BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus dengue adalah virus yang menyebabkan penyakit demam akut yang disebut demam dengue (Bäck dan Lundkvist, 2013). Vektor utama virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti. Di antara penyakit-penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk, demam dengue memiliki tingkat persebaran tertinggi di dunia (WHO, 2009). Host alami virus dengue adalah manusia (Candra, 2010). Virus dengue memiliki empat serotipe, yaitu serotipe 1, 2, 3, dan 4 (WHO, 2009). Virus dengue serotipe 1 adalah serotipe yang dominan di beberapa wilayah di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2012 (Sasmono et al., 2012). Serotipe ini terdapat di daerah dengan tingkat endemisitas rendah hingga tinggi (Prasetyowati dan Astuti, 2010). Upaya pengendalian demam dengue dapat dilakukan dengan mengendalikan perkembangan vektor dan melindungi diri dari gigitan nyamuk yang terinfeksi virus. Cara lain yang dapat digunakan pada pengendalian demam dengue yaitu dengan penggunaan agen antivirus (WHO, 2009). Salah satu bahan yang berpotensi sebagai antivirus adalah metabolit sekunder dari Streptomyces (Chaudhary et al., 2013). Streptomyces termasuk dalam Filum Actinobacteria dan merupakan salah satu genus dari 10.000 jenis mikrobia yang hidup secara alami di Indonesia dan sebagian besar belum dimanfaatkan (Astirin, 2000). Nurjasmi (2008) telah 1 2 berhasil mengisolasi 45 jenis Actinobacteria dari beberapa tegakan tanaman di Hutan Wanagama I Yogyakarta. Isolat terbanyak diperoleh dari tegakan tanaman kayu putih. Alimuddin (2012) menyatakan bahwa di antara isolat-isolat tersebut, Streptomyces sp. GMR22 merupakan isolat yang mampu menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas antifungi tertinggi. Hal ini memunculkan sebuah gagasan bahwa metabolit sekunder Streptomyces sp. GMR22 memiliki aktivitas biologis lain, khususnya sebagai antivirus. Beberapa senyawa hasil ekstraksi etil asetat metabolit sekunder Streptomyces seperti chromomycin (Toume et al., 2014; Guimarães et al., 2014), borrelidin (Saisivam et al., 2008), geldanamycin (Allen dan Ritchie, 1994; Ni et al., 2011) memiliki kemampuan antivirus (Chaudhary et al., 2013). Akan tetapi, penelitian Imaniar (2013) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. GMR22 sangat toksik terhadap sel BHK-21 yang merupakan sel uji dalam uji antivirus dengue serotipe 1. Suatu agen antivirus harus dapat menghambat replikasi virus tanpa membahayakan sel host. Nilai 50% cytotoxicity concentration (CC50) suatu ekstrak dapat dikurangi atau ditingkatkan dengan fraksinasi. Widowati (2010) telah mengubah nilai CC50 ekstrak etil asetat Actinomycetes GMY01 terhadap sel kanker payudara T47D dan MCF7 dengan melakukan ekstraksi kultur dengan n-heksan sebelum mengekstrak menggunakan etil asetat. Upaya serupa diharapkan dapat mengubah nilai CC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. GMR22 sehingga tidak bersifat destruktif terhadap sel BHK-21. Senyawa toksik telah berhasil dipisahkan dari senyawa antivirus terhadap virus dengue serotipe 1 pada metabolit sekunder Streptomyces sp. GMY01 oleh Werdyani (2015) dengan kromatografi kolom gravitasi. Oleh 3 karena itu, pada penelitian ini dilakukan ekstraksi bertingkat dengan n-heksan dan etil asetat serta fraksinasi menggunakan kromatografi kolom gravitasi untuk mendapatkan senyawa yang aktif sebagai antivirus terhadap virus dengue serotipe 1 namun tidak toksik terhadap sel BHK-21. B. Permasalahan 1. Apakah nilai CC50 fraksi etil asetat dan subfraksi gabungan lebih tinggi daripada nilai CC50 ektrak etil asetat pada penelitian sebelumnya? 2. Subfraksi gabungan manakah yang paling potensial sebagai antivirus terhadap virus dengue serotipe 1? 3. Apakah penghambatan replikasi virus subfraksi gabungan yang potensial lebih selektif daripada fraksi etil asetat? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan a. Mengetahui apakah nilai CC50 fraksi etil asetat dan subfraksi gabungan lebih tinggi daripada nilai CC50 ektrak etil asetat pada penelitian sebelumnya b. Mengetahui subfraksi gabungan yang paling potensial sebagai antivirus terhadap virus dengue serotipe 1 c. Mengetahui apakah penghambatan replikasi virus subfraksi gabungan yang potensial lebih selektif daripada fraksi etil asetat 4 2. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai agen antivirus baru dari metabolit sekunder Streptomyces sp. GMR22 sebagai upaya pengendalian demam dengue, khususnya di Indonesia. D. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini diawali dengan kultur Streptomyces sp. GMR22 untuk peremajaan isolat dan produksi metabolit sekunder. Ekstraksi cair-cair metabolit sekunder dilakukan secara bertingkat dengan 2 macam pelarut, yaitu n-heksan dan etil asetat. Fraksi etil asetat dipisahkan dengan kromatografi kolom. Eluen dalam kromatografi kolom ditentukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) analitik. Hasil kromatografi kolom dielusi dalam KLT analitik untuk menentukan subfraksi gabungan. Subfraksi gabungan ini selanjutnya diuji sitotoksisitasnya terhadap sel BHK-21 melalui WST-1 assay untuk menentukan konsentrasi yang digunakan dalam uji antivirus. Sel C6/36 ditumbuhkan untuk propagasi virus dengue serotipe 1. Hasil propagasi dikonfirmasi dengan RT-PCR dan dikuantifikasi dengan program ImageJ. Titer virus dihitung dengan plaque assay pada sel BHK-21. Uji antivirus dilakukan dengan memberikan subfraksi gabungan sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan pada sel BHK-21 yang telah diinfeksi virus dengue serotipe 1 dengan kepadatan yang disesuaikan dengan hasil plaque assay. Kemampuan antivirus subfraksi gabungan diuji dengan qRT-PCR. Viabilitas sel BHK-21 5 dalam uji antivirus diamati secara morfologis dan dikonfirmasi dengan WST-1 assay.