provinsi kalimantan selatan peraturan dewan perwakilan rakyat

advertisement
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA BANJARBARU
NOMOR 01 TAHUN 2015
TENTANG
TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA BANJARBARU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan
Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
b.
bahwa Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Banjarbaru Nomor 01 Tahun 2014 tentang Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Banjarbaru sudah tidak sesuai dengan perkembangan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
maksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu
menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Banjarbaru;
1.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Pembentukan
Kotamadya
Daerah
Tingkat
II
Banjarbaru (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3822);
2.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
2
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6.
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4801) sebagaimana telah di ubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5189);
8.
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82)Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
9.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246);
10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5316);
11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5568);
3
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2014
Nomor
244,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
13. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 245,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5588) sebagimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 57,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5678);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Pemerintah
Nomor
24
Tahun
2004
tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4712);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah tentang Tatatertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 22);
4
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
19. Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Banjarbaru (Lembaran Daerah
Kota Banjarbaru Tahun 2008 Nomor 10) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Daerah Kota Banjarbaru Nomor 17 Tahun 2014
tentang Perubahan KeduaAtas Peraturan Daerah Kota
Banjarbaru
Nomor
10
Tahun
2008
tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Banjarbaru (Lembaran Daerah Kota
Banjarbaru Tahun 2014 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Banjarbaru Nomor 14);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA
BANJARBARU
TENTANG
TATA
TERTIB
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan DPRD ini yang dimaksud dengan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Daerah adalah Daerah Kota Banjarbaru.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur Pemerintah
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD adalah
DPRD Kota Banjarbaru.
Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
Walikota adalah Walikota Banjarbaru.
Wakil Walikota adalah Wakil Walikota Banjarbaru.
Ketua Pengadilan Negeri adalah Ketua Pengadilan Negeri Banjarbaru.
Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Kota
Banjarbaru.
5
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
Anggota DPRD adalah Anggota DPRD Kota Banjarbaru yang diresmikan
dan telah mengucapkan sumpah/janji berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Alat Kelengkapan DPRD terdiri dari Komisi, Badan Musyawarah, Badan
Anggaran, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, Badan Kehormatan,
dan Alat Kelengkapan lainnya.
Fraksi adalah wadah berhimpun anggota DPRD dalam satu partai politik
atau lebih.
Komisi adalah pengelompokan Anggota DPRD Kota Banjarbaru secara
fungsional berdasarkan tugas-tugas yang ada di DPRD Kota Banjarbaru.
Badan Musyawarah adalahBadan Musyawarah DPRD Kota Banjarbaru.
Badan Anggaran adalah Badan Anggaran DPRD Kota Banjarbaru.
Badan Pembentukan Peraturan Daerah adalah Badan Pembentukan
Peraturan Daerah DPRD Kota Banjarbaru
Badan Kehormatan adalahAlat Kelengkapan DPRD Kota Banjarbaru
yang dibentuk oleh DPRD Kota Banjarbaru bertugas untuk meneliti dan
memeriksa serta merekomendasikan pelanggaran yang dilakukan oleh
Anggota DPRD.
Panitia Khusus yang selanjutnya disebut (PANSUS) adalah Panitia yang
dibentuk untuk pembahasanRaperda dan hal yang bersifat khusus.
Reses adalah kegiatan anggota DPRD untuk menjaring aspirasi
masyarakat di daerah pemilihan masing-masing.
Kode Etik DPRD, selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma yang
wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama menjalankan tugasnya
untuk menjaga martabat dan kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Banjarbaru.
Kunjungan Kerja adalah Kunjungan Kerja DPRD Kota Banjarbaru.
Rapat DPRD adalah Rapat-Rapat DPRD Kota Banjarbaru.
Masa Sidang adalah waktu kegiatan Anggota DPRD Kota Banjarbaru
yang dilakukan di dalam gedung DPRD Kota Banjarbaru.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Sekretariat DPRD adalah unsur staf sebagai pendukung pelaksanaan
tugas kewajiban Pimpinan dan Anggota DPRD.
Sekretaris DPRD adalah pejabat perangkat daerah yang memimpin
Sekretariat DPRD.
Komisi Pemilihan Umum Daerah, selanjutnya disingkat KPUD adalah
Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Banjarbaru.
Badan Pemeriksa Keuangan, selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga
negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hari adalah hari kerja.
BAB II
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD
Pasal 2
(1) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah Pusat.
(2) Anggota DPRD Kota Banjarbaru, berdomisili di Kota Banjarbaru.
6
(3) Anggota DPRD adalah pejabat daerah Kota Banjarbaru.
(4) Masa Jabatan Anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun terhitung mulai
tanggal 9 Oktober 2014 sampai dengan tanggal 9 Oktober 2019 dan
berakhir bersamaan pada saat Anggota DPRD yang baru mengucapkan
sumpah/janji.
Pasal 3
(1) DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kota Banjarbaru.
(2) DPRD
dalam
menjalankan
tugas,
fungsi
dan
wewenangnya
berkedudukan sebagai mitra yang sejajar dengan pemerintah daerah.
BAB III
FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG DPRD
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 4
(1) DPRD mempunyai fungsi :
a. pembentukan peraturan daerah
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Fungsi pembentukan peraturan daerah diwujudkan dalam membentuk
Peraturan Daerah, bersama Walikota.
(3) Fungsi Anggaran diwujudkan dalam membahas dan menyetujui
Rancangan APBD bersama Walikota.
(4) Fungsi Pengawasan diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan
Peraturan Daerah dan APBD.
(5) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat di daerah.
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 5
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
a. membentuk peraturan daerah bersama Walikota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan
oleh Walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah
dan anggaran pendapatan dan belanja daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Walikota
dan/atau Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian;
e. memilih Wakil Walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil
Walikota;
7
f.
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian Internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama Internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah
lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan
daerah;
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PERESMIAN, MASA KEANGGOTAAN DAN PEMBERHENTIAN
KEANGGOTAAN DPRD
Pasal 6
(1) Jumlah Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan PerundangUndangan.
(2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan keputusan gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan laporan komisi pemilihan umum
yang disampaikan melalui walikota.
(3) Anggota DPRD yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama bertepatan dengan
berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama.
(4) Dalam hal terdapat anggota DPRD yang baru tidak dapat mengucapkan
sumpah/janji bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan 5 (lima)
tahun anggota DPRD yang lama, masa jabatan anggota DPRD dimaksud
berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRD yang
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama.
(5) Dalam hal tanggal berakhirnya masa jabatan anggota DPRD jatuh pada
hari libur atau hari yang diliburkan, pengucapan sumpah/janji
dilaksanakan hari berikutnya sesudah hari libur atau hari yang
diliburkan dimaksud.
Pasal 7
(1) Anggota
DPRD
sebelum
memangku
jabatannya,
mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua pengadilan
negeri dalam rapat paripurna istimewa DPRD.
(2) Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, pengucapan
sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri.
(3) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu
oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan negeri.
8
(4) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (4), mengucapkan
sumpah/janji dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam rapat
paripurna istimewa DPRD.
(5) Anggota DPRD pengganti antarwaktu sebelum memangku jabatannya,
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh ketua atau wakil ketua
DPRD dalam rapat paripurna istimewa DPRD.
Pasal 8
(1) Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, didampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masingmasing.
(2) Dalam pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
anggota DPRD yang beragama :
a. Islam, diawali dengan frasa “Demi Allah”;
b. Protestan dan Katolik, diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan menolong
saya”;
c. Budha, diawali dengan frasa “Demi Allah Budha, diawali dengan frasa
“Demi Hyang Adi Budha” dan
d. Hindu, diawali dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
(3) Setelah
mengakhiri
pengucapan
sumpah/janji,
anggota
menandatangani berita acara pengucapan sumpah/janji.
DPRD
Pasal 9
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil
ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang,
dan golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk
mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 10
(1) Tatacara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan pasal 9 terdiri dari tata urutan acara, tata
pakaian dan tata tempat.
9
(2) Tata urutan acara untuk pelaksanaan pengucapan sumpah/janji anggota
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembukaan rapat oleh pimpinan DPRD;
b. mendengarkan dan/atau menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya;
c. pembacaan keputusan peresmian pemberhentian dan pengangkatan
anggota DPRD oleh sekretaris DPRD;
d. pengucapan
sumpah/janjianggota
DPRD,
dipandu
olehketua
pengadilan negeri;
e. penandatanganan berita acara sumpah/janji anggota DPRD secara
simbolis oleh satu orang dari masing-masing kelompok agama
danketua pengadilan;
f. pengumuman pimpinan sementara DPRD oleh sekretaris DPRD;
g. serah terima pimpinan DPRD dari pimpinan lama kepada pimpinan
sementara secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan;
h. sambutan pimpinan sementara DPRD;
i. sambutan walikota;
j. pembacaan doa;
k. penutupan oleh pimpinan sementara DPRD; dan
l. penyampaian ucapan selamat.
(3) Tata pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji
anggota DPRD meliputi :
a. Ketua Pengadilan Negeri menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari
instansi yang bersangkutan;
b. Walikota menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional;
c. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan
pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita
menggunakan pakaian nasional; dan
d. Undangan bagi anggota TNI/POLRI menggunakan pakaian dinas
upacara, undangan sipil menggunakan pakaian sipil lengkap dengan
peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian nasional.
(4) Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD
meliputi:
a. pimpinan DPRD duduk di sebelah kiri walikota dan ketua pengadilan
negeri atau pejabat yang ditunjuk di sebelah kanan walikota;
b. anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk di
tempat yang telah disediakan;
c. setelah pengucapan sumpah/janji pimpinan sementara DPRD duduk
di sebelah kiri walikota;
d. pimpinan DPRD yang lama dan ketua pengadilan negeri atau pejabat
yang ditunjuk duduk di tempat yang telah disediakan;
e. sekretaris DPRD duduk di belakang pimpinan DPRD;
f. para undangan dan anggota DPRD lainnya duduk di tempat yang telah
disediakan; dan
g. pers/crew TV/radio disediakan tempat tersendiri
10
BAB V
PELAKSANAAN HAK
Bagian Kesatu
Hak DPRD
Pasal 11
(1) DPRD mempunyai hak :
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak
DPRD untuk meminta keterangan kepada Walikota mengenai kebijakan
pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak
DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah
daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan
Walikota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai
dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
Paragraf Kesatu
Hak Interpelasi
Pasal 12
(1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a
diusulkan oleh paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD dan lebih dari
1 (satu) fraksi untuk DPRD.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada
Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh
para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul sebagaimana dimaksud ayat (2) disertai dengan dokumen sekurangkurangnya memuat :
a. materi kebijakan dan atau pelaksanaan kebijakkan pemerintah
daerah; dan
b. alasan permintaan keterangan.
Pasal 13
(1) Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2),
oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.
(2) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para
pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul
permintaan penjelasan tersebut.
(3) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan
dengan memberi kesempatan kepada :
11
a. anggota DPRD lainnya melalui fraksi; dan
b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota
DPRD
(4) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan
keterangan kepada Walikota ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
(5) Selama usul permintaan keterangan DPRD belum memperoleh
keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik
kembali usulannya
(6) Usul sebagaimana dimaksud pada Pasal
12 ayat (2) menjadi hak
interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna
DPRD yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota
DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu
perdua) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
Pasal 14
(1) Walikota dapat hadir memberikan keterangan tertulis terhadap
permintaan keterangan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, dalam Rapat Paripurna DPRD.
(2) Apabila walikota tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka walikota dapat menugaskan
pejabat terkait untuk mewakilinya.
(3) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas penjelasan
tertulis Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Terhadap penjelasan tertulis Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya.
(5) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud ayat (4) disampaikan
secara resmi oleh DPRD kepada Walikota.
(6) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), dijadikan bahan untuk DPRD dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Walikota dijadikan bahan
dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.
Paragraf Kedua
Hak Angket
Pasal 15
(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b
diusulkan oleh paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD dan lebih dari
1 (satu) fraksi.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Pimpinan DPRD yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan
nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPRD
apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri
sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan
putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
12
Pasal 16
(1) DPRD memutuskan menerima atau menolak usul hak angket
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2) Dalam hal DPRD menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), DPRD membentuk panitia angket yang terdiri atas semua
unsur fraksi DPRD dengan keputusan DPRD.
(3) Dalam hal DPRD menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Pasal 17
(1) Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), dalam
melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3),
dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga
masyarakat di daerah, yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui
masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan dan untuk
meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal
yang sedang diselidiki.
(2) Pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat yang
dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
panggilan DPRD kecuali ada alasan yang sah menurut ketentuan
peraturan.
(3) Dalam hal pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga
masyarakat di daerah telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut
sebanyak 3 (tiga) kali dalam masing-masing jarak waktu perpanggilan
minimal 3 hari kerja tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna
DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket.
Pasal 19
(1) Apabila hasil penyelidikan yang dilaporkan panitia angket sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak
pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak
hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Apabila hasil penyidikan Walikota dan atau Wakil Walikota berstatus
sebagai terdakwa, Menteri Dalam Negeri memberhentikan sementara
Walikota dan/atau Wakil Walikota dari jabatannya.
(3) Apabila Walikota dan/atau Wakil Walikota berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan
terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima)
tahun atau lebih, Menteri Dalam Negeri memberhentikan Walikota
dan/atau Wakil Walikota dari jabatannya.
13
Paragraf Ketiga
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 20
(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) huruf c diusulkan oleh paling sedikit 8 (delapan) orang anggota DPRD
dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penjelasannya
disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai
daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok
oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul pernyataan pendapat tersebut, oleh Pimpinan DPRD disampaikan
dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari
Badan Musyawarah
(4) Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para
pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul
pernyataan pendapat tersebut.
(5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan
dengan memberi kesempatan kepada :
a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi;
b. walikota untuk memberikan pendapat; dan
c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota
dan pendapat Walikota.
(6) Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh Keputusan DPRD,
pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya.
(7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan
pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna
DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(8) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD
dapat berupa :
a. pernyataan pendapat;
b. sarana penyelesaiannya; dan
c. peringatan.
Bagian Kedua
Hak Anggota DPRD
Pasal 21
Anggota DPRD mempunyai hak :
a. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;
b. Mengajukan pertanyaan;
c. Menyampaikan usul dan pendapat;
d. Memilih dan dipilih;
e. Membela diri;
14
f.
g.
h.
i.
Imunitas;
Mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
Protokoler; dan
Keuangan dan administratif.
Paragraf Kesatu
Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 22
(1) Setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan rancangan peraturan
daerah.
(2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada
Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai
penjelasan secara tertulis dan diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat
DPRD.
(3) Usul prakarsa dimaksud ayat (2) oleh pimpinan DPRD disampaikan
kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah untuk dilakukan
pengkajian.
(4) Berdasarkan hasil pengkajian Badan Pembentukan Peraturan Daerah
DPRD, Pimpinan DPRD menyampaikan kepada rapat paripurna DPRD.
(5) Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan
penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Pembicaraan mengenai sesuatu prakarsa dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada :
a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan;
b. Walikota untuk memberikan pendapat;
c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota dan
pendapat Walikota.
(7) Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi inisiatif DPRD, para pengusul
berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali.
(8) Rapat Paripurna DPRD memutuskan menerima atau menolak usul
prakarsa menjadi inisiatif DPRD.
(9) Tatacara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas inisiatif DPRD
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah atas inisiatif Walikota.
Paragraf Kedua
Hak Mengajukan Pertanyaan
Pasal 23
(1) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah
Daerah berkaitan dengan fungsi tugas dan wewenang DPRD baik secara
lisan maupun tertulis.
(2) Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diberikan secara lisan atau secara tertulis dalam tenggang
waktu yang disepakati bersama
15
Paragraf Ketiga
Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal 24
(1) Setiap Anggota DPRD dalam rapat DPRD berhak mengajukan usul dan
pendapat baik kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan
DPRD.
(2) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan
dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan
kepatutan sesuai kode etik DPRD.
Paragraf Keempat
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 25
Setiap Anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota
atau pimpinan dari alat kelengkapan DPRD.
Paragraf Kelima
Hak Membela Diri
Pasal 26
(1) Setiap Anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan
Tata Tertib DPRD.
(2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan.
Paragraf Keenam
Hak Imunitas
Pasal 27
(1) Anggota DPRD mempunyai hak imunitas.
(2) Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik
secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat
DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
(3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan,
pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam
rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPRD.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal
anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati
dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud
dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
16
Paragraf Ketujuh
Hak Mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas
Pasal 28
Setiap Anggota DPRD berhak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas
berupa diklat-diklat, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota, partai politik, perguruan tinggi
atau lembaga-lembaga lainnya.
Paragraf Kedelapan
Hak Protokoler, Keuangan dan Administrasi
Pasal 29
Hak protokoler, keuangan, dan administratif pimpinan dan anggota DPRD
mengacu pada Peraturan Daerah dan Peraturan Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
(1) Pimpinan dan
administratif.
anggota
DPRD
mempunyai
hak
keuangan
dan
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
(3) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota
DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan
dengan kemampuan daerah.
(4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh sekretariat DPRD sesuai dengan
peraturan pemerintah.
BAB VI
KEWAJIBAN ANGGOTA DPRD
Pasal 31
Anggota DPRD mempunyai kewajiban :
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok,
dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
17
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja
secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;
dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
konstituen di daerah pemilihannya.
BAB VII
FRAKSI – FRAKSI
Pasal 32
(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang
DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk fraksi sebagai
wadah berhimpun anggota DPRD.
(2) Setiap anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu fraksi.
(3) Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit 3 (tiga) orang.
(4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1
(satu) Fraksi.
(5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya
dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi
gabungan.
(6) Dalam hal tidak ada satupun partai politik yang memenuhi persyaratan
untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka
dibentuk fraksi gabungan.
(7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat
(6) paling banyak 2 (dua) fraksi.
(8) Partai Politik sebagimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) harus
mendudukan anggotanya dalam 1 (satu) fraksi
(9) Fraksi sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai sekretariat.
(10) Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna
kelancaran pelaksanaan tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan
dengan memperhatikan kemampuan APBD.
Pasal 33
Fraksi-fraksi dapat memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD
mengenai hal-hal yang dianggap perlu, berkenaan dengan bidang tugas
DPRD, diminta atau tidak diminta.
BAB VIII
ALAT KELENGKAPAN DPRD
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 34
(1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
a. Pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. Komisi;
18
d.
e.
f.
g.
Badan Pembentukan Peraturan Daerah ;
Badan Anggaran;
Badan Kehormatan; dan
Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat
paripurna.
(2) Kepemimpinan alat kelengkapan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bersifat kolektif dan kolegial.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat.
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 35
(1)
Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil
ketua.
(2)
Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai
politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD.
(3)
Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD.
(4)
Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua
DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang
memperoleh suara terbanyak.
(5)
Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan
ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah peroleh suara
partai politik yang lebih luas secara berjenjang.
(6)
Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil
ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang
memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.
(7)
Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum terisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh
anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua.
(8)
Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara
terbanyak.
(9)
Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan
wakil ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan
berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang
lebih luas secara berjenjang.
19
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pasal 36
Partai politik yang berhak mengisi kursi pimpinan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) menyampaikan 1 (satu) orang calon
pimpinan DPRD kepada pimpinan sementara DPRD untuk diumumkan
dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD sebagai calon pimpinan
DPRD.
Pimpinan sementara DPRD menyampaikan nama calon pimpinan DPRD
kepada gubernur melalui walikota untuk diresmikan pengangkatannya.
Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum
memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji di gedung DPRD
setempat yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri.
Dalam hal pengucapan sumpah/janji di gedung DPRD setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena alasan tertentu tidak dapat
dilaksanakan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dapat
dilaksanakan di tempat lain.
Dalam hal ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu oleh
wakil ketua pengadilan negeri.
Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud ayat
(5) berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu
oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan negeri.
Paragraf Kesatu
Tugas Pimpinan DPRD
Pasal 37
(1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas :
a. memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk
diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja
antara ketua dan wakil ketua;
c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan
agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD;
d. menjadi juru bicara DPRD;
e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;
f. mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lainnya;
g. mengadakan
konsultasi
dengan
walikota
dan
pimpinan
lembaga/Instansi pemerintah lainnya sesuai dengan keputusan DPRD.
h. mewakili DPRD di pengadilan;
i. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi
atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
j. menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat DPRD yang
pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan
k. menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna
DPRD yang khusus diadakan untuk itu.
(2) Pelaksanaan tugas pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif dan
kolegial.
20
(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhalangan sementara kurang
dari 30 (tiga puluh) hari, pimpinan DPRD mengadakan musyawarah
untuk menentukan salah satu pimpinan DPRD untuk melaksanakan
tugas pimpinan DPRD yang berhalangan sementara sampai dengan
pimpinan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas kembali.
(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhalangan sementara lebih
dari 30 (tiga puluh) hari, partai politik asal pimpinan DPRD yang
berhalangan sementara mengusulkan kepada pimpinan DPRD salah
seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik tersebut untuk
melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang berhalangan sementara.
(5) Berhalangan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
adalah situasi dan kondisi yang menyebabkan unsur pimpinan DPRD
tidak dapat melaksanakan tugasnya. Tidak termasuk berhalangan
sementara apabila anggota dan/atau pimpinan DPRD dikenai
pemberhentian sementara sebagai anggota dan/atau pimpinan DPRD.
Pasal 38
(1) Pimpinan DPRD memegang pimpinan sehari-hari dan bertugas penuh di
DPRD.
(2) Wakil ketua DPRD membantu ketua DPRD dalam memimpin DPRD.
(3) Apabila salah satu pimpinan DPRD berhalangan, maka tugas
kewajibannya dilakukan oleh pimpinan DPRD yang lainnya.
(4) Dalam menjalankan tugasnya pimpinan DPRD dibantu oleh sekretariat
DPRD.
Paragraf Kedua
Pimpinan Sementara
Pasal 39
(1) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(1) belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD
dengan tugas pokok memimpin rapat-rapat DPRD, memfasilitasi
pembentukan fraksi, memfasilitasi penyusunan peraturan DPRD tentang
tata tertib, dan memroses penetapan pimpinan DPRD definitif.
(2) Pimpinan sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang berasal dari dua partai
politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD
dan memperoleh rekomendasi dari Partai Politiknya.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPRD
ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan
yang ada di DPRD.
(4) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
mencapai kesepakatan, ketua dan wakil ketua sementara DPRD berasal
dari partai politik berdasarkan urutan perolehan suara dalam pemilihan
umum.
21
Paragraf Ketiga
Pemberhentian Pimpinan DPRD
Pasal 40
(1) Masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan
sumpah/janji Pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya
masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa
jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan; dan
d. diberhentikan sebagai pimpinan DPRD.
(3) Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d apabila yang bersangkutan :
a. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD berdasarkan
keputusan Badan Kehormatan; dan
b. diusulkan oleh Partai Politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota pimpinan lainnya
menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan
tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan
pengganti yang definitif.
(5) Dalam hal ketua dan para wakil ketua berhenti secara bersamaan, tugas
pimpinan DPRD dilaksanakan oleh pimpinan sementara.
Pasal 41
(1) Usul pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (3) huruf b dilaporkan dalam rapat paripurna oleh pimpinan
DPRD lainnya.
(2) Pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.
(3) Pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan keputusan DPRD.
Pasal 42
(1) Keputusan DPRD tentang usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (3) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada
gubernur melalui walikota untuk peresmian pemberhentiannya.
(2) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
berita acara rapat paripurna DPRD.
Pasal 43
(1) Pengganti pimpinan DPRD yang berhenti sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 berasal dari partai politik yang sama dengan pimpinan DPRD
yang berhenti.
22
(2) Calon pengganti pimpinan DPRD yang berhenti diusulkan oleh pimpinan
partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diumumkan
dalam rapat paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
(3) Pimpinan DPRD mengusulkan peresmian pengangkatan calon pengganti
pimpinan DPRD kepada gubernur melalui walikota.
Pasal 44
(1) Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), sebelum
memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji di gedung DPRD
setempat yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri.
(2) Dalam hal pengucapan sumpah/janji di gedung DPRD setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena alasan tertentu tidak dapat
dilaksanakan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dapat
dilaksanakan di tempat lain.
(3) Dalam hal ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu oleh
wakil ketua pengadilan negeri.
(4) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) berhalangan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dipandu
oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan negeri.
Bagian Ketiga
Badan Musyawarah
Pasal 45
(1) Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat
tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan
DPRD.
(2) Badan Musyawarah terdiri atas unsur Pimpinan,Komisi dan
utusanFraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan paling
banyak 1/2 (setengah)dari jumlah Anggota DPRD.
(3) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat
Paripurna setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Komisi-komisi, Badan
Anggaran dan Fraksi-fraksi
(4) Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan
Badan Musyawarah merangkap anggota.
(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan
Musyawarah dan bukan sebagai anggota
(6) Keanggotaan Badan Musyawarah paling lama dapat diubah setiap dua
setengah tahun.
Pasal 46
(1) Badan Musyawarah bertugas :
a. menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu)
masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan
waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian
rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan
rapat paripurna untuk mengubahnya;
23
b.
memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan
garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang
DPRD;
c.
meminta
dan/atau
memberikan
kesempatan
kepada
alat
kelengkapan
DPRD
yang
lain
untuk
memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;
d. menetapkan jadwal acara rapat DPRD;
e.
memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan;
f.
merekomendasikan pembentukan panitia khusus;
g.
menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD;
h. memutuskan pilihan mengenai isi risalah apabila timbul perbedaan
pendapat;
i.
memberikan saran pendapat kepada Pimpinan DPRD untuk
melancarkan kegiatan;
j.
merekomendasikan pembentukan alat kelengkapan DPRD lainnya;
k. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna
kepada Badan Musyawarah.
(2) Setiap Anggota Badan Musyawarah wajib mengadakan konsultasi dengan
Fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah dan
menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah kepada
Fraksi.
Bagian Keempat
Komisi - Komisi
Pasal 47
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan
dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
Setiap Anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota
salah satu Komisi.
Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 3 (tiga)
Komisi.
Jumlah anggota setiap Komisi diupayakan sama.
Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi, dipilih dari dan oleh anggota
Komisi dan dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD.
Penempatan Anggota DPRD dalam Komisi-Komisi dan perpindahan ke
Komisi lain didasarkan atas usul Fraksi dan dapat dilakukan setiap
awal tahun anggaran.
Keanggotaan dalam komisi diputuskan dalam rapat paripurna DPRD
atas usul fraksi pada awal tahun anggaran.
Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan sekretaris komisi ditetapkan
paling lama 2½ (dua setengah) tahun.
Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat anggota komisi
yang digantikan.
Pasal 48
(1) Komisi sesuai bidangnya bertugas :
a. mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
24
b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan
rancangan keputusan DPRD;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi;
d. membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian
masalah yang disampaikan Walikota dan/atau masyarakat kepada
DPRD
e. menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat didaerah
g. melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas
persetujuan Pimpinan DPRD;
h. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
i. mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang
lingkup bidang tugas masing-masing Komisi; dan
j. memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil
pelaksanaan tugas komisi.
(2) Uraian tugas komisi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas akan diatur
lebih lanjut oleh masing-masing komisi sepanjang tidak bertentangan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1) Komisi DPRD terdiri dari :
a. komisi I
b. komisi II; dan
c. komisi III
(2) Pembidangan masing-masing Komisi adalah :
a. komisi I membidangi Hukum,Pemerintahan dan Kesra meliputi
Pemerintahan
Ketertiban
umum,
Kependudukan/KB,
Penerangan/Pers,
Hukum
dan
perundang-undangan,
Kepegawaian/Aparatur Negara, Perijinan, Sosial dan Politik,
Organisasi Masa, Pertanahan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Pendidikan,Kepemudaan dan Olahraga, Ketenagakerjaan, Agama,
Sosial, Kesehatan, Bappeda, dan Peranan Wanita.
b. komisi II membidangi tugas-tugas Ekonomi dan Keuangan meliputi
Perekonomian, Perdagangan, Perindustrian, Logistik, Koperasi,
Pariwisata, Keuangan Daerah, Perpajakan, Retribusi, Perbankan,
Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan, Dunia Usaha dan
Penanaman Modal.
c. komisi III membidangi tugas-tugas Pembangunan meliputi Pekerjaan
Umum, Tata Kota, Pertamanan, Kebersihan, Pertambangan dan
Energi, Perumahan Rakyat, Lingkungan Hidup, Perhubungan,
Pertanian/Peternakan, Kehutanan, dan Pengadaan Pangan.
25
Bagian Kelima
Badan Pembentukan Peraturan Daerah
Pasal 50
(1) Badan Pembentukan Peraturan Daerah merupakan alat kelengkapan
DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD.
(2) Susunan dan keanggotaan Badan Pembentukan Peraturan Daerah
dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun
sidang.
(3) Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah terdiri dari utusan
Fraksi, dan diusulkan oleh fraksi berdasarkan perimbangan jumlah
anggota yang mencerminkan keterwakilan Komisi-Komisi.
(4) Pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah terdiri dari 1 (satu)
orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua.
(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan
Pembentukan Peraturan Daerah dan bukan sebagai anggota.
(6) Ketua dan Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah dipilih
dari dan oleh anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah.
(7) Masa keanggotaan Badan Pembentukan Peraturan Daerah ditetapkan
paling lama dua setengah tahun.
(8) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan
Pembentukan Peraturan Daerahyang digantikan.
(9) Pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah tidak diperkenankan
rangkap jabatan pada salah satu pimpinan alat kelengkapan DPRD.
Pasal 51
Badan Pembentukan Peraturan Daerah bertugas :
a. menyusun rancangan program Badan Pembentukan Peraturan Daerah
yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah
beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD;
b. melakukan koordinasi untuk penyusunan program Badan Pembentukan
Peraturan Daerahantara DPRD dan pemerintah daerah menyiapkan
rancangan peraturan daerah usul DPR berdasarkan program prioritas
yang telah ditetapkan;
c. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
rancangan peraturan daerah yangdiajukan anggota, komisi dan/atau
gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut
disampaikan kepada pimpinan DPRD.
d. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang
diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan komisi, di luar prioritas
rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan
peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah.
e. meneliti dan mengevaluasi Peraturan Daerah yang sedang berlaku untuk
dikaji efektifitas dan kesesuaiannya dengan peraturan perundangan yang
berlaku bersama-sama dengan Komisi terkait.
f. mengkaji dan menelaah rancangan peraturan daerah yang berasal dari
Walikota dan DPRD sebelum memasuki tahap pembahasan
g. menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana pada pasal
51 ayat(1) dan (2) kepada Pimpinan DPRD.
26
h. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaanDPRD baik yang
sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai
bahan oleh komisi padamasa keanggotaan berikutnya.
Bagian Keenam
Badan Anggaran
Pasal 52
(1) Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap
dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Anggota Badan Anggaran terdiri atas Pimpinan, Ketua Komisidan utusan
fraksi
yang
diusulkan
oleh
masing-masing
fraksi
dengan
mempertimbangkan keanggotaannya dalam tiap-tiap komisi dan paling
banyak 1/2 (setengah) darijumlah anggota DPRD.
(3) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil
Ketua Badan Anggaran merangkap Anggota.
(4) Susunan keanggotaan, Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran
ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran
bukan anggota.
(6) Penempatan anggota DPRD dalam badan anggaran dan perpindahannya
ke alat kelengkapan DPRD lainya didasarkan atas usul fraksi dan dapat
dilakukan pada awal tahun anggaran.
(7) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan
Anggaran yang digantikan.
(8) Masa keanggotaan Badan Anggaran dapat diubah pada setiap tahun.
Pasal 53
(1) Badan Anggaran bertugas :
a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD
kepada Walikota dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya 5 (lima) bulan
sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
b. memberikan saran dan pendapat kepada Walikota dalam
mempersiapkan penetapan, perubahan dan realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat
Paripurna;
c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai Pra
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perubahan, dan realiasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah disampaikan
oleh Walikota;
d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan
anggaran yang disampaikan oleh Walikota kepada DPRD;
e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap
penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD.
27
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan
Anggaran menyelenggarakan fungsi :
a.
pengumpulkan data dan informasi untuk bahan pembahasan
Rancangan APBD, Rancangan Perubahan APBD dan Rancangan
realisasi APBD;
b. penetapan skala prioritas kegiatan dan anggaran bersama Walikota
berupa plafon anggaran tertinggi untuk masing-masing usulan
program dan kegiatandi setiap SKPD ( KUA/PPAS) ;
c.
pembahasan RKA SKPD dilaksanakan di masing-masing Komisi
sesuai dengan tupoksi;
d. pelaksanaan pembahasan rancangan APBD, Rancangan Perubahan
APBD, dan Rancangan realisasi APBD bersama-sama Walikota dan
atau dengan satuan kerja terkait Pemerintah Daerah;
e.
penyusunan Rancangan Anggaran Belanja DPRD;
f.
perumusan hasil pembahasan berupa saran dan pendapat.
Bagian Ketujuh
Badan Kehormatan
Paragraf Kesatu
Pasal 54
(1) Badan Kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat
tetap dan dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
(2) Pembentukan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan DPRD
(3) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari dan oleh Anggota DPRD.
(4) Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terdiri atas seorang Ketua dan Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota Badan Kehormatan.
(5) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masingmasing Fraksi.
(6) Masa tugas anggota Badan Kehormatan paling lama 2 ½ (dua setengah)
tahun.
(7) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan
Kehormatan yang digantikan.
(8) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh
Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.
(9) Pimpinan Badan Kehormatan tidak diperkenankan rangkap jabatan pada
salah satu pimpinan alat kelengkapan DPRD.
Tata Cara Pencalonan
Paragraf Kedua
Pasal 55
(1) Masing-masing Fraksi dapat mengajukan 1 (satu) orang calon anggota
Badan Kehormatan, yang ditetapkan dengan kesepakatan Fraksi.
28
(2) Calon anggota Badan Kehormatan dimaksud pada ayat (1) disampaikan
oleh Pimpinan Fraksi kepada Pimpinan DPRD untuk ditetapkan sebagai
calon yang berhak dipilih dengan Keputusan DPRD.
Tugas dan Wewenang
Paragraf Ketiga
Pasal 56
Tugas Badan Kehormatan adalah;
a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan terhadap
moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam rangka
menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Pimpinan dan atau Anggota
DPRD terhadap peraturan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD
serta sumpah/janji;
c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan
Pimpinan DPRD, masyarakat, dan atau pemilih;
d. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil penyelidikan,
verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada
rapat paripurna DPRD.
e. dalam melaksanakan penyeledikan, verifikasi dan klarifikasi Badan
Kehormatan dapat meminta bantuan dari tenaga ahli independen
Pasal 57
Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang :
a. memanggil Pimpinan dan anggota DPRD yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD untuk
memberikan klarifikasi atau pembelaan atas pengaduan dugaan
pelanggaran yang dilakukan.
b. meminta keterangan pengadu, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang
terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain; dan
c. menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode
etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD.
Pasal 58
(1) Mekanisme pengaduan/pelaporan pelanggaran :
a. pengaduan/pelaporan tentang dugaan adanya pelanggaran diajukan
secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai identitas pelapor yang
jelas dengan tembusan Badan Kehormatan;
b. pimpinan DPRD wajib menyampaikan pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Badan Kehormatan paling lama 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengaduan diterima.
c. apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b
pimpinan DPRD tidak menyampaikan pengaduan kepada Badan
Kehormatan,
Badan
Kehormatan
menindaklanjuti
pengaduan
tersebut.
d. dalam hal pengaduan tidak disertai dengan identitas pengadu yang
jelas, pimpinan DPRD tidak meneruskan pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada Badan Kehormatan.
29
e. pengaduan/pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dikesampingkan apabila tidak disertai dengan identitas pelapor yang
jelas;
f. apabila
dalam
waktu
7
(tujuh)
hari
sejak
diterimanya
pengaduan/pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak
disampaikan oleh Pimpinan DPRD, Badan Kehormatan dapat
menindaklanjuti.
(2) Mekanisme penelitian dan pemeriksaan pengaduan/laporan :
a. badan Kehormatan melakukan penyelidikan, verifikasi, klarifikasi.
b. penyelidikan, verifikasi, klarifikasi dimaksud hurup a diatas,
dilaksanakan dengan permintaan keterangan, penjelasan pelapor,
saksi dan/atau yang bersangkutan serta pemeriksaan dokumen atau
bukti lain;
c. badanKehormatan membuat kesimpulan hasil penelitian dan
pemeriksaan dengan disertai berita acara penelitian dan pemeriksaan;
d. badan Kehormatan menyampaikan kesimpulan hasil penelitian dan
pemeriksaan kepada Pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti dalam
Rapat Paripurna DPRD;
e. rapat paripurna DPRD dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b
diterima oleh Pimpinan DPRD;
f. rapat paripurna dapat menyetujui atau menolak kesimpulan Badan
Kehormatan;
g. apabila rapat paripurna DPRD menolak kesimpulan Badan
Kehormatan dan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah,
DPRD berkewajiban merehabilitasi nama baik yang bersangkutan
secara tertulis dan disampaikan kepada yang bersangkutan,
Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Partai Politik yang bersangkutan.
(3) Pimpinan DPRD dan/atau Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan
hasil penyelidikan hurup a dan b.
Pasal 59
(1) Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang
terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD
berdasarkan hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi oleh Badan
Kehormatan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau
d. pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
(3) Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa
teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian sebagai pimpinan alat
kelengkapan DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada anggota
DPRD yang bersangkutan, pimpinan fraksi, dan pimpinan partai politik
yang bersangkutan.
30
(4) Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa
pemberhentian sebagai anggota DPRD diproses sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
DPRD menetapkan rehabilitasi nama baik terhadap anggota yang dilaporkan
setelah mendengar pertimbangan dan penilaian dari Badan Kehormatan
terbukti tidak bersalah dan/atau tidak melanggar ketentuan perundangan
yang berlaku dan /atau yang dituduhkan padanya.
Pasal 61
(1) Dalam hal hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf d menyatakan bahwa teradu terbukti
bersalah, Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi sesuai dengan tingkat
kesalahannya.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan Badan Kehormatan dan dilaporkan kepada rapat paripurna
DPRD.
(3) Dalam hal keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian sebagai anggota
DPRD, pimpinan DPRD menyampaikan keputusan tersebut kepada
pimpinan partai politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak keputusan Badan
Kehormatan
diterima,
menyampaikan
keputusan
dan
usul
pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD.
(5) Dalam hal pimpinan partai politik tidak menyampaikan keputusan dan
usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan
DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD tersebut
berdasarkan keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada Gubernur melalui Walikota.
(6) Gubernur meresmikan pemberhentian anggota DPRD kota berdasarkan
usulan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 62
Apabila berdasarkan hasil penyelidikan verifikasi dan klarifikasi dapat
disimpulkan terjadi pelanggaran pidana maka badan kehormatan dapat
menyerakannya kepada pihak berwenang untuk menindaklanjuti sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan Lain
Pasal 63
(1) Dalam hal diperlukan, DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain
berupa panitia khusus.
(2) Panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat
kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.
31
(3) Jumlah anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah anggota setiap komisi
yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta
kemampuan anggaran DPRD.
(4) Anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri atas
anggota komisi terkait yang diusulkan oleh masing-masing fraksi.
(5) Ketua,wakil ketua dan sekretaris panitia khusus dipilih dari dan oleh
anggota panitia khusus.
(6) Panitia khusus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretariat.
Pasal 64
(1) Anggota panitia khusus terdiri atas anggota komisi terkait yang mewakili
semua unsur fraksi.
(2) Ketua, wakil ketua, dan sekretaris panitia khusus dipilih dari dan oleh
anggota panitia khusus.
(3) Susunan keanggotaan, ketua, wakil ketua dan sekretaris panitia khusus
ditetapkan dalam rapat pleno.
(4) Pembentukan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan keputusan DPRD
Pasal 65
(1) Panitia khusus melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu
tertentu yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
(2) Panitia khusus bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD.
(3) Pimpinan DPRD dapat memperpanjang atau memperpendek jangka waktu
penugasan Panitia Khusus yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan
DPRD.
(4) Panitia khusus dibubarkan oleh Pimpinan DPRD setelah jangka waktu
penugasan berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.
BAB IX
PERSIDANGAN, RAPAT, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Bagian Kesatu
Persidangan
Pasal 66
(1) Pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, tahun sidang DPRD dimulai
pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPRD.
(2) Tahun sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 3 (tiga)
masa persidangan.
(3) Masa persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi masa
sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu
periode keanggotaan DPRD dilakukan tanpa masa reses.
(4) Masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling
lama 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) kali reses.
32
(5) Masa reses dipergunakan oleh anggota DPRD secara perseorangan atau
kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihannya guna menyerap
aspirasi masyarakat.
(6) Anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib membuat
laporan tertulis atas hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yang disampaikan kepada
pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
(7) Jadwal dan kegiatan acara selama masa reses sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), ditetapkan oleh pimpinan DPRD setelah mendengar
pertimbangan Badan Musyawarah.
(8) Laporan hasil pelaksanaan reses sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
setelah dilakukan inventarisasi masalah, disampai secara singkat oleh
Pimpinan DPRD pada Rapat Paripurna untuk ditindaklanjuti oleh alat
kelengkapan DPRD yang terkait.
(9) Penetapan alat kelengkapan yang terkait untuk menindaklanjuti laporan
hasil reses sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh
Pimpinan DPRD.
Bagian Kedua
Rapat
Pasal 67
(1) Jenis Rapat DPRD terdiri atas:
a. rapat paripurna;
b. rapat paripurna istimewa;
c. rapat pimpinan DPRD;
d. rapat pimpinan DPRD dengan Pimpinan Alat Kelengkapan;
e. rapat fraksi;
f. rapat konsultasi;
g. rapat Badan Musyawarah;
h. rapat komisi;
i. rapat gabungan komisi;
j. rapat Badan Anggaran;
k. rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah;
l. rapat Badan Kehormatan;
m. rapat panitia khusus;
n. rapat kerja;
o. rapat dengar pendapat; dan
p. rapat dengar pendapat umum.
(2)
(3)
(4)
Rapat paripurna merupakan forum rapat tertinggi anggota DPRD dalam
pengambilan keputusan yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua
DPRD.
Rapat paripurna istimewa merupakan rapat anggota DPRD yang
dipimpin oleh ketua atau wakil ketua untuk melaksanakan acara
tertentu dan tidak mengambil keputusan.
Rapat pimpinan DPRD merupakan rapat para anggota pimpinan DPRD
yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua DPRD.
33
(5)
Rapat fraksi adalah rapat anggota fraksi yang dipimpin oleh pimpinan
fraksi.
(6)
Rapat konsultasi adalah rapat antara pimpinan DPRD dengan pimpinan.
fraksi dan pimpinan alat kelengkapan DPRD yang dipimpin oleh
pimpinan DPRD.
Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan
Musyawarah yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan
Musyawarah.
Rapat Komisi merupakan rapat anggota komisi yang dipimpin oleh
ketua atau wakil ketua komisi.
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
Rapat gabungan Komisi merupakan rapat antar komisi yang dipimpin
oleh ketua atau wakil ketua DPRD.
Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan Anggaran yang
dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan Anggaran.
Rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah merupakan rapat anggota
Badan Pembentukan Peraturan Daerah yang dipimpin oleh ketua atau
wakil ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah.
Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan
yang dipimpin.oleh ketua atau wakil ketua Badan Kehormatan.
Rapat panitia khusus merupakan rapat anggota panitia khusus yang
dipimpin oleh ketua atau wakil ketua panitia khusus.
Rapat kerja merupakan rapat antara DPRD dan walikota atau pejabat
yang ditunjuk atau antara Badan Anggaran, Komisi, gabungan Komisi,
atau Panitia Khusus dan walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Rapat dengar pendapat merupakan rapat antara DPRD dan pemerintah
daerah.
Rapat dengar pendapat umum merupakan rapat antara DPRD dan
masyarakat baik lembaga/ organisasi kemasyarakatan maupun
perseorangan atau antara Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia
Khusus dan masyarakat baik lembaga/organisasi kemasyarakatan
maupun perseorangan.
Pasal 68
(1) Rapat paripurna dalam rangka penyampaian raperda dihadiri oleh
Walikota/Wakil Walikota.
(2) Rapat paripurna dalam rangka pengambilan keputusan dihadiri oleh
Walikota.
(3) Rapat kerja dengan SKPD, kehadiran Kepala SKPD tidak dapat
diwakilkan, kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dinyatakan secara tertulis.
(4) Dalam hal kepala SKPD berhalangan hadir dalam rapat kerja
sebagaimana dimaksud ayat (2), kepala SKPD menugaskan kepada
pejabat dibawahnya untuk mewakili disertai surat mandat yang memberi
kewenangan kepada pejabat yang bersangkutan untuk mengambil
keputusan.
(5) Terhadap hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pimpinan alat
kelengkapan DPRD berdasarkan persetujuan anggotanya, dapat
memutuskan rapat kerja dilanjutkan / dilaksanakan atau tidak.
34
Pasal 69
(1) Rapat paripurna DPRD diadakan secara berkala paling sedikit 6 (enam)
kali dalam 1 (satu) tahun masa sidang.
(2) Rapat paripurna selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan atas usul :
a. Walikota;
b. pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau
c. anggota dengan jumlah paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah
anggota DPRD yang mencerminkan lebih dari 1 (satu) fraksi.
(3) Rapat paripurna DPRD diselenggarakan atas undangan ketua atau wakil
ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan
Musyawarah.
Pasal 70
(1) Hasil rapat paripurna DPRD dituangkan dalam bentuk peraturan atau
keputusan DPRD.
(2) Hasil rapat pimpinan DPRD ditetapkan dalam keputusan pimpinan
DPRD.
(3) Peraturan atau keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan keputusan pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Peraturan atau keputusan DPRD dilaporkan kepada Gubernur, paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan.
Pasal 71
Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu
yang dinyatakan tertutup.
Pasal 72
(1) Rapat DPRD yang bersifat terbuka meliputi rapat paripurna DPRD, rapat
paripurna istimewa, dan rapat dengar pendapat umum.
(2) Rapat DPRD yang bersifat tertutup meliputi rapat pimpinan DPRD, rapat
konsultasi, rapat Badan Musyawarah, rapat Badan Anggaran, dan rapat
Badan Kehormatan.
(3) Rapat DPRD yang bersifat terbuka dan dapat dinyatakan tertutup
meliputi rapat Komisi, rapat gabungan Komisi, rapat Panitia Khusus,
rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah, rapat kerja, dan rapat
dengar pendapat.
Pasal 73
Rapat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) dinyatakan
tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan kesepakatan peserta rapat sesuai
dengan substansi yang akan dibahas.
35
Pasal 74
(1) Pembicaraan dalam rapat tertutup tidak boleh diumumkan.
(2) Materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan,
dilarang diumumkan oleh peserta rapat.
(3) Setiap orang yang melihat, mendengar, atau mengetahui pembicaraan
atau materi rapat tertutup yang harus dirahasiakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakannya.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 75
(1) Pimpinan rapat setelah membuka rapat memberitahukan surat masuk
dan surat keluar untuk diberitahukan kepada peserta atau untuk dibahas
dalam
rapat,
kecuali
surat
yang
berkaitan
dengan
urusan
kerumahtanggaan DPRD.
(2) Pada setiap rapat DPRD dibuat risalah rapat yang memuat proses dan
materi pembicaraan rapat.
(3) Dalam hal rapat DPRD dinyatakan tertutup, risalah rapat wajib
disampaikan oleh pimpinan rapat kepada pimpinan DPRD, kecuali rapat
tertutup yangdipimpin langsung oleh pimpinan DPRD.
Pasal 76
Hari dan jam kerja DPRD disesuaikan dengan agenda kedewanan.
Pasal 77
(1) Rapat DPRD dilaksanakan di gedung DPRD.
(2) Dalam hal rapat tidak dapat dilaksanakan di gedung DPRD karena
kebutuhan atau alasan tertentu, rapat DPRD dapat dilaksanakan di
tempat lain yang ditentukan oleh pimpinan DPRD.
Pasal 78
(1) Setiap anggota DPRD wajib menghadiri rapat DPRD, baik rapat paripurna
maupun rapat alat kelengkapan sesuai dengan tugas dan kewajibannya.
(2) Anggota DPRD yang menghadiri rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menandatangani daftar hadir rapat.
(3) Para undangan yangmenghadiri rapat DPRD, disediakan daftar hadir
rapat tersendiri.
(4) Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat,
wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat.
Bagian Ketiga
Pengambilan Keputusan
Pasal 79
(1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD pada dasarnya dilakukan
dengan cara musyawarah untuk mufakat.
36
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 80
Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum.
Pasal 81
(1) Rapat paripurna memenuhi kuorum apabila:
a. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak
angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil
keputusan mengenai usul pemberhentian Walikota dan/atau Wakil
Walikota;
b. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk
menetapkan peraturan daerah dan APBD; atau
c. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk
rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b.
(2) Keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)dinyatakan sah apabila :
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a:
b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang
hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masingmasing tidak lebih dari 1 (satu) jam.
(4) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan rapat dapat menunda
rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh
Badan Musyawarah.
(5) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b
untuk pelasanaan hak angket, hak menyatakan pendapat, dan
memberhentikan pimpinan DPRD, serta menetapkan peraturan daerah,
rapat tidak dapat mengambil keputusan dan rapat paripurna DPRD tidak
dapat diulang lagi.
(6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi,
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, cara
penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi.
(7) Setiap penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang
ditandatangani oleh pimpinan rapat.
37
Pasal 82
(1) Rapat alat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1)
huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k. dan huruf l memenuhi
kuorum apabila dihadiri secara fisik oleh paling sedikit 50% (lima puluh
persen) ditambah 1 (satu) anggota alat kelengkapan yang bersangkutan
dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
(2) Dalam hal rapat alat kelengkapan DPRD mengambil keputusan,
keputusan dinyatakan sah apabila disetujui oleh suara terbanyak dari
anggota alat kelengkapan yang hadir.
Pasal 83
Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk
mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan
untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan
keputusan.
Bagian Keempat
Risalah Rapat
Pasal 84
(1)
Untuk setiap Rapat Paripurna, dibuat Risalah yang ditanda tangani oleh
Pimpinan Rapat.
(2)
Risalah adalah catatan Rapat Paripurna, yang dibuat secara lengkap
dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat
serta dilengkapi dengan catatan tentang:
a. jenis dan sifat rapat;
b. hari dan tanggal rapat;
c. tempat rapat;
d. acara rapat;
e. waktu pembukaan dan penutupan rapat;
f. ketua dan sekretaris rapat;
g. jumlah dan nama anggota DPRD yang menandatangani
daftar hadir; dan
h. undangan yang hadir.
(3)
Sekretaris Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah
Sekretaris DPRD atau Pejabat dilingkungan Sekretariat DPRD yang
ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD.
Pasal 85
Sekretaris Rapat menyusun Risalah untuk dibagikan kepada anggota dan
pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai.
Pasal 86
(1)
Dalam setiap Rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat
catatan rapat dan laporan singkat yang ditanda tangani oleh Pimpinan
Rapat yang bersangkutan.
38
(2)
Catatan Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok
pembicaraan, kesimpulan dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam
rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan
catatan tentang hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat (2).
(3)
Laporan singkat, sebagaimana dimaksud
kesimpulan dan/atau keputusan rapat.
pada
ayat
(1)
memuat
Pasal 87
(1)
Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan
rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak yang
bersangkutan setelah rapat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.
(2)
Setiap pimpinan rapat dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan
untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam
waktu 2 (dua) hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut
dan menyampaikannya kepada sekretaris rapat yang bersangkutan.
Pasal 88
(1)
Dalam Risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang
bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata “Rahasia”.
(2)
Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang
dibicarakan dan/atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukan
dalam risalah, catatan rapat dan/atau laporan singkat.
Bagian Kelima
Undangan Rapat
Pasal 89
(1)
Undangan rapat adalah:
a. mereka yang bukan anggota DPRD, yang hadir dalam rapat DPRD
atas undangan Pimpinan DPRD; dan
b. anggota DPRD yang hadir dalam rapat Alat Kelengkapan DPRD,
atas undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat
kelengkapan yang bersangkutan.
(2)
Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Rapat DPRD
tanpa Undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari
Pimpinan DPRD atau Pimpinan alat kelengkapan yang bersangkutan.
(3)
Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan dari Pimpinan
DPRD, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(4)
Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, dan tidak boleh
menyatakan sesuatu baik dengan perkataan maupun dengan cara lain.
(5)
Untuk undangan, peninjau dan wartawan disediakan tempat tersendiri.
(6)
Undangan, peninjau dan wartawan wajib mentaati Tata Tertib Rapat
dan/atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD.
39
Pasal 90
(1)
Pimpinan Rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 tetap dipatuhi.
(2)
Pimpinan Rapat dapat meminta agar undangan, peninjau dan wartawan
yang menggangu ketertiban rapat meninggalkan ruang rapat dan apabila
permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan
dengan paksa dari ruang rapat atas perintah Pimpinan Rapat.
(3)
Pimpinan Rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila
terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
boleh lebih dari 24 jam.
BAB X
PAKAIAN KERJA
Pasal 91
Pakaian kerja Pimpinan dan Anggota DPRD adalah:
a. pakaian sipil lengkap (PSL);
b. pakaian sipil resmi (PSR);
c. pakaian sipil harian (PSH);
d. pakaian dinas lapangan (PDL);
e. pakaian dinas harian (PDH);
f. pakaian khusus;
g. pakaian daerah; dan
h. lencana DPRD.
Pasal 92
(1) Pakaian sipil lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a,
adalah pakaian jas dan berdasi.
(2) Pakaian sipil resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b,
adalah pakaian model safari lengan panjang tanpa kuas dibahu.
(3) Pakaian sipil harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c,
adalah pakaian model safari lengan pendek tanpa kuas dibahu.
(4) Pakaian dinas lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf d,
adalah pakaian lengan panjang pakai kuas dibahu.
(5) Pakaian dinas harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e,
adalah pakaian lengan pendek pakai kuas dibahu.
(6) Pakaian khusus sebagaimana dimasud dalam Pasal 91 huruf f, adalah
pakaian batik, sasirangan, pakaian olahraga dan/atau busana
muslim/muslimah.
(7) Pakaian daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf g, adalah
pakaian khas daerah Banjar.
(8) Lencana DPRD
Banjarbaru.
adalah
logo
yang
berlambangkan
lambang
Kota
40
Pasal 93
(1) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna Istimewa DPRD, Pimpinan dan
Anggota DPRD memakai Pakaian Sipil Lengkap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 huruf a yang dilengkapi dengan dasi dan peci nasional
untuk laki-laki, dan pakaian nasional atau menyesuaikan untuk
perempuan.
(2) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang direncanakan untuk
mengambil keputusan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai Pakaian
Sipil Resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b.
(3) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang direncanakan tidak
untuk mengambil keputusan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai
Pakaian Sipil Harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c.
(4) Dalam hal melaksanakan kunjungan kerja dan/atau peninjauan
lapangan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai Pakaian Dinas
Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf d atau Pakai
Dinas Harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e, atau
menyesuaikan dengan berpakaian rapi, pantas dan sopan.
(5) Pakaian Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf f,
dipakaian pada setiap hari Jum’at,kecuali pada hari Jum’at tersebut
dilaksanakan Rapat Paripurna DPRD atau Rapat Paripurna Istimewa
DPRD memakai pakaian yang ditetapkan dalam Tata Tertib dan/atau
sesuai dengan undangan.
(6) Pakaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf g, dipakai
dalam acara-acara tertentu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
Pasal 94
Pakaian kerja Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 huruf a, b, c, d dan huruf e, diharuskan memakai lencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf h.
Pasal 95
Selain ketentuan pemakaian pakaian kerja sebagimana dimaksud dalam
pasal 91 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat (6), Pimpinan dan Anggota DPRD
dapat menyesuaikan dengan memakai pakaian rapi, pantas, dan sopan.
BAB XI
TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 96
(1) Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Walikota.
(2) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Walikota
disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.
(3) Penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat disertakan atau tidak disertakan terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
daerah yang hanya terbatas mengubah beberapa materi yang sudah
memiliki naskah akademik sebelumnya.
41
(4) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diajukan berdasarkan program legislasi daerah.
(5) Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Walikota dapat mengajukan
rancangan peraturan daerah di luar program legislasi daerah.
(6) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah perlunya
menindaklanjuti keputusan pejabat atau lembaga yang berwenang
mengenai pembatalan suatu peraturan daerah, atau adanya kebutuhan
untuk menindaklanjuti suatu kebijakan nasional atau peraturan
perundang-undangan yang bersifat segera.
Pasal 97
(1) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh
anggota DPRD, Komisi, gabungan Komisi, atau Badan Pembentukan
Peraturan Daerah.
(2) Rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota DPRD, Komisi,
gabungan Komisi, atau Badan Pembentukan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada
pimpinan DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau
naskah akademik, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan
nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
(3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh
pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Pembentukan Peraturan
Daerah untuk dilakukan pengkajian.
(4) Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Badan Pembentukan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada rapat
paripurna DPRD.
(5) Rancangan peraturan daerah yang telah dikaji oleh Badan Pembentukan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh
pimpinan DPRD kepada semua anggota DPRD selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sebelum rapat paripurna DPRD.
(6) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) :
a. pengusul memberikan penjelasan;
b. fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan
c. pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota
DPRD lainnya.
(7) Rapat paripurna DPRD memutuskan usul rancangan peraturan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa :
a. persetujuan;
b. persetujuan dengan pengubahan; atau
c. penolakan.
(8) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPRD menugasi komisi,
gabungan komisi, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau panitia
khusus untuk menyempurnakan rancangan peraturan daerah tersebut.
(9) Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh DPRD
disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada walikota.
Pasal 98
(1) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Walikota diajukan dengan
suratWalikota kepada pimpinan DPRD.
42
(2) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Walikota disiapkan dan
diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 99
Apabila dalam satu masa sidang, Walikota dan DPRD menyampaikan
rancangan peraturan daerah mengenai materi yang sama, maka yang
dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD,
sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh walikota
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembentukan Perda
Pasal 100
(1) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Walikota
dibahas oleh DPRD dan walikota untuk mendapatkan persetujuan
bersama.
(2) Pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yaitu
pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.
(3) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari walikota
dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
1. penjelasan walikota dalam rapat paripurna mengenai rancangan
peraturan daerah;
2. pemandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah;
dan
3. tanggapan dan/atau Jawaban Walikota terhadap pemandangan
umum fraksi.
b. Dalam hal Rancangan peraturan daerah berasal dari DPRD dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut :
1. penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan
Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau pimpinan panitia
khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan
daerah;
2. pendapat Walikota terhadap rancangan peraturan daerah; dan
3. tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Walikota.
c. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia
khusus yang dilakukan bersama dengan walikota atau Pejabat yang
ditunjuk untuk mewakilinya.
(4) Pembicaraan Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului :
1. penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan
komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi proses pembahasan,
pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c; dan
2. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan
rapat paripurna.
b. Pendapat akhir kepala daerah.
43
(5) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat,
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(6) Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak mendapat persetujuan
bersama antara DPRD dan Walikota, rancangan peraturan daerah
tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.
Bagian Ketiga
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 101
(1) Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD
dan Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Walikota untuk
ditetapkan menjadi peraturan daerah.
(2) Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama.
(3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan oleh Walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan
peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Walikota.
(4) Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak ditandatangani oleh Walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama,
maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan
daerah dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
(5) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), maka kalimat pengesahannya berbunyi : peraturan daerah
ini dinyatakan sah.
(6) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum
pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam lembaran daerah.
(7) Peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.
(8) Rancangan peraturan daerah yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah,
retribusi daerah, dan tata ruang daerah sebelum ditetapkan harus
dievaluasi oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(9) Peraturan daerah setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus
disampaikan kepada pemerintah dan/atau Gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Penarikan rancangan peraturan daerah
Pasal 102
(1) Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas
bersama oleh DPRD dan Walikota.
(2) Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan pimpinan DPRD
dengan disertai alasan penarikan.
44
(3) Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
ayat (1) oleh Walikota, disampaikan dengan surat Walikota disertai alasan
penarikan.
(4) Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik
kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Walikota.
(5) Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang
dihadiri oleh Walikota.
(6) Rancangan peraturan daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan
lagi pada masa sidang yang sama.
Pasal 103
Setiap kebijakan pemerintah daerah yang membutuhkan persetujuan DPRD,
tahap pembicaraan diberlakukan sama sebagaimana dimaksud pada Pasal
100 dan Pasal 101.
BAB XII
KODE ETIK
Pasal 104
(1) Untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD serta
membantu anggota DPRD dalam melaksanakan setiap wewenang, tugas,
kewajiban dan tanggungjawabnya kepada daerah, masyarakat dan
konstituennya perlu dibentuk kode etik DPRD.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur tersendiri dengan
Peraturan DPRD Kota Banjarbaru tentang Kode etik.
BAB XIII
LARANGAN DAN SANKSI
TERHADAP ANGGOTA DPRD
Bagian Kesatu
Larangan
Pasal 105
(1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya
bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural
pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat
atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya
dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta
dilarang menerima gratifikasi.
45
Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 106
(1) Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan
Kehormatan.
(2) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) dan ayat (2) dikenai
sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (3) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPRD.
Pasal 107
Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dan ayat (2)
berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.
Pasal 108
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan
kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup
bahwa terdapat anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu
kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau
melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.
Pasal 109
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan
penjatuhan sanksi diatur dengan Peraturan DPRD tentang Tata Beracara
Badan Kehormatan.
BAB XIV
PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU, DAN
PEMBERHENTIAN SEMENTARA
Bagian Kesatu
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 110
(1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
46
(2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, apabila :
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa keterangan apa pun.
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih.
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan
DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan
umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagai anggota DPRD sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undang;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau
i. menjadi anggota partai politik lain.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pada ayat (2) juga
berlaku bagi anggota DPRD yang berkedudukan sebagai pimpinan DPRD
dan/atau pimpinan alat kelengkapan DPRD.
Pasal 111
(1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110
ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h,
dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan
DPRD dengan tembusan kepada gubernur.
(2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD menyampaikan
usul pemberhentian anggota DPRD kepada gubernur melalui walikota
untuk memperoleh peresmian pemberhentian.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), walikota menyampaikan usul
tersebut kepada gubernur.
(4) Apabila setelah 7 (tujuh) hari Walikota tidak menyampaikan usul
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pimpinan DPRD langsung
menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada Gubernur.
(5) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul
pemberhentian anggota DPRD.
47
Pasal 112
(1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110
ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah
adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam
keputusan Badan Kehormatan DPRD atas pengaduan dari pimpinan
DPRD, masyarakat dan/atau pemilih.
(2) Keputusan Badan Kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan
Kehormatan DPRD kepada rapat paripurna.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPRD
yang telah dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pimpinan DPRD menyampaikan keputusan Badan
Kehormatan DPRD kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan
tentang pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD, paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari pimpinan
DPRD.
(5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), pimpinan DPRD meneruskan keputusan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
Gubernur
melalui
Walikota
untuk
memperoleh
peresmian
pemberhentian.
(6) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Walikota menyampaikan
keputusan tersebut kepada Gubernur.
(7) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan Badan
Kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang
pemberhentian anggotanya dari Walikota
Bagian Kedua
Penggantian Antar waktu
Pasal 113
(1) Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 110 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan
suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(2) Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak
urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal
dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
calon anggota, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak
urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan
yang sama.
(3) Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa
masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya.
48
Pasal 114
(1)
Pimpinan
DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang
diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti
antarwaktu dengan melampirkan fotokopi daftar calon tetap dan daftar
peringkat perolehan suara partai politik yang bersangkutan yang telah
dilegalisir kepada KPUD dengan tembusan kepada pimpinan partai
politik yang bersangkutan.
(2)
KPUD menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima)
hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD.
(3)
Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti
antarwaktu dari KPUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan
DPRD setelah melakukan konfirmasi kepada pimpinan partai politik
yang bersangkutan, menyampaikan nama anggota DPRD yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur
melalui
Walikota
untuk
diresmikan
pemberhentian
dan
pengangkatannya.
(4)
Dalam hal KPUD tidak menyampaikan nama calon pengganti
antarwaktu atau menyampaikan nama pengganti antarwaktu yang tidak
sesuai dengan ketentuan dalam ayat (1) atau ayat (2), pimpinan DPRD
berdasarkan hasil konfirmasi dengan pimpinan partai politik yang
bersangkutan, menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu dari
partai politik yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan dalam ayat
(2) atau ayat (3) kepada Gubernur melalui Walikota.
(5) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang
diberhentikan dan nama pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4), Walikota mengusulkan penggantian antarwaktu kepada
Gubernur untuk diresmikan pemberhentian dan pengangkatannya.
(6) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima usulan penggantian
antarwaktu dari Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota
DPRD.
(7) Dalam hal Walikota tidak mengusulkan penggantian antarwaktu kepada
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur meresmikan
penggantian antarwaktu anggota DPRD berdasarkan pemberitahuan
dari pimpinan DPRD.
(8) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antarwaktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan ayat (7),
mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh
pimpinan DPRD, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana
diatur dalam Pasal 7, 8, dan 9.
(9) Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa
masa jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam)
bulan.
(10) Dalam hal pemberhentian antarwaktu anggota DPRD dilaksanakan
dalam waktu sisa masa jabatan anggota DPRD kurang dari 6 (enam)
bulan, pemberhentian anggota DPRD tersebut diproses, dengan tidak
dilakukan penggantian.
49
(11) Keanggotaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (10), kosong
sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPRD.
Bagian Ketiga
Persyaratan dan Verifikasi Persyaratan
Pasal 115
(1) Calon anggota DPRD pengganti antarwaktu harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
e. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih;
g. sehat jasmani dan rohani;
h. terdaftar sebagai pemilih;
i. bersedia bekerja penuh waktu;
j. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota tentara
nasional indonesia, anggota kepolisian negara republik indonesia,
pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
daerah, serta badan yang anggarannya bersumber dari keuangan
negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak
dapat ditarik kembali;
k. bersedia
untuk
tidak
berpraktik
sebagai
akuntan
publik,
advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan
tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
sebagai anggota DPRD sesuai peraturan perundang-undangan;
l. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara
lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha
milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari
keuangan negara;
m. menjadi anggota partai politik peserta pemilu;
n. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
o. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.
(4) Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPRD pengganti
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan :
a. kartu tanda penduduk warga negara Indonesia;
b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah, sertifikat,
atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan
atau program pendidikan menengah;
50
c. surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari kepolisian
Negara Republik Indonesia setempat;
d. surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani;
e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang
ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup;
g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan
publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah
(PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
sebagai anggota DPRD yang ditandatangani di atas kertas bermaterai
cukup;
h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai
pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, atau anggota
kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha
milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada
badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
i. kartu tanda anggota partai politik peserta pemilu;
j. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu)
partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani
di atas kertas bermeterai cukup; dan
k. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu)
daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai
cukup.
(5)
Selain kelengkapan berkas administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), walikota dalam mengajukan usulan penggantian antarwaktu
anggota DPRD juga harus melampirkan :
a. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2)
huruf e dan huruf i dari pimpinan partai politik disertai dengan
dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
partai politik;
b. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf c dari pimpinan partai politik
yang disertai dengan salinan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf h dari pimpinan partai politik
disertai dengan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dalam hal anggota partai politik yang
bersangkutan mengajukan keberatan melalui pengadilan; atau
d. keputusan dan usul pemberhentian sebagai anggota DPRD karena
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf a, huruf
b, huruf d, huruf f, dan huruf g dari pimpinan partai politik
berdasarkan keputusan Badan Kehormatan DPRD setelah dilakukan
penyelidikan dan verifikasi;
e. fotokopi daftar calon tetap anggota DPRD pada pemilihan umum yang
dilegalisir oleh KPUD; dan
51
f. fotokopi daftar peringkat perolehan suara partai politik yang
mengusulkan penggantian antarwaktu anggota DPRD yang dilegalisir
oleh KPUD.
(4) Verifikasi kelengkapan berkas penggantian antarwaktu anggota DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan secara
fungsional oleh unit kerja di masing-masing lembaga/instansi sesuai
kewenangannya.
Bagian Keempat
Pemberhentian Sementara
Pasal 116
(1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena :
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Walikota.
(3) Apabila setelah 7 (tujuh) hari sejak anggota DPRD ditetapkan sebagai
terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan DPRD tidak
mengusulkan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), sekretaris DPRD dapat melaporkan status terdakwa anggota
DPRD yang bersangkutan kepada Walikota.
(4) Walikota berdasarkan laporan sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) mengajukan usul pemberhentian sementara anggota DPRD
yang bersangkutan kepada Gubernur.
(5) Gubernur memberhentikan sementara sebagai anggota DPRD atas usul
walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4).
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud ayat (5) berlaku
terhitung mulai tanggal anggota DPRD yang bersangkutan ditetapkan
sebagai terdakwa.
(7) Anggota DPRD yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak
keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 117
(1) Dalam hal anggota DPRD yang diberhentikan sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 berkedudukan sebagai pimpinan DPRD,
pemberhentian sementara sebagai anggota DPRD diikuti dengan
pemberhentian sementara sebagai pimpinan DPRD.
(2) Dalam hal pimpinan DPRD diberhentikan sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), partai politik asal pimpinan DPRD yang
diberhentikan sementara mengusulkan kepada pimpinan DPRD salah
seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik sama untuk
melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang diberhentikan sementara.
Pasal 118
(1) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat
(1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai anggota DPRD.
52
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku mulai
tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka anggota
DPRD yang bersangkutan diaktifkan kembali apabila masa jabatannya
belum berakhir.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 119
(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPRD yang diduga melakukan perbuatan pidana harus
mendapat persetujuan tertulis dari gubernur.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diberikan oleh gubernur dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan
permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila
anggota DPRD :
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana ;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan
terhadap kemanusiaan dan keamanan Negara berdasarkan bukti
permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.
BAB XVI
PELAKSANAAN KONSULTASI
Pasal 120
(1) Konsultasi antara DPRD dengan walikota dilaksanakan dalam bentuk
pertemuan antara pimpinan DPRD dengan walikota.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam
rangka :
a. pembicaraan awal mengenai materi muatan rancangan peraturan
daerah dan/atau rancangan kebijakan umum anggaran serta prioritas
dan plafon anggaran sementara dalam rangka penyusunan rancangan
APBD;
b. pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan
keputusan/ kesepakatan bersama DPRD dan pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau
c. permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja
tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh walikota.
(3) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD
didampingi oleh pimpinan alat kelengkapan DPRD yang terkait dengan
materi konsultasi dan walikota didampingi oleh pimpinan perangkat
daerah yang terkait.
53
(4) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan secara
berkala atau sesuai dengan kebutuhan.
(5) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan, baik
atas prakarsa pimpinan DPRD maupun walikota.
(6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaporkan
dalam rapat paripurna DPRD.
Pasal 121
(1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 juga dapat
dilaksanakan dengan Pimpinan instansi vertikal di daerah.
(2) Pimpinan DPRD dapat membuat kesepakatan dengan pimpinan instansi
vertikal di daerah mengenai mekanisme konsultasi antara DPRD dengan
instansi vertikal tersebut.
BAB XVII
PENERIMAAN PENGADUAN DAN PENYALURAN ASPIRASI MASYARAKAT
Pasal 122
(1) Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD, anggota DPRD atau fraksi di
DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti
pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat yang disampaikan secara
langsung atau tertulis tentang suatu permasalahan, sesuai dengan tugas,
fungsi dan kewenangan DPRD.
(2) Pengaduan dan /atau aspirasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan proses administratif oleh sekretariat DPRD dan diteruskan
kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, anggota
DPRD, atau fraksi di DPRD.
(3) Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, atau fraksi di
DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Anggota DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi
kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, atau
fraksinya.
(5) Dalam hal diperlukan, pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat dapat
ditindaklanjuti dengan :
a. rapat dengar pendapat umum;
b. rapat dengar pendapat;
c. kunjungan kerja; atau
d. rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya.
(6) Tata cara penerimaan dan tindaklanjut pengaduan dan/atau aspirasi
masyarakat diatur oleh sekretaris DPRD dengan persetujuan pimpinan
DPRD.
(7) Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan
pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan
oleh sekretaris DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah peraturan DPRD
tentang tata tertib ini ditetapkan.
54
BAB XVIII
PELAKSANAAN TUGAS KELOMPOK PAKAR ATAU TIM AHLI
Pasal 123
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD baik fraksi
maupun alat kelengkapan DPRD, dapat dibentuk kelompok pakar atau
tim ahli.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bekerja sesuai dengan pengelompokan tugasnya.
(3) Kelompok pakar atau tim ahli paling sedikit memenuhi persyaratan :
a. berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan
pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2)
dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata
tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun.
b. menguasai bidang yang diperlukan; dan
c. menguasai tugas dan fungsi DPRD.
(4) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
(5) Pelaksanaan tugas dimaksud ayat (2) atas arahan pimpinan DPRD.
(6) Alat kelengkapan Dewan dan atau fraksi
dapat mengajukan
permintaan kelompok Pakar dan atau TIM Ahli untuk melaksakan
kajian atau menyampaikan pedapatnya berdasar keahliannya.
(7) Permintaan Kajian dan pendapat dimaksud ayat (6) disampaikan
kepada pimpinan DPRD.
(8) Setelah menerima Permintaan dimaksud ayat (6) Pimpinan DPRD
menugaskan kepada kelompok pakar dan atau Tim ahli untuk
melaksanakan tugasnya.
(9) Tatacara Pengangkatan dan Pemberhentian Kelompok Pakar dan atau
TIM Ahli ditetapkan oleh
Sekretaris DPRD dengan persetujuan
Pimpinan DPRD.
(10) Masa kerja kolompok pakar atau tim ahli bersifat tidak tetap atau
sesuai dengan kegiatan yang memerlukan dukungan kelompok pakar
atau tim ahli.
(11) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat dan diberhentikan dengan keputusan sekretaris DPRD.
(12) Kelompok pakar dan atau TIM ahli melaksanakan tugas sesuai dengan
keahliannya.
BAB XIX
HUBUNGAN KERJA DPRD DAN WALIKOTA
Pasal 124
(1) Hubungan kerja antara DPRD dan Walikota didasarkan atas kemitraan
sejajar.
(2) Hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
dalam bentuk:
a. persetujuan bersama dalam pembentukan Perda;
55
b. penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD;
c. persetujuan terhadap kerja sama yang akan dilakukan Pemerintah
Daerah;
d. rapat konsultasi DPRD dengan Walikota secara berkala; dan
e. bentuk lainnya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat dijadikan sarana
pemberhentian Walikota.
BAB XX
PENETAPAN APBD
Bagian Kesatu
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 125
(1) Walikota wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD beserta
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD paling
lambat pada minggu pertama bulan Oktober Tahun Anggaran
sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan
persetujuan bersama.
(2) Pengambilan keputusan bersama DPRD dan Walikota terhadap
rancangan Perda tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(3) Atas dasar Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Walikota Menyiapkan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran
APBD.
(4) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai Nota Keuangan.
(5) Dalam hal Walikota dan/atau Pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka
pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
selaku pejabat/pelaksana tugas Walikota dan/atau selaku Pimpinan
Sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama.
(6) Selambat-lambatnya
satu
bulan
sebelum
berakhirnya
Tahun
Anggaran,Walikota wajib menyampaikan Rancangan PeraturanDaerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta lampiran
selengkapnya kepada DPRD.
Pasal 126
(1) Penetapan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD untuk mendapat persetujuan bersama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 125 ayat (1) disesuaikan dengan Peraturan Tata Tertib.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah berpedoman pada KUA, serta
PPA yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD.
(3) Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan
pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD
berkenaan dengan Walikota.
56
Pasal 127
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu tidak menetapkan persetujuan
bersama dengan Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat
(2) terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Walikota
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
Tahun Anggaran sebelumnya.
(2) Pengeluaran
setinggi-tingginya
untuk
keperluan
setiap
bulan
sebagaimana dimaksud ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang
bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
(3) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus
dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk
keperluan setiap bulan dalam Tahun Anggaran yang bersangkutan,
seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.
(4) Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya
kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat
antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan
kewajiban kepada pihak ketiga.
Pasal 128
(1) Rencana pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1)
disusun dalam Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD.
(2) Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari
Gubernur.
(3) Pengesahan Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(4) Rancangan Peraturan Walikota tentang APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan
organisasi;
b. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja dan pembiayaan;
c. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintah daerah, organisasi,
program dan kegiatan;
d. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan
urusan pemerintah daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan
keuangan negara;
e. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
f. daftar piutang daerah;
g. daftar penyertaan modal daerah (investasi);
h. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan asset tetap daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
j. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
k. daftar dana cadangan daerah; dan
l. daftar pinjaman daerah.
57
Pasal 129
(1) Penyampaian
Rancangan Peraturan Walikota untuk memperoleh
pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (3) paling lama
15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan
keputusan bersama dengan Walikota terhadap Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD.
(2) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Gubernur tidak
mengesahkan
Rancangan
Peraturan
Walikota
tentang
APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota menetapkan Rancangan
Peraturan Walikota dimaksud menjadi Peraturan Walikota.
Pasal 130
Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran sebagaimana ditetapkan
Pasal 128 ayat (1), hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah
untuk kenaikan gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil serta penyediaan
dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh
pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang
ditetapkan dalam undang-undang.
Bagian Kedua
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Tentang APBD Dan Rancangan Peraturan Walikota
Tentang Penjabaran APBD
Pasal 131
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran
APBD sebelum ditetapkan oleh Walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
(2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan:
a. persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara Walikota dan Pimpinan DPRD;
c.
risalah sidang jalannya pembahasan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato Walikota perihal penyampaian pengantar
nota keuangan pada sidang DPRD.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,
keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta
untuk meneliti sejauh mana APBD tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan
daerah lainnya yang ditetapkan oleh kota bersangkutan.
(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah kota yang
terkait.
58
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam
Keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Walikota paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(6) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang
Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan
Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, Walikota menetapkan
Rancangan dimaksud menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan
Walikota.
(7) Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Walikota
tentang Penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Walikota bersama
DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Walikota dan DPRD,
dan Walikota tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD
menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota, Gubernur
membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota dimaksud
sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
(9) Pembatalan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota serta pernyataan
berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 132
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan
Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (3) berpedoman pada Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD
Pasal 133
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan
Walikota tentang Penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh
Walikota menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan
Walikota tentang Penjabaran APBD.
(2) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dan
Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember Tahun
Anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal Walikota berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pejabat /pelaksana tugas
Walikota yang menetapkan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD.
(4) Walikota menyampaikan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan
Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Gubernur paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
59
Bagian Keempat
Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD
Dan Rancangan Peraturan Walikota tentang
Penjabaran Perubahan APBD
Pasal 134
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Peraturan
Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD yang disusun oleh TAPD
memuat Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan yang mengalami
perubahan dan yang tidak mengalami Perubahan.
(2) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebelum disampaikan oleh Walikota kepada
DPRD disosialisasikan kepada masyarakat.
(3) Sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat memberikan informasi
mengenai hak dan kewajiban Pemerintah Daerah serta masyarakat
dalam pelaksanaan Perubahan
APBD Tahun Anggaran yang
direncanakan.
(4) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD
dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah.
Bagian Kelima
Penyampaian, Pembahasan dan Penetapan
Raperda Perubahan APBD
Pasal 135
(1) Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD, beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat
minggu kedua bulan September Tahun Anggaran berjalan untuk
mendapatkan persetujuan bersama.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan Nota Keuangan Perubahan APBD.
(3) DPRD menetapkan Agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah berpedoman pada kebijakan
umum Perubahan APBD serta PPA Perubahan APBD yang telah
disepakati antara Walikota dan Pimpinan DPRD.
(5) Pengambilan Keputusan DPRD untuk menyetujui Rancangan Peraturan
Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan
berakhir.
Bagian Keenam
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Perubahan APBD dan Peraturan Walikota
Tentang Penjabaran Perubahan APBD
Pasal 136
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang
Penjaran APBD sebelum ditetapkan oleh Walikota paling lama 3 (tiga)
hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk
60
dievaluasi.
(2) Penyampaian Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan:
a. persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap
Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara Walikota dan Pimpinan DPRD;
c. risalah Sidang jalannya Pembahasan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah tentang Perubahan APBD; dan
d. nota keuangan dan Pidato Walikota Perihal Penyampaian Pengantar
Nota Keuangan Pada Sidang DPRD.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,
keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta
untuk meneliti sejauh mana Perubahan APBD tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau Peraturan
Daerah lainnya yang ditetapkan oleh kota yang bersangkutan.
(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Gubernur dapat mengundang pejabat Pemerintah Daerah yang
terkait.
(5) Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan
Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan Peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, Walikota bersama DPRD melakukan Penyempurnaan paling lama
7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil Evaluasi.
(6) Apabila hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Walikota dan DPRD, dan
Walikota tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran
Perubahan APBD menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota,
Gubernur membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota
dimaksud sekaligus menyatakan tidak diperkenankan melakukan
Perubahan APBD dan tetap berlaku APBD Tahun Anggaran berjalan.
(7) Pembatalan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota serta pernyataan
berlakunya APBD tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6)
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 137
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 137 ayat (7), Walikota harus memberhentikan pelaksanaan
Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Walikota mencabut
Peraturan dimaksud.
(2) Pencabutan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan
Daerah tentang Perubahan APBD.
61
BAB XXI
PENYAMPAIAN, PEMBAHASAN LKPJ Walikota
Pasal 138
(1) LKPj disampaikan oleh Walikota dalam Rapat Paripurna DPRD.
(2) LKPj sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh DPRD secara
internal sesuai dengan Tata Tertib DPRD.
(3) Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) DPRD menetapkan Keputusan DPRD
melalui Rapat Paripurna
Internal DPRD.
(4) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa
rekomendasi disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPj
diterima.
(5) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Walikota dalam Rapat Paripurna yang bersifat Istimewa sebagai
Rekomendasi kepada Walikota untuk perbaikan penyelenggaraan
Pemerintah Daerah ke depan.
(6) Apabila LKPj sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak ditanggapi
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPj diterima, maka
dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan.
Pasal 139
LKPj Akhir Masa Jabatan Walikota merupakan ringkasan laporan tahuntahun sebelumnya ditambah dengan LKPj sisa masa jabatan yang belum
dilaporkan.
Pasal 140
Sisa waktu penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang belum dilaporkan
dalam LKPj oleh Walikota yang berakhir masa jabatannya, dilaporkan oleh
Walikota terpilih atau Penjabat Walikota atau Pelaksana Tugas Walikota
berdasarkan laporan dalam memori serah terima jabatan.
Pasal 141
Apabila Walikota berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya
berakhir, LKPj disampaikan oleh Pejabat Pengganti atau Pelaksana Tugas
Walikota.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 142
Pada saat Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru ini
mulai berlaku, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarbaru
Nomor 01 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Banjarbaru dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
62
Pasal 143
Peraturan DPRD ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
DPRD ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Banjarbaru.
Ditetapkan di Banjarbaru
pada tanggal 28 Oktober 2015
KETUA DPRD KOTA BANJARBARU,
ttd
H. AR IWANSYAH
Diundangkan di Banjarbaru
pada tanggal 28 Oktober 2015
Plt. SEKRETARIS DAERAH,
ttd
H. SAID ABDULLAH
BERITA DAERAH KOTA BANJARBARU TAHUN 2015 NOMOR 39
63
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA BANJARBARU
NOMOR 01 TAHUN 2015
tentang
TATA TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA BANJARBARU
Download