BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hari Jumat 17 Juli 2015 lalu, merupakan hari yang besar bagi umat muslim di Indonesia. Setelah 30 hari menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, umat muslim merayakan hari Idul Fitri. Hari yang merupakan hari kemenangan. Suka cita, senyum yang lebar menjadi sebuah hal yang biasa terjadi pada saat hari raya Idul Fitri ini datang. Namun hal tersebut berbeda adanya pada perayaan Idul Fitri di Kabupaten Tolikara, Papua, tanggal 17 Juli 2015 lalu. Sebuah peristiwa yang tidak diinginkan semua pihak terjadi. Insiden kebakaran terjadi di sebuah pasar yang berada di Kabupaten Tolikara, Papua, yang mengakibatkan hancurnya puluhan bangunan, termasuk masjid Baitul Muttaqin. Karena peristiwa tersebut, Indonesia dibuat geger. Peristiwa terbakarnya masjid Baitul Muttaqin di Tolikara adalah suatu hal yang sangat menyedihkan. Banyak sekali pemberitaan yang muncul di media mengenai kejadian ini yang sendirinya kemudian menimbulkan tanggapan dan kasak kusuk, bahkan tumbuh juga perasaan sentimen terhadap agama lain. Para netizen di dunia maya pun, khususnya di media sosial, seperti di Twitter dan Facebook turut merespon kejadian dengan komentar-komentar yang cenderung memprovokasi dan memperkeruh suasana. Peristiwa terbakarnya masjid ini tak ayal menjadi lahan untuk saling menuduh dan menjelek-jelekan kalangan dari agama lain. 1 2 Sentimen, saling menuduh, tanggapan, atau kicauan di dunia maya dapat dengan mudah kita temukan, seperti kicauan dari twitter dibawah ini, Gambar 1.1 Twitter Negatif mengenai tolikara. Sumber: twitter.com Dua twitter tadi hanya beberapa dari sekian banyak kicauan yang muncul ketika terbakarnya masjid di Tolikara. Selain kicauan negatif, muncul pula kicauan yang bernada provokatif yang muncul bukan dari akun-akun personal, namun juga dari akun lembaga seperti Front Pembela Islam (FPI) Gambar 1.2 Twitter FPI tentang Tolikara. Sumber: akun twitter @DPP_FPI Namun demikian, ada perkembangan yang positif berupa munculnya upaya untuk kemudian membangun kembali masjid tersebut secara swadana. Akun Twitter yang justru memulai aksi nyatanya dalam kasus ini adalah seorang entertainer, Pandji Pragiwaksono. Lewat akun twitternya @pandji, ia membuat sebuah proyek melalui website kitabisa.com untuk membangun kembali masjid yang terbakar tersebut. 3 Pandji memulai gerakan membangun kembali masjid di Tolikara, dengan menuliskan ungkapan kekesalannya terhadap respon orang-orang yang ia nilai tidak bijak. Tulisan tersebut diunggah di website pribadinya, www.pandji.com, dan kemudian langsung direspon oleh salah satu CEO dari Kitabisa. Pandji dan Kitabisa setuju bahwa lini masa (timeline) sosial media sudah sangat tidak bagus, dan akhirnya mereka berdua sepakat untuk membuat sebuah proyek membangun kembali masjid di Tolikara. Setelah adanya kerja sama tersebut, Pandji mencantumkan tautan yang merujuk ke website kitabisa.com pada artikel yang berjudul Mari Menangkan itu. Artikel tersebut kemudian dibagikan oleh pembaca website pandji.com lewat Twitter sebanyak 247 kali. Gambar 1.3 Tulisan Pandji mengenai pembakaran masjid Tolikara di websitenya Sumber: www.pandji.com 4 Gambar di atas merupakan artikel Mari Menangkan yang ditulis Pandji untuk mengajak masyarakat, khususnya netizen, melakukan penggalangan dana demi membangun kembali masjid di Tolikara. Secara umum, isi tulisan dari artikel ini adalah berupa ajakan Pandji untuk berhenti saling menyalahkan satu sama lain dan mengajak untuk melakukan hal yang lebih positif, misalnya berdonasi dalam gerakan yang dibuat oleh Pandji. Untuk menyebarluaskan proyek ini, Pandji juga menggunakan akun Twitter pribadinya sebagai upaya memberitahukan kepada followers mengenai proyek yang sedang digagasnya. Berikut adalah tweet Pandji terkait tulisannya mengenai Tolikara. Gambar 1.4 Twitter @pandji tanggal 17 Juli 2015 yang mengajak untuk membaca artikel di website pandji.com Sumber: Akun Twitter Pandji Pragiwaksono Gambar di atas merupakan gambar dari tweet pertama akun @pandji dalam menyebarkan kampanyenya di Twitter. Posting-an pertama ini mendapat 134 retweet dan 42 kali favorit. Pada hari berikutnya, tanggal 18 Juli 2015 akun @pandji juga kembali mem-posting beberapa tweet tentang proyeknya membangun Tolikara, di hari tersebut tweet yang dibuat dalam waktu yang berdekatan. Beberapa tweet yang diunggah @pandji di-Retweet oleh banyak akun, bahkan salah satu tweet yang @pandji untuk “bantu RT” berhasil medapatkan 5 lebih dari 700 retweet. Banyaknya info yang tersebar dari Twitter @pandji, lalu artikel di website pandji.com, dan langsung dari website kitabisa.com tentunya mempengaruhi jumlah donasi. Di sisi lain jumlah followers Twitter pada akun @pandji saat ini adalah 717.832. Gambar 1.5 Twitter @pandji tanggal 18 Juli 2015 tentang Tolikara Sumber: Akun Twitter Pandji Pragiwaksono Selain itu website kitabisa.com sendiri sebagai platform atau wadah dari penggalangan dana, juga turut menyebarluaskan proyek ini melalui media sosial mereka seperti Facebook, Twitter dan Google Plus. Jumlah tweet, atau unggahan 6 di Facebook dan Google Plus, tidak terlalu banyak. Bahkan di Twitter tercatat Kitabisa hanya melalukan 3 kali tweet tentang Masjid Tolikara. Gambar 1.6 Posting-an melalui Facebook, Google Plus, dan Twitter dari kitabisa.com mengenai proyek masjid Tolikara Sumber: Akun kitabisa.com Website kitabisa.com sendiri adalah website untuk menggalang dana secara online untuk berbagai macam kebutuhan. Beragam kebutuhan tersebut mulai dari progam yayasan/NGO (Non Govermental Organization), inisiatif 7 komunitas, gagasan mahasiswa, bantuan bencana alam, hingga patungan untuk pribadi yang membutuhkan. Dalam halaman website resmi www.kitabisa.com, secara kesuluruhan organisasi telah mengumpulkan dana lebih dari 6,78 miliar rupiah, dan telah menjalankan 533 inisiasi proyek. Kitabisa telah berhasil memberikan wadah bagi masyarakat terutama netizen untuk membantu mengatasi masalah-masalah melalui sebuah online fundraising atau penggalangan dana secara online. Istilah penggalangan dana sebenarnya sangat erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Patungan, sokongan, atau urunan, adalah kata yang seringkali terucap saat masyarakat mengumpulkan dana untuk sesuatu hal. Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini, telah melahirkan revolusi penggalangan dana dari yang sebelumnya dilakukan secara konvensional kini beralih ke dunia digital. Di luar Indonesia, salah satu penggalangan dana yang cukup dikenal, adalah penggalangan dana untuk Pebble melalui website Kickstarter. Pebble adalah sebuah jam tangan pintar pertama, yang muncul jauh sebelum Samsung atau Apple mengeluarkan smartwatch-nya. Pebble berhasil menggalang dana sebanyak 10 Juta US dollar dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan. (Ijas,2014) Di Indonesia sendiri, salah satu online fundraising yang sempat ramai diperbicangkan adalah pembuatan video games, Dreadout, yang berhasil didanai lewat penggalangan dana secara online di website Indiegogo (Wibowo, 2015). Digital Happines yang sekaligus pembuat games Dreadout, merupakan developer game Indonesia pertama yang menerima dana dari layanan Crowdfunding 8 Internasional. (Yuliani, 2014). Lewat halaman resminya, Dreadout menuliskan bahwa mereka berhasil didanai sebesar 29.000 US Dollar dari target 25.000 US Dollar. (Dreadout.com, 2013) Berkat proyek fundraising yang digagas oleh Pandji ini, respon-respon negatif di dunia maya berkurang dan berganti dengan respon positif ataupun menyebarkan proyek yang digagas Pandji. Hashtag #masjidtolikara, hashtag #Tolikara dan kampanye membangun masjid itu sendiri kemudian menjadi ramai dan akhirnya hanya dalam waktu 3 hari donasi sebanyak 308 juta rupiah berhasil dikumpulkan. Dana tersebut berasal dari 1.186 donatur dan 23 penggalang dana. Donatur adalah sebutan bagi orang-orang yang berdonasi secara langsung, sedangkan penggalang dana adalah orang-orang yang mengajak orang lain untuk ikut berdonasi. Hal ini jauh melebihi apa yang ditargetkan oleh Pandji dan Kitabisa yang awalnya hanya menargetkan 200 juta rupiah dalam waktu 30 hari. Kemenangan Pandji melalui website kitabisa.com ini tidak lepas dari penggunaan jejaring media sosial, seperti Facebook dan Twitter, dalam menyebarluaskan proyek pembangunan masjid di Tolikara itu sendiri. Proyek #MasjidTolikara telah disebarluaskan di Facebook sebanyak 14.978 kali, di Twitter sebanyak 3.379 kali dan di Google Plus sebanyak 63 kali. Hal tersebut secara langsung memberikan sebuah semangat positif dimana new media sekarang ini dapat digunakan lebih dari sekadar berinteraksi. Namun juga dapat menjadi sebuah gerakan yang mampu memobilisasi lewat sebuah jejaring sosial media. Seiring berkembangnya teknologi dan inovasi dalam dunia maya, berbagai macam aplikasi digital muncul dan menghiasi hidup. Mulai dari menjadi tempat 9 berinteraksi, tempat jual beli, hingga menjadi tempat untuk ajang pamer selfie. Tak sulit untuk mencari berbagai remaja Indonesia menenteng berbagai gadget, mulai dari smartphone hingga komputer jinjingnya dimanapun berada. Begitu pula dengan media sosial, hampir seluruh orang Indonesia memiliki akun Facebook, Twitter, dan berbagai media sosial lain. Saat ini jejaring sosial memilki pengguna yang jumlahnya luar biasa. Terbukti dari data pengguna Facebook yang dihimpun oleh eMarketer, pengguna Facebook di Indonesia yang hampir mencapai 62,6 Juta pengguna (Noviandari, 2015). Sedangkan jumlah pengguna twitter di Indonesia, menurut CEO Twitter, Dick Castolo, adalah 50 juta pengguna. Dick juga memprediksi jumlah tersebut akan terus bertambah (Hasibuan, 2015). Jumlah pengguna yang luar biasa tersebut, menyebabkan Indonesia memiliki Online Social Networking yang sangat luas dan kuat. Hal ini diungkapkan oleh reporter dari CNN, Sara Sidner, yang dikutip oleh Merlyana Lim, dalam jurnalnya yang berjudul Many Clicks but Little Sticks: Social Media Activism in Indonesia. Sidner menjelaskan bahwa aktivitas media sosial di Indonesia seperti tweet, texting, dan typing tidak hanya digunakan untuk sesuatu yang menyenangkan. Namun juga dapat digunakan sebagai alat untuk perubahan (Lim, 2013, 636). Lebih lanjut Lim menjelaskan bahwa aktivisme media sosial memiliki kemampuan dalam kecepatan, sederhana, dan banyak dari segi jumlah. Proyek #MasjidTolikara oleh Pandji Pragiwaksono yang dibuat di website kitabisa.com merupakan salah satu bentuk contoh, dimana saat ini gerakan sosial 10 yang berkembang di Indonesia sudah dapat dihimpun dengan sebuah media online. Dalam sebuah data yang dikeluarkan oleh We Are Social, sebuah agensi marketing sosial, di tahun 2015, Indonesia memiliki 72,7 juta pengguna Internet aktif dari total populasi penduduk indonesia yang berjumlah 255,5 juta (Wija ya, 2015). Dari data tersebut, maka 1 dari 3 orang Indonesia merupakan pengguna intenet aktif. Pengguna internet di Indonesia ini akan lebih berkembang lagi dengan berbagai peningkatan-peningkatan teknologi sendiri yang terjadi di Indonesia. Dengan banyaknya pengguna internet yang aktif, Internet menjadi sebuah roda dalam pergerakan sosial baru di Indonesia. Norris dalam Ibrahim (2011:97) mengungkapkan bagi para penggunanya, internet mampu menyediakan sebuah bentuk baru dari komunikasi horizontal dan vertikal yang mampu memfasilitasi dan memperbanyak sebuah pertimbangan dalam lingkungan masyarakat. Pernyataan milik Norris diperkuat dengan pendapat yang dikemukan Sassi dalam Ibrahim (2001:98) yang mengungkapkan bila internet juga mampu meningkatkan keterlibatan warga dalam kehidupan politik. Proyek yang digalakkan oleh Pandji Pragiwaksono dalam website kitabisa.com yang lalu tersebar melalui Facebook dan Twitter memang bukan sebuah kehidupan politik, namun hal tersebut menjadi sebuah harapan bahwa perubahan positif kini dapat dilakukan dari depan layar. Donasi yang telah dilakukan bukanlah sebuah “proyek” biasa yang hanya membutuhkan tanda 11 tangan online untuk melakukan perubahan. Namun proyek yang Pandji dan Kitabisa.com lakukan adalah mengajak orang untuk mengeluarkan sejumlah uang dan melakukan perubahan sebenarnya. Memikirkan perubahan bisa dilakukan sambil duduk, namun untuk menciptakan perubahan harus mengambil tindakan. B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah yang dituliskan di atas, maka penelitian ini berfokus pada rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penyebarluasan informasi atau ajakan kepada masyarkat melalui Facebook dan Twitter oleh akun Pandji dan Kitabisa untuk mendukung project pembangunan masjid di Tolikara? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap keberhasilan project pembangunan masjid di Tolikara? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peran Twitter dan Facebook sebagai media komunikasi dalam menggerakkan masyarakat untuk mendukung dan berpartisipasi dalam gerakan sosial #MasjidTolikara di website kitabisa.com. 2. Mengetahui yang menjadi faktor penentu keberhasilan kampanye Twitter dan Facebook yang dapat menggerakkan masyarakat untuk mendukung 12 dan berpartisipasi dalam gerakan sosial #MasjidTolikara di website kitabisa.com. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dan sebagai bahan pembelajaran dalam bidang ilmu komunikasi, khususnya yang membahas tentang peran new media terutama dalam gerakan yang bersifat sosial. 2. Manfaat Praktis a. Mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang aktifitas gerakan sosial dalam media sosial pada masyarakat untuk mendukung dan berpartisipasi dalam gerakan sosial #MasjidTolikara di website kitabisa.com. b. Mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan sebuah kampanye gerakan sosial di Twitter. c. Memberi masukkan kepada pengelola situs www.kitabisa.com tmengenai faktor-faktor dari penemuan penelitian ini sehingga dapat digunakan pada proyek selanjutnya. 13 E. Tinjauan Pustaka Berbagai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi Komunikasi adalah sebuah kebutuhan yang muncul secara alamiah pada manusia. Manusia yang juga dikenal sebagai Homo Socius (Makhluk Sosial). Komunikasi membuat setiap manusia untuk hidup saling berdampingan, bersosialisasi, hingga membentuk sebuah ikatan. Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah tingkah laku mereka. (Cangara, 2010:20). Di Tahun 1949, Shannon dan Weaver menjelaskan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan seni dan teknologi (Wiryanto, 2004:7). Teori yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver adalah teori yang memandang komunikasi sebagai transmisi pesan (Fiske, 2014:9). Selain dua definisi yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver, serta Rogers. Definisi komunikasi lain juga disebutkan oleh kelompok sarjana komunikasi yang dijelaskan oleh Cassandra L Book, dalam bukunya Human Communication, dimana disebutkan bahwa komunikasi adalah suatu transaski, proses simbolik yang menghendaki orang-orang 14 mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2010:20). Atau definisi yang disebutkan jauh ditahun 1948 oleh Carl Hoveland dimana Hoveland mendefinisikan komunikasi adalah proses dimana individu mentrasmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain. (Wiryanto, 2004:6). Dari beberapa definsisi diatas, ada sebuah titik temu dimana adanya transmisi pesan untuk mempengaruhi satu sama lainnya. Pesan tersebut merupakan stimulus yang akan ditujukan kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut terpengaruh. Lebih lanjut, Joseph Dominick menjelaskan bahwa setiap peristiwa komunikasi melibatkan delapan elemen komunikasi yang meliputi sumber, encoding, pesan, saluran, decoding, penerima, umpan balik, dan gangguan. (Morissan, 2015: 17). Penelitian ini sendiri menitik beratkan pada elemen komunikasi yaitu saluran. Namun Cangara megungkapkan bahwa komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. (Cangara, 2010:22). Sehingga meski berfokus pada Saluran (media), penelitian juga akan membahas unsur-unsur lainnya seperti sumber (komunikator) dan pesan. Dalam buku Human Communication yang ditulis oleh kelompok sarjana komunikasi Amerika, komunikasi dibagi atas beberapa tipe, yakni 15 komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi organisasi, komunikasi massa, dan komunikasi publik. (Cangara, 2010: 29). Sedangkan Morissan lebih sederhana mengklasifikasikan komunikasi dengan menggunakan level mulai dari komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. (Morissan,2013:14). Dengan pengklasifikasian ini, penelitian yang dibuat oleh peeneliti berada pada tingkata komunikasi massa. 2. Komunikasi Massa Nurrudin (2013:3) mengungkapkan dari berbagai macam definisi komunikasi massa, namun pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Pengertian lebih sederhana lain dikemukakan oleh Bittner bahwa komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media masa pada sejumlah besar orang (Ardianto, dkk, 2009:3). Dengan dua definisi di atas ada sebuah kesamaan yaitu penyampaian pesan pada komunikasi massa harus menggunakan media massa. Maka walaupun komunikator menyampaikan pesan didepan khalayak banyak selagi komunikator tidak mengunakan media massa, maka hal tersebut bukanlah komunikasi masa. Definisi lain mengenai komunikasi massa juga diungkapkan oleh Gerbner. Menurut Gerbner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan 16 teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Ardianto, dkk. 2009:3). Komunikasi massa memiliki proses dan beberapa karakteristik. Dennis McQuail menjelaskan proses komunikasi massa yang sekaligus menjelaskan ciri atau karakterisktik komunikasi massa (Morissan, 2010: 14), yaitu: a. Media masa adalah institusi yang dirancang untuk dapat menjangkau masyarakat luas. Audien adalah kumpulan orang dalam jumlah besar yang tidak saling mengenal. Begitu pula hubungan antara pengirim pesan dan penerima pesan. b. Pengirim pesan adalah organisasi media massa atau komunikator profesional. c. Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu pihak (onesided) dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu saja (impersonal) dan terdapat jarak sosial dan jarak fisik yang memisahkan kedudukan pengirim dan penerima pesan. d. Hubungan antara pengirim dan penerima pesan tidak saja bersifat asimetris, namun juga kalkulatif dan manipulatif. e. Pengirim pesan biasanya memiliki lebih banyak otoritas, keahlian dan juga gengsi dibanding penerima pesan. f. Pesan komunikasi massa dirancang dengan standar yang sudah distandarkan dan kemudian diproduksi dalam jumlah banyak. 17 g. Audien media massa terdiri atas kumpulan besar orang yang terletak, tersebar, dan bersifat pasif karena tidak memiliki kesempatan untuk memberikan repons, atau berpartisipasi dalam proses komunikasi dengan cara yang alami. h. Audien media massa pada umumnya menyadari bahwa mereka adalah bagian dari audien yang lebih besar, namun mereka memiliki hubungan atau pengetahuan yang terbatas dengan audien lainnya. i. Audien yang bersifat massa itu terbentuk untuk sementara waktu karena adanya hubungan yang bersifat serentak dengan pengirim (sumber), sedangkan eksistensi audien itu sendiri tidak pernah ada kecuali dalam catatan industri media. McQuail (2011:4) dalam bukunya Teori Komunikasi Massa menjelaskan bahwa komunikasi massa merupakan konsep satu arah yang terus berkuasa, namun kini hanya tidak hanya dimiliki oleh milik media massa, melainkan ini media ini juga dilengkapi oleh media baru. Lebih lanjut McQuail mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang utama dalam media massa dan media baru yaitu jangkauan yang lebih luas dan bersifat interaktif. Lebih lanjut, seperti yang diungkapkan pada bagian komunikasi, bahwa sebuah komunikasi terdapat elemen atau unsur-unsur yang mendukung untuk terjadinya komunikasi, maka begitu pula dengan komunikasi massa. Nuruddin (2013: 95) mengungkapkan bahwa elemen komunikasi pada komunikasi berlaku pula dalam komunikasi massa. 18 Dimana terdapat komunikator mengirimkan pesan melalui saluran kepada komunikan. Perbedaan komunikasi massa dan komunikasi adalah jumlah pesan yang berlipat-lipat. 2.1 Komunikator (Pengirim Pesan) Sebuah proses komunikasi dimulai oleh komunikator sebagai sang pengirim pesan. Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan yaitu dimana gagasan, ide atau pikiran berasal yang kemudian disampaikan kepada pihak lainnya yaitu penerima pesan. Sumber tadi sering pula disebut komunikator. (Morissan, 2013:17). Sumber atau komunikator bisa jadi individu, lembaga, atau mungkin kelompok. Aristoteles menyebutkan komunikator yang baik memiliki karakter sebagai ethos. Ethos komunikator terdiri dari good will (maksud yang baik), good sense (pikiran yang baik), dan good moral character (karakter yang baik). Secara sederhana Ethos merupakan konsep Kredibilitas dari komunikator (Fisher, 1986: 19). Ethos ditujukan untuk proses komunikasi persuasi, dimana efek dari komunikasi itu adalah untuk mengubah perilaku. (Ardianto, dkk. 2009:33). Hovland menjelaskan bahwa karakteristik sumber berperan dalam memengaruhi penerimaan awal pada pihak penerima pesan namun memiliki efek minimal dalam jangka panjang (Morissan, 2013: 17-18). Pada penelitian ini berfokus pada sumber (penggagas patungan atau 19 sumbangan) menjadi berpengaruh terhadap komunikan. Morissan secara sederhana menjelaskan melalui sebuah teori kredibilitas dan daya tarik sumber. Dimana status, keandalan, dan keahlian sumber menambah bobot kualitas pesan. (Morissan, 2013: 18). Atau seperti yang disebutkan oleh Cangara, bahwa seotrang komunikator harus memiliki kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive), dan kekuatan (power) (Cangara, 2009: 91) 2.2 Pesan Secara sederhana, Cangara mendefinisikan pesan sebagai sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima (Cangara, 2009: 24). Lalu Domick medefinisikan pesan sebagai produk fisik aktual yang telah dienkoding sumber (Morissan, 2013:19). Dua definisi tersebut menyebutkan bahwa pesan merupakan sesuatu yang dikirim oleh komunikator. Pesan tersebut dapa diterima dengan baik, apabila apa yang dibuat oleh sumber dapat dimengerti oleh penerima. Aubrey Fisher dalam bukunya “Teori-Teori Komunikasi: Perspektif Mekanistis, Psikologis Interaksional, dan Pragmatis” mengungkapkan bahwa pesan sendiri memiliki keragaman konsep. Pesan memiliki konsep-konsep, yaitu berupa, sebagai isyarat yang disampaikan, sebagai bentuk struktural, sebagai pengaruh sosial, sebagai refleksi diri, dan sebagai kebersamaan. (Fisher, 1986: 364 – 20 377). Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada pesan yang memiliki konsep sebagai pengaruh sosial. Dalam penyusunan pesan, Cassadra membagi menjadi dua model. Pertama penyusunan pesan yang bersifat informatif, dan penyusunan yang bersifat persuasif. Pada penelitian mengenai bagaimana facebook dan twitter mampu mempengaruhi, maka pola penyusunan pesan yang digunakan adalah pola yang bersifat persuasif. Dimana Cangara berpendapat bahwa pola penyusunan pesan yang bersifat persuasive memiliki tujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan pendapat khalayak. Penyusunan pesan melalui teknik persuasi menjadi lima yaitu, Fear Appeal, Emotional Appeal, Reward Appeal, Motivational Appeal, Humorius Appeal. (Cangara, 2009: 116-117) 2.3 Medium (Saluran) Fiske mendefinisikan saluran sebagai alat-alat yang secara fisik menjadi tempat dimana sinyal ditransmisilkan. Sedangkan medium adalah alat-alat yang bersifat teknis atau fisik yang mengubah pesan menjadi sinyal sehingga memungkinkan untuk ditransmisikan pada saluran. (Fiske, 2014:29). Cangara juga mendefinisikan dengan menggunakan kata lain yaitu, media. Dimana Cangara mendefinisikan media sebagai alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima (Cangara, 2009:25). 21 Media yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk dari media baru. Beberapa buku komunikasi, juga menyebutnya sebagan second media age. Subbab mengenai media baru, yang kemudian akan spesifik kedalam Media sosial akan dibahas pada subbab selanjutmya. 3. Proses Penyebaran Informasi Komunikasi adalah sebuah proses (Fisher, 1984: 409), begitulah ungkapan dari Aubrey Fisher dalam bukunya “Teori-Teori Komunikasi”. Menurut West dan Turner, proses sendiri adalah suatu kejadian yang berkesinambungan, dinamis, dan tidak memliki akhir (West dan Turner, 2008:6). Wilbur Schramm mengatakan bahwa untuk terjadinya proses komunikasi paling sedikit harus memiliki 3 unsur komunikasi, yaitu komunikator, pesan, dan komunikan (Suprapto, 2009: 9). Berdasarkan definsi diatas, proses penyebaran informasi sejatinya adalah bagaimana sebuah kejadian yang dimulai dari komunikator, lalu menyampaikan pesan dan kemudian diterima oleh komunikan. Untuk mengetahui bagaimana proses tersebut, maka dibentuklah model-model komunikasi. Model komunikasi dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana proses itu bekerja, apa dan siapa unsur-unsurnya dan bagaimana kaitan di antara mereka (Nuruddn, 2013: 139). Dari sekian banyak model komunikasi, dalam penelitian ini menggunakan model aliran banyak tahap. Model aliran banyak tahap menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik dari media ke khalayak 22 (yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali ke media, kemudian kembali lagi ke khalayak, dan seterusnya. (Nurudin, 2013: 144). Dalam model komunikasi banyak tahap laju komunikasi dari komunikator kepada komunikan terdapat sejumlah saluran yang berganti-ganti (Ardianto, dkk, 2009:73) Gupta menjelaskan bahwa Model alir banyak tahap adalah pengembangan dari model dua arah. (Gupta, 2001:34). Banyaknya studi yang menunjukkan bahwa model komunikasi dua tahap cenderung kemudian menjadi model banyak tahap dimana banyaknya arah aliran dan juga pengulangan. (Stansberry, 2012: 15). Secara jelas, model dari sebuah model komunikasi banyak tahap dapat diliat melalui gambar. Bagan 1.1 Model aliran banyak tahap Sumber: Nurudin, 2013 : 144 23 Pesan yang disampaikan dari sumber dapat disalurkan secara luas, dan komunikan mampu banyak mendapatkan pesan yang sama dari sumber-sumber lain. Pesan tersebut menjadi viral dan mampu saling mempengaruhi satu sama lain. Nurudin bahkan mengatakan bahwa model aliran banyak tahap ini lebih akurat dibanding model lain dalam menggambarkan arus pesan kepada khalayak. (Nurudin, 2013:146) 4. Efek Komunikasi Massa Stamm dan Bowes dalam Nuruddin (2013: 206) membagi efek komunikasi massa menjadi dua bagian, yaitu efek primer yang mempengaruhi perhatian, terpaan, dan pemahaman. Lalu ada efek sekunder yang meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih). Wujud efek juga berwujud tiga hal: yaitu efek kognitif (pengetahuan), behavioral (perubahan pada perilaku), dan afektif (emosional dan perasaan). Setiap efek yang hadir, dipengaruhi oleh beberapa faktor dan tidak dapat berdiri sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek ada dua, yaitu faktor individu dan faktor sosial (Nurrudin, 2013:228). Faktor individu mengacu pada pemikiran psikologi, yang mempengarui proses penerimaan pesan. Faktor individu tersebut dapat berupa: 1) Selective attention adalah faktor yang mempengaruhi individu sesuai dengan pendapat dan minatnya kepada media massa. 24 Faktor ini juga mempengaruhi individu untuk menghindari pesan-pesan yang tidak sesuai dengan pendapatnya. Selective attention didasarkan oleh perhatian pada hal hal tertentu yang didasarkan pada kesenangan individu (Cangara, 2009: 162). 2) Selective perception adalah kecenderungan seorang individu untuk mencari media yang bisa mencari kecenderungan dirinya. Kecenderungan ini berupa pendapat, sikap, atau keyakinan. 3) Selective retention adalah kecenderungan seseorang untuk mengingat pesan yang sesuai dengan pendapat dan kebutuhan dirinya. Pemilihan informasi ini muncul oleh kesan tersendiri yang didapat oleh penerima. 4) Motivasi, faktor ini akan mendorong seseorang untuk memilih jenis media massa yang akan dinikmati. 5) Pengetahuan, berarti seseorang akan menganggap media massa mampu mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. 6) Kepercayaan, berarti seseorang yang menerima atau terpengaruh pesan media massa juga tergantung pada pengaruh dari orang lain. 7) Kepribadian individu, seseorang akan membentuk proses penerimaan pesan. Kemudian, ada faktor-faktor yang berkaitan dengan umur dan jenis kelamin, pendidikan dan latihan, pekerjaan dan pendapatan, agama, serta 25 tempat tinggal. Faktor ini merupakan faktor sosial. Faktor-faktor ini juga termasuk dalam The Social Category Theory, perspektif ini berfokus bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang reaksinya cenderung sama (Rakhmat, 2005:204). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori efek komunikasi massa dari Denis McQuail yaitu Stimulus – Respons, namun yang telah diperbarui oleh Melvin De Fleur pada tahun 1970. Teori Stimulus - Respons merupakan suatu prinsip dasar dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu (Bungin, 2014;281). Setiap audiens (khalayak) media yang terkena stimulus (rangsangan) akan memberikan efek tertentu yang didasari perbedaan individu masingmasing. Teori Stimulus - Respons yang dikembangkan oleh Melvin deFleur, berasumsi bahwa pesan-pesan media yang berisi stimulus berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi. Lebih lanjut de Fleur dan Ball Rokeach menjelaskan bahwa pertemuan audiens dengan media didasarkan oleh tiga kerangka teoritis, yaitu: Perspektif Perbedaan Individual, Perspektif Kategori Sosial, dan Perspektif Hubungan Sosial. (Rakhmat, 2005:203). Perspektif perbedaan individual atau dikenal dengan Individual Differences Theory memandang bahwa sikap dan organisasi personalpsikologis Individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Nurudin menjelaskan bahwa pada proses ini, tidak ada audience yang 26 relatif sama - pengaruh media massa pada masing-masing individu berbeda dan tergantung pada kondisi psikologi individu yang berasal dari pengalaman masa lalunya (Nurudin, 2013: 107) Kemudian Perpektif Kategori Sosial (Social Category Theory), yang berasumsi bahwa didalam masyarakat terdapat kelompok sosial dimana kelompok ini akan memiliki stimuli yang cenderung sama. Kelompok sosial ini muncul karena golongan sosial seperti usia, jenis kelamin dan tingkat pendapatan, agama dan tempat tinggal. Sedangkan yang ketiga adalah perpektif hubungan sosial (Social Relation Theory), dimana perspektif ini menekakan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal yang mempengaruh reaksi seseorang terhadap media massa. (Rakhmat, 2005: 203 -204). Pada model ini, informasi bergerak pada sekelompok individu yang relative lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Kedua, informasi bergerak dari orang-orang yang disebut “Pemuka Pendapat” dan kemudian melalui saluran-saluran interpersonal kepada individu. Dampak komunikasi massa yang diberikan diubah dengan hebat oleh individu yang memiliki kekuatan hubungan sosail dengan anggota audience (Nurudin, 2013: 108) Hiebert, Ungurait dan Bohn mengungkapkan bila tiga perspektif ini digabungkan, maka akan ada gambaran mengenai teori audience, yaitu: Masing masing dari kita adalah anggota dari sejumlah besar audience, tetapi masing-masing audience itu mereaksi secara individual. Interaksi kita dengan anggota audience yang lain, bukan anggota atau bahkan 27 pemimpin opini juga mempunyai dampak pada bagaimana kita merespon dan bahkan ikut menentukan reaksi umum kita.” (Nurudin, 2013:108) 5. Media Massa Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alatalat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2009:126). Sedangkan bagi khalayak, pesan yang disampaikan oleh media adalah sarana akan segala hal, mulai dari informasi hingga hiburan. Media memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga kita seakan tidak menyadari kehadirannya. (Baran, 2012: 5) Media massa sendiri dibagi menjadi dua kategori, yaitu media massa cetak dan media elektronik. Media cetak merupakan surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik adalah televisi, radio, film, dan internet. Media merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mentranmisikan pesan kepada khalayak. Fungsi dari Media Massa yang paling sederhana diungkapkan oleh Jay Black dan Frederick C Whitney yaitu: (1) to inform (mengkonstrusikan), (2) to entertain (menghibur), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the culture (transmisi budaya) (Nuruddin,2013:54). Lebih lanjut lagi, Alexis S. Tan menjelaskan fungsi dari Komunikasi Massa, dilihat baik dari komunikator dalam hal ini media 28 massa, dan tujuan komunikan dalam hal ini audiens media massa, tabelnya sebagai berikut: Tabel 1.1 Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan No. 1 Tujuan Tujuan Komunikan Komunikator (Menyesuaikan Diri pada Sistem: Pemuasan (Penjaga Sistem) Kebutuhan) Memberi Informasi Mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan menguji kelayakan, meraih keputusan. Memperoleh pengetahuan dan keterampilanyang berguna memfungsikan dirinya secara efektif 2 Mendidik dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya. Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah 3 Mempersuasi laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya. 4 Menyenangkan, Menggembirakan, memuaskan, menghibur, kebutuhan komunikan masalah yang dihadapi dan mengendorkan mengalihkan urat saraf perhatian Sumber: Nurrudin, 2013:65 Fungsi mempersuasi adalah fungsi paling penting dari Media Massa. Persuasi bisa datang dari berbagai macam bentuk (1) Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (2) mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; (3) menggerakan dari 29 seseorang untuk melakukan sesuatu; dan (4) memperkenalkan etika, atau menawarkan sitem nilai tertentu. Maka dengan persuasi sebuah penggiringan opini atau pembentukan opini mampu mengkontrusi apa yang diyakini oleh masyarakat sehingga mungkin akan terjadi pembenaran yang didasari pemberitaan masyarakat. Robert West dan Lynn H. Turner (Morissan, 2010:38) mempunyai tiga asumsi mengenai media, yaitu: a. Media memengaruhi setiap perbuatan atau tindakan dalam masyarakat (media infuse every act and action in society). b. Media memperbaiki persepsi kita dan mengelola pengalaman kita (media fix our perceptions and organize our experiences). c. Media mengikat dunia bersama-sama (media tie the world together). 6. Media Baru Media baru merupakan bentuk komunikasi massa yang terdiri atas teknologi berbasis komputer. Teknologi komunikasi ini termasuk e-mail, internet, televisi kabel digital, teknologi video seperti DVD, pesan instant (instant messaging – IM), dan telepon genggam (West dan Turner, 2008:41). Media baru juga sering disebut sebagai media siber, media online, media digital, dan media web. Namun pada intinya bermuara pada hal yang sama, yaitu merujuk pada perangkat media baik itu perangkat keras (hardrware) maupun perangkat lunak (software). (Nasrullah, 2014 : 13) 30 Dalam konteks penelitian ini, jenis media baru yang digunakan adalah internet. Menurut LaQuey (Ardianto, dkk, 2009:150) sebagaimana yang dikutip dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar, internet merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang di seluruh dunia. Internet dihuni oleh jutaan orang nonteknik yang menggunakannya setiap hari untuk berkomunikasi dan mencari informasi. Lebih lanjut LaQuey menjelaskan bahwa yang membedakan internet (dan jaringan global lainnya) dari teknologi komunikasi tradisional adalah interaksi dan kecepatannya yang dapat dinikmati pengguna untuk menyiarkan pesannya. Tak ada media yang memberi setiap penggunanya kemampuan untuk berkomunikasi secara seketika dengan ribuan orang. Salah satu jenis media baru ini unggul dalam menghimpun berbagai orang, karena geografis tak lagi menjadi pembatas. Berbagai orang dari negara dan latar belakang yang berbeda dapat saling bergabung berdasarkan kesamaan minat dan proyeknya. Internet menyebabkan terbentuknya begitu banyak perkumpulan antara berbagai orang dan kelompok; jenis interaksi pada skala besar ini merupakan hal yang tak mungkin terwujud tanpa jaringan komputer (Ardianto, dkk, 2009:154). Senada dengan hal tersebut, Vivian (Nasrullah, 2014: 13) menjelaskan bahwa media baru seperti internet bisa melampaui pola penyebaran media tradisional; sifat internet yang bisa berinteraksi mengaburkan batas geografis, kapasitas interaksi, dan yang terpenting bisa dilakukan secara real timer. 31 Agar lebih jelas dalam perbedaan dari media massa yang lama dan baru, Nasrullah dalam bukunya “Teori dan Riset Media Siber” menjelaskan pada sebuah tabel seperti berikut: Tabel 1.2 Perbedaan Antara Era Media Pertama dan Kedua. Era Media Pertama (Media Era Media Baru Lama) Tersentral (dari satu sumber ke Tersebar (dari banyak sumber ke banyak khalayak) banyak khalayak) Komunikasi terjadi satu arah Komunikasi terjadi timbal balik atau dua arah. Terbuka peluang sumber atau Tertutupnya penguasaan media dan media untuk dikuasai bebasnya kontrol terhadap sumber Media merupakan instrumen yang Media memfasilitasi setiap khalayak melanggengkan strata dan ketidaksetaraan kelas sosial Terfragmentasi khalayak dan Khalayak bisa terlihat sesuai dengan dianggap sebagai massa karakter dan tanpa meninggalkan keragaman identitas masing-masing Media dianggap dapat atau Media melibatkan pengalaman sebagai alat memengaruhi khalayak baik secara ruang maupun kesadaran waktu. Sumber: Nasrullah (2014: 14) Adanya perbedaan ini, Media baru dianggap dapat lebih efektif untuk dapat memobilisasi massa dengan keunggulan yang dimiliki oleh 32 media baru. Lebih lanjut Morissan (2014:327) dalam buku yang berjudul Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu menjabarkan bahwa internet memiliki keunggulan sebagai salah satu jenis media baru dalam penyampaian informasi. Keunggulan-keunggulan tersebut antara lain: a. Target Konsumen Khusus Internet secara efektif memiliki kemampuan untuk membidik target konsumen yang spesifik atau khusus tanpa menimbulkan pemborosan media (waste coverage). b. Pesan Khusus Sebagai hasil dari mendapatkan target konsumen yang terarah, pesan dapat dirancang sedemikian rupa agar menarik dan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak tertentu. c. Kemampuan Interaktif Kemampuan internet untuk melakukan komunikasi interaktif memungkinkan konsumen (khalayak) untuk lebih terlibat dengan produk yang ditawarkan perusahaan. Melalui cara ini konsumen dan perusahaan mendapatkan umpan balik (feedback) segera sehingga mendorong konsumen untuk lebih memahami produk yang ditawarkan. Hal ini memberikan efek yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. 33 d. Akses Luas Keuntungan terbesar internet sebagai media adalah kemampuannya untuk menyediakan informasi kepada penggunanya. Para pengguna internet dapat menemukan informasi dalam jumlah besar mengenai topik apa saja yang diinginkannya. Khalayak dapat menemukan segala informasi yang dibutuhkan terkait dengan produk yang diinginkannya, termasuk keterangan mengenai spesifikasi produk, harga, prosedur pembelian, dan sebagainya. e. Ekspos Luas Internet memungkinkan perusahaan untuk mempromosikan produknya kepada konsumen potensial yang tidak akan diperoleh melalui iklan di media konvensional. Melalui internet, perusahaan akan mendapatkan perhatian dari konsumen nasional atau bahkan internasional dalam waktu yang sangat cepat. f. Kecepatan Internet merupakan instrument paling cepat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai suatu perusahaan atau barang dan jasa yang ditawarkan. Lebih lanjut McQuail (2011:150) menjelaskan bahwa Internet secara khusus telah menyimpang dari ciri utama lembaga media: 34 “Pertama, internet tidak hanya berkaitan dengan pengolahan, pertukaran, dan penyimpanan. Kedua, media baru merupakan lembaga komunikasi publik juga privat, dan diatur (atau tidak) dengan layak. Ketiga kinerja mereka tidak seteratur sebagaimana media massa yangprofesional dan birokratis”. Di sisi lain, Dalam Buku Komunikasi 2.0: Teoritisasi & Komplikasi, Rogers menjelaskan bahwa ada tiga ciri yang merupakan tanda dari teknologi komunikasi baru ini, Pertama adalah interactivity. Dalam ciri pertama ini Rogers menggambarkan bahwa pada massa teknologi komunikasi baru sebuah sistem memiliki kemampuan untuk berkomunikasi baru untuk berbicara balik kepada penggunanya layaknya seorang individu yang sedang berada dalam percakapan. Ciri kedua adalah de-massification atau tidak bersifat massal. Pengertian tidak bersifat massal ini adalah meski melibatkan partisipan yag banyak, namun setiap individu memiliki kesempatan untuk bertukar pesan. Ciri kedua yang Rogers ungkapkan ini juga, bermakna bahwa kontrol atau pengendalian pesan yang dipegang dari produsen pesan berpindah ke konsumen media. Ciri terakhir adalah asynchcronous. Ciri ini bermakna bahwa teknologi komunikasi baru mempunyai kemampuan untuk mengirimkan dan menerima pesan pada waktu waktu yang dihendaki oleh setiap individu (Rahardjo, 2011: 9). 7. Media Sosial Sosial media adalah istilah yang meliputi semua program dari media baru, termasuk sistem seperti friendfeed, facebook, dan hal lain 35 yang bertipikal jejaring sosial. Ide utamanya adalah semua platform media dengan komponen sosial dan saluran komunikasi ke publik. (Hopkins, 2015). Kemunculan media sosial dalam media siber merupakan wadah dari berbagai bentuk aplikasi yang digunakan oleh masyarakat saat ini. Nasrullah (2014: 36) menjelaskan bahwa media sosial adalah media yang digunakan untuk mempublikasikan konten seperti profil, aktifitas, atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan ineraksi dalam jejaring sosial di ruang siber. Kaplan dan Haelein (Van Dijck, 2013:4) menjelaskan bahwa: “Social Media Roughly defined as group of internet-based applications that build on the ideological and technolgical foundations of web 2.0, and that allow the creation and exchange of user generated content Definisi media sosial kurang lebih adalah sejumlah aplikasi internet yang terbangun dari ideologi dan teknologi web 2.0 dan mampu untu membuat kreasi atau bertukar pesan tentang konten yang dibuat oleh pemakainya. Definisi media sosial lain, juga dikemukakan oleh Shirky dalam Nasrullah (2015:11) media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to share), bekerja sama (to co-operate) diantara pengguna dan melakukan tindakan secara kolektikf. Van Dijck (2013: 8) membagi beberapa tipe dari social media ke dalam beberapa kategori, yaitu: a. Pertama Social Network Sites (SNS) media sosial jenis ini pada dasarnya mempromosikan kontak antarpribadi, baik individual ataupun grup. Jenis ini membangun personal, profesional, geographical 36 connections dan mendorong minoritas. Seperti Facebook, Twiter, LinkedIn, Google+ dan Foursquare. b. Kedua adalah kategori yang berfokus pada situs yang kontennya dibuat oleh user, user generated content (UGC). Situs seperti ini mendukung kreativitas, aktivitas kebudyaan, dan mempromosikan baik itu pemula ataupun profesional, situs yang bertipe UGC adalah YouTube, Flickr, Myspace, GarageBand, dan Wikipedia. c. Lalu kategori yang bertipe penjualan, yang disebut Trading and Marketing Sites (TMS), Situs situs seperti ini bertujuan untuk berjualan atau bertukar, seperti Amazon, eBay, Groupon, dan Craiglist. d. Kategori lain yang khusus adalah situs penyedia jasa games atau dalam hal ini disebut dengan PGS, Play and Game Sites. Sepeti FarmVille, CityVille, The Sims Social, Word Feud dan Angry Birds. Selain itu, Sarah Joseph membagi social media dalam beberapa tipe pula, yaitu: Collaborative Project, Blog, Content Communities, and Social Networking (2012:147). Tipe-tipe tersebut antara lain: a. Collaborative project mengikutsertakan orang orang untuk bekerja bersama untuk membuat sebuah pesan. Contohnya Wikipedia, dimana orang dapat membuat sebuah artikel atau documet lalu orang di belahan dunia lain dapat mengaksesnya ataupun merevisi dokumen tersebut. Online Collaboration juga mmapu menjadi alat yang bergua untuk bekerja sama ddengan tujuan tertentu. Misalnya penggunaan Google Docs pada saat revolusi mesir. 37 b. Blog, adalah bentuk yang paling dasar dari media sosial, yang memberi kesempatanbagi penggunanya, baik kelompok maupun pribadi untuk ikut serta dalam menciptakan sesuatu. Konten pada blog berbasis web dan setiap topik ditentukan oleh yang memiliki blog. c. Content Communities adalah situs dimana pengguna dapat saling bebrbagi konten dengan penguna lainnya didalam komunitasnya. Media sosial jenis ini yang banyak dikernal adalah Flickr, untuk foto dan YouTube untuk video. d. Social Networking Sites adalah tempat orang orang saling bertukar informasi, dimana facebook dan twitter adalah yang paling populer. Situs seperti facebook dan twitter memungkinkan penggunany untuk saling berbagi aplikasi, gambar, video, musik dan berbagai akses lain. Media sosial yang digunakan dalam proyek pembangunan masjid di tolikara melalui website kitabisa.com adalah Facebook dan Twitter. Dengan pengkategorian yang dibuat oleh Van Dijck dan Sarah Joseph, dua media sosial tersebut masuk ke dalam Social Networking Site. Facebook sendiri merupakan sebuah situs yang berdiri pada 2004. Facebook merupakan akses jaringan sosial dimana penggunanya tidak dipungut biaya apa pun yang diorganisasikan oleh facebook (Budiargo, 2015: 38). Facebook merupakan media sosial yang digunakan untuk mempublikasikan konten, seperti profil, aktifitas atau bahkan pendapat pengguna (Nasrullah, 2015: 40). 38 Sedangkan Twitter merupakan layanan jaringan sosial dengan basis microblogging, dimana pengguna dapat mengirim pesan melalui teks yang dinamakan tweets. Tweets hanya bsia digunakan dengan 140 karakter, dimana ketika tweets itu diunggah, pengguna lain yang termasuk dalam follower akan melihat hal tersebut. (Budiargo, 2015: 46). Twitter muncul pada tahun 2006. Pada awal kemunculannya twitter dianggapa layaknya sebuah SMS (short message Internet). Di tahun 2010, Vice President dari Twitter, Kevin Thau mengungkapkan bahwa twitter bukanlah situs jejaring sosial. Thau mengungkapkan bahwa twitter adalah berita, twitter adalah informasi dan twitter adalah pesan (Perez, 2016). Sebelum pernyataan dari Kevin Thau, pada 2009, Williams Eva dan Battele John, juga mengungkapkan hal yang sama. Bagi Eva dan John, Twitter adalah jaringan informasi yang menceritakan kepada orang bagaimana mereka perhatian tentang apa yang terjadi (Budiargo, 2015: 46) Media sosial juga memiliki karakter dasar yaitu sebuah interaksi. Sebuah interaksi ini adalah karakter dasar dari media sosial. Nasrullah mengungkapkan bahwa interaksi sosial minimal berbentuk jempol ‘like’ Facebook. Interaksi ini merupakan salah satu pembeda antara media baru dan media lama. Gane and Beer membagi Interaksi menjadi beberapa makna, yakni (Nasrullah,2015:27): 39 a. Interaksi adalah sebuah struktur yang menghubungkan khalayak maupun teknologinya yang dibangun dari perangkat keras maupun perangkat lunak dari berbagai sistem media. b. Interaksi memerlukan individu sebagai human agency. Perangkat teknlogi seperti media sosial lebih banyak sekadar menjadi sarana atau alat yang sepenuhnya bisa digunakan oleh khaayak. c. Interaksi menunjukkan sebuah konsep tentang komunikasi yang terjadi antara pengguna yang termediasi oleh media baru dan memberikan kemungkinan baru yang selama ini ada dalam proses komunikasi interpersona. d. Interaksi juga bisa diartikan sebagai konsep yang menghapuskan sekat antara batasan ruang dan waktu. Interaksi di ruang virtual bisa terjadi kapan saja dan melibatkan pengguna dari berbagai wilayah. Selain interaksi, karakter lain dari media sosial adalah penyebaran (share/ sharing). Benkler menjelaskan bahwa Medium sharing tidak hanya menghasilkan konten yang dibangun dari dan dikonsumsi oleh penggunanya, tetapi juga didistribusikan sekaligus oleh penggunanya. (Nasrullah: 2015:33). Penyebaran (sharing) dalam media sosial seringkali digunakan melalui fasilitas yang memang telah disediakan oleh perangkat atau pada website itu sendiri. Teknologi seperti tombol share pada facebook, atau retweet pada twitter. Nasrullah dalam bukunya yang berjudul “Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi” menjelaskan 40 bahwa pengembangan dan penyebaran konten di media sosial terbagi menjadi tiga karakter, yaitu (2015:33): a. Upaya membagi informasi yang dianggap penting kepada anggota komunitas (media) sosial lainnya. b. Menunjukkan posisi atau keberpihakan khalayak terhadap sebuah isu atau informasi yang disebarkan. c. Konten yang disebarkan merupakan sarana untuk menambah informasi atau data baru lainnya sehingga konten menjadi semakin lebih lengkap. Media juga berkaitan dengan pergerakan sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Gamson dan Wolfseld bahwa media digambarkan memiliki tiga tujuan utama dalam pergerakan sosial, adalah sebagai pengerahan (mobilization), pengesahan (validation), dan memberikan lingkup besar (scope enlargement) (Lopez, 2014:7). 8. Media Sosial Sebagai Gerakan Sosial Gerakan sosial sering kali dikaitkan tentang dengan hal-hal yang bersifat politik. Namun pada dasarnya, Anthony Giddens mengungkapkan bahwa gerakan sosial merupakan sebuah upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan (Fadillah, 2006: 1). Sztompka mendefinsi gerakan sosial merupakan tindakan kolektif yang diorganisir secara 41 longgar, tanpa cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat mereka. (2014: 325). Definisi lain juga diungkapkapkan oleh Robert Misel, yaitu gerakan sosial sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan dalam masyarakat (2004: 6-7). Menarik apa yang dijelaskan oleh beberapa definisi, maaka apa yang dibuat pandji dan kitabisa dapat dikatakan sebagai sebuah gerakan sosial. Orang-orang yang patungan diorganisir oleh kitabisa, dimana mereka mengejar sejumllah target, untuk sebuah tujuan yaitu membangun kembali masjid di tolikara. Dengan mengadopsi teknologi internet, patungan yang digalakan oleh kitabisa, ide pembangunan menyebar ke seluruh masyarakat indonesia. Maka demikian penggunaan gerakan sosial untuk memberikan penekanan media sosial saat ini juga mampu memobilisasi masyrakat untuk secara kolektif mengumpulkan dana untuk sebuah tujuan.Mengutip pendapat dari Serafeim, yang ditulis pada Jurnal “The Impact of Social Media on Social Movements: The New Opportunity and Mobilizing Structure”, Internet dan teknologi yang mobile telah menjadi bagian yang penting dalam membangun dan mengubah bagaimana sebuah berita ataupun kabar dibuat dan disebarluaskan (Lopez, 2014:10). Hal ini juga menyebabkan internet telah menjadi jalan bagi pihak-pihak yang terlibat konflik, kelompok sosial yang merasa termarjinalkan, tidak berdaya atau diperlakukan tidak adil (Harvey, 2014:308). Namun, Kalimat “social 42 media activism” atau gerakan sosial di media sosial masih ambigu karena hal itu disengaja karena masih tergantug dengan variasi dari aplikasi yang terhubung (Gilbert, 2015). Gerakan sosial dalam media sosial bisa saja dibangun melalui sebuah hasthtag, dan bisa pula dibuat lewat sebuat platform yang canggih. Kata ambigu sendiri merujuk pada beberapa gerakan di media sosial yang terkadang hanya berupa hashtag semata tanpa adanya sebuah tindakan fisik, ataukah aktivisme media sosial merupakan semua gerakan yang bersifat sosial yang ada di dunia digital. Shirky berpendapat bahwa media sosial menggantikan peran struktur mobilisasi yang lama dan mampu menjadi alat koordinasi baru untuk gerakan populer dunia, dengan mecakup karakteristk seperti kecepatan dan interaktivitas (Lopez, 2014:9). Hal ini dapat dilihat bagaimana facebook dan twitter mampu menjangkau orang-orang di berbagai penjuru dunia dengan waktu terjadinya sebuah peristiwa. Di tahun 2005, Nash dalam bukunya Social Movements, An Anthropological Reader mengungkapkan Gerakan yang dilakukan melalui sosial media termasuk dalan new social movement. Pengertian dari New social movement atau gerakan sosial baru dipahami sebagai tipe gerakan sosial yang memiliki tampilan karakter yang baru bahkan unik. (Nugroho, 2015). Pengaruh dari media sosial dan perkembangan teknologi telah mengubah bagaimana sebuah kelompok dan organisasi menggunakan media sosial untuk menghasilkan perhatian dan partisipasi publik tentang perkara mereka (Glenn, 2015:81). 43 Nash juga menjelaskan, bahwa gerakan sosial di media baru lebih berpusat pada tujuan-tujuan non material dengan menekankan pada perubahan perubahan dalam gaya hidup dan kebudayaan daripada mendorong perubahan- perubahan spesifik dalam kebijakan publik atau perubahan ekonomi (Nugroho, 2015). Media Sosial adalah website dan aplikasi yang mampu membuat pengunanya untuk membuat dan berbagi konten atau berpartisipasi dalam jejaring sosial. Sedangkang aktivisme adalah kebijakan atau tindakan kampanye yang biasanya bertemakan politk atau perubahan sosial. (Ibarra, 2015). Dalam sebuah artikel di Patheos.com, Media Sosial dapat menjadi sebuah alat terkuat dari aktivisme karena: a. Media sosial mampu mengirimkan pesan kepada lebih banyak orang dan lebih cepat. b. Media sosial berpotensi untuk membawa penggunanya kedalam keadaan yang lebih adil dan berimbang, dengan sedikit atau bias dari propoganda media. c. Media sosial memberikan orang kesempatan untuk menyuarakan ketidakadilan dan ketidak akurasian dan membawa pemahaman yang lebih baik. 44 d. Media sosial yang diorganisasikan mampu membuat an mendukung kampanye lewat hashtag, dan semua orang diseluruh dunia mampu ikut serta dalam hal hal penting. e. Media sosial dapat diakses dengan mudah untuk para aktifis yang tidak mampu meninggalkan rumah. f. Media Sosial memberikan kekuatan, seperti yang ditunjukkan di beberapa negara yang memblokir situs seperti google. (Ibarra, 2015) Pada sebuah penelitian yang ditulis oleh Melis Nilgȕn, yang berjudul Cyberactivism 2.0, dalam sebuah gerakan atau aktivisme, media sosial memainkan peranan seperti dapat memobilisasi pergerakan dengan cepat, serta efisien dan efektif dari segi dana. Media sosial juga dapat menyebarluaskan informasi yang lebih mendalam dan dapat meningkatkan perhatian (awareness) bagi penggunanya. (Nilgȕn, 2015: 2) Dalam jurnal internasional yang ditulis oleh Merlyna Lim, Aktifisme Media sosial dapat sukses memobilisasi massa saat ketika, mempunya cerita sederhana, efek yang rendah (low risk), dan memilii tema yang didominasi dengan cerita yang memiliki kesaaman dengan orang banyak, seperti agama dan nasionalisme (Lim, 2013: 63). 9. Fan Culture Tanpa disadari budaya media sosial dimana twitter dan facebook memunculkan banyak orang-orang berpengaruh di dalam dunia maya itu sendiri. Dalam media sosial, siapapun bisa bertransformasi menjadi sang idola karena perangkat seperti facebook dan twitter. (Nasrullah, 2015:140). 45 Fan Culture ini juga berkaitan dengan Social Relationship Theory dari Melvin deFleur dan BallRokeach. Dimana para Fandom memiliki “Pemuka Pendapat” yang merupakan orang yang ia follow di media sosial. Nasrullah dalam bukunya Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, mengemukakan bahwa adanya budaya penggemar ini, memunculkan keuntungan dimana para orang yang memiliki fans ini mudah untuk menyebarkan meda, ide atau narasi melalui beragam jenis kanal media, karena adanya permintaan secara aktif. (Nasrullah, 2015: 138) 46 F. Kerangka Pemikiran Pandji Pragiwaksono dan Kitabisa.com membangun sebuah proyek penggalangan dana Membangun Kembali Masjid di Tolikara Penggalangan dana disebarkan melalui Social Media (Twitter dan Facebook Donasi dari khalayak Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian yang Mengikuti Konsep Berlo Dalam kerangka berfikir yang dibuat ini, peneliti menggunakan model SMCR. Model yang dikemukan oleh pada tahun 1960 ini oleh David K. Berlo, menjelaskan bahwa SMCR merupakan kepanjangan dari Source (sumber), Message (Pesan), Channel (Saluran) dan Receiver (penerima) (Mulyana, 2008: 162). Sumber adalah pihak yang menciptakan pesan. Pada Penelitian ini Sumbernya adalah Pandji Pragiwaksono dan Kitabisa.com. Pesannya adalah untuk kembali membangun masjid di Tolikara, Papua. Setelah itu Channel atau saluran yang digunakan untuk menjangkau khalayak adalah melalui Media Sosial, sepeti Facebook dan Twitter. Receiver atau penerima adalah khalayak luas yang diharapkan dapat berdonasi setelah menerima Message yang disebarkan oleh 47 media sosial. Pada penelitian ini, nampakannya model SMCR yang dikemukakan Berlo belum menyelesaikan apa yang ingin dituju oleh peneliti, maka dari itu peneliti menambahkan unsur effect pada penelitian ini. Efek yang muncul dari SMCR diatas adalah para penerima pesan mengenai pembangun kembali masjid di Tolikara akhinrya ikut menyumbangkan dana atau menjadi penggalang dana. Penggunaan model Berlo dikarenakan model Berlo tidak terbatas pada komunikasi publik atau komunikasi massa saja, Sehingga model ini sangat fleksibel untuk peneliti mengembangkan penelitian. G. Metodologi Penelitian Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Methodologia yang memiliki arti 'Teknik' atau 'Prosedur'. Metodologi merujuk pada sebuah alur pemikiran yang bersifat menyeluruh atau umum (General Logic) dan gagasan teoritis (Theoretic Perscpectives) suatu penelitian. (Raco, 2010:1). Sedangkan Penelitian didefinsikan sebagai suatu proses bertahap bersiklus yang dimulai dengan identifikasi masalah atau isu yang akan diteliti (Cresswel dalam Raco, 2010:6). Metodologi berbeda dengan metode. Metodologi cenderung ke arah alur pemikiran seperti yang disebutkan diatas, sedangkan metode merujuk pada teknik yang digunakan dalam penelitian. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian Kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Salah satu corak data kualitatif adalah 48 deskriptif. Dalam penelitian deksripti, peneliti bertindak sebagai pengamat. (Rakhmat,2012:25). Lebih lanjut Metode Deskriptif kualitatif juga disebut sebagai penelitian survei (Issac dan Michael dalam Rahmat, 2012:25) atau disebut penelitian observasional (Wood dalam Rahmat, 2012:25). Metode deskriptif bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual dan cermat (Isaac dan Michael dalam Rahmat, 2012:22) Penggunaan deskriptif kualitatif adalah untuk melakukan penggambaran terhadap aspek tertentu dari sebuah realitas. Dalam hal ini, realitas yang akan diteliti adalah bagaimana twitter dan facebook mampu menjadi sebuah media yang dapat mengajak orang untuk berpartisipasi dalam proyek masjid tolikara. 2. Obyek Penelitian Objek umum pada dalam penelitian ini adalah media sosial Pandji dan kitabisa baik facebook maupun twitter. Serta objek lainnya seperti pendonatur, serta beberapa orang yang juga aktif dalam proyek pembangunan kembali masjid Tolikara. 3. Teknik Pengambilan Sampling Peneliti menggunakan Sampling Purposif. Purposive Sampling adalah teknik yang mencakup orang orang yang diseleksi atas dasar dasar kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan periset. (Kriyantono, 2014:138). Purposif sample juga dipilih karena digunakan 49 untuk mengukur kedalaman dibanding tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan. Penentuan sample ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh media sosial dalam project pembangunan kembali masjid di Tolikara. Kriteria yang dibuat dalam penentuan sample adalah donatur yang namannya ada di daftar penggalangan dana. Lalu kriteria selanjutnya donatur tersebut menyumbang dengan minimal nominal 100 ribu rupiah, menggunakan nama asli bukan menggunakan nama anonim atau nama panggilan, serta menggunakan foto asli pada daftar donatur. 4. Sumber Data Untuk melanjutkan penelitian maka data - data yang berupa fakta informasi diperlukan terkait penelitian. Data dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Data Primer adalah data yang asli didapatkan oleh penelitinya, misalnya lewat wawancara. Istijanto (2009:45) menerangkan bahwa data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh penliti dengan memperolehnya secara langsung dari sumbernya sehingga peneliti menjadi "tangan pertama" yang mendapatkan data tersebut. Wawancara dilakukan kepada perwakilan kitabisa.com, kemudian Pandji selaku penggagas dana, serta kepada beberapa donatur yang namanya ada dalam list penyumbang di kitabisa.com Data sekunder sebaliknya adalah data yang "tidak didapatkan langsung" oleh peneliti, melainkan dari pihak lain. Data sekunder bisa 50 berupa hasil penelitian sebelumnya. Istijanto (2009:38) mendefiniskan data sekunder adalah yang bisa diselekis berdasarkan asal atau sumber penyedianya, yakni (1) data internal, yang berasal dari dalam perusahaan yang bersangkutan, maupun (2) data eksternal yang merupakan data yang berasal dari luar perusahaan. Data sekunder diperolehnya dari penelitian dokumen atau kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah berbagai referensi dan literatur mengenai penelitian, baik buku maupun jurnal internasional. kemudian juga website kitabisa.com, yang berisikan mengenai list pendonatur dan fakta-fakta mengenai penggalangan dana. 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga teknik pengumpulan data, antara lain: a. Wawancara Wawancara yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara tersturktur. Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam (Kriyantono, 2014:102). Dalam penelitian ini ada beberapa informan yang telah ditargetkan peneliti untuk dilakukan depth interview, pertama adalah Pandji Pragiwaksono, yang merupakan pemegang proyek membangun masjid di tolikara. Lalu, 51 website kitabisa.com yang merupakan situ dimana proyek itu dibuat. Terakhir adalah beberapa donator dan penggalang dana yang berperan penting dalam kesuksesan proyek ini. b. Studi Dokumen Guba dan Lincoln menjelaskan bahwa dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik atau peneliti. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan suatu masalah (Moleong, 2012:217). Dalam penelitian ini peneliti akan meminta data mengenai jumlah donator dan penggalang dana serta data – data yang sifatnya tertulis mengenai proyek pembangunan masjid di Tolikaara dari website kitabisa.com. Studi dokumen pada penelitian ini juga adalah berbagai konten twitter dan facebook yang berhubungan pada pembangunan masjid di Tolikara. Terutama, pada objek utama yaitu akun @pandji dana kun @kitabisa. Selain itu peneliti juga mencoba menganalisis mengenai share facebook atau twitter yang juga senada dengan proyek ini. 6. Teknis Analisis Data Kriyantono (2014:196) mengungkapkan Tahap analisis data memegang peran penting dalam riset kualitatif, yaitu sebagai faktor utama 52 penilaian kualitas tidaknya riset. Pada penelitian ini setelah semua data terkumpul baik data observasi data wawancara dan studi pustaka barulah dilakukan analisis data. Sedangkan, Moleong (2012:287) membagi analisis data menjadi tiga model yaitu. (1) Metode Perbandingan tetap (constant comparative method), (2) Metode analisis data menurut Spradley dan (3) metode analisis data menurut Miles dan Huberman. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis data, peneliti mengunakan analisis data model Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman membagi aktivitas dalam menganalisis data yaitu Reduksi data (data reduction), Penyajian data (data display), dan Penarikan dan Pengujian Kesimpulan (drawing and verifying conclusions). (Pawito, 2007:104) Reduksi data secara sederhana adalah meringkas data. Lalu, peneliti menyusun kode-kode dan catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan aktivitas penelitian sehingga peneliti mampu menemukan tema-tema atau pola-pola data. Reduksi data yang dilakukan peneliti adalah untuk meredusir data-data yang tidak berkenaan penelitian, sehingga memudahkan untuk analisis data. Dengan pereduksian data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang dicapai.Hasil reduksi data dapat memberikan peneliti gambaran yang jelas, sehingga dapat mempermudah peneliti dalam langkah selanjutnya. 53 Penyajian data dala penelitian ini adalah berbentuk narasi. Datadata yang telah dikumpulkan dan kemudian direduksi, lalu disajikan dalam bentuk satu kesatuan sehingga akan memudahkan untuk data dianalisis. Tahap terakhir dari Model Miles dan Huberman, pada tahap ini peneliti mengimplementasikan dengan mempertimbangkan display data yang telah dibuat. Dalam tahap ini, temuan yang awalnya masih bersifat belum jelas atau masih remang-remang, menjadi mendapatkan kejelasan sehinga mampu menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal. Awal kesimpulan mungkin telah tergambah sejak awal, namun untuk mencapai kesimpulan final peneliti akan mempertajam analisa. Sehingga akan sampai pada sebuah kesimpulan final yang berupa propsisi ilmiah mengenai realitas yang diteliti. Pengumpulan Penyajian data Data Reduksi Data Penarikan/ pengujian Kesimpulan Bagan 1.3 Komponen analisis data model Miles dan Huberman (Pawito, 2007:105)