29 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan sektor kesejahteraan umum mewujudkan tujuan masyarakat adil dan berdasarkan Pancasila Indonesia Tahun 1945. ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna pembangunan nasional, yaitu menciptakan makmur yang merata materiil dan spiritual dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar, tenaga listrik merupakan satu hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan nasional tersebut. Mengingat arti penting tenaga listrik tersebut, maka usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik. Tujuan dari penyelenggaraan ketenagalistrikan ini adalah untuk menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar. Salah satu peranan Pemerintah Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan antara lain adalah penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) yang memuat perencanaan sistem penyediaan tenaga listrik dengan mempertimbangkan neraca ketenagalistrikan, mencakup antara lain prakiraan kebutuhan tenaga listrik, perencanaan pendayagunaan potensi sumber energi primer dan jalur lintasan transmisi yang sesuai dengan dokumen perencanaan Daerah Provinsi dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi serta mengembangkan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam rangka mempercepat pembangunan ketenagalistrikan kepada masyarakat berdasarkan asas manfaat, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya energi, mengandalkan pada kemampuan sendiri, kaidah usaha yang sehat, keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan, dan otonomi daerah. Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan mengenai usaha penyediaan tenaga listrik, yang mencakup jenis usaha, wilayah usaha, pelaku usaha, perizinan, hak dan kewajiban pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik, ganti rugi atas penggunaan tanah secara langsung, kompensasi penggunaan tanah secara tidak langsung untuk usaha penyediaan tenaga listrik, harga jual/sewa jaringan, tarif tenaga listrik, keselamatan ketenagalistrikan, Sistem Informasi Ketenagalistrikan, serta pembinaan dan pengawasan pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik. 30 Dalam rangka keikutsertaan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik, maka Pemerintah Daerah Provinsi memberikan kesempatan kepada Badan Usaha Milik Daerah Provinsi, Badan Usaha Milik Swasta, Koperasi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik. Sebagai amanat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pemerintah Daerah Provinsi juga menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil dan pembangunan listrik perdesaan. Melalui program Perlistrikan Desa sebagai akselerasi peningkatan Rasio Elektrifikasi Desa. Untuk mewujudkan penyediaan tenaga listrik yang aman, andal, dan ramah lingkungan, Peraturan Daerah ini juga mengatur ketentuan keselamatan ketenagalistrikan yang mewajibkan instalasi tenaga listrik memiliki sertifikat laik operasi, peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, serta tenaga teknik harus memiliki sertifikat kompetensi. Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat diperlukan pula upaya penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan, termasuk pelaksanaan pengawasan di bidang keteknikan. Peraturan Daerah ini merupakan dasar kebijakan bagi Pemerintah Daerah Provinsi untuk digunakan sebagai landasan yang kuat bagi penyusunan peraturan-peraturan pelaksanaannya lebih lanjut, agar pengelolaan ketenagalistrikan dapat dilaksanakan secara lebih efisien, transparan, dan kompetitif, serta bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, badan usaha dan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan ketenagalistrikan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Istilah yang dirumuskan dalam Pasal ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman pengertian, sehingga dapat menghindarkan kesalahpahaman dalam penafsiran pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas manfaat” yaitu bahwa hasil pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” yaitu bahwa pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dilaksanakan dengan biaya seminimal mungkin, tetapi dengan hasil yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. 31 Huruf c Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” yaitu bahwa usaha penyediaan tenaga listrik harus dikelola dengan baik agar dapat terus berlangsung secara berkelanjutan. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi” yaitu bahwa penggunaan sumber energi untuk pembangkitan tenaga listrik harus dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan sumber energi. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas mengandalkan pada kemampuan sendiri” yaitu bahwa pembangunan ketenagalistrikan dilakukan dengan mengutamakan kemampuan dalam negeri. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas kaidah usaha yang sehat” yaitu bahwa usaha ketenagalistrikan dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keamanan dan keselamatan” yaitu bahwa penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus memperhatikan keamanan instalasi, keselamatan manusia, dan lingkungan hidup di sekitar instalasi. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas kelestarian fungsi lingkungan” yaitu bahwa penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik harus memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan lingkungan sekitar. Huruf i Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas 32 Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “neraca ketenagalistrikan” merupakan catatan perbandingan antara suplai tenaga listrik dengan penggunaannya dalam satu periode tertentu di suatu wilayah tertentu. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Konsultasi DPRD dalam rangka penetapan RUKD Provinsi dilaksanakan melalui mekanisme sesuai ketentuan tata tertib DPRD. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Badan Usaha Milik Daerah Provinsi dalam ketentuan ini adalah yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik. 33 Ayat (2) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “terintegrasi” merupakan jenis usaha yang meliputi: a. usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik dilakukan dalam satu kesatuan usaha; b. usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik dilakukan dalam satu kesatuan usaha; atau c. usaha pembangkitan tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik dilakukan dalam satu kesatuan usaha. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 16 Yang dimaksud dengan “RUPTL” merupakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yaitu dokumen perencanaan yang disusun oleh pemohon izin usaha penyediaan tenaga listrik, antara lain memuat rencana pengembangan tenaga listrik dan kebutuhan investasi, dengan memperhatikan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 34 Ayat (4) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kepentingan sendiri” adalah penyediaan tenaga listrik untuk digunakan sendiri dan tidak untuk diperjualbelikan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan: a. “sertifikasi” merupakan proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan formal terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha di bidang usaha jasa penunjang tenaga listrik; b. “klasifikasi” merupakan penetapan penggolongan usaha menurut bidang dan subbidang usaha tertentu; dan c. “kualifikasi” merupakan penetapan penggolongan usaha menurut tingat kemampuan usaha. Ayat (3) Penggunaan produk dan potensi luar ngeri dapat digunakan apabila produk dan potensi dalam negeri tidak tersedia. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “sumber energi primer” merupakan sumber energi dalam bentuk apa adanya yang dapat langsung diperoleh dan tersedia dari alam, seperti minyak mentah, gas bumi, batu bara, tenaga air, panas bumi, angin, atau pasang surut air laut. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kebijakan energi nasional” merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “sumber energi baru” merupakan sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknlogi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan yang pemanfaatannya masih sangat terbatas dan sedang dalam tahap pengembangan. 35 Yang dimaksud dengan “sumber energi terbarukan” merupakan sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan yaitu sumber maupun materi pembawa energinya dapat diperbaharui atau paling tidak dapat dibuat kembali dengan proses daur ulang dan apabila dikelola dengan baik maka sumber dayanya tidak akan habis. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 23 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Izin pemanfaatan jaringan untuk telekomunikasi, multimedia, dan informatika merupakan izin yang diberikan kepada pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau izin operasi sebagai pemilik jaringan. Huruf d Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Wilayah usaha pemerintahan. bukan merupakan wilayah administrasi Huruf b Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Penetapan izin dilakukan dengan memperhatikan kemampuan penyediaan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang memiliki wilayah usaha setempat. IUPTL memuat antara lain nama dan alamat badan usaha, jenis usaha yang diberikan, kewajiban dalam penyelenggaraan usaha, syarat teknis dan ketentuan sanksi. 36 Ayat (5) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan: a. “Penggunaan Utama” merupakan penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan secara terus menerus untuk melayani sendiri tenaga listrik yang diperlukan; b. “Penggunaan Cadangan” merupakan penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan sewaktu-waktu dengan maksud untuk menjamin keandalan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri; c. “Penggunaan Darurat” merupakan penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan hanya pada saat terjadi gangguan penyediaan tenaga listrik dari Pemegang IUPTL; dan d. “Penggunaan Sementara” merupakan penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat sementara, termasuk dalam pengertian ini pembangkit yang relatif mudah dipindah-pindahkan (jenis mobile dan portable). Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan: a. “Penyangga” merupakan menara, tiang dipergunakan untuk menyangga jaringan; atau tower yang b. “Serat optik” merupakan saluran yang terbuat dari kaca atau plastik berisolasi untuk menyalurkan data digital; c. “Konduktor” merupakan pilinan kawat telanjang, kabel udara, kabel dalam tanah, dan kabel dasar laut yang dipergunakan untuk menyalurkan tenaga listrik; dan 37 d. “Kabel pilot” merupakan kabel yang dibentangkan antara tiang transmisi/distribusi pada saluran udara tegangan ekstra tinggi, tegangan tinggi, tegangan menengah, atau tegangan rendah yang digunakan sebagai sstem telekomunikasi untuk pengendali jaringan. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan: a. “secara langsung” merupakan penggunaan tanah untuk pembangunan instalasi tenaga listrik antara lain pembangkitan, gardu induk, dan tapak menara transmisi; dan 38 b. “secara tidak langsung” merupakan penggunaan tanah untuk lintasan jalur transmisi. Ayat (2) Ganti rugi hak atas tanah termasuk untuk sisa tanah yang tidak dapat digunakan oleh pemegang hak sebagai akibat dari penggunaan sebagian tanahnya oleh pemegang IUPTL. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 35 Pengertian “harga jual tenaga listrik” meliputi semua biaya yang berkaitan dengan penjualan tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik. Pengertian “harga sewa jaringan tenaga listrik” meliputi semua biaya yang berkaitan dengan penyewaan jaringan transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik. Pasal 36 Ayat (1) Penetapkan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik dilakukan dengan memperhatikan kesepakatan di antara badan usaha. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas 39 Pasal 38 Ayat (1) Tarif tenaga listrik untuk konsumen meliputi semua biaya yang berkaitan dengan pemakaian tenaga listrik oleh konsumen, antara lain, biaya beban (Rp/kVA) dan biaya pemakaian (Rp/kWh), biaya pemakaian daya reaktif (Rp/kVArh), dan/atau biaya kVA maksimum yang dibayar berdasarkan harga langganan (Rp/bulan) sesuai dengan batasan daya yang dipakai atau bentuk lainnya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 39 Huruf a Yang dimaksud dengan “keselamatan ketenagalistrikan” merupakan suatu keadaan yang terwujud apabila terpenuhi persyaratan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman bagi instalasi dan manusia baik pekerja maupun masyarakat umum, serta kondisi akrab lingkungan, dalam arti tidak merusak lingkungan hidup di sekitar instalasi ketenagalistrikan serta peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik yang memenuhi standar. Huruf b Yang dimaksud dengan “instalasi tenaga listrik” merupakan bangunan-bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin peralatan, saluran-saluran, dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi, penyaluran, distribusi, dan pemanfaatan tenaga listrik. Huruf c Yang dimaksud dengan “tenaga teknik” merupakan tenaga teknik ketenagalistrikan yaitu perorangan yang berpendidikan di bidang teknik dan/atau memiliki pengalaman kerja di bidang ketenagalistrikan termasuk asesor ketenagalistrikan. Huruf d Cukup jelas Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 40 Pasal 41 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik” merupakan instalasi tenaga listrik yang digunakan untuk pengadaan tenaga listrik meliputi instalasi pembangkitan, instalasi transmisi, dan instalasi distribusi tenaga listrik. Yang dimaksud dengan “Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik” adalah instalasi tenaga listrik yang digunakan untuk pemanfaatan tenaga listrik oleh konsumen akhir. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan : a. “instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi” merupakan instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan tegangan sistem di atas 35 kV sampai dengan 245 kV; b. “instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan menengah” merupakan instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan tegangan sistem di atas 1 kV sampai dengan 35 kV; dan c. “instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah” merupakan instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan tegangan sistem hingg 1 kV. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 43 Yang dimaksud dengan “belum terdapat lembaga inspeksi teknik” merupakan daerah yang belum ada lembaga inspeksi teknik atau lembaga yang ada tidak mencukupi untuk melakukan sertifikasi. Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 41 Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan: a. “limbah B3” yaitu limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia, dan makhluk lain; b. “limbah non-B3” merupakan limbah selain limbah B3; dan c. “emisi gas rumah kaca” merupakan nilai yang dikeluarkan suatu polutan untuk mendukung terbentuknya suatu efek rumah kaca. Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 42 Pasal 50 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Rasio Elektrifikasi” yaitu jumlah total rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga yang ada. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 53 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 43 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 59 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 44 Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 179