BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri Untuk memperjelas tentang pemahaman yang akan menjadi dasar pembahasan dalam pembuatan skripsi ini, maka berikut diutarakan beberapa pengertian mengenai penyesuaian diri menurut beberapa ahli. Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang diutarakan oleh Charles Darwin. Ia mengatakan: “Genetik changes can improve the ability of organism to survive, reproduce, and in animal, raise offspring, this process is called adaptation”, (Microsoft Encarta Encyclopedia, 2002). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka perilaku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua makhluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Penyesuaian adalah suatu proses yang adaptif. Penyesuaian dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan dari lingkungan tempat manusia hidup.Dari segi ilmu jiwa, istilah ini digunakan dalam lapangan sosial kejiwaan dengan istilah penyesuaian atau penyelarasan (adjusment). Penyesuaian adalah proses dinamik yang terus menerus. Proses tersebut berlangsung sejak 8 manusia lahir sampai kepada masa dewasa.Macquaire Dictionary (1991) dalam Zhang, (2002) mendefinisikan bahwa penyesuaian diri menunjuk pada perubahan sikap, perilaku seseorang berdasarkan norma-norma sosial agar dapat sesuai dengan lingkungan yang baru. Kartini Kartono (2000) mengemukakan pengertian penyesuaian diri sebagai berikut. Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien dikikis habis. Sedangkan Sunarto dan Hartono (2002) menyatakan “penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya”.Schneiders (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan satu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Usaha individu bertujuan untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antar tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan lingkungannya. Schneiders juga mengungkapkan bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi maupun kesulitankesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan perilaku. Penyesuaian diri dibagi ke dalam beberapa kategori. Salah satu pembagian itu adalah pembagian 9 berdasarkan konteks situasional dari respon yang dimunculkan individu, yang terdiri dari penyesuaian personal, penyesuaian sosial, penyesuaian perkawinan dan penyesuaian vokasional. Penyesuaian diri tidak terlepas dari kaitannya dengan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan (Schneiders dalam Agustiani, 2006). Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Wijaya, 2007) penyesuaian diri adalah interaksi individu yang terus-menerus dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitar tempat individu hidup. Sementara penyesuaian diri menurut Vembriarto (dalam Wijaya, 2007) adalah reaksi individu terhadap tuntutan yang dihadapkan kepada individu tersebut. Tuntutan psikologis yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tuntutan eksternal dan tuntutan internal. Tuntutan internal merupakan tuntutan yang berupa dorongan atau kebutuhan yang timbul dari dalam yang bersifat fisik dan sosial. Tuntutan eksternal adalah tuntutan yang berasal dari luar diri individu baik bersifat fisik maupun sosial. Serta Sawrey dan Telford (dalam Wijaya, 2007) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antar individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun lingkungan menjadi agen perubahan. Gerungan (2002) merumuskan pengertian penyesuaian diri berarti “mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan 10 sesuai dengan keadaan (keinginan) diri.Menurut Gerungan (dalam Febriasari, 2007) juga melengkapi bahwa penyesuaian diri yang baik memiliki 2 ciri utama, yaitu autoplastis dan alloplastis, yang memiliki definisi sebagai berikut: 1) Autoplastis yaitu seseorang yang mampu merubah dirisesuai dengan keadaan lingkungan yaitu lingkungan fisik, psikis dan rohaniah. Pada autoplastis individu pasif, di mana kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan. 2) Alloplastis yaituseseorang yang mampu merubah lingkungan sesuai dengan keadaan keinginan dirinya. Di sini individu aktif, di mana individulah yang mempengaruhi lingkungan. Pengertian penyesuaian diri menurut Fahmi (1982) adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kekuatan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri dan lingkungannya, sehingga mempunyai kemampuan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungannya.Dari segi bahasa, penyesuaian adalah kata yang menunjukan keakraban, pendekatan dan kesatuan kata. Penyesuaian adalah lawan kata perbedaan, kerenggangan dan benturan. Penyesuaian diri dalam psikologi adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya. Lingkungan di sini mempunyai tiga sesi, yaitu: 1) Lingkungan alami, yaitu semua yang terdapat di sekitar individu yang bersifat kebendaan dan alami, serta semua benda dan alat-alat yang diperlukan guna membantu manusia untuk hidup dan berjuang, demi mempertahankan kelangsungannya. 11 2) Lingkungan sosial, yaitu masyarakat tempat individu hidup dengan anggotaanggotanya dan adat kebiasaannya serta peraturan yang mengatur hubungan mereka satu sama lain. 3) Lingkungan pribadi, yaitu bagaimana seseorang dapat mengatur dan menguasai serta mengendalikan tuntutan-tuntutannya. Pandangan orang terhadap dirinya merupakan inti pokok dari kepribadiannya, dan pandangan orang tersebut merupakan faktor asasi dalam penyesuaian diri dan sosialnya. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diungkapkan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah usaha dari individu untuk dapat merespon serta menerima keadaan dirinya dan keadaan lingkungan tempat tinggalnya secara baik, serta bagaimana individu bisa melibatkan seluruh sistem behavioral, kognisi dan emosional guna membantunya dalam melakukan penyesuaian diri,serta usaha manusia untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan (Autoplastis) atau mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri (Alloplastis) guna memperoleh kenyamanan hidup. 2.1.2 Aspek-aspek Penyesuaian Diri Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Darlega (Mastuti,2007) adalah: 1) Kemampuan individu untuk dapat menerima kenyataan yang ada.Kemampuan ini meliputi kemampuan dalam hal menerima keadaan lingkungan sekitar maka dapat memudahkan untuk melakukan penyesuaian diri. 2) Kemampuan individu untuk bekerja sama dengan individu yang lain dalam suasana yang menyenangkan. Kemampuan ini adalah ketika individu dapat 12 melakukan kegiatan atau pekerjaan bersama dengan orang lain dalam suasana atau keadaan yang baik. 3) Kemampuan individu untuk memilih kegiatan yang dapat memberikan kepuasan dalam minatnya. Kemampuan ini meliputi kemampuan individu untuk dapat memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan dapat mendatangkan kepuasan. 4) Kemampuan individu untuk menerima diri apa adanya. Individu memahami akan dirinya sendiri meliputi kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. 5) Kemampuan individu untuk mengadakan interaksi sosial dengan orang lain. Kemampuan ini meliputi dalam membina hubungan dengan orang lain di lingkungannya dengan baik sehingga individu tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dapat diterima dengan baik pula oleh lingkungannya. Davidoff (1991) selama pertumbuhan terjadi sesuai dengan faktor-faktor penyesuaian yang sehat dan kebutuhan-kebutuhan terpenuhi secara bijaksana, maka hal tersebut merupakan faktor penentu bagi penyesuaian individu dimasa depan kehidupannya. Dari sini tampak adanya hubungan yang erat antara perkembangan pertumbuhan individu serta penyesuaian pribadi dan sosial. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri. Untuk mendapat data dari variabel penyesuaian diri, disusun skala sikap yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek penyesuaian diri menurut Darlega (dalam Mastuti,2007)yang meliputi aspek kemampuan 13 individu untuk dapat menerima kenyataan yang ada, bekerja sama dengan individu yang lain dalam suasana yang menyenangkan, memilih kegiatan yang dapat memberikan kepuasan dalam minatnya, menerima diri apa adanya dan mengadakan interaksi sosial dengan orang lain. Dari pendapat mengenai penyesuaian diri penulis menyimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dimana seseorang harus dapat memahami lingkungan sekitar tempat individu hidup dan berinteraksi lingkungan sekitar, baik dengan teman sebaya, keluarga, kampus dan masyarakat pada umumnya. Dalam penyesuaian diri di lingkungan kampus, mahasiswa harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus baik dengan teman, dosen, cleaning servis, staf tata usaha dan peraturan yang ada di kampus. Gunarso (2003) menyatakan penyesuaian adjustif merupakan suatu bentuk penyesuaian yang menyangkut kehidupan psikis kita, biasanya disebut penyesuaian yang adjustif. Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustif ini, maka dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan perilaku. Penyesuaian ini adalah penyesuaian dari perilaku terhadap lingkungan dimana didalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma. Singkatnya penyesuaian ini disebut penyesuaian terhadap normanorma. 14 2.1.3 Penyesuaian Diri Dipengaruhi oleh Hal-hal yang Diperoleh dari Kelahiran Suatu kenyataan bahwa dimana terdapat kesukaran-kesukaran dalam penyesuaian, karena sikap yang pemalu, pendiam, tidak banyak bicara, sukar mengemukakan pendapat dan lain-lain, maka sebabnya ialah karena memang sifat dasarnya adalah demikian. Sebaliknya, oleh latihan terus menerus dan bimbingan yang teratur, sifat-sifat dasar ini dapat dipengaruhi juga cara-cara penyesuaian dirinya, sekalipun hal ini kadang-kadang sulit terjadi. 2.1.4 Penyesuaian Diri dan Kebutuhan-kebutuhan Pribadi Cara memperlihatkan perilaku atas dasar kebutuhan yang sama, mungkin akan berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan oleh mekanisme sebagaimana persepsi orang terhadap kebutuhannya itu mempengaruhi cara orang berperilaku dan mempengaruhi caranya menyesuaikan diri terhadap tujuan atau objeknya. Misalnya tentang rasa lapar. Intensitas rasa lapar ini dapat berbeda-beda dan jelas dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Kebutuhan-kebutuhan pribadi ini tidak saja menyangkut hal-hal yang bersifat psikis. Kebutuhan rasa aman, rasa terlindung merupakan hal yang sangat pribadi yang dapat mempengaruhi caracara penyesuaian terhadap lingkungannya. 2.1.5 Penyesuaian Diri dan Pembentukan Kebiasaan Cara-cara penyesuaian diri seseorang terhadap dirinya dan lingkungan tempatnya hidup, memerlukan penguasaan sejumlah kebiasaan, kecakapan, sikap dan nilai yang merupakan pusat tempat berdirinya proses penyesuaian dan 15 merupakan metode yang menentukan penyesuaian tersebut. Semakin positif dan lincah kebiasaan, keterampilan dan sikap akan semakin konstruktif metode dalam pelaksanaan penyesuaian diri yang sehat pada individu. Ada sejumlah sikap yang harus ada pada individu sebagai hasil hubungan dan interaksinya dengan orang lain dalam tahap-tahap perkembangan yang bermacam-macam. Tidak diragukan lagi bahwa sikap-sikap tersebut memainkan peranan penting dalam penyesuaian orang dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungan tempat dia hidup. Sebagai contoh dari sikap tersebut adalah penerimaan orang lain terhadapnya, serta sikapnya terhadap tanggung jawab dan kerja sama dengan orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang dikejar oleh setiap orang tidak tecapai, kecuali apabila kehidupan orang tersebut sunyi dari kegoncangan jiwa dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan mampu menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh untuk hidup, serta menikmati kehidupan yang stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja dan berprestasi. Tidak diragukan lagi bahwa semuanya itu adalah ciri-ciri yang menunjukkan adanya penyesuaian diri yang benar untuk mencapai hidup yang sehat dan ketenangan jiwa. 2.1.6 Prinsip Penyesuaian Diri Berikut ini adalah prinsip-prinsip penting yang dikemukakan oleh Fahmy, (1980) tentang penyesiauan individu: 1) Penyesuaian dan tuntutan (kejiwaan) pertumbuhan. 2) Penyesuaian dan pemuasan kebutuhan. 16 3) Memperoleh kebiasaan, keterampilan, sikap dan nilai selama proses pertumbuhan punya saham dalam proses penyesuaian pribadi dan sosoial. 4) Penyesuaian yang sehat dalam tahap-tahap bertumbuhan yang bermacammacam, membawa kepada kematangan pribadu dan sosial bagi individu. Penyesuaian diri tidak dapat berlangsung sewenang-wenang karena adanya norma-norma dan aturan yang ada dalam bermasarakat. Dengan demikian penyesuaian diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Perlu diketahui bahwa hidup manusia sejak lahir sampai kematiannya adalah suatu perjuangan untuk penyesuaian. 2.1.7 Mekanisme Penyesuaian Diri Setiap tindakan manusia dalam menyalurkan dorongannya tentu akan mengharapkan sesuatu pemuasan yang berhasil. Bila ini terjadi maka akan timbul suatu keadaan yang seimbang. Tetapi kepuasannya tidak hanya terhenti pada pemuasan dorongan itu ada tujuan yang lebih jauh lagi. Tujuan itu adalah kelangsungan dirinya sebagai jenis manusia. Bagi manusia, pemuasan dorongan itu adalah sekunder. Oleh sebab itulah manusia sebagai manusia yang ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya berusaha pula untuk memenuhi tuntunan sosialnya. Hal inilah yang dinamakan penyesuaian diri. 2.1.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri Remaja Menurut Schneiders setidaknya ada lima faktor mepengaruhi proses penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut : 17 yang dapat a) Kondisi fisik. Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja. b) Kepribadian. Unsur-unsur kepribadian yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah: Kemauan dan kemampuan untuk berubah (modifiability), Pengaturan diri sama pentingnya dengan penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri, dan mencegah mengarahkan individu kepribadian. diri. dari Kemapuan keadaan Kemampuan mengatur malasuai pengaturan diri diri dapat dan penyimpangan dapat ,mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri. c) Relisasi diri (self relization) Telah dikatakan bahwa pengaturan kemampuan diri mengimplikasiakan potensi dan kemampuan kearah realisasi diri. Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadain berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat portensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai- nilai, penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju pembentukankepribadian dewasa. d) Intelegensi. Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya 18 dalam pemyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi. Tidak sedikit, baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektualnya atau intelegensinnya. Intelegensi sangat penting bagi perolehan gagasan, prinsip, dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuain diri. e) Proses belajar (Education) 2.1.9 Macam-macam Mekanisme Penyesuaian Diri Dalam segala perbuatan biasa terjadi suatu usaha penyesuaian diri yang lazim dinamakan mekanisme penyesuaian diri ialah cara penyesuaian yang tidak melalui aturan wajar bagi kedua tuntutannya baik dari dalam maupun dari luar. Mekanisme penyesuaian diri atau mekanisme keseimbangan ini juga dikenal sebagai mekanisme pembelaan diri serta mekanisme peralihan.Slameto (1986) mekanisme pembelaan diri sendiri adalah suatu cara perbuatan yang ditunjukan untuk membela diri sendiri yang menganggap bahwa perbuatan itu seharusnya tidak sesuai baginya. Sedangkan mekanisme peralihan adalah suatu cara perbuatan yang dimaksud untuk menghindari sesuatu. Lembaga pendidikan harus memberikan jaminan keamanan bagi para siswa, terhadap barang-barang miliknya dan tempat menumbuhkan kegiatankegiatan ditunjang dengan perlindungan terhadap siswa. Posisi peserta didik terhadap proses belajar hendaknya positif yang berarti bahwa Lembaga pendidikan melaksanakan prinsip belajar dan bekerja (learning by doing). Lembaga pendidikan harus berusaha dengan berbagai cara untuk mengarahkan 19 peserta didiknya kearah penyesuaian diri yang benar. Disini nyata pentingnya pembentukan hubungan dengan teman-teman sebaya dan juga dengan orangorang dewasa dalam lingkungan Lembaga pendidikan untuk membantu anak didiknya agar terlepas dari pemusatan pada diri sendiri. Lembaga pendidikan wajib menciptakan kesempatan untuk keberhasilan para siswa, hal ini akan memberikan rasa mantap padanya bahwa siswa mampu belajar. Ilmu kesehatan jiwa memandang bahwa ini adalah salah satu syarat dari penyesuaian diri yang sehat. Jika ingin menciptakan penyesuaian diri bagi remaja antara umur 16 sampai 18 tahun, hendaknya para pendidik benar-benar sadar akan kaidah-kaidah umum untuk digunakan dalam menciptakan proses penyesuaian diri bagi anakanak di usia Lembaga pendidikan menengah atas. Remaja diberi kesempatan untuk berbicara dan mendengar juga mendapatkan teman dalam kelompoknya. Keinginan remaja untuk terlepas dari kebiasaan kanak-kanak biasanya penuh dengan rasa perlawanan dan berontak. Penelitian Ross dan Hammer (2002) menemukan bahwa kebanyakan mahasiswa tidak betah pada perkuliahan pertama dan tahun kedua, bahkan ada yang tidak melanjutkan perkuliahannya karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan situasi serta gaya belajar di kampus. 2.2 Internal Locus of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality), yang didefinisikan 20 sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Rotter,1966). Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau peristiwa dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki kayakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki eksternal locus of control. Kreitner & Kinichi (2001) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang di capai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Zimbargo (1985), menyatakan bahwa dimensi internal-exsternal locus of control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa memperhatikan asal tujuan tersebut. Bagi seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya. Individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. 21 Sementara itu individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan. Konsep tentang locus of control yang digunakan Rotter (1966) memiliki empat konsep dasar, yaitu: 1) Potensi perilaku yaitu setiap kemungkinan yang secara relatif muncul pada situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam hidup seseorang. 2) Harapan, merupakan suatu kemungkinan dari berbagai kejadian yang akan muncul dan dialami oleh seseorang. 3) Nilai unsur penguat adalah pilihan terhadap berbagai kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil lainnya yang dapat muncul pada situasi serupa. 4) Suasana psikologis, adalah bentuk rangsangan baik secara internal maupun eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat tertentu, yang meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil yang sangat diharapkan. Locus of control dapat dibagi menjadi dua yaitu: internal locus of control dengan external locus of control. Menurut Crider (2003) ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1) Internal Locus of Control (1) Suka bekerja keras. (2) Memiliki inisiatif yang tinggi. (3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah. 22 (4) Selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin. (5) Selalu mempunyai persepsi usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. 2) External Locus of Control (1) Kurang memiliki inisiatif. (2) Mempunyai sedikit harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan. (3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. (4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah. Pada orang-orang yang memiliki internal locus of control faktor kamampuan dan usaha terlihat dominan, individu dengan internal locus of control faktor kemampuan dan usaha terlihat lebih dominan, oleh karena itu apabila individu dengan internal locus of control mengalami kegagalan mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya.Hal ini akan membawa pengaruh untuk tindakan selanjutnya dimasa akan datang bahwa mereka akan mencapai keberhasilan apabila berusaha keras dengan segala kemampuannya. Sebaliknya pada orang yang memiliki external locus of control melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib, oleh karena itu apabila mengalami kegagalan mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya. Hal itu tentunya berpengaruh terhadap tindakan 23 dimasa datang, karena merasa tidak mampu dan kurang usahanya maka mereka tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinium dari internal menuju exsternal, oleh karenanya tidak satupun individu yang benarbenar eksternal. Kedua tipe locus of control terdapat pada setiap individu, hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Disamping itu locus of control tidak bersifat stastis tapi juga dapat berubah. Individu yang berorientasi internal locus of control dapat berubah menjadi individu yang berorientasi exsternal locus of control dan begitu sebaliknya, hal tersebut disebabkan karena situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu dimana tinggal dan sering melakukan aktifitasnya. 2.3 Hubungan antara Internal Locus of Control dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Macquaire Dictionary (1991) dalam Zhag, (2002) mendefinisikan bahwa penyesuaian diri menunjuk pada perubahan sikap, perilaku seseorang berdasarkan norma-norma sosial agar dapat sesuai dengan lingkungan yang baru. Kartini Kartono (2000) mengemukakan pengertian penyesuaian diri sebagai berikut. Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien dikikis habis. Penyesuaian diri dibagi ke dalam beberapa kategori. Salah satu pembagian itu adalah pembagian berdasarkan 24 konteks situasional dari respon yang dimunculkan individu, yang terdiri dari penyesuaian personal, penyesuaian sosial, penyesuaian perkawinan dan penyesuaian vokasional. Penyesuaian diri tidak terlepas dari kaitannya dengan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan (Schneiders dalam Agustiani, 2006). Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau peristiwa dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki kayakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki eksternal locus of control. Kreitner & Kinichi (2001) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap keberhasilan yang di capai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Zimbargo (1985) menyatakan dimensi internal-exsternal locus of control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa memperhatikan asal tujuan tersebut. Bagi seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu 25 tidak akan mempunyai peran didalamnya. Individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. 2.4 Penelitian yang Relevan Penelitian Ross dan Hammer (2002) menemukan bahwa kebanyakan mahasiswa tidak betah pada perkuliahan pertama dan tahun kedua, bahkan ada yang tidak melanjutkan perkuliahannya karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan situasi serta gaya belajar di kampus.McGaha dan Fitzpatrick (2005) melakukan penelitian terhadap 127 mahasiswa yang masih berkuliah aktif dan menemukan bahwa mahasiswa yang masih berkuliah aktif dan menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik akan memperoleh prestasi akademik yang tinggi, sedangkan mahasiswa yang memiliki kemampuan menyesuaiakan diri kurang baik akan memperoleh prestasi akademik yang rendah. DeBerard dkk. (2004) melakukan penelitian terhadap 204 mahasiswa untuk mengetahui hubungan antaradukungan sosial diantaranya penyesuaian diri pada lingkungan akademik dengan keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi akademik yang optimal. Temuan yang diperoleh adalah adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial mahasiswa dengan keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi akademik yang optimal. 26 Bakare (dalam Adebayo & Ogunleye, 2008) mengemukakan bahwa ciriciri orang yang mampu menyesuaikan diri secara baik, antara lain mampu bersahabat, memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis, memiliki keinginan untuk berhasil dan mencapai prestasi yang baik, memiliki kemampuan untuk mengejar tujuan yang diinginkan dalam kelompok/komunitasnya, memiliki keterampilan untuk berhubungan baik denan orang lain, emosi yang seimbang dan terkontrol. Penyesuaian diri pada lingkungan akademik memiliki keterkaitan dengan pencapaian indeks prestasi kumulatif mahasiswa, karena penyesuaian diri mahasiswa memungkinkan mahasiswa untuk menemukan pola-pola studi baru yang sesuai dengan suasana akademik di perguruan tinggi, membangun kepercayaan diri serta mampu menjalin relasiyang baik di kampus. Penelitian Idris Muhammad (2008) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Locus of Control Internal dengan Penyesuaian Diri karyawan (r= 0,642 p = 0,000 )Locus of Control internal memberikan sumbangan efektif sebesar 41,2 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. 2.5. Hipotesis Dalam penelitian ini dikemukakan dua pasangan hipotesa yang akan dibuktikan sebagai berikut: H1 : ߩ = 0 Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri dengan Internal locus of control mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga. 27 H2 : ߩ ് Terdapat hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri dengan Internal locus of control mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga. 28