PEMANFAATAN GLISEROL SEBAGAI SUMBER KARBON UNTUK PRODUKSI ETANOL PADA Escherichia coli REKOMBINAN DALAM KONDISI AEROBIK WAHYU SURADI PRANATA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemanfaatan Gliserol sebagai Sumber Karbon untuk Produksi Etanol pada Escherichia coli Rekombinan dalam Kondisi Aerobik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Wahyu Suradi Pranata NRP P051130301 RINGKASAN WAHYU SURADI PRANATA. Pemanfaatan Gliserol sebagai Sumber Karbon untuk Produksi Etanol pada Escherichia coli Rekombinan dalam Kondisi Aerobik. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA dan PRAYOGA SURYADARMA. Etanol merupakan salah satu energi terbarukan yang terus dikembangkan. Penggunaan galur Escherichia coli menunjukkan adanya potensi dalam pemanfaatan substrat yang luas. Pada umumnya E. coli akan memproduksi etanol dalam kondisi anaerobik, namun hal tersebut masih belum efektif, sehingga dilakukan rekayasa genetik dan perubahan kondisi produksi etanol menjadi aerobik. Rekayasa genetik dilakukan dengan penginsersian gen etanologenik yang berasal dari Zymomonas mobilis (gen piruvat dekarboksilase (pdc) dan alkohol dehidrogenase (adhB)) yang membentuk jalur baru produksi etanol melalui piruvat. Kondisi aerobik memicu pertumbuhan yang tinggi dan mengonsumsi NADH. Selain dalam respirasi NADH juga dibutuhkan sebagai ko-substrat dalam pembentukan etanol jadi perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan konsentrasi NADH dalam metabolisme. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemanfaatan substrat gliserol, karena E. coli melalui pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon mampu menghasilkan dua kali NADH dibandingkan dengan glukosa, selain itu melalui pemanfaatan substrat gliserol juga mampu mengakumulasi piruvat yang merupakan metabolit intermediate yang bermanfaat dalam produksi etanol. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui perbedaan karakteristik pertumbuhan sel pada E. coli BW25113 (galur tetua) antara sumber karbon gliserol dan glukosa. Serta produksi etanol pada E. coli etanologenik. Galur yang digunakan merupakan galur E. coli yang telah dihilangkan bagian dari fosfotransaetilase (pta) penghasil asetat dan diinsersikan gen fdh serta gen pdcadhB. Galur E. coli ini bernama BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc. Tahap awal penelitian ini membandingkan pemanfaatan sumber karbon gliserol dengan glukosa pada E. coli BW25113 secara karakteristik pertumbuhan. Media kultivasi ditambahkan substrat (gliserol atau glukosa) dan CaCO3. Setelah itu, dimonitor kondisi pertumbuhan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran konsumsi substrat (glukosa dan gliserol) dengan menggunakan glukosa kit dan gliserol kit berdasarkan metode enzimatis. Pengukuran asam organik (asetat dan piruvat) diukur menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), kolom zorbax Sb-aq dan fase geraknya adalah 1% asetonitril berbanding 99% NaH2PO4. E. coli mampu tumbuh dengan baik pada kedua sumber karbon, gliserol lebih cepat terkonsumsi dibandingkan glukosa, akumulasi asetat yang pada glukosa sedangkan gliserol tidak ada akumulasi asetat, dan piruvat hanya terakumulasi pada gliserol sedangkan pada glukosa tidak terakumulasi. Tahap selanjutnya adalah produksi etanol pada E. coli etanologenik. Produksi etanol dianalisis dengan memperhatikan akumulasi etanol dan konsumsi substrat. Pengukuran akumulasi etanol dan konsumsi substrat gliserol maupun glukkosa dilakukan menggunakan etanol kit, gliserol kit, dan glukosa kit berdasarkan metode enzimatis. Etanol terakumulasi lebih tinggi melalui pemanfaatan gliserol daripada glukosa sebagai sumber karbon pada E. coli etanologenik dalam kondisi aerobik. Dengan demikian, pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon pada E. coli BW25113 (galur tetua) menghasilkan profil pertumbuhan yang sama dengan glukosa, konsumsi substrat yang tinggi, mampu meningkatkan akumulasi piruvat, dan menekan produk samping asetat dalam kondisi aerobik. Pada galur E. coli BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc (galur etanologenik) melalui pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon menghasilkan etanol lebih tinggi daripada glukosa dalam kondisi aerobik. Kata kunci: Aerobik, Escherichia coli, etanol, gliserol, glukosa SUMMARY WAHYU SURADI PRANATA. Glycerol Utilization as Carbon Source for Ethanol Production in Escherichia coli Recombinant under an Aerobic Condition. Supervised by DJUMALI MANGUNWIDJAJA and PRAYOGA SURYADARMA. Ethanol is one of renewable energy that are constantly being developed. Escherichia coli have potency to be ethanol producer because of its broad carbon source utilization. In general, E. coli produce ethanol under anaerobic conditions, but it is still not effective. Genetic engineering was done to change ethanol production to aerobic conditions. Insertion of ethanologenic genes, pyruvate decarboxylase (pdc) and alcohol dehydrogenase (adhB), derived from Zymomonas mobilis was done to form a new pathways of ethanol production through pyruvate. Aerobic conditions lead to high growth and high NADH consumption. In addition, NADH was needed in respiration and ethanol production as a co-substrate, so balancing NADH concentration is necessary in metabolism. Glycerol as a carbon source was able to twice NADH production in E. coli, compared to glucose. The use of glycerol also accumulates pyruvate as intermediate metabolite for produce ethanol. The purpose of this study was to determine the growth characteristic differences in E. coli BW25113 (parent strain) between the carbon source glycerol and glucose. As well as ethanol production in ethanologenic E. coli. The strain used is an E. coli that have been removed the gene for acetate-producing (fosfotransaetilase (pta)) and have been inserted fdh together with pdc-adhB. The E. coli strain is named BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. The initial stage of this study was to compare the growth characteristic of E. coli between glycerol substrate and glucose. Media cultivation substrate is added glycerol or glucose and CaCO3. The growth conditions was monitored by spectrophotometry OD660 nm. The substrate consumption (glucose and glycerol) was measured using glucose kit and glycerol kit based on enzymatic method. The organic acids (acetate and pyruvate) was measured using high performance liquid chromatography (HPLC), column Zorbax Sb-aq with 1% acetonitrile : 99% NaH2PO4 as mobile phase. E. coli is able to grow well in the both substrates, the consumption of the glycerol faster than glucose, acetate accumulation was high on glucose while there is no acetate accumulation on glycerol, and pyruvate was accumulated on the glycerol while in glucose did not accumulate. The next stage is the ethanol production in E. coli ethanologenic. Ethanol production was analyzed by observing the accumulation of ethanol and the consumption of substrates. Measurement of ethanol accumulation, glycerol consumption, and glucose consumption was performed using ethanol kit, glycerol kit, and glucose kit based on enzymatic method. Ethanol was accumulated through the use of glycerol as a carbon source on E .coli ethanologenic in aerobic conditions. Thus, the use of glycerol as a carbon source on E. coli BW25113 (parent strain) produce growth profile same with glucose, the high consumption of the substrate, increased pyruvate accumulation, and suppressed the accumulation acetate as by-product under aerobic condition. On strain E. coli BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc (strain ethanologenic) the utilization of glycerol as carbon source enhanced ethanol accumulation under aerobic conditions, comparing with glucose. Keywords: Aerobic, Escherichia coli, ethanol, glucose, glycerol © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB PEMANFAATAN GLISEROL SEBAGAI SUMBER KARBON UNTUK PRODUKSI ETANOL PADA Escherichia coli REKOMBINAN DALAM KONDISI AEROBIK WAHYU SURADI PRANATA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Nisa Rachmania Mubarik MSi Judul Tesis : Pemanfaatan Gliserol sebagai Sumber Karbon untuk Produksi Etanol pada Escherichia coli Rekombinan dalam Kondisi Aerobik Nama : Wahyu Suradi Pranata NRP : P051130301 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA Ketua Dr Prayoga Suryadarma, STP MT Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Bioteknologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian: 2 September 2016 Tanggal Lulus: iv PRAKATA Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Gliserol sebagai Sumber Karbon untuk Produksi Etanol pada Escherichia coli Rekombinan dalam Kondisi Aerobik” dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Dr Prayoga Suryadarma, STP MT selaku dosen pembimbing, Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi selaku dosen penguji, National BioResource Project (National Institute of Genetic (NIG), Mishima, Jepang) atas sel E. coli BW25113 dan kepada Departement Chemical Science and Engineering, Osaka University, Jepang atas plasmid pHfdh dan pTadhB-pdc serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tercinta Acep Sahman, ST dan Tati Rosmawati, SPd, kakak : Krishna Setiadi, adik : Darwin Setiadinata serta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi serta inspirasi bagi penulis agar tetap sabar dalam mencapai kesuksesan, keluarga besar program studi Bioteknologi, keluarga besar di laboratorium Bioindustri, serta seluruh keluarga besar Himpunan Mahasiwa Wirausaha Pascasarjana (Himawipa) IPB atas segala doa dan dukungannya. Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya. Bogor, November 2016 Wahyu Suradi Pranata vi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup 1 2 3 3 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Gliserol sebagai Sumber Karbon Escherichia coli Rekombinan Etanologenik Pembanding Fermentasi dan Respirasi Aerobik Perkembangan Produksi Etanol 4 4 5 6 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Galur Bakteri dan Plasmid Media Pertumbuhan, Prakultivasi, Kultivasi Pengukuran Bobot Sel Kering, Konsumsi Substrat, Akumulai Etanol Pengukuran Asam Organik 7 7 7 8 8 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan E. coli pada Glukosa dan Gliserol dalam Kondisi Aerobik Produksi Etanol pada E. coli Etanologenik Metabolisme Produksi Etanol pada Sumber Karbon Glukosa dan Gliserol 9 11 12 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 14 14 DAFTAR PUSTAKA 15 RIWAYAT HIDUP 22 viii DAFTAR TABEL 1 2 Galur dan plasmid yang digunakan pada penelitian Pertumbuhan sel, produksi etanol, yield berdasarkan substrat, dan yield berdasarkan biomassa pada galur E. coli etanologenik 7 12 DAFTAR GAMBAR 3 4 5 6 Profil pertumbuhan sel dan konsumsi substrat glukosa dan gliserol sebagai sumber karbon pada kultivasi E. coli BW25113 selama 72 jam Profil akumulasi asetat dan piruvat pada substrat glukosa dan gliserol sebagai sumber karbon di dalam kultivasi E. coli BW25113 selama 72 jam Produksi etanol pada kultivasi E. coli BW25113∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc di dalam substrat gliserol dan glukosa sebagai sumber karbon Ringkasan sentral karbon metabolisme di dalam sel E. coli etanologenik rekombinan pada kondisi aerobik 9 10 11 13 DAFTAR LAMPIRAN 7 8 9 Uji Glukosa Uji Gliserol Uji Etanol 19 20 21 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan karena sebagian besar aktivitas manusia membutuhkan energi. Mayoritas energi yang dimanfaatkan berasal dari fosil khususnya minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui dan akan habis. Produksi etanol sebagai bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang terus dikembangkan. Generasi awal produksi etanol melalui fermentasi khamir (yeast) dengan substrat yang berasal dari pati produk pangan, mulai ditinggalkan karena bersaing dengan pangan dan berpengaruh terhadap ekonomi, selanjutnya menuju generasi kedua yang memanfaatkan substrat dari biomassa melalui fermentasi yeast atau bakteri yang lebih maju secara teknologi (IEA 2008). Fermentasi yeast seperti Saccharomyces cereviciae memiliki kelemahan waktu pertumbuhan yang lambat sehingga berpengaruh pada hasil produk yang diharapkan, selain itu fermentasi bakteri seperti Zymomonas mobilis memiliki spektrum pemanfaatan substrat yang terbatas pada gula, sedangkan Escherichia coli banyak digunakan dalam rekayasa mikroba untuk produksi etanol karena metabolismenya sudah banyak diketahui. E. coli memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat dan spektrum pemanfaatan substrat yang luas seperti glukosa dan gliserol. Studi sebelumnya menyatakan bahwa peran gula sebagai substrat dalam fermentasi etanol pada E. coli dapat digantikan oleh gliserol (Ito et al. 2005). Gliserol disebut juga gliserin merupakan senyawa alkohol trihidrat dengan rumus bangun C3H8O3. Gliserol merupakan sumber karbon yang murah dan berlimpah, selain itu gliserol lebih mudah direduksi dalam metabolisme dibandingkan dengan gula sehingga menghasilkan senyawa hasil reduksi seperti etanol, suksinat, xylitol, propionat, hidrogen, dan seterusnya dengan rendemen yang lebih tinggi dari penggunaan gula (Dharmadi et al. 2006). Setiap 3 mol biodiesel yang dihasilkan, menghasilkan 1 mol gliserol (sekitar 5-10% setara berat biodiesel), untuk mengoptimalkan potensi ini perlu usaha untuk mengonversi gliserol menjadi bahan kimia yang bermanfaat seperti etanol (Yazdani dan Gonzales 2007). Penelitian-penelitian yang lain melakukan fermentasi pada kondisi anaerob, sehingga pertumbuhan sel berlangsung lambat dan meningkatkan aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) yang mengakumulasi laktat dengan substrat piruvat. Suryadarma et al. (2012) menyatakan bahwa kultivasi E. coli pada kondisi anaerob menyebabkan pertumbuhan sel rendah sehingga berakibat pada turunnya hasil produk yang diharapkan. Kondisi anaerobik menghasilkan produk samping yang tinggi mengakibatkan produksi etanol pada E. coli belum efektif, sehingga perlu dilakukan rekayasa genetik (Ingram et al. 1987) dan mengubah kondisi kultivasi produksi etanol menjadi aerobik. Penginsersian gen etanologenik yaitu gen piruvat dekarboksilase (pdc) dan asetaldehida dehidrogenase (adhB) dari Z. mobilis ke E. coli melalui rekayasa genetik dapat meningkatkan produksi etanol (Ingram et al. 1987). Pada studi lain menyebutkan proses kultivasi pada kondisi aerobik menghasilkan biomassa dalam jumlah besar sekitar 66% dan sisanya berupa air, gas, dan asam organik (Sutapa 1999). Di samping itu, dalam kondisi 2 aerobik enzim pembentuk laktat (Laktat dehidrogenase; LDH) akan mengalami penurunan aktivitas (Ojima et al. 2012) sehingga akumulasi laktat dapat ditekan. Tersedianya oksigen sebagai aksepton elektron terakhir akan mengonsumsi NADH (Causey et al. 2004) sehingga menyebabkan berkurangnya NADH untuk produksi etanol. Dilihat dari jalur metabolismenya pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon mampu meningkatkan dua kali NADH dibandingkan glukosa seperti yang dilaporkan oleh Yazdani dan Gonzales (2007). Ketersediaan NADH dalam kultivasi E. coli juga mampu mengakumulasi piruvat sebagai metabolit intermediate yang bermanfaat dalam produksi etanol (Suryadarma et al. 2012). Ketersediaan oksigen yang tinggi dan konsentrasi substrat yang tinggi menyebabkan akumulasi asetat yang tinggi pada substrat glukosa, fenomena ini disebut overflow metabolism (Vemuri et al. 2006) dimana akumulasi asetat yang banyak dapat menurunkan produksi etanol. Pada penelitian Martinez-Gomez et al. (2012) menyatakan bahwa melalui pemanfaatan substrat gliserol dapat menekan akumulasi asetat. Selanjutnya, diharapkan E. coli etanologenik dengan substrat gliserol dapat mengakumulasi etanol lebih tinggi dibandingkan dengan substrat glukosa karena melalui pemanfaatan gliserol diduga mampu menekan asetat sebagai produk samping dan dapat mengakumulasi piruvat sebagai prekursor untuk pembentukan etanol. Konversi gliserol menjadi asam suksinat merupakan contoh keseimbangan redoks. Meskipun jalur untuk etanol dan suksinat setara mengenai keseluruhan keseimbangan redoks, kontribusi energi dari jalur etanologenik jauh lebih tinggi, setiap 1 ATP diproduksi per molekul gliserol yang diubah menjadi etanol, sementara produksi energi dijalur suksinat terbatas untuk memenuhi generasi proton motive force oleh fumarate reduktase (frd) (Dharmadi et al. 2006). Oleh karena itu, dalam penelitian ini membandingkan gliserol dengan glukosa sebagai sumber karbon, sehingga diharapkan dapat mengetahui potensi substrat gliserol untuk selanjutnya diarahkan menuju produksi etanol pada kondisi aerobik. Perumusan Masalah E. coli secara umum memproduksi etanol dalam kondisi anaerobik, namun hal tersebut masih belum efektif, sehingga dilakukan rekayasa genetik dan perubahan kondisi produksi etanol menjadi aerobik. Rekayasa genetik dilakukan dengan penginsersian gen etanologenik yang berasal dari Zymomonas mobilis (gen piruvat dekarboksilase (pdc) dan alkohol dehidrogenase (adhB)) yang membentuk jalur baru produksi etanol melalui piruvat. Kondisi aerobik memicu pertumbuhan yang tinggi dan mengonsumsi NADH. Selain dalam respirasi NADH juga dibutuhkan sebagai ko-substrat dalam pembentukan etanol, jadi perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan konsentrasi NADH dalam metabolisme. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemanfaatan substrat gliserol, karena E. coli melalui pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon mampu menghasilkan dua kali NADH dibandingkan dengan glukosa dan mampu menekan asetat sebagai produk samping, serta mampu mengakumulasi piruvat sebagai metabolit intermediate yang bermanfaat dalam produksi etanol. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon untuk peningkatan produksi etanol pada E. coli etanologenik dalam kondisi aerobik. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberi informasi baru mengenai pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon untuk peningkatan produksi etanol pada E. coli etanologenik dalam kondisi aerobik. Ruang Lingkup Penelitian ini termasuk skala laboratorium yang menggunakan E. coli BW25113 (galur tetua) dan E. coli BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc (galur etanologenik). Ruang lingkup penelitian ini meliputi (1) Pertumbuhan E. coli BW25113 pada glukosa dan gliserol dalam kondisi aerobik dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan sel pada kedua sumber karbon sehingga dapat diketahui potensinya untuk selanjutnya dimanfaatkan dalam produksi etanol, (2) produksi etanol pada E. coli etanologenik untuk membuktikan potensi substrat gliserol dan glukosa dalam produksi etanol, dan (3) metabolisme produksi etanol pada substrat glukosa dan gliserol. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Gliserol sebagai Sumber Karbon Gliserol dapat diproduksi melalui fermentasi mikroba atau sintesis kimia dari bahan baku petrokimia. Gliserol juga dapat menjadi bahan pembuatan sabun. Pada proses tradisional, gliserol dilepaskan selama proses hidrolisis lemak. Proses tersebut cukup penting, sejak sabun digantikan oleh detergen (Wang et al. 2001). Biodiesel diproduksi dari minyak nabati dan lemak hewan yang teresterifikasi misalnya etanol dan metanol (alkoholis) yang umumnya dikatalisis oleh NaOH dan KOH, gliserol mewakili 10% (v/v) dari ester (Mu et al. 2006). Di Eropa menggunakan minyak biji rape untuk produksi biodiesel sedangkan di Brazil menggunakan minyak dari kedelai, bunga matahari, kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis), dan jarak (Jatropa curcas). Gliserol banyak diaplikasikan dalam kosmetik, cat, otomotif, makanan, tembakau, farmasi, pulp, kertas, kulit dan industri tekstil. Gliserol digunakan sebagai bahan untuk produksi berbagai zat kimia (Wang et al. 2001). Aplikasi baru sedang dievaluasi dalam industri makanan, poligliserol dan industri poliuretana, bidang stabilisator kayu dan produksi molekul kecil, seperti dihidroksiaseton, gliserat, dan gliserol karbonat (Claude 1999). Gliserol juga dipertimbangkan sebagai bahan baku untuk industri fermentasi masa depan (Wang et al. 2001). Dengan demikian, salah satu dari banyak aplikasi yang menjanjikan untuk penggunaan gliserol adalah biokonversi untuk senyawa nilai tinggi melalui fermentasi mikroba. Gliserol tidak hanya murah dan berlimpah, tetapi gliserol memiliki tingkat reduksi lebih baik dibandingkan gula untuk mereduksi bahan kimia, seperti suksinat, etanol, xylitol, propionat, hidrogen, dll. Sehingga hasil yang diperoleh lebih tinggi daripada gula (Dharmadi et al. 2006). Seperti molekul bermuatan kecil lainnya, gliserol dapat melintasi membran sitoplasma melalui difusi pasif. Namun, sel-sel terbatas pada serapan pasif yang memiliki kelemahan pertumbuhan pada substrat konsentrasi rendah. Serapan gliserol sering dikutip sebagai satu-satunya contoh transportasi dimediasi oleh difusi difasilitasi melintasi membran dalam Escherichia coli (Voegele et al. 1993). Difusi difasilitasi oleh protein membran integral, fasilisator gliserol (glpF) (Darbon et al. 1999). Gliserol intraseluler selanjutnya dikonversi ke gliserol-3fosfat oleh gliserol kinase (glpK). Gliserol-3-fosfat tetap terperangkap di dalam sel sampai selanjutnya dimetabolisme karena tidak ada substrat untuk fasilitator gliserol (Braun et al. 2000). glpF bertindak sebagai saluran yang sangat selektif, juga mengonduksi polialkohol dan turunan urea, yaitu stereo-selektif dan enantioselektif (Fu et al. 2000). Semua saluran ini secara ketat menyeleksi senyawa nonionik, termasuk hidroksida dan ion hidronium, sehingga mencegah disipasi potensial membran (Fu et al. 2000). Masuknya gliserol dimediasi oleh glpF 1001000 kali lipat lebih besar dari yang diharapkan untuk transporter dan nonsaturable pada konsentrasi gliserol 200 mM (Fu et al. 2000). Escherichia coli Rekombinan Etanologenik Perkembangan saat ini dalam industri produksi etanol membutuhkan biokatalis yang menghasilkan etanol dengan hasil tinggi dan mampu 5 memanfaatkan berbagai jenis sumber karbon. Galur yang memproduksi etanol seperti S. cerevisiae pertumbuhannya lambat sedangkan Z. mobilis pemanfaatan substratnya terbatas pada gula. Di sisi lain, E. coli dapat memanfaatkan gula (glukosa) dan lemak (gliserol) sebagai sumber karbon dan juga tidak ada persyaratan untuk faktor pertumbuhannya, yaitu fakultatif anaerob. E. coli dianggap sebagai biokatalis efektif untuk produksi etanol. Etanol merupakan salah satu produk fermentasi akhir E. coli. Hal ini dihasilkan dalam sel E. coli tipe liar melalui asetil-KoA oleh alkohol dehidrogenase (adhB), mengoksidasi dua NADH ke NAD+. Sementara itu, glikolisis menghasilkan hanya satu NADH per piruvat. Sebagai konsekuensinya pada jalur metabolisme E. coli untuk menghasilkan etanol kekurangan NADH. Hal ini diatasi dengan mengubah salah satu asetil-KoA menjadi asetat, sehingga dalam jumlah yang sama dari asetat dan etanol yang dihasilkan oleh E. coli. Karena kebutuhan dua NADH per etanol, jalur etanologenik menghambat E. coli melakukan fermentasi seperti S. cerevisiae atau Z. mobilis - homoetanol fermentasi, yang dihasilkan etanol sebagai satu-satunya produk dan hanya mengonsumsi satu NADH per etanol yang dihasilkan (Dien et al. 2003). Rekayasa metabolisme melalui jalur homoetanol telah dikembangkan untuk meningkatkan produksi etanol dalam sel E. coli. Perkembangan galur E. coli etanologenik oleh para peneliti yang berbeda. Telah banyak dilaporkan bahwa rekayasa metabolik E. coli mengekspresikan gen Z. mobilis yang mengkodekan enzim piruvat dekarboksilase (pdc) dan alkohol dehidrogenase (adhB) untuk menghasilkan etanol dari piruvat (Ingram dan Conway 1988) karena Z. mobilis memiliki nilai Km yang rendah pada gen pdc dibandingkan dengan reaksi konsumsi piruvat yang lain dan efektif mengarahkan metabolisme menuju pembentukan etanol yang tinggi (Peterson dan Ingram 2008). Integrasi kromosom gen-gen dalam genom E. coli di bawah kontrol piruvat format lyase (pfl) promotor selanjutnya melakukan peningkatan stabilitas genetik dari galur rekombinan (Ohta et al. 1991). Namun, dosis gen lebih rendah dari galur yang mengandung plasmid mengakibatkan hasil yang rendah pada etanol, dengan kontaminasi yang tinggi oleh laktat dan asetat. Selanjutnya, mutasi pada jalur utama asetat (pta, phosphotransacetylase; ackA, asetat kinase) dan jalur laktat (ldh, laktat dehidrogenase) melalui usaha ini diharapkan dapat meningkatkan produksi etanol pada E. coli (Trinh et al. 2008). Pembanding Fermentasi dan Respirasi Aerobik Fermentasi yang bersifat anaerobik dan respirasi selular yang aerobik adalah dua alternatif yang dapat diambil oleh sel untuk menghasilkan ATP melalui pemanenan energi kimia dalam makanan. Kedua jalur tersebut menggunakan glikolisis untuk mengoksidasi glukosa dan bahan bakar organik lain menjadi piruvat, dengan produksi netto 2 ATP melalui fosforilasi tingkat substrat. Selain itu, pada fermentasi maupun respirasi, NAD+ merupakan agen pengoksidasi yang menerima elektron dari makanan selama glikolisis. Perbedaan kuncinya diketahui dengan membandingkan mekanisme-mekanismenya untuk mengoksidasi NADH menjadi NAD+ kembali, yang dibutuhkan untuk mempertahankan glikolisis. Pada fermentasi, penerima elektron terakhir adalah molekul organik seperti piruvat (fermentasi asam laktat) atau asetaldehida (fermentasi alkohol). 6 Sebaliknya, pada respirasi aerobik, penerima elektron terakhir dari NADH adalah oksigen. Proses ini tidak hanya meregenerasi NAD+ yang dibutuhkan untuk glikolisis namun juga membayar dengan suatu bonus ATP ketika transpor elektron secara bertahap dari NADH ini ke oksigen menggerakkan fosforilasi oksidatif. Pembayaran ATP yang lebih besar lagi berasal dari oksidasi piruvat dalam siklus asam sitrat, yang hanya berlangsung dalam respirasi. Tanpa oksigen, energi yang masih tersimpan dalam piruvat tidak bisa dimanfaatkan oleh sel. Dengan demikian, respirasi selular memanen jauh lebih banyak energi dari setiap molekul gula daripada yang bisa dilakukan oleh fermentasi. Pada fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi etanol dalam dua langkah. Langkah pertama melepaskan karbondioksida dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa berkarbon dua, asetaldehida. Pada langkah kedua, asetaldehida direduksi menjadi etanol oleh NADH. Reduksi ini meregenerasi suplai NAD+ yang dibutuhkan agar glikolisis berlanjut (Campbell dan Reece 2010). Perkembangan Produksi Etanol Etanol (C2H5OH) merupakan cairan biokimia pada proses fermentasi dengan memanfaatkan sumber karbon seperti gula dan lemak melalui bantuan mikroorganisme. Generasi awal produksi etanol melalui fermentasi khamir (yeast) dengan substrat yang berasal dari pati produk pangan. Generasi tersebut mulai ditinggalkan karena bersaing dengan kebutuhan manusia yang berpengaruh terhadap kestabilan ekonomi, selanjutnya menuju generasi kedua yang memanfaatkan substrat dari biomassa melalui fermentasi yeast atau bakteri yang lebih maju secara teknologi (IEA 2008). Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu: 1. 2. Etanol 95-96%, disebut dengan “etanol berhidrat”, yang dibagi dalam: a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar, desinfektan, dan pelarut. b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut. Etanol > 99.5%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini disebut dengan dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal (Prihandana 2007). 7 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2015 - Maret 2016 di Laboratorium Rekayasa Bioproses (RBP), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati (PPSHB) IPB serta Laboratorium Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. Galur Bakteri dan Plasmid Galur E. coli dan plasmid yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. E. coli BW25113 dan galur rekombinan E. coli yang telah dihilangkan fungsi dari gen pta (BW25113Δpta) (Baba et al. 2006), yang berasal dari National BioResources Project (National Institute of Genetics (NIG), Jepang). Galur tersebut ditambahkan gen etanologenik adhB-pdc dan gen fdh yang berasal dari Departement Chemical Science and Engineering, Osaka University, Jepang, dengan nama isolat BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc. Tabel 1 Galur dan plasmid yang digunakan pada penelitian Nama Deskripsia Galur E. coli BW25113 galur tetua, lacIQ BW25113Δpta [BW25113]Δpta, lacIQ, Knr Plasmid pHfdh lacP, Cmr, mengandung fdh dari M. Vaccae pTadhB-pdc trcP, lacIQ, Apr, mengandung pdc dan adhB dari Z. mobilis a Referensi Baba et al. 2006 Baba et al. 2006 Ojima et al. 2012 Fithriani et al. 2015 Knr, resisten kanamisin; Cmr, resisten kloramfenikol; Apr, resisten ampisilin. Media Pertumbuhan, Prakultivasi, Kultivasi Media pertumbuhan yang digunakan Lauria Bertani (LB) 10 g pepton, 10 g NaCl, dan 5 g ekstrak khamir per liter akuades. Prakultivasi bertujuan menyegarkan kembali sel E. coli dalam stok gliserol untuk mencapai pertumbuhan optimum pada saat kultivasi. Pada prakultivasi sejumlah 50 mL media LB ditambahkan dengan 1% (v/v) isolat BW25113 tanpa antibiotik dan 50 mgL-1 ampisilin, 34 mgL-1 kloramfenikol, 15 mgL-1 kanamisin untuk 1% (v/v) isolat BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc. Media berisi sampel diinkubasi dalam penggoyang berputar (Optic Ivymen System) dengan kecepatan agitasi 120 rpm selama 12 jam pada suhu 370C. Kemudian dihitung nilai OD660 dengan rentang nilai 1 – 1.5, lalu sampel dikultivasi. Kultivasi bertujuan untuk memproduksi metabolit sel dalam kondisi aerobik. Galur E. coli dikultivasi berdasarkan prosedur Ojima et al. (2012). Media LB kultivasi terdiri atas Inokulum 5% (v/v), 222 mM glukosa maupun 220 mM gliserol, 20 gL-1 CaCO3 per liter air dan antibiotik (30 mgL-1 ampisilin, 34 mgL-1 kloramfenikol, 15 mgL-1 kanamisin) serta penambahan 0.5 mM isopropil 8 tiogalaktosida (IPTG) untuk galur etanologenik substrat gliserol sedangkan pada substrat glukosa tanpa penambahan IPTG. Kemudian media kultivasi diatur pH pada pH 7.0. Penambahan CaCO3 untuk mempertahankan pH agar tidak mengalami penurunan selama kultivasi. Setelah itu, sampel diinkubasi dalam penggoyang berputar (Optic Ivymen System) dengan kecepatan agitasi 250 rpm selama 72 jam pada suhu 370C. Pengambilan sampel dilakukan pada jam ke-0, ke12, ke-24, ke-48, dan ke-72. Pengulangan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Pengukuran Bobot Sel Kering, Konsumsi Substrat, Akumulasi Etanol Pengukuran bobot sel kering untuk mengetahui pertumbuhan sel, dilakukan berdasarkan Ojima et al. (2012), sampel diukur nilai Optical density (OD) pada spektrofotometri panjang gelombang 660 nm. Nilai OD660 dikalikan dengan 0.36 untuk pengonversian menjadi nilai bobot sel kering. Sebelum diukur sampel dicampurkan dengan 1 M HCL untuk pendilusian CaCO3. Pengukuran konsumsi glukosa, konsumsi gliserol dan akumulasi etanol dilakukan dengan kit (Roche Glucose kit, Roche Glycerol kit dan Roche Ethanol kit). Sampel hasil kultivasi 72 jam diinaktivasi dengan pemanasan dan penghilangan gas. Setelah itu disentrifugasi (Hettich Zentrifugen) selama 2 menit 9727 g suhu 40C. Supernatan difilter dengan filter 0.2 µm, dilakukan pengenceran sesuai dengan estimasi glukosa sisa, gliserol sisa, dan akumulasi etanol. Kemudian dilakukan pengukuran berdasarkan prosedur metode enzimatis dari produsen. Data yang diperoleh adalah nilai rataan dan standar deviasi dari dua hingga tiga pengulangan dengan pengukuran signifikkansi berdasarkan uji-t. Yield etanol berdasarkan substrat dihitung dengan formula berikut: g etanol Yetanol/substrat = g substrat terkonsumsi Yield etanol berdasarkan biomassa dihitung dengan formula berikut: g etanol Yetanol/biomassa = g biomassa Yield biomassa berdasarkan substrat dihitung dengan formula berikut: g biomassa Ybiomassa/substrat = g substrat terkonsumsi Pengukuran Asam Organik Pengukuran asam organik dilakukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC Hp Hewlett packard). Kolom yang digunakan adalah kolom Zorbax sb-aq 883975-914 (Agilent) dengan laju alir 1.0 mLmin-1, suhu 350C, dan dideteksi pada 210 nm. Campuran 1% asetonitril : 99% NaH2PO4 digunakan sebagai fase gerak. 9 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan E. coli pada Glukosa dan Gliserol dalam Kondisi Aerobik Pertama-tama dilakukan pengkajian tentang pertumbuhan sel dan konsumsi substrat pada media dengan sumber karbon glukosa dan gliserol. Pada jam ke-0 hingga jam ke-12 pertumbuhan E. coli baik pada glukosa ataupun gliserol berada pada fase adaptasi hingga akhir fase pertumbuhan, pada jam ke-12 hingga jam ke-72 pertumbuhan sel berada pada pada fase stasioner, secara umum kondisi pertumbuhan sel pada kedua sumber karbon tersebut mirip (Gambar 1). Kondisi aerobik dengan substrat gliserol dari fase adaptasi hingga akhir fase pertumbuhan dapat tercapai di jam ke-12 dengan bobot sel kering 3.3 gL-1, bila dibandingkan dengan penelitian Murarka et al. (2008) pada kondisi anerobik puncak fase pertumbuhan dicapai pada jam ke-84 dengan bobot sel kering 0.31 gL-1, hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi aerobik pertumbuhan sel lebih cepat dan tinggi. Gambar 1 Profil pertumbuhan sel dan konsumsi substrat glukosa dan gliserol sebagai sumber karbon pada kultivasi E. coli BW25113 selama 72 jam Studi lain Shah et al. (2014) dengan substrat gliserol dan kondisi aerobik menunjukkan pertumbuhan sel mencapai akhir fase pertumbuhan pada jam ke-36 lebih lama 24 jam dibandingkan dengan hasil penelitian ini, hal tersebut dikarenakan perbedaan kondisi kultivasi. Hasil ini mengindikasikan bahwa kondisi kultivasi pada penelitian ini menguntungkan karena sel mampu tumbuh mencapai puncak fase pertumbuhan dengan cepat, sehingga metabolit-metabolit banyak dihasilkan pada fase ini. Pada kondisi aerobik E. coli tumbuh dengan baik dalam memanfaatkan substrat gliserol dan glukosa, hasil ini menunjukkan bahwa E. coli secara metabolisme dari mulai penyerapan substrat di lingkungan melalui protein membran integral hingga induksi siklus asam sitrat pada jalur metabolisme berjalan dengan baik, karena siklus asam sitrat menghasilkan energi untuk pertumbuhan sel. Pertumbuhan E. coli pada media glukosa dan gliserol samasama tinggi, tidak ada perbedaan antara kedua sumber karbon. Kondisi tersebut sesuai dengan penelitian Durnin et al. (2008), bahwa biomassa yang dihasilkan 10 pada glukosa maupun gliserol tidak berbeda pada kondisi tersedianya oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Pertumbuhan sel berkaitan erat dengan tingkat konsumsi substrat. Substrat gliserol habis terkonsumsi pada jam ke-48, sedangkan konsumsi substrat pada glukosa jam ke-72 belum habis (Gambar 1). Hasil ini menunjukkan gliserol lebih cepat terkonsumsi daripada glukosa pada kondisi aerobik. Hal ini memungkinkan karena rataan tingkat pengurangan per karbon, k (Nielsen et al. 2003) gliserol (C3H8O3: k=4.67) signifikan lebih tinggi dibandingkan glukosa (C6H12O6: k=4). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa gliserol lebih efektif digunakan sebagai substrat karena tingkat pemanfaatan substrat lebih cepat. Gambar 2 Profil akumulasi asetat dan piruvat pada substrat glukosa dan gliserol sebagai sumber karbon di dalam kultivasi E. coli BW25113 selama 72 jam Kajian selanjutnya mengenai arah fluks karbon glukosa dan gliserol menuju akumulasi asam organik yaitu asetat dan piruvat. Asetat merupakan produk samping dalam produksi etanol. Akumulasi asetat pada substrat glukosa tinggi sedangkan tidak ada akumulasi asetat pada substrat gliserol (Gambar 2). Tingginya akumulasi asetat pada substrat glukosa sejalan dengan penelitian Vemuri et al. (2006) yang mana kondisi substrat yang tinggi dan tersedianya oksigen yang tinggi mengakibatkan arah fluks karbon menuju pembentukan asetat, fenomena ini disebut dengan overflow metabolism. Di lain pihak, pada sumber karbon gliserol sebaliknya tidak ada akumulasi asetat, hal ini mungkin terjadi karena penurunan regulasi gen-gen yang berperan pada pembentukan asetat seperti gen poxB dari jalur piruvat dan gen pta dari jalur asetil-KoA. Pada studi Martinez-Gomez et al. (2012) tidak terakumulasinya asetat diduga galur ini menghasilkan dan mengonsumsi asetat secara bersamaan. Hasil ini menguntungkan untuk produksi etanol dengan memanfaatkan gliserol sebagai sumber karbon karena melalui pemanfaatan substrat gliserol mampu menekan akumulasi ke arah asetat. Piruvat sebagai global prekursor mengarah pada beberapa metabolit, pada penelitian ini dimanfaatkan untuk produksi etanol. Piruvat terakumulasi pada substrat gliserol sedangkan pada substrat glukosa tidak terakumulasi (Gambar 2). Hasil ini sesuai dengan Suryadarma et al. (2012) yang menyatakan bahwa piruvat dapat terakumulasi melalui tersedianya NADH dan kondisi aerobik. Substrat 11 gliserol menghasilkan dua kali NADH dibandingkan dengan substrat glukosa. Terakumulasinya piruvat sebagai senyawa antara sangat menguntungkan untuk produksi etanol melalui penginsersian gen pdc yang mengubah piruvat menjadi asetaldehida, selanjutnya gen adhB yang mengubah aselatdehid menjadi etanol, kedua gen ini berasal dari Z. Mobilis yang dipilih karena nilai Km nya rendah sehingga diharapkan laju reaksi pembentukan etanol dapat berjalan dengan cepat. Produksi Etanol pada E. coli Etanologenik Etanol dapat diproduksi dengan berbagai substrat diantaranya gliserol dan glukosa. Pada E. coli BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc dengan substrat gliserol mampu mengakumulasi etanol 2.18 gL-1 dan pada substrat glukosa 0.13 gL-1 (Gambar 3). Berdasarkan data sebelumnya yang menyatakan bahwa E. coli BW25113 (galur tetua) melalui pemanfaatan gliserol mampu menekan akumulasi asetat dan mampu meningkatkan akumulasi piruvat sehingga diharapkan arah fluks karbon menuju pembentukan etanol. Akumulasi etanol dari jalur piruvat oleh pdc dan adhB membutuhkan ko-substrat NADH. Hasil ini membuktikan bahwa substrat gliserol mampu menyediakan NADH, sejalan dengan Yazdani dan Gonzales (2007) yang menyatakan bahwa gliserol sebagai substrat menghasilkan NADH dua kali lebih banyak dibandingkan glukosa, sehingga piruvat terakumulasi dengan tersedianya NADH dalam kondisi aerobik (Suryadarma et al. 2012) untuk selanjutnya arah fluks karbon menuju pembentukan etanol. Etanol (gL-1) 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Gliserol Glukosa Gambar 3 Produksi etanol pada kultivasi E. coli BW25113∆pta/pHfdh/pTadhBpdc di dalam substrat gliserol dan glukosa sebagai sumber karbon Efektifitas metabolisme dalam produksi etanol dapat diketahui melalui perbandingan yield. Kajian penelitian ini membandingkan Yetanol/substrat, Yetanol/biomassa, dan Ybiomassa/substrat pada galur E. coli etanologenik dengan substrat glukosa maupun gliserol serta kondisi aerobik dan anaerobik (Tabel 2). Yetanol/substrat sel E. coli BW25113∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc dengan substrat gliserol pada kondisi aerobik paling tinggi yaitu 0.12 artinya bahwa penyerapan karbon dari substrat menuju produk (etanol) melalui pemanfaatan sumber karbon gliserol dan kondisi aerobik lebih efektif dibandingkan dengan pemanfaatan substrat glukosa pada kondisi aerobik dan anaerobik. Yetanol/biomassa sel E. coli BW25113∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc substrat gliserol lebih tinggi dibandingkan substrat glukosa dengan galur yang sama pada 12 kondisi aerobik, hal tersebut mengindikasikan produksi etanol dipengaruhi oleh tingginya biomassa. Sejalan dengan hasil Ybiomassa/substrat E. coli BW25113∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc dengan substrat gliserol pada kondisi aerobik paling tinggi yaitu 0.17, artinya bahwa melalui pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon pada kondisi aerobik banyak menghasilkan biomassa. Di lain pihak, Yetanol/biomassa sel E. coli KO2 paling tinggi, hal tersebut karena pada kondisi anaerobik menghasilkan sedikit biomassa. Tabel 2 Pertumbuhan sel, produksi etanol, yield berdasarkan substrat, dan yield berdasarkan biomassa pada galur E. coli etanologenik Galura Bobot sel kering (gL-1) Etanol (gL-1) Yetanol/substrat (g etanol g substrat-1) Yetanol/biomassa (g etanol g biomassa-1) Ybiomassa/substrat (g biomassa g substrat-1) Gliserol BW25113∆pta, 3.14±0.06 2.10±0.27 0.12±0.02 0.70±0.10 0.17±0.00 pTadhB-pdc mengandung pdcZm dan adhBZm: pHfdh mengandung fdhMv, 72 jamb Glukosa BW25113∆pta, 1.13±0.05 0.13±0.00 0.01±0.00 0.11±0.01 0.06±0.00 pTadhB-pdc mengandung pdcZm dan adhBZm: pHfdh mengandung fdhMv, 24 jamc KO2, pfl::(pdc+ 1.68 4 0.05 2.38 0.02 adhB+), 72 jamd a pdcZm, pdc berasal dari Z. mobilis; adhBZm, adhB berasal dari Z. mobilis; fdhZm, fdh berasal dari M. vaccae.; bstudi ini kondisi Aerobik.; cFithriani et al. 2016 kondisi Aerobik.; dOhta et al. 1991 kondisi anaerobik. Metabolisme Produksi Etanol pada Substrat Glukosa dan Gliserol Metabolisme E. coli etanologenik dengan pemanfaatan glukosa dan gliserol sebagai sumber karbon pada kondisi aerobik (Gambar 4). Gliserol seperti molekul kecil lainnya dapat melewati membran sitoplasma melalui difusi pasif. Difusi dapat dicapai dengan difasilitasi oleh protein membran integral (glpF) (Darbon et al. 1999). Gliserol intraseluler difosforilasi menjadi gliserol-3-fosfat (Gli3P) oleh gliserol kinase (glpK), selanjutnya terdehidrogenasi ke dihidroksiaseton fosfat (DHAP) yang meregenerasi NADH dari NAD+ oleh glpD, kemudian DHAP dikatabolisme dalam jalur pentosa-fosfat. Sedangkan glukosa melewati membran sitoplasma difasilitasi oleh protein membran integral (galP). Glukosa difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat (G6P) oleh glukosa kinase (glK) selanjutnya diubah menjadi frukosa-6-fosfat (F6P). F6P difosforilasi menjadi fruktosa-1,6-fosfat (F1,6P) kemudian diubah menjadi DHAP. Perbedaan metabolisme antara kedua sumber karbon ini hingga DHAP adalah adanya regenerasi NADH pada substrat gliserol sedangkan pada substrat glukosa tidak ada. Pertumbuhan sel E. coli pada gliserol dalam kondisi aerobik membentuk DHAP dalam pusat metabolisme yang mana metabolit ini berperan dalam proses glukoneogenesis dan glikolisis (Frankel 1996). Dari DHAP menuju piruvat pada 13 kedua substrat gliserol maupun glukosa sama-sama menghasilkan NADH. Selanjutnya piruvat sebagai intermediate metabolit mengarah pada beberapa metabolit lain. Penginsersian gen pdc dan adhB dari Z. mobilis dengan plasmid pTrc yang mengarahkan piruvat ke asetaldehida menuju etanol dengan NADH sebagai kosubstrat. Selain itu piruvat mengarah ke laktat oleh enzim laktat dehidrogenase (LDH), namun melalui kondisi aerobik akumulasi laktat dapat ditekan (Suryadarma et al. 2012). Asetat sebagai produk samping yang bersaing pada produksi etanol dihasilkan langsung dari piruvat oleh enzim piruvat oksidase (POXB) dan juga dari piruvat ke asetil-koA, asetil-koA menuju asetat oleh enzim fosfo-trans-asetilase (PTA) dan enzim asetat kinase (ACKA). Pada substrat gliserol akumulasi asetat dapat ditekan diduga karena asetat secara bersamaan diproduksi dan dikonsumsi dapat dilihat pada (Gambar 4) kemungkinan asetat diubah menjadi asetil fosfat (A-AMP) selanjutnya A-AMP menuju asetil-koA, kedua proses ini oleh enzim asetil-koA sintetase (acs) sedangkan pada substrat glukosa akumulasi asetat tinggi kemungkinan acs tidak teregulasi. Dari asetilKoA menuju siklus asam sitrat meregenerasi NADH. Siklus asam sitrat berperan penting pada pertumbuhan karena menghasilkan energi. Pada membran luar terjadi proses respirasi yaitu oksigen (O2) sebagai akseptor elektron terakhir diubah menjadi dihidrogen monoksida (H2O) dengan mengubah NADH menjadi NAD+ (Gambar 4). Gambar 4 Ringkasan sentral karbon metabolisme di dalam sel E. coli etanologenik rekombinan pada kondisi aerobik. Gli, gliserol; Gli3P, gliserol-3-fosfat; DHAP, dihidroksiaseton fosfat; G6P, glukosa-6fosfat; F6P, fruktosa-6-fosfat; F1,6P, fruktosa-1,6-bifosfat; A-AMP, asetil fosfat. 14 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon pada E. coli BW25113 (galur tetua) menghasilkan profil pertumbuhan yang sama dengan glukosa, konsumsi substrat yang lebih tinggi, mampu meningkatkan akumulasi piruvat, dan menekan produk samping asetat dalam kondisi aerobik. Pada galur E. coli BW25113 ∆pta/pHfdh/pTadhB-pdc (galur etanologenik) melalui pemanfaatan gliserol sebagai sumber karbon menghasilkan etanol lebih tinggi daripada glukosa dalam kondisi aerobik. Saran Produksi etanol masih dapat ditingkatkan melalui penambahan format pada media kultivasi dengan strategi rekayasa genetik pada E. coli etanologenik yang digunakan pada penelitian ini, karena bakteri rekombinan tersebut mengandung gen fdh yang bekerja mengubah format menjadi CO2 sehingga meregenerasi NADH yang dibutuhkan sebagai ko-substrat untuk produksi etanol. 15 DAFTAR PUSTAKA Baba T, Ara T, Hasegawa M, Takai M, Okumura Y, Baba M, Datsenko KA, Tomita M, Wanner BL, Mori H. 2006. Construction of Escherichia coli K12 in-frame, single-gene knockout mutants: the Keio collection. Mol Syst Biol. 2.doi: 10.1038/msb4100050. Braun T, Philippsen A, Wirtz S, Borgnia MJ, Agre P, Kühlbrandt W, et al. 2000. The 3.7 Å projection map of the glycerol facilitator GlpF: a variant of the aquaporin tetramer. EMBO Rep. 11:183–9. Campbell NA, Reece JB. 2010. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Diterjemahkan oleh: Wulandari DT. Jakarta (ID): Erlangga. Causey TB, Shanmugam KT, Yomano LP, Ingram LO. 2004. Engineering Escherichia coli for efficient conversion of glucose to pyruvate. Proc Natl Acad Sci USA. 101:2235–2240. Claude S. 1999. Research of new outlets for glycerol-recent developments in France. Fett/Lipid. 101:101–4. Darbon E, Ito K, Huang HS, Yoshimoto T, Poncet S, Deutscher J. 1999. Glycerol transport and phosphoenolpyruvate-dependent enzyme I- and Hprcatalyzed phosphorylation of glycerol kinase in Thermus flavus. Microbiology. 145:3205–12. Dharmadi Y, Murarka A, Gonzalez R. 2006. Anaerobic fermentation of glycerol by Escherichia coli: a new platform for metabolic engineering. Biotechnol Bioeng. 94: 821-829. Dien BS, Cotta MA, Jeffries TW. 2003. Bacteria engineered for fuel ethanol production: current status [review]. Appl Microbial Biotechnol. 63:258266. Durnin G, Clomburg J, Yeates Z, Alvarez PJJ, Zygourakis K, Campbell P, Gonzalez R. 2008. Understanding and harnessing the microaerobic metabolism of glycerol in Escherichia coli. Biotechnol Bioeng. 103:148– 161. Fithriani, Suryadarma P, Mangunwidjaja D. 2015. Metabolic engineering of Escherichia coli cells for ethanol production under aerobic conditions. Procedia Chemistry. 16:600-607. Fithriani. 2016. Improvement of ethanol production by inducer addition in recombinant Escherichia coli culture under aerobic conditions. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Frankel DG. 1996. Glycolysis. In: Escherichia coli and Salmonella tiphymurium: Cellular and Molecular Biology. 2nd edition. Edited by Neidhardt FC. Washington DC (US): ASM Press. Fu D, Libson A, Miercke LJW,Weitzman C,Nollert P, Krucinski J, et al. 2000. Structure of a glycerolconducting channel and the basis for its selectivity. Science. 290:481–6. [IEA] International Energy Agency. 2008. From 1st to 2nd-generation Biofuel Technologies. An Overview of Current Industry and RD & D Activities. Paris Cedex (FR): OECD/IEA. Ingram LO, Conway T, Clark DP, Sewell GW, Preston JF. 1987. Genetic engineering of ethanol production in Escherichia coli. Appl Environ Microbiol. 53(10): 2420 – 2425. 16 Ito T, Nakashimada Y, Senba K, Matsui T, Nishio N. 2005. Hydrogen and Ethanol Production from Glycerol Containing Wastes Discharged after Biodiesel Manufacturing Process. J Biosci Bioeng. 100(3): 260-265. Martinez-Gomez K, Flores N, Castaneda HM, Martinez-Batallar G, HernandezChavez G, Ramirez OT, Gossett G, Encarnacion S, Bolivar F. 2012. New insights into Escherichia coli metabolism: carbon scaveging, acetat metabolism and carbon recycling responses during growth on glycerol. Microb Cell Fact. 11: 46. Mu Y, Teng H, Zhang DJ, Wang W, Xiu ZL. 2006. Microbial production of 1,3propanediol by Klebsiella pneumoniae using crude glycerol biodiesel preparations. Biotechnol Lett. 28:1755–9. Murarka A, Dharmadi Y, Yazdani SS, Gonzalez R. 2008. Fermentative utilization of glycerol by Escherichia coli and its implications for the production of fuels and chemicals. Appl Environ Microbiol. 74:1124–1135. Nielsen J, Villadsen J, Liden G. 2003. Bioreaction engineering principles. New York (US): Kluwer Academic/Plenum Publishers. Ohta K, Beall DS, Mejia JP, Shanmugam KT, Ingram LO. 1991. Genetic improvement of Escherichia coli for ethanol production: chromosomal integration of Zymomonas mobilis genes encoding pyruvate decarboxylase and alcohol dehydrogenase II. Appl Environ Microbiol. 57(4):893-900. Ojima Y, Suryadarma P, Tsuchida K, Taya M. 2012. Accumulation of pyruvate by chaning the redox status in Escherichia coli. Biotechnol Lett. 34:889893. Peterson JD, Ingram LO. 2008. Anaerobic respiration in engineered Escherichia coli with an internal electron acceptor to produce fuel ethanol. Ann NY Acad Sci. 1125: 363-372. Prihandana R. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta (ID): PT. Agromedia Pustaka. Shah P, Chiu F, Lan JC. 2014. Aerobic utilization of crude glycerol by recombinant Escherichia coli for simultaneous production of poly 3hydroxybutyrate and bioethanol. J Bioscien Bioeng. 117(3): 343-350. Suryadarma P, Ojima Y, Tsuchida K, Taya M. 2012. Design of Escherichia coli cell culture for regulating alanine production under aerobic condition. J Chem Eng Japan of Japan. 45(8): 604-608. Sutapa DAI. 1999. Lumpur aktif : alternatif pengolah limbah cair. J Studi Pem Kem Ling. 3:25-38. Trinh CT, Unrean P, Srienc F. 2008. Minimal Escherichia coli cell for the most efficient production of ethanol from hexoses and pentoses. Appl Environ Microbiol. 74:3634-3643. Vemuri GN, Altman E, Sangurdekar DP, Khodursky AB, Eiteman MA. 2006. Overflow metabolism in Escherichia coli during steady-state growth: transcriptional regulation and effect of the redox ratio. Appl Environ Microbiol. 72(5): 3653–3661. Voegele RT, Sweet GD, Boos W. 1993. Glycerol kinase of Escherichia coli is activated by interaction with the glycerol facilitator. J Bacteriol. 175:1087–94. Wang ZX, Zhuge J, Fang H, Prior BA. 2001. Glycerol production by microbial fermentation: a review. Biotechnol Adv. 19:201–23. 17 Yazdani SS, Gonzalez R. 2007. Anaerobic fermentation of glycerol: a path to economic viability for the biofuels industry. Curr Opin Biotechnol. 18:213–219. 18 LAMPIRAN 19 Lampiran 1 Uji Glukosa (Metode UV, Katalog. No. 10 716 251 035) Uji Isi Kombinasi Tiga botol 1, masing-masing sekitar 7.2 g bahan campuran bubuk, terdiri dari bufer triethanolamine, pH sekitar 7.6; NADP sekitar 110 mg; ATP sekitar 260 mg; magnesium sulfat. Tiga botol 2, masing-masing dengan sekitar 1.1 mL suspensi, terdiri dari heksokinase, sekitar 320 U; glukosa-6-fosfat dehidrogenase sekitar 160 U. Botol 3 dengan larutan kontrol uji D-glucose untuk uji kontrol. Persiapan Reagen 45 mL Milli-Q ditambahkan ke dalam botol 1 dan dicampur sampai bahan larut dengan sempurna. Setimbangkan ke suhu ruang sebelum digunakan (solusi 1 stabil sampai 4 minggu pada suhu 2-8 0C, atau sampai 2 bulan pada suhu -15 sampai -25 0C). Suspensi 2 stabil pada suhu 2 - 8 0C. Prosedur Uji Glukosa Absorbansi spektrofotometer (Hewlett Packard 8453) diatur ke nol dengan membaca kuvet (Plastibrand pakai UV-kuvet) berisi air Milli-Q pada 340 nm. Blanko disiapkan melalui suspensi 500 µL Solusi 1 dengan 1000 µL air Milli-Q. Kuvet segera ditutup dan kemudian reagen dicampur dengan membalik beberapa kali. Setelah kurang lebih 3 menit, absorbansi dibacakan (A1 blangko). Kemudian 10 µL Solusi 2 ditambahkan ke dalam kuvet. Tutup kuvet dan dicampur dengan membalik beberapa kali. Absorbansi (A2 blangko) dibacakan setelah sekitar 5 menit. Untuk penentuan absorbansi sampel atau kontrol, 100 µL sampel atau kontrol uji glukosa (Solusi 3) disuspensikan dengan 500 µL Solusi 1 dan 900 µL air Milli-Q. Kuvet ditutup segera dan kemudian reagen dicampur dengan membalik beberapa kali. Setelah kurang lebih 3 menit, absorbansi sampel (A1 sampel) atau kontrol (A1 kontrol) dibaca. Kemudian 10 µL Solusi 3 ditambahkan dalam kuvet. Kuvet ditutup dan dicampur dengan membalik beberapa kali. Absorbansi sampel (A2 sampel) atau kontrol (A2 kontrol) dibaca setelah sekitar 15 menit. Jika sampel A2 sampel di atas 1.00, sampel harus diencerkan sampai di bawah 1.00. Jika sampel A2 sampel di bawah 1.00, volume sampel harus ditingkatkan sampai 1000 µL dan volume air Milli-Q harus dikurangi. Sampel dengan volume baru harus diperhitungkan dalam perhitungan konsentrasi. Penentuan perbedaan absorbansi kontrol dan sampel dihitung dengan persamaan: ΔAkontrol = (A2 – A1)kontrol – (A2 – A1)blangko ΔAsampel = (A2 – A1)sampel – (A2 – A1)blangko Konsentrasi kontrol dan sampel dihitung mengikuti : Konsentrasi kontrol (gL-1) = 0.4318 x ΔAkontrol (volume kontrol = 100μl) Konsentrasi sampel (gL-1) = 0.4318 x ΔAsampel (volume sampel = 100μl) Nilai sampel dihitung berdasarkan perbedaan antara konsentrasi nyata solusi kontrol dan jumlah konsentrasi ditentukan dengan menggunakan ΔAkontrol. 20 Lampiran 2 Uji Gliserol (Metode UV- katalog No. 10 148 270 035) Uji Isi Kombinasi Tiga botol 1, masing-masing sekitar 2 g bahan campuran koenzim/bufer, terdiri dari bufer glycylglycine, pH sekitar 7.4; NADH, sekitar 7 mg; ATP, sekitar 22 mg; PEP-CHA, sekitar 11 mg; magnesium sulfat. Botol 2 dengan sekitar 0.4 mL suspensi, terdiri dari piruvat kinase, sekitar 240 U; L-laktat dehidrogenase, sekitar 160 U. Botol 3 dengan sekitar 0.4 ml gliserol kinase, sekitar 34 U. Botol 4 dengan larutan kontrol uji gliserol untuk uji kontrol. Gunakan larutan kontrol uji murni. Persiapan Reagen 11 mL Milli-Q ditambahkan ke dalam botol 1 dan dicampur sampai bahan larut dengan sempurna. Setimbangkan ke suhu ruang selama sekitar 10 menit sebelum digunakan (solusi 1 stabil sampai 4 hari pada suhu 2-8 0C). Suspensi 2 dan 3 stabil pada suhu 2 - 8 0C. Prosedur Uji Giserol Absorbansi spektrofotometer (Hewlett Packard 8453) diatur ke nol dengan membaca kuvet (Plastibrand pakai UV-kuvet) berisi air Milli-Q pada 340 nm. Blanko disiapkan melalui suspensi 1000 µL Solusi 1 dengan 2000 µL air Milli-Q dan 10 µL Suspensi 2. Kuvet segera ditutup dan kemudian reagen dicampur dengan membalik beberapa kali. Setelah kurang lebih 5 menit, absorbansi dibacakan (A1 blangko). Kemudian 10 µL Suspensi 3 ditambahkan ke dalam kuvet. Tutup kuvet dan dicampur dengan membalik beberapa kali. Absorbansi (A2 blangko) dibacakan setelah sekitar 10 menit. Untuk penentuan absorbansi sampel atau kontrol, 100 µL sampel atau kontrol uji gliserol (Solusi 4) disuspensikan dengan 1000 µL Solusi 1, 1900 µL air Milli-Q, dan 10 µL Suspensi 2. Kuvet ditutup segera dan kemudian reagen dicampur dengan membalik beberapa kali. Setelah kurang lebih 5 menit, absorbansi sampel (A1 sampel) atau kontrol (A1 kontrol) dibaca. Kemudian 10 µL Suspensi 3 ditambahkan dalam kuvet. Kuvet ditutup dan dicampur dengan membalik beberapa kali. Absorbansi sampel (A2 sampel) atau kontrol (A2 kontrol) dibaca setelah sekitar 10 menit. Jika sampel A2 sampel di atas 1.00, sampel harus diencerkan sampai di bawah 1.00. Jika sampel A2 sampel di bawah 1.00, volume sampel harus ditingkatkan sampai 1000 µL dan volume air Milli-Q harus dikurangi. Sampel dengan volume baru harus diperhitungkan dalam perhitungan konsentrasi. Penentuan perbedaan absorbansi kontrol dan sampel dihitung dengan persamaan: ΔAkontrol = (A2 – A1)kontrol – (A2 – A1)blangko ΔAsampel = (A2 – A1)sampel – (A2 – A1)blangko Konsentrasi kontrol dan sampel dihitung mengikuti : Konsentrasi kontrol (gL-1) = 0.4414 x ΔAkontrol (volume kontrol = 100μl) Konsentrasi sampel (gL-1) = 0.4414 x ΔAsampel (volume sampel = 100μl) Nilai sampel dihitung berdasarkan perbedaan antara konsentrasi nyata solusi kontrol dan jumlah konsentrasi ditentukan dengan menggunakan ΔAkontrol. 21 Lampiran 3 Uji Etanol (Metode UV- katalog No. 10 176 290 035) Uji Isi Kombinasi Botol 1 berisi larutan 100 mL, terdiri dari bufer potassium difosfat, dengan pH sekitar 9.0. Botol 2 berisi 30 tablet, tiap tablet mengandung NAD, sekitar 4 mg; aldehide dehidrogenase, sekitar 0.8 U. Botol 3 dengan sekitar 1.6 mL larutan suspensi, yang terdiri dari ADH, sekitar 7000 U. Botol 4 dengan larutan kontrol uji etanol untuk uji kontrol. Gunakan larutan kontrol uji murni. Persiapan Reagen Semua isi kit stabil pada suhu 2-8 0C kecuali untuk campuran reaksi 2. Solusi 1 dibawa ke suhu ruangan sebelum digunakan. Segera sebelum digunakan, satu tablet dari Botol 2 dilarutkan dalam 3 mL Solusi 1 dalam tabung sentrifugasi untuk setiap 2 uji. Reaksi tersebut merupakan Reaksi Campuran 2 (stabil selama 1 hari pada suhu 2 sampai 8 0C, dibawa pada suhu ruangan sebelum digunakan). Botol 1 dan botol 3 digunakan murni. Prosedur Uji Etanol Absorbansi spektrofotometer (Hewlett Packard 8453) diatur ke nol dengan membaca kuvet (Plastibrand pakai UV-kuvet) terhadap air Milli-Q pada 340 nm. Blanko disiapkan dengan mengencerkan 1500 µL Reaksi Campuran 2 dengan 50 uL air Milli-Q. Kuvet segera ditutup dan kemudian reagen dicampur dengan membalik beberapa kali. Setelah kurang lebih 3 menit, absorbansi dibacakan (A1 blangko). Kemudian 25 µL Solusi 3 ditambahkan ke dalam kuvet. Tutup kuvet dan dicampur dengan membalik beberapa kali. Absorbansi (A2 blangko) dibacakan setelah sekitar 5 menit. Untuk penentuan absorbansi sampel atau kontrol, 50 µL sampel atau kontrol uji etanol (Solusi 4) disuspensikan dengan 1500 µL Reaksi Campuran 2. Kuvet ditutup segera dan kemudian reagen dicampur dengan membalik beberapa kali. Setelah kurang lebih 3 menit, absorbansi sampel (A1 sampel) atau kontrol (A1 kontrol) dibaca. Kemudian 25 µL Solusi 3 ditambahkan ke dalam kuvet. Kuvet ditutup dan dicampur dengan membalik beberapa kali. Absorbansi sampel (A2 sampel) atau kontrol (A2 kontrol) dibaca setelah 5 menit. Jika sampel A2 sampel di atas 1.00, sampel harus diencerkan sampai di bawah 1.00. Jika sampel A2 sampel di bawah 1.00, volume sampel harus ditingkatkan sampai 250 µL. Sampel dengan volume baru harus diperhitungkan dalam perhitungan konsentrasi. Penentuan perbedaan absorbansi kontrol dan sampel dihitung dengan persamaan: ΔAkontrol = (A2 – A1)kontrol – (A2 – A1)blangko ΔAsampel = (A2 – A1)sampel – (A2 – A1)blangko Konsentrasi kontrol dan sampel dihitung mengikuti : Konsentrasi kontrol (gL-1) = 0.1152 x ΔAkontrol (volume kontrol = 50μl) Konsentrasi sampel (gL-1) = 0.1152 x ΔAsampel (volume kontrol = 50μl) Nilai sampel dihitung berdasarkan perbedaan antara konsentrasi nyata solusi kontrol dan jumlah konsentrasi ditentukan dengan menggunakan ΔAkontrol. 22 RIWAYAT HIDUP Wahyu Suradi Pranata, lahir di Bandung pada tanggal 11 Juli 1992, anak kedua dari pasangan Bapak Acep Sahman dan Ibu Tati Rosmawati. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 11 Bandung tahun 2009. Penulis melanjutkan studi program strata 1 (S1) di Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Padjadjaran (Unpad) pada tahun 2009 dan berhasil lulus pada tahun 2013. Selama menempuh pendidikan di Fapet Unpad penulis aktif berorganisasi di Unit Kenal Lingkungan Fapet Unpad. Pada tahun 2013 Penulis melanjutkan ke jenjang strata 2 (S2) di Program Studi Bioteknologi Fakultas Multidisiplin Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan beasiswa Fresh Graduate DIKTI 2013. Selama menempuh pendidikan di program studi Bioteknologi IPB penulis aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Wirausaha Pascasarjana (HIMAWIPA) IPB. Penelitian tesis ini dikirim ke Journal of Tropical Life Science (JTROLIS) dengan status In Riview.