BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Orang dapat mengasumsikan bahwa aka selalu ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap membeli. Semua yang di butuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk tersebut. Pemasaran berarti bekerja dengan para pemasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jika satu pihak lebih aktif mencari sebuah pertukaran di banding pihak lain, ia di sebut pemasar dan pihak kedua di sebut prospek. Dengan demikian pemasar dapat bertindak sebagai seorang penjual atau pembeli. Definisi pemasaran menurut Kotler (2004;9) adalah sebagai berikut: “pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”. Menurut Lamb, Hair, dan McDaniel (2001 : 6) : “Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi” Sedangkan menurut William J. Shultz yang dikutip oleh Buchari Alma (2004:2) adalah sebagai berikut : “Marketing or distribution is the performance of business activaties that direct the flow of goods and service from producers to consumers or user” 21 Dari pengertian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa pemasaran lebih berurusan dengan pelanggan di bandingkan dengan fungsi bisnis lainnya. Memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai serta kepuasan konsumen adalah inti pemikiran dan praktek pemasaran modern. Atau dengan perkataan lain pemasaran adalah proses pemberian kepuasan kepada konsumen untuk mendapatkan laba. Dua sasaran pemasaran utama adalah menarik konsumen dan menjanjikan nilai yang unggul dan mempertahankan konsumen saat ini dengan memberikan kepuasan. Strategi pemasaran yang tepat memberikan kekuatan pada perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan lainnya sehingga memberikan keuntungan pada perusahaan tersebut. 2.2 Bauran Pemasaran Untuk meraih sukses, suatu produk akan tergantung kepada sejumlah faktor, diantaranya produk itu sendiri, harga, distribusi, dan promosi yang dilakukan. Factor-faktor ini di kenal dengan nama Marketing Mix yang merupakan controllable marketing variables, artinya factor-faktor tersebut dapat di kendalikan sepenuhnya oleh perusahaan. Sedangkan uncontrollable marketing variables tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan secara individu, seperti perubahan faktor-faktor kependudukan, kondisi perekonomian, sosial, undang-undang, kebijaksanaan pemerintah atau faktor alam. Menurut Kotler (2004;18) bauran pemasaran adalah sebagai berikut: “Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang di gunakan oleh perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran”. Adapun menurut Swastha dan Irawan (2003:78), yaitu : “Marketing mix adalah kombinasi dari empat variable atau kegiatan yang merupakan inti dari system pemasaran perusahaan, yakni : produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan system distribusi.” 22 Dari definisi – definisi di atas dapat di simpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan perpaduan dari variabel pemasaran yang terkait dan dapat dikendalikan serta dikombinasikan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah unsur-unsur dari variabel pemasaran tersebut menurut Kotler (2004;18) : 1. Produk (Product) Produk, segala sesuatu yang di tawarkan di pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen termasuk di dalamnya keragaman produk, kualitas, design, ciri, nama merek, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, imbalan. 2. Harga (Price) Harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Termasuk di dalamnya daftar harga, potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit. 3. Distribusi (Place) Place di artikan sebagai kegiatan perusahaan yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap di gunakan atau di konsumsi. Termasuk di dalamnya saluran pemasaran, cakupan pasar,pengelompokan lokasi, persediaan transportasi. 4. Promosi (Promotion) Promosi itu adalah sejenis komunikasi yang member penjelasan yang menyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa. Tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan, dan meyakinkan calon konsumen. Termasuk didalamnya promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation, pemasaran langsung. 23 Strategi pemasaran yang efektif adalah mengkombinasikan seluruh unsure-unsur bauran pemasaran kedalam suatu strategi terintegrasi yang di desain untuk mencapai tujuan pemasaran perusahaan. Bauran pemasaran menjadi peralatan taktis bagi perusahaan untuk membentuk penempatan yang kuat di pasar sasaran. 2.3 Produk 2.3.1 Definisi Produk Produk adalah elemen utama tawaran tawaran pemasaran. Menurut Kotler (2005:69): “Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk – produk yang ditawarkan berupa barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, tempat, property, organisasi dan gagasan” 2.3.2 Teori Siklus Produk Setelah tahap-tahap pengembangan produk dilaksanakan maka produk apapun akan mengalami siklus kehidupan pada waktu produk itu ada dipasaran sampai produk itu hilang dari pasaran, ia akan melewati tahap-tahap siklus kehidupannya. Menurut Kotler (1997;307-308) dalam bukunya Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol dalam siklus kehidupan suatu produk ada empat tahap: 1. Tahap perkenalan (Introduction), 2. Tahap pertumbuhan (Growth), . 3. Tahap kedewasaan (Maturity), 4. Tahap penurunan (Decline), 24 Gambar 2.1 Sumber : http://www.trumpuniversity.com/businessbriefings/productlife cycle.cfm 2.3.3 Ciri-ciri Siklus Produk Dalam keempat tahap dari analisa Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini memiliki beberapa ciri-ciri (Kotler 1997) yaitu : 1. Tahap perkenalan (Introduction), a. Strategi peluncuran cepat (rapid skimming strategy), Peluncuran produk baru pada harga tinggi dengan tingkat promosi yang tinggi. b. Perusahaan berusaha menetapkan harga tinggi untuk memperoleh keuntungan yang mana akan digunakan untuk menutup biaya pengeluaran dari pemasaran. c. Strategi peluncuran lambat (slow skimming strategy), Merupakan peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi. Harga tinggi untuk memperoleh keuntungan sedangkan sedikit promosi untuk menekan biaya pemasaran. d. Strategi penetrasi cepat (rapid penetration strategy), Merupakan peluncuran produk pada harga yang rendah dengan biaya promosi yang besar. Strategi 25 ini menjanjikan penetrasi pasar yang paling cepat dan pangsa pasar yang paling besar. e. Strategi penetrasi lambat (slow penetration strategy), Merupakan peluncuran produk baru dengan tingkat promosi rendah dan harga rendah. Harga rendah ini dapat mendorong penerimaan produk yang cepat dan biaya promosi yang rendah. 2. Tahap pertumbuhan (Growth), a. Meningkatkan kualitas produk serta menambahkan keistimewaan produk baru dan gaya yang lebih baik. b. Perusahaan menambahkan model-model baru dan produk-produk penyerta (yaitu, produk dengan berbagai ukuran, rasa, dan sebagainya yang melindungi produk utama) Perusahaan memasuki segmen pasar baru. c. Perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki saluran distribusi yang baru. d. Perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk (product awareness advertising) ke iklan yang membuat orang memilih produk (product preference advertising) e. Perusahaan menurunkan harga untuk menarik pembeli yang sensitif terhadap harga dilapisan berikutnya. 3. Tahap kedewasaan (Maturity), a. Perusahaan meninggalkan produk mereka yang kurang kuat dan lebih berkonsentrasi sumber daya pada produk yang lebih menguntungkan dan pada produk baru. 26 b. Memodifikasi pasar dimana perusahaan berusaha untuk memperluas pasar untuk merek yang mapan. c. Perusahaan mencoba menarik konsumen yang merupakan pemakai produknya. d. Menggunakan strategi peningkatan keistimewaan (feature improvement) yaitu bertujuan menambah keistimewaan baru yang memperluas keanekagunaan, keamanan atau kenyaman produk. e. Strategi defensif dimana perusahaan untuk mempertahankan pasar yang mana hasil dari strategi ini akan memodifikasi bauran pemasaran. f. Strategi peningkatkan mutu yang bertujuan meningkatkan kemampuan produk, misalnya daya tahan, kecepetan, dan kinerja produk. g. Strategi perbaikan model yang bertujuan untuk menambah daya tarik estetika produk seperti model, warna, kemasan dan lain – lain. h. Menggunakan take-off strategy yang mana marupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mencapai fase penerimaan konsumen baru, strategi ini dapat memperbaharui pertumbuhan pada saat produk masuk dalam kematangan. 4. Tahap penurunan (Decline), a. Manambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi persaingan yang baik. b. Mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada produk c. Mencari pasar baru d. Tetap pada tingkat investasi perusahaan saat ini sampai ketidakpastian dalam industri dapat diatasi 27 e. Mengurangi investasi perusahaan secara selesktif dengan cara meninggalkan konsumen yang kurang menguntungkan. f. Harvesting strategy untuk mewujudkan pengembalian uang tunai secara cepat g. Meninggalkan bisnis tersebut dan menjual aset perusahaan. 2.3.4 Klasifikasi Barang Konsumen Orang akan memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dengan produk dirumuskan dalam arti luas sebagai segala sesuatu yang dapat diberikan kepada seseorang guna memuaskan suatu kebutuhan atau keinginan. Biasanya kata produk menunjukkan suatu pengertian yang berkaitan dengan objek fisik yang nyata, konsep penuntun untuk memilih produk yang memuaskan adalah nilai. Seseorang akan dapat membuat ukuran kedudukan produk dari yang disukai sampai yang paling tidak disukai. Berikut adalah klasifikasi barang konsumen menurut Kotler (2005:73) : a. Convenience goods adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli pelanggan dengan cepat dan dengan upaya yang sangat sedikit. b. Shooping goods, adalah barang-barang yang biasanya dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga dan gaya dalam proses pemilihan dan pembeliannya. c. Specially goods, mempunyai ciri-ciri atau identifikasi merek yang unik dan karena itulah cukup banyak pembeli bersedia melakukan upaya pembelian yang khusus. d. Unsought goods adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau biasanya mereka tidak berfikir untuk membelinya. 28 2.4 Merek / Brand 2.4.1 Definisi Merek Suksesnya suatu bisnis atau produk konsumen tergantung pada kemampuan target pasar dalam membedakan satu produk dengan produk yang lainnya. Merek adalah alat utama yang digunakan oleh pemasar untuk membedakan produk mereka dari produk pesaing. Definisi brand menurut Lamb, Hair dan McDaniel (2001:42) : “Merek adalah suatu nama, istilah, symbol, desain atau gabungan keempatnya yang mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing.” Sedangkan menurut Philip Kotler (2005:82) adalah sebagai berikut “Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol atau rancangan atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing” 2.4.2 Manfaat Merek Produsen lebih menyukai memberikan merek produk mereka walaupun ini jelas melibatkan biaya untuk pengemasan, label, perlindungan hukum dan memiliki resiko, apabila produk mereka tidak memuaskan konsumen. Mereka mempunyai peranan yang cukup penting, baik bagi pembeli maupun bagi penjual. Bagi pembeli merek memberikan manfaat antara lain : a. Memudahkan mereka mengenali suatu barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. b. Memberikan keyakinan kepada pembeli bahwa mereka telah membeli barang yang benar seperti yang diinginkan. c. Memudahkan mereka dalam membanding-bandingkan kualitas, harga dan sebagainya antara produk yang sama. d. Memudahkan mereka dalam mengingat cirri-ciri barang atau jasa untuk kepentingan pembelian berikutnya. 29 e. Memudahkan mereka untukmemberikan informasi tentang suatu barang atau jasa kepada orang lain. Sedangkan bagi penjual merek dapat pula memberikan berbagai manfaat antara lain : a. Merek merupakan suatu identitas perusahaan yang dapat dijadikan tolak ukur kualitas. b. Merek merupakan sesuatu yang dapat diiklankan untuk mendapatkan tanggapan dari calon pembeli. c. Merek dapat membantu penjual dalam memperkirakan pangsa pasar mereka karena pembeli tidak bingung dalam membeli produk. d. Merek dapat melindungi dari penurunan harga yang terlalu jauh, karena pembeli tidak akan semata-mata menjadikan harga sebagai alat perbandingan antara dua produk yang berbeda-beda merek. e. Merek dapat membantu penjual dalam menambah prestise bagi pembelinya. 2.5 Brand Image 2.5.1 Definisi Brand Image Definisi brand image adalah (Temporal & Trott, 2001:37): “Brand image refers to the schematic memory of brand wich contains the target market’s interpretations of the product attributes, benefits, usage situations, users and manufacturer on marketer characteristic.” Selain itu menurut Dolak (2004) “Brand image is defined as consumers perception as reflected by the associations they hold in their minds when they think of your brand.” Brand image juga dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. (Shimp, 2003:12) Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran 30 atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain. Gambaran citra merek (brand image) adalah yang terbaik dari pasar single market investasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan, menempatkan dan memperbaharui sebuah gambaran positif adalah komponen dasar dari setiap bisnis dengan meletakkan sebagai pondasi dasar yang akan membangun perusahaannya dimasa datang. 2.5.2 Tolak Ukur Brand Image Faktor – faktor yang menjadi tolak ukur brand image adalah (Plummer, seperti dikutip Aaker, 1991:139 & Aaker, 1996 :196) : a. Product Attributes Sebuah brand bisa memunculkan sejumlah atribut produk tertentu dalam pikiran konsumen, yang mengingatkan pada karakteristik brand tersebut. b. Consumer Benefits Sebuah brand harus bisa memberikan suatu value tersendiri bagi konsumennya yang akan dilihat oleh konsumen sebagai benefits yang diperoleh ketika dia membeli atau mengkonsumsi produk tersebut, yang terdiri dari : 1) Functional Benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena produk dapat melaksanakan fungsi utamanya. 2) Emotional Benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena dapat memberikan perasaan yang positif kepada konsumen. 3) Self – Expressive Benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan ketika sebuah brand dianggap bisa mewakili ekspresi pribadi seseorang. Konsumen seringkali 31 menghubungkan ekspresi pribadinya dengan endensor yang digunakan dalam iklan. c. Brand Personality Dapat difefinisikan sebagai seperangkat karakter personal yang akan diasosiasikan oleh konsumen terhadap sebuah brand tertentu. d. User Imagery Dapat didefinisikan sebagai serangkaian karakteristik manusia dengan ciri-ciri tipikal dari konsumen yang menggunakan atau mengkonsumsi brand ini. e. Organizational Associations Konsumen seringkali menghubungkan produk yang dibelinya dengan kredibilitas perusahaan yang membuatnya. Hal ini kemudian yang mempengaruhi persepsi terhadap sebuah brand yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. f. Brand Customer Relationships Sebuah brand harus bisa menciptakan hubungan dengan konsumennya. Hal ini bisa didukung oleh tujuh dimensi, yaitu : 1) Behavior interdependence, misalnya konsumen merasa sangat tergantung dengan brand Majalah Reader’s Digest Indonesia 2) Personal commitment, misalnya konsumen merasa loyal dengan brand Majalah Reader’s Digest Indonesia 3) Love and passion, misalnya konsumen akan merasa kecewa bila tidak bisa menemukan Majalah Reader’s Digest Indonesia ketika membutuhkannya. 4) Nostalgic connection, misalnya brand Majalah Reader’s Digest Indonesia mengingatkan konsumen akan suatu kenangan di masa lalu. 5) Self-concept connections, misalnya brand Majalah Reader’s Digest Indonesia mengingatkan konsumen akan dirinya sendiri. 32 6) Intimacy, misalnya konsumen akan merasa dekat dengan Majalah Reader’s Digest Indonesia 7) Partner quality, misalnya konsumen merasa brand Majalah Reader’s Digest Indonesia dapat mengerti kebutuhan dan keinginannya. 2.5.3 Manfaat Brand Image Brand image yang efektif dapat mencerminkan tiga hal, yaitu (Kotler,2003:326) : a. Membangun karekter produk dan memberikan value proposition. b. Menyampaikan karekter produk secara unik sehingga berbeda dari pesaingnya. c. Memberikan kekuatan emosional lebih dari kekuatan rasional. Ketika brand image telah mampu membangun karakter produk dan memberikan value proposition, kemudian menyampaikan karakter produk konsumennya secara unik, berarti merek tersebut telah memberikan kekuatan emosional lebih dari kekuatan rasional yang dimiliki produk tersebut. Hal ini akan membuat konsumen mengasosiasikan serangkaian hal positif dalam pikirannya ketika mereka memikirkan merek tertentu (Dolak, 2001). Dalam jangka panjang hal ini dapat meningkatkan kekuatan merek yang lebih sering disebut dengan brand equity – dengan cara meningkatkan brand name awarness, brand loyalty, perceived quality dan brand associations (Aaker, 1996:8). 2.5.4 Strategi Mencapai Brand Image yang Kuat Brand image yang kuat dapat dicapai dengan menciptakan keakraban akan nama brand, yang dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut (Arnold, 1992:118) : a. Being different : produk harus memiliki perbedaan atau keistimewaan sehingga mudah diingat dan dikenal. 33 b. Melibatkan slogan atau jingle sehingga mudah diingat dalam aktivitas promosi. c. Symbol exposure untuk memudahkan pengenalan konsumen akan brand. d. Event sponsorship (below the line) untuk menarik perhatian masyarakat. e. Mempertimbangkan brand extension untuk membuat brand lebih menonjol. f. Menggunakan tanda pengenal atau identifikasi pada produk, seperti menciptakan kemasan yang unik, penggunaan warna yang menarik. g. Recall requires untuk mencapai tingkat brand image yang diinginkan. 2.6 Perilaku Konsumen dan Keputusan Pembelian 2.6.1 Definisi Perilaku Konsumen Pemahaman perilaku konsumen akan membantu manajemen dalam menyusun program-program pemasaran yang tepat, guna memanfaatkan peluangpeluang yang ada terutama dalam mempengaruhi reaksi atau tanggapan konsumen terhadap barang atau jasa yang ditawarkan. Definisi perilaku konsumen menurut John C. Mowen dan Michael Minor (2001:6) : “Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumen dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide.” Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. 2.6.2 Tipe-Tipe Perilaku Konsumen dalam Membeli Pembuatan keputusan yang dilakukan oleh konsumen berbeda-beda sesuai dengan tipe keputusan membeli. Makin kompleks dan mahal keputusan membeli 34 sesuatu, kemungkinannya lebih banyak melibatkan pertimbangan membeli dan lebih banyak peserta pembeli. Ada empat tipe perilaku konsumen dalam membeli menurut Kotler (2005:221) yaitu : a. Perilaku membeli yang kompleks Para konsumen menjalani atau menempuh suatu perilaku membeli yang kompleks bila mereka semakin terlibat dalam kegiatan membeli dan menyadari perbedaan penting diantara beberapa merek produk yang ada. b. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam kegiatan membeli sesuatu, tetapi dia hanya melihat sedikit perbedaan merek. Keterlibatan yang mendalam disebabkan oleh kenyataan bahwa barang yang dibeli itu mahal harganya, jarang dilakukan dan beresiko. Oleh karena itu, konsumen pertama-tama melalui suatu keadaan perilaku kemudian memiliki beberapa kepercayaan baru, dan berakhir dengan penilaian terhadap pilihannya yang dirasakan tepat. c. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan Banyak produk yang dibeli dalam keadaan konsumen kurang terlibat dan tidak terdapat perbedaan nyata antara merek. Terdapat cukup bukti bahwa para konsumen tidak terlibat dalam pembuatan keputusan yang mendalam bila membeli sesuatu yang harganya murah, atau produk yang sudah sering mereka gunakan. d. Perilaku yang sering mencari keragaman Dalam beberapa situasi membeli keterlibatan konsumen rendah, tetapi ditandai oleh perbedaan merek yang nyata. Dalam situasi demikian sering kita melihat konsumen bayak melakukan pergantian merek. Pergantian merek terjadi sematamata untuk memperoleh keragaman, bukan karena ketidakpuasan. 35 2.6.3 Tahap – Tahap Proses Keputusan Pembelian Menurut Schiffman & Kanuk (2001:149) Keputusan Pembelian Konsumen dipengaruhi oleh persepsi konsumen mengenai brand name, store name, dan objective price. Konsumen akan mempersepsikan ketiga faktor ini sebagai indikator kualitas suatu produk (perceived quality) dan objective price sebagai indicator pengorbanan yang harus dilakukannya untuk memperoleh suatu produk (perceived sacrifice). Ketika perceived quality dianggap lebih besar dari perceived sacrifice maka konsumen akan mempersepsikan bahwa produk tersebut mempunyai value (perceived value) yang layak untuk mempertimbangkan sehingga akan timbul keputusan pembelian dari konsumen untuk membeli produk tersebut (willingness to buy). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perilaku yang menunjukkan keputusan pembelian konsumen dapat dijelaskan dengan mengetahui tahapantahapan yang dilalui oleh konsumen dalam menentukan keputusan pembeliannya. a. Problem recognition Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh rangsangan internal maupun external, misalnya : pada tahap ini konsumen merasa butuh untuk membeli kendaraan dengan harga terjangkau/murah, hemat bahan bakar, dan juga stylish. b. Information Search Pada tahap berikutnya akan berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai informasi mengenai produk dan juga merek yang akan dibelinya. Informasi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber diantaranya : 1) Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan) 2) Sumber komersial (iklan,wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan) 36 3) Sumber publik (media massa, organisasi konsumen pemeringkat) Pada tahap ini konsumen akan mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai macam merek yang tersedia dalam kategori produk majalah yang akan dibelinya. c. Evaluation of alternative Setelah konsumen mempunyai informasi mengenai produk dan brand yang akan dibelinya, makanya konsumen akan membandingkan kelebihan dan kekurangan antara merek yang satu dengan merek yang lain d. Purchase Intention Setelah mengevaluasi berbagai alternative merek yang bisa dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan mempunyai niat untuk secara spesifik membeli merek tertentu. Niat ini tidak selalu sama dengan keputusan pembelian yang pada akhirnya dilakukan oleh konsumennya, karena niat beli masih dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu attitude of others dan unanticipated situational factors. e. Purchase Decision Pada tahap ini konsumen telah mengambil keputusan untuk membeli sebuah merek tertentu dalam memenuhi kebutuhannya f. Postpurchase Behavior Setelah konsumen memutuskan untuk membeli dan mengkonsumsi sebuah merek tertentu selanjutnya konsumen akan melakukan evaluasi yang berhubungan dengan kepuasan yang didapatkannya dan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Ketika konsumen telah sampai pada tahap purchase intention (timbul niat untuk melakukan pembelian) maka konsumen telah melakukan serangkaian perilaku yang mengacu kepada niatnya untuk secara spesifik membeli suatu 37 produk dengan merek tertentu. Perilaku ini dapat dilihat ketika konsumen merasa membutuhkan suatu produk dia akan mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber mengenai produk dan merek tersedia dalam kategori produk tersebut, selanjutnya dia mulai membandingkan antara merek yang satu dengan merek yang lain yang dianggap dapat memenuhi kebutuhannya akan produk tersebut, dan terakhir telah timbul niat dalam dirinya untuk secara spesifik membeli suatu produk dengan merek tertentu yang diharapakan dapat memberikan kepuasan dalam pemenuhan dan keinginannya. 2.6.4 Pengaruh Brand Image terhadap Keputusan Pembelian Mengenai hubungan antar brand image terhadap keputusan pembelian konsumen, Schiffman dan Kanuk (2001:141) berpendapat bahwa : In today’s highlycompetitive environment, a distractive product image is most important. As product become more complex and the marketplace more crowded, consumers rely more and the product’s image than on its actual attributes in making purchase decision. A positive brand image is associated with consumer loyalty, consumer beliefs about positive brand value and a willingness to search for the brand. Selain itu, Murphy (1987:4) juga mengatakan bahwa : If brand is good on, consumers will purchase it and become a valuable asset. But its asset value drives from more than just its ability to attract sales. Their very which they can specify means that they will reject or tend to reject, alternatives wich are presented to them that perhaps may not prosses all this values. Brands are therefore enduring assets as long as they kept in good shapee and continue to offer consumers the values ther require. Saat ini konsumen dihadapkan pada berbagai alternative pilihan dalam melakukan keputusan pembelian. Sehubungan dengan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam menentukan keputusan pembeliannya konsumen tidak hanya mengandalkan pada atribut produk saja namun lebih kepada brand image yang dianggap positif. Image atau brand yang terekam dalam memorinya secara sadar atau tidak akan memberi petunjuk untuk membuat keputusan pembelian tersebut. Jika konsumen mempersepsikan suatu brand memiliki image yang lebih unggul dan akan memberikan nilai tambah baginya, tentunya ia akan memilih produk dengan brand yang dianggap baik. 38