliran dan
juga pengulangan. (Stansberry, 2012: 15). Secara jelas, model dari sebuah
model komunikasi banyak tahap dapat diliat melalui gambar.
Bagan 1.1 Model aliran banyak tahap
Sumber: Nurudin, 2013 : 144
23
Pesan yang disampaikan dari sumber dapat disalurkan secara luas,
dan komunikan mampu banyak mendapatkan pesan yang sama dari
sumber-sumber lain. Pesan tersebut menjadi viral dan mampu saling
mempengaruhi satu sama lain. Nurudin bahkan mengatakan bahwa model
aliran banyak tahap ini lebih akurat dibanding model lain dalam
menggambarkan arus pesan kepada khalayak. (Nurudin, 2013:146)
4. Efek Komunikasi Massa
Stamm dan Bowes dalam Nuruddin (2013: 206) membagi efek
komunikasi massa menjadi dua bagian, yaitu efek primer yang
mempengaruhi perhatian, terpaan, dan pemahaman. Lalu ada efek
sekunder
yang
meliputi
perubahan
tingkat
kognitif
(perubahan
pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih).
Wujud efek juga berwujud tiga hal: yaitu efek kognitif (pengetahuan),
behavioral (perubahan pada perilaku), dan afektif (emosional dan
perasaan).
Setiap efek yang hadir, dipengaruhi oleh beberapa faktor dan tidak
dapat berdiri sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek ada dua,
yaitu faktor individu dan faktor sosial (Nurrudin, 2013:228).
Faktor individu mengacu pada pemikiran psikologi, yang
mempengarui proses penerimaan pesan. Faktor individu tersebut dapat
berupa:
1) Selective attention adalah faktor yang mempengaruhi individu
sesuai dengan pendapat dan minatnya kepada media massa.
24
Faktor ini juga mempengaruhi individu untuk menghindari
pesan-pesan yang tidak sesuai dengan pendapatnya. Selective
attention didasarkan oleh perhatian pada hal hal tertentu yang
didasarkan pada kesenangan individu (Cangara, 2009: 162).
2) Selective perception adalah kecenderungan seorang individu
untuk mencari media yang bisa mencari kecenderungan
dirinya. Kecenderungan ini berupa pendapat, sikap, atau
keyakinan.
3) Selective retention adalah kecenderungan seseorang untuk
mengingat pesan yang sesuai dengan pendapat dan kebutuhan
dirinya. Pemilihan informasi ini muncul oleh kesan tersendiri
yang didapat oleh penerima.
4) Motivasi, faktor ini akan mendorong seseorang untuk memilih
jenis media massa yang akan dinikmati.
5) Pengetahuan, berarti seseorang akan menganggap media massa
mampu mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
6) Kepercayaan,
berarti
seseorang
yang
menerima
atau
terpengaruh pesan media massa juga tergantung pada pengaruh
dari orang lain.
7) Kepribadian individu, seseorang akan membentuk proses
penerimaan pesan.
Kemudian, ada faktor-faktor yang berkaitan dengan umur dan jenis
kelamin, pendidikan dan latihan, pekerjaan dan pendapatan, agama, serta
25
tempat tinggal. Faktor ini merupakan faktor sosial. Faktor-faktor ini juga
termasuk dalam The Social Category Theory, perspektif ini berfokus
bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang
reaksinya cenderung sama (Rakhmat, 2005:204).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori efek komunikasi
massa dari Denis McQuail yaitu Stimulus – Respons, namun yang telah
diperbarui oleh Melvin De Fleur pada tahun 1970.
Teori Stimulus - Respons merupakan suatu prinsip dasar dimana
efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu (Bungin, 2014;281).
Setiap audiens (khalayak) media yang terkena stimulus (rangsangan) akan
memberikan efek tertentu yang didasari perbedaan individu masingmasing.
Teori Stimulus - Respons yang dikembangkan oleh Melvin
deFleur, berasumsi bahwa pesan-pesan media yang berisi stimulus
berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi.
Lebih lanjut de Fleur dan Ball Rokeach menjelaskan bahwa
pertemuan audiens dengan media didasarkan oleh tiga kerangka teoritis,
yaitu: Perspektif Perbedaan Individual, Perspektif Kategori Sosial, dan
Perspektif Hubungan Sosial. (Rakhmat, 2005:203).
Perspektif perbedaan individual atau dikenal dengan Individual
Differences Theory memandang bahwa sikap dan organisasi personalpsikologis Individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli
dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut.
Nurudin menjelaskan bahwa pada proses ini, tidak ada audience yang
26
relatif sama - pengaruh media massa pada masing-masing individu
berbeda dan tergantung pada kondisi psikologi individu yang berasal dari
pengalaman masa lalunya (Nurudin, 2013: 107)
Kemudian Perpektif Kategori Sosial (Social Category Theory),
yang berasumsi bahwa didalam masyarakat terdapat kelompok sosial
dimana kelompok ini akan memiliki stimuli yang cenderung sama.
Kelompok sosial ini muncul karena golongan sosial seperti usia, jenis
kelamin dan tingkat pendapatan, agama dan tempat tinggal.
Sedangkan yang ketiga adalah perpektif hubungan sosial (Social
Relation Theory), dimana perspektif ini menekakan pentingnya peranan
hubungan sosial yang informal yang mempengaruh reaksi seseorang
terhadap media massa. (Rakhmat, 2005: 203 -204). Pada model ini,
informasi bergerak pada sekelompok individu yang relative lebih tahu dan
sering memperhatikan media massa. Kedua, informasi bergerak dari
orang-orang yang disebut “Pemuka Pendapat” dan kemudian melalui
saluran-saluran interpersonal kepada individu. Dampak komunikasi massa
yang diberikan diubah dengan hebat oleh individu yang memiliki kekuatan
hubungan sosail dengan anggota audience (Nurudin, 2013: 108)
Hiebert, Ungurait dan Bohn mengungkapkan bila tiga perspektif
ini digabungkan, maka akan ada gambaran mengenai teori audience, yaitu:
Masing masing dari kita adalah anggota dari sejumlah besar audience,
tetapi masing-masing audience itu mereaksi secara individual. Interaksi
kita dengan anggota audience yang lain, bukan anggota atau bahkan
27
pemimpin opini juga mempunyai dampak pada bagaimana kita merespon
dan bahkan ikut menentukan reaksi umum kita.” (Nurudin, 2013:108)
5. Media Massa
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian
pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alatalat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi
(Cangara, 2009:126). Sedangkan bagi khalayak, pesan yang disampaikan
oleh media adalah sarana akan segala hal, mulai dari informasi hingga
hiburan. Media memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga kita seakan
tidak menyadari kehadirannya. (Baran, 2012: 5)
Media massa sendiri dibagi menjadi dua kategori, yaitu media
massa cetak dan media elektronik. Media cetak merupakan surat kabar dan
majalah. Sedangkan media elektronik adalah televisi, radio, film, dan
internet.
Media
merupakan
sebuah
alat
yang
digunakan
untuk
mentranmisikan pesan kepada khalayak. Fungsi dari Media Massa yang
paling sederhana diungkapkan oleh Jay Black dan Frederick C Whitney
yaitu: (1) to inform (mengkonstrusikan), (2) to entertain (menghibur), (3)
to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the culture (transmisi
budaya) (Nuruddin,2013:54).
Lebih lanjut lagi, Alexis S. Tan menjelaskan fungsi dari
Komunikasi Massa, dilihat baik dari komunikator dalam hal ini media
28
massa, dan tujuan komunikan dalam hal ini audiens media massa, tabelnya
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan
No.
1
Tujuan
Tujuan Komunikan
Komunikator
(Menyesuaikan Diri pada Sistem: Pemuasan
(Penjaga Sistem)
Kebutuhan)
Memberi Informasi
Mempelajari ancaman dan peluang, memahami
lingkungan menguji kelayakan, meraih keputusan.
Memperoleh pengetahuan dan keterampilanyang
berguna memfungsikan dirinya secara efektif
2
Mendidik
dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah
laku
yang
cocok
agar
diterima
dalam
masyarakatnya.
Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah
3
Mempersuasi
laku
yang
cocok
agar
diterima
dalam
masyarakatnya.
4
Menyenangkan,
Menggembirakan,
memuaskan,
menghibur,
kebutuhan komunikan
masalah yang dihadapi
dan
mengendorkan
mengalihkan
urat
saraf
perhatian
Sumber: Nurrudin, 2013:65
Fungsi mempersuasi adalah fungsi paling penting dari Media
Massa. Persuasi bisa datang dari berbagai
macam bentuk (1)
Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang;
(2) mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; (3) menggerakan
dari
29
seseorang untuk melakukan sesuatu; dan (4) memperkenalkan etika, atau
menawarkan sitem nilai tertentu. Maka dengan persuasi sebuah
penggiringan opini atau pembentukan opini mampu mengkontrusi apa
yang diyakini oleh masyarakat sehingga mungkin akan terjadi pembenaran
yang didasari pemberitaan masyarakat.
Robert West dan Lynn H. Turner (Morissan, 2010:38) mempunyai
tiga asumsi mengenai media, yaitu:
a. Media memengaruhi setiap perbuatan atau tindakan dalam masyarakat
(media infuse every act and action in society).
b. Media memperbaiki persepsi kita dan mengelola pengalaman kita
(media fix our perceptions and organize our experiences).
c. Media mengikat dunia bersama-sama (media tie the world together).
6. Media Baru
Media baru merupakan bentuk komunikasi massa yang terdiri atas
teknologi berbasis komputer. Teknologi komunikasi ini termasuk e-mail,
internet, televisi kabel digital, teknologi video seperti DVD, pesan instant
(instant messaging – IM), dan telepon genggam (West dan Turner,
2008:41). Media baru juga sering disebut sebagai media siber, media
online, media digital, dan media web. Namun pada intinya bermuara pada
hal yang sama, yaitu merujuk pada perangkat media baik itu perangkat
keras (hardrware) maupun perangkat lunak (software). (Nasrullah, 2014 :
13)
30
Dalam konteks penelitian ini, jenis media baru yang digunakan
adalah internet. Menurut LaQuey (Ardianto, dkk, 2009:150) sebagaimana
yang dikutip dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar, internet
merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan
orang di seluruh dunia. Internet dihuni oleh jutaan orang nonteknik yang
menggunakannya setiap hari untuk berkomunikasi dan mencari informasi.
Lebih lanjut LaQuey menjelaskan bahwa yang membedakan internet (dan
jaringan global lainnya) dari teknologi komunikasi tradisional adalah
interaksi dan kecepatannya yang dapat dinikmati pengguna untuk
menyiarkan pesannya. Tak ada media yang memberi setiap penggunanya
kemampuan untuk berkomunikasi secara seketika dengan ribuan orang.
Salah satu jenis media baru ini unggul dalam menghimpun
berbagai orang, karena geografis tak lagi menjadi pembatas. Berbagai
orang dari negara dan latar belakang yang berbeda dapat saling bergabung
berdasarkan kesamaan minat dan proyeknya. Internet menyebabkan
terbentuknya begitu banyak perkumpulan antara berbagai orang dan
kelompok; jenis interaksi pada skala besar ini merupakan hal yang tak
mungkin terwujud tanpa jaringan komputer (Ardianto, dkk, 2009:154).
Senada dengan hal tersebut, Vivian (Nasrullah, 2014: 13) menjelaskan
bahwa media baru seperti internet bisa melampaui pola penyebaran media
tradisional; sifat internet yang bisa berinteraksi mengaburkan batas
geografis, kapasitas interaksi, dan yang terpenting bisa dilakukan secara
real timer.
31
Agar lebih jelas dalam perbedaan dari media massa yang lama dan
baru, Nasrullah dalam bukunya “Teori dan Riset Media Siber”
menjelaskan pada sebuah tabel seperti berikut:
Tabel 1.2 Perbedaan Antara Era Media Pertama dan Kedua.
Era Media Pertama (Media
Era Media Baru
Lama)
Tersentral (dari satu sumber ke
Tersebar (dari banyak sumber ke
banyak khalayak)
banyak khalayak)
Komunikasi terjadi satu arah
Komunikasi terjadi timbal balik atau
dua arah.
Terbuka peluang sumber atau
Tertutupnya penguasaan media dan
media untuk dikuasai
bebasnya kontrol terhadap sumber
Media merupakan instrumen yang
Media memfasilitasi setiap khalayak
melanggengkan strata dan
ketidaksetaraan kelas sosial
Terfragmentasi khalayak dan
Khalayak bisa terlihat sesuai dengan
dianggap sebagai massa
karakter dan tanpa meninggalkan
keragaman identitas masing-masing
Media dianggap dapat atau
Media melibatkan pengalaman
sebagai alat memengaruhi
khalayak baik secara ruang maupun
kesadaran
waktu.
Sumber: Nasrullah (2014: 14)
Adanya perbedaan ini, Media baru dianggap dapat lebih efektif
untuk dapat memobilisasi massa dengan keunggulan yang dimiliki oleh
32
media baru. Lebih lanjut Morissan (2014:327) dalam buku yang berjudul
Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu menjabarkan bahwa internet
memiliki keunggulan sebagai salah satu jenis media baru dalam
penyampaian informasi. Keunggulan-keunggulan tersebut antara lain:
a. Target Konsumen Khusus
Internet secara efektif memiliki kemampuan untuk membidik
target konsumen yang spesifik atau khusus tanpa menimbulkan
pemborosan media (waste coverage).
b. Pesan Khusus
Sebagai hasil dari mendapatkan target konsumen yang terarah,
pesan dapat dirancang sedemikian rupa agar menarik dan dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak tertentu.
c. Kemampuan Interaktif
Kemampuan internet untuk melakukan komunikasi interaktif
memungkinkan konsumen (khalayak) untuk lebih terlibat dengan
produk yang ditawarkan perusahaan. Melalui cara ini konsumen dan
perusahaan mendapatkan umpan balik (feedback) segera sehingga
mendorong
konsumen
untuk
lebih
memahami
produk
yang
ditawarkan. Hal ini memberikan efek yang dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan.
33
d. Akses Luas
Keuntungan
terbesar
internet
sebagai
media
adalah
kemampuannya untuk menyediakan informasi kepada penggunanya.
Para pengguna internet dapat menemukan informasi dalam jumlah
besar mengenai topik apa saja yang diinginkannya. Khalayak dapat
menemukan segala informasi yang dibutuhkan terkait dengan produk
yang diinginkannya, termasuk keterangan mengenai spesifikasi
produk, harga, prosedur pembelian, dan sebagainya.
e. Ekspos Luas
Internet memungkinkan perusahaan untuk mempromosikan
produknya kepada konsumen potensial yang tidak akan diperoleh
melalui iklan di media konvensional. Melalui internet, perusahaan
akan mendapatkan perhatian dari konsumen nasional atau bahkan
internasional dalam waktu yang sangat cepat.
f. Kecepatan
Internet
merupakan
instrument
paling
cepat
untuk
mendapatkan informasi bagi masyarakat yang membutuhkan informasi
mengenai suatu perusahaan atau barang dan jasa yang ditawarkan.
Lebih lanjut McQuail (2011:150) menjelaskan bahwa Internet
secara khusus telah menyimpang dari ciri utama lembaga media:
34
“Pertama, internet tidak hanya berkaitan dengan pengolahan,
pertukaran, dan penyimpanan. Kedua, media baru merupakan
lembaga komunikasi publik juga privat, dan diatur (atau tidak)
dengan layak. Ketiga kinerja mereka tidak seteratur sebagaimana
media massa yangprofesional dan birokratis”.
Di sisi lain, Dalam Buku Komunikasi 2.0: Teoritisasi &
Komplikasi, Rogers menjelaskan bahwa ada tiga ciri yang merupakan
tanda dari teknologi komunikasi baru ini, Pertama adalah interactivity.
Dalam ciri pertama ini Rogers menggambarkan bahwa pada massa
teknologi komunikasi baru sebuah sistem memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi baru untuk berbicara balik kepada penggunanya layaknya
seorang individu yang sedang berada dalam percakapan. Ciri kedua adalah
de-massification atau tidak bersifat massal. Pengertian tidak bersifat
massal ini adalah meski melibatkan partisipan yag banyak, namun setiap
individu memiliki kesempatan untuk bertukar pesan. Ciri kedua yang
Rogers ungkapkan ini juga, bermakna bahwa kontrol atau pengendalian
pesan yang dipegang dari produsen pesan berpindah ke konsumen media.
Ciri terakhir adalah asynchcronous. Ciri ini bermakna bahwa teknologi
komunikasi baru mempunyai kemampuan untuk mengirimkan dan
menerima pesan pada waktu waktu yang dihendaki oleh setiap individu
(Rahardjo, 2011: 9).
7. Media Sosial
Sosial media adalah istilah yang meliputi semua program dari
media baru, termasuk sistem seperti friendfeed, facebook, dan hal lain
35
yang bertipikal jejaring sosial. Ide utamanya adalah semua platform media
dengan komponen sosial dan saluran komunikasi ke publik. (Hopkins,
2015). Kemunculan media sosial dalam media siber merupakan wadah
dari berbagai bentuk aplikasi yang digunakan oleh masyarakat saat ini.
Nasrullah (2014: 36) menjelaskan bahwa media sosial adalah media yang
digunakan untuk mempublikasikan konten seperti profil, aktifitas, atau
bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang memberikan ruang
bagi komunikasi dan ineraksi dalam jejaring sosial di ruang siber.
Kaplan dan Haelein (Van Dijck, 2013:4) menjelaskan bahwa:
“Social Media Roughly defined as group of internet-based
applications that build on the ideological and technolgical
foundations of web 2.0, and that allow the creation and exchange
of user generated content
Definisi media sosial kurang lebih adalah sejumlah aplikasi
internet yang terbangun dari ideologi dan teknologi web 2.0 dan
mampu untu membuat kreasi atau bertukar pesan tentang konten
yang dibuat oleh pemakainya.
Definisi media sosial lain, juga dikemukakan oleh Shirky dalam
Nasrullah (2015:11) media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan
alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to share),
bekerja sama (to co-operate) diantara pengguna dan melakukan tindakan
secara kolektikf. Van Dijck (2013: 8) membagi beberapa tipe dari social
media ke dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Pertama Social Network Sites (SNS) media sosial jenis ini pada
dasarnya mempromosikan kontak antarpribadi, baik individual ataupun
grup. Jenis ini membangun personal, profesional, geographical
36
connections dan mendorong minoritas. Seperti Facebook, Twiter,
LinkedIn, Google+ dan Foursquare.
b. Kedua adalah kategori yang berfokus pada situs yang kontennya dibuat
oleh user, user generated content (UGC). Situs seperti ini mendukung
kreativitas, aktivitas kebudyaan, dan mempromosikan baik itu pemula
ataupun profesional, situs yang bertipe UGC adalah YouTube, Flickr,
Myspace, GarageBand, dan Wikipedia.
c. Lalu kategori yang bertipe penjualan, yang disebut Trading and
Marketing Sites (TMS), Situs situs seperti ini bertujuan untuk
berjualan atau bertukar, seperti Amazon, eBay, Groupon, dan Craiglist.
d. Kategori lain yang khusus adalah situs penyedia jasa games atau dalam
hal ini disebut dengan PGS, Play and Game Sites. Sepeti FarmVille,
CityVille, The Sims Social, Word Feud dan Angry Birds.
Selain itu, Sarah Joseph membagi social media dalam beberapa
tipe pula, yaitu: Collaborative Project, Blog, Content Communities, and
Social Networking (2012:147). Tipe-tipe tersebut antara lain:
a. Collaborative project mengikutsertakan orang orang untuk bekerja
bersama untuk membuat sebuah pesan. Contohnya Wikipedia, dimana
orang dapat membuat sebuah artikel atau documet lalu orang di
belahan dunia lain dapat mengaksesnya ataupun merevisi dokumen
tersebut. Online Collaboration juga mmapu menjadi alat yang bergua
untuk bekerja sama ddengan tujuan tertentu. Misalnya penggunaan
Google Docs pada saat revolusi mesir.
37
b. Blog, adalah bentuk yang paling dasar dari media sosial, yang
memberi kesempatanbagi penggunanya, baik kelompok maupun
pribadi untuk ikut serta dalam menciptakan sesuatu. Konten pada blog
berbasis web dan setiap topik ditentukan oleh yang memiliki blog.
c. Content Communities adalah situs dimana pengguna dapat saling
bebrbagi konten dengan penguna lainnya didalam komunitasnya.
Media sosial jenis ini yang banyak dikernal adalah Flickr, untuk foto
dan YouTube untuk video.
d. Social Networking Sites adalah tempat orang orang saling bertukar
informasi, dimana facebook dan twitter adalah yang paling populer.
Situs seperti facebook dan twitter memungkinkan penggunany untuk
saling berbagi aplikasi, gambar, video, musik dan berbagai akses lain.
Media sosial yang digunakan dalam proyek pembangunan masjid
di tolikara melalui website kitabisa.com adalah Facebook dan Twitter.
Dengan pengkategorian yang dibuat oleh Van Dijck dan Sarah Joseph, dua
media sosial tersebut masuk ke dalam Social Networking Site.
Facebook sendiri merupakan sebuah situs yang berdiri pada 2004.
Facebook merupakan akses jaringan sosial dimana penggunanya tidak
dipungut biaya apa pun yang diorganisasikan oleh facebook (Budiargo,
2015: 38). Facebook merupakan media sosial yang digunakan untuk
mempublikasikan konten, seperti profil, aktifitas atau bahkan pendapat
pengguna (Nasrullah, 2015: 40).
38
Sedangkan Twitter merupakan layanan jaringan sosial dengan basis
microblogging, dimana pengguna dapat mengirim pesan melalui teks yang
dinamakan tweets. Tweets hanya bsia digunakan dengan 140 karakter,
dimana ketika tweets itu diunggah, pengguna lain yang termasuk dalam
follower akan melihat hal tersebut. (Budiargo, 2015: 46). Twitter muncul
pada tahun 2006. Pada awal kemunculannya twitter dianggapa layaknya
sebuah SMS (short message Internet).
Di tahun 2010, Vice President dari Twitter, Kevin Thau
mengungkapkan bahwa twitter bukanlah situs jejaring sosial. Thau
mengungkapkan bahwa twitter adalah berita, twitter adalah informasi dan
twitter adalah pesan (Perez, 2016). Sebelum pernyataan dari Kevin Thau,
pada 2009, Williams Eva dan Battele John, juga mengungkapkan hal yang
sama. Bagi Eva dan John, Twitter adalah jaringan informasi yang
menceritakan kepada orang bagaimana mereka perhatian tentang apa yang
terjadi (Budiargo, 2015: 46)
Media sosial juga memiliki karakter dasar yaitu sebuah interaksi.
Sebuah interaksi ini adalah karakter dasar dari media sosial. Nasrullah
mengungkapkan bahwa interaksi sosial minimal berbentuk jempol ‘like’
Facebook. Interaksi ini merupakan salah satu pembeda antara media baru
dan media lama.
Gane and Beer membagi Interaksi menjadi beberapa makna, yakni
(Nasrullah,2015:27):
39
a. Interaksi adalah sebuah struktur yang menghubungkan khalayak
maupun teknologinya yang dibangun dari perangkat keras maupun
perangkat lunak dari berbagai sistem media.
b. Interaksi memerlukan individu sebagai human agency. Perangkat
teknlogi seperti media sosial lebih banyak sekadar menjadi sarana atau
alat yang sepenuhnya bisa digunakan oleh khaayak.
c. Interaksi menunjukkan sebuah konsep tentang komunikasi yang terjadi
antara pengguna yang termediasi oleh media baru dan memberikan
kemungkinan baru yang selama ini ada dalam proses komunikasi
interpersona.
d. Interaksi juga bisa diartikan sebagai konsep yang menghapuskan sekat
antara batasan ruang dan waktu. Interaksi di ruang virtual bisa terjadi
kapan saja dan melibatkan pengguna dari berbagai wilayah.
Selain interaksi, karakter lain dari media sosial adalah penyebaran
(share/ sharing). Benkler menjelaskan bahwa Medium sharing tidak hanya
menghasilkan konten yang dibangun dari dan dikonsumsi oleh
penggunanya, tetapi juga didistribusikan sekaligus oleh penggunanya.
(Nasrullah: 2015:33).
Penyebaran (sharing) dalam media sosial seringkali digunakan
melalui fasilitas yang memang telah disediakan oleh perangkat atau pada
website itu sendiri. Teknologi seperti tombol share pada facebook, atau
retweet pada twitter. Nasrullah dalam bukunya yang berjudul “Media
Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi” menjelaskan
40
bahwa pengembangan dan penyebaran konten di media sosial terbagi
menjadi tiga karakter, yaitu (2015:33):
a. Upaya membagi informasi yang dianggap penting kepada anggota
komunitas (media) sosial lainnya.
b. Menunjukkan posisi atau keberpihakan khalayak terhadap sebuah isu
atau informasi yang disebarkan.
c. Konten yang disebarkan merupakan sarana untuk menambah informasi
atau data baru lainnya sehingga konten menjadi semakin lebih lengkap.
Media juga berkaitan dengan pergerakan sosial. Seperti yang
diungkapkan oleh Gamson dan Wolfseld bahwa media digambarkan
memiliki tiga tujuan utama dalam pergerakan sosial, adalah sebagai
pengerahan (mobilization), pengesahan (validation), dan memberikan
lingkup besar (scope enlargement) (Lopez, 2014:7).
8. Media Sosial Sebagai Gerakan Sosial
Gerakan sosial sering kali dikaitkan tentang dengan hal-hal yang
bersifat politik. Namun pada dasarnya, Anthony Giddens mengungkapkan
bahwa gerakan sosial merupakan sebuah upaya kolektif untuk mengejar
kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan
bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang lingkup
lembaga-lembaga yang mapan (Fadillah, 2006: 1). Sztompka mendefinsi
gerakan sosial merupakan tindakan kolektif yang diorganisir secara
41
longgar, tanpa cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam
masyarakat mereka. (2014: 325).
Definisi lain juga diungkapkapkan oleh Robert Misel, yaitu
gerakan sosial sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak
terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau
menghalangi perubahan dalam masyarakat (2004: 6-7). Menarik apa yang
dijelaskan oleh beberapa definisi, maaka apa yang dibuat pandji dan
kitabisa dapat dikatakan sebagai sebuah gerakan sosial. Orang-orang yang
patungan diorganisir oleh kitabisa, dimana mereka mengejar sejumllah
target, untuk sebuah tujuan yaitu membangun kembali masjid di tolikara.
Dengan mengadopsi teknologi internet, patungan yang digalakan oleh
kitabisa, ide pembangunan menyebar ke seluruh masyarakat indonesia.
Maka demikian penggunaan gerakan sosial untuk memberikan
penekanan media sosial saat ini juga mampu memobilisasi masyrakat
untuk secara kolektif mengumpulkan dana untuk sebuah tujuan.Mengutip
pendapat dari Serafeim, yang ditulis pada Jurnal “The Impact of Social
Media on Social Movements: The New Opportunity and Mobilizing
Structure”, Internet dan teknologi yang mobile telah menjadi bagian yang
penting dalam membangun dan mengubah bagaimana sebuah berita
ataupun kabar dibuat dan disebarluaskan (Lopez, 2014:10). Hal ini juga
menyebabkan internet telah menjadi jalan bagi pihak-pihak yang terlibat
konflik, kelompok sosial yang merasa termarjinalkan, tidak berdaya atau
diperlakukan tidak adil (Harvey, 2014:308). Namun, Kalimat “social
42
media activism” atau gerakan sosial di media sosial masih ambigu karena
hal itu disengaja karena masih tergantug dengan variasi dari aplikasi yang
terhubung (Gilbert, 2015). Gerakan sosial dalam media sosial bisa saja
dibangun melalui sebuah hasthtag, dan bisa pula dibuat lewat sebuat
platform yang canggih. Kata ambigu sendiri merujuk pada beberapa
gerakan di media sosial yang terkadang hanya berupa hashtag semata
tanpa adanya sebuah tindakan fisik, ataukah aktivisme media sosial
merupakan semua gerakan yang bersifat sosial yang ada di dunia digital.
Shirky berpendapat bahwa media sosial menggantikan peran
struktur mobilisasi yang lama dan mampu menjadi alat koordinasi baru
untuk gerakan populer dunia, dengan mecakup karakteristk seperti
kecepatan dan interaktivitas (Lopez, 2014:9). Hal ini dapat dilihat
bagaimana facebook dan twitter mampu menjangkau orang-orang di
berbagai penjuru dunia dengan waktu terjadinya sebuah peristiwa.
Di tahun 2005, Nash dalam bukunya Social Movements, An
Anthropological Reader mengungkapkan Gerakan yang dilakukan melalui
sosial media termasuk dalan new social movement. Pengertian dari New
social movement atau gerakan sosial baru dipahami sebagai tipe gerakan
sosial yang memiliki tampilan karakter yang baru bahkan unik.
(Nugroho, 2015). Pengaruh dari media sosial dan perkembangan teknologi
telah mengubah bagaimana sebuah kelompok dan organisasi menggunakan
media sosial untuk menghasilkan perhatian dan partisipasi publik tentang
perkara mereka (Glenn, 2015:81).
43
Nash juga menjelaskan, bahwa gerakan sosial di media baru lebih
berpusat pada tujuan-tujuan non material dengan menekankan pada
perubahan perubahan dalam gaya hidup dan kebudayaan daripada
mendorong perubahan- perubahan spesifik dalam kebijakan publik atau
perubahan ekonomi (Nugroho, 2015).
Media Sosial adalah website dan aplikasi yang mampu membuat
pengunanya untuk membuat dan berbagi konten atau berpartisipasi dalam
jejaring sosial. Sedangkang aktivisme adalah kebijakan atau tindakan
kampanye yang biasanya bertemakan politk atau perubahan sosial. (Ibarra,
2015).
Dalam sebuah artikel di Patheos.com, Media Sosial dapat menjadi
sebuah alat terkuat dari aktivisme karena:
a. Media sosial mampu mengirimkan pesan kepada lebih banyak orang
dan lebih cepat.
b. Media sosial berpotensi untuk membawa penggunanya kedalam
keadaan yang lebih adil dan berimbang, dengan sedikit atau bias dari
propoganda media.
c. Media sosial memberikan orang kesempatan untuk menyuarakan
ketidakadilan dan ketidak akurasian dan membawa pemahaman yang
lebih baik.
44
d. Media sosial yang diorganisasikan mampu membuat an mendukung
kampanye lewat hashtag, dan semua orang diseluruh dunia mampu
ikut serta dalam hal hal penting.
e. Media sosial dapat diakses dengan mudah untuk para aktifis yang tidak
mampu meninggalkan rumah.
f. Media Sosial memberikan kekuatan, seperti yang ditunjukkan di
beberapa negara yang memblokir situs seperti google. (Ibarra, 2015)
Pada sebuah penelitian yang ditulis oleh Melis Nilgȕn, yang berjudul
Cyberactivism 2.0, dalam sebuah gerakan atau aktivisme, media sosial
memainkan peranan seperti dapat memobilisasi pergerakan dengan cepat, serta
efisien dan efektif dari segi dana. Media sosial juga dapat menyebarluaskan
informasi yang lebih mendalam dan dapat meningkatkan perhatian
(awareness) bagi penggunanya. (Nilgȕn, 2015: 2)
Dalam jurnal internasional yang ditulis oleh Merlyna Lim, Aktifisme
Media sosial dapat sukses memobilisasi massa saat ketika, mempunya cerita
sederhana, efek yang rendah (low risk), dan memilii tema yang didominasi
dengan cerita yang memiliki kesaaman dengan orang banyak, seperti agama
dan nasionalisme (Lim, 2013: 63).
9. Fan Culture
Tanpa disadari budaya media sosial dimana twitter dan facebook
memunculkan banyak orang-orang berpengaruh di dalam dunia maya itu
sendiri. Dalam media sosial, siapapun bisa bertransformasi menjadi sang idola
karena perangkat seperti facebook dan twitter. (Nasrullah, 2015:140).
45
Fan Culture ini juga berkaitan dengan Social Relationship Theory dari
Melvin deFleur dan BallRokeach. Dimana para Fandom memiliki “Pemuka
Pendapat” yang merupakan orang yang ia follow di media sosial.
Nasrullah dalam bukunya Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya,
dan Sosioteknologi, mengemukakan bahwa adanya budaya penggemar ini,
memunculkan keuntungan dimana para orang yang memiliki fans ini mudah
untuk menyebarkan meda, ide atau narasi melalui beragam jenis kanal media,
karena adanya permintaan secara aktif. (Nasrullah, 2015: 138)
46
F. Kerangka Pemikiran
Pandji Pragiwaksono dan
Kitabisa.com membangun sebuah
proyek penggalangan dana
Membangun Kembali
Masjid di Tolikara
Penggalangan dana disebarkan
melalui Social Media (Twitter
dan Facebook
Donasi dari khalayak
Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian yang Mengikuti Konsep Berlo
Dalam kerangka berfikir yang dibuat ini, peneliti menggunakan model
SMCR. Model yang dikemukan oleh pada tahun 1960 ini oleh David K. Berlo,
menjelaskan bahwa SMCR merupakan kepanjangan dari Source (sumber),
Message (Pesan), Channel (Saluran) dan Receiver (penerima) (Mulyana, 2008:
162). Sumber adalah pihak yang menciptakan pesan. Pada Penelitian ini
Sumbernya adalah Pandji Pragiwaksono dan Kitabisa.com. Pesannya adalah untuk
kembali membangun masjid di Tolikara, Papua. Setelah itu Channel atau saluran
yang digunakan untuk menjangkau khalayak adalah melalui Media Sosial, sepeti
Facebook dan Twitter.
Receiver atau penerima adalah khalayak luas yang
diharapkan dapat berdonasi setelah menerima Message yang disebarkan oleh
47
media sosial. Pada penelitian ini, nampakannya model SMCR yang dikemukakan
Berlo belum menyelesaikan apa yang ingin dituju oleh peneliti, maka dari itu
peneliti menambahkan unsur effect pada penelitian ini. Efek yang muncul dari
SMCR diatas adalah para penerima pesan mengenai pembangun kembali masjid
di Tolikara akhinrya ikut menyumbangkan dana atau menjadi penggalang dana.
Penggunaan model Berlo dikarenakan model Berlo tidak terbatas pada
komunikasi publik atau komunikasi massa saja, Sehingga model ini sangat
fleksibel untuk peneliti mengembangkan penelitian.
G. Metodologi Penelitian
Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Methodologia yang memiliki
arti 'Teknik' atau 'Prosedur'. Metodologi merujuk pada sebuah alur pemikiran yang
bersifat menyeluruh atau umum (General Logic) dan gagasan teoritis (Theoretic
Perscpectives)
suatu
penelitian.
(Raco,
2010:1).
Sedangkan
Penelitian
didefinsikan sebagai suatu proses bertahap bersiklus yang dimulai dengan
identifikasi masalah atau isu yang akan diteliti (Cresswel dalam Raco, 2010:6).
Metodologi berbeda dengan metode. Metodologi cenderung ke arah alur
pemikiran seperti yang disebutkan diatas, sedangkan metode merujuk pada teknik
yang digunakan dalam penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian
Kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi
dan memahami suatu gejala sentral. Salah satu corak data kualitatif adalah
48
deskriptif. Dalam penelitian deksripti, peneliti bertindak sebagai
pengamat. (Rakhmat,2012:25). Lebih lanjut Metode Deskriptif kualitatif
juga disebut sebagai penelitian survei (Issac dan Michael dalam Rahmat,
2012:25) atau disebut penelitian observasional (Wood dalam Rahmat,
2012:25). Metode deskriptif bertujuan untuk melukiskan secara sistematis
fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual
dan cermat (Isaac dan Michael dalam Rahmat, 2012:22)
Penggunaan
deskriptif
kualitatif
adalah
untuk
melakukan
penggambaran terhadap aspek tertentu dari sebuah realitas. Dalam hal ini,
realitas yang akan diteliti adalah bagaimana twitter dan facebook mampu
menjadi sebuah media yang dapat mengajak orang untuk berpartisipasi
dalam proyek masjid tolikara.
2. Obyek Penelitian
Objek umum pada dalam penelitian ini adalah media sosial Pandji
dan kitabisa baik facebook maupun twitter. Serta objek lainnya seperti
pendonatur, serta beberapa orang yang juga aktif dalam proyek
pembangunan kembali masjid Tolikara.
3. Teknik Pengambilan Sampling
Peneliti menggunakan Sampling Purposif. Purposive Sampling
adalah teknik yang mencakup orang orang yang diseleksi atas dasar dasar
kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan periset.
(Kriyantono, 2014:138). Purposif sample juga dipilih karena digunakan
49
untuk mengukur kedalaman dibanding tujuan representatif yang dapat
digeneralisasikan. Penentuan sample ini ditujukan untuk mengetahui
pengaruh media sosial dalam project pembangunan kembali masjid di
Tolikara. Kriteria yang dibuat dalam penentuan sample adalah donatur
yang namannya ada di daftar penggalangan dana. Lalu kriteria selanjutnya
donatur tersebut menyumbang dengan minimal nominal 100 ribu rupiah,
menggunakan nama asli bukan menggunakan nama anonim atau nama
panggilan, serta menggunakan foto asli pada daftar donatur.
4. Sumber Data
Untuk melanjutkan penelitian maka data - data yang berupa fakta
informasi diperlukan terkait penelitian. Data dibagi menjadi dua yaitu
primer dan sekunder.
Data Primer adalah data yang asli didapatkan oleh penelitinya,
misalnya lewat wawancara. Istijanto (2009:45) menerangkan bahwa data
primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh penliti dengan
memperolehnya secara langsung dari sumbernya sehingga peneliti menjadi
"tangan pertama" yang mendapatkan data tersebut. Wawancara dilakukan
kepada perwakilan kitabisa.com, kemudian Pandji selaku penggagas dana,
serta kepada beberapa donatur yang namanya ada dalam list penyumbang
di kitabisa.com
Data sekunder sebaliknya adalah data yang "tidak didapatkan
langsung" oleh peneliti, melainkan dari pihak lain. Data sekunder bisa
50
berupa hasil penelitian sebelumnya. Istijanto (2009:38) mendefiniskan
data sekunder adalah yang bisa diselekis berdasarkan asal atau sumber
penyedianya, yakni (1) data internal, yang berasal dari dalam perusahaan
yang bersangkutan, maupun (2) data eksternal yang merupakan data yang
berasal dari luar perusahaan. Data sekunder diperolehnya dari penelitian
dokumen atau kepustakaan.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah berbagai referensi dan
literatur mengenai penelitian, baik buku maupun jurnal internasional.
kemudian juga website kitabisa.com, yang berisikan mengenai list
pendonatur dan fakta-fakta mengenai penggalangan dana.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga
teknik pengumpulan data, antara lain:
a. Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam pengumpulan data pada
penelitian ini adalah wawancara tersturktur. Wawancara mendalam
adalah suatu cara mengumpulan data atau informasi dengan cara
langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data
lengkap dan mendalam (Kriyantono, 2014:102). Dalam penelitian ini
ada beberapa informan yang telah ditargetkan peneliti untuk dilakukan
depth
interview,
pertama
adalah
Pandji
Pragiwaksono,
yang
merupakan pemegang proyek membangun masjid di tolikara. Lalu,
51
website kitabisa.com yang merupakan situ dimana proyek itu dibuat.
Terakhir adalah beberapa donator dan penggalang dana yang berperan
penting dalam kesuksesan proyek ini.
b. Studi Dokumen
Guba dan Lincoln menjelaskan bahwa dokumen adalah setiap
bahan tertulis ataupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang penyidik atau peneliti. Dokumen digunakan dalam
penelitian sebagai sumber data untuk menguji, menafsirkan, bahkan
meramalkan suatu masalah (Moleong, 2012:217).
Dalam penelitian ini peneliti akan meminta data mengenai
jumlah donator dan penggalang dana serta data – data yang sifatnya
tertulis mengenai proyek pembangunan masjid di Tolikaara dari
website kitabisa.com.
Studi dokumen pada penelitian ini juga adalah berbagai konten
twitter dan facebook yang berhubungan pada pembangunan masjid di
Tolikara. Terutama, pada objek utama yaitu akun @pandji dana kun
@kitabisa. Selain itu peneliti juga mencoba menganalisis mengenai
share facebook atau twitter yang juga senada dengan proyek ini.
6. Teknis Analisis Data
Kriyantono (2014:196) mengungkapkan Tahap analisis data
memegang peran penting dalam riset kualitatif, yaitu sebagai faktor utama
52
penilaian kualitas tidaknya riset. Pada penelitian ini setelah semua data
terkumpul baik data observasi data wawancara dan studi pustaka barulah
dilakukan analisis data. Sedangkan, Moleong (2012:287) membagi analisis
data menjadi tiga model yaitu. (1) Metode Perbandingan tetap (constant
comparative method), (2) Metode analisis data menurut Spradley dan (3)
metode analisis data menurut Miles dan Huberman.
Dalam
penelitian
ini,
untuk
menganalisis
data,
peneliti
mengunakan analisis data model Miles dan Huberman. Model Miles dan
Huberman membagi aktivitas dalam menganalisis data yaitu Reduksi data
(data reduction), Penyajian data (data display), dan Penarikan dan
Pengujian Kesimpulan (drawing and verifying conclusions). (Pawito,
2007:104)
Reduksi data secara sederhana adalah meringkas data. Lalu,
peneliti menyusun kode-kode dan catatan (memo) mengenai berbagai hal,
termasuk yang berkaitan dengan aktivitas penelitian sehingga peneliti
mampu menemukan tema-tema atau pola-pola data. Reduksi data yang
dilakukan peneliti adalah untuk meredusir data-data yang tidak berkenaan
penelitian, sehingga memudahkan untuk analisis data. Dengan pereduksian
data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang dicapai.Hasil reduksi data
dapat memberikan peneliti gambaran yang jelas, sehingga dapat
mempermudah peneliti dalam langkah selanjutnya.
53
Penyajian data dala penelitian ini adalah berbentuk narasi. Datadata yang telah dikumpulkan dan kemudian direduksi, lalu disajikan dalam
bentuk satu kesatuan sehingga akan memudahkan untuk data dianalisis.
Tahap terakhir dari Model Miles dan Huberman, pada tahap ini
peneliti mengimplementasikan dengan mempertimbangkan display data
yang telah dibuat. Dalam tahap ini, temuan yang awalnya masih bersifat
belum jelas atau masih remang-remang, menjadi mendapatkan kejelasan
sehinga mampu menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal.
Awal kesimpulan mungkin telah tergambah sejak awal, namun untuk
mencapai kesimpulan final peneliti akan mempertajam analisa. Sehingga
akan sampai pada sebuah kesimpulan final yang berupa propsisi ilmiah
mengenai realitas yang diteliti.
Pengumpulan
Penyajian
data
Data
Reduksi
Data
Penarikan/
pengujian
Kesimpulan
Bagan 1.3 Komponen analisis data model Miles dan Huberman (Pawito,
2007:105)
Download