29 penjelasan atas peraturan daerah provinsi jawa barat nomor 21

advertisement
29
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
NOMOR 21 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN
I.
PENJELASAN UMUM
Pembangunan sektor
kesejahteraan umum
mewujudkan tujuan
masyarakat adil dan
berdasarkan Pancasila
Indonesia Tahun 1945.
ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna
pembangunan nasional, yaitu menciptakan
makmur yang merata materiil dan spiritual
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar, tenaga listrik merupakan
satu hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang
banyak, dan mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pencapaian
tujuan pembangunan nasional tersebut.
Mengingat arti penting tenaga listrik tersebut, maka usaha penyediaan
tenaga listrik dikuasai oleh Negara yang penyelenggaraannya dilakukan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan,
dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik. Tujuan dari
penyelenggaraan ketenagalistrikan ini adalah untuk menjamin tersedianya
tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga
yang wajar.
Salah satu peranan Pemerintah Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan
ketenagalistrikan antara lain adalah penyusunan Rencana Umum
Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) yang memuat perencanaan sistem
penyediaan
tenaga
listrik
dengan
mempertimbangkan
neraca
ketenagalistrikan, mencakup antara lain prakiraan kebutuhan tenaga
listrik, perencanaan pendayagunaan potensi sumber energi primer dan
jalur lintasan transmisi yang sesuai dengan dokumen perencanaan Daerah
Provinsi dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi serta
mengembangkan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum dalam rangka mempercepat pembangunan ketenagalistrikan kepada
masyarakat
berdasarkan
asas
manfaat,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan, optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya
energi, mengandalkan pada kemampuan sendiri, kaidah usaha yang sehat,
keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan, dan otonomi
daerah.
Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan mengenai usaha penyediaan
tenaga listrik, yang mencakup jenis usaha, wilayah usaha, pelaku usaha,
perizinan, hak dan kewajiban pemegang izin usaha penyediaan tenaga
listrik, ganti rugi atas penggunaan tanah secara langsung, kompensasi
penggunaan tanah secara tidak langsung untuk usaha penyediaan tenaga
listrik, harga jual/sewa jaringan, tarif tenaga listrik, keselamatan
ketenagalistrikan, Sistem Informasi Ketenagalistrikan, serta pembinaan dan
pengawasan
pelaksanaan
usaha
penyediaan
tenaga
listrik.
30
Dalam rangka keikutsertaan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik,
maka Pemerintah Daerah Provinsi memberikan kesempatan kepada Badan
Usaha Milik Daerah Provinsi, Badan Usaha Milik Swasta, Koperasi, dan
lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan usaha penyediaan tenaga
listrik.
Sebagai amanat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, Pemerintah Daerah Provinsi juga menyediakan dana
pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantu
kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan
tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga
listrik di daerah terpencil dan pembangunan listrik perdesaan. Melalui
program Perlistrikan Desa sebagai akselerasi peningkatan Rasio
Elektrifikasi Desa.
Untuk mewujudkan penyediaan tenaga listrik yang aman, andal, dan
ramah lingkungan, Peraturan Daerah ini juga mengatur ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan yang mewajibkan instalasi tenaga listrik
memiliki sertifikat laik operasi, peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, serta tenaga teknik harus
memiliki sertifikat kompetensi.
Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat
diperlukan pula upaya penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai
kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
usaha ketenagalistrikan, termasuk pelaksanaan pengawasan di bidang
keteknikan.
Peraturan Daerah ini merupakan dasar kebijakan bagi Pemerintah Daerah
Provinsi untuk digunakan sebagai landasan yang kuat bagi penyusunan
peraturan-peraturan pelaksanaannya lebih lanjut, agar pengelolaan
ketenagalistrikan dapat dilaksanakan secara lebih efisien, transparan, dan
kompetitif, serta bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, badan usaha
dan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan ketenagalistrikan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Istilah yang dirumuskan dalam Pasal ini dimaksudkan agar terdapat
keseragaman
pengertian,
sehingga
dapat
menghindarkan
kesalahpahaman dalam penafsiran pasal-pasal yang terdapat dalam
Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” yaitu bahwa hasil
pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” yaitu bahwa
pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dilaksanakan dengan
biaya seminimal mungkin, tetapi dengan hasil yang dapat
dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
31
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” yaitu bahwa usaha
penyediaan tenaga listrik harus dikelola dengan baik agar dapat
terus berlangsung secara berkelanjutan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas optimalisasi ekonomi dalam
pemanfaatan sumber daya energi” yaitu bahwa penggunaan
sumber energi untuk pembangkitan tenaga listrik harus dilakukan
dengan memperhatikan ketersediaan sumber energi.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas mengandalkan pada kemampuan
sendiri” yaitu bahwa pembangunan ketenagalistrikan dilakukan
dengan mengutamakan kemampuan dalam negeri.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kaidah usaha yang sehat” yaitu
bahwa usaha ketenagalistrikan dilaksanakan dengan menerapkan
prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
dan kewajaran.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keamanan dan keselamatan” yaitu
bahwa penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus
memperhatikan keamanan instalasi, keselamatan manusia, dan
lingkungan hidup di sekitar instalasi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian fungsi lingkungan” yaitu
bahwa penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik harus
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
lingkungan sekitar.
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
32
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “neraca ketenagalistrikan” merupakan
catatan perbandingan antara suplai tenaga listrik dengan
penggunaannya dalam satu periode tertentu di suatu wilayah
tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Konsultasi DPRD dalam rangka penetapan RUKD Provinsi
dilaksanakan melalui mekanisme sesuai ketentuan tata tertib DPRD.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Badan Usaha Milik Daerah Provinsi dalam ketentuan ini adalah yang
berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.
33
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “terintegrasi” merupakan jenis usaha yang
meliputi:
a. usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik,
distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik dilakukan
dalam satu kesatuan usaha;
b. usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, dan
penjualan tenaga listrik dilakukan dalam satu kesatuan usaha;
atau
c. usaha pembangkitan tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan
penjualan tenaga listrik dilakukan dalam satu kesatuan usaha.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “RUPTL” merupakan Rencana Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik yaitu dokumen perencanaan yang disusun
oleh pemohon izin usaha penyediaan tenaga listrik, antara lain memuat
rencana pengembangan tenaga listrik dan kebutuhan investasi, dengan
memperhatikan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
34
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepentingan sendiri” adalah penyediaan
tenaga listrik untuk digunakan sendiri dan tidak untuk
diperjualbelikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan:
a. “sertifikasi” merupakan proses penilaian untuk mendapatkan
pengakuan formal terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas
kemampuan badan usaha di bidang usaha jasa penunjang tenaga
listrik;
b. “klasifikasi” merupakan penetapan penggolongan usaha menurut
bidang dan subbidang usaha tertentu; dan
c. “kualifikasi” merupakan penetapan penggolongan usaha menurut
tingat kemampuan usaha.
Ayat (3)
Penggunaan produk dan potensi luar ngeri dapat digunakan apabila
produk dan potensi dalam negeri tidak tersedia.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “sumber energi primer” merupakan sumber
energi dalam bentuk apa adanya yang dapat langsung diperoleh dan
tersedia dari alam, seperti minyak mentah, gas bumi, batu bara,
tenaga air, panas bumi, angin, atau pasang surut air laut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kebijakan energi nasional” merupakan
kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya
kemandirian dan ketahanan energi nasional.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “sumber energi baru” merupakan sumber
energi yang dapat dihasilkan oleh teknlogi baru baik yang berasal
dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak
terbarukan yang pemanfaatannya masih sangat terbatas dan sedang
dalam tahap pengembangan.
35
Yang dimaksud dengan “sumber energi terbarukan” merupakan
sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang
berkelanjutan yaitu sumber maupun materi pembawa energinya
dapat diperbaharui atau paling tidak dapat dibuat kembali dengan
proses daur ulang dan apabila dikelola dengan baik maka sumber
dayanya tidak akan habis.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Izin pemanfaatan jaringan untuk telekomunikasi, multimedia, dan
informatika merupakan izin yang diberikan kepada pemegang izin
usaha penyediaan tenaga listrik atau izin operasi sebagai pemilik
jaringan.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Wilayah
usaha
pemerintahan.
bukan
merupakan
wilayah
administrasi
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penetapan izin dilakukan dengan memperhatikan kemampuan
penyediaan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga
listrik yang memiliki wilayah usaha setempat.
IUPTL memuat antara lain nama dan alamat badan usaha, jenis
usaha yang diberikan, kewajiban dalam penyelenggaraan usaha,
syarat teknis dan ketentuan sanksi.
36
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan:
a. “Penggunaan Utama” merupakan penggunaan tenaga listrik
yang dibangkitkan secara terus menerus untuk melayani
sendiri tenaga listrik yang diperlukan;
b. “Penggunaan Cadangan” merupakan penggunaan tenaga listrik
yang dibangkitkan sewaktu-waktu dengan maksud untuk
menjamin keandalan penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri;
c. “Penggunaan Darurat” merupakan penggunaan tenaga listrik
yang dibangkitkan hanya pada saat terjadi gangguan
penyediaan tenaga listrik dari Pemegang IUPTL; dan
d. “Penggunaan Sementara” merupakan penggunaan tenaga
listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat
sementara, termasuk dalam pengertian ini pembangkit yang
relatif mudah dipindah-pindahkan (jenis mobile dan portable).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan:
a. “Penyangga” merupakan menara, tiang
dipergunakan untuk menyangga jaringan;
atau
tower
yang
b. “Serat optik” merupakan saluran yang terbuat dari kaca atau
plastik berisolasi untuk menyalurkan data digital;
c. “Konduktor” merupakan pilinan kawat telanjang, kabel udara,
kabel dalam tanah, dan kabel dasar laut yang dipergunakan
untuk menyalurkan tenaga listrik; dan
37
d. “Kabel pilot” merupakan kabel yang dibentangkan antara tiang
transmisi/distribusi pada saluran udara tegangan ekstra tinggi,
tegangan tinggi, tegangan menengah, atau tegangan rendah
yang digunakan sebagai sstem telekomunikasi untuk
pengendali jaringan.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan:
a. “secara langsung” merupakan penggunaan tanah untuk
pembangunan instalasi tenaga listrik antara lain pembangkitan,
gardu induk, dan tapak menara transmisi; dan
38
b. “secara tidak langsung” merupakan penggunaan tanah untuk
lintasan jalur transmisi.
Ayat (2)
Ganti rugi hak atas tanah termasuk untuk sisa tanah yang tidak
dapat digunakan oleh pemegang hak sebagai akibat dari penggunaan
sebagian tanahnya oleh pemegang IUPTL.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Pengertian “harga jual tenaga listrik” meliputi semua biaya yang
berkaitan dengan penjualan tenaga listrik dari pembangkit tenaga
listrik.
Pengertian “harga sewa jaringan tenaga listrik” meliputi semua biaya
yang berkaitan dengan penyewaan jaringan transmisi dan/atau
distribusi tenaga listrik.
Pasal 36
Ayat (1)
Penetapkan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik dilakukan dengan memperhatikan kesepakatan di
antara badan usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
39
Pasal 38
Ayat (1)
Tarif tenaga listrik untuk konsumen meliputi semua biaya yang
berkaitan dengan pemakaian tenaga listrik oleh konsumen, antara
lain, biaya beban (Rp/kVA) dan biaya pemakaian (Rp/kWh), biaya
pemakaian daya reaktif (Rp/kVArh), dan/atau biaya kVA maksimum
yang dibayar berdasarkan harga langganan (Rp/bulan) sesuai dengan
batasan daya yang dipakai atau bentuk lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Huruf a
Yang dimaksud dengan “keselamatan ketenagalistrikan” merupakan
suatu keadaan yang terwujud apabila terpenuhi persyaratan kondisi
andal bagi instalasi dan kondisi aman bagi instalasi dan manusia
baik pekerja maupun masyarakat umum, serta kondisi akrab
lingkungan, dalam arti tidak merusak lingkungan hidup di sekitar
instalasi ketenagalistrikan serta peralatan dan pemanfaatan tenaga
listrik yang memenuhi standar.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “instalasi tenaga listrik” merupakan
bangunan-bangunan
sipil
dan
elektromekanik,
mesin-mesin
peralatan, saluran-saluran, dan perlengkapannya yang digunakan
untuk pembangkitan, konversi, transformasi, penyaluran, distribusi,
dan pemanfaatan tenaga listrik.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tenaga teknik” merupakan tenaga teknik
ketenagalistrikan yaitu perorangan yang berpendidikan di bidang
teknik
dan/atau
memiliki
pengalaman
kerja
di
bidang
ketenagalistrikan termasuk asesor ketenagalistrikan.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
40
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik”
merupakan instalasi tenaga listrik yang digunakan untuk pengadaan
tenaga listrik meliputi instalasi pembangkitan, instalasi transmisi,
dan instalasi distribusi tenaga listrik.
Yang dimaksud dengan “Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik”
adalah instalasi tenaga listrik yang digunakan untuk pemanfaatan
tenaga listrik oleh konsumen akhir.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan :
a. “instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi” merupakan
instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan tegangan sistem di
atas 35 kV sampai dengan 245 kV;
b. “instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan menengah”
merupakan instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan tegangan
sistem di atas 1 kV sampai dengan 35 kV; dan
c. “instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah” merupakan
instalasi pemanfaatan tenaga listrik dengan tegangan sistem
hingg 1 kV.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Yang dimaksud dengan “belum terdapat lembaga inspeksi teknik”
merupakan daerah yang belum ada lembaga inspeksi teknik atau
lembaga yang ada tidak mencukupi untuk melakukan sertifikasi.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
41
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan:
a. “limbah B3” yaitu limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia, dan makhluk
lain;
b. “limbah non-B3” merupakan limbah selain limbah B3; dan
c. “emisi gas rumah kaca” merupakan nilai yang dikeluarkan suatu
polutan untuk mendukung terbentuknya suatu efek rumah kaca.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
42
Pasal 50
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Rasio Elektrifikasi” yaitu jumlah total rumah
tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga yang ada.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
43
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
44
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 179
Download