MENGUJI KETAHANAN BANGSA: Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda Abstrak Pandemi influenza tahun 1918 mungkin adalah salah satu bencana kemanusiaan terdahsyat yang pernah terjadi di dunia. Dampak dari pandemi tersebut mengakibakan malapetaka yang dirasakan di banyak negara, termasuk Indonesia yang ketika itu masih bernama Hindia Belanda. Pada saat yang sama ketika Perang Dunia I sedang berlangsung, sebuah flu mematikan menghantam Asia Tenggara. Catatan sejarah menunjukkan bahwa otoritas kolonial Hindia Belanda percaya bahwa penyakit itu berasal dari Cina. Pada awal 1918, beberapa pasien terdeteksi mengidap influenza di pelabuhan Hong Kong. Orang-orang ini sedang dalam perjalanan menuju ke Asia Tenggara. Sumber-sumber sejarah lainnya mengatakan bahwa pandemi influenza di tahun 1918 dipercaya bermula dari Amerika Serikat (AS) dan berawal di bulan Maret 1918, lalu menyebar ke Eropa bersamaan dengan kedatangan pasukan AS yang datang ke sana. Beberapa pekan kemudian, penyakit ini mulai menyebar ke berbagai belahan dunia lainnya. Pada bulan Juni, penyakit ini sudah mencapai Bombai, India, lalu mencapai Pankattan di pantai timur Sumatera. Tempat ini sekarang diyakini sebagai Kabupaten Pangkatan di Sumatera Utara. Kuat dugaan bahwa penyakit ini dibawa oleh para pemukim di daerah semenanjung (Singapura atau Semenanjung Malaya). Konsulat Belanda di Singapura, yang pertama kali menyadari ancaman ini, memperingatkan Batavia (sekarang Jakarta) mengenai kemungkinan datangnya orangorang dengan gejala flu. Dengan segera, Batavia menerima anjuran untuk melarang kedatangan kapal dari daerah influenza. Pada akhirnya otoritas di Batavia memang dapat mencegah penyebaran wabah penyakit, namun hal yang sama tidak dapat diterapkan di kota-kota pelabuhan lainnya. Kapal-kapal dari Belanda yang membawa pasien-pasien flu ke Hindia Belanda dilaporkan bisa masuk melalui jalur-jalur ini. Kasus kemunculan influenza pertama kali dilaporkan terjadi di pelabuhan Banjarmasin, Makassar, dan Buleleng di Pulau Bali. Melalui Buleleng, virus flu menyebar ke Jawa Timur, juga melalui jalur laut. Dalam waktu dua pekan, wabh flu mematikan muncul di Surabaya. Menurut dinas kesehatan kolonial Belanda, di kota tersebut tercatat puluhan ribu pasien terinfeksi influenza. Pada awal tahun 1919, wabah flu menyebar ke Jawa Tengah dan kemudian memasuki Jawa Barat. Pihak administrator Batavia terkejut dengan melonjaknya jumlah pasien flu baru, mengalahkan jumlah pasien wabah pes yang sempat melanda Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun sebelumnya. Pemerintah memutuskan untuk membagikan obat antimalaria, yang dikenal penduduk setempat dengan nama “pil kina”, sebagai tindakan pencegahan. Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi dengan penyakit kronis lainnya, pemerintah juga menyerankan kepada pasien tertentu untuk mengkonsumsi opium. Sumber sejarah yang lain menyebutkan bahwa pada tanggal 1 juli 1918, penduduk Tanjong Pandan di bagian timu Sumatera tertular penyakit dari penumpang kapal yang datang dari Singapura. Tidak lama kemudian, penyekit tersebut dilaporkan telah menginfeksi penduduk di Weltevreden (atau yang umum dikenal Batavia), Medan, serta Banjdermasin (Banjarmasin) dan Stagen (Pulau Laut) di Kalimantas atau yang juga dikenal sebagai Borneo. Dari temapt-tempat tersebut, penyakit itu menyebar ke selutuh pulau di nusantara. Pada bulan Juli, dilaporkan munculnya kasus di beberapa tempat: di Bandung, Jawa Barat, lalu di Purwerejo dan Kudus, Jawa Tengah, serta Kertosono, Surabaya, dan Djatiroto, Jawa Timur. Pada akhir bulan Juli, wabah penyakit telah tercatat menyebar di sebagian besar wilayah Pulau Jawa dan Kalimantan.