7 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Definisi menurut pasal 1 nomor 1 Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: 1. Menurut Ray et. al yang dikutip oleh Zain (2010:11) mendefinisikan : Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. 2. Definisi pajak yang dikemukakan Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:1): Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 8 3. Definisi pajak yang dikemukakan Adriani dikutip oleh Waluyo (2011:2): Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari ketiga definisi diatas terdapat persamaan pandangan atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai kedua definisi tersebut hanya pada penggunaan bahasa atau kalimat yang digunakan saja. Ketiga pendapat tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak dipungut oleh negara (baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) berdasarkan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Tanpa 9 jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Pajak memiliki peranan penting dalam tata kelola negara, khususnya membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang dikemukakan oleh Waluyo (2011:6), yaitu: 1. Fungsi anggaran (budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya guna pembiayaan pembangunan. 2. Fungsi mengatur (regulerend) Suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur 10 peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 4. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan. Pengelompokkan pajak menurut Mardiasmo (2009:5) dikelompokkan dalam tiga tinjauan, yaitu : a. Menurut golongannya : 1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan 2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai b. Menurut sifatnya : 1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan 2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. 11 Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah. c. Menurut lembaga pemungutnya : 1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan,dan Bea Meterai. 2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : 1) Pajak Propinsi contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar kendaraan Bermotor. 2) Pajak Kabupaten/Kota contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. Menurut Waluyo (2011:13) untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan 12 tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut Adam Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut: a. Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. b. Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. c. Convenience Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak d. Economy Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak. Cara pemungutan pajak seperti yang dikemukakan Waluyo (2011:16) adalah sebagai berikut: 13 Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, adalah sebagai berikut: a. Stelsel nyata (riil stelsel) Pengenaan pajak didasarkan objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh; penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada kenyataan yang sesungguhnya. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak 14 disesuaikan dengan keadaaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali. Menurut Mardiasmo (2011:7), menyatakan ada beberapa sistem pemungutan pajak yang terdiri sebagai berikut: a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif, utang yang timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 15 c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang wajib memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. Dari 3 sistem pemungutan pajak di atas, Indonesia merupakan negara yang menganut self asessment system dimana Wajib Pajak diminta aktif dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Hal ini membuat Wajib Pajak jadi lebih mandiri dalam menjalankan kewajibannya dan Dirjen Pajak atau fiskus hanya tinggal mengawasinya saja. 2.1.2 Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan merupakan pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat. Undang-undang tentang pajak penghasilan telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008. Sebagai pajak langsung, maka beban pajak tersebut menjadi tanggungan Wajib Pajak yang bersangkutan, dalam arti bahwa beban pajak tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain. Beban pajak tersebut muncul sebagai akibat dari sejumlah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan Wajib Pajak. 16 Definisi pajak penghasilan menurut ketentuan umum yang ada adalah sebagai berikut: Menurut Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008: “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.” Sedangkan menurut Prinsip Standar Akuntansi No. 46 (Revisi 2010) yang dikutip dari buku Ikatan Akuntan Indonesia (2010:464): “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.” Yang dimaksud Wajib Pajak di sini sebagaimana telah diatur pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan. Menurut Barata ( 2011:22 ) yang menjadi objek pajak penghasilan : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. b. Hadiah dari undian, atau pekerjaan, atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha 17 d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. e. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. f. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. g. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. h. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. k. Premi asuransi l. Surplus Bank Indonesia m. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. Mardiasmo (2009:137) menjelaskan bahwa untuk menghitung PPh terlebih dulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Dalam UU PPh Pasal 17 ayat (2a) dijelaskan bahwa tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap mulai tahun 2010 adalah 25% (dua puluh lima persen) dari 18 penghasilan kena pajak. Jika Penghasilan Kena Pajak besarnya Rp 1.200.000.000, maka pajak penghasilan yang terutang adalah 25% x Rp 1.200.000.000 = Rp. 300.000.000. Sedangkan bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) tercantum dalam UU PPh Pasal 31E yakni; mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2a) dan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) , model perhitungan sebagai berikut: 50% x tarif x PKP-nya. 2.1.3 Akuntansi Pajak Akuntansi pajak, menurut Niswonger dan Fees yang dikutip Gunadi (1997:7) dirumuskan sebagai: “Bagian dari akuntansi yang menekankan pada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan”. Akuntansi pajak secara khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak. Tujuan utama dari laporan akuntansi pajak adalah untuk menyajikan informasi sebagai bahan menghitung besarnya pendapatan kena pajak. Akuntansi pajak memiliki kerangka dasar, yang diantaranya ialah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan disusun dan disajikan kepada otoritas pajak untuk kepentingan pajak. 19 2. Laporan keuangan meliputi neraca dan laba rugi, ditambah informasi lain yang diwajibkan UU perpajakan. 3. Laporan utama ialah laporan laba rugi fiskal. 4. Tanggung jawab menyusun laporan keuangan fiskal terletak pada Wajib Pajak atau pengurus atau kuasanya. 5. Posisi keuangan tergambar pada neraca, penting untuk mengetahui potensi pajak jangka panjang. Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:2): Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Selanjutnya di dalam Standar Akuntansi Keuangan tersebut disebutkan bahwa tujuan disusunnya laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan – keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban 20 (stewardships) manajemen atas penggunaan sumber – sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Laporan keuangan komersial dibuat oleh perusahaan untuk kepentingan eksternal maupun internal. Fungsi dari laporan keungan komersial ini adalah memberikan gambaran pada perusahaan sebagai pertimbangan dalam membuat atau mengambil keputusan ekonomi. Peran laporan keuangan komersial sangat penting bagi perusahaan, maka dari itu laporan keuangan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan prinsip – prinsip akuntansi sehingga dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya. Laporan keuangan komersial berbeda dengan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial menghasilkan laba bersih sebelum dikenakan pajak. Sedangkan laporan keuangan fiskal digunakan untuk menghitung pajak penghasilan terutang Wajib Pajak. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban menurut laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang dibuat berdasarkan undang – undang pajak penghasilan no.7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah menjadi undang – undang pajak penghasilan no.17 tahun 2000. 21 Laporan keuangan fiskal dibuat hanya untuk menghitung penghasilan kena pajak (profit after tax) dan pajak penghasilan terutang. Dari segi pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, terdapat perbedaan perlakuan pajak dan akuntansi yang signifikan. Oleh sebab itu, maka dibutuhkan rekonsiliasi fiskal dalam rangka penyusunan SPT Tahunan Pajak Penghasilan sehingga dapat diperoleh penghitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak. Rekonsiliasi fiskal bertujuan untuk menyesuaikan laba akuntansi yang ada pada laporan keuangan komersial dengan ketentuan undang – undang pajak penghasilan no.17 tahun 2000 sehingga dihasilkan laba fiskal dalam pembuatan laporan keuangan fiskal. Koreksi fiskal dibedakan menjadi koreksi fiskal positif (menambah laba fiskal) dan koreksi fiskal negative (mengurangi laba fiskal). Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan atau pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu: perpajakan (fiskal) yang 22 1. Beda Tetap (Permanent Different) Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena : Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya: o Bunga Deposito dan Tabungan lainnya o Penghasilan berupa hadiah undian o Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, o Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan o Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan 23 o dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh) Dalam hal pengakuan biaya atau beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya: biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ; o yang bukan objek pajak; o yang pengenaan pajaknya bersifat final; o yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan Pajak Penghasilan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh) Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakuai oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun 24 karena telah dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil. Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakuai oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih besar. 2. Beda Waktu (Time Different) Beda waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena : Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima. Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena : Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun 25 Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode ratarata dan FIFO Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usahausaha tertentu Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan. Koreksi fiscal ini sendiri terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Koreksi Fiskal Positif Koreksi Fiskal Positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain : Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota 26 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali : 1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang 2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan 4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan 5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industry Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 27 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Pajak Penghasilan Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008 28 Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008 Biaya yang ditangguhkan pengakuannya. 2. Koreksi Fiskal Negatif Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain : 1) Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain : Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi Penghasilan berupa hadiah undian Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan 2) Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain : Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh 29 pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan Warisan Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) 30 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : i. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan ii. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada poin ke-8, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : i. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ii. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 31 Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008 Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008. 2.1.4 Aset Tetap Aset tetap pada istilah PSAK 1 Revisi 1998 adalah aktiva, kemudian dilakukan revisi menjadi “aset tetap” pada PSAK 1 Revisi 2009. Aset tetap merupakan aset yang dimiliki oleh perusahaan yang diperoleh untuk kegiatan operasional perusahaan yang memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan tidak ditujukan untuk dijual kembali. Aset tetap menurut para ahli memiliki definisi atau pengertian yang berbeda-beda, namun secara 32 pemahaman pada dasarnya sama yaitu aset tidak lancar. Berikut definisi menurut beberapa ahli diantaranya: 1. Menurut Murhadi (2013:21) : “Aset tetap (Fixed Asset) Long Term Asset atau Property, Plant, and Equipment (PPE) merupakan aset tetap yang dimiliki perusahaan dan memberikan manfaat lebih dari satu periode.” 2. Menurut Dunia (2013:209) : Aset tetap (Plant assets atau Fixed assets atau Property Plant and equipment) adalah aset yang diperoleh untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan untuk jangka waktu yang lebih dari satu tahun, tidak dimaksudkan untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan, dan merupakan pengeluaran yang nilainya besar atau material. 3. Menurut IAI melalui PSAK No.16 (2011:16.2) : Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. 4. Menurut Martani (2012:271) : Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Dari definisi-definisi diatas aset tetap dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administrative dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. 33 Perusahaan harus segera mengakui setiap aset yang dimiliki dan mengelompokkannya sebagai aset tetap, apabila aset yang dimaksud memenuhi pengertian dan memiliki sifat sebagai aset tetap. Mengenai pengakuan aset tetap ini, Ikatan Akuntansi Indonesia memberikan pernyataan dalam PSAK Nomor 16 paragraf 06 yaitu: Suatu benda berwujud harus diakui sebagai sebuah aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap apabila: Besar kemungkinan bahwa manfaat keekonomisan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir dalam perusahaan, untuk dapat menilainya perusahaan harus menilai tingkat kepastian terjadinya aliran manfaaat keekonomisan, dimana perusahaan akan menerima imbalan dan menerima resiko tersebut Biaya perolehan aset dapat diukur secara handal, sedangkan kedua kreteria mengarah kepada bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukungnya Dalam kerangka dasar penyusutan dan penyajian laporan keuangan ditekankan pula masalah pengendalian manfaat yang diharapkan dari suatu aset yang digunakan dapat memberi manfaat yang optimal pada perusahaan. Nilai wajar (fair value) adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan 34 memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s length transaction). Standar akuntansi yang menggunakan penerapan nilai wajar (fair value) dalam pengukuran dan penilaian elemen laporan keuangan yaitu PSAK No. 13 properti investasi, PSAK No. 16 aset tetap, PSAK No. 19 aset tak berwujud, serta PSAK No. 50 & 55 instrumen keuangan. Penyajian laporan keuangan berbasis nilai wajar dianggap dapat memberikan informasi yang relevan dan andal bagi investor. Peraturan perpajakan belum mengadopsi konsep nilai wajar. Di dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 10 menjelaskan tentang cara penilaian aset yang diperoleh dari transaksi sebagai berikut ini : Ayat (1) Dalam transaksi jual beli aset, harga perolehan aset bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayarkan dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh aset tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan Ayat (2) Aset yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar menukar dengan aset lain, maka nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Ayat (3) Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Ayat (4) Dalam hal penyerahan aset karena - hibah yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial 35 - bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak. Maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Sedangkan penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan selain yang disebutkan di atas, maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah harga pasar. Ayat (5) Penilaian aset yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal yaitu berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut. Ayat (6) Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Sedangkan penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama (first-in first-out). Aset tetap dikelompokkan karena memiliki sifat yang berbeda dengan aset lainnya. Pengelompokan itu tergantung pada kebijaksanaan akuntansi perusahaan karena umumnya semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin banyak pula pengelompokannya. Dari macam-macam aset tetap untuk tujuan akuntansi dilakukan penggolongan sebagai berikut: Aset tetap yang umumnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan, pertanian, dan peternakan Aset tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaanya dapat diganti dengan aset yang sejenis, miasalnya bangunan, mesin, alat-alat, mebel, dan lain-lain 36 Aset tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaanya tidak dapat diganti dengan aset yang sejenis, misalnya sumber-sumber alam seperti hasil tambang dan lain-lain Menurut Safri (1999 : 22) aset tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut pandang, antara lain: a. Sudut Substansi, aset tetap dapat dibagi: 1. Aset berwujud seperti; lahan, mesin, gudang, peralatan 2. Aset tidak berwujud seperti; goodwill, patent, copyright, hak cipta, franchise, dan lain-lain b. Sudut disusutkan atau tidak : 1. Aset yang disusutkan seperti; bangunan, peralatan, mesin, inventaris, jalan, dan lain-lain 2. Aset yang tidak dapat disusutkan seperti; tanah c. Berdasarkan jenis aset tetap dapat dibagai sebagai berikut : 1. Lahan-lahan merupakan bidang tanah yang terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila bangunan ada lahan yang didirikan diatasnya harus dipisahkan pencatatannya dari lahan itu sendiri 2. Bangunan Gedung merupakan bangunan yang terdiri atas bumi ini baik diatas lahan atau air. 37 Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung 3. Mesin-mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan 4. Kendaraan yang dimaksudkan di sini adalah semua jenis kendaraan seperti alat pengangkut, truk, grader, traktor, forklift, mobil, kendaraan bermontor dan lain-lain 5. Perabot, dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboraturium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan 6. Inventaris adalah peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboratorium, inventaris gudang, dan lain-lain 7. Prasarana, prasarana merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus prasarana seperti; jalan, jembatan, roil, pagar, dan lain-lain Menurut Hendriksen yang diterjemahkan oleh Widjadjanto (2002 : 339), karakteristik dari aset tetap adalah : a. Aset tetap merupakan barang fisik yang dimiliki untuk 38 memperlancar atau mempermudah produksi barang-barang lain dalam kegiatan normal perusahaan. b. Semua aset tetap mempunyai umur terbatas dan pada akhir umurnya harus dibuang atau diganti. Umur ini dapat merupakan estimasi jumlah tahun yang didasarkan pada pemakaian dan keausan yang ditimbulkan oleh unsur – unsurnya atau dapat bersifat variabel tergantung pada jumlah penggunaan dan pemeliharaannya. c. Nilai aset tetap berasal dari kemampuannya untuk mengesampingkan pihak lain dalam mendapatkan hak-hak yang sah atas penggunaannya dan bukan dari pemaksaan suatu kontrak. d. Aset tetap seluruhnya bersifat non moneter, manfaatnya diterima dari penjualan jasa-jasa dan bukan dari pengubahannya menjadi sejumlah uang tertentu. e. Pada umumnya jasa yang diterima dari aset tetap ini meliputi suatu periode yang lebih panjang dari satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan. Adanya klasifikasi aset yang baru yang diatur dalam PSAK 13 (revisi 2011) yaitu properti investasi. Properti investasi adalah tanah atau bangunan atau bagian dari bangunan atau keduanya yang dikuasai (oleh pemilik atau 39 lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau kenaikan nilai, atau kedua-duanya, dan tidak untuk : - Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif - Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari Pengakuan setelah pengakuan awal atas aset yang diklasifikasikan sebagai properti investasi dapat dilakukan dengan model nilai wajar (fair value) atau model biaya. Untuk model nilai wajar, tidak ada penyusutan atas nilai properti. Laba rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya. Berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 11, penyusutan aset berdasarkan kelompok aset. Semua aset (kecuali tanah) yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun disusutkan sesuai dengan kelompoknya. Tabel 2.1 Kelompok Aset Berwujud Kelompok Harta Masa Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun Berwujud I.Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12,5% 6,25% 5% II. Bangunan Permanen Tidak Permanen 20 tahun 10 tahun 5% 10% Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008 50% 25% 12,5% 10% 40 2.1.5 Penyusutan Pengertian penyusutan berdasarkan Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) (2011:16:3) paragraf 6 yaitu: “ Penyusutan adalah alokasi sistematika jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.” Penyusutan menurut Surya (2012:173), yaitu: Penyusutan adalah alokasi jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset sepanjang masa manfaat yang estimasi. Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut dikurangi dengan estimasi nilai sisa (salvage value) aset tersebut pada “akhir masa manfaatnya”. Sedangkan menurut Martani (2012:313), menerangkan pendapatnya bahwa: “ Penyusutan adalah metode pengalokasian biaya aset tetap untuk menyusutkan nilai aset secara sistematis selama periode manfaat dari aset tersebut.” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyusutan adalah suatu metode pengalokasian harga perolehan aset tetap setelah dikurangi nilai sisa yang dialokasikan ke periode – periode yang menerima manfaat dari aset tetap tersebut. Jumlah penyusutan menunjukkan bahwa penyusutan bukan merupakan suatu proses pencadangan, melainkan proses pengolakasian harga perolehanan aset tersebut. 41 Ada faktor yang menyebabkan kenapa aset tetap harus disusutkan yaitu: a. Faktor Fisik Penyusutan dilakukan karena keaadaan fisik aset tetap yang semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal tersebut tidak dapat dihindari meskipun perawatannya dilakukan dengan baik. Faktor fisik dapan menyebabkan aset tetap menjadi aus karena pemakaiannya, bertambahnya umur serta adanya kerusakan – kerusakan yang timbul. b. Faktor Fungsional Faktor fungsional menyebabkan fungsi aset tetap tidak sesuai dengan kebutuhan, misalnya ketidak mampuan aset dalam mempenuhi produksi dibanding dengan aset sejenis lainnya dalam keadaan yang sama. Terdapat tiga faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban penyusutan tahunan yang tepat menurut Skousen et. al (2005:105), yaitu: 1. Harga Perolehan Aset Tetap Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2011:16.6) paragraf 16 dan 17 dalam Standar Akuntansi Keuangan, bahwa: “Biaya perolehan aset tetap meliputi: (a) Harga perolehannya, termasuk bea import dan pajak pembalian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan – potongan lain 42 (b) Biaya – biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intense manajemen (c) Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan. Harga perolehan suatu aset meliputi semua pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan dan persiapan penggunaan aset tersebut. 2. Nilai Residu atau Nilai Sisa Menurut Ikatan Akuntasi Indonesia (2011:16.3) paragraf 6 dalam Standar Akuntansi Keuangan, bahwa: Nilai residu aset adalah jumlah estimasian yang dapat diperoleh entitas saat ini dari pelepasan aset, setelah dikurangi estimasi biaya pelepasan, jika aset telah mencapai umur dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur manfaatnya. Nilai sisa (residu) suatu aset adalah perkiraan harga penjualan aset pada saat aset tersebut dijual setelah dihentikan pemakaiannya. Nilai sisa tergantung pada kebijaksanaan penghentian aset tersebut digunakan dalam perusahaan serta keadaan pasar. 3. Umur Ekonomis atau Masa Manfaat Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16.4) paragraf 6, adalah: “Umur manfaat adalah: (a) Periode suatu aset yang diharapkan dapat digunakan oleh entitas, atau (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari suatu aset oleh entitas.” 43 Aset operasi tidak lancar selain tanah memiliki masa manfaat yang terbatas sebagai akibat dari faktor fisik dan fungsional. Faktor fisik yang membatasi masa manfaat suatu aset adalah: kerusakan, keausan, kehancuran. Kerusakan pada penggunaan aset tetap seperti mobil, gedung, atau furnitur yang menyebabkan aset tetap tersebut tidak dapat digunakan kembali. Aset berwujud baik dipake atau tidak , kadang kala hancur karena usia,. Terakhir kebakaran, banjir, gempa, dan kecelakaan dapat menghentikan masa manfaat dari suatu aser tersebut. Faktor fungsional utama yang membatasi masa manfaat aset adalah keusangan. Suatu aset dapat kehilangan kegunaannya sebagai akibat dari perubahan dalam kebutuhan dunia usaha atau kemajuan teknologi, sehingga tidak dapat menghasilkan pendapatan yang mencukupi untuk dijadikan alasan dari pengguna aset tersebut. Meskipun aset tersebut secara fisik masih dapat digunakan, ketidak mampuannya menghasilkan pendapatan yang memadai telah memperpendek masa manfaatnya. Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16.18) paragraf 63, dijelaskan bahwa “ Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah tersusutkan dari aset secara sistematis selama umur manfaatnya.” Sedangkan menurut Surya (2012:174) menjelaskan bahwa penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut: 44 1. Berdasarkan waktu (i) Metode gadis lurus (staight line method) (ii) Metode pembebanaan menurun (decreasing charge method) - Metode saldo menurun (declining balance method) - Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method) 2. Berdasarkan penggunaan (i) Methode jam jasa (service hours method) (ii) Metode jumlah unit (productive output method) Dari berbagai macam metode di atas, berikut pengertian dan contoh perhitungan metode penyusutan menurut peraturan perpajakan sesuai dengan pasal 11 Undang-Undang nomor 7 tahun 2000: a. Metode garis lurus (straight line method) Metode ini mengalokasikan jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset dalam jumlah yang sama besar selama estimasi masa manfaatnya. Beban penyusutan setiap tahun dapat dihitung dengan mangalikan tarif penyusutan dengan dasar penyusutan. Dasar penyusutan yang digunakan adalah biaya perolehan aset dikurangi dengan nilai sisanya. Secara matematis beban penyusutan dapat dihitung sebagai berikut: Rumus: Penyusutan = Harga perolehan - nilai residu --------------------------------------umur ekonomis 45 Dapat juga dicari dengan cara lain: Menghitung tarif penyusutan tiap tahun Tarif penyusutan = 100 % ----------------umur ekonomis Menghitung beban penyusutan tiap tahun Beban penyusutan = tarif penyusutan x (harga perolehan – nilai residu) Menghitung nilai buku aset tetap Harga buku aset tetap = harga perolehan – akumulasi penyusutan Contoh perhitungan: Suatu perusahaan membeli kendaraan tetap senilai Rp.12.500.000 ( sudah termasuk biaya balik nama dan lain-lain). Nilai sisa diperkirakan sebesar Rp.1.550.000. Umur manfaatnya diestimasi 4 tahun. Penyusutan tiap tahunnya dihitung sebagai berikut: Penyusutan per tahun = Rp.12.500.000 - Rp.1.550.000 ---------------------------------------4 = Rp. 2.737.500,Harga perolehan, beban penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku kendaraan tersebut selama 4 tahun tampak dalam tabel berikut: 46 Tabel 2.2 Beban Penyusutan per Tahun Kendaraan Metode Garis Lurus ( Straight Line Method) Tahun Harga Perolehan Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku Akhir Tahun 1 12.500.000 2.737.500 2.737.500 9.762.500 2 12.500.000 2.737.500 5.475.000 7.025.000 3 12.500.000 2.737.500 8.212.500 4.287.500 4 12.500.000 2.737.500 10.950.000 1.550.000 Sumber: https://www.google.com b. Metode Menurun Ganda Istilah lain dari metode ini adalah Double Declining Balance Methode. Di dalam metode ini, penyusutan aset tetap dapat ditentukan melalui persentase tertentu yang dicari dari harga buku pada tahun bersangkutan. Untuk menghitung persentase penyusutan dapat diperoleh dengan mengalikan persentase penyusutan yang diperoleh dengan metode garis lurus dikalikan angka 2. Jadi besarnya persentase penyusutan 2 kali dari persentase atau tarif penyusutan metode garis lurus. Rumus: Penyusutan = [2 x (100% : umur ekonomis)] x harga buku aktiva tetap. Contoh perhitungan: Harga perolehan Rp.500.000, dengan taksiran nilai sisa Rp.31.250. Umur ekonomis 4 tahun dan tarif pajak 50% Beban penyusutan tahun pertama = [2 x (100% : 4)] x Rp.500.000 = Rp.250.000,- 47 Beban penyusutan tahun ke dua = 50% x (Rp.500.000-Rp.250.000) = Rp.125.000,Jika disusun dalam bentuk tabel, maka perhitungannya sebagai berikut: Tabel 2.3 Beban Penyusutan per Tahun Metode Menurun Ganda (Double Declining Balance Methode) Nilai Beban Akumulasi Penyusutan Penyusutan Nilai Buku Akhir Tahun Tahun Buku Tarif Saldo Menurun 1 500.000 50% 250.000 250.000 250.000 2 250.000 50% 125.000 375.000 125.000 3 125.000 50% 62.500 437.500 62.500 4 62.500 50% 31.250 468.750 31.250 Sumber: https://www.google.com Berikut adalah penjelasan metode – metode lainnya, namun sering juga digunakan perusahaan dalam perhitungan penyusutan aset tetapnya: a. Metode Jumlah Angka Tahun Istilah dari metode ini adalah sum of the years digit method, besarnya penyusutan aset tetap berdasarkan metode jumlah angka tahun mengalami penurunan jumlah tiap tahunnya. Rumus: Penyusutan = sisa umur penggunaan -------------------------- x (harga perolehan - nilai residu) jumlah angka tahun Keterangan: - Sisa umur penggunaan diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka untuk tahun pertama sisa umur penggunaan berjumlah 5 (lima), 48 sedangkan tahun kedua berjumlah 4 (empat), dan begitu seterusnya. - Jumlah angka tahun diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka perhitungan jumlah angka tahunnya 1+2+3+4+5=15 - Harga buku aktiva = harga perolehan dikurangi nilai residu b. Metode Satuan Jam Kerja Istilah lainnya adalah Service Hours Method, penetapan beban penyusutan aset tetap dalam metode ini di dasarkan pada jam kerja yang bisa dicapai dalam periode yang bersangkutan. Rumus: Beban penyusutan per tahun = jam kerja yang dapat dicapai x tarif penyusutan tiap jam Tarif penyusutan per jam = (harga perolehan - nilai residu) / jumlah total jam kerja penggunaan aktiva c. Metode Satuan Hasil Produksi Istilah lainnya adalah Productive Output Method. Di dalam metode ini penetapan beban penyusutan aktiva tetap didasarkan pada jumlah satuan produk yang dihasilkan pada periode yang bersangkutan. Rumus: Beban penyusutan per tahun= jumlah satuan produk yang dihasilkan x tarif penyusutan per produk Tarif penyusutan per satuan produk = (harga perolehan – nilai residu) / jumlah total produk yang dihasilkan. 49 Apapun metode dan jenis aset yang digunakan, yang paling penting adalah: a. Terapkanlah dengan konsisten apapun metode yang digunakan b. Apabila perusahaan menganggap perlu adanya perubahan atas metode penyusutan yang dipakai, ada baiknya mencantumkan di dalam penjelasan mengenai sistem akuntansi yang dipakai dalam laporan keuangan dan disertai dengan alasannya. 50 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga didukung dengan data-data dari penelitian terdahulu diantaranya: 1. Wiwin Krisnawati (2013) dengan judul “ Tinjauan Atas Perolehan dan Penyusutan Aset Tetap pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Bandung 1” Persamaan yang ada dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Wiwin Krisnawati (2013) adalah variabel terikat yang diangkat dalam penelitian ini yakni penyusutan aset tetap. Perbedaan yang ada dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiwin Krisnawati (2013) adalah tujuan dan data penelitian. Dalam penelitian Wiwin Krisnawati (2013) bertujuan untuk meninjau metode yang digunakan dalam perhitungan penyusutan aset tetap sudah sesuai dengan Standart Akuntansi Keuangan atau belum, dengan hanya menggunakan daftar aset tetap sebagai datanya. Dalam penelitian ini penulis menganalisa metode penyusutan yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal dalam rangka perhitunga PPh badan yang harus dibayar perusahaan, dengan menggunakan daftar penyusutan aset tetap, neraca, laporan laba rugi komersial sebagai data yang dianalisa. Penelitian Wiwin Krisnawati (2013) menunjukkan bahwa perusahaan yang diteliti perhitungan penyusutan aset tetapnya sudah benar dan menggunakan metode yang sudah sesuai dengan Standart Akuntasi Keuangan yakni metode garis lurus dengan cara dari harga perolehan yang 51 didapat, perusahaan melakukan perhitungan penyusutan dengan mengestimasi umur aset tetap dikurangi nilai residu. 2. Mohammad Yusril (2011) dengan judul “ Praktek Koreksi Fiskal Dalam Rangka Pelaporan Pajak Penghasilan Terutang Pada PT. Orisa Tour” Persamaan yang ada dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Mohammad Yusril (2011) adalah variabel terikat yang diangkat dalam penelitian yakni koreksi fiskal. Perbedaan yang ada dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Yusril (2011) adalah variabel bebas yang diangkat Mohammad Yusril (2011) meneliti dengan menganalisa semua aspek yang dapat menimbulkan koreksi positif dan negatif yang berkenaan dengan beda waktu dan beda tepat. Untuk penulis dalam penelitian ini lebih berfokus pada perhitungan penyusutan aset tetap yang digunakan perusahaan dan koreksi fiskal yang terjadi serta pengaruhnya pada perhitungan PPh badan yang harus dibayar perusahaan. Penelitian Mohammad Yusril (2011) menunjukkan bahwa laporan keuangan komersial yang telah disusun oleh perusahaan sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, namun penyusunannya belum sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal pada beberapa biaya yang diakui seperti contoh biaya pengobatan dan biaya konsumsi yang seharusnya tidak boleh diakui sebagai biaya dalam penyusunan laporan akuntansi fiskalnya. 52 2.3 Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual CV. Aria Duta Panel Laporan Laba Rugi (Standart Akuntansi Keuangan) Ketentuan Pembukuan PPh (Undang-undang PPh 2008) Penyusutan Aset Tetap Beda Waktu Rekonsiliasi Fiskal Laporan Laba Rugi Fiskal PPh Badan (terutang yang harus dibayar) Sumber:Data Diolah