PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; b. bahwa Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru Nomor 01 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru sudah tidak sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana maksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru; 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarbaru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3822); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82)Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316); 11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568); 3 12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 13. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 245,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tatatertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 22); 4 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 19. Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru (Lembaran Daerah Kota Banjarbaru Tahun 2008 Nomor 10) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahan KeduaAtas Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru (Lembaran Daerah Kota Banjarbaru Tahun 2014 Nomor 17, Tambahan Lembaran Daerah Kota Banjarbaru Nomor 14); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan DPRD ini yang dimaksud dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Daerah adalah Daerah Kota Banjarbaru. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kota Banjarbaru. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan. Walikota adalah Walikota Banjarbaru. Wakil Walikota adalah Wakil Walikota Banjarbaru. Ketua Pengadilan Negeri adalah Ketua Pengadilan Negeri Banjarbaru. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Kota Banjarbaru. 5 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. Anggota DPRD adalah Anggota DPRD Kota Banjarbaru yang diresmikan dan telah mengucapkan sumpah/janji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Alat Kelengkapan DPRD terdiri dari Komisi, Badan Musyawarah, Badan Anggaran, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, Badan Kehormatan, dan Alat Kelengkapan lainnya. Fraksi adalah wadah berhimpun anggota DPRD dalam satu partai politik atau lebih. Komisi adalah pengelompokan Anggota DPRD Kota Banjarbaru secara fungsional berdasarkan tugas-tugas yang ada di DPRD Kota Banjarbaru. Badan Musyawarah adalahBadan Musyawarah DPRD Kota Banjarbaru. Badan Anggaran adalah Badan Anggaran DPRD Kota Banjarbaru. Badan Pembentukan Peraturan Daerah adalah Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kota Banjarbaru Badan Kehormatan adalahAlat Kelengkapan DPRD Kota Banjarbaru yang dibentuk oleh DPRD Kota Banjarbaru bertugas untuk meneliti dan memeriksa serta merekomendasikan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPRD. Panitia Khusus yang selanjutnya disebut (PANSUS) adalah Panitia yang dibentuk untuk pembahasanRaperda dan hal yang bersifat khusus. Reses adalah kegiatan anggota DPRD untuk menjaring aspirasi masyarakat di daerah pemilihan masing-masing. Kode Etik DPRD, selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat dan kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Banjarbaru. Kunjungan Kerja adalah Kunjungan Kerja DPRD Kota Banjarbaru. Rapat DPRD adalah Rapat-Rapat DPRD Kota Banjarbaru. Masa Sidang adalah waktu kegiatan Anggota DPRD Kota Banjarbaru yang dilakukan di dalam gedung DPRD Kota Banjarbaru. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sekretariat DPRD adalah unsur staf sebagai pendukung pelaksanaan tugas kewajiban Pimpinan dan Anggota DPRD. Sekretaris DPRD adalah pejabat perangkat daerah yang memimpin Sekretariat DPRD. Komisi Pemilihan Umum Daerah, selanjutnya disingkat KPUD adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Banjarbaru. Badan Pemeriksa Keuangan, selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hari adalah hari kerja. BAB II SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD Pasal 2 (1) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. (2) Anggota DPRD Kota Banjarbaru, berdomisili di Kota Banjarbaru. 6 (3) Anggota DPRD adalah pejabat daerah Kota Banjarbaru. (4) Masa Jabatan Anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal 9 Oktober 2014 sampai dengan tanggal 9 Oktober 2019 dan berakhir bersamaan pada saat Anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Pasal 3 (1) DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kota Banjarbaru. (2) DPRD dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya berkedudukan sebagai mitra yang sejajar dengan pemerintah daerah. BAB III FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG DPRD Bagian Kesatu Fungsi Pasal 4 (1) DPRD mempunyai fungsi : a. pembentukan peraturan daerah b. anggaran; dan c. pengawasan. (2) Fungsi pembentukan peraturan daerah diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah, bersama Walikota. (3) Fungsi Anggaran diwujudkan dalam membahas dan menyetujui Rancangan APBD bersama Walikota. (4) Fungsi Pengawasan diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD. (5) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah. Bagian Kedua Tugas dan Wewenang Pasal 5 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang : a. membentuk peraturan daerah bersama Walikota; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh Walikota; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Walikota dan/atau Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; e. memilih Wakil Walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Walikota; 7 f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian Internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama Internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PERESMIAN, MASA KEANGGOTAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN DPRD Pasal 6 (1) Jumlah Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan PerundangUndangan. (2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan laporan komisi pemilihan umum yang disampaikan melalui walikota. (3) Anggota DPRD yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama. (4) Dalam hal terdapat anggota DPRD yang baru tidak dapat mengucapkan sumpah/janji bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama, masa jabatan anggota DPRD dimaksud berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRD yang mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama. (5) Dalam hal tanggal berakhirnya masa jabatan anggota DPRD jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, pengucapan sumpah/janji dilaksanakan hari berikutnya sesudah hari libur atau hari yang diliburkan dimaksud. Pasal 7 (1) Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri dalam rapat paripurna istimewa DPRD. (2) Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri. (3) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri. 8 (4) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (4), mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna istimewa DPRD. (5) Anggota DPRD pengganti antarwaktu sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna istimewa DPRD. Pasal 8 (1) Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, didampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masingmasing. (2) Dalam pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota DPRD yang beragama : a. Islam, diawali dengan frasa “Demi Allah”; b. Protestan dan Katolik, diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan menolong saya”; c. Budha, diawali dengan frasa “Demi Allah Budha, diawali dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha” dan d. Hindu, diawali dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”. (3) Setelah mengakhiri pengucapan sumpah/janji, anggota menandatangani berita acara pengucapan sumpah/janji. DPRD Pasal 9 Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 adalah sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 10 (1) Tatacara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan pasal 9 terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian dan tata tempat. 9 (2) Tata urutan acara untuk pelaksanaan pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembukaan rapat oleh pimpinan DPRD; b. mendengarkan dan/atau menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya; c. pembacaan keputusan peresmian pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD oleh sekretaris DPRD; d. pengucapan sumpah/janjianggota DPRD, dipandu olehketua pengadilan negeri; e. penandatanganan berita acara sumpah/janji anggota DPRD secara simbolis oleh satu orang dari masing-masing kelompok agama danketua pengadilan; f. pengumuman pimpinan sementara DPRD oleh sekretaris DPRD; g. serah terima pimpinan DPRD dari pimpinan lama kepada pimpinan sementara secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan; h. sambutan pimpinan sementara DPRD; i. sambutan walikota; j. pembacaan doa; k. penutupan oleh pimpinan sementara DPRD; dan l. penyampaian ucapan selamat. (3) Tata pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD meliputi : a. Ketua Pengadilan Negeri menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari instansi yang bersangkutan; b. Walikota menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional; c. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian nasional; dan d. Undangan bagi anggota TNI/POLRI menggunakan pakaian dinas upacara, undangan sipil menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian nasional. (4) Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD meliputi: a. pimpinan DPRD duduk di sebelah kiri walikota dan ketua pengadilan negeri atau pejabat yang ditunjuk di sebelah kanan walikota; b. anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk di tempat yang telah disediakan; c. setelah pengucapan sumpah/janji pimpinan sementara DPRD duduk di sebelah kiri walikota; d. pimpinan DPRD yang lama dan ketua pengadilan negeri atau pejabat yang ditunjuk duduk di tempat yang telah disediakan; e. sekretaris DPRD duduk di belakang pimpinan DPRD; f. para undangan dan anggota DPRD lainnya duduk di tempat yang telah disediakan; dan g. pers/crew TV/radio disediakan tempat tersendiri 10 BAB V PELAKSANAAN HAK Bagian Kesatu Hak DPRD Pasal 11 (1) DPRD mempunyai hak : a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. (2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Walikota mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Walikota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Paragraf Kesatu Hak Interpelasi Pasal 12 (1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a diusulkan oleh paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3) Usul sebagaimana dimaksud ayat (2) disertai dengan dokumen sekurangkurangnya memuat : a. materi kebijakan dan atau pelaksanaan kebijakkan pemerintah daerah; dan b. alasan permintaan keterangan. Pasal 13 (1) Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD. (2) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan penjelasan tersebut. (3) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada : 11 a. anggota DPRD lainnya melalui fraksi; dan b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD (4) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Walikota ditetapkan dalam Rapat Paripurna. (5) Selama usul permintaan keterangan DPRD belum memperoleh keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya (6) Usul sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) menjadi hak interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Pasal 14 (1) Walikota dapat hadir memberikan keterangan tertulis terhadap permintaan keterangan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam Rapat Paripurna DPRD. (2) Apabila walikota tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka walikota dapat menugaskan pejabat terkait untuk mewakilinya. (3) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas penjelasan tertulis Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (4) Terhadap penjelasan tertulis Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya. (5) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud ayat (4) disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Walikota. (6) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Walikota dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan. Paragraf Kedua Hak Angket Pasal 15 (1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. 12 Pasal 16 (1) DPRD memutuskan menerima atau menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1). (2) Dalam hal DPRD menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD dengan keputusan DPRD. (3) Dalam hal DPRD menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali. Pasal 17 (1) Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah, yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan dan untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki. (2) Pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan DPRD kecuali ada alasan yang sah menurut ketentuan peraturan. (3) Dalam hal pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dalam masing-masing jarak waktu perpanggilan minimal 3 hari kerja tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket. Pasal 19 (1) Apabila hasil penyelidikan yang dilaporkan panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan perundang-undangan. (2) Apabila hasil penyidikan Walikota dan atau Wakil Walikota berstatus sebagai terdakwa, Menteri Dalam Negeri memberhentikan sementara Walikota dan/atau Wakil Walikota dari jabatannya. (3) Apabila Walikota dan/atau Wakil Walikota berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih, Menteri Dalam Negeri memberhentikan Walikota dan/atau Wakil Walikota dari jabatannya. 13 Paragraf Ketiga Hak Menyatakan Pendapat Pasal 20 (1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c diusulkan oleh paling sedikit 8 (delapan) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3) Usul pernyataan pendapat tersebut, oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah (4) Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut. (5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberi kesempatan kepada : a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. walikota untuk memberikan pendapat; dan c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Walikota. (6) Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. (7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. (8) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD dapat berupa : a. pernyataan pendapat; b. sarana penyelesaiannya; dan c. peringatan. Bagian Kedua Hak Anggota DPRD Pasal 21 Anggota DPRD mempunyai hak : a. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; b. Mengajukan pertanyaan; c. Menyampaikan usul dan pendapat; d. Memilih dan dipilih; e. Membela diri; 14 f. g. h. i. Imunitas; Mengikuti orientasi dan pendalaman tugas; Protokoler; dan Keuangan dan administratif. Paragraf Kesatu Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 22 (1) Setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan rancangan peraturan daerah. (2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3) Usul prakarsa dimaksud ayat (2) oleh pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah untuk dilakukan pengkajian. (4) Berdasarkan hasil pengkajian Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD, Pimpinan DPRD menyampaikan kepada rapat paripurna DPRD. (5) Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Pembicaraan mengenai sesuatu prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada : a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; b. Walikota untuk memberikan pendapat; c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota dan pendapat Walikota. (7) Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi inisiatif DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali. (8) Rapat Paripurna DPRD memutuskan menerima atau menolak usul prakarsa menjadi inisiatif DPRD. (9) Tatacara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas inisiatif DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas inisiatif Walikota. Paragraf Kedua Hak Mengajukan Pertanyaan Pasal 23 (1) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah berkaitan dengan fungsi tugas dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun tertulis. (2) Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara lisan atau secara tertulis dalam tenggang waktu yang disepakati bersama 15 Paragraf Ketiga Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat Pasal 24 (1) Setiap Anggota DPRD dalam rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat baik kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD. (2) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sesuai kode etik DPRD. Paragraf Keempat Hak Memilih dan Dipilih Pasal 25 Setiap Anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau pimpinan dari alat kelengkapan DPRD. Paragraf Kelima Hak Membela Diri Pasal 26 (1) Setiap Anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD. (2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan. Paragraf Keenam Hak Imunitas Pasal 27 (1) Anggota DPRD mempunyai hak imunitas. (2) Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. (3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16 Paragraf Ketujuh Hak Mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas Pasal 28 Setiap Anggota DPRD berhak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas berupa diklat-diklat, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota, partai politik, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lainnya. Paragraf Kedelapan Hak Protokoler, Keuangan dan Administrasi Pasal 29 Hak protokoler, keuangan, dan administratif pimpinan dan anggota DPRD mengacu pada Peraturan Daerah dan Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Pimpinan dan administratif. anggota DPRD mempunyai hak keuangan dan (2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. (3) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah. (4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh sekretariat DPRD sesuai dengan peraturan pemerintah. BAB VI KEWAJIBAN ANGGOTA DPRD Pasal 31 Anggota DPRD mempunyai kewajiban : a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; g. menaati tata tertib dan kode etik; h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 17 i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya. BAB VII FRAKSI – FRAKSI Pasal 32 (1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD. (2) Setiap anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu fraksi. (3) Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit 3 (tiga) orang. (4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu) Fraksi. (5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan. (6) Dalam hal tidak ada satupun partai politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dibentuk fraksi gabungan. (7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) paling banyak 2 (dua) fraksi. (8) Partai Politik sebagimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) harus mendudukan anggotanya dalam 1 (satu) fraksi (9) Fraksi sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai sekretariat. (10) Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD. Pasal 33 Fraksi-fraksi dapat memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD mengenai hal-hal yang dianggap perlu, berkenaan dengan bidang tugas DPRD, diminta atau tidak diminta. BAB VIII ALAT KELENGKAPAN DPRD Bagian Kesatu Umum Pasal 34 (1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: a. Pimpinan; b. Badan Musyawarah; c. Komisi; 18 d. e. f. g. Badan Pembentukan Peraturan Daerah ; Badan Anggaran; Badan Kehormatan; dan Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. (2) Kepemimpinan alat kelengkapan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial. (3) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat. Bagian Kedua Pimpinan Pasal 35 (1) Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua. (2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD. (3) Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD. (4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak. (5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah peroleh suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang. (6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat. (7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua. (8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak. (9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang. 19 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pasal 36 Partai politik yang berhak mengisi kursi pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) menyampaikan 1 (satu) orang calon pimpinan DPRD kepada pimpinan sementara DPRD untuk diumumkan dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD sebagai calon pimpinan DPRD. Pimpinan sementara DPRD menyampaikan nama calon pimpinan DPRD kepada gubernur melalui walikota untuk diresmikan pengangkatannya. Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji di gedung DPRD setempat yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri. Dalam hal pengucapan sumpah/janji di gedung DPRD setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dapat dilaksanakan di tempat lain. Dalam hal ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri. Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud ayat (5) berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri. Paragraf Kesatu Tugas Pimpinan DPRD Pasal 37 (1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas : a. memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan; b. menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua; c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD; d. menjadi juru bicara DPRD; e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD; f. mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lainnya; g. mengadakan konsultasi dengan walikota dan pimpinan lembaga/Instansi pemerintah lainnya sesuai dengan keputusan DPRD. h. mewakili DPRD di pengadilan; i. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; j. menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan k. menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu. (2) Pelaksanaan tugas pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif dan kolegial. 20 (3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhalangan sementara kurang dari 30 (tiga puluh) hari, pimpinan DPRD mengadakan musyawarah untuk menentukan salah satu pimpinan DPRD untuk melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang berhalangan sementara sampai dengan pimpinan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas kembali. (4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhalangan sementara lebih dari 30 (tiga puluh) hari, partai politik asal pimpinan DPRD yang berhalangan sementara mengusulkan kepada pimpinan DPRD salah seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik tersebut untuk melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang berhalangan sementara. (5) Berhalangan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah situasi dan kondisi yang menyebabkan unsur pimpinan DPRD tidak dapat melaksanakan tugasnya. Tidak termasuk berhalangan sementara apabila anggota dan/atau pimpinan DPRD dikenai pemberhentian sementara sebagai anggota dan/atau pimpinan DPRD. Pasal 38 (1) Pimpinan DPRD memegang pimpinan sehari-hari dan bertugas penuh di DPRD. (2) Wakil ketua DPRD membantu ketua DPRD dalam memimpin DPRD. (3) Apabila salah satu pimpinan DPRD berhalangan, maka tugas kewajibannya dilakukan oleh pimpinan DPRD yang lainnya. (4) Dalam menjalankan tugasnya pimpinan DPRD dibantu oleh sekretariat DPRD. Paragraf Kedua Pimpinan Sementara Pasal 39 (1) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD dengan tugas pokok memimpin rapat-rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan fraksi, memfasilitasi penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib, dan memroses penetapan pimpinan DPRD definitif. (2) Pimpinan sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang berasal dari dua partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD dan memperoleh rekomendasi dari Partai Politiknya. (3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD. (4) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai kesepakatan, ketua dan wakil ketua sementara DPRD berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan suara dalam pemilihan umum. 21 Paragraf Ketiga Pemberhentian Pimpinan DPRD Pasal 40 (1) Masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji Pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD. (2) Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; c. diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan d. diberhentikan sebagai pimpinan DPRD. (3) Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d apabila yang bersangkutan : a. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD berdasarkan keputusan Badan Kehormatan; dan b. diusulkan oleh Partai Politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan pengganti yang definitif. (5) Dalam hal ketua dan para wakil ketua berhenti secara bersamaan, tugas pimpinan DPRD dilaksanakan oleh pimpinan sementara. Pasal 41 (1) Usul pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf b dilaporkan dalam rapat paripurna oleh pimpinan DPRD lainnya. (2) Pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD. (3) Pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan DPRD. Pasal 42 (1) Keputusan DPRD tentang usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada gubernur melalui walikota untuk peresmian pemberhentiannya. (2) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan berita acara rapat paripurna DPRD. Pasal 43 (1) Pengganti pimpinan DPRD yang berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 berasal dari partai politik yang sama dengan pimpinan DPRD yang berhenti. 22 (2) Calon pengganti pimpinan DPRD yang berhenti diusulkan oleh pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diumumkan dalam rapat paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. (3) Pimpinan DPRD mengusulkan peresmian pengangkatan calon pengganti pimpinan DPRD kepada gubernur melalui walikota. Pasal 44 (1) Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji di gedung DPRD setempat yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri. (2) Dalam hal pengucapan sumpah/janji di gedung DPRD setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dapat dilaksanakan di tempat lain. (3) Dalam hal ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri. (4) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri. Bagian Ketiga Badan Musyawarah Pasal 45 (1) Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2) Badan Musyawarah terdiri atas unsur Pimpinan,Komisi dan utusanFraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan paling banyak 1/2 (setengah)dari jumlah Anggota DPRD. (3) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Komisi-komisi, Badan Anggaran dan Fraksi-fraksi (4) Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. (5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Musyawarah dan bukan sebagai anggota (6) Keanggotaan Badan Musyawarah paling lama dapat diubah setiap dua setengah tahun. Pasal 46 (1) Badan Musyawarah bertugas : a. menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya; 23 b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD; c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing; d. menetapkan jadwal acara rapat DPRD; e. memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan; f. merekomendasikan pembentukan panitia khusus; g. menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD; h. memutuskan pilihan mengenai isi risalah apabila timbul perbedaan pendapat; i. memberikan saran pendapat kepada Pimpinan DPRD untuk melancarkan kegiatan; j. merekomendasikan pembentukan alat kelengkapan DPRD lainnya; k. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan Musyawarah. (2) Setiap Anggota Badan Musyawarah wajib mengadakan konsultasi dengan Fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah dan menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah kepada Fraksi. Bagian Keempat Komisi - Komisi Pasal 47 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Setiap Anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu Komisi. Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 3 (tiga) Komisi. Jumlah anggota setiap Komisi diupayakan sama. Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi, dipilih dari dan oleh anggota Komisi dan dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD. Penempatan Anggota DPRD dalam Komisi-Komisi dan perpindahan ke Komisi lain didasarkan atas usul Fraksi dan dapat dilakukan setiap awal tahun anggaran. Keanggotaan dalam komisi diputuskan dalam rapat paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan sekretaris komisi ditetapkan paling lama 2½ (dua setengah) tahun. Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat anggota komisi yang digantikan. Pasal 48 (1) Komisi sesuai bidangnya bertugas : a. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 24 b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan keputusan DPRD; c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi; d. membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan Walikota dan/atau masyarakat kepada DPRD e. menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat didaerah g. melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD; h. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat; i. mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi; dan j. memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas komisi. (2) Uraian tugas komisi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas akan diatur lebih lanjut oleh masing-masing komisi sepanjang tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 49 (1) Komisi DPRD terdiri dari : a. komisi I b. komisi II; dan c. komisi III (2) Pembidangan masing-masing Komisi adalah : a. komisi I membidangi Hukum,Pemerintahan dan Kesra meliputi Pemerintahan Ketertiban umum, Kependudukan/KB, Penerangan/Pers, Hukum dan perundang-undangan, Kepegawaian/Aparatur Negara, Perijinan, Sosial dan Politik, Organisasi Masa, Pertanahan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pendidikan,Kepemudaan dan Olahraga, Ketenagakerjaan, Agama, Sosial, Kesehatan, Bappeda, dan Peranan Wanita. b. komisi II membidangi tugas-tugas Ekonomi dan Keuangan meliputi Perekonomian, Perdagangan, Perindustrian, Logistik, Koperasi, Pariwisata, Keuangan Daerah, Perpajakan, Retribusi, Perbankan, Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan, Dunia Usaha dan Penanaman Modal. c. komisi III membidangi tugas-tugas Pembangunan meliputi Pekerjaan Umum, Tata Kota, Pertamanan, Kebersihan, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat, Lingkungan Hidup, Perhubungan, Pertanian/Peternakan, Kehutanan, dan Pengadaan Pangan. 25 Bagian Kelima Badan Pembentukan Peraturan Daerah Pasal 50 (1) Badan Pembentukan Peraturan Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD. (2) Susunan dan keanggotaan Badan Pembentukan Peraturan Daerah dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang. (3) Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah terdiri dari utusan Fraksi, dan diusulkan oleh fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota yang mencerminkan keterwakilan Komisi-Komisi. (4) Pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua. (5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Pembentukan Peraturan Daerah dan bukan sebagai anggota. (6) Ketua dan Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah dipilih dari dan oleh anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah. (7) Masa keanggotaan Badan Pembentukan Peraturan Daerah ditetapkan paling lama dua setengah tahun. (8) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerahyang digantikan. (9) Pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah tidak diperkenankan rangkap jabatan pada salah satu pimpinan alat kelengkapan DPRD. Pasal 51 Badan Pembentukan Peraturan Daerah bertugas : a. menyusun rancangan program Badan Pembentukan Peraturan Daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD; b. melakukan koordinasi untuk penyusunan program Badan Pembentukan Peraturan Daerahantara DPRD dan pemerintah daerah menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; c. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yangdiajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD. d. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan komisi, di luar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah. e. meneliti dan mengevaluasi Peraturan Daerah yang sedang berlaku untuk dikaji efektifitas dan kesesuaiannya dengan peraturan perundangan yang berlaku bersama-sama dengan Komisi terkait. f. mengkaji dan menelaah rancangan peraturan daerah yang berasal dari Walikota dan DPRD sebelum memasuki tahap pembahasan g. menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana pada pasal 51 ayat(1) dan (2) kepada Pimpinan DPRD. 26 h. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaanDPRD baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi padamasa keanggotaan berikutnya. Bagian Keenam Badan Anggaran Pasal 52 (1) Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2) Anggota Badan Anggaran terdiri atas Pimpinan, Ketua Komisidan utusan fraksi yang diusulkan oleh masing-masing fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaannya dalam tiap-tiap komisi dan paling banyak 1/2 (setengah) darijumlah anggota DPRD. (3) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran merangkap Anggota. (4) Susunan keanggotaan, Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran ditetapkan dalam Rapat Paripurna. (5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran bukan anggota. (6) Penempatan anggota DPRD dalam badan anggaran dan perpindahannya ke alat kelengkapan DPRD lainya didasarkan atas usul fraksi dan dapat dilakukan pada awal tahun anggaran. (7) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan Anggaran yang digantikan. (8) Masa keanggotaan Badan Anggaran dapat diubah pada setiap tahun. Pasal 53 (1) Badan Anggaran bertugas : a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Walikota dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. memberikan saran dan pendapat kepada Walikota dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna; c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai Pra Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perubahan, dan realiasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah disampaikan oleh Walikota; d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Walikota kepada DPRD; e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD. 27 (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Anggaran menyelenggarakan fungsi : a. pengumpulkan data dan informasi untuk bahan pembahasan Rancangan APBD, Rancangan Perubahan APBD dan Rancangan realisasi APBD; b. penetapan skala prioritas kegiatan dan anggaran bersama Walikota berupa plafon anggaran tertinggi untuk masing-masing usulan program dan kegiatandi setiap SKPD ( KUA/PPAS) ; c. pembahasan RKA SKPD dilaksanakan di masing-masing Komisi sesuai dengan tupoksi; d. pelaksanaan pembahasan rancangan APBD, Rancangan Perubahan APBD, dan Rancangan realisasi APBD bersama-sama Walikota dan atau dengan satuan kerja terkait Pemerintah Daerah; e. penyusunan Rancangan Anggaran Belanja DPRD; f. perumusan hasil pembahasan berupa saran dan pendapat. Bagian Ketujuh Badan Kehormatan Paragraf Kesatu Pasal 54 (1) Badan Kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD. (2) Pembentukan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan DPRD (3) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari dan oleh Anggota DPRD. (4) Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas seorang Ketua dan Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan. (5) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masingmasing Fraksi. (6) Masa tugas anggota Badan Kehormatan paling lama 2 ½ (dua setengah) tahun. (7) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan Kehormatan yang digantikan. (8) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. (9) Pimpinan Badan Kehormatan tidak diperkenankan rangkap jabatan pada salah satu pimpinan alat kelengkapan DPRD. Tata Cara Pencalonan Paragraf Kedua Pasal 55 (1) Masing-masing Fraksi dapat mengajukan 1 (satu) orang calon anggota Badan Kehormatan, yang ditetapkan dengan kesepakatan Fraksi. 28 (2) Calon anggota Badan Kehormatan dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pimpinan Fraksi kepada Pimpinan DPRD untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dengan Keputusan DPRD. Tugas dan Wewenang Paragraf Ketiga Pasal 56 Tugas Badan Kehormatan adalah; a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Pimpinan dan atau Anggota DPRD terhadap peraturan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat, dan atau pemilih; d. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada rapat paripurna DPRD. e. dalam melaksanakan penyeledikan, verifikasi dan klarifikasi Badan Kehormatan dapat meminta bantuan dari tenaga ahli independen Pasal 57 Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang : a. memanggil Pimpinan dan anggota DPRD yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan atas pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan. b. meminta keterangan pengadu, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain; dan c. menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD. Pasal 58 (1) Mekanisme pengaduan/pelaporan pelanggaran : a. pengaduan/pelaporan tentang dugaan adanya pelanggaran diajukan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai identitas pelapor yang jelas dengan tembusan Badan Kehormatan; b. pimpinan DPRD wajib menyampaikan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan Kehormatan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengaduan diterima. c. apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b pimpinan DPRD tidak menyampaikan pengaduan kepada Badan Kehormatan, Badan Kehormatan menindaklanjuti pengaduan tersebut. d. dalam hal pengaduan tidak disertai dengan identitas pengadu yang jelas, pimpinan DPRD tidak meneruskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada Badan Kehormatan. 29 e. pengaduan/pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikesampingkan apabila tidak disertai dengan identitas pelapor yang jelas; f. apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya pengaduan/pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak disampaikan oleh Pimpinan DPRD, Badan Kehormatan dapat menindaklanjuti. (2) Mekanisme penelitian dan pemeriksaan pengaduan/laporan : a. badan Kehormatan melakukan penyelidikan, verifikasi, klarifikasi. b. penyelidikan, verifikasi, klarifikasi dimaksud hurup a diatas, dilaksanakan dengan permintaan keterangan, penjelasan pelapor, saksi dan/atau yang bersangkutan serta pemeriksaan dokumen atau bukti lain; c. badanKehormatan membuat kesimpulan hasil penelitian dan pemeriksaan dengan disertai berita acara penelitian dan pemeriksaan; d. badan Kehormatan menyampaikan kesimpulan hasil penelitian dan pemeriksaan kepada Pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti dalam Rapat Paripurna DPRD; e. rapat paripurna DPRD dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b diterima oleh Pimpinan DPRD; f. rapat paripurna dapat menyetujui atau menolak kesimpulan Badan Kehormatan; g. apabila rapat paripurna DPRD menolak kesimpulan Badan Kehormatan dan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, DPRD berkewajiban merehabilitasi nama baik yang bersangkutan secara tertulis dan disampaikan kepada yang bersangkutan, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Partai Politik yang bersangkutan. (3) Pimpinan DPRD dan/atau Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan hasil penyelidikan hurup a dan b. Pasal 59 (1) Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD berdasarkan hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi oleh Badan Kehormatan. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau d. pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (3) Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada anggota DPRD yang bersangkutan, pimpinan fraksi, dan pimpinan partai politik yang bersangkutan. 30 (4) Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa pemberhentian sebagai anggota DPRD diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 60 DPRD menetapkan rehabilitasi nama baik terhadap anggota yang dilaporkan setelah mendengar pertimbangan dan penilaian dari Badan Kehormatan terbukti tidak bersalah dan/atau tidak melanggar ketentuan perundangan yang berlaku dan /atau yang dituduhkan padanya. Pasal 61 (1) Dalam hal hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf d menyatakan bahwa teradu terbukti bersalah, Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan dan dilaporkan kepada rapat paripurna DPRD. (3) Dalam hal keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian sebagai anggota DPRD, pimpinan DPRD menyampaikan keputusan tersebut kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan. (4) Pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan diterima, menyampaikan keputusan dan usul pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD. (5) Dalam hal pimpinan partai politik tidak menyampaikan keputusan dan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD tersebut berdasarkan keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Gubernur melalui Walikota. (6) Gubernur meresmikan pemberhentian anggota DPRD kota berdasarkan usulan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 62 Apabila berdasarkan hasil penyelidikan verifikasi dan klarifikasi dapat disimpulkan terjadi pelanggaran pidana maka badan kehormatan dapat menyerakannya kepada pihak berwenang untuk menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Bagian Kedelapan Alat Kelengkapan Lain Pasal 63 (1) Dalam hal diperlukan, DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain berupa panitia khusus. (2) Panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap. 31 (3) Jumlah anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah anggota setiap komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta kemampuan anggaran DPRD. (4) Anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri atas anggota komisi terkait yang diusulkan oleh masing-masing fraksi. (5) Ketua,wakil ketua dan sekretaris panitia khusus dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus. (6) Panitia khusus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretariat. Pasal 64 (1) Anggota panitia khusus terdiri atas anggota komisi terkait yang mewakili semua unsur fraksi. (2) Ketua, wakil ketua, dan sekretaris panitia khusus dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus. (3) Susunan keanggotaan, ketua, wakil ketua dan sekretaris panitia khusus ditetapkan dalam rapat pleno. (4) Pembentukan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan DPRD Pasal 65 (1) Panitia khusus melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD. (2) Panitia khusus bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD. (3) Pimpinan DPRD dapat memperpanjang atau memperpendek jangka waktu penugasan Panitia Khusus yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD. (4) Panitia khusus dibubarkan oleh Pimpinan DPRD setelah jangka waktu penugasan berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. BAB IX PERSIDANGAN, RAPAT, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bagian Kesatu Persidangan Pasal 66 (1) Pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, tahun sidang DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPRD. (2) Tahun sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 3 (tiga) masa persidangan. (3) Masa persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD dilakukan tanpa masa reses. (4) Masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lama 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) kali reses. 32 (5) Masa reses dipergunakan oleh anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat. (6) Anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yang disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam rapat paripurna. (7) Jadwal dan kegiatan acara selama masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah. (8) Laporan hasil pelaksanaan reses sebagaimana dimaksud pada ayat (6) setelah dilakukan inventarisasi masalah, disampai secara singkat oleh Pimpinan DPRD pada Rapat Paripurna untuk ditindaklanjuti oleh alat kelengkapan DPRD yang terkait. (9) Penetapan alat kelengkapan yang terkait untuk menindaklanjuti laporan hasil reses sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh Pimpinan DPRD. Bagian Kedua Rapat Pasal 67 (1) Jenis Rapat DPRD terdiri atas: a. rapat paripurna; b. rapat paripurna istimewa; c. rapat pimpinan DPRD; d. rapat pimpinan DPRD dengan Pimpinan Alat Kelengkapan; e. rapat fraksi; f. rapat konsultasi; g. rapat Badan Musyawarah; h. rapat komisi; i. rapat gabungan komisi; j. rapat Badan Anggaran; k. rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah; l. rapat Badan Kehormatan; m. rapat panitia khusus; n. rapat kerja; o. rapat dengar pendapat; dan p. rapat dengar pendapat umum. (2) (3) (4) Rapat paripurna merupakan forum rapat tertinggi anggota DPRD dalam pengambilan keputusan yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua DPRD. Rapat paripurna istimewa merupakan rapat anggota DPRD yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua untuk melaksanakan acara tertentu dan tidak mengambil keputusan. Rapat pimpinan DPRD merupakan rapat para anggota pimpinan DPRD yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua DPRD. 33 (5) Rapat fraksi adalah rapat anggota fraksi yang dipimpin oleh pimpinan fraksi. (6) Rapat konsultasi adalah rapat antara pimpinan DPRD dengan pimpinan. fraksi dan pimpinan alat kelengkapan DPRD yang dipimpin oleh pimpinan DPRD. Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan Musyawarah yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan Musyawarah. Rapat Komisi merupakan rapat anggota komisi yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua komisi. (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) Rapat gabungan Komisi merupakan rapat antar komisi yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua DPRD. Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan Anggaran yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan Anggaran. Rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah merupakan rapat anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah. Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan yang dipimpin.oleh ketua atau wakil ketua Badan Kehormatan. Rapat panitia khusus merupakan rapat anggota panitia khusus yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua panitia khusus. Rapat kerja merupakan rapat antara DPRD dan walikota atau pejabat yang ditunjuk atau antara Badan Anggaran, Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus dan walikota atau pejabat yang ditunjuk. Rapat dengar pendapat merupakan rapat antara DPRD dan pemerintah daerah. Rapat dengar pendapat umum merupakan rapat antara DPRD dan masyarakat baik lembaga/ organisasi kemasyarakatan maupun perseorangan atau antara Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus dan masyarakat baik lembaga/organisasi kemasyarakatan maupun perseorangan. Pasal 68 (1) Rapat paripurna dalam rangka penyampaian raperda dihadiri oleh Walikota/Wakil Walikota. (2) Rapat paripurna dalam rangka pengambilan keputusan dihadiri oleh Walikota. (3) Rapat kerja dengan SKPD, kehadiran Kepala SKPD tidak dapat diwakilkan, kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dinyatakan secara tertulis. (4) Dalam hal kepala SKPD berhalangan hadir dalam rapat kerja sebagaimana dimaksud ayat (2), kepala SKPD menugaskan kepada pejabat dibawahnya untuk mewakili disertai surat mandat yang memberi kewenangan kepada pejabat yang bersangkutan untuk mengambil keputusan. (5) Terhadap hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pimpinan alat kelengkapan DPRD berdasarkan persetujuan anggotanya, dapat memutuskan rapat kerja dilanjutkan / dilaksanakan atau tidak. 34 Pasal 69 (1) Rapat paripurna DPRD diadakan secara berkala paling sedikit 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun masa sidang. (2) Rapat paripurna selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan atas usul : a. Walikota; b. pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau c. anggota dengan jumlah paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah anggota DPRD yang mencerminkan lebih dari 1 (satu) fraksi. (3) Rapat paripurna DPRD diselenggarakan atas undangan ketua atau wakil ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah. Pasal 70 (1) Hasil rapat paripurna DPRD dituangkan dalam bentuk peraturan atau keputusan DPRD. (2) Hasil rapat pimpinan DPRD ditetapkan dalam keputusan pimpinan DPRD. (3) Peraturan atau keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan keputusan pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Peraturan atau keputusan DPRD dilaporkan kepada Gubernur, paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan. Pasal 71 Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup. Pasal 72 (1) Rapat DPRD yang bersifat terbuka meliputi rapat paripurna DPRD, rapat paripurna istimewa, dan rapat dengar pendapat umum. (2) Rapat DPRD yang bersifat tertutup meliputi rapat pimpinan DPRD, rapat konsultasi, rapat Badan Musyawarah, rapat Badan Anggaran, dan rapat Badan Kehormatan. (3) Rapat DPRD yang bersifat terbuka dan dapat dinyatakan tertutup meliputi rapat Komisi, rapat gabungan Komisi, rapat Panitia Khusus, rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah, rapat kerja, dan rapat dengar pendapat. Pasal 73 Rapat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) dinyatakan tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan kesepakatan peserta rapat sesuai dengan substansi yang akan dibahas. 35 Pasal 74 (1) Pembicaraan dalam rapat tertutup tidak boleh diumumkan. (2) Materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan, dilarang diumumkan oleh peserta rapat. (3) Setiap orang yang melihat, mendengar, atau mengetahui pembicaraan atau materi rapat tertutup yang harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakannya. (4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 75 (1) Pimpinan rapat setelah membuka rapat memberitahukan surat masuk dan surat keluar untuk diberitahukan kepada peserta atau untuk dibahas dalam rapat, kecuali surat yang berkaitan dengan urusan kerumahtanggaan DPRD. (2) Pada setiap rapat DPRD dibuat risalah rapat yang memuat proses dan materi pembicaraan rapat. (3) Dalam hal rapat DPRD dinyatakan tertutup, risalah rapat wajib disampaikan oleh pimpinan rapat kepada pimpinan DPRD, kecuali rapat tertutup yangdipimpin langsung oleh pimpinan DPRD. Pasal 76 Hari dan jam kerja DPRD disesuaikan dengan agenda kedewanan. Pasal 77 (1) Rapat DPRD dilaksanakan di gedung DPRD. (2) Dalam hal rapat tidak dapat dilaksanakan di gedung DPRD karena kebutuhan atau alasan tertentu, rapat DPRD dapat dilaksanakan di tempat lain yang ditentukan oleh pimpinan DPRD. Pasal 78 (1) Setiap anggota DPRD wajib menghadiri rapat DPRD, baik rapat paripurna maupun rapat alat kelengkapan sesuai dengan tugas dan kewajibannya. (2) Anggota DPRD yang menghadiri rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menandatangani daftar hadir rapat. (3) Para undangan yangmenghadiri rapat DPRD, disediakan daftar hadir rapat tersendiri. (4) Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat. Bagian Ketiga Pengambilan Keputusan Pasal 79 (1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. 36 (2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pasal 80 Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum. Pasal 81 (1) Rapat paripurna memenuhi kuorum apabila: a. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian Walikota dan/atau Wakil Walikota; b. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan APBD; atau c. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b. (2) Keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dinyatakan sah apabila : a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. (3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masingmasing tidak lebih dari 1 (satu) jam. (4) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah. (5) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b untuk pelasanaan hak angket, hak menyatakan pendapat, dan memberhentikan pimpinan DPRD, serta menetapkan peraturan daerah, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan rapat paripurna DPRD tidak dapat diulang lagi. (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi. (7) Setiap penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat. 37 Pasal 82 (1) Rapat alat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k. dan huruf l memenuhi kuorum apabila dihadiri secara fisik oleh paling sedikit 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota alat kelengkapan yang bersangkutan dan lebih dari 1 (satu) fraksi. (2) Dalam hal rapat alat kelengkapan DPRD mengambil keputusan, keputusan dinyatakan sah apabila disetujui oleh suara terbanyak dari anggota alat kelengkapan yang hadir. Pasal 83 Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan. Bagian Keempat Risalah Rapat Pasal 84 (1) Untuk setiap Rapat Paripurna, dibuat Risalah yang ditanda tangani oleh Pimpinan Rapat. (2) Risalah adalah catatan Rapat Paripurna, yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang: a. jenis dan sifat rapat; b. hari dan tanggal rapat; c. tempat rapat; d. acara rapat; e. waktu pembukaan dan penutupan rapat; f. ketua dan sekretaris rapat; g. jumlah dan nama anggota DPRD yang menandatangani daftar hadir; dan h. undangan yang hadir. (3) Sekretaris Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Sekretaris DPRD atau Pejabat dilingkungan Sekretariat DPRD yang ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD. Pasal 85 Sekretaris Rapat menyusun Risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai. Pasal 86 (1) Dalam setiap Rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat catatan rapat dan laporan singkat yang ditanda tangani oleh Pimpinan Rapat yang bersangkutan. 38 (2) Catatan Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan catatan tentang hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat (2). (3) Laporan singkat, sebagaimana dimaksud kesimpulan dan/atau keputusan rapat. pada ayat (1) memuat Pasal 87 (1) Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86. (2) Setiap pimpinan rapat dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu 2 (dua) hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut dan menyampaikannya kepada sekretaris rapat yang bersangkutan. Pasal 88 (1) Dalam Risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata “Rahasia”. (2) Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan/atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukan dalam risalah, catatan rapat dan/atau laporan singkat. Bagian Kelima Undangan Rapat Pasal 89 (1) Undangan rapat adalah: a. mereka yang bukan anggota DPRD, yang hadir dalam rapat DPRD atas undangan Pimpinan DPRD; dan b. anggota DPRD yang hadir dalam rapat Alat Kelengkapan DPRD, atas undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat kelengkapan yang bersangkutan. (2) Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Rapat DPRD tanpa Undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPRD atau Pimpinan alat kelengkapan yang bersangkutan. (3) Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan dari Pimpinan DPRD, tetapi tidak mempunyai hak suara. (4) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, dan tidak boleh menyatakan sesuatu baik dengan perkataan maupun dengan cara lain. (5) Untuk undangan, peninjau dan wartawan disediakan tempat tersendiri. (6) Undangan, peninjau dan wartawan wajib mentaati Tata Tertib Rapat dan/atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD. 39 Pasal 90 (1) Pimpinan Rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 tetap dipatuhi. (2) Pimpinan Rapat dapat meminta agar undangan, peninjau dan wartawan yang menggangu ketertiban rapat meninggalkan ruang rapat dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah Pimpinan Rapat. (3) Pimpinan Rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh lebih dari 24 jam. BAB X PAKAIAN KERJA Pasal 91 Pakaian kerja Pimpinan dan Anggota DPRD adalah: a. pakaian sipil lengkap (PSL); b. pakaian sipil resmi (PSR); c. pakaian sipil harian (PSH); d. pakaian dinas lapangan (PDL); e. pakaian dinas harian (PDH); f. pakaian khusus; g. pakaian daerah; dan h. lencana DPRD. Pasal 92 (1) Pakaian sipil lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a, adalah pakaian jas dan berdasi. (2) Pakaian sipil resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b, adalah pakaian model safari lengan panjang tanpa kuas dibahu. (3) Pakaian sipil harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, adalah pakaian model safari lengan pendek tanpa kuas dibahu. (4) Pakaian dinas lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf d, adalah pakaian lengan panjang pakai kuas dibahu. (5) Pakaian dinas harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e, adalah pakaian lengan pendek pakai kuas dibahu. (6) Pakaian khusus sebagaimana dimasud dalam Pasal 91 huruf f, adalah pakaian batik, sasirangan, pakaian olahraga dan/atau busana muslim/muslimah. (7) Pakaian daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf g, adalah pakaian khas daerah Banjar. (8) Lencana DPRD Banjarbaru. adalah logo yang berlambangkan lambang Kota 40 Pasal 93 (1) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna Istimewa DPRD, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai Pakaian Sipil Lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a yang dilengkapi dengan dasi dan peci nasional untuk laki-laki, dan pakaian nasional atau menyesuaikan untuk perempuan. (2) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang direncanakan untuk mengambil keputusan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai Pakaian Sipil Resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b. (3) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang direncanakan tidak untuk mengambil keputusan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai Pakaian Sipil Harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c. (4) Dalam hal melaksanakan kunjungan kerja dan/atau peninjauan lapangan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai Pakaian Dinas Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf d atau Pakai Dinas Harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e, atau menyesuaikan dengan berpakaian rapi, pantas dan sopan. (5) Pakaian Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf f, dipakaian pada setiap hari Jum’at,kecuali pada hari Jum’at tersebut dilaksanakan Rapat Paripurna DPRD atau Rapat Paripurna Istimewa DPRD memakai pakaian yang ditetapkan dalam Tata Tertib dan/atau sesuai dengan undangan. (6) Pakaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf g, dipakai dalam acara-acara tertentu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah. Pasal 94 Pakaian kerja Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a, b, c, d dan huruf e, diharuskan memakai lencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf h. Pasal 95 Selain ketentuan pemakaian pakaian kerja sebagimana dimaksud dalam pasal 91 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat (6), Pimpinan dan Anggota DPRD dapat menyesuaikan dengan memakai pakaian rapi, pantas, dan sopan. BAB XI TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 96 (1) Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Walikota. (2) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Walikota disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik. (3) Penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertakan atau tidak disertakan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah yang hanya terbatas mengubah beberapa materi yang sudah memiliki naskah akademik sebelumnya. 41 (4) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan berdasarkan program legislasi daerah. (5) Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Walikota dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar program legislasi daerah. (6) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah perlunya menindaklanjuti keputusan pejabat atau lembaga yang berwenang mengenai pembatalan suatu peraturan daerah, atau adanya kebutuhan untuk menindaklanjuti suatu kebijakan nasional atau peraturan perundang-undangan yang bersifat segera. Pasal 97 (1) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, Komisi, gabungan Komisi, atau Badan Pembentukan Peraturan Daerah. (2) Rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota DPRD, Komisi, gabungan Komisi, atau Badan Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD. (3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah untuk dilakukan pengkajian. (4) Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Badan Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada rapat paripurna DPRD. (5) Rancangan peraturan daerah yang telah dikaji oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada semua anggota DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum rapat paripurna DPRD. (6) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) : a. pengusul memberikan penjelasan; b. fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan c. pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya. (7) Rapat paripurna DPRD memutuskan usul rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa : a. persetujuan; b. persetujuan dengan pengubahan; atau c. penolakan. (8) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPRD menugasi komisi, gabungan komisi, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau panitia khusus untuk menyempurnakan rancangan peraturan daerah tersebut. (9) Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada walikota. Pasal 98 (1) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Walikota diajukan dengan suratWalikota kepada pimpinan DPRD. 42 (2) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Walikota disiapkan dan diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 99 Apabila dalam satu masa sidang, Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan peraturan daerah mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Bagian Kedua Tata Cara Pembentukan Perda Pasal 100 (1) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Walikota dibahas oleh DPRD dan walikota untuk mendapatkan persetujuan bersama. (2) Pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II. (3) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari walikota dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut : 1. penjelasan walikota dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah; 2. pemandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah; dan 3. tanggapan dan/atau Jawaban Walikota terhadap pemandangan umum fraksi. b. Dalam hal Rancangan peraturan daerah berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut : 1. penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah; 2. pendapat Walikota terhadap rancangan peraturan daerah; dan 3. tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Walikota. c. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya. (4) Pembicaraan Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului : 1. penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c; dan 2. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna. b. Pendapat akhir kepala daerah. 43 (5) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (6) Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Walikota, rancangan peraturan daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu. Bagian Ketiga Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 101 (1) Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Walikota untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. (2) Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. (3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Walikota. (4) Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditandatangani oleh Walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah. (5) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka kalimat pengesahannya berbunyi : peraturan daerah ini dinyatakan sah. (6) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam lembaran daerah. (7) Peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. (8) Rancangan peraturan daerah yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah sebelum ditetapkan harus dievaluasi oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (9) Peraturan daerah setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus disampaikan kepada pemerintah dan/atau Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Penarikan rancangan peraturan daerah Pasal 102 (1) Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Walikota. (2) Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan. 44 (3) Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) oleh Walikota, disampaikan dengan surat Walikota disertai alasan penarikan. (4) Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Walikota. (5) Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh Walikota. (6) Rancangan peraturan daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama. Pasal 103 Setiap kebijakan pemerintah daerah yang membutuhkan persetujuan DPRD, tahap pembicaraan diberlakukan sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 dan Pasal 101. BAB XII KODE ETIK Pasal 104 (1) Untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD serta membantu anggota DPRD dalam melaksanakan setiap wewenang, tugas, kewajiban dan tanggungjawabnya kepada daerah, masyarakat dan konstituennya perlu dibentuk kode etik DPRD. (2) Kode etik sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur tersendiri dengan Peraturan DPRD Kota Banjarbaru tentang Kode etik. BAB XIII LARANGAN DAN SANKSI TERHADAP ANGGOTA DPRD Bagian Kesatu Larangan Pasal 105 (1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD. (3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dilarang menerima gratifikasi. 45 Bagian Kedua Sanksi Pasal 106 (1) Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan. (2) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD. (3) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD. Pasal 107 Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan. Pasal 108 Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105. Pasal 109 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan Peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan Kehormatan. BAB XIV PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA Bagian Kesatu Pemberhentian Antarwaktu Pasal 110 (1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan. 46 (2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila : a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun. b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih. d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum; g. melanggar ketentuan larangan sebagai anggota DPRD sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undang; h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau i. menjadi anggota partai politik lain. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pada ayat (2) juga berlaku bagi anggota DPRD yang berkedudukan sebagai pimpinan DPRD dan/atau pimpinan alat kelengkapan DPRD. Pasal 111 (1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRD dengan tembusan kepada gubernur. (2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada gubernur melalui walikota untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), walikota menyampaikan usul tersebut kepada gubernur. (4) Apabila setelah 7 (tujuh) hari Walikota tidak menyampaikan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pimpinan DPRD langsung menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada Gubernur. (5) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPRD. 47 Pasal 112 (1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan Badan Kehormatan DPRD atas pengaduan dari pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih. (2) Keputusan Badan Kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan DPRD kepada rapat paripurna. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPRD yang telah dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPRD kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan. (4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari pimpinan DPRD. (5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD meneruskan keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Gubernur melalui Walikota untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (6) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Walikota menyampaikan keputusan tersebut kepada Gubernur. (7) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang pemberhentian anggotanya dari Walikota Bagian Kedua Penggantian Antar waktu Pasal 113 (1) Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. (2) Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. (3) Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya. 48 Pasal 114 (1) Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu dengan melampirkan fotokopi daftar calon tetap dan daftar peringkat perolehan suara partai politik yang bersangkutan yang telah dilegalisir kepada KPUD dengan tembusan kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan. (2) KPUD menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD. (3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD setelah melakukan konfirmasi kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan, menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur melalui Walikota untuk diresmikan pemberhentian dan pengangkatannya. (4) Dalam hal KPUD tidak menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu atau menyampaikan nama pengganti antarwaktu yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat (1) atau ayat (2), pimpinan DPRD berdasarkan hasil konfirmasi dengan pimpinan partai politik yang bersangkutan, menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu dari partai politik yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan dalam ayat (2) atau ayat (3) kepada Gubernur melalui Walikota. (5) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Walikota mengusulkan penggantian antarwaktu kepada Gubernur untuk diresmikan pemberhentian dan pengangkatannya. (6) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima usulan penggantian antarwaktu dari Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD. (7) Dalam hal Walikota tidak mengusulkan penggantian antarwaktu kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur meresmikan penggantian antarwaktu anggota DPRD berdasarkan pemberitahuan dari pimpinan DPRD. (8) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 7, 8, dan 9. (9) Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan. (10) Dalam hal pemberhentian antarwaktu anggota DPRD dilaksanakan dalam waktu sisa masa jabatan anggota DPRD kurang dari 6 (enam) bulan, pemberhentian anggota DPRD tersebut diproses, dengan tidak dilakukan penggantian. 49 (11) Keanggotaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (10), kosong sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPRD. Bagian Ketiga Persyaratan dan Verifikasi Persyaratan Pasal 115 (1) Calon anggota DPRD pengganti antarwaktu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. warga negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia; berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat; e. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; g. sehat jasmani dan rohani; h. terdaftar sebagai pemilih; i. bersedia bekerja penuh waktu; j. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional indonesia, anggota kepolisian negara republik indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali; k. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD sesuai peraturan perundang-undangan; l. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; m. menjadi anggota partai politik peserta pemilu; n. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan o. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan. (4) Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPRD pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan : a. kartu tanda penduduk warga negara Indonesia; b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah; 50 c. surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari kepolisian Negara Republik Indonesia setempat; d. surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani; e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup; g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup; h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, atau anggota kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; i. kartu tanda anggota partai politik peserta pemilu; j. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; dan k. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup. (5) Selain kelengkapan berkas administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), walikota dalam mengajukan usulan penggantian antarwaktu anggota DPRD juga harus melampirkan : a. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf e dan huruf i dari pimpinan partai politik disertai dengan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik; b. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf c dari pimpinan partai politik yang disertai dengan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf h dari pimpinan partai politik disertai dengan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam hal anggota partai politik yang bersangkutan mengajukan keberatan melalui pengadilan; atau d. keputusan dan usul pemberhentian sebagai anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g dari pimpinan partai politik berdasarkan keputusan Badan Kehormatan DPRD setelah dilakukan penyelidikan dan verifikasi; e. fotokopi daftar calon tetap anggota DPRD pada pemilihan umum yang dilegalisir oleh KPUD; dan 51 f. fotokopi daftar peringkat perolehan suara partai politik yang mengusulkan penggantian antarwaktu anggota DPRD yang dilegalisir oleh KPUD. (4) Verifikasi kelengkapan berkas penggantian antarwaktu anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan secara fungsional oleh unit kerja di masing-masing lembaga/instansi sesuai kewenangannya. Bagian Keempat Pemberhentian Sementara Pasal 116 (1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena : a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. (2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Walikota. (3) Apabila setelah 7 (tujuh) hari sejak anggota DPRD ditetapkan sebagai terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekretaris DPRD dapat melaporkan status terdakwa anggota DPRD yang bersangkutan kepada Walikota. (4) Walikota berdasarkan laporan sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengajukan usul pemberhentian sementara anggota DPRD yang bersangkutan kepada Gubernur. (5) Gubernur memberhentikan sementara sebagai anggota DPRD atas usul walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4). (6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud ayat (5) berlaku terhitung mulai tanggal anggota DPRD yang bersangkutan ditetapkan sebagai terdakwa. (7) Anggota DPRD yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 117 (1) Dalam hal anggota DPRD yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 berkedudukan sebagai pimpinan DPRD, pemberhentian sementara sebagai anggota DPRD diikuti dengan pemberhentian sementara sebagai pimpinan DPRD. (2) Dalam hal pimpinan DPRD diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik asal pimpinan DPRD yang diberhentikan sementara mengusulkan kepada pimpinan DPRD salah seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik sama untuk melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang diberhentikan sementara. Pasal 118 (1) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai anggota DPRD. 52 (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku mulai tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkan kembali apabila masa jabatannya belum berakhir. BAB XV PENYIDIKAN Pasal 119 (1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD yang diduga melakukan perbuatan pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari gubernur. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh gubernur dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPRD : a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana ; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan Negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus. BAB XVI PELAKSANAAN KONSULTASI Pasal 120 (1) Konsultasi antara DPRD dengan walikota dilaksanakan dalam bentuk pertemuan antara pimpinan DPRD dengan walikota. (2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka : a. pembicaraan awal mengenai materi muatan rancangan peraturan daerah dan/atau rancangan kebijakan umum anggaran serta prioritas dan plafon anggaran sementara dalam rangka penyusunan rancangan APBD; b. pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan keputusan/ kesepakatan bersama DPRD dan pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau c. permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh walikota. (3) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD didampingi oleh pimpinan alat kelengkapan DPRD yang terkait dengan materi konsultasi dan walikota didampingi oleh pimpinan perangkat daerah yang terkait. 53 (4) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan. (5) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan, baik atas prakarsa pimpinan DPRD maupun walikota. (6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD. Pasal 121 (1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 juga dapat dilaksanakan dengan Pimpinan instansi vertikal di daerah. (2) Pimpinan DPRD dapat membuat kesepakatan dengan pimpinan instansi vertikal di daerah mengenai mekanisme konsultasi antara DPRD dengan instansi vertikal tersebut. BAB XVII PENERIMAAN PENGADUAN DAN PENYALURAN ASPIRASI MASYARAKAT Pasal 122 (1) Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD, anggota DPRD atau fraksi di DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat yang disampaikan secara langsung atau tertulis tentang suatu permasalahan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan DPRD. (2) Pengaduan dan /atau aspirasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses administratif oleh sekretariat DPRD dan diteruskan kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, anggota DPRD, atau fraksi di DPRD. (3) Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, atau fraksi di DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi sesuai dengan kewenangannya. (4) Anggota DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, atau fraksinya. (5) Dalam hal diperlukan, pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat dapat ditindaklanjuti dengan : a. rapat dengar pendapat umum; b. rapat dengar pendapat; c. kunjungan kerja; atau d. rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya. (6) Tata cara penerimaan dan tindaklanjut pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat diatur oleh sekretaris DPRD dengan persetujuan pimpinan DPRD. (7) Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh sekretaris DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah peraturan DPRD tentang tata tertib ini ditetapkan. 54 BAB XVIII PELAKSANAAN TUGAS KELOMPOK PAKAR ATAU TIM AHLI Pasal 123 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD baik fraksi maupun alat kelengkapan DPRD, dapat dibentuk kelompok pakar atau tim ahli. (2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan tugasnya. (3) Kelompok pakar atau tim ahli paling sedikit memenuhi persyaratan : a. berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun. b. menguasai bidang yang diperlukan; dan c. menguasai tugas dan fungsi DPRD. (4) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. (5) Pelaksanaan tugas dimaksud ayat (2) atas arahan pimpinan DPRD. (6) Alat kelengkapan Dewan dan atau fraksi dapat mengajukan permintaan kelompok Pakar dan atau TIM Ahli untuk melaksakan kajian atau menyampaikan pedapatnya berdasar keahliannya. (7) Permintaan Kajian dan pendapat dimaksud ayat (6) disampaikan kepada pimpinan DPRD. (8) Setelah menerima Permintaan dimaksud ayat (6) Pimpinan DPRD menugaskan kepada kelompok pakar dan atau Tim ahli untuk melaksanakan tugasnya. (9) Tatacara Pengangkatan dan Pemberhentian Kelompok Pakar dan atau TIM Ahli ditetapkan oleh Sekretaris DPRD dengan persetujuan Pimpinan DPRD. (10) Masa kerja kolompok pakar atau tim ahli bersifat tidak tetap atau sesuai dengan kegiatan yang memerlukan dukungan kelompok pakar atau tim ahli. (11) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan keputusan sekretaris DPRD. (12) Kelompok pakar dan atau TIM ahli melaksanakan tugas sesuai dengan keahliannya. BAB XIX HUBUNGAN KERJA DPRD DAN WALIKOTA Pasal 124 (1) Hubungan kerja antara DPRD dan Walikota didasarkan atas kemitraan sejajar. (2) Hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a. persetujuan bersama dalam pembentukan Perda; 55 b. penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD; c. persetujuan terhadap kerja sama yang akan dilakukan Pemerintah Daerah; d. rapat konsultasi DPRD dengan Walikota secara berkala; dan e. bentuk lainnya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat dijadikan sarana pemberhentian Walikota. BAB XX PENETAPAN APBD Bagian Kesatu Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Pasal 125 (1) Walikota wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober Tahun Anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. (2) Pengambilan keputusan bersama DPRD dan Walikota terhadap rancangan Perda tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. (3) Atas dasar Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Walikota Menyiapkan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD. (4) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Nota Keuangan. (5) Dalam hal Walikota dan/atau Pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pejabat/pelaksana tugas Walikota dan/atau selaku Pimpinan Sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama. (6) Selambat-lambatnya satu bulan sebelum berakhirnya Tahun Anggaran,Walikota wajib menyampaikan Rancangan PeraturanDaerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta lampiran selengkapnya kepada DPRD. Pasal 126 (1) Penetapan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD untuk mendapat persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1) disesuaikan dengan Peraturan Tata Tertib. (2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD. (3) Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan dengan Walikota. 56 Pasal 127 (1) Apabila DPRD sampai batas waktu tidak menetapkan persetujuan bersama dengan Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (2) terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Walikota melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD Tahun Anggaran sebelumnya. (2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana dimaksud ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. (3) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam Tahun Anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. (4) Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga. Pasal 128 (1) Rencana pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) disusun dalam Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD. (2) Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Gubernur. (3) Pengesahan Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota. (4) Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari: a. ringkasan APBD; b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi; b. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan; c. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, program dan kegiatan; d. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintah daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara; e. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan; f. daftar piutang daerah; g. daftar penyertaan modal daerah (investasi); h. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan asset tetap daerah; i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain; j. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; k. daftar dana cadangan daerah; dan l. daftar pinjaman daerah. 57 Pasal 129 (1) Penyampaian Rancangan Peraturan Walikota untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (3) paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan Walikota terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. (2) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Gubernur tidak mengesahkan Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota menetapkan Rancangan Peraturan Walikota dimaksud menjadi Peraturan Walikota. Pasal 130 Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran sebagaimana ditetapkan Pasal 128 ayat (1), hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang. Bagian Kedua Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang APBD Dan Rancangan Peraturan Walikota Tentang Penjabaran APBD Pasal 131 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. (2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan: a. persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD; b. KUA dan PPA yang disepakati antara Walikota dan Pimpinan DPRD; c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD; dan d. nota keuangan dan pidato Walikota perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh kota bersangkutan. (4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah kota yang terkait. 58 (5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. (6) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, Walikota menetapkan Rancangan dimaksud menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota. (7) Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Walikota dan DPRD, dan Walikota tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota, Gubernur membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. (9) Pembatalan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota serta pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 132 Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) berpedoman pada Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD Pasal 133 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh Walikota menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD. (2) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember Tahun Anggaran sebelumnya. (3) Dalam hal Walikota berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pejabat /pelaksana tugas Walikota yang menetapkan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD. (4) Walikota menyampaikan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. 59 Bagian Keempat Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD Pasal 134 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD yang disusun oleh TAPD memuat Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan yang mengalami perubahan dan yang tidak mengalami Perubahan. (2) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum disampaikan oleh Walikota kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. (3) Sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban Pemerintah Daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan Perubahan APBD Tahun Anggaran yang direncanakan. (4) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah. Bagian Kelima Penyampaian, Pembahasan dan Penetapan Raperda Perubahan APBD Pasal 135 (1) Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan September Tahun Anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Nota Keuangan Perubahan APBD. (3) DPRD menetapkan Agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah berpedoman pada kebijakan umum Perubahan APBD serta PPA Perubahan APBD yang telah disepakati antara Walikota dan Pimpinan DPRD. (5) Pengambilan Keputusan DPRD untuk menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir. Bagian Keenam Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Perubahan APBD dan Peraturan Walikota Tentang Penjabaran Perubahan APBD Pasal 136 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjaran APBD sebelum ditetapkan oleh Walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk 60 dievaluasi. (2) Penyampaian Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan: a. persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD; b. KUA dan PPA yang disepakati antara Walikota dan Pimpinan DPRD; c. risalah Sidang jalannya Pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD; dan d. nota keuangan dan Pidato Walikota Perihal Penyampaian Pengantar Nota Keuangan Pada Sidang DPRD. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana Perubahan APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau Peraturan Daerah lainnya yang ditetapkan oleh kota yang bersangkutan. (4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mengundang pejabat Pemerintah Daerah yang terkait. (5) Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Walikota bersama DPRD melakukan Penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil Evaluasi. (6) Apabila hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Walikota dan DPRD, dan Walikota tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota, Gubernur membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota dimaksud sekaligus menyatakan tidak diperkenankan melakukan Perubahan APBD dan tetap berlaku APBD Tahun Anggaran berjalan. (7) Pembatalan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota serta pernyataan berlakunya APBD tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 137 (1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah pembatalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 137 ayat (7), Walikota harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Walikota mencabut Peraturan dimaksud. (2) Pencabutan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD. 61 BAB XXI PENYAMPAIAN, PEMBAHASAN LKPJ Walikota Pasal 138 (1) LKPj disampaikan oleh Walikota dalam Rapat Paripurna DPRD. (2) LKPj sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh DPRD secara internal sesuai dengan Tata Tertib DPRD. (3) Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) DPRD menetapkan Keputusan DPRD melalui Rapat Paripurna Internal DPRD. (4) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa rekomendasi disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPj diterima. (5) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Walikota dalam Rapat Paripurna yang bersifat Istimewa sebagai Rekomendasi kepada Walikota untuk perbaikan penyelenggaraan Pemerintah Daerah ke depan. (6) Apabila LKPj sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak ditanggapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPj diterima, maka dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan. Pasal 139 LKPj Akhir Masa Jabatan Walikota merupakan ringkasan laporan tahuntahun sebelumnya ditambah dengan LKPj sisa masa jabatan yang belum dilaporkan. Pasal 140 Sisa waktu penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang belum dilaporkan dalam LKPj oleh Walikota yang berakhir masa jabatannya, dilaporkan oleh Walikota terpilih atau Penjabat Walikota atau Pelaksana Tugas Walikota berdasarkan laporan dalam memori serah terima jabatan. Pasal 141 Apabila Walikota berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, LKPj disampaikan oleh Pejabat Pengganti atau Pelaksana Tugas Walikota. BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 142 Pada saat Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru ini mulai berlaku, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru Nomor 01 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 62 Pasal 143 Peraturan DPRD ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan DPRD ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Banjarbaru. Ditetapkan di Banjarbaru pada tanggal 28 Oktober 2015 KETUA DPRD KOTA BANJARBARU, ttd H. AR IWANSYAH Diundangkan di Banjarbaru pada tanggal 28 Oktober 2015 Plt. SEKRETARIS DAERAH, ttd H. SAID ABDULLAH BERITA DAERAH KOTA BANJARBARU TAHUN 2015 NOMOR 39 63 PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 01 TAHUN 2015 tentang TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU