BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nilai Tukar (Kurs)
2.1.1 Pengertian
Kurs didefinisikan sebagai harga dari suatu mata uang yang dinyatakan
dalam satuan mata uang lain. Kurs dapat dinyatakan sebagai jumlah unit mata
uang lokal yang diperlukan untuk membeli satu unit mata uang asing (direct
quote). Selain itu, kurs juga dapat dinyatakan dalam mata uang asing yang
diperlukan utuk membeli satu unit mata uang lokal (indirect quote). Sedangkan
menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan
pernyataan No.10 paragraf 05 disebutkan bahwa (2004: 10.2):
“Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.”
Sedangkan menurut Menurut Beams (2000: 469) pengertian kurs adalah:
“Kurs adalah nisbah antara satu unit mata uang dengan jumlah mata
uang lain yang setara dengan mata uang tersebut pada satu waktu”
Dari dua pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kurs adalah
suatu nilai dari mata uang akibat dari pertukaran mata uang lain pada satu waktu.
Menurut Beams (2000: 471) Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan
kurs, yaitu:
1. Kurs spot (spot rate) merupakan kurs untuk pertukaran yang terjadi
langsung pada saat transaksi.
2. Kurs sekarang (current rate) merupakan kurs dimana satu unit mata uang
dapat dipertukarkan dengan mata uang lain pada tanggal neraca atau
tanggal transaksi.
3. Kurs historis (historical rate) merupakan kurs yang berlaku pada tanggal
tertentu terjadinya transaksi.
Kurs spot, kurs sekarang, maupun kurs historis dapat merupakan kurs tetap
maupun mengambang, tergantung kepada mata uang tertentu yang dilibatkan.
Sejak 14 Agustus 1997, pemerintah Indonesia telah menyesuaikan kebijakan
moneter dengan mengubah penggunaan kurs tetap menjadi kurs mengambang.
9
Bab II – Tinjauan Pustaka
10
Menurut Beams (2000: 467) sejumlah pendekatan untuk menjabarkan
laporan keuangan dalam mata uang asing ke dalam mata uang domestik (dalam
hal ini Rupiah), meliputi:
1. Metode lancar - tak lancar (Current-Noncurrent), yang menjabarkan akunakunlancar (current acount) pada kurs sekarang, serta akun-akun tidak
lancar (noncurrent account) pada kurs historis.
2. Metode moneter-nonmoneter,yang mengubah aktiva dan kewajiban
moneter pada kurs sekarang (current exchange rate) serta aktiva dan
kewajiban nonmoneter pada kurs historis.
3. Metode temporal, yang mengubah aktiva dan kewajiban yang dinilai pada
harga masa lalu, sekarang dan masa depan sedemikian rupa sehingga
mereka akan dinilai dengan prinsip akuntansi yang sama. Misalnya: akun
kas, hutang dan piutang, serta aktiva dan kewajiban yang dinilai dengan
harga sekarang atau masa depan dijabarkan ke dalam kurs sekarang.
Demikian juga aktiva dan kewajiban yang dinilai pada harga masa lalu
dijabarkan kedalam kurs historis yang layak.
4. Metode kurs sekarang, yang menjabarkan seluruh aktiva dan kewajiban
pada kurs sekarang.
2.1.2 Fluktuasi kurs
Dari waktu ke waktu, kurs selalu mengalami perubahan. Secara umum,
perubahan kurs dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Depresiasi, yaitu penurunan harga suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya. Depresiasi Rupiah terhadap Dolar menunjukan penurunan harga
Rupiah terhadap Dolar. Artinya akan dibutuhkan lebih banyak Rupiah
untuk memperoleh satu unit mata uang Dolar. Apabila semua kondisi
variabel lain tidak berubah (ceteris paribus), maka depresiasi mata uang
suatu negara akan membuat harga barang-barang menjadi lebih murah
bagi pihak luar negeri.
2. Apresiasi, yaitu kenaikan harga suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya. Apresiasi Dolar terhadap Rupiah menunjukan kenaikan harga atau
Bab II – Tinjauan Pustaka
11
nilai tukar Dolar terhadap Rupiah. Apabila semua kondisi lainnya tidak
berubah (ceteris paribus), maka apresiasi mata uang suatu negara akan
menyebabkan harga barang-barangnya menjadi lebih mahal bagi pihak
luar negeri.
Uraian mengenai perubahan kurs berupa depresiasi dan apresiasi diatas
dapat menimbulkan kerancuan apabila tidak dipahami secara benar. Perlu diingat
bahwa apabila mata uang A mengalami depresiasi tehadap mata uang B, maka
pada saat yang sama mata uang B mengalami apresiasi terhadap mata uang A.
Faktor yang Menentukan Nilai Tukar
Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar biasanya
merupakan akibat interaksi antara berberapa faktor secara simultan, dengan
mengasumsikan faktor lainnya tetap (ceteris paribus). Menurut Jeff Madura
(2000:89) dalam bukunya Manajemen Keuangan Internasional terjemahan
Emil Salim terdapat lima faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan
nilai tukar antara lain:
1. Laju Inflasi Relatif
Perubahan dalam laju inflasi dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan
internasional, karena mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta
dengan demikian juga mempengaruhi valuta.
2. Suku Bunga Relatif
Perubahan suku bunga relatif mempengaruhi investasi dalam sekuritassekuritas asing, yang seharusnya akan mempengaruhi permintaan dan
penawaran valuta asing serta nilai tukar Rupiah.
3. Tingkat Pendapatan Relatif
4. Kontrol Pemerintah
Pemerintah negara-negara asing mempengaruhi nilai tukar ekuilibrium
dengan berbagai cara, diantaranya melalui:
a. hambatan jual beli valuta asing;
b. hambatan perdagangan;
Bab II – Tinjauan Pustaka
12
c. intervensi (pembelian dan penjualan valuta) dalam pasar valuta
asing; dan
d. perubahan variabel-variabel makro seperti inflasi, suku bunga dan
tingkat pendapatan nasional.
5. Ekspektasi
Konsep Mata Uang Fungsional
Menurut Choi & Meek (2005: 247) mata uang fungsional sebuah
perusahaan diartikan sebagai mata uang lingkungan ekonomi yang utama dimana
perusahaan beroperasi dan menghasilkan arus kas. Sedangkan menurut Beams
(2000: 468) Mata uang fungsional dari suatu entitas adalah mata uang yang
berlaku di wilayah operasi utama perusahaan. Jadi, mata uang fungsional dari
suatu entitas luar negeri adalah mata uang dimana perusahaan tersebut
menghasilkan serta membelanjakan uang kas mereka. Jika mata uang fungsional
tidak dapat diidentifikasi dari arus kas, maka faktor-faktor lain dapat
dipertimbangkan. Indikator ekonomi sebagai pelengkap arus kas yang digunakan
untuk menentukan mata uang fungsional adalah:
1. Jika harga jual produk dari suatu entitas luar negeri lebih banyak ditentukan
oleh persaingan ditingkat lokal atau regulasi pemerintah lokal, ketimbang
oleh perubahan kurs jangka pendek atau gejolak pasar dunia, maka mata
uang lokal dari entitas luar negeri tersebut dapat dipakai sebagai mata uang
fungsional.
2. Suatu pasar penjualan yang seluruhnya berada di perusahaan induk, atau
kontrak penjualan yang didasarkan pada mata uang perusahaan induk,
memungkinkan perusahaan untuk menjadikan mata uang dari negara
perusahaan induk sebagai mata uang fungsional.
3. Pengeluaran seperti upah pekerja serta biaya material yang merupakan biaya
lokal dapat membenarkan dijadikannya mata uang lokal dari entitas luar
negeri sebagai mata uang fungsional.
4. Jika pendanaan ditentukan oleh mata uang lokal dari entitas luar negeri, serta
jika dana yang dihasilkan oleh perusahaan cukup untuk melunasi hutang,
Bab II – Tinjauan Pustaka
13
baik hutang saat ini maupun akan datang, maka mata uang lokal dari entitas
luar negeri dapat dijadikan mata uang fungsional.
5. Perjanjian serta transaksi antar perusahaan dalam volume besar dapat
dijadikan dasar untuk menggunakan mata uang dari perusahaan induk
sebagai mata uang fungsional.
Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada bulan Mei 1998 yang pada dasarnya
mengacu pada FASB Statement No. 52 mengubah beberapa definisi tradisional
dengan melakukan redefinisi atas mata uang asing. Sebelum standar ini
dikeluarkan, mata uang asing berarti semua mata uang selain mata uang negara
yang bersangkutan. Mata uang lokal adalah mata uang dari negara tertentu atau
mata uang yang dinyatakan dalam kegiatan domestik maupun luar negeri dari
negara bersangkutan. Berdasarkan standar ini, mata uang asing adalah semua mata
uang selain mata uang selain mata uang fungsional dari suatu entitas.
Misalnya diasumsikan sebuah perusahaan Indonesia memiliki anak
perusahaan di Amerika Serikat, dan pembukuan di perusahaan anak tersebut
menggunakan basis Dolar Amerika. Jika mata uang fungsional anak tersebut
adalah Dolar Amerika, maka Rupiah menjadi mata uang asing dari sudut pandang
perusahaan anak tersebut. Namun, jika Rupiah ditentukan sebagai mata uang
fungsional pada perusahaan anak, maka Dolar Amerika dengan sendirinya
menjadi mata uang asing, sekalipun Dolar sebenarnya adalah mata uang lokal dari
segi pencatatan akuntansinya.
Standar ini mengijinkan penggunaan dua metode yang berbeda untuk
mengkonversikan laporan keuangan dari perusahaan anak di luar negeri ke dalam
mata uang domestik (dalam hal ini Rupiah), berdasarkan mata uang fungsional
dari entitas luar negeri. Jika mata uang fungsional adalah Rupiah dengan
menggunakan prosedur yang sama dengan menggunakan metode temporal. Jika
mata uang fungsionalnya adalah mata uang lokal di wilayah perusahaan anak,
maka laporan keuangan perusahaan anak akan dikonversikan ke Rupiah dengan
menggunakan metode kurs sekarang. Perusahaan harus dapat memilih metode
yang paling tepat untuk menggambarkan kegiatan bisnis luar negeri mereka.
Bab II – Tinjauan Pustaka
14
Perlakuan Akuntansi Terhadap Selisih Kurs Transaksi
Transaksi yang terjadi dalam suatu negara merupakan transaksi lokal yang
dinilai dan dicatat dalam mata uang negara tersebut. Transaksi yang dilakukan
perusahaan anak Indonesia di Amerika dicatat dalam Dolar Amerika, dan laporan
keuangannya juga dinyatakan dalam Dolar. Namun laporan keuangan ini harus
dikonversikan ke dalam Rupiah sebelum dilakukan konsolidasi dengan
perusahaan induk di Indonesia. Diskusi tentang transaksi mata uang asing
mengasumsikan bahwa sudut pandang diambil dari sebuah perusahaan Indonesia
yang memiliki mata uang fungsional Rupiah (yang juga menjadi mata uang
lokalnya).
Pengertian yang mendasar dari transaksi luar negeri dengan transaksi mata
uang asing adalah sebagai berikut Beams (2000: 472):
•
Transaksi luar negeri adalah transaksi antarnegara atau antar perusahaan
dari negara yang berbeda.
•
Transaksi mata uang asing adalah transaksi dimana nilai tukarnya
dinyatakan dalam mata uang selain dari mata uang fungsional suatu
entitas.
Transaksi luar negeri tidak otomatis merupakan transaksi mata uang asing.
Jenis transaksi luar negeri yang paling sering dilakukan adalah ekspor impor
barang dan jasa. Transaksi ekspor maupun impor adalah transaksi luar negeri,
tetapi mereka bukanlah transaksi mata uang asing kecuali jika nilai tukarnya
dinyatakan dalam suatu mata uang asing, yang artinya mata uang selain mata uang
fungsional entitas. Penjualan ekspor dari Indonesia kepada perusahaan Amerika
merupakan mata uang asing dari sudut pandang perusahaan Indonesia hanya jika
pertukaran dinyatakan (ditetapkan) dalam Dolar Amerika. Penjabaran diperlukan
jika transaksi dinyatakan dalam mata uang fungsional dari suatu entitas, maka
penjabaran tidak diperlukan.
Menurut Beams (2000: 472) ketentuan yang tercantum dalam PSAK
No.10 hanya ditetapkan untuk transaksi mata uang asing dan untuk laporan
keuangan mata uang luar negeri. Untuk transaksi mata uang asing selain kontrak
berjangka, maka:
Bab II – Tinjauan Pustaka
15
1. Pada tanggal transaksi diakui, setiap aktiva, kewajiban, penerimaan,
pengeluaran, keuntungan dan kerugian yang timbul dari transaksi tersebut
harus dinilai dan dicatat dalam mata uang fungsional dari entitas yang
melakukan pencatatan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada
tanggal tersebut.
2. Pada setiap tanggal neraca, saldo yang tercatat dalam mata uang selain
mata uang fungsional dari entitas yang melakukan pencatatan harus
disesuaikan untuk mencerminkan kurs sekarang.
3. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan
kedalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca.
Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka
dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia.
4. Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs
tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporakan dengan menggunakan kurs
tanggal transaksi.
5. Pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing
harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai
tersebut ditentukan.
2.3.1 Selisih Kurs Transaksi
Selisih kurs transaksi timbul karena terjadi perubahan kurs antara saat
suatu transaksi dibukukan dan saat penyelesaian transaksi tersebut. Misalkan saja
sebuah perusahaan Indonesia membeli bahan baku dari sebuah perusahaan di
Amerika Serikat seharga $1,000 secara kredit saat kurs US Dolar terhadap Rupiah
sebesar Rp 9.000,00 transaksi tersebut dibukukan oleh perusahaan Indonesia
sebagai berikut:
dr.
cr.
Pembelian
Hutang Dagang
Rp 9.000.000,00
Rp 9.000.000,00
Empat bulan kemudian, ketika perusahaan Indonesia tersebut telah siap
untuk menyelesaikan hutang dagangnya, kurs telah berubah menjadi Rp 8.300,00
per US$. Sehingga kini hanya dibutuhkan Rp 8.300.000,00 untuk melunasi hutang
Bab II – Tinjauan Pustaka
16
dagangnya. Dengan begitu, maka terdapat transaction gain sebesar Rp
700.000,00. Tentu saja, jika kurs berubah ke arah yang berbeda, katakanlah
Rp 9.500,00 per US $1, maka akan terjadi transaction loss sebesar Rp 500.000,00.
Menurut Choi & Meek, 2005: 249 terdapat dua pendekatan untuk mencatat
penyelesaian transaksi seperti pada transaksi di atas, yaitu perspektif transaksi
tunggal dan perspektif dua transaksi.
1. Pendekatan perspektif transaksi tunggal
Menurut pendekatan ini, transaksi yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu,
selisih kurs yang timbul dipandang sebagai suatu penyesuaian terhadap transaksi
dan harus dapat dicerminkan oleh nilai aktiva yang diperoleh. Dengan demikian,
penggunaan kurs yang lebih tinggi pada saat penyusunan laporan keuangan atau
pada saat penyelesaian transaksi daripada kurs pada tanggal transaksi, akan
menimbulkan “rugi selisih kurs” yang akan didebitkan pada nilai terbawa aktiva.
Sebaliknya penggunaan kurs yang lebih rendah pada saat penyusunan laporan
keuangan atau pada saat penyelesaian transaksi daripada kurs pada tanggal
transaksi, akan menimbulkan “laba selisih kurs” yang akan dikreditkan pada nilai
terbawa aktiva. Dengan begitu pencatatan penyelesaian akhir transaksi diatas
adalah sebagai berikut:
•
Apabila kurs berubah dari Rp 9.000,00 menjadi Rp 8.300,00 per US$.
dr.
•
Hutang dagang
Rp 9.000.000,00
cr.
Kas
Rp 8.300.000,00
cr.
Pembelian
Rp 700.000,00
Apabila kurs berubah dari Rp 9.000,00 menjadi Rp 9.500,00 per US$.
dr.
Hutang dagang
dr.
Pembelian
cr.
Kas
Rp 9.000.000,00
Rp 500.000,00
Rp 9.500.000,00
2. Pendekatan perspektif dua transaksi
Pendekatan ini memandang perolehan aktiva dan timbulnya kewajiban
sebagai dua transaksi berbeda, yang terpisah satu sama lain. Nilai aktiva yang
diperoleh senantiasa dicatat dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi.
Bab II – Tinjauan Pustaka
17
Fluktuasi kurs yang menyebabkan perubahan pada saldo kewajiban akan
dinyatakan sebagai suatu laba (gain) atau rugi (loss) yang dicatat pada akun laba
atau rugi selisih kurs.
Selisih kurs yang timbul dari transaksi yang telah terselesaikan sebelum
laporan keuangan disusun (settled transaction) akan dibebankan pada laporan
keuangan periode berjalan. Sedangkan pengakuan terhadap selisih kurs yang
timbul dari transaksi yang belum terselesaikan pada saat laporan keuangan
disusun (unsettled transaction) dapat diperlakukan menurut satu diantara dua
alternatif berikut:
1.
Selisih kurs dibebankan penuh pada laporan keuangan periode
berjalan. Dengan alternatif ini, maka tidak ditemukan perbedaan
perlakuan akuntansi terhadap rugi selisih kurs dari settled ataupun
unsettled transactions.
2.
Selisih kurs ditangguhkan pembebanannya dan diamortisasi sepanjang
umur kewajiban yang bersangkutan. Alternatif ini menghindari
pengikisan income oleh selisih yang belum terealisasi.
Pendekatan two-transaction ini akan mencatat penyerahan kas sebagai
penyelesaian transaksi sebagai berikut:
•
Apabila kurs berubah dari Rp 9.000,00 menjadi Rp 8.300,00 per US$.
dr.
•
Hutang Dagang
Rp 9.000.000,00
cr.
Kas
Rp 8.300.000,00
cr.
Penyesuaian Kurs: Gain
Rp 700.000,00
Apabila kurs berubah dari Rp 9.000,00 menjadi Rp 9.500,00 per US$.
dr.
Hutang Dagang
Rp 9.000.000,00
dr.
Penyesuaian Kurs: Loss
Rp 500.000,00
cr.
2.3.2
Kas
Rp 9.500.000,00
Akuntasi Selisih Kurs Transaksi di Indonesia
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi
Keuangan pernyataan No.10 paragraf 14, mengatur Tentang Transaksi Dalam
Mata Uang Asing dinyatakan bahwa (2004: 10.5):
Bab II – Tinjauan Pustaka
18
“Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal
transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang
timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbul dan
penyelesaian suatu transaksi berbeda dalam suatu periode akuntansi
yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut.
Namun jika saat timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada
dalam periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap
periode akuntansi dengan mempertimbangkan perubahan kurs untuk
masing-masing periode”.
Paragraf 28 juga menyatakan bahwa (2004: 10.10):
“Kecuali untuk hal-hal yang dalam paragraf 31 dan 32, selisih
penjabaran pos-pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang
asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari
transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada
laporan rugi laba periode berjalan.”
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi
Keuangan pernyataan No.10 paragraf 30 dan 31 tentang pengecualian terhadap
perlakuan tersebut diberlakukan pada hal-hal berikut (2004: 10.11):
•
•
“Selisih kurs yang timbul pada suatu pos moneter dalam
substansinya membentuk bagian investasi neto perusahaan
dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas
dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan
(disposal) investasi neto dan pada saat harus diakui sebagai
pendapatan atau beban.”
“Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing yang
diperhitungkan sebagai suatu hedging dari investasi neto
perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan
sebagai ekuitas dalm laporan keuangan perusahaan hingga pada
saat pelepasan (disposal) investasi neto, dan pada saat harus
diakui sebagai pendapatan atau beban.”
Suatu perlakuan akuntansi alternatif yang berbeda dari perlakuan yang
telah dijelaskan dengan paragraf sebelumnya dapat dibenarkan dalam kondisi
tertentu yaitu kondisi dimana telah terjadi suatu depresiasi luar biasa terhadap
suatu mata uang sedangkan kebijakan lindung nilai (hedging) tidak mungkin
dilakukan, sehingga menimbulkan kewajiban yang tidak terselesaikan akibat
perolehan aktiva yang harus dibayar dalam satuan mata uang asing. Karakteristik
Bab II – Tinjauan Pustaka
19
pertama dari kondisi yang memungkinkan alternatif perlakuan akuntansi terhadap
selisih kurs adalah devaluasi atau depresiasi yang luar biasa.
Dalam ISAK No.4 dijelaskan bahwa depresiasi Rupiah terhadap suatu
mata uang asing dianggap melampaui batas-batas kewajaran dan merupakan
depresiasi luar biasa apabila pada periode tertentu depresiasi Rupiah yang
disetahunkan mencapai 133% dari rata-rata depresiasi Rupiah selama tiga tahun
takwim terakhir.
Sedangkan karakteristik kedua adalah tidak dimungkinkan perlakuan
lindung nilai (hedging), perlakuan lindung nilai dikatakan tidak memungkinkan
apabila pada periode tertentu ditemui kondisi-kondisi yang menyebabkan lindung
nilai menjadi tidak ekonomis dan/ atau tidak praktis dilakukan. Kondisi tersebut
adalah (ISAK No.4):
1. Tingkat premi hedging pada periode tertentu sedemikian tinggi sehingga
tidak ekonomis untuk melakukan hedging. Tingkat premi hedging
dianggap tinggi apabila mencapai 133%
dari rata-rata premi hedging
selama tiga tahun takwim terakhir.
2. Fasilitas hedging tidak tersedia karena bank tidak dapat menentukan premi
hedging sehubungan dengan fluktuasi Rupiah yang tinggi.
Selisih kurs yang timbul dalam kondisi khusus sebagaimana yang
dijelaskan dalam paragraf-paragraf terdahulu dapat dimasukan sebagai nilai
tercatat (carrying amount) aktiva yang diperoleh. Dengan demikian, nilai tercatat
aktiva akan menunjukan nilai wajar dan bukan lagi nilai historisnya. Namun perlu
diperhatikan bahwa nilai tercatat aktiva yang telah disesuaikan tersebut tidak
boleh melebihi jumlah terendah antara biaya penggantian (replacement cost) dan
jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recovable) dari penjualan atau
penggunaan aktiva tersebut. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar
Akuntansi Keuangan pernyataan No.10 paragraf 32 pengertian biaya
penggantian (2004: 10.11):
“Biaya penggantian adalah biaya-biaya yang akan dikeluarkan untuk
mengganti aktiva dengan aktiva lain yang sejenis dan dalam kondisi
yang sama. Sedangkan jumlah yang dapat diperoleh kembali adalah
estimasi pembayaran yang akan diterima apabila aktiva itu dijual,
Bab II – Tinjauan Pustaka
atau diestimasi
penggunaannya.”
20
nilai
manfaat
yang
akan
diperoleh
dari
Alternatif perlakuan akuntansi untuk mengkapitalisasi selisih kurs ke
dalam nilai tercatat aktiva yang diperoleh sifatnya adalah pilihan (optional).
Artinya dalam kondisi khusus yang telah dijelaskan diatas, perusahaan
diperkenankan untuk memilih apakah akan mengkapitalisasikan selisih kurs atau
membebankannya pada periode berjalan. Alternatif manapun yang dipilih harus
diungkapkan secukupnya.
2.4 Saham
Saham adalah surat berharga yang menunjukan kepemilikan perusahaan
sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain
yang dilakukan perusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas
aset perusahaan dengan prioritas setelah hak klaim pemegang saham berharga lain
dipenuhi jika terjadi likuidasi.
Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka investor akan
mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi
dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Saham merupakan salah satu
jenis sekuritas yang cukup populer diperjualbelikan di pasar modal (Tandelilin,
2001: 18).
2.4.1
Jenis-jenis Saham
Berdasarkan macam saham yang diperjualbelikan sehari-hari dapat
dibedakan menurut kriteria-kriteria berikut:
1. Berdasarkan Cara Peralihan Hak
a. Saham Atas Tunjuk (Bearer Stock)
Sertifikat saham atas tunjuk tidak mencantumkan nama pemiliknya.
Dengan demikian, hak kepemilikannya dapat dengan mudah dialihkan
kepada orang lain.
Bab II – Tinjauan Pustaka
21
b. Saham Atas Nama (Registered Stock)
Diatas sertifikat atas nama, ditulis nama pemiliknya secara eksplisit. Cara
pengalihan haknya harus memenuhi prosedur tertentu yaitu dengan
dokumen peralihan, kemudian nama pemiliknya akan tercatat dalam buku
khusus yang memuat daftar nama pemegang saham perusahaan.
2. Berdasarkan Hak Atas Klaim
a. Saham Biasa (Common Stock)
Saham jenis ini tidak memberikan hak khusus kepada pemiliknya untuk
memperoleh prioritas utama dalam pembagian dividen maupun hasil
likuidasi perusahaan. Pemilik saham biasa akan memperoleh haknya
setelah klaim dari kreditur dan pemegang saham preferen diselesaikan.
Walaupun begitu pemegang saham biasa ini mempunyai kepemilikan atas
aset-aset perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham mempunyai hak
suara (voting right) untuk memilih direktur ataupun manajemen
perusahaan dan ikut berperan dalam pengambilan keputusan penting
perusahaan dalam rapat umum pemegang saham. Hak ini disebut juga hak
kontrol (Tandelilin, 2001: 18). Selain itu pemegang saham biasa ini juga
mempunyai hak preemptive, yaitu hak untuk mendapatkan prosentase
kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar
saham untuk tujuan melindungi hak kontrol dari pemegang saham lama
dan melindungi harga saham lama dari kemerosotan nilai (Jogiyanto,
2003: 74).
b. Saham Preferen (Preffered Stock)
Saham preferen adalah saham yang mempuyai kombinasi karkteristik
gabungan dari obligasi maupun saham biasa, karena saham preferen
memberikan pendapatan yang tetap seperti halnya obligasi, dan juga
mendapatkan hak kepemilikan seperti pada saham biasa (Jogiyanto, 2003:
67). Pemegang saham preferen akan mendapat hak terhadap pendapatan
dan kekayaan perusahaan setelah dikurangi dengan pembayaran kewajiban
pemegang obligasi dan hutang (sebelum pemegang saham biasa
mendapatkan haknya). Perbedaan dengan saham biasa adalah bahwa
Bab II – Tinjauan Pustaka
22
saham preferen tidak memberikan hak suara kepada pemegangnya untuk
memilih direksi ataupun manajemen perusahaan, seperti layaknya saham
biasa (Tandelilin, 2001: 18). Besarnya dividen yang akan diterima oleh
pemegang saham preferen pada suatu periode dinyatakan sebagai jumlah
unit moneter tertentu atau sebagai suatu presentase dari nilai parinya.
2.4.2
Nilai Saham dan Analisis Harga Saham
2.4.2.1 Nilai Saham
Secara garis besar terdapat tiga nilai yang berhubungan dengan saham,
yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai instrinsik
(intrinsic value) (Jogiyanto, 2003: 79).
1. Nilai Buku (Book Value)
Nilai buku merupakan nilai saham pembukuan perusahaan emiten.
Untuk menghitung nilai buku suatu saham, beberapa nilai yang berhubungan
diantaranya:
a. Nilai nominal (par value)
Merupakan nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham.
Nilai nominal ini berupa modal per lembar saham yang secara hukum
harus ditahan di perusahaan untuk proteksi kepada kreditor yang tidak
dapat diambil oleh pemegang saham. Kadang kala suatu saham tidak
mempunyai nilai nominal (no-par value stock). Untuk saham seperti ini
dewan direksi umumnya menetapkan nilai sendiri (stated value) per
lembarnya. Jika tidak ada nilai yang ditetapkan, maka dianggap sebagai
modal secara hukum adalah pada waktu pengeluaran saham yang
bersangkutan.
b. Agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value)
Yaitu merupakan selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada
perusahaan dengan nilai nominal sahamnya. Agio saham ditampilkan di
neraca dalam nilai total yaitu agio per lembar dikalikan dengan jumlah
lembar yang dijual.
Bab II – Tinjauan Pustaka
23
c. Nilai modal disetor (paid in capital)
Merupakan total yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan
emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau dengan saham biasa.
Nilai modal disetor merupakan total nilai nominal ditambah dengan agio
saham.
d. Laba ditahan (retained earnings)
Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada pemegang
saham. Laba yang tidak dibagi ini diinvestasikan kembali ke perusahaan
sebagai sumber dana internal. Laba ditahan dalam penyajiannya di neraca
menambah total laba yang disetor. Karena laba ditahan ini milik pemegang
saham yang berupa keuntungan yang tidak dibagikan, maka nilai ini juga
akan menambah ekuitas pemilik saham di neraca.
2. Nilai Pasar (Market Value)
Berbeda dengan nilai buku, nilai pasar merupakan harga saham yang
terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai
pasar ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang bersangkutan di pasar
bursa.
3. Nilai Instrinsik (Iintrinsic Value/ Fundamental Value)
Merupakan nilai seharusnya dari suatu saham. Dua macam analisis yang
banyak digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya atas suatu saham adalah
analisis fundamental (fundamental security analysis) atau analisis perusahaan
(company analysis) dan analisis teknis (technical analysis).
2.4.2.2 Analisis Harga Saham
Tujuan dari investasi adalah keuntungan, potensi keuntungan dari dividen
yang didapat dari investasi saham adalah dividen dan capital gains, keuntungan
dari didapat karena kinerja perusahaan, sedangkan keuntungan dari capital gains
didapat dari pergerakan saham yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada dua
metode yang digunakan investor dalam menganalisis harga pasar saham yaitu
analisis fundamental dan analisis teknikal.
Bab II – Tinjauan Pustaka
24
1. Analisis fundamental
Pendekatan fundamental adalah pendekatan untuk menganalisis suatu
saham dengan berdasarkan pada data perusahaan seperti earning, dividen,
penjualan dan lainnya (Tandelilin, 2001: 200).
Analisis fundamental mempelajari brosur atau data-data industrri
perusahaan, aktualisasi penjualan, kekayaan, pendapatan, penyerapan pasar,
dan evaluasi manajemen perusahaan. Data-data ini akan dibandingkan dengan
data-data lain dari perusahaan yang sejenis. Sehingga dapat diperkirakan nilai
instrinsik dari suatu perusahaan. Dalam melaksanakan analisis data, analis
akan memperoleh dan mengikhtisarkan informasi-informasi yang tersedia ke
dalam bentuk rasio. Beberapa rasio keuangan yang umum digunakan dalam
melaksanakan analisis fundamental adalah efficiency ratio, price earning
ratio, dividen yield, net assets value, dan price to book value ratio.
Dalam penentuan nilai instrinsik saham berdasarkan analisis
fundamental digunakan dua pendekatan , yaitu (1) pendekatan nilai sekarang
(present value approach) dan (2) pendekatan ratio harga tehadap earning
(Price Earning Ratio/ PER) (Tandelilin, 2001: 184). Pendekatan nilai
sekarang dilakukan dengan menghitung seluruh aliran kas yang akan diterima
pemegang saham dari suatu saham di masa datang, dan kemudian didiskonto
dengan tingkat bunga diskonto (biasanya sebesar tingkat return yang
disyaratkan). Sedangkan pendekatan PER dalam penentuan nilai suatu saham
dilakukan dengan menghitung berapa Rupiah uang yang diinvestasikan
kedalam suatu saham untuk memperoleh satu Rupiah pendapatan (earning)
dari saham tersebut.
Dari analisis yang telah dilakukan, akan diketahui apakah suatu saham
mengalami mispriced. Jika saham mengalami undervalued dimana harga
saham telah melebihi nilai instrinsiknya, maka saham itu layak jual. Anlisis
fundmental ini banyak digunakan oleh akademisi (Jogiyanto, 2003: 89).
2. Analisis teknikal
Analisis teknikal merupakan pendekatan untuk mencari pola
pergerakan harga saham yang bisa dipakai untuk meramalkan pergerakan
Bab II – Tinjauan Pustaka
25
saham di kemudian hari (Tandelilin, 2001: 200). Keputusan investasi dalam
analisis teknikal mendasarkan diri pada data-data pasar dimasa lalu (seperti
harga saham dan volume penjualan saham), sebagai dasar untuk mengestimasi
harga saham di masa datang.
Levy (1966) seperti yang telah dikutip oleh Tandelilin (2001: 248)
mengemukakan beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut diatas:
1. Nilai pasar, barang, dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan
penawaran.
2. Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik
faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut
meliputi berbagai variabel ekonomi dan variabel fundamental serta faktorfaktor seperti opini yang beredar, mood investor, dan ramalan-ramalan
investor.
3. Harga-harga sekuritas secara individual dan nilai pasar secara keseluruhan
cenderung bergerak mengikuti suatu trend selama jangka waktu yang
relatif panjang.
4. Trend perubahan dan nilai pasar dapat berubah karena perubahan
permintaan dan penawaran. Hubungan-hubungan tersebut akan bisa
dideteksi dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi.
Metode analisis teknikal ini mendasarkan analisisnya dengan
mempelajari grafik trend harga saham dan indikator-indikator pasar saham
lainya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman yang
memadai
mengenai pola pergerakan harga saham beserta tekanan penawaran dan
permintaan akan saham, sehingga dapat membuat prediksi harga saham di
masa yang akan datang. Analisis teknikal ini banyak digunakan oleh praktisi
dalam menentukan harga saham (Jogiyanto, 2003: 89).
2.4.3
Saham Dalam Struktur Ekuitas Perusahaan
Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan bahwa ekuitas perusahaan dapat
diperoleh dari dua sumber utama, yaitu investasi oleh para pemilik dan hasil usaha
perusahaan (PSAK No. 21 par 03).
Bab II – Tinjauan Pustaka
26
Tiga kategori yang merupakan bagian dari ekuitas pemilik/ perusahaan
(stockholders’ equity) adalah: (1) capital stock (modal saham), (2) additional
paid-in capital (tambahan modal disetor), dan (3) retained earnings (laba
ditahan). Dua kategori pertama, capital stock dan additional paid-in capital,
menyatakan modal disetor (contributed or paid-in capital) sedangkan laba ditahan
(retained earnings) menyatakan modal dari hasil operasi perusahaan (earned
capital).
2.4.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Pasar Saham
Harga pasar saham di bursa dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang
bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif, antara lain pengaruh peraturan
pedagangan saham, ketat tidaknya pengawasan atas pelanggaran oleh pelaku
bursa, psikologi pemodal dan lain sebagainya.
1. Penawaran dan Permintaan
Harga pasar saham akan terbentuk melalui jumlah penawaran dan permintaan
terhadap suatu saham. Jumlah permintaan dan penawaran akan mencerminkan
kekuatan pasar. Jika penawaran lebih besar dari jumlah permintan, pada
umumnya harga saham akan turun. Sebaliknya jika jumlah permintaan lebih
besar dari jumlah penawaran terhadap suatu saham, maka harga akan
cenderung naik.
2. Perilaku Investor
Para investor yang masuk ke pasar modal berasal dari bermacam kalangan
masyarakat dan dengan berbagai tujuan. Jika ditinjau dari segi tujuannya,
maka investor dapat dikelompokan kedalam empat kelompok, yaitu:
a. Investor yang bertujuan memperoleh dividen.
Kelompok ini mengincar perusahaan-perusahaan yang sudah stabil.
Keadaan perusahaan yang demikian menjamin kepastian adanya
keuntungan yang relatif stabil. Harapan utama kelompok ini adalah
untuk memperoleh dividen lebih penting dari pada keuntungan untuk
memperoleh capital gain.
Bab II – Tinjauan Pustaka
27
b. Investor yang bertujuan berdagang.
Harga saham-saham di bursa tidak tetap, dapat bergerak naik atau turun,
tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Perubahan ini
menarik bagi kalangan investor yang bertujuan untuk berdagang.
Kelompok ini membeli saham dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan dari selisih positif harga beli dan harga jual. Pendapatan
mereka bersumber dari jual beli saham tersebut.
c. Kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan saham perusahaan.
Bagi kelompok ini yang penting adalah ikut sertanya mereka sebagai
pemilik perusahaan. Investor ini cenderung memilih saham perusahaan
yang sudah punya nama baik. Perubahan-perubahan harga saham yang
kurang berarti tidak membuat mereka gelisah untuk menjualnya.
Kelompok ini tidak aktif dalam perdagangan bursa.
d. Kelompok spekulator.
Kelompok ini lebih menyukai saham-saham perusahaan yang belum
berkembang dengan baik. Pada umumnya pada setiap kegiatan pasar
modal, spekulator mempunyai peran untuk menentukan aktivitas pasar
modal sekaligus meningkatkan likuiditas saham.
Sedangkan perilaku investor berdasarkan tingkat kecanggihannya dalam
menerima dan memanfaatkan informasi yang tersedia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Naive investor
Yaitu kelompok investor yang lugu dan buta informasi. Kelompok ini
tidak mampu menafsirkan dan memanfaatkan informasi yang tersedia
untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasinya.
2. Sophisticated investor
Yaitu kelompok investor yang telah canggih dalam memanfaatkan
informasi yang tersedia. Kelompok ini telah mengetahui berbagai jenis
informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan investasinya.
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.5
28
Bursa Efek Jakarta
2.5.1 Pasar Modal dan Bursa Efek
Perusahaan yang ingin mendapatkan atau menambah modal usahanya
tentu harus mencarinya melalui sumber-sumber penawaran modal yang tersedia.
Sumber penawaran modal tersebut menurut asalnya dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu sumber internal dan sumber eksternal. Sumber penawaran modal
eksternal yang utama berasal dari supplier, bank dan pasar modal. Bagi
perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya di pasar
modal (Jogiyanto, 2003: 15).
Pada dasarnya pasar modal dan bursa efek merupakan dua hal yang
berbeda, meskipun sebagian orang sering menganggap kedua hal itu sebagai hal
yang sama. Berikut ini definisi pasar modal menurut Suad Husnan (2001: 3)
“Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang
bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk hutang ataupun modal
sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authority,
maupun perusahaan swasta.”
Sedangkan bursa efek adalah suatu organisasi yang menyelenggarakan
pasar untuk memperdagangkan saham dimana terdapat peraturan yang ketat untuk
masuk kedalamnya. Definisi bursa efek dan pasar modal dalam Undang-Undang
Republik Indonesia N0. 8 tahun 1995 tentang pasar modal:
Bab I Pasal 1 No. 4:
Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek
diantara mereka.
Bab I Pasal 1 No. 13:
Pasar modal kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
efek.
Bab II – Tinjauan Pustaka
29
2.5.2 Mekanisme Perdagangan Saham di Bursa Efek Jakarta
2.5.2.1 Sistem Perdagangan Bursa Efek Jakarta
Perdagangan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terpusat di lantai perdagangan di
Jakarta Stock Exchange Building, Jln. Jendral Sudirman Kav. 52-53, Jakarta
12190. Hingga saat ini, instrumen-instrumen yang diperdagangkan di BEJ adalah:
saham, bukti right, waran, obligasi, dan obligasi konversi. Sejak 22 Mei 1995,
sistem perdagangan di BEJ sudah mengunakan komputer. Sistem yang tergolong
paling modern di dunia ini disebut the Jakarta Automated Trading System (JATS).
Sedangkan kegiatan administrasi dan manajemen BEJ terpusat di lantai 4 gedung
yang sama.
Bursa Efek Jakarta menganut sistem order-driven market atau pasar yang
digerakan oleh order-order dari pialang dengan sistem lelang secara terus
menerus. Pembeli dan penjual, yang hendak melakukan transaksi harus
menghubungi perusahaan pialang. Perusahaan pialang membeli dan menjual efek
di lantai bursa atas perintah atau permitaan (order) investor. Akan tetapi,
perusahaan pialang juga dapat melakukan jual beli efek untuk dan atas nama
perusahan itu sendiri sebagai bagian dari investasi portofolio mereka.
Setiap perusahaan pialang mempunyai orang yang akan memasukan
semua order yang diterima ke terminal masing-masing di lantai bursa. Orangorang yang bertindak untuk perusahaan pialang tersebut disebut Wakil Perantara
Pedagang Efek (WPPE). Dengan menggunakan JATS, order-order tersebut diolah
oleh komputer yang akan melakukan matching dengan mempertimbangkan
prioritas harga dan prioritas waktu. Dengan demikian sistem perdagangan di BEJ
adalah sistem lelang secara terbuka yang berlangsung terus menerus selama jam
bursa. Hingga saat ini, seluruh order dari perusahaan pialang memang harus
dimasukan kedalam sistem melalui terminal yang ada di lantai bursa. Namun, saat
ini BEJ sudah mulai menerapkan akses jarak jauh atau remote access untuk JATS
sehingga seluruh perusahaan pialang bisa langsung melakukan perdagangan dari
luar lantai bursa, bahkan dari luar Jakarta.
Bab II – Tinjauan Pustaka
30
2.5.2.2 Remote Trading
Remote Trading adalah sistem perdagangan jarak jauh yang dapat
dilakukan oleh anggota bursa dari kantor anggota bursa masing-masing dimana
setiap order langsung dikirim ke sistem perdagangan Bursa Efek Jakatra (Jakarta
Automated Trading System) tanpa perlu memasukan order melalui lantai bursa.
Sistem Remote Trading akan diterapkan BEJ adalah perdagangan jarak
jauh dengan host to host routing interface system dimana BEJ menyediakan
aplikasi interface bagi anggota burs. Aplikasi ini akan menghubungkan BOFIS
anggota bursa dengan sistem perdagangan BEJ. Anggota bursa harus memiliki
BOFIS (Brokerage Office Information Sistem) yang bisa dihubungkan dengan
JATS melalui jaringan komunikasi WAN/ Wide Area Network di luar gedung
bursa. Apapun model atau sistem BOFIS yang digunakan anggota bursa, dapat
berhubungan dengan aplikasi tersebut.
Dalam sistem Remote Trading, fungsi eksekusi order yang dilaksanakan
oleh floor trader akan tetap ada, bedanya hanya tempat memasukan order yaitu
dilakukan di komputer anggota bursa. Untuk menjalankan fungsi ini diperlukan
ijin sebagai Wakil Perantara Efek (WPPE) yang notabene ijinnya dikantongi oleh
floor trader.
Dalam pelaksanaanya nanti, WPPE bertanggung jawab terhadap
pengesahan transaksi sebelum diterima oleh Trader Engine di BEJ. Sebagai
gambaran, setiap transaksi yang akan dikirim oleh Trading Engine BEJ harus
divalidasi terlebih dahulu. Demi keamanan dan tanggung jawab pelaksanaan
transaksi, user-ID WPPE harus terlebih dahulu didaftarkan di sistem perdagangan
di BEJ (JATS), sehingga fungsi WPPE masih tetap diperlukan.
2.5.2.4 Auto Rejection
PT BEJ mulai November 2001 menerapkan sistem auto rejection atau
sistem yang membatasi harga penawaran tertinggi atau terendah atas saham yang
dimasukan ke Jakarta Automatic Trading System (JATS). Sistem ini dapat
didefinisikan sebagai sistem otomatisasi menolak order atau penawaran beli dan/
jual yang melebihi parameter.
Bab II – Tinjauan Pustaka
31
BEJ perlu menerapkan sistem auto rejection untuk menjaga terlaksananya
perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien. Penerapan auto rejection secara
umum dan corporation action dilakukan berdasarkan kelompok harga dan
penentuan batas parameter rejection mengacu pada harga terakhir di pasar reguler
pada hari bursa sebelumnya.
Kelompok harga dan besaran prosentase yang ditetapkan dalam auto
rejection sebagai berikut:
1. Rentang harga Rp 100,00 : 50%
2. Rentang harga di atas Rp 100,00 sampai dengan Rp 500,00 : 35%
3. Rentang harga di atas Rp 500,00 sampai dengan Rp 2.500,00 : 30%
4. Rentang harga di atas Rp 2.500,00 sampai dengan Rp 5.000,00 :25%
5. Rentang harga di atas Rp 5.000,00 :20%
Penerapan auto rejection sesuai dengan kelompok harga tersebut untuk
perdaganagan saham hasil penawaran umum pertama kalinya (IPO) di bursa
ditetapkan sebesar 2 (dua) kali dari prosentase batasan auto rejection secara
umum dan corporate action sebagaimana disebut di atas.
Berikut ini rincian ketentuan mengenai auto rejection:
1.
Dalam pelaaksanaa perdagangan saham di pasar reguler dan pasar
tunai, maka JATS secara otomatis akan melakukan penolakan terhadap
harga penawaran jual atau beli saham yang dimasukan ke JATS (auto
rejection) apabila:
a. harga penawaran yang dimasukan ke JATS tersebut lebih dahulu
lebih dari 50% diatas atau dibawah harga terakhir di pasar reguler
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham dengan harga terakhir
di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada dalam
rentang harga Rp 100,00 (seratus Rupiah);
b. harga penawaran yang dimasukan ke JATS tersebut lebih dari
35% diatas atau dibawah harga terakhir terakhir di pasar reguler
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham dengan harga terakhir
di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada dalam
Bab II – Tinjauan Pustaka
32
rentang harga di atas Rp 100,00 (seratus Rupiah) sampai dengan
Rp 500,00 (lima ratus Rupiah);
c. harga penawaran yang dimasukan ke JATS tersebut lebih dari
30% diatas atau dibawah harga terakhir terakhir di pasar reguler
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham dengan harga terakhir
di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada dalam
rentang harga di atas Rp 500,00 (lima ratus Rupiah) sampai
dengan Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus Rupiah);
d. harga penawaran yang dimasukan ke JATS tersebut lebih dari
25% diatas atau dibawah harga terakhir terakhir di pasar reguler
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham dengan harga terakhir
di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada dalam
rentang harga di atas Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus Rupiah)
sampai dengan Rp 5.000,00 (lima ribu Rupiah);
e. harga penawaran yang dimasukan ke JATS tersebut lebih dari
20% diatas atau dibawah harga terakhir terakhir di pasar reguler
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham dengan harga terakhir
di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada dalam
rentang harga di atas Rp 5.000,00 (lima ribu Rupiah).
2.
Dalam hal perusahaan tercatat melakukan corporation action, maka
dalam pelaksanaan perdagangan saham di pasar tunai selama 4 (empat)
hari bursa berturut-turut setelah berakhirnya perdagangan saham
memuat hak (cum) di pasar reguler, JATS secara otomatis melakukan
penolakan terhadap penawaran jual atau penawaran beli saham yang
dimasukan ke JATS (auto rejection) apabila:
a. harga penawaran atas saham yang dimasukan ke JATS tersebut
lebih dari 50% diatas atau dibawah harga terakhir di pasar tunai
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham yang sama pada hari
terakhirnya di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada
dalam rentang harga Rp 100,00 (seratus Rupiah);
Bab II – Tinjauan Pustaka
33
b. harga penawaran atas saham yang dimasukan ke JATS tersebut
lebih dari 35% diatas atau dibawah harga terakhir di pasar tunai
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham yang sama pada hari
terakhirnya di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada
dalam rentang harga diatas Rp 100,00 (seratus Rupiah) sampai
dengan Rp 500,00 (lima ratus Rupiah);
c. harga penawaran atas saham yang dimasukan ke JATS tersebut
lebih dari 30% diatas atau dibawah harga terakhir di pasar tunai
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham yang sama pada hari
terakhirnya di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada
dalam rentang harga di atas Rp 500,00 (lima ratus Rupiah)
sampai dengan Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus Rupiah);
d. harga penawaran atas saham yang dimasukan ke JATS tersebut
lebih dari 25% diatas atau dibawah harga terakhir di pasar tunai
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham yang sama pada hari
terakhirnya di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada
dalam rentang harga di atas Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus
Rupiah) sampai dengan Rp 5.000,00 (lima ribu Rupiah);
e. harga penawaran atas saham yang dimasukan ke JATS tersebut
lebih dari 20% diatas atau dibawah harga terakhir di pasar tunai
pada hari bursa sebelumnya, untuk saham yang sama pada hari
terakhirnya di pasar reguler pada hari bursa sebelumnya berada
dalam rentang harga di atas Rp 5.000,00 (lima ribu Rupiah).
Download