Perencanaan strategik rumah sakit melalui analisis

advertisement
3
𝐱
𝐀𝐱 = 𝐁 𝐍 𝐱𝐁 = 𝐁𝐱𝐁 + 𝐍𝐱𝐍 = 𝐛. (5)
𝐍
Karena matriks B adalah matriks taksingular,
maka B memiliki invers, sehingga dari (5) 𝐱𝐁
dapat dinyatakan sebagai:
𝐱𝐁 = 𝐁−𝟏 𝐛 − 𝐁−𝟏 𝐍𝐱𝐍 .
(6)
Kemudian fungsi objektifnya berubah
menjadi:
min 𝑧 = πœππ“ 𝐱𝐁 − πœππ“ 𝐱𝐍 .
(Winston 2004)
Definisi 4 (Daerah Fisibel)
Daerah fisibel dari suatu PL adalah
himpuan semua titik yang memenuhi semua
kendala dan pembatasan tanda pada PL
tersebut.
(Winston 2004)
Definisi 5 (Solusi Basis)
Misalkan terdapat sistem Ax = b yang
terdiri atas π‘š persamaan linear dan 𝑛 variabel
(diasumsikan 𝑛 ≥ π‘š). Solusi basis pada
sistem Ax = b tersebut diperoleh dengan
memberi nilai 𝑛 − π‘š variabel sama dengan
nol dan menyelesaikan nilai yang menyisakan
π‘š variabel. Asumsi pengaturan 𝑛 − π‘š
variabel sama dengan nol akan membuat nilai
yang unik untuk π‘š variabel yang tersisa atau
sejenisnya, dan kolom-kolom untuk sisa dari
π‘š variabel merupakan bebas linear.
(Winston 2004)
Definisi 6 (Solusi Fisibel Basis)
Solusi fisibel basis adalah solusi basis
pada PL yang semua variabel-variabelnya tak
negatif.
(Winston 2004)
Definisi 7 (Solusi Optimum)
Untuk masalah maksimisasi, solusi
optimum suatu PL adalah suatu titik dalam
daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif
terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi
optimum suatu PL adalah suatu titik dalam
daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif
terkecil.
(Winston 2004)
2.2 Mixed Integer Programming
Pemrograman linear dengan sebagian
variabel yang harus digunakan berupa
bilangan bulat (integer) disebut mixed integer
programming. Jika semua variabel yang
digunakan harus berupa integer maka disebut
pure integer programming.
(Winston 2004)
III MODEL PENJADWALAN
3.1 Penggunaan Ruang Operasi
Sebagian
besar
rumah
sakit
mengklasifikasikan pasien berdasarkan proses
operasional dan spesialisasi pengobatan.
Klasifikasi pasien berdasarkan proses
operasional meliputi pasien darurat, pasien
rawat inap, dan pasien rawat jalan.
Berdasarkan spesialisasi pengobatan terdapat
pasien luka bakar, pasien jantung, pasien
trauma, pasien syaraf, dan sebagainya. Rumah
sakit menganalisis dan mendiskusikan proses
pelayanan yang diberikan kepada pasien
(antara lain rencana dan jadwal pembedahan)
berdasarkan klasifikasi tersebut.
Ruang operasi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu ruang operasi darurat dan ruang
operasi biasa. Rumah sakit biasanya hanya
memiliki sedikit ruang operasi darurat dan
lainnya merupakan ruang operasi biasa.
Ruang operasi darurat hanya digunakan untuk
pasien darurat yang memerlukan pembedahan.
Biasanya
operasi
semua
spesialisasi
pengobatan dapat dilakukan di ruang ini,
sedangkan ruang operasi biasa digunakan
pada spesialisasi pengobatan tertentu.
Meskipun ruang operasi biasa digunakan pada
kasus operasi nondarurat (misalnya pada
pasien rawat inap dan pasien rawat jalan),
pada keadaan khusus ruang operasi tersebut
juga dapat digunakan operasi terhadap pasien
darurat. Hal ini dapat terjadi dalam situasi di
mana pasien darurat mendapatkan prioritas
lebih utama untuk mendapat perawatan di
ruang operasi biasa dari pada pasien
nondarurat.
Di banyak rumah sakit, perencanaan dan
penjadwalan operasi dilaksanakan sebagai
berikut. Setiap minggu atau setiap bulan,
bagian perencanaan operasi atau badan lain
yang
dibentuk
oleh
rumah
sakit,
mengeluarkan jadwal penggunaan ruang
operasi, atau juga disebut sebagai block time
schedule, yang mengalokasikan penggunaan
ruang operasi untuk operasi darurat dan nondarurat. Satu blok waktu setara dengan satu
hari kerja seorang staf ruang operasi.
Setiap sebelum hari kerja, dokter akan
menentukan pasien rawat inap yang akan
menjalani operasi pada hari berikutnya.
Ketika membuat keputusan ini, mereka juga
akan melihat jadwal operasi pasien rawat jalan
untuk hari berikutnya karena hal ini telah
dijadwalkan pada beberapa hari sebelumnya.
Selain itu mereka juga mempertimbangkan
3
4
banyaknya kamar yang secara khusus
dialokasikan pada hari itu sesuai dengan
urutan dan juga tingkat prioritas permintaan
operasi dari pasien rawat inap. Biasanya,
hanya
sedikit
tempat
operasi
yang
dialokasikan untuk pasien rawat jalan dan
sisanya disediakan untuk pasien rawat inap.
Selama hari kerja, ahli bedah akan
berusaha untuk melaksanakan operasi sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan. Selain
itu, permintaan operasi darurat muncul hampir
setiap hari dan ahli bedah akan berusaha
melakukan operasi pada pasien darurat
tersebut karena berada pada keadaan yang
kritis. Biasanya pasien darurat akan dikirim ke
ruang operasi darurat selama ruang operasi
masih tersedia. Jika saat diperlukan ruang
operasi darurat sudah penuh, maka pasien
darurat tersebut akan dibawa ke salah satu
ruang operasi biasa di mana operasi akan
dilakukan. Akibatnya, beberapa jadwal
operasi pasien rawat inap dan rawat jalan
mungkin harus ditunda atau dijadwalkan
ulang.
Pelaksanaan operasi yang sesuai dengan
jadwal akan memudahkan ahli bedah dalam
bekerja, karena setiap operasi tentu
memerlukan beberapa persiapan yang
meliputi peralatan operasi, prosedur operasi,
dan ahli bedah yang akan melaksanakan
operasi tersebut. Jika jadwal operasi
mengalami perubahan maka akan terjadi
perubahan kegiatan operasi berikutnya. Oleh
karena itu kualitas dari jadwal operasi
merupakan hal yang sangat penting dalam
mengukur kinerja operasional yang berkaitan
dengan operasi terhadap pasien.
3.2
Model
Model dalam karya ilmiah ini sebagian
besar didasarkan pada Blake dan Donald
(2002) yang telah mengembangkan model
integer programming untuk menjadwalkan
ruang operasi. Dalam karya ilmiah ini
pemodelan dilakukan untuk menentukan
jadwal penggunaan ruang operasi yang dapat
meminimumkan masa tinggal pasien rawat
inap di rumah sakit. Jika masa tinggal pasien
rawat inap di rumah sakit minimum, maka
biaya yang ditanggung oleh pasien selama
menjalani perawatan di rumah sakit juga
minimum. Output yang dihasilkan dalam
model karya ilmiah ini meliputi: jadwal
penggunaan ruang operasi berdasarkan
spesialisasi pengobatan, jadwal penggunaan
ruang operasi darurat, jadwal penundaan
operasi terhadap pasien rawat inap dan rawat
jalan, dan banyaknya operasi yang dibatalkan.
3.2.1 Notasi
Dalam memodelkan jadwal penggunaan
ruang operasi ditentukan notasi-notasi sebagai
berikut:
I
: himpunan jenis ruang operasi biasa
berdasarkan perbedaan lokasi dan
peralatan spesialisasi pengobatan yang
terdapat pada ruang operasi,
J
: himpunan spesialisasi pengobatan,
D : himpunan hari kerja,
i
: indeks untuk jenis ruang operasi biasa,
i ∈ I,
j
: indeks untuk spesialisasi pengobatan, j
∈ J,
k,l : indeks untuk hari, k,l ∈ D,
s
: banyaknya jam kerja per hari,
π‘Žπ‘– : banyaknya ruang operasi biasa dengan
jenis i,
π‘’π‘—π‘˜ : lama waktu permintaan operasi pasien
darurat dengan spesialisasi pengobatan
j pada hari k (jam),
π‘›π‘—π‘˜ : lama waktu permintaan operasi pasien
rawat
inap dengan
spesialisasi
pengobatan j pada hari k (jam),
π‘œπ‘—π‘˜ : lama waktu permintaan operasi pasien
rawat jalan dengan spesialisasi
pengobatan j pada hari k (jam),
π‘π‘—π‘˜ : jumlah maksimum ruang operasi biasa
dengan spesialisasi pengobatan j yang
dapat digunakan pada hari k,
ditentukan oleh banyaknya ahli bedah
dan peralatan yang digunakan dalam
pengobatan pada spesialisasi tersebut
(unit),
πœŒπ‘˜π‘™ : besarnya
biaya
penalti
karena
penundaan operasi pasien rawat inap
dari hari k sampai hari l (rupiah/jam),
πœ†π‘˜π‘™ : besarnya
biaya
penalti
kerena
penundaan operasi pasien rawat jalan
dari hari k sampai hari l (rupiah/jam),
πœƒπΌπ‘ƒπ‘‡ : besarnya biaya penalti terhadap
pembatalan operasi bagi pasien rawat
inap (rupiah/jam),
πœƒπ‘‚π‘ƒπ‘‡ : besarnya biaya penalti terhadap
pembatalan operasi bagi pasien rawat
jalan (rupiah/jam),
𝛽
: besarnya biaya penalti karena jam kerja
suatu ruang operasi tidak mencukupi
permintaan operasi (rupiah/jam),
3.2.2 Asumsi
Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam
memodelkan jadwal ruang operasi adalah
sebagai berikut:
1 Satu periode penjadwalan penggunaan
ruang operasi adalah satu minggu.
4
5
2 Pola pelaksanaan operasi pada minggu
berikutnya sama dengan minggu-minggu
sebelumnya.
3 Tidak ada kerja lembur.
4 Pelaksanaan operasi hanya dilakukan di
hari kerja (Senin sampai dengan Jumat),
hari ke-1 adalah Senin, hari ke-2 adalah
Selasa, hari ke-3 adalah Rabu, hari ke-4
adalah Kamis, dan hari ke-5 adalah Jumat.
Lama penundaan operasi dari hari k ke
hari l adalah:
a) 24 × 7
jika k = l
b) 24 × (𝑙 − π‘˜)
jika k < l
c) 24 × (7 − π‘˜ + 𝑙) jika k > l
Diasumsikan biaya penalti penundaan
operasi pasien rawat inap dan rawat jalan
adalah sebesar Rp 1,00 per jam, sehingga
biaya penalti terhadap penundaan operasi
pasien rawat inap adalah:
24 × 7
πœŒπ‘˜π‘™ = 24 × π‘™ − π‘˜
24 × 7 − π‘˜ + 𝑙
jika π‘˜ = 𝑙
jika π‘˜ < 𝑙
jika π‘˜ > 𝑙
dengan satuan rupiah per jam. Jika k = l
atau k > l, hari l menyatakan hari kerja
pada minggu berikutnya. Jika k < l, maka
hari kerja l berada pada minggu yang sama
dengan hari k. Pada kasus k < l, maka tidak
akan optimal menunda operasi ke hari (l +
7). Sebagai contoh yang lain, jika pada
hari Jumat (hari ke-5) terdapat permintaan
operasi dan mengalami penundaan sampai
hari Senin minggu berikutnya (hari ke-1),
hal ini menunjukkan kasus k > l, dengan
𝜌51 = 24 × 7 − 5 + 1 = 72 rupiah/jam.
Jika operasi ditunda lebih dari satu
minggu, maka operasi tersebut dibatalkan
dan memiliki biaya penalti yang besar.
5 Hanya terdapat satu ruang operasi yang
digunakan untuk operasi darurat per hari.
6 Permintaan penggunaan ruang operasi
diukur dengan lama penggunaan ruang
operasi dalam satuan jam. Sebagai contoh,
spesialisasi pengobatan j memiliki dua
pasien darurat yang memerlukan operasi
pada hari Rabu dan rata-rata lamanya
operasi darurat setiap pasien adalah 1.6
jam, maka pelaksanaan operasi untuk
spesialisasi pengobatan j di hari Rabu atau
𝑒𝑗 3 adalah 3.2 jam.
7 Biaya pasien rawat inap di rumah sakit
juga bertambah
ketika mengalami
penundaan pelaksanaan operasi. Karena
penggunaan ruang operasi diukur dalam
jam, maka biaya tambahan pasien rawat
inap dapat dihitung dengan lama waktu
8
9
10
11
12
13
menggunakan ruang operasi yang ditunda
banyaknya hari penundaan biaya ratarata yang harus ditanggung pasien selama
menjalani penundaan operasi. Jika operasi
dilaksanakan pada hari saat operasi
tersebut diperlukan, maka tidak ada biaya
tambahan akibat penundaan, karena biaya
yang ditanggung oleh pasien rawat inap
yang mengalami penundaan pelaksanaan
operasi lebih besar daripada pasien yang
tidak mengalami penundaan pelaksanaan
operasi.
Penundaan pelaksanaan operasi yang
dialami pasien rawat jalan juga dikenakan
penalti seperti pada kasus pasien rawat
inap, dengan besar penaltinya adalah πœ†π‘˜π‘™ .
Diasumsikan πœ†π‘˜π‘™ sama dengan πœŒπ‘˜π‘™ .
Semua pelaksanaan operasi darurat harus
dilaksanakan pada hari operasi tersebut
diperlukan dan operasi biasa atau operasi
bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
dapat ditunda.
Jika beberapa pelaksanaan operasi pasien
nondarurat tidak dapat dilaksanakan pada
hari operasi itu diperlukan, maka operasi
dapat dilaksanakan pada hari kerja lainnya
yang tidak lebih dari tujuh hari setelah
operasi itu diperlukan. Jika penundaan
operasi melebihi tujuh hari maka operasi
tersebut dibatalkan. Pembatalan operasi ini
bukan berarti operasi tidak jadi
dilaksanakan, akan tetapi operasi akan
dilaksanakan di luar hari kerja (lembur)
atau pasien akan dirujuk ke rumah sakit
lain untuk menjalani operasi tersebut.
Terdapat dua biaya penalti terhadap
operasi yang dibatalkan. Biaya penalti
yang pertama adalah diberikan terhadap
operasi pasien rawat inap yang dibatalkan,
dinotasikan dengan πœƒπΌπ‘ƒπ‘‡ , sedangkan biaya
penalti yang kedua adalah diberikan
terhadap operasi pasien rawat jalan yang
dibatalkan, dinotasikan dengan πœƒπ‘‚π‘ƒπ‘‡ .
Untuk mencegah kemungkinan operasi
yang dibatalkan maka biaya penalti pada
kasus ini dibuat lebih besar dari pada biaya
penalti yang lain. Nilai πœƒπΌπ‘ƒπ‘‡ dan πœƒπ‘‚π‘ƒπ‘‡
diasumsikan sama, yaitu 14.
Setiap operasi terhadap pasien nondarurat
(pasien rawat inap dan jalan) hanya
dilaksanakan di ruang operasi biasa.
Setiap operasi terhadap pasien darurat
dapat dilaksanakan di ruang operasi biasa
dan ruang operasi darurat.
Setiap operasi
dengan
spesialisasi
pengobatan tertentu dilaksanakan di ruang
operasi yang sesuai dengan spesialisasi
pengobatan tersebut.
5
6
3.2.3 Variabel Keputusan
π‘₯π‘–π‘—π‘˜ : banyaknya ruang operasi jenis i yang
dialokasikan di spesialisasi pengobatan
j pada hari k (unit).
π‘¦π‘—π‘˜ : lama waktu pelaksanaan operasi
darurat spesialisasi pengobatan j yang
harus dilakukan di ruang operasi
darurat pada hari k (jam).
π‘§π‘—π‘˜π‘™ : lama waktu pelaksanaan operasi pasien
rawat
inap
pada
spesialisasi
pengobatan j yang ditunda dari hari k
ke hari l (jam).
π‘€π‘—π‘˜π‘™ : lama waktu pelaksanaan operasi pasien
rawat
jalan
pada
spesialisasi
pengobatan j yang ditunda dari hari k
ke hari l (jam).
π‘’π‘—π‘˜ : lama waktu operasi pasien rawat inap
pada spesialisasi pengobatan j yang
dibatalkan pada hari k (jam).
π‘£π‘—π‘˜ : lama waktu operasi pasien rawat jalan
pada spesialisasi pengobatan j yang
dibatalkan pada hari k (jam).
π‘π‘—π‘˜ : lama waktu menganggur dari ruang
operasi biasa yang dialokasikan pada
spesialisasi pengobatan j di hari k
(jam).
h : lama waktu menganggur untuk ruang
operasi biasa (jam).
𝑝𝑗 : kelebihan jam ruang operasi pada
spesialisasi pengobatan j (jam).
π‘žπ‘— : kekurangan jam ruang operasi pada
spesialisasi pengobatan j (jam).
yang pertama, yaitu 𝑧1 , adalah biaya penalti
karena penundaan operasi bagi pasien rawat
inap. Jenis yang kedua, yaitu 𝑧2 , merupakan
biaya penalti yang disebabkan oleh penundaan
operasi bagi pasien rawat jalan. Untuk
keperluan penjadwalan dan pengurutan
antrean operasi pasien rawat inap, pihak
rumah sakit ingin melaksanakan sejumlah
operasi pasien rawat jalan sesuai dengan
jadwal yang telah dibuat. Penyimpangan dari
pelaksanaan operasi ini akan menyebabkan
terjadinya penjadwalan ulang operasi pasien
rawat jalan dan secara keseluruhan akan
menambah besarnya biaya yang dikeluarkan
(misalkan adanya kerja lembur, pasien tidak
datang, dan sebagainya).
Jenis biaya penalti yang ketiga dan
keempat, yaitu 𝑧3 dan 𝑧4 , menyatakan biaya
penalti yang diakibatkan pembatalan operasi
pasien rawat inap dan rawat jalan. Penalti
terhadap pembatalan operasi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan lebih besar dari pada
penalti yang lain. Jenis biaya penalti yang
kelima, yaitu 𝑧5 , merupakan penalti yang
disebabkan oleh kekurangan jam penggunaan
setiap ruang operasi biasa.
3.2.4 Formulasi
Fungsi objektif dalam masalah ini adalah
meminimumkan
biaya
penalti
yang
disebabkan oleh penundaan operasi pasien
rawat inap dan jalan, pembatalan operasi
pasien rawat inap dan rawat jalan, dan penalti
yang disebabkan jam operasional ruang
operasi yang tidak mencukupi permintaan
operasi. Fungsi objektif tersebut dimodelkan
sebagai berikut:
min 𝑧 ≔ 5𝑖=1 𝑧𝑖 ;
dengan
𝑧1 = π‘˜πœ–π· π‘™πœ–π· πœŒπ‘˜π‘™ π‘—πœ–π½ π‘§π‘—π‘˜π‘™ ,
Pelaksanaan operasi di ruang operasi biasa
yang digunakan untuk melayani spesialisasi
pengobatan j setiap hari ke-k tidak melebihi
kapasitas waktu yang ditawarkan ruang
operasi tersebut.
𝑠 𝑖∈𝐼 π‘₯π‘–π‘—π‘˜ ≥ π‘’π‘—π‘˜ − π‘¦π‘—π‘˜ + π‘™πœ–π· π‘§π‘—π‘™π‘˜ +
π‘€π‘—π‘™π‘˜ , ∀𝑗, π‘˜.
(2)
𝑧2 = π‘˜∈𝐷
𝑧3 = πœƒπΌπ‘ƒπ‘‡
𝑙∈𝐷
π‘—πœ–π½
𝑧4 = πœƒπ‘‚π‘ƒπ‘‡
π‘—πœ–π½
𝑧5 = 𝛽
π‘žπ‘— .
π‘—πœ–π½
πœ†π‘˜π‘™
π‘˜πœ–π·
π‘˜πœ–π·
π‘—πœ–π½
π‘’π‘—π‘˜ ,
π‘€π‘—π‘˜π‘™ ,
π‘£π‘—π‘˜ ,
Fungsi objektif pada formulasi tersebut
mengandung lima jenis biaya penalti. Jenis
Kendala:
Jumlah penggunaan ruang operasi jenis i
untuk melayani operasi dengan spesialisasi
pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih besar
dari banyaknya ruang operasi jenis i.
(1)
𝑗 ∈𝐽 π‘₯π‘–π‘—π‘˜ ≤ π‘Žπ‘– , ∀𝑗, π‘˜ .
Pelaksanaan operasi nondarurat pada
spesialisasi pengobatan j hari ke-k harus
dilaksanakan pada hari tersebut atau ditunda
pada hari kerja yang tidak lebih dari tujuh hari
atau jika penundaan lebih dari tujuh hari maka
operasi tersebut dibatalkan.
𝑠 𝑖∈𝐼 π‘₯π‘–π‘—π‘˜ − π‘’π‘—π‘˜ − π‘¦π‘—π‘˜ + π‘™πœ–π· π‘§π‘—π‘™π‘˜ +
π‘€π‘—π‘™π‘˜ − π‘π‘—π‘˜ + π‘™πœ–π· π‘§π‘—π‘˜π‘™ + π‘€π‘—π‘˜π‘™ +
π‘’π‘—π‘˜ + π‘£π‘—π‘˜ = π‘›π‘—π‘˜ + π‘œπ‘—π‘˜ , ∀𝑗, π‘˜.
(3)
Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi
pengobatan j bagi pasien rawat inap yang
ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar
dari permintaan operasi dengan spesialisasi
6
7
pengobatan j bagi pasien rawat inap pada hari
k.
(4)
𝑙∈𝐷 π‘§π‘—π‘˜π‘™ ≤ π‘›π‘—π‘˜ , ∀𝑗, π‘˜.
Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi
pengobatan j bagi pasien rawat jalan yang
ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar
dari permintaan operasi dengan spesialisasi
pengobatan j bagi pasien rawat jalan pada hari
k.
(5)
𝑙∈𝐷 π‘€π‘—π‘˜π‘™ ≤ π‘œπ‘—π‘˜ , ∀𝑗, π‘˜.
Jumlah pembatalan operasi pasien rawat
inap dengan spesialisasi pengobatan j pada
hari ke-k tidak lebih dari total permintaan
operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.
π‘’π‘—π‘˜ ≤ π‘›π‘—π‘˜ , ∀𝑗, π‘˜.
(6)
Jumlah pembatalan operasi pasien rawat
jalan dengan spesialisasi pengobatan j pada
hari ke-k tidak lebih dari total permintaan
operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.
π‘£π‘—π‘˜ ≤ π‘œπ‘—π‘˜ , ∀𝑗, π‘˜.
(7)
Pendefinisian h sebagai jumlah jam ruang
operasi biasa yang tidak dipakai selama satu
minggu.
β„Ž = 𝑗 ∈𝐽 π‘˜∈𝐷 π‘π‘—π‘˜ .
(8)
Pendefinisian 𝑝𝑗 dan π‘žπ‘— yang masingmasing merupakan kelebihan dan kekurangan
waktu penggunaan ruang operasi biasa yang
ditawarkan. Diberikan jumlah total jam
kosong penggunaan ruang operasi biasa dalam
satu minggu kemudian membagi dengan
proporsi
penggunaan
ruang
operasi
spesialisasi
pengobatan
tertentu
dan
penggunaan ruang operasi seluruh spesialisasi
pengobatan selama satu minggu.
π‘˜∈𝐷 π‘π‘—π‘˜
−
β„Ž π‘˜∈𝐷 𝑛 π‘—π‘˜ +π‘œ π‘—π‘˜
π‘—πœ–π½ π‘˜πœ–π· 𝑛 π‘—π‘˜ +π‘œ π‘—π‘˜
= 𝑝𝑗 − π‘žπ‘— , ∀𝑗.
(9)
Operasi darurat dilaksanakan di ruang
operasi darurat selama s jam kerja per hari.
(10)
𝑗 ∈𝐽 π‘¦π‘—π‘˜ ≤ 𝑠, ∀ π‘˜.
Banyaknya ruang operasi jenis i yang
digunakan untuk melayani operasi dengan
spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak
lebih dari jumlah maksimum ruang operasi
yang dialokasikan untuk melayani operasi
dengan spesialisasi pengobatan j pada hari kek.
(11)
𝑖∈𝐼 π‘₯π‘–π‘—π‘˜ ≤ π‘π‘—π‘˜ , ∀ 𝑗, π‘˜.
Jumlah permintaan operasi darurat dengan
spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k yang
dilaksanakan di ruang operasi darurat tidak
melebihi dari seluruh permintaan operasi
darurat pada hari tersebut.
π‘¦π‘—π‘˜ ≤ π‘’π‘—π‘˜ , ∀ 𝑗, π‘˜.
(12)
Kendala ketaknegatifan untuk semua
variabel keputusan.
π‘₯π‘–π‘—π‘˜ , π‘¦π‘—π‘˜ , π‘§π‘—π‘˜π‘™ , π‘€π‘—π‘˜π‘™ , π‘’π‘—π‘˜ , π‘£π‘—π‘˜ , π‘π‘—π‘˜ , β„Ž, 𝑝𝑗 , π‘žπ‘— ≥ 0,
∀ 𝑖, 𝑗, π‘˜, 𝑙.
(13)
Pendefinisian variabel π‘₯π‘–π‘—π‘˜ sebagai suatu
integer.
π‘₯π‘–π‘—π‘˜ integer , ∀ 𝑖, 𝑗, π‘˜.
(14)
IV STUDI KASUS
4.1 Deskripsi Masalah
Untuk
memahami
permasalahan
penjadwalan ruang operasi di rumah sakit
menggunakan mixed integer programming,
dalam karya ilmiah ini diberikan suatu contoh
kasus. Misalkan suatu rumah sakit umum
memiliki beberapa layanan spesialisasi
pengobatan,
yaitu
bedah
perkemihan
(urologi), bedah tulang (ortopedi), bedah
tulang belakang, otak dan syaraf, luka bakar,
bedah plastik, tumor, dan kanker. Setiap
spesialisasi pengobatan ditangani oleh
beberapa ahli bedah (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Layanan spesialisasi pengobatan yang
diberikan oleh rumah sakit
No
Spesialisasi
(j)
1
2
3
4
5
6
7
8
Urologi
Ortopedi
Tulang belakang
Otak dan syaraf
Luka bakar
Bedah plastik
Tumor
Kanker
Banyaknya
ahli bedah
(orang)
3
3
3
4
2
2
3
3
7
Download