ANALISIS FUNDAMENTAL DALAM VALUASI

advertisement
ANALISIS FUNDAMENTAL DALAM VALUASI SAHAM PERDANA
PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR TBK.
Oleh:
Rachma Ayu Sukmaningrum Dwi Atmaji
NIM. 0910233109
Dosen Pembimbing:
M. Tojibussabirin, SE., MBA., Ak.
NIP. 19650918 199002 1 001
Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (selanjutnya disebut
Perseroan) melakukan penawaran saham perdana kepada publik dengan harga
Rp430 per lembar saham.Beberapa analis saham menilai bahwa harga ini
terlalu murah, sehingga dikhawatirkan harga saham perdana Perseroan dinilai
di bawah nilai intrinsiknya oleh emiten dan underwriter. Untuk itu, penelitian
ini bertujuan untuk membuktikan secara teori apakah harga saham perdana
Perseroan ditetapkan lebih rendah (underpricing) atau lebih tinggi (overpricing)
dari nilai intrinsiknya dan kondisi-kondisi fundamental apa yang menjadi
pertimbangan dalam penilaian harga saham tersebut. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis data menggunakan teknik
content analysis. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan pendekatan
present value approach (discounted cash-flow techniques) dan relative valuation
techniques diperoleh nilai intrinsik saham perdana Perseroan berada di kisaran
Rp525,00 - Rp824,60 per lembar saham. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
saham Perseroan pada saat IPO dinilai terlalu rendah (underpricing) karena nilai
intrinsik
lebih
tinggi
dibandingkan
harga
saham
perdana
yang
ditetapkan.Keputusan untuk menjual saham perdana pada harga tersebut
dipengaruhi oleh kondisi pasar modal yang cenderung belum stabil terlihat dari
pergerakan IHSG yang fluktuatif akibat krisis perekonomian global.Meskipun
saham perdana Perseroan dijual pada harga yang relatif murah, namun pada
perkembangannya harga saham Perseroan justru mengalami penurunan
dimana hal ini diakibatkan oleh adanya penurunan kinerja dari Perseroan yang
ditandai dengan penurunan laba bersih.Ketidaksanggupan Perseroan untuk
mempertahankan kinerja perusahaan pasca-IPO sebaik pada saat sebelum IPO
mengindikasikan adanya tindakan manajemen laba pada laporan laba rugi
Perseroan untuk periode sebelum IPO.
Abstract: ANALYSIS OF FUNDAMENTAL AND INITIAL STOCK VALUATION OF
PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR TBK.PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Timur Tbk was offered its initial stock to the public at Rp 430 per
share. Some stock analysts assess that the price is too cheap, so it’s feared initial
stock price below the Company's intrinsic value assessed by the issuer and the
underwriter. Therefore, this research aims to theoretically prove whether the
Company's initial stock price is set lower (underpricing) or higher (overpricing) of
intrinsic value and what fundamental conditions to be considered in the
assessment of the stock price. This research is a descriptive qualitative research
data analysis using content analysis techniques. Based on calculations using the
approach of the present value approach (discounted cash-flow techniques) and
relative valuation techniques derived intrinsic value of the Company's IPO in the
range of Rp525,00 - Rp824,60 per share. Thus, it can be concluded that the
Company's shares at the time of the IPO is underpricing because intrinsic value is
higher than the initial stock price. The decision to sell its shares at a price that is
influenced by capital market conditions that tend to have stable seen from Jakarta
Company Index (JCI) fluctuating due to the global economic crisis. Although the
Company sold its shares at a relatively cheap price, but in the development of the
Company's stock price has decreased where this is caused by a decrease in the
performance of the Company which is characterized by decrease in net income.
Inability of the Company to maintain the company's post-IPO performance as good
as it was before the IPO indicates a measure of earnings management on the
Company's income statement for the period prior to the IPO.
Kata kunci:
fundamental
Penawaran
Umum
Perdana,
valuasi
saham,
analisis
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan
termasuk perbankan, dalam rangka mengembangkan usahanya melakukan
penerbitan saham di pasar modal yang dikenal dengan go public. Demikian pula
dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (selanjutnya disebut
dengan Perseroan) yang merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang
didirikan dengan maksud khusus yang berfungsi untuk menyediakan
pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya itulah Perseroan berupaya menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan dana
untuk mendukung rencana ekspansi kredit perusahaan, Perseroan
merencanakan penawaran saham kepada masyarakat atau go public.
Perseroan melepas sejumlah 2,98 miliar lembar saham biasa atau
sebesar 20% dari modal ditempatkan dan disetor melalui penawaran saham
perdana (IPO) dengan harga saham perdana sebesar Rp430 per lembar saham
dan nilai nominal sebesar Rp250 per lembar saham (Prospektus PT BPD Jatim
Tbk, 2012).Sekitar 80% dana dari penawaran umum tersebut akan digunakan
untuk ekspansi kredit, sedangkan sisanya sekitar masing-masing 10% akan
digunakan untuk perluasan jaringan dan pengembangan teknologi informasi.
Keputusan Perseroan ini merupakan suatu keputusan yang kompleks
karena memunculkan kontroversi dalam penilaian harga saham perdananya.
Ketika pertama kali diperdagangkan di pasar sekunder menunjukkan bahwa
saham perdana Perseroan underpricing karena saham Perseroan ditutup di hari
pertama perdagangannya (listing) di BEI dengan harga saham yang mengalami
kenaikan sebesar 9,33% ke level Rp470,- per lembar saham (Frans, 2012).
Analis saham, Teguh Hidayat (2012), juga mengungkapkan bahwa harga saham
perdana Perseroan dinilai terlalu murah. Pada harga saham Rp430 per lembar
saham, maka PBV Perseroan akan menjadi 1,3 kali. Sementara dengan laba
bersih sebesar Rp218 miliar pada kuartal I 2012, maka PER-nya adalah 7,4
kali. Hal ini menunjukkan bahwa harga saham Perseroan ternyata murah,
terlihat dari PBV dan PER yang berada di bawah rata-rata industri perbankan.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Cabang Trimegah
Sekuritas wilayah Surabaya, Sonny Muljadi yang mengatakan bahwa apabila
bercermin pada IPO BPD sebelumnya, yaitu Bank Jabar Banten yang
menetapkan harga saham perdananya sebesar Rp600 per lembar saham, pada
dasarnya jika bersedia, Perseroan dapat menawarkan sahamnya sekitar Rp500
per lembar karena harga tersebut dinilai bahwa fluktuasinya lebih normal yaitu
tidak mudah naik dan jikapun turun tidak signifikan. Demikian pula dengan
hasil dari roadshow ke luar negeriserta di dalam negeri menunjukkan adanya
kelebihan permintaan terhadap saham perdana Perseroan (oversubscribed)
sebanyak 1,5 kali yang menunjukkan bahwa minat investor untuk memiliki
saham Perseroan cukup tinggi (Permatasari, 2012).
Namun, penilaian-penilaian underpricing di atas ditentang oleh
Sekretaris Perusahaan Bank Jatim Revi Adiana Silawati yang menyatakan
bahwa harga saham perdana tersebut merupakan harga ideal, meskipun
terdapat beberapa investor yang berminat di atas harga yang ditetapkan namun
jumlah investor tersebut terlalu kecil(Bangun, 2012). Kepala Cabang Mandiri
Sekuritas (underwriter) wilayah Surabaya, Irawan, juga mengungkapkan
bahwademand saham Perseroan masih sangat bagus ke depan dan
didukungdengan bertumbuhnya sektor UMKM menjadi nilai lebih bagi
Perseroan sehinggadiharapkan harga saham Perseroan setelah diperdagangkan
di pasar sekunder akan terus meningkat (Anonim, 2012a).
Pada dasarnya, penilaian hingga terdapat keputusan penetapan suatu
harga saham perdana memang tidak mudah untuk dilakukan, karena dapat
menimbulkan adanya benturan kepentingan antara emiten dan investor
(Darmadji, 2001). Pihak emiten mengharapkan harga perdana yang tinggi,
namun bila harga perdana yang ditawarkan terlalu tinggi, maka minat investor
terhadap saham tersebut akan rendah. Sedangkan underwriter sebagai
penjamin
emisi
berusaha
untuk
meminimalkan
risiko
yang
ditanggungnya.Dengan tipe penjaminan full commitment, underwriter cenderung
berusaha menetapkan harga perdana lebih rendah dari yang diharapkan oleh
emiten dengan tujuan menekan risiko tidak habis terjual.
Secara umum, fenomena underpricing pada penawaran perdana suatu
saham merupakan fenomena jangka pendek yang terjadi hampir di semua emisi
saham perdana dan menjadi keuntungan bagi investor untuk dapat
memperoleh harga saham yang murah dan initial return yang positif. Namun,
beberapa investor juga cenderung untuk membeli saham perdana yang
underpricing untuk kemudian dijadikan sebagai investasi jangka panjang
dengan harapan bahwa harga saham tersebut akan terus naik, sehingga
investor akan memperoleh capital gain yang lebih tinggi ketika menjualnya.
Demikian pula dari sisi emiten yang menjual sahamnya dengan harga yang
murah dengan harapan harga sahamnya akan terus naik, sehingga juga akan
meningkatkan nilai perusahaan.
Hal ini menarik bagi peneliti untuk menganalisis perkembangan saham
Perseroan setelah listing di BEI. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, saham
Perseroan ditutup di hari pertama perdagangannya (listing) dengan kenaikan
sebesar 9,33% ke level Rp470 per lembar saham. Namun, berdasarkan data
perdagangan BEI, kenaikan harga saham Perseroan di hari pertama
perdagangannya tidak berlangsung lama karena saham Perseroan terus
mengalami penurunan pada hari kelima, bahkan hingga akhir tahun 2012
saham Perseroan cenderung mengalami fluktuasi di kisaran harga Rp355 –
Rp435 per lembar saham.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menyusun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah penilaian secara teori membuktikan bahwa harga saham
perdana Perseroan dinilai terlalu rendah (underpricing)?
2. Ketika penilaian terhadap saham perdana Perseroan menunjukkan
underpricing, kondisi-kondisi fundamental apakah yang menjadi
pertimbangan dalam keputusan penilaian harga saham perdana oleh
emiten dan underwriter?
3. Kondisi-kondisi apakah yang menyebabkan harga saham Perseroan yang
telah dijual relatif murah pada penawaran perdananya, tidak mampu
menunjukkan peningkatan pada perkembangan perdagangannya di
pasar sekunder?
LANDASAN TEORI
2.1
TEORI VALUASI
Setiap aset, baik itu aset finansial maupun aset riil memiliki nilai atau
value (Damodaran, 2002). Menurut Keown, penilaian harga wajar saham adalah
proses membandingkan nilai riil suatu saham dengan harga yang berlaku di
pasar dengan memperhatikan faktor fundamental (Ivalandari, 2010).Hal ini bisa
dilakukan karena faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai, biasanya
lebih lambat perubahannya dibandingkan perubahan harga pasar.
Sedangkan menurut Porman (2008), penilaian saham (valuasi) adalah
nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal hasil yang di harapkan
(expected cash flows). Dengan kata lain, hal yang melatarbelakangi value
sebagai penyebab dilakukannya investasi adalah bahwa suatu aset dibeli atas
dasar expected cash flows dari aset tersebut di masa yang akan
datang.Perhitungan nilai suatu aset (valuasi) dapat dilakukan dengan
bermacam-macam pendekatan.Meskipun pendekatan-pendekatan valuasi yang
ada bersifat kuantitatif, namun dalam prosesnya tetap membutuhkan asumsi
yang subjektif dari tiap pelaku valuasi. Tujuan utamanya adalah untuk memilih
saham yang overvalued dan undervalued.
Nilai wajar suatu saham dari sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh
faktor internal maupun eksternal.Untuk mengetahui berapa nilai wajar suatu
saham dari sebuah perusahaan, dapat menggunakan analisis fundamental baik
melalui pendekatan dari atas ke bawah (top- down approach) ataupun
sebaliknya, yaitu bottom-up approach.Dalam pembahasan penelitian ini, peneliti
menggunakan analisis fundamental melalui top-down approach.Dimulai dengan
menganalisis nilai intrinsik saham perusahaan lingkungan makro ekonomi,
kemudian menganalisis industri dimana perusahaan tersebut berada, dan yang
terakhir adalah analisis perusahaan dengan menggunakan analisis rasio
keuangan.
2.2
VALUASI SAHAM BIASA
2.2.1 Present Value Approach (Discounted Cash-Flow Techniques)
Pendekatan ini didasarkan pada perhitungan nilai saham yang
dilakukan dengan mendiskontokan semua aliran kas yang diharapkan di masa
datang dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return yang diinginkan investor.
Proses penilaian saham meliputi:
1. Estimasi aliran kas saham di masa depan.
Untuk penilaian saham diwujudkan dalam bentuk dividen yang akan
diterima oleh investor dengan simbol (D).
2. Estimasi tingkat return yang diinginkan (required rate of return).
Rumus required rate of return atas sebuah saham atau disimbolkan kₑ
menurut Keown et.al. (2002) adalah sebagai berikut:
kₑ=
D₀ + g
P₀
Keterangan:
kₑ : required rate of return equity. kₑ ini merupakan kₑ dari saham
perusahaan.
D₀ : dividen yang terakhir kali dibagikan.
g
: growth atau pertumbuhan dividen tiap tahun. g ini adalah
pertumbuhan dividen rata-rata per tahunnya. Growth atau
disimbolkan g (tingkat pertumbuhan) dihitung dengan:
g=
DPSn - DPSn-1
x 100%
DPSn
Pt
: harga pasar saham perusahaan saat ini.
Cara lain untuk menentukan tingkat return yang diinginkan atau kₑ
adalah menggunakan rumus CAPM (Capital Asset Pricing Model):
kₑ= kRF + β(kM – kRF)
3. Mendiskontokan setiap aliran kas dengan tingkat diskonto sebesar
tingkat return yang diinginkan dengan Divident Discount Model (DDM).
Perhitungan DDM dibedakan menjadi 3 model (Scott, 2009), yaitu:
a. Model pertumbuhan nol (zero growth)
Model ini berasumsi bahwa dividen yang dibayarkan perusahaan
tidak akan mengalami pertumbuhan.
D₀
Pt =
kₑ
b. Model pertumbuhan tetap (constant growth)
Model ini dipakai untuk menentukan nilai saham, jika dividen yang
akan dibayarkan mengalami pertumbuhan secara konstan selama
waktu tak terbatas.
Dt = D₀ (1 +g)ₑ
Pt =
Dt
=
kₑ– g
D₀ (1 + g)ₑ
kₑ– g
c. Model pertumbuhan tidak tetap (nonconstant growth)
Proses untuk menghitung nilai saham denganmenggunakan model
pertumbuhan dividen tidak tetap dapat dilakukan dengan rumus
berikut:
Pt =
D₀ (1 + g¹)ₑ
(1 + kₑ)ₑ
+
Dn (1 + g¹)
(kₑ– g)
+
1
(1 + kₑ)ₑ
Keterangan:
Pt : harga pasar saham perusahaan saat ini
n
: jumlah tahun selama periode pembayaran dividen supernormal
D₀ : dividen saat ini (tahun pertama)
g¹ : pertumbuhan dividen supernormal atau subnormal
Dn : dividen pada akhir tahun pertumbuhan dividen supernormal
g
: pertumbuhan dividen yang diharapkan
kₑ : tingkat return yang disyaratkan investor
t
: periode/waktu
2.2.2 Relative Valuation Techniques
Dalam pendekatan ini terdapat dua metode yang dapat digunakan.
Metode pertama adalah PBV (Price to Book Value) yang menunjukkan seberapa
besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan (emiten). Nilai
buku per saham ini dihitung dengan cara membagi Total Modal
Perusahaandengan Total Saham Beredar. Untuk mengetahui apakah saham
tersebut mengalami underpriced atau overpriced, harus membandingkannya
dengan harga wajar yang diperoleh dari PBV rata-rata industri sejenis
dikalikan dengan nilai buku per saham perusahaan. Semakin besar BVS maka
semakin besar aktiva yang dimiliki oleh investor dari kepemilikannya terhadap
satu lembar saham perusahaan.
Sedangkan metode kedua adalah PER (Price Earning Ratio) menunjukkan
berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan laba. Untuk
menghitung harga saham dengan model PER adalah mengalikan Laba Bersih
per Saham (EPS) dengan PER rata-rata industri. Semakin tinggi PER, semakin
tinggi tingkat kepercayaan investor terhadap masa depan suatu perusahaan
(Rianiningsih, 2007).
2.2.3 Underpricing dalam Penilaian Harga Saham Perdana
Harga penawaran saham di pasar perdana adalah hasil kesepakatan
antara emiten dengan underwriter. Apabila harga saham di pasar sekunder
pada hari pertama perdagangan saham secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan harga penawaran di pasar perdana, maka saham
mengalami underpricing. Menurut Husnan (2005), penilaian suatu saham juga
dapat menggunakan pedoman sebagai berikut:
1. NI > harga pasar saat ini: Underpriced (harga terlalu murah atau rendah)
2. NI < harga pasar saat ini: Overpriced (harga terlalu mahal atau tinggi)
3. NI = harga pasar saat ini: harganya wajar
2.3
ANALISIS FUNDAMENTAL
2.3.1. Analisis Makro Ekonomi yang Mempengaruhi Kondisi Perseroan
Analisis ini menyangkut penilaian umum perekonomian dan pengaruh
potensialnya terhadap kondisi pasar modal, seperti pertumbuhan ekonomi,
suku bunga dan inflasi. Karena ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi
secara langsung kegiatan seluruh industri dalam negeri sehingga membawa
dampak pada kondisi perdagangan dalam pasar modal (Miles, 2005).
2.3.2. Analisis Industri Sejenis
Kondisi industri juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.Investor
yang meyakini bahwa kondisi ekonomi menjanjikan prospek investasi yang
bagus, juga harus memperoleh derajat keyakinan yang tinggi terhadap kondisi
industri.
1. Siklus Hidup Industri
Menurut Reilly (1999) siklus hidup industri dapat dibedakan menjadi
beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap Awal
Tahap awal suatu industri yang ditandai dengan munculnya teknologi
baru atau produk baru dan masih sulit untuk menentukan calon
pemimpin pasar.
2) Tahap Konsolidasi
Pada tahap ini produk mulai banyak digunakan dan pertumbuhan
industri tampak lebih cepat dibanding jenis industri lain. Saat mencapai
tahap konsolidasi pertumbuhan laba industri akan meningkat pesat.
3) Tahap Kematangan
Fase ini ditandai persaingan yang lebih ketat dari perusahaanperusahaan di dalam industri.Perusahaan pada fase ini memiliki arus
kas yang stabil.
4) Tahap Penurunan Relatif
Dalam fase ini, industri bertumbuh kurang dari tingkat ekonomi
keseluruhan karena munculnya persaingan dengan kompetitorkompetitor baru.
2. Analisis Lima Kekuatan
1) Rivalitas antar Perusahaan
Persaingan atau rivalitas dalam industri dipengaruhi oleh jumlah,
keberanian dan ukuran perusahaan yang ada di dalam industri, serta
persaingan dalam industri dipengaruhi oleh pertumbuhan industri.
2) Ancaman Pendatang Baru
Ancaman pendatang baru berdampak pada keseimbangan antara
permintaan dan penawaran.Apabila jumlah penawaran lebih besar dari
jumlah permintaan, maka intensitas persaingan semakin tinggi.
3) Ancaman Produk Substitusi
Diferensiasi produk dengan meningkatkan kualitas dan perbandingan
harga, dapat meminimalkan dampak ancaman produk dan jasa
substitusi.
4) Daya Tawar Konsumen
Posisi daya tawar konsumen berhubungan dengan keseimbangan antara
penawaran perusahaan dengan permintaan konsumen.Konsumen
melakukan backward integration untuk meningkatkan posisi daya
tawarnya.
5) Hubungan Kerjasama dengan Perusahaan Lain
Setiap perusahaan biasanya akan bekerjasama dengan perusahaan lain
untuk menyediakan layanan tertentu, maupun untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan akan suatu barang atau jasa.
3. Siklus Bisnis
Menurut Jones (2000) siklus bisnis industri dapat diklasifikasikan dalam
beberapa bentuk, yaitu:
1) Industri yang Bertumbuh
Terdiri dari perusahaan-perusahaan dengan ekspektasi pertumbuhan
laba sangat tinggi di atas rata-rata seluruh industri.
2) Industri Defensif
Industri defensif merupakan industri yang tidak terlalu terpengaruh oleh
resesi dan kondisi ekonomi yang buruk.
3) Industri Siklikal
Merupakan industri yang sangat terpengaruh kondisi ekonomi.
4) Industri yang Sensitif Terhadap Suku Bunga
Jenis industri ini sensitif terhadap perubahan suku bunga.
2.3.3. Analisis Kinerja Perusahaan
Analisis kinerja perusahaan merupakan proses evaluasi kondisi
perekonomian dan risiko suatu perusahaan. Tujuan dari analisis ini adalah
untuk menciptakan pandangan yang mendalam mengenai kinerja sekarang dan
prospek perusahaan di masa yang akan datang. Diantara beberapa teknis
analisis kinerja perusahaan yang ada, alat analisis yang paling sering
digunakan adalah analisis rasio. Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk
membuat perbandingan data keuangan yang berarti melalui rasio keuangan,
yaitu rasio antar waktu yang dapat dilakukan untuk memprediksi arah
pergerakan rasio dan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio
perusahaan sejenis lainnya.
Dalam industri perbankan terdapat perbedaan rasio-rasio keuangan
yang digunakan sebagai indikator pengukuran kinerja perusahaan. Rasio
keuangan yang dapat digunakan sebagaimana dalam Surat Edaran Bank
Indonesia tentang Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan ditambah dengan
beberapa rasio yang umum diperhitungkan untuk mengukur kinerja bank yaitu
pertama Rasio Permodalan, yaitu CAR, Rasio Aktiva Produktif, yang terdiri dari
kualitas aset produktif (KAP), NPL-Gross, NPL-Neto, PPAP/CKPN terhadap aset
produktif, Pemenuhan PPAP/CKPN; Rasio Rentabilitas, yang terdiri dari ROA,
ROE, NIM, BOPO; dan Rasio Likuiditas, yaitu LDR.
2.4
MANAJEMEN LABA
Secara singkat Scott (2009) mendefinisikan bahwa manajemen laba
adalah tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan atau menurunkan laba
melalui pilihan kebijakan akuntansi untuk memperoleh tujuan tertentu,
misalnya untuk memenuhi kepentingan sendiri atau meningkatkan nilai pasar
perusahaan.Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif
yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada
manipulasi laba, tetapi lebih dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi
yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam
batasan standar akuntansi yang berlaku.
a.
Motivasi Manajemen Laba
Scott (2000:302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen
laba, yaitu:
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan
memaksimalkan laba saat ini.
2. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan
pada perusahaan publik.
3. Taxation Motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang
paling nyata.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka.
5. Initial Public Offering ( IPO)
Perusahaan yang akango public belum memiliki nilai pasar, sehingga hal
ini menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan
manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham
perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi kepada Investor
Pelaporan laba yang tinggi perlu disajikan agar investor tetap menilai
bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
b. Teknik Manajemen Laba
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Misalnya estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi
biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah metode akuntansi
Misalnya mengubah metode depresiasi aset tetap dari metode depresiasi
angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser perioda pengakuan biaya atau pendapatan
Contohnya adalah rekayasa periode pengakuan biaya atau pendapatan.
c. Model-model Manajemen Laba
Scott (2009) menyatakan ada beberapa bentuk manajemen laba yaitu:
1. Taking a bath
Taking a bath terjadi dalambentuk jika manajemen harus melaporkan
kerugian, maka manajemen akan melaporkan dalam jumlah besar.
2. Income Minimization (Menurunkan Laba)
Dalam bentuk ini manajer akan menurunkan laba, misalnya untuk
tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus dibayar perusahaan
kepada pemerintah.
3. Income Maximization (Meningkatkan Laba)
Dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan laba, misalnya
menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba dengan harapan
mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.
4. Income Smoothing (Perataan Laba)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan
untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor.
METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma kualitatif untuk
merancang dan melaksanakan penelitian.Penelitian ini bermaksud untuk
memberikan deskripsi atas obyek penelitian yang diteliti berdasarkan dokumen
kuantitaif dan kualitatif (yaitu prospektus, laporan keuangan, data-data
keuangan dan non-keuangan yang dipublikasi melalui internet, artikel-artikel,
dan sumber dokumen lain) yang kemudian diklasifikasi, dianalisis, dan
diinterpretasikan dalam bentuk narasi/uraian. Penelitian ini bersifat deskriptif
karena berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi
saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang
terjadi menjadi pusat perhatiannya untuk kemudian dijabarkan sebagaimana
adanya.
3.2 JENIS DAN SUMBER DATA
Penelitian ini menggunakan data-data dengan jenis data sekunder. Data
sekunder dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Prospektus yang diterbitkan dalam bentuk media cetak oleh PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
2. Laporan Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk yang
telah diaudit dan dipublikasi di BEI.
3. Data-data keuangan dan non keuangan yang diterbitkan oleh BEI.
4. Data-data keuangan dan non keuangan yang dipublikasikan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).
5. Literatur-literatur yang mendukung pendapat dari penulis yang
diperoleh dari media cetak maupun media elektronik seperti internet.
3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencari
dokumen yang berisi data-data yang berhubungan dengan bahasan penelitian.
3.4 TEKNIK ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik content analysis
dalam proses analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membaca, memahami, menelaah, menganalisis, dan memberi interpretasi
atas setiap pernyataan – baik kalimat, paragraf, maupun pernyataan lain
dalam sumber-sumber data yang telah dikumpulkan.
2. Mengkoding (coding/codifying) setiap informasi.
Tabel 3.1 Ikhtisar Data Terkait dengan Valuasi Saham dan Analisis Fundamental
Saham PerdanaPT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
Ada
Other
Tidak
Quantitative
Declarative
Ada
(Non(Qualitative)
Financial
Quantitative)
Dividen awal, jumlah
saham beredar, dan
√
DDM
laba bersih
Harga Pasar Saham
√
Total Modal
√
Valuasi
PBV
PBV PerusahaanSaham
√
perusahaan Perbankan
Laba Bersih
√
PER PerusahaanPER
√
perusahaan Perbankan
Analisis
Ekonomi Makro
Analisis
Fundamental
Analisis Industri
Perbankan
Analisis Kinerja
Perusahaan
Indikator Ekonomi
Indonesia
Tingkat Suku
Bunga/BI Rate
Pergerakan IHSG
Perkembangan
Ekonomi dan Pasar
Modal
Siklus Hidup dan
Siklus Bisnis Industri
Perbankan
Kinerja Industri
Perbankan
Perkembangan Industri
Perbankan
Rasio-rasio Keuangan
Perusahaan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3. Selanjutnya peneliti memberikan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
a. Valuasi Harga Saham
Karena kebijakan perusahaan untuk pembagian dividen jumlahnya
konstan/tetap setiap tahunnya, yaitu sebesar 40% per tahun
(Prospektus BPD Jatim Tbk., 2012), maka pendekatan DDM (Divident
Discount Model) yang digunakan adalah model constant growth atau
model pertumbuhan tetap, yaitu:
Pt =
Dt
kₑ – g
=
D₀ (1 + g)ₑ
kₑ – g
kₑ (tingkat return yang disyaratkan investor), dihitung dengan rumus:
kₑ =
Dividen + Pertumbuhan (g)
Harga Pasar Saham
Asumsi kₑ yang digunakan adalah kₑ atau tingkat pengembalian yang
diinginkan investor dari saham Perseroan.
Pendekatan PER dan PBV
1) Model Price Earning Ratio (PER)
harga saham
Nilai PER =
EPS
Jika nilai PER dan proyeksi EPS telah diketahui maka nilai intrinsik
saham dapat dihitung dengan rumus berikut:
Harga saham = EPSₑ x PER
2) Harga Price to Book Value (PBV)
Nilai Buku per Saham=
Total Modal
Total Saham Beredar
Jika nilai buku per saham telah diketahui maka nilai intrinsik saham
dapat dihitung dengan rumus berikut:
Harga saham = Nilai Buku per Saham x PBV
Setelah perhitungan dilakukan maka dapat diketahui apakah saham
tersebut masuk dalam kategori underpricing atau overpricing dengan
menggunakan pedoman sebagai berikut:
a. NI > harga pasar saat ini:Underpriced (harga terlalu murah atau
rendah)
b. NI < harga pasar saat ini: Overpriced (harga terlau mahal atau tinggi)
c. NI = harga pasar saat ini: harganya wajar
b. Analisis Fundamental
Tahapan dalam analisis fundamental secara top – down approach yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Analisis makro ekonomi, yang diukur melalui PDB (Produk Domestik
Bruto), inflasi, tingkat suku bunga/BI rate, dan IHSG.
Analisis kondisi industri perbankan, yang diukur melalui identifikasi
siklus hidup industri, analisis lima kekuatan, identifikasi siklus bisnis
perbankan, serta analisis kinerja perbankan.
Analisis kinerja perusahaaan pada saat penawaran perdana diukur
dengan menggunakan rasio keuangan.
-
Rasio Permodalan
Modal
Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko
Capital Adequacy Ratio (CAR) =
-
Rasio Aktiva Produktif
Kualitas Aset Produktif
Non Performing Loan-Gross
=
Aset Produktif Bermasalah
Total Aset Produktif
Kredit Bermasalah
=
Total Kredit
Non Performing Loan-Neto
=
Kredit Bermasalah – PPAP/CKPN
Kredit Bermasalah
Total Kredit
PPAP/CKPN terhadap Aset
Produktif
=
PPAP/CKPN yang telah dibentuk
Total Aktiva Produktif
PPAP/CKPN yang telah dibentuk
-
Pemenuhan PPAP/CKPN
=
PPAP/CKPN yang wajib
dibentuk
Rasio Rentabilitas
Return on Asset (ROA)
=
Laba (Rugi) Sebelum Pajak
Rata-rata Total Aset
Return on Equity (ROE)
=
Laba (Rugi) Setelah Pajak
Rata-rata Total Ekuitas
Net Interest Margin (NIM)
=
=
BOPO
-
Rasio Likuiditas
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Pendapatan Bunga Bersih
Rata-rata Aktiva Produktif
Total Beban Operasional
Total Pendapatan Operasional
=
Kredit yang Diberikan
Dana Pihak Ketiga
c. Analisis Penurunan Harga Saham
Terdapat beberapa teknik dan tujuan tertentu yang digunakan oleh
manajer untuk melakukan manipulasi laba, antara lain:
- Teknik Manajemen Laba
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen
laba pada laporan keuangan (Scott, 2009), yaitu:
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
2. Mengubah metode akuntansi
3. Menggeser perioda pengakuan biaya atau pendapatan
1.
2.
3.
4.
Model-model Manajemen Laba
Scott (2009) menyatakan ada beberapa bentuk manajemen laba yaitu:
Taking a bath
Income Minimization (Menurunkan Laba)
Income Maximization (Meningkatkan Laba)
Income Smoothing (Perataan Laba)
HASIL ANALISIS DATA
Setelah nilai intrinsik saham diperhitungkan dengan semua pendekatan
penilaian saham, maka dapat diambil kesimpulan bahwa harga pasar perdana
saham Perseroan seharusnya berada pada kisaran Rp 525,00 – Rp 824,60.
Namun, pada penawaran perdana yang dilaksanakan tanggal 12 Juli 2012
sesuai dengan peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.J.1, saham Perseroan
dinilai sebesar Rp 430,00 per lembar saham. Sehingga, apabila terjadi kondisi
dimana harga saham pada penawaran perdana lebih rendah dibandingkan nilai
intrinsiknya, maka kondisi tersebut dikatakan underpricing atau dapat dirinci
sebagai berikut:
DDM
PBV
PER
Tabel 4.17 Pengkategorian Saham Perseroan
Nilai
Harga Pasar
Metode Penilaian
Intrinsik
Perdana
Saham
Rp 430,00
D₁(2012)
Rp525,00
Rp 430,00
D₂(2013)
Rp565,60
Rp 430,00
D₃(2014)
Rp633,47
D₄(2015)
Rp 430,00
Rp709,48
D₅(2016)
Rata-rata kelompok Industri “Perbankan”
Rata-rata kelompok “Bank Swasta Nasional”
Rata-rata kelompok “Bank Persero”
Rata-rata kelompok Industri “Perbankan”
Rata-rata kelompok “Bank Swasta Nasional”
Rata-rata kelompok “Bank Persero”
Rp794,62
Rp 540,54
Rp 578,76
Rp 625,17
Rp 700,62
Rp 719,36
Rp 824,60
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
430,00
430,00
430,00
430,00
430,00
430,00
430,00
Kategori
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Underpricing
Dari sudut pandang ekonomi makro pada dasarnya ditandai dengan
pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus mengalami peningkatan. Kondisi ini
juga didukung dengan penurunan BI rate sepanjang tahun 2011 dan terus
mengalami penurunan hingga kembali stabil di angka 5,75% di awal 2012.
Meskipun demikian, IHSG cenderung bergerak secara fluktuatif hingga akhir
tahun 2011 akibat krisis perekonomian global dari memburuknya krisis utang
pemerintah di AS dan Eropa.Sedangkan berdasarkan analisis terhadap kondisi
industri, kinerja industri perbankan semakin meningkat yang ditandai dengan
kenaikan laba bersih, peningkatan pada pertumbuhan kredit dan DPK, dan
perbaikan pada kualitas kredit yang diindikasikan oleh penurunan NPL (gross).
Berdasarkan analisis terhadap rasio keuangan, Perseroan memiliki tingkat
kredit bermasalah yang relatif rendah terlihat dari rasio gross NPL Perseroan
yang dipertahankan di bawah 2,00%. Sedangkan untuk posisi CAR Perseroan,
meskipun rasio ini mengalami penurunan namun masih cukup jauh diatas level
minimum Bank Indonesia yaitu sebesar 8%. Dari sisi ROA, ROE, dan NIM
Perseroan juga mengalami penurunan dan peningkatan BOPO yang
menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam mengelola laba, modal,
dan pendapatan mengalami penurunan, akan tetapi perubahannya tidak
signifikan dan angka ini masih dinilai cukup tinggi terutama jika dibandingkan
dengan rata-rata industri perbankan. LDR tahun 2011 menurun dari 80,70%
menjadi 80,11%. Secara umum kinerja Perseroan berdasarkan rasio keuangan
meskipun beberapa mengalami penurunan, tetapi cenderung tidak signifikan.
Peneliti mengindikasikan bahwa terdapat unsur manajemen laba dalam
Laporan Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. tahun
2011 (periode sebelum IPO) dengan motivasi untuk mempercantik laporan
keuangan agar menarik minat investor dengan harapan dapat menaikkan harga
saham perusahaan.Peneliti mengindikasikan bahwa manajemen laba dilakukan
dengan menggeser periode pengakuan beban.Jika manajemen laba yang
dilakukan sebelum IPO adalah sebuah tindakan oportunistik untuk mencapai
tujuan tertentu, maka secara teoritis perusahaan tidak akan mampu
mempertahankan kinerja perusahaan pasca-IPO sebaik pada saat sebelum IPO
(Sakina dan Siregar, 2006) dan hal ini terbukti bahwa pada tahun 2012
Perseroan mengalami penurunan laba.
KESIMPULAN
1. Setelah dilakukan valuasi dengan menggunakan pendekatan DDM, PER, dan
PBV diperoleh hasil nilai intrinsik saham perdana Perseroan berada pada
kisaran Rp525,00 – Rp824,60. per lembar saham.
2. Pertumbuhan ekonomi terus-menerus mengalami peningkatan yang
didukung dengan penurunan BI rate dan penguatan nilai tukar rupiah,
namun kondisi pasar modal cenderung belum stabil yang terlihat dari
pergerakan IHSG yang fluktuatif akibat krisis perekonomian global.
3. Kinerja industri perbankan semakin meningkat yang ditandai dengan
peningkatan laba, pertumbuhan kredit dan DPK, serta penurunan NPL
(gross). Sedangkan dari kondisi persaingan yang ada, Perseroan terletak pada
posisi yang strategis karena merupakan salah satu BPD yang memiliki
jaringan cabang yang luas dan didukung dengan masih besarnya potensi
pertumbuhan UMKM, serta beberapa keunggulan bersaing.
4. Pada tahun 2011, jika dilihat dari rasio-rasio keuangan Perseroan mulai dari
CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, BOPO dan LDR mengalami kemunduran kinerja
jika dibandingkan dengan tahun 2010. Namun, penurunan ini tidak terlalu
signifikan dan dinilai masih cukup baik terutama jika dibandingkan dengan
rata-rata industri perbankan.
5. Penurunan harga saham Perseroan disebabkan karena penurunan laba
bersih yang bisa menjadi sinyal negatif bagi investor. Peneliti
mengindikasikan bahwa penurunan laba bersih pasca IPO ini sebagai
implikasi dari tindakan manajemen laba pada laporan laba rugi periode
sebelum IPO yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara menunda atau
menggeser periode pengakuan beban penyisihan kerugian nilai atas aset.
SARAN
Berdasarkan keterbatasan penelitian di atas maka untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya:
a. Menggunakan data rasio keuangan rata-rata industri untuk periode tahun
2009-2011 secara lebih lengkap. Sehingga, kinerja Perseroan berdasarkan
rasio keuangannya untuk tahun 2009-2011 bisa dibandingkan dan dapat
ditunjukkan apakah kinerjanya tergolong baik atau tidak.
b. Menggunakan metode CAPM untuk mengukur tingkat pengembalian yang
diinginkan oleh investor (kₑ) agar kₑ dapat dihitung secara akurat.
Download